Pembimbing
Dr.Amrita, Sp.PD
Disusun oleh
Albert Novian
406100008
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TARUMANAGARA
JAKARTA
2011
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Kasus
Pembimbing
DATA DASAR
A. ANAMNESIS : Autoanamnesis dengan penderita tanggal 13 Juni 2011
Paru depan
Kanan Kiri
Inspeksi Pergerakan statis, dinamis sama Pergerakan statis, dinamis sama
dengan kiri dengan kanan
Retraksi interkostal (-) Retraksi interkostal (-)
Palpasi nyeri tekan (-) nyeri tekan (-)
stem fremitus normal, sama kuat stem fremitus normal, sama kuat
dengan kiri dengan kanan
Perkusi Sonor, sama kuat dengan kiri Sonor, sama kuat dengan kanan
Auskultasi suara dasar vesikuler sama dengan kiri suara dasar vesikuler sama dengan
Wheezing (-), Ronchi (-) kanan
Wheezing (-), Ronchi (-)
Paru belakang
Kanan Kiri
Inpeksi Pergerakan statis, dinamis sama Pergerakan statis, dinamis sama
dengan kiri dengan kanan
Retraksi interkostal (-) Retraksi interkostal (-)
Palpasi nyeri tekan (-) nyeri tekan (-)
stem fremitus normal, sama kuat stem fremitus normal, sama kuat
dengan kiri dengan kanan
Perkusi Sonor, sama kuat dengan kiri Sonor, sama kuat dengan kanan
Auskultasi suara dasar vesikuler sama dengan kiri suara dasar vesikuler sama dengan
Wheezing (-), Ronchi (-) kanan
Wheezing (-), Ronchi (-)
Abdomen
Inspeksi : Cembung
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani, pekak alih (-)
Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (+) di epigastrium
DAFTAR MASALAH
Obs febris
DM tipe II
Hipertensi
Insufisiensi renal
PEMECAHAN MASALAH
1. Problem : Obs. Febris
Assessment DD : 1. Thypoid
2. Malaria
3. DFH
Plan Diagnostik : Widal, Malaria, Lab d/r, rumple lead
Plan Terapi : Infus NaCl 20tpm
Inj Ciprofloxacin 2x1 flash
Inj Pamol 3x1 amp
Inj Ranitidin 2x1 amp
Plan Monitoring : TTV
Plan Edukasi : Kepada pasien dan keluarga tentang penyakitnya serta
pemeriksaan dan terapi yang akan diberikan
2. Problem : DM
Assessment DD : DM tipe I
DM tipe II
Plan Diagnostik : GDS, GD puasa, GD 2 jam pp, sensibilitas tes
Plan Terapi : Humulin R 8U-8U-8U
Plan Monitoring : Vital sign, GD puasa, GD 2 jam pp
Plan Edukasi : Kepada pasien dan keluarga tentang penyakitnya serta
pemeriksaan dan terapi yang akan diberikan
Olah raga secara teratur, pengaturan makan/diet
3. Problem : Dislipidemia
Plan Diagnostik : Kimia darah
Plan Terapi : Gemfibrosil 2x300 mg ½ jam a.c
Simvastatin 3x5mg a.c
Plan Monitoring : Kimia darah rutin, efek samping obat
Plan Edukasi : Diet rendah kalori, diet rendah lemak + olah raga secara teratur,
peningkatan konsumsi sayur buah dan serat.
PROGRESS NOTE
Paru2 : dbn
Jantung :
Inspeksi : Tak tampak pulsasi ictus cordis
Palpasi : Tak teraba pulsasi ictus cordis
Perkusi : Batas atas ICS II LPSS,
Batas kanan ICS IV LPSD,
Batas kiri ICS VI LMCS,
Aus : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : dbn
Assessment:
Obs. Febris, DM tipe II dan komplikasi
Planning:
Terapi : Infus NaCl 12tpm
Pamol 3x1 amp
Ciprofloxacin 2x1 flash
Gemfibrosil 300 mg 0-0-1
Simvastatin 10 mg 0-0-1
Ranitidin 2x1 amp
Humulin R 8U-8U-8U
Monitoring : TTV, Lab darah rutin, kimia darah
Edukasi:
Kepada pasien dan keluarga tentang penyakitnya serta pemeriksaan dan terapi yang akan
diberikan. Diet rendah kalori, diet rendah lemak, diet rendah protein + olah raga secara teratur,
peningkatan konsumsi sayur buah dan serat.
Tanggal 26 Maret 2011
Subyektif:
Badan lemes, badan panas, bab(+), bak(+)
Obyektif:
Tensi 120/70mmHg
Nadi 81×/menit
RR 24x/menit
Suhu 37,8°C
Paru2 : dbn
Jantung :
Inspeksi : Tak tampak pulsasi ictus cordis
Palpasi : Tak teraba pulsasi ictus cordis
Perkusi : Batas atas ICS II LPSS,
Batas kanan ICS IV LPSD,
Batas kiri ICS VI LMCS,
Aus : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : dbn
Assessment:
Obs. Febris, DM tipe II dan komplikasi
Planning:
Terapi : Infus NaCl 12tpm
Pamol 3x1 amp
Ciprofloxacin 2x1 flash
Gemfibrosil 300 mg 0-0-1
Simvastatin 10 mg 0-0-1
Ranitidin 2x1 amp
Humulin R 8U-8U-8U
Monitoring : TTV, Lab darah rutin, kimia darah
Edukasi:
Kepada pasien dan keluarga tentang penyakitnya serta pemeriksaan dan terapi yang akan
diberikan. Diet rendah kalori, diet rendah lemak, diet rendah protein + olah raga secara teratur,
peningkatan konsumsi sayur buah dan serat.
Obyektif:
Tensi 120/800mmHg
Nadi 76×/menit
RR 24x/menit
Suhu 37,5°C
Paru2 : dbn
Jantung :
Inspeksi : Tak tampak pulsasi ictus cordis
Palpasi : Tak teraba pulsasi ictus cordis
Perkusi : Batas atas ICS II LPSS,
Batas kanan ICS IV LPSD,
Batas kiri ICS VI LMCS,
Aus : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : dbn
Assessment:
Obs. Febris, DM tipe II dan komplikasi
Planning:
Terapi : Infus NaCl 12tpm
Pamol 3x1 amp
Ciprofloxacin 2x1 flash
Gemfibrosil 300 mg 0-0-1
Simvastatin 10 mg 0-0-1
Ranitidin 2x1 amp
Humulin R 8U-8U-8U
Monitoring : TTV, Lab darah rutin, kimia darah
Edukasi:
Kepada pasien dan keluarga tentang penyakitnya serta pemeriksaan dan terapi yang akan
diberikan. Diet rendah kalori, diet rendah lemak, diet rendah protein + olah raga secara teratur,
peningkatan konsumsi sayur buah dan serat.
Abdomen : dbn
Assessment:
Obs. Febris, DM tipe II dan komplikasi
Planning:
Terapi : Infus NaCl 12tpm
Gemfibrosil 300 mg 0-0-1
Simvastatin 10 mg 0-0-1
Ranitidin 2x1 amp
Humulin R 8U-8U-8U
DIABETES MELITUS
Definisi
Diabetes Melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk
heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat. Jika telah berkembang penuh
secara klinis, maka diabetes melitus ditandai dengan hiperglikemia puasa dan postprandial,
aterosklerotik dan penyakit vaskular mikroangiopati, dan neuropati. Manifestasi klinis hiperglikemia
biasanya sudah bertahun-tahun mendahului timbulnya kelainan klinis dari penyakit vaskularnya. Pasien
dengan kelainan toleransi glukosa ringan ( gangguan glukosa puasa dan gangguan toleransi glukosa )
dapat tetap beresiko mengalami komplikasi metabolik diabetes.
Etiologi
Pada pasien-pasien dengan DM tipe 2, penyakitnya mempunyai pola familial yang kuat. Indeks
untuk diabetes tipe 2 pada kembar monozygot hampir 100%. Resiko berkembangnya diabetes tipe 2
pada saudara kandung mendekati 40% dan 33% untuk anak cucunya. Transmisi genetik adalah paling
kuat dan contoh terbaik terdapat dalam diabetes awitan dewasa muda (MODY), yaitu subtipe penyakit
diabetes yang diturunkan dengan pola autosomal dominan. Jika orang tua menderita diabetes tipe 2,
rasio diabetes dan nondiabetes pada anak 1:1, dan sekitar 90% pasti membawa (carrier) diabetes tipe 2.
Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula
mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselular
yang menyebabkan mobilisasi pembawa GLUT 4 glukosa dan meningkatkan transpor glukosa menembus
membran sel. Pada pasien-pasien dengan diabetes tipe 2 terdapat kelainan dalam pengikatan insulin
dengan reseptor. Kelainan ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor pada
membran sel yang selnya responsif terhadap insulin atau akibat ketidaknormalan reseptor insulin
intrinsik. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara kompleks reseptor insulin dengan sistem
transpor glukosa. Ketidaknormalan postreseptor dapat mengganggu kerja insulin. Pada akhirnya, timbul
kegagalan sel beta dengan menurunnya jumlah insulin yang beredar dan tidak lagi memadai untuk
mempertahankan euglikemia. Karena obesitas berkaitan dengan resistensi insulin, maka kelihatannya
akan timbul kegagalan toleransi glukosa yang menyebabkan diabetes tipe 2. Pengurangan berat badan
seringkali dikaitan dengan perbaikan dalam sensitivitas insulin dan pemulihan toleransi glukosa.¹
Patofisiologi
Patofisiologi DM tipe 1
Insulin pada DM tipe 1 tidak ada karena pada jenis ini timbul reaksi otoimun yang disebabkan
adanya peradangan pada sel beta insulitis. Ini menyebabkan timbulnya antibodi terhadap sel beta yang
disebut ICA ( Islet Cell Antibody ). Reaksi antigen (sel beta) dengan antibodi (ICA) yang ditimbulkannya
menyebabkan hancurnya sel beta. Insulitis bisa disebabkan macam-macam diantaranya virus, seperti
virus cocksakie, rubella, CMV, herpes dan lain-lain. Yang diserang pada insulitis itu hanya sel beta,
biasanya sel alfa dan delta tetap utuh. Pada studi populasi ditemukan adanya hubungan antara DM tipe
1 dengan HLA DR3 dan DR4.²
Patofisiologi DM tipe 2
Pada DM tipe 2 jumlah insulin normal, malah mungkin lebih banyak tetapi jumlah reseptor
insulin yang terdapat pada permukaan sel yang kurang. Glukosa yang masuk sel akan sedikit, sehingga
sel akan kekurangan bahan bakar (glukosa) dan glukosa didalam pembuluh darah meningkat. Pada DM
tipe 2 disamping kadar glukosa tinggi, kadar insulin juga tinggi atau normal. Keadaan ini disebut
resistensi insulin.²
sel alfa meningkat. Yang menyolok adalah adanya peningkatan jumlah jaringan amiloid pada sel beta
yang disebut amilin.Baik pada DM tipe 1 atau 2 kadar glukosa darah jelas meningkat dan bila kadar itu
melewati batas ambang ginjal, maka glukosa itu akan keluar melalui urin.²
Klasifikasi DM
Manifestasi Klinis
defisiensi insulin. Pasien-pasien dengan defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa
plasma puasa normal, atau toleransi glukosa setelah makan karbohidrat. Jika hiperglikeminya berat dan
melebihi ambang ginjal untuk zat ini, maka timbul glikosuria. Glikosuria ini akan mengakibatkan diuresis
osmotik yang meningkatkan pengeluaran urine (poliuria) dan timbul rasa haus (polidipsia). Karena
glukosa hilang bersama urine, maka pasien mengalami keseimbangan kalori negatif dan berat badan
berkurang. Rasa lapar yang semakin besar (polifagia) mungkin akan timbul sebagai akibat kehilangan
kalori. Pasien mengeluh lelah dan mengantuk.¹
Pasien dengan diabetes tipe 1 sering memperlihatkan awitan gejala yang eksplosif
dengan polidipsia, poliuria, turunnya berat badan, polifagia, lemah, somnolen yang terjadi selama
beberapa hari atau beberapa minggu. Pasien dapat menjadi sakit berat dan timbul ketoasidosis, serta
dapat meninggal kalau tidak mendapatkan pengobatan segera. Terapi insulin biasanya diperlukan untuk
mengontrol metabolisme dan umumnya penderita peka terhadap insulin. Sebaliknya, pasien dengan
DM tipe 2 mungkin sama sekali tidak memperlihatkan gejala apapun, dan diagnosis hanya dibuat
berdasarkan pemeriksaan darah di laboratorium dan melakukan tes toleransi glukosa. Pada
hiperglikemia yang lebih berat, pasien mungkin menderita polidipsia, poliuria, lemah dan somnolen.
Biasanya mereka tidak mengalami ketoasidosis karena pasien ini tidak defisiensi insulin secara absolut
namun hanya relatif. Sejumlah insulin tetap disekresi dan masih cukup untuk menghambat ketoasidosis.
Kalau hiperglikemia berat dan pasien tidak berespon terhadap terapi diet, atau terhadap obat-obatan
hipoglikemik oral, mungkin diperlukan terapi insulin untuk menormalkan kadar glukosanya. Pasien ini
biasanya memperlihatkan kehilangan sensitivitas perifer terhadap insulin. Kadar insulin pada pasien
sendiri mungkin berkurang, normal atau malahan tinggi, tetapi tetap tidak memadai untuk
memeprtahankan kadar glukosa darah normal. Penderita juga resisten terhadap insulin eksogen.
DM Tipe 1 DM Tipe 2
cukup/tinggi
tablet, insulin
Faktor resiko DM
1. Poliuria
2. Polidipsia
3. Polifagia
4. Berat badan turun drastis tanpa sebab yang jelas
Keluhan tidak khas DM
1. Sering kesemutan
2. Keputihan
3. Gatal didaerah genital
4. Infeksi yang sulit sembuh
5. Bisul yang hilang timbul
6. Penglihatan kabur
7. Cepat lelah
Diagnosis
Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah dan tidak dapat
ditegakkan hanya atas dasar adanya glukosuria saja. Dalam menentukan diagnosis DM harus
diperhatikan asal bahan darah yang diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosis DM,
pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah
plasma vena. Untuk memastikan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah seyogyanya dilaboratorium
klinik yang terpecaya.
Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl)²
Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas DM berupa poliuria,
polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain
yang mungkin dikemukakan pasien adalah lemah, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi ereksi
pada pria, serta pruritus vulvae pada pasien wanita. Jika keluhan khas, pemeriksaan glukosa darah
sewaktu ≥200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosa DM. Hasil pemeriksaan kadar glukosa
darah puasa ≥126 mg/dl juga digunakan untuk patokan diagnosis DM. Untuk kelompok tanpa keluhan
khas DM, hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali saja abnormal, belum cukup kuat untuk
menegakkan diagnosis DM. Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan mendapat sekali lagi angka
abnormal, baik kadar glukosa darah puasa ≥126 mg/dl, kadar glukosa darah sewaktu ≥200 mg/dl pada
hari yang lain, atau dari hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) didapatkan kadar glukosa darah pasca
pembebanan ≥200 mg/dl.²
3 hari sebelum pemeriksaan makan seperti biasa (karbohidrat cukup), kegiatan jasmani
seperti yang biasa dilakukan.
Puasa paling sedikit 8 jam mulai malam hari sebelum pemeriksaan, minum air putih
diperbolehkan.
Diperiksa kadar glukosa darah puasa.
Diberikan glukosa 75 gram (dewasa) atau 1,75 gram/kgBB (anak-anak) dilarutkan dalam
air 250 ml dan diminum dalam waktu 5 menit.
Diperiksa kadar glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa.
Selama proses pemeriksaan subjek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.
TTGO
GD 2 Jam pasca pembedahan
DM TGT Normal
2. Aktivitas fisik
Bila kegemukan / terlalu kurus dikurangi atau ditambah sekitar 20-30% tergantung pada tingkat
kegemukan dan kekurusannya.
BB ideal ( kg )
BB (Kg)/TB(m²)
◙ BB normal 18.5-22.9
■ Obes I 25.0-29.9
■ Obes II >30
♦ Jenis kelamin
Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil daripada pria, kebutuhan kalori wanita sebesar 25
kal/kg BB dan untuk pria sebesar 30 kal/kg BB.
♦Umur
Untuk pasien usia diatas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurang 5% untuk dekade antar 40 dan 59
tahun, dikurangi 10% untuk usia 60 s/d 69 tahun dan kurangi 20%, diatas 70 tahun.
Kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensitas aktivitas fisik, dan penambahan
sejumlah 10% dari kebutuhan basal diberikan pada keadaan istirahat, 20% pada pasien dengan
aktivitas ringan, 30% dengan aktivitas sedang, 50% dengan aktivitas sangat berat.
♦Berat Badan
Penatalaksanaan
2. Latihan Jasmani
Dianjurkan latihan jasmani teratur 3-4 x tiap minggu selama ± 0,5 jam.
Nama Generik Dosis Maksimal Dosis Awal Lama Kerja (jam ) Frekuensi
Sulfonilurea
Glimepirid 6 1 1
Biguanid
Inhibitor ά
glukosidase
b. Insulin
Insulatard
NPH