Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN KASUS

“ DIABETES MELLITUS dan KOMPLIKASI ”

Pembimbing
Dr.Amrita, Sp.PD

Disusun oleh
Albert Novian
406100008

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TARUMANAGARA
JAKARTA
2011
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Kasus

“ DIABETES MELLITUS dan KOMPLIKASI”

Telah didiskusikan tanggal:

Pembimbing

(dr. Amrita, Sp.PD)

Pelapor KPS Ilmu Penyakit Dalam


RSUD Kudus

Albert Novian dr. Amrita, Sp. PD


(406100008)

Bagian Ilmu Penyakit Dalam


Rumah Sakit Umum Kudus
DATA SOSIAL
• Nama : Ny. S
• Umur : 40 thn
• Jenis Kelamin : Perempuan
• Agama : Islam
• Status : Menikah
• Pendidikan : Tamat SLTA
• Alamat : Sidomulyo 1/1 Jekulo Kudus
• Dikirim oleh : Suami
• Nomor CM : 613842
• Dirawat di Ruang : Bougenvil 2
• Masuk bangsal : 06 Juni 2011
• Keluar bangsal : 16 Juni 2011

DATA DASAR
A. ANAMNESIS : Autoanamnesis dengan penderita tanggal 13 Juni 2011

Keluhan Utama : Nyeri telapak kaki kiri

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang dengan keluhan nyeri telapak kaki kiri bekas luka tertusuk paku dengan Ф±4cm.
Disertai pusing, nyeri perut, muntah-muntah, badan lemas, dan kaki kesemutan. Pasien
mengaku pernah kehilangan penglihatan secara tiba-tiba dan sampai sekarang penglihatannya
seperti melihat bayang-bayang hitam. Pasien juga mengaku sering merasa haus, lapar, dan
sering kencing. Dalam keluarganya ada yang memiliki riwayat kencing manis. Sebelumnya
pasien belum pernah mengalami sakit seperti ini.

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat tekanan darah tinggi diakui
Riwayat kencing manis diakui
Riwayat asma disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat kencing manis dalam keluarga diakui

Riwayat Sosial Ekonomi


Penderita dibiayai oleh Jamkesda
Kesan Ekonomi : cukup
B. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Baik
TB : 166 BB : 70kg
BMI : 27, 34 kg/cm2 Kesan : Obese tipe 1
Kesadaran : kompos mentis
Tekanan darah : 160/90 mmHg
Denyut nadi : 135×/ menit, reguler, isi dan tegangan cukup
Laju pernapasan : 20×/ menit
Suhu : 39,4°C (aksila)
SPO2 : 95 %
GDS : 314
Kulit : Pucat (-), ikterik (-), cyanosis (-), turgor baik
Kepala : Mesocephal, rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah
dicabut, turgor kulit dahi cukup
Mata : Pupil isokor, diameter pupil 3mm, konjungtiva palpebra pucat (-),
sklera ikterik (-)
Hidung : Rhinorrhea (-), Epistaksis (-)
Telinga : Nyeri tekan tragus (-), Keluar cairan (-), keluar darah (-)
Mulut : Sulkus nasolabialis simetris, lidah normal, tremor (-), deviasi
lidah (-), faring hiperemis (-), Tonsil T1=T1.
Leher : Pembesaran nnll. colli (-), pembesaran kelenjar tiroid (-),trakea
ditengah, JVP R-2 cmH2O
Jantung
Inspeksi : Tak tampak pulsasi ic
Palpasi : Tak teraba pulsasi ic
Perkusi : Batas kanan atas ICS II LPSD, batas kanan bawah ICS VI LPSD,
batas kiri atas ICS II LPSS, batas kiri bawah sesuai iktus
Auskultasi : BJ I-II reguler, isi dan tegangan cukup, murmur (-), gallop (-), HR
112x/menit

Paru depan
Kanan Kiri
Inspeksi Pergerakan statis, dinamis sama Pergerakan statis, dinamis sama
dengan kiri dengan kanan
Retraksi interkostal (-) Retraksi interkostal (-)
Palpasi nyeri tekan (-) nyeri tekan (-)
stem fremitus normal, sama kuat stem fremitus normal, sama kuat
dengan kiri dengan kanan
Perkusi Sonor, sama kuat dengan kiri Sonor, sama kuat dengan kanan
Auskultasi suara dasar vesikuler sama dengan kiri suara dasar vesikuler sama dengan
Wheezing (-), Ronchi (-) kanan
Wheezing (-), Ronchi (-)
Paru belakang
Kanan Kiri
Inpeksi Pergerakan statis, dinamis sama Pergerakan statis, dinamis sama
dengan kiri dengan kanan
Retraksi interkostal (-) Retraksi interkostal (-)
Palpasi nyeri tekan (-) nyeri tekan (-)
stem fremitus normal, sama kuat stem fremitus normal, sama kuat
dengan kiri dengan kanan
Perkusi Sonor, sama kuat dengan kiri Sonor, sama kuat dengan kanan
Auskultasi suara dasar vesikuler sama dengan kiri suara dasar vesikuler sama dengan
Wheezing (-), Ronchi (-) kanan
Wheezing (-), Ronchi (-)

Abdomen
Inspeksi : Cembung
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani, pekak alih (-)
Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (+) di epigastrium

Ekstremitas Superior Inferior


Ptekhie -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Oedem -/- -/-
Pembesaran nnll aksila -/-
Pembesaran nnll inguinal -/-
Gerakan +/+ +/+
Kekuatan 5/5 5/5
Refleks fisiologis N/N N/N
Refleks patologis -/- -/-
Tonus N/N N/N

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG HEMATOLOGI tgl 6 Juni 2011


Jumlah
WBC 32100/mm3
RBC 3510000/ mm3
HGB 9,7g/dL
HCT 27.0 %
PLT 506000/ mm3
PCT .330%
MCV 81 µm3
MCH 28.4 pg
MCHC 35.2 g/dL
RDW 14 %
MPV 8.7 µm3
LYM 1900/ mm3
MON 500/ mm3
GRA 20.3 H.103/ mm3
KIMIA DARAH tgl 6 Juni 2011
Ureum 75,6 mg/dL
Creatinin 1,8 mg/dL
S.G.O.T 142 U/I
S.G.P.T 69 U/I
Uric Acid 8,7 mg/dL
Albumin 2,7 mg/dL

HEMATOLOGI tgl 10 Juni 2011


Jumlah
WBC 26500/mm3
RBC 3270000/ mm3
HGB 8,9g/dL
HCT 25,0%
PLT 464000/ mm3
PCT .505%
MCV 83 µm3
MCH 28.1 pg
MCHC 34 g/dL
RDW 15 %
MPV 7.9 µm3
LYM 1900/ mm3
MON 800/ mm3
GRA 20.6 H.103/ mm3

KIMIA DARAH tgl 10 Juni 2011


Gula darah puasa 421
Gula darah 2 jam pp 390

KIMIA DARAH tgl 11 Juni 2011


Gula darah Sewaktu (Pagi) 307

KIMIA DARAH tgl 11 Juni 2011


Gula darah Sewaktu (Siang) 214

KIMIA DARAH tgl 12 Juni 2011


Gula darah Sewaktu (Siang) 294

KIMIA DARAH tgl 12 Juni 2011


Gula darah Sewaktu (Sore) 376

KIMIA DARAH tgl 13 Juni 2011


Gula darah puasa 262
Gula darah 2 jam pp 309
URINE RUTIN tgl 14 Juni 2011
Urine Warna Kuning muda
Kekeruhan keruh
PH (4,6-8) 5
BD (1,001-1,030) 1,010
Sedimen Leukosit 2-3
Eritrosit -
Epitel +
Silinder -
Bakteri -
Kristal -
Yeast +

DAFTAR MASALAH
Obs febris
DM tipe II
Hipertensi
Insufisiensi renal

PROBLEM INITIAL PLAN PLAN THERAPY PLAN PLAN


ASSESMENT DIAGNOSTIK MONITORING EDUCATION
Gagal  Fungsional:  EKG Dexamethason  Vital sign Beritahu pasien
jantung Decompens  Elektrolit 1x1mg/hari  Keluhan dan keluarganya
atio cordis  CKMB Cefotaxim subjektif tentang penyakit
kiri NYHA II 2x1mg/hari  EKG dan therapinya
 CKMB
Klinis Menilai fungsi  FT4 PTU  FT4 Beritahu pasien
Hipertiroid tyroid  TSHs 3x100mg/hari  TSHs dan keluarganya
Propanolol  Vital sign tentang penyakit
3x10 mg/hari  Keluhan dan therapinya
Aspilet 1x1 subjektif
mg/hari
Hipertensi mencari -Retinopati Lisinopril ½-0-0  Vital sign -Beritahu pasien
Grade II komplikasi : hipertensi -  Keluhan dan keluarganya
-Retinopati subjektif tentang penyakit
hipertensi konsul Sp.M dan therapinya
- -makan rendah
-CKD - CKD : Cek garam
Lab. Ureum,
kreatinin

PEMECAHAN MASALAH
1. Problem : Obs. Febris
Assessment DD : 1. Thypoid
2. Malaria
3. DFH
Plan Diagnostik : Widal, Malaria, Lab d/r, rumple lead
Plan Terapi : Infus NaCl 20tpm
Inj Ciprofloxacin 2x1 flash
Inj Pamol 3x1 amp
Inj Ranitidin 2x1 amp
Plan Monitoring : TTV
Plan Edukasi : Kepada pasien dan keluarga tentang penyakitnya serta
pemeriksaan dan terapi yang akan diberikan

2. Problem : DM
Assessment DD : DM tipe I
DM tipe II
Plan Diagnostik : GDS, GD puasa, GD 2 jam pp, sensibilitas tes
Plan Terapi : Humulin R 8U-8U-8U
Plan Monitoring : Vital sign, GD puasa, GD 2 jam pp
Plan Edukasi : Kepada pasien dan keluarga tentang penyakitnya serta
pemeriksaan dan terapi yang akan diberikan
Olah raga secara teratur, pengaturan makan/diet

3. Problem : Dislipidemia
Plan Diagnostik : Kimia darah
Plan Terapi : Gemfibrosil 2x300 mg ½ jam a.c
Simvastatin 3x5mg a.c
Plan Monitoring : Kimia darah rutin, efek samping obat
Plan Edukasi : Diet rendah kalori, diet rendah lemak + olah raga secara teratur,
peningkatan konsumsi sayur buah dan serat.

4. Problem : Insufisiensi renal


Assesment DD : GGA, CKD
Plan Diagnostik : Ureum, creatinin, urin rutin
Plan Terapi : Kendali gula darah, kendali tekanan darah, kendali lemak
Plan Monitoring : Ureum, creatinin, urin rutin
Plan Edukasi : Edukasi diet. Diet rendah protein. Mengganti daging merah
dengan daging ayam.

PROGRESS NOTE

Tanggal 13 Juni 2011


Subyektif:
Nyeri di kaki, nyeri perut, sering muntah, bab (-) 5 hari, bak (+)
Obyektif:
Tensi 160/100mmHg
Nadi 88×/menit
RR 26x/menit
Suhu 36,2°C
Paru2 : Inspeksi : Pergerakan simetris ka - ki
Palpasi : Stem fremitus simetris ka - ki
Perkusi : Sonor ka - ki
Auskultasi : Suara dasar vesikuler
Wheezing (-), Ronchi (-)
Jantung:
Inspeksi : Tak tampak pulsasi ictus cordis
Palpasi : Tak teraba pulsasi ictus cordis
Perkusi : Batas atas ICS II LPSS,
Batas kanan ICS IV LPSD,
Batas kiri ICS VI LMCS,
Aus : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : Nyeri tekan epigastrium (+)


Assessment:
Obs. Febris, DM tipe II dan komplikasi
Planning:
Terapi : Infus NaCl 12tpm
Pamol 3x1 amp
Ciprofloxacin 2x1 flash
Gemfibrosil 300 mg 0-0-1
Simvastatin 10 mg 0-0-1
Ranitidin 2x1 amp
Humulin R 8U-8U-8U

Monitoring : TTV, Lab darah rutin, kimia darah.


Edukasi:
Kepada pasien dan keluarga tentang penyakitnya serta pemeriksaan dan terapi yang akan
diberikan. Diet rendah kalori, diet rendah lemak, diet rendah protein + olah raga secara teratur,
peningkatan konsumsi sayur buah dan serat.

Tanggal 25 Maret 2011


Subyektif:
Badan lemes, badan panas, bab(+), bak(+)
Obyektif:
Tensi 120/80mmHg
Nadi 84×/menit
RR 24x/menit
Suhu 37,8°C

Paru2 : dbn
Jantung :
Inspeksi : Tak tampak pulsasi ictus cordis
Palpasi : Tak teraba pulsasi ictus cordis
Perkusi : Batas atas ICS II LPSS,
Batas kanan ICS IV LPSD,
Batas kiri ICS VI LMCS,
Aus : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : dbn
Assessment:
Obs. Febris, DM tipe II dan komplikasi
Planning:
Terapi : Infus NaCl 12tpm
Pamol 3x1 amp
Ciprofloxacin 2x1 flash
Gemfibrosil 300 mg 0-0-1
Simvastatin 10 mg 0-0-1
Ranitidin 2x1 amp
Humulin R 8U-8U-8U
Monitoring : TTV, Lab darah rutin, kimia darah

Edukasi:
Kepada pasien dan keluarga tentang penyakitnya serta pemeriksaan dan terapi yang akan
diberikan. Diet rendah kalori, diet rendah lemak, diet rendah protein + olah raga secara teratur,
peningkatan konsumsi sayur buah dan serat.
Tanggal 26 Maret 2011
Subyektif:
Badan lemes, badan panas, bab(+), bak(+)
Obyektif:
Tensi 120/70mmHg
Nadi 81×/menit
RR 24x/menit
Suhu 37,8°C
Paru2 : dbn
Jantung :
Inspeksi : Tak tampak pulsasi ictus cordis
Palpasi : Tak teraba pulsasi ictus cordis
Perkusi : Batas atas ICS II LPSS,
Batas kanan ICS IV LPSD,
Batas kiri ICS VI LMCS,
Aus : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : dbn
Assessment:
Obs. Febris, DM tipe II dan komplikasi
Planning:
Terapi : Infus NaCl 12tpm
Pamol 3x1 amp
Ciprofloxacin 2x1 flash
Gemfibrosil 300 mg 0-0-1
Simvastatin 10 mg 0-0-1
Ranitidin 2x1 amp
Humulin R 8U-8U-8U
Monitoring : TTV, Lab darah rutin, kimia darah
Edukasi:
Kepada pasien dan keluarga tentang penyakitnya serta pemeriksaan dan terapi yang akan
diberikan. Diet rendah kalori, diet rendah lemak, diet rendah protein + olah raga secara teratur,
peningkatan konsumsi sayur buah dan serat.

Tanggal 28 Maret 2011


Subyektif:
Panas menurun, badan masih lemas, kaki kesemutan, bab (+), bak(+)

Obyektif:
Tensi 120/800mmHg
Nadi 76×/menit
RR 24x/menit
Suhu 37,5°C
Paru2 : dbn
Jantung :
Inspeksi : Tak tampak pulsasi ictus cordis
Palpasi : Tak teraba pulsasi ictus cordis
Perkusi : Batas atas ICS II LPSS,
Batas kanan ICS IV LPSD,
Batas kiri ICS VI LMCS,
Aus : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : dbn
Assessment:
Obs. Febris, DM tipe II dan komplikasi
Planning:
Terapi : Infus NaCl 12tpm
Pamol 3x1 amp
Ciprofloxacin 2x1 flash
Gemfibrosil 300 mg 0-0-1
Simvastatin 10 mg 0-0-1
Ranitidin 2x1 amp
Humulin R 8U-8U-8U
Monitoring : TTV, Lab darah rutin, kimia darah

Edukasi:
Kepada pasien dan keluarga tentang penyakitnya serta pemeriksaan dan terapi yang akan
diberikan. Diet rendah kalori, diet rendah lemak, diet rendah protein + olah raga secara teratur,
peningkatan konsumsi sayur buah dan serat.

Tanggal 29 Maret 2011


Subyektif:
Panas menurun, badan lemes, kaki sering kesemutan, bab (+), bak (+)
Obyektif:
Tensi 130/90mmHg
Nadi 80×/menit
RR 26x/menit
Suhu 37,5°C

Paru paru : dbn


Jantung :
Inspeksi : Tak tampak pulsasi ictus cordis
Palpasi : Tak teraba pulsasi ictus cordis
Perkusi : Batas atas ICS II LPSS,
Batas kanan ICS IV LPSD,
Batas kiri ICS VI LMCS,
Aus : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : dbn
Assessment:
Obs. Febris, DM tipe II dan komplikasi
Planning:
Terapi : Infus NaCl 12tpm
Ciprofloxacin 2x1 flash
Gemfibrosil 300 mg 0-0-1
Simvastatin 10 mg 0-0-1
Ranitidin 2x1 amp
Humulin R 8U-8U-8U

Monitoring : TTV, Lab darah rutin, kimia darah


Edukasi:
Kepada pasien dan keluarga tentang penyakitnya serta pemeriksaan dan terapi yang akan
diberikan. Diet rendah kalori, diet rendah lemak, diet rendah protein + olah raga secara teratur,
peningkatan konsumsi sayur buah dan serat

Tanggal 30 Maret 2011


Subyektif:
Panas menurun, masih lemas, bab (+), bak (+)
Obyektif:
Tensi 110/70mmHg
Nadi 80×/menit
RR 24x/menit
Suhu 36,8°C
Paru paru : dbn
Jantung :
Inspeksi : Tak tampak pulsasi ictus cordis
Palpasi : Tak teraba pulsasi ictus cordis
Perkusi : Batas atas ICS II LPSS,
Batas kanan ICS IV LPSD,
Batas kiri ICS VI LMCS,
Aus : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : dbn
Assessment:
Obs. Febris, DM tipe II dan komplikasi

Planning:
Terapi : Infus NaCl 12tpm
Gemfibrosil 300 mg 0-0-1
Simvastatin 10 mg 0-0-1
Ranitidin 2x1 amp
Humulin R 8U-8U-8U

Monitoring : TTV, Lab darah rutin, kimia darah


Edukasi:
Kepada pasien dan keluarga tentang penyakitnya serta pemeriksaan dan terapi yang akan
diberikan. Diet rendah kalori, diet rendah lemak, diet rendah protein + olah raga secara teratur,
peningkatan konsumsi sayur buah dan serat.

DIABETES MELITUS

Definisi

Diabetes Melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk
heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat. Jika telah berkembang penuh
secara klinis, maka diabetes melitus ditandai dengan hiperglikemia puasa dan postprandial,
aterosklerotik dan penyakit vaskular mikroangiopati, dan neuropati. Manifestasi klinis hiperglikemia
biasanya sudah bertahun-tahun mendahului timbulnya kelainan klinis dari penyakit vaskularnya. Pasien
dengan kelainan toleransi glukosa ringan ( gangguan glukosa puasa dan gangguan toleransi glukosa )
dapat tetap beresiko mengalami komplikasi metabolik diabetes.

Etiologi

Pada pasien-pasien dengan DM tipe 2, penyakitnya mempunyai pola familial yang kuat. Indeks
untuk diabetes tipe 2 pada kembar monozygot hampir 100%. Resiko berkembangnya diabetes tipe 2
pada saudara kandung mendekati 40% dan 33% untuk anak cucunya. Transmisi genetik adalah paling
kuat dan contoh terbaik terdapat dalam diabetes awitan dewasa muda (MODY), yaitu subtipe penyakit
diabetes yang diturunkan dengan pola autosomal dominan. Jika orang tua menderita diabetes tipe 2,
rasio diabetes dan nondiabetes pada anak 1:1, dan sekitar 90% pasti membawa (carrier) diabetes tipe 2.
Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula
mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselular
yang menyebabkan mobilisasi pembawa GLUT 4 glukosa dan meningkatkan transpor glukosa menembus
membran sel. Pada pasien-pasien dengan diabetes tipe 2 terdapat kelainan dalam pengikatan insulin
dengan reseptor. Kelainan ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor pada
membran sel yang selnya responsif terhadap insulin atau akibat ketidaknormalan reseptor insulin
intrinsik. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara kompleks reseptor insulin dengan sistem
transpor glukosa. Ketidaknormalan postreseptor dapat mengganggu kerja insulin. Pada akhirnya, timbul
kegagalan sel beta dengan menurunnya jumlah insulin yang beredar dan tidak lagi memadai untuk
mempertahankan euglikemia. Karena obesitas berkaitan dengan resistensi insulin, maka kelihatannya
akan timbul kegagalan toleransi glukosa yang menyebabkan diabetes tipe 2. Pengurangan berat badan
seringkali dikaitan dengan perbaikan dalam sensitivitas insulin dan pemulihan toleransi glukosa.¹

Patofisiologi

Patofisiologi DM tipe 1

Insulin pada DM tipe 1 tidak ada karena pada jenis ini timbul reaksi otoimun yang disebabkan
adanya peradangan pada sel beta insulitis. Ini menyebabkan timbulnya antibodi terhadap sel beta yang
disebut ICA ( Islet Cell Antibody ). Reaksi antigen (sel beta) dengan antibodi (ICA) yang ditimbulkannya
menyebabkan hancurnya sel beta. Insulitis bisa disebabkan macam-macam diantaranya virus, seperti
virus cocksakie, rubella, CMV, herpes dan lain-lain. Yang diserang pada insulitis itu hanya sel beta,
biasanya sel alfa dan delta tetap utuh. Pada studi populasi ditemukan adanya hubungan antara DM tipe
1 dengan HLA DR3 dan DR4.²

Patofisiologi DM tipe 2

Pada DM tipe 2 jumlah insulin normal, malah mungkin lebih banyak tetapi jumlah reseptor
insulin yang terdapat pada permukaan sel yang kurang. Glukosa yang masuk sel akan sedikit, sehingga
sel akan kekurangan bahan bakar (glukosa) dan glukosa didalam pembuluh darah meningkat. Pada DM
tipe 2 disamping kadar glukosa tinggi, kadar insulin juga tinggi atau normal. Keadaan ini disebut
resistensi insulin.²

Pada DM tipe 2 faktor-faktor dibawah ini banyak berperan :²

 Obesitas terutama yang bersifat sentral ( bentuk apel )


 Diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat
 Kurang gerak badan
 Faktor keturunan (herediter)
Pada DM tipe 2 jumlah sel beta berkurang sampai 50-60% dari normal. Jumlah

sel alfa meningkat. Yang menyolok adalah adanya peningkatan jumlah jaringan amiloid pada sel beta
yang disebut amilin.Baik pada DM tipe 1 atau 2 kadar glukosa darah jelas meningkat dan bila kadar itu
melewati batas ambang ginjal, maka glukosa itu akan keluar melalui urin.²

Klasifikasi DM

I. Diabetes Melitus Tipe 1


( destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut )

A. Melalui proses imunologik


B. Idiopatik
II. Diabetes Melitus Tipe 2
( bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai
yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin)

III. Diabetes Melitus Tipe Lain


A. Defek genetik fungsi sel beta : kromosom 12, HNF-1alfa (MODY 3), kromosom 7,
glukokinase (MODY 2), kromosom 20, HNF-4alfa
(MODY 1), DNA mitokondria
B. Defek genetik kerja insulin
C. Penyakit Eksokrin Pankreas : Pankreatitis,Trauma/pankreatektomi, Neoplasma,Cystic
fibrosis, Hemokromatosis,Pankreatopati fibro kalkulus
D. Endokrinopati : Akromegali, Sindroma Cushing, Feokromositoma, Hipertiroidisme
E. Karena Obat/Zat kimia : Vacor, pentamidin, asam nikotinat, glukokortikoid, hormon
tiroid, tiazid, dilantin, interferon alfa
F. Infeksi : rubella kongenital dan CMV
G. Imunologi : antibodi anti reseptor insulin
H. Sindrom genetik lain : Sindrom Down, Klinefelter, Turner, Huntington Chorea, Sindrom
Prader Wili
IV. Diabetes Melitus Gestational (Kehamilan)

Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis diabetes melitus dikaitkan dengan konsekuensi metabolik

defisiensi insulin. Pasien-pasien dengan defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa
plasma puasa normal, atau toleransi glukosa setelah makan karbohidrat. Jika hiperglikeminya berat dan
melebihi ambang ginjal untuk zat ini, maka timbul glikosuria. Glikosuria ini akan mengakibatkan diuresis
osmotik yang meningkatkan pengeluaran urine (poliuria) dan timbul rasa haus (polidipsia). Karena
glukosa hilang bersama urine, maka pasien mengalami keseimbangan kalori negatif dan berat badan
berkurang. Rasa lapar yang semakin besar (polifagia) mungkin akan timbul sebagai akibat kehilangan
kalori. Pasien mengeluh lelah dan mengantuk.¹

Pasien dengan diabetes tipe 1 sering memperlihatkan awitan gejala yang eksplosif

dengan polidipsia, poliuria, turunnya berat badan, polifagia, lemah, somnolen yang terjadi selama
beberapa hari atau beberapa minggu. Pasien dapat menjadi sakit berat dan timbul ketoasidosis, serta
dapat meninggal kalau tidak mendapatkan pengobatan segera. Terapi insulin biasanya diperlukan untuk
mengontrol metabolisme dan umumnya penderita peka terhadap insulin. Sebaliknya, pasien dengan
DM tipe 2 mungkin sama sekali tidak memperlihatkan gejala apapun, dan diagnosis hanya dibuat
berdasarkan pemeriksaan darah di laboratorium dan melakukan tes toleransi glukosa. Pada
hiperglikemia yang lebih berat, pasien mungkin menderita polidipsia, poliuria, lemah dan somnolen.
Biasanya mereka tidak mengalami ketoasidosis karena pasien ini tidak defisiensi insulin secara absolut
namun hanya relatif. Sejumlah insulin tetap disekresi dan masih cukup untuk menghambat ketoasidosis.
Kalau hiperglikemia berat dan pasien tidak berespon terhadap terapi diet, atau terhadap obat-obatan
hipoglikemik oral, mungkin diperlukan terapi insulin untuk menormalkan kadar glukosanya. Pasien ini
biasanya memperlihatkan kehilangan sensitivitas perifer terhadap insulin. Kadar insulin pada pasien
sendiri mungkin berkurang, normal atau malahan tinggi, tetapi tetap tidak memadai untuk
memeprtahankan kadar glukosa darah normal. Penderita juga resisten terhadap insulin eksogen.

Perbedaan antara DM tipe 1 dengan DM tipe 2

DM Tipe 1 DM Tipe 2

Nama lama DM Juvenil DM dewasa

Umur < 40 tahun > 40 tahun

Keadaan klinik saat diagnosa Berat Ringan

Kadar insulin Tidak ada insulin Insulin

cukup/tinggi

Berat badan kurus normal/gemuk

Pengobatan Insulin, diet, olahraga Diet, olahraga,

tablet, insulin

Faktor resiko DM

1. Usia > 45 tahun


2. Berat badan lebih : BBR > 110% BB idaman atau IMT > 23 kg/m2
3. Hipertensi ( >140/90 mmHg )
4. Riwayat DM dalam garis keturunan
5. Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau BB lahir bayi > 4000 gram
6. Kolesterol HDL ≤ 35 mg/dl dan atau trigliserida ≥ 250 mg/dl
Keluhan khas DM

1. Poliuria
2. Polidipsia
3. Polifagia
4. Berat badan turun drastis tanpa sebab yang jelas
Keluhan tidak khas DM

1. Sering kesemutan
2. Keputihan
3. Gatal didaerah genital
4. Infeksi yang sulit sembuh
5. Bisul yang hilang timbul
6. Penglihatan kabur
7. Cepat lelah

Diagnosis

Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah dan tidak dapat
ditegakkan hanya atas dasar adanya glukosuria saja. Dalam menentukan diagnosis DM harus
diperhatikan asal bahan darah yang diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosis DM,
pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah
plasma vena. Untuk memastikan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah seyogyanya dilaboratorium
klinik yang terpecaya.

Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl)²

Bukan DM Belum Pasti DM DM

Kadar GDS Plasma vena <110 110-199 ≥200

Darah kapiler <90 90-199 ≥200

Kadar GDP Plasma vena <110 110-125 ≥126

Darah kapiler <90 90-199 ≥110

Langkah-langkah untuk menegakkan diagnosis DM dan gangguan toleransi glukosa

Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas DM berupa poliuria,
polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain
yang mungkin dikemukakan pasien adalah lemah, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi ereksi
pada pria, serta pruritus vulvae pada pasien wanita. Jika keluhan khas, pemeriksaan glukosa darah
sewaktu ≥200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosa DM. Hasil pemeriksaan kadar glukosa
darah puasa ≥126 mg/dl juga digunakan untuk patokan diagnosis DM. Untuk kelompok tanpa keluhan
khas DM, hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali saja abnormal, belum cukup kuat untuk
menegakkan diagnosis DM. Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan mendapat sekali lagi angka
abnormal, baik kadar glukosa darah puasa ≥126 mg/dl, kadar glukosa darah sewaktu ≥200 mg/dl pada
hari yang lain, atau dari hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) didapatkan kadar glukosa darah pasca
pembebanan ≥200 mg/dl.²

Cara Pelaksanaan TTGO :

 3 hari sebelum pemeriksaan makan seperti biasa (karbohidrat cukup), kegiatan jasmani
seperti yang biasa dilakukan.
 Puasa paling sedikit 8 jam mulai malam hari sebelum pemeriksaan, minum air putih
diperbolehkan.
 Diperiksa kadar glukosa darah puasa.
 Diberikan glukosa 75 gram (dewasa) atau 1,75 gram/kgBB (anak-anak) dilarutkan dalam
air 250 ml dan diminum dalam waktu 5 menit.
 Diperiksa kadar glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa.
 Selama proses pemeriksaan subjek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.

Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) :

TTGO
GD 2 Jam pasca pembedahan

≥ 200 140-199 < 140

DM TGT Normal

Penatalaksanaan Terapi Gizi

Penilaian Kebutuhan Kalori untuk penderita DM

1. Angka Metabolisme Basal / AMB (kebutuhan sedang istirahat)

2. Aktivitas fisik

3. Pengaruh dinamika khusus makanan / SDA, Specific Dynamic

Action ( dapat diabaikan).

Rumus untuk menghitung kebutuhan energi basal / AMB

Laki-laki : 66.5 + 13,7 BB + 5,0 TB - 6,8 U

Wanita : 65.5 + 9,6 BB + 1,8 TB - 4,7 U

( BB = Berat Badan dalam Kg ; TB = Tinggi Badan dalam cm ; U = Umur )

Bila kegemukan / terlalu kurus dikurangi atau ditambah sekitar 20-30% tergantung pada tingkat
kegemukan dan kekurusannya.

BB ideal ( kg )

[(90% x (TB dalam cm -100) x 1 kg]


Bagi pria dengan tinggi badan dibawah 160 cm dan wanita dibawah 150 cm rumus modifikasi menjadi :
(TB dalam cm – 100) x 1 kg

BB Normal : BB ideal ± 10%

Kurus : < BBI – 10%

Gemuk : > BBI + 10%

Indeks massa tubuh dapat juga dihitung dengan rumus IMT :

BB (Kg)/TB(m²)

◙ BB kurang < 18,5

◙ BB normal 18.5-22.9

◙ BB lebih > 23.0

■ Dengan resiko 23.0-24.9

■ Obes I 25.0-29.9

■ Obes II >30

Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain :

♦ Jenis kelamin

Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil daripada pria, kebutuhan kalori wanita sebesar 25
kal/kg BB dan untuk pria sebesar 30 kal/kg BB.

♦Umur

Untuk pasien usia diatas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurang 5% untuk dekade antar 40 dan 59
tahun, dikurangi 10% untuk usia 60 s/d 69 tahun dan kurangi 20%, diatas 70 tahun.

♦Aktivitas fisik dan pekerjaan

Kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensitas aktivitas fisik, dan penambahan
sejumlah 10% dari kebutuhan basal diberikan pada keadaan istirahat, 20% pada pasien dengan
aktivitas ringan, 30% dengan aktivitas sedang, 50% dengan aktivitas sangat berat.
♦Berat Badan

o Bila kegemikan dikurangi sekitar 20-30% bergantung pada tingkat kegemukan.


o Bila kurus ditambah sekutar 20-30% sesuai dengan kebutuhan untuk meningkatkan BB.
o Untuk tujuan penurunan BB jumlah kalori yang diberikan paling sedikit 1000-1200 kkal
/hari untuk wanita dan 1200-1600 kkal untuk pria.

Penatalaksanaan

Kerangka utama penatalaksanaan DM yaitu perencanaan makan, latihan jasmani, obat


hipoglikemik, dan penyuluhan

1.Perencanaan makan (meal planning)

PERKENI menganjurkan santapan dengan komposisi seimbang berupa karbohidrat (60%-70%).


Protein (10%-15%) dan Lemak (20%-25%).

2. Latihan Jasmani

Dianjurkan latihan jasmani teratur 3-4 x tiap minggu selama ± 0,5 jam.

3.Obat berkhasiat hipoglikemik

a. Obat Hipoglikemi Oral (OHO)

Nama Generik Dosis Maksimal Dosis Awal Lama Kerja (jam ) Frekuensi

Sulfonilurea

Klorpropamid 500 50 6-12 1

Glibenklamid 15-20 2,5 12-24 1-2

Glipisid 20 5 10-16 1-2

Giklasid 240 80 10-20 1-2

Glikuidon 120 30 10-20 2-3


Glipisid GITS 20 5 1

Glimepirid 6 1 1

Biguanid

Metformin 2500 500 1-3

Inhibitor ά
glukosidase

Acarbose 300 50 1-3

Tabel 1. Obat Hipoglikemik oral yang tersedia di Indonesia.

b. Insulin

Indikasi penggunaan insulin pada NIDDM adalah :

 DM dengan berat badan yang menurun cepat/kurus.


 Ketoasidosis, asidosis laktat, koma hiperosmolar
 DM yang mengalami stress berat (infeksi sistemik, operasi berat dan lain-lain.)
 DM dengan kehamilan ?Gestasional yang tidak terkendali dengan perencanaan makanan
 DM yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemi oral dosis maksimal atau ada
kontraindikasi dengan obat tersebut.
Jenis Kerja Preparat

Kerja Pendek Actrapid human 40/Humulin

Actrapid Human 100

Kerja Sedang Monotard Human 100

Insulatard

NPH

Kerja Panjang PZI (Tidak dianjurkan karena risiko


hipoglikemi)
Campuran kerja pendek dan sedang/panjang Mixtard

Tabel 2 Preparat Insulin yang tersedia.

Anda mungkin juga menyukai