Pneumonia
Pneumonia
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Pneumonia merupaan infeksi akut parenkim paru yang meliputi
alveolus dan jaringan interstisial
2.2 Epidemiologi
Pneumonia masih merupakan masalah kesehatan utama dan
menyebabkan lebih dari 5 juta kematian pertahun pada anak balita di negara
berkembang. Penyakit ini juga merupakan penyebab utama morbiditas dan
mortalitas anak usia < 5 tahun. Insiden pneumonia pada anak < 5 tahun
adalah 10-20 kasus/100 anak/ tahun dinegara berkembang dan 2-4 kasus/
anak/ tahun di negara maju.
2.3 Etiologi
Berdasarkan studi mikrobiologik penyebab utama pneumonia anak
balita adalah streptococcus pneumoniae/ pneumococcus (30-50%) dan
hemophilus influenzae type b/ Hib (10-30%), diikuti staphylococcus aureus
dan klebsiela pneumoniae pada kasus berat. Bakteri lain seperti mycoplasma
pneumonia, chlamydia spp, pseudomonas spp, escherichia coli. Pneumonia
pada neonatus banyak disebabkan bakteri gram negatif seperti klebsiella spp
dan bakteri gram positif seperti S. Pneumoniae, S. Aureus. Penyebab
pneumonia karena virus disebabkan respiratory syncytial virus (RSV),
diikuti virus influenza A dan B, parainfluenza, human metapneumovirus dan
adenovirus. Pneumonia dapat juga disebabkan oleh bahan-bahan lain misal
8
Jenis lantai tanah (tidak kedap air) memiliki peran terhadap proses
kejadian pneumonia, melalui kelembaban dalam ruangan karena lantai
tanah cenderung menimbulkan kelembaban. Hubungan antara jenis lantai
dengan kejadian pneumonia pada balita bersifat tidak langsung, artinya jenis
lantai yang kotor dan kondisi status gizi balita yang kurang baik
memungkinkan daya tahan tubuh balita rendah sehingga rentan terhadap
kejadian sakit atau infeksi dan dapat dengan mudah terkena pneumonia
kembali, atau pneumonia berulang.
orang tidur dalam satu ruang tidur, kecuali anak dibawah usia 5 tahun.
Dengan kriteria tersebut diharapkan dapat mencegah penularan penyakit
dan melancarkan aktivitas.
Risiko balita terkena pneumonia akan meningkat jika tinggal di
rumah dengan tingkat hunian padat. Tingkat kepadatan hunian yang tidak
memenuhi syarat disebabkan karena luas rumah yang tidak sebanding
Jenis lantai tanah (tidak kedap air) memiliki peran terhadap proses
kejadian pneumonia, melalui kelembaban dalam ruangan karena lantai
tanah cenderung menimbulkan kelembaban. Hubungan antara jenis lantai
dengan kejadian pneumonia pada balita bersifat tidak langsung, artinya jenis
lantai yang kotor dan kondisi status gizi balita yang kurang baik
memungkinkan daya tahan tubuh balita rendah sehingga rentan terhadap
kejadian sakit atau infeksi dan dapat dengan mudah terkena pneumonia
kembali, atau pneumonia berulang.
11 bulan yang tidak diberi ASI juga meningkatkan risiko kematian akibat
pneumonia dibandingkan dengan mereka yang diberi ASI (UNICEF, 2006)
kultur. Spesimen yang memenuhi syarat adalah sputum yang mengandung kebih
dari 25 eukosit dan kurang dari 40 sel epitel/lapangan pada pemeriksaan
mikroskopis dengna pembesaran kecil. Spesimen nasofaring untuk kultur
maupun untuk deteksi antigen bakteri kurang bermanfaat karena tingginya
prevalens kolonisasi bakteri di nasofaring.
Kultur darah jarang positif pada infeksi mikoplasma dan klamidia, oleh
karena itu tidak rutin dianurkan. Pemeriksaan PCR memerlukan laboratorium
yang canggih, dismaping tidak selalu tersedia, hasil PCR positif pun tidak selalu
menunjukkan diagnosis pasti.
d. Pemeriksaan radiologis
Foto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk
menegakkan diagnosis. Foto PA dan lateral dibutuhkan untuk menentukan lokasi
anatomik dalam paru. Infiltrat tersebar paling sering dijumpai, terutama pada pasien
bayi. Pada bronkopneumonia bercak-bercak infiltrat didapatkan pada satu atau
beberapa lobus. Jika difus (merata) biasanya disebabkan oleh Staphylokokus
pneumonia.
(pergelangan tangan, lengan atau pangkal paha). Analisa gas darah umumnya
dilakukan untuk;
1. Memeriksa fungsi organ paru yang menjadi tempat sel darah merah
mengalirkan oksigen dan karbon dioksida dari dan ke seluruh tubuh.
2. Memeriksa kondisi organ jantung dan ginjal, serta gejala yang disebabkan
oleh gangguan distribusi oksigen, karbon dioksida atau keseimbangan pH
dalam darah,
3. Pada pasien penurunan kesadaran, gagal nafas, gangguan metabolik berat.
4. Tes ini juga dilakukan pada pasien yang sedang menggunakan alat bantu
napas untuk memonitor efektivitasnya.
Sampel darah dianalisa oleh alat analisa gas darah yang ada di
laboratorium. Sampel darah harus dianalisis dalam waktu 10 menit dari waktu
pengambilan untuk memastikan hasil tes yang akurat. Analisa gas darah meliputi
pemeriksaan PO2, PCO3, PH, HCO3, dan saturasi O2.
Nilai Normal Analisa Gas Darah;
Hasil analisa gas darah dapat membantu dokter mendiagnosa berbagai penyakit
atau menentukan seberapa baik perawatan yang telah diterapkan.
Hasil akan didapat meliputi:
PH darah arteri, menunjukkan jumlah ion hidrogen dalam darah.
pH < 7,0 disebut asam,
pH > 7,0 disebut basa (alkali).
Jika pH darah menunjukkan bahwa darah lebih asam, maka hal ini terjadi
akibat kadar karbon dioksida yang lebih tinggi. Jika Sebaliknya ketika pH darah
tinggi yang menunjukkan bahwa darah lebih basa, maka hal ini terjadi akibat
kadar bikarbonat yang lebih tinggi.
Bikarbonat adalah bahan kimia yang membantu mencegah pH darah
menjadi terlalu asam atau terlalu basa.
Tekanan parsial oksigen adalah ukuran tekanan oksigen terlarut dalam
darah. Hal ini menentukan seberapa baik oksigen bisa mengalir dari paru-
paru ke dalam darah.
Tekanan parsial karbon dioksida adalah ukuran tekanan karbon dioksida
terlarut dalam darah. Hal ini menentukan seberapa baik karbon dioksida
dapat mengalir keluar dari tubuh.
Saturasi oksigen adalah ukuran dari jumlah oksigen yang dibawa oleh
hemoglobin dalam sel darah merah.
22
Berdasarkan unsur pengukuran ada dua jenis hasil analisa gas darah, yaitu
normal dan abnormal
Hasil normal. Hasil analisa gas darah dikatakan normal jika:
- pH darah arteri: 7,38-7,42.
- Tingkat penyerapan oksigen (SaO2) : 94-100%.
- Tekanan parsial oksigen (PaO2) : 75-100 mmHg.
- Tekanan parsial karbon dioksida (PaCO2) : 38-42 mmHg.
- Bikarbonat (HCO3) : 22-28 mEq/L.
Hasil abnormal dapat menjadi indikator dari kondisi medis tertentu.
Berikut ini beberapa kondisi medis yang mungkin terdeteksi melalui
analisa gas darah.
b. Demam
c. Ronkhi basah sedang nyaring (crackles)
d. Foto thorax menunjukkan gambaran infiltrat difus
e. Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan
limfosit predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang
predominan)
2.10 Penatalaksanaan
Tatalaksana pasien pneumonia meliputi terapi suportif dan terapi etiologik.
Terapi suportif yang diberikan pada penderita pneumonia adalah :
1. Pemberian oksigen 2-4 L/menit melalui kateter hidung atau nasofaring. Jika penyakitnya
berat dan sarana tersedia, alat bantu napas mungkin diperlukan terutama dalam 24-48 jam
2. Pemberian cairan dan nutrisi yang adekuat. Cairan yang diberikan mengandung gula dan
elektrolit yang cukup.
3. Koreksi kelainan elektrolit atau metabolik yang terjadi.
4. Mengatasi penyakit penyerta.
5. Pemberian terapi inhalasi dengan nebulizer bukan merupakan tata laksana rutin yang harus
diberikan.
Tatalaksana pneumonia sesuai dengan kuman penyebabnya. Namun karena berbagai
kendala diagnostik etiologi, untuk semua pasien pneumonia diberikan antibiotik secara
empiris. Walaupun sebenarnya pneumonia viral tidak memerlukan antibiotik, tapi pasien tetap
diberi antibiotik karena kesulitan membedakan infeksi virus dengan bakteri.
Antibiotik parenteral diberikan sampai 48-72 jam setelah panas turun, dilanjutkan
dengan pemberian per oral selama 7-10 hari. Bila diduga penyebab pneumonia adalah
S. Aureus, kloksasilin dapat segera diberikan. Bila alergi terhadap penisilin dapat
diberikan cefazolin, klindamisin, atau vancomycin. Lama pengobatan untuk
stafilokokkus adalah 3-4 minggu
27
DAFTAR PUSTAKA