Anda di halaman 1dari 52

LAPORAN KASUS

BAYI BERAT LAHIR RENDAH DAN KECIL MASA


KEHAMILAN PADA IBU DENGAN PREEKLAMPSIA BERAT

Oleh:
Larissa Faisa, S. Ked
NIM. 1830912320025

Pembimbing:
Prof. Dr. dr. Ari Yunanto, Sp.A(K), SH

BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN ULM/RSUD ULIN
BANJARMASIN
Juli, 2019
HALAMAN JUDUL i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1. Latar belakang 1

1.2. Rumusan masalah 4

1.3. Tujuan penulisan 4

1.4. Manfaat penulisan 4

BAB II KASUS

2.1. Identitas orangtua 5

2.2. Data Ibu 5

2.3. Identitas Bayi 7

2.4. Resume 12

2.5. Diagnosis Banding 13

2.6. Diagnosis Kerja 13

2.7. Penatalaksanaan 13

2.8. Prognosis 14

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Bayi berat lahir rendah 15

3.1.1 Definisi 15

3.1.2 Epidemiologi 16

3.1.3 Faktor Risiko 17

3.1.4 Patofisiologi 20
3.1.5 Diagnosis 21

3.1.6 Talaksana 25

3.1.7 Komplikasi 25

3.2 Patomekanisme preeklampsia pada ibu terhadap bayi berat


lahir rendah 30

BAB IV DISKUSI KASUS 34

BAB V PENUTUP

5.1. Simpulan 43

5.2. Saran 43

DAFTAR PUSTAKA 44

LAMPIRAN 47
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Bayi berat lahir rendah (BBLR) telah menjadi perhatian khusus, terutama

di negara-negara berkembang. Sebanyak lebih dari 20 juta balita lahir dengan

berat lahir rendah. Insiden BBLR dilaporkan terjadi sebesar 16% di seluruh dunia,

dan sebesar 75% dari seluruh kasus di dunia terjadi di benua Asia.1 Sementara itu,

berat lahir bayi sangat berkaitan dengan kelangsungan hidup bayi. Sebanyak 4

juta kematian bayi per tahunnya terjadi pada bayi dengan BBLR.2 Oleh karena itu,

perhatian terhadap BBLR menjadi sangat penting, karena BBLR dinilai dapat

meningkatkan angka kesakitan dan kematian bayi, bahkan balita.

Kematian neonatus telah menjadi salah satu acuan dalam upaya

pembangunan negara-negara di seluruh dunia saat ini. Sustainable Development

Goals (SDGs) hadir sebagai konsep baru pembangunan yang berkelanjutan hingga

tahun 2030, menggantikan konsep terdahulu, yakni Millenium Development Goals

(MDGs) yang dipegang oleh dunia sejak tahun 1990 hingga 2015.3 Sustainable

Development Goals memiliki konsep human development dalam bidang

kesehatan, salah satunya yakni menurunkan angka kematian neonatal pada suatu negara

hingga mencapai kurang dari 12 per 1000 kelahiran hidup dan kematian anak di bawah

usia 5 tahun kurang dari 25 per 1000 kelahiran hidup.4 Di Indonesia, survei demografi

dan kesehatan Indonesia (SDKI) menyebutkan bahwa pada tahun 2017, Indonesia

telah mencapai angka kematian neonatal sebesar 15 per 1000 kelahiran hidup.5

1
2

Untuk mencapai target SDG’s dalam hal AKN, berbagai masalah kesehatan yang

dapat muncul pada neonatal harus dicegah dan diatasi dengan tepat. Penilaian

indikator-indikator status kesehatan neonatal harus dilakukan untuk

mengantisipasi masalah kesehatan neonatal.

Berat lahir merupakan indikator status kesehatan yang penting pada

neonatus ataupun bayi, dan faktor yang paling menentukan perkembangan mental,

pertumbuhan, dan kelangsungan hidup bayi, bahkan juga dapat mengindikasikan

status kesehatan ibu dulu dan sekarang.6 Bayi dengan berat lahir rendah sering

dikaitkan dengan potensial genetik dan hambatan pertumbuhan janin selama

masih di dalam kandungan. Fenomena hambatan pertumbuhan ini disebut dengan

intrauterine growth restriction (IUGR).2 Insidensi IUGR terjadi enam kali lebih

tinggi di negara-negara berkembang. Sebesar 75% bayi dengan IUGR banyak

ditemukan di wilayah Asia. Fenomena IUGR dapat muncul akibat kondisi yang

kompleks dan bervariasi, mulai dari faktor maternal, plasenta, janin, genetik, atau

kombinasi beberapa faktor tersebut. Kondisi ini dilaporkan sering berkaitan

dengan riwayat ibu semasa hamil.7 Status nutrisi, gaya hidup, dan penyakit atau

komplikasi yang diderita ibu semasa hamil menentukan perkembangan dan

pertumbuhan janin.8

Hipertensi merupakan komplikasi kehamilan yang paling sering terjadi

dan menyebabkan morbiditas bahkan mortalitas ibu, janin, serta neonatal.

Kehamilan yang berkaitan dengan kelahiran prematur, BBLR, ataupun bayi kecil

untuk masa kehamilan (KMK) dihubungkan dengan adanya kondisi disfungsi

plasenta.9 Ibu hamil dengan disfungsi plasenta akan mengalami peningkatan


3

tekanan darah sistolik dan diastolik lebih cepat daripada ibu hamil normal

lainnya.10

Data di RSUD Ulin Banjarmasin terhitung sejak bulan April hingga Juni

2019, didapatkan 74 kasus bayi dengan berat <2500gram (55 kasus BBLR, 12

kasus BBLSR, dan 7 kasus BBLSAR), sebanyak 27 di antaranya terjadi pada ibu

dengan hipertensi pada kehamilan (25 kasus preeklampsia berat, 1 kasus

impending eclampsia, dan 1 kasus HELLP syndrome).

Sebesar 50% hipertensi yang terjadi pada kehamilan berkembang lebih

lanjut menjadi preeklampsia.9 Preeklampsia merupakan sindrom hipertensi yang

diinduksi oleh kehamilan dan terjadi pada 5-10% dari seluruh kehamilan di

dunia.11 Preeklampsia lebih sering ditemukan pada kehamilan pertama, kembar,

dan pada wanita yang memiliki riwayat preeklampsia pada kehamilan

sebelumnya.9 Patofisiologinya terjadi sangat kompleks dan dapat mengarah pada

komplikasi akut lainnya yang lebih berat, yakni berkembang menjadi eklampsia,

gagal ginjal atau gangguan fungsi liver, edema paru, dan HELLP syndrome.9

Kondisi-kondisi tersebut dapat meningkatkan 10-15% morbiditas dan mortalitas

neonatal yang berkorelasi dengan kejadian IUGR dengan oligohidramnios, risiko

kelahiran prematur, BBLR, kondisi kecil masa kehamilan (KMK), asfiksia berat,

bahkan kematian bayi. Ibu dengan preeklampsia berat meningkatkan risiko IUGR

sebesar 50% hingga 53%. Pada kasus dengan gejala lebih berat dan HELLP

syndrome, lebih sering dikaitkan dengan kejadian intrauterine fetal death (IUFD),

yakni pada 11% kasus.12 Pemahaman mengenai komplikasi akibat hipertensi ibu
4

terhadap bayi dan penatalaksanaan yang tepat terhadap bayi berat lahir rendah,

dapat mengurangi angka morbiditas serta mortalitas terhadap bayi.

Pada makalah ini akan dilaporkan kasus bayi berat lahir rendah dan kecil

masa kehamilan dengan ibu penderita preeklampsia berat yang dirawat inap di

Ruang 2A Teratai RSUD Ulin Banjarmasin sejak tanggal 8 Juni 2019.

1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah pada kasus ini adalah

masih tingginya kasus bayi berat lahir rendah yang dapat meningkatkan angka

morbiditas dan mortalitas neonatal.

1.3 Tujuan penulisan

Tujuan penulisan kasus ini yaitu untuk mempelajari, mengkaji dan

memperoleh gambaran dalam melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik,

penunjang, penentuan diagnosis serta penatalaksanaan terhadap bayi berat lahir

rendah dan kecil untuk masa kehamilan pada ibu dengan preeklampsia berat.

1.4 Manfaat penulisan

Pada penulisan kasus ini, penulis berharap dapat memberikan informasi

dan pengetahuan bagi penulis, pembaca serta audience mengenai bayi berat lahir

rendah dan kecil untuk masa kehamilan pada ibu dengan preeklampsia berat,

sehingga dapat menambah data yang ada dan dapat dipakai sebagai

pengembangan pengetahuan di bidang kesehatan agar dapat menurunkan tingkat

morbiditas dan mortalitas bayi.


BAB II

KASUS

2.1. Identitas orangtua

Nama ayah : Tn. RA Nama ibu : Ny. MP

Usia : 26 tahun Usia : 26 tahun

Pekerjaan : Swasta Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Pendidikan : S1 Pendidikan : S1

Alamat : Jl. Hasan Basri Komp. Kejaksaan RT.19 No.25,

Banjarmasin

2.2. Data ibu berdasarkan anamnesis (26 Juni 2019)


Riwayat penyakit sekarang

Pada hari Sabtu 22 Juni 2019, Ibu memeriksakan kehamilannya ke

dokter spesialis kandungan. Dari hasil pemeriksaan dokter, tekanan darah

ibu tinggi, yaitu 150/110 mmHg dan letak bayi sungsang dan presentasi

kaki. Dokter spesialis kandungan merujuk ibu ke RSUD Ulin Banjarmasin

untuk dilakukan operasi. Persalinan dilakukan secara sectio caesaria di

RSUD Ulin Banjarmasin pada pukul 21.20 WITA.

Riwayat obstetri ibu

Riwayat obstetri ibu adalah G1P0A0. Selama kehamilan, ibu

mengatakan rutin kontrol kehamilan di klinik kesehatan. Berat badan ibu

meningkat seiring bertambahnya usia kehamilan. Selama kehamilan pada

trimester pertama ibu mengeluhkan mual muntah dan pusing. Pada

5
6

trimester kedua, di minggu ke-20, ibu pernah diberi obat penguat janin

sebanyak 10 biji oleh dokter kandungan dan diminum selama 10 hari,

tetapi ibu lupa nama obatnya. Memasuki trimester ketiga pada minggu ke-

28, ibu mengeluh sesak napas. Pada minggu ke-37, tekanan darah ibu

meningkat dari biasanya saat sebelum hamil (120/80 mmHg), yakni

menjadi 130/100 mmHg. Satu minggu sebelum melahirkan, ibu juga

mengeluhkan adanya keputihan, tetapi tidak gatal gatal dan berbau.

Dari hasil anamnesis, ibu tidak memiliki faktor risiko mayor,

maupun faktor risiko minor.

Faktor risiko mayor :

(-) KPD >24 jam


(-) Demam intrapartum >38ºC
(-) Khorioamnionitis
(-) Ketuban berbau
(-) DJJ >160x/menit

Faktor risiko minor :

(-) KPD>12 jam


(-) Demam intrapartum >37,5ºC
(-) Nilai APGAR rendah (menit I < 5 dan menit V < 7)
(-) BBLSR < 1500 gram
(-) Usia gestasi < 37 minggu
(-) Kehamilan ganda
(-) Keputihan gatal dan berbau
(-) Ibu dengan infeksi saluran kemih (ISK) atau ISK yang tidak diobati

Riwayat penyakit dahulu

Berdasarkan anamnesis, riwayat hipertensi selama masa kehamilan

awal maupun sebelum masa kehamilan disangkal. Ibu tidak memiliki

riwayat penyakit lainnya.


7

Riwayat penyakit keluarga

Berdasarkan anamnesis, riwayat darah tinggi pada kakek ayah

pasien. Riwayat kencing manis di keluarga ibu disangkal. Ibu juga tidak

memiliki riwayat penyakit keganasan pada keluarga.

Riwayat persalinan sekarang

Diagnosis ibu adalah G1P0A0 H 38 minggu + presentasi kaki +

preeklampsia berat. Ibu melahirkan secara sectio caesaria dibantu oleh

dokter spesialis kandungan. Pada tanggal 22 Juni 2019 pukul 21.20 WITA,

lahir bayi laki-laki dengan sectio caesaria atas indikasi persentasi kaki dan

preeklampsia berat. Kondisi bayi saat lahir segera menangis, warna kulit

kemerahan, dan bergerak sedikit aktif.

2.3. Data bayi

Identitas bayi

Nama : By. Ny. MP

Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 0 th

TL/JL/CL/JK : 22-06-2019/21.20 WITA/sectio caesarea/laki-laki

BBL/PBL : 2320 gram / 45 cm

MRS : 22-6-2019

RPS : Bayi lahir tanggal 22 Juni 2019 jam 21.20 WITA

dibantu oleh dokter spesialis kandungan dengan

lahir sectio caesarea. Bayi lahir segera menangis,

warna kulit kemerahan, dan bergerak sedikit aktif.


8

Berat bayi saat lahir 2320 gram, panjang badan 45

cm, lingkar kepala 35 cm, dan lingkar dada 31 cm.

Keadaan bayi saat lahir

Tanda Vital : Denyut jantung : 132 kali/menit

Temperatur : 35,9 oC

Respirasi : 32 kali/menit

CRT : < 3 detik

SpO2 : 97 % tanpa O2

Penilaian bayi dengan skor APGAR

Tabel 1. Penilaian bayi dengan skor APGAR


Tanda 0 1 2 Nilai
Frekuensi
Tidak ada <100 >100 2
jantung
Usaha
Tidak ada Lambat Tangis kuat 2
bernafas
Tonus otot Lumpuh Ekstermitas sedikit fleksi Gerak aktif 1
Refleks
Tidak Reaksi
terhadap Gerakan sedikit 2
bereaksi melawan
rangsangan
Tubuh kemerahan, tangan
Warna Biru/pucat Kemerahan 2
kaki biru
9

Penilaian bayi dengan skor Downe

Tabel 2. Penilaian bayi dengan skor Downe (7 Mei 2019)


0 1 2 Nilai
Frekuensi
< 60 60-80 > 80 0
Napas
Udara masuk
Air entry Penurunan Ringan Penurunan Berat 0
bebas
Sianosis - Hilang dengan O2 Menetap 0
Retraksi - Ringan Berat 0
9

Tidak dapat
Dapat didengar
Merintih - didengar dengan 0
dengan stetoskop
stetoskop
Total Skor Downe 0

Riwayat resusitasi

Tindakan / ventilasi :

 Perangsangan

Medikasi pada bayi :

 Gentamisin Zalf 0,3%

 Vitamin K1 1 mg

Plasenta : Tidak tersedia data

Tali pusat : Tidak tersedia data

Panjang : Tidak tersedia data

Jumlah arteri : Tidak tersedia data

Pewarnaan : Tidak tersedia data

lain-lain : Tidak ada kelainan

Pemeriksaan Fisik

(26 Juni 2019/17.30 WITA, di Ruang 2A Teratai RSUD ULIN)

Tanggal : 26 Juni 2019

Umur : 4 Hari

Berat badan : 2155 gram

Panjang badan : 45 cm
10

Tanda Vital :

- Kesadaran : tangis kuat (+), gerak aktif

- Denyut Jantung : 112 x/menit

- Frekuensi nafas : 48 x/menit

- Suhu tubuh : 37,1 0C

- CRT : < 3 detik

- SpO2 : 99% tanpa O2

a) Kulit : kemerahan, ikterik (-), sianosis (-), anemis (-)

pucat (-), kering, kulit mengelupas

b) Rambut : Rambut berwarna hitam, tipis, distribusi merata,

tidak ada alopesia

c) Kepala : Normocephaly, UUB dan UUK belum menutup,

caput suksadeneum (-), tidak ada sefal hematoma

d) Mata : Palpebra tidak edema, konjungtiva tidak anemis,

tidak ada sklera ikterik, sekret mata tidak berlebih

e) Telinga : Simetris, pinna terbentuk sempurna, rekoil cepat

kembali.

f) Hidung : Simetris, tidak ada deviasi septum nasi, tidak ada

pernapasan cuping hidung.

g) Mulut : Mukosa bibir basah, tidak ada labiopalatoschizis.

h) Lidah : Bentuk simetris, tidak anemis, warna merah muda.

i) Leher : Kaku kuduk tidak ada, tortikolis tidak ada,

pembesaran kelenjar getah bening tidak ada.


11

j) Toraks : Simetris, retraksi (+) interkostalis

k) Payudara : Bentuk simetris, tampak areola berbintil tonjolan

2-3 mm.

l) Jantung : S1 dan S2 tunggal, tidak ada thrill.

m) Paru : Suara nafas bronkovesikuler, rhonki (-/-),

wheezing (-/-)

n) Abdomen : kontur datar, bising usus (+)

o) Genitalia : Laki-laki, hipospadia (-), epispadia (-), testis telah

turun ke dalam skrotum

p) Anus : Paten dan tidak ada hemoroid

q) Ekstremitas : Akral hangat, parese (-/-), edema (-/-),

deformitas (-)

r) Tulang belakang : Skoliosis (-), Spina bifida (-), meningokel (-),

s) Tanda fraktur : Tidak ada

t) Tanda kelainan bawaan : Tidak ada

u) Neurologi : Refleks Moro (+)

Refleks hisap (+)

Refleks Pegang (+)

Refleks rooting (+)


12

2.4 Resume

Nama : By. Ny. MF

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 4 hari

Berat badan sekarang : 2155 gr

Panjang badan : 45 cm

Keluhan utama : Berat badan lahir rendah

Uraian :

o Bayi lahir di RSUD Ulin Banjarmasin tanggal 22 Juni 2019 pukul

21.20 WITA secara sectio caesarea dibantu oleh dokter spesialis

kandungan.

o Bayi lahir dengan berat 2320 gram, panjang badan 45 cm, lingkar

kepala 35 cm dan lingkar dada 31 cm.

o Hasil pemeriksaan pada hari perawatan ke-4 adalah sebagai berikut:

S) Menangis kuat, bergerak aktif

O) Kulit : kemerahan, kering, mengelupas

Kepala : normocephali

Mata : sklera tidak ikterik.

Hidung : simetris, tanpa bantuan oksigen tambahan

Telinga : pinna lunak, recoil cepat kembali

Leher : tidak ada tortikalis

Thorax : simetris, retraksi interkostalis.

Paru : suara napas dasar bronkovesikuler,


13

tidak ada suara napas tambahan.

Jantung : S1>S2 tunggal, reguler, tidak terdengar murmur

dan bising jantung.

Abdomen : kontur datar, tidak distensi, umbilikus menonjol.

Genitalia : laki-laki, tidak ada hipospadia dan epispadia,

testis telah turun ke dalam skrotum

Ekstremitas : lengkap, akral hangat, tidak ada edema dan

paresis.

Anus : ada, buang air besar (+).

Tulang belakang : tidak ada spina bifida, tidak ada skoliosis.

2.5 Diagnosis banding

Tabel 2. Diagnosis banding pada kasus


I II III IV
BBLR BCB KMK Hipotermia

2.6 Diagnosis kerja

I. Bayi Berat Lahir Rendah

II. Bayi Cukup Bulan

III. Kecil Masa Kehamilan

IV. Hipotermia

1.7 Penatalaksanaan

I. Jaga Termoregulasi (36,5 - 37,5 0C)

II. O2 (-)
14

III. Kebutuhan cairan: ASI on demand 20 cc/KgBB

IV. Obat-obatan: -

V. Monitor : Keadaan umum, tanda vital, saturasi oksigen

VI. Program : Rawat tali pusat, kangaroo mother care (KMC), ASI

eksklusif selama 6 bulan, imunisasi lengkap

2.8 Prognosis

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad bonam

Quo ad sanationam : dubia sad bonam


BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Bayi berat lahir rendah

Berat lahir adalah berat pertama janin atau bayi baru lahir yang diperoleh

setelah lahir.13 Berat lahir merupakan indikator status kesehatan yang penting

pada bayi, dan faktor yang paling menentukan perkembangan mental,

pertumbuhan, dan kelangsungan hidup bayi, bahkan juga dapat mengindikasikan

status kesehatan ibu dulu dan sekarang.2,6

3.1.1 Definisi

Bayi berat lahir rendah didefinisikan oleh World Health Organization

(WHO) sebagai bayi dengan berat lahir <2500 gram (5,5 lb). istilah bayi berat

lahir sangat rendah (BBLSR) digunakan untuk bayi dengan berat lahir <1500

gram, dan bayi berat lahir sangat amat rendah (BBLSAR) untuk bayi dengan berat

lahir <1000 gram.13,14

Sedangkan kecil untuk masa kehamilan (KMK) didefinisikan sebagai berat

lahir bayi di bawah persentil 10, sesuai masa kehamilan (SMK) sebagai berat lahir

bayi di antara persentil 10 dan 90, dan besar masa kehamilan (BMK) sebagai berat

lahir bayi di atas persentil 90, mengacu pada survey nasional tahun 1998.1 Bayi

kecil untuk masa kehamilan diklasifikasikan lagi menjadi moderate dan severe.

Dikatakan moderate atau sedang jika berat lahir di antara persentil 3 hingga

persentil 10, dan severe atau berat jika berat lahir kurang dari persentil 3.7

15
16

3.1.2 Epidemiologi

World Health Organization memperikirakan sebanyak 25 juta bayi lahir

dengan berat lahir rendah setiap tahunnya.13 Kejadian BBLR diperkirakan terjadi

pada 15-20% dari seluruh kelahiran di dunia, menggambarkan lebih dari 20 juta

balita lahir dengan berat lahir rendah.14 Sebesar 95% kasus BBLR terjadi pada

negara-negara berkembang, khususnya pada populasi yang rentan.13 Sebanyak 4

juta kematian bayi per tahunnya terjadi pada bayi dengan BBLR. 2 Bayi dengan

berat lahir antara 1500-2500 gram 20 kali lebih berisiko mengalami kematian

dibandingkan bayi dengan berat lahir normal. Bayi berat lahir rendah menjadi

suatu prediktor mortalitas bayi yang terutama terjadi pada bulan pertaman

kehidupan. 13

Insiden BBLR dilaporkan terjadi sebesar 16% di seluruh dunia, dan

sebesar 75% dari seluruh kasus di dunia terjadi di benua Asia.1 Menurut WHO,

BBLR diperkirakan terjadi sebesar 28% di Asia Selatan, 14% di Afrika Tengah

dan Barat, 13% di Afrika sub-Sahara, 11% di Afrika Selatan dan Timur, 9% di

Amerika Latin, dan 6% di Asia Barat dan Pasifik.14

Data di RSUD Ulin Banjarmasin terhitung sejak bulan April hingga Juni

2019, didapatkan 74 kasus bayi dengan berat <2500gram (55 kasus BBLR, 12

kasus BBLSR, dan 7 kasus BBLSAR), sebanyak 27 di antaranya terjadi pada ibu

dengan hipertensi pada kehamilan (25 kasus preeklampsia berat, 1 kasus

impending eclampsia, dan 1 kasus HELLP syndrome).


17

3.1.3 Faktor risiko

Bayi berat lahir rendah merupakan sindrom kompleks yang disebabkan

oleh multifaktorial, seperti prematuritas (kelahiran <37 minggu usia gestasi) atau

bayi kurang bulan, kecil untuk masa kehamilan (KMK) pada bayi cukup bulan,

atau kondisi tumpang tindih keduanya yang akan memperburuk prognosis ke

depannya.14 Ketiga kelompok ini memiliki sub-kelompok mereka sendiri, dengan

masing-masing komponen terkait dengan faktor penyebab, efek jangka panjang

yang berbeda, dan distribusi antarpopulasi, bergantung pada prevalensi faktor

penyebab yang mendasarinya. Secara garis besar, BBLR mungkin disebabkan

oleh kondisi prematuritas, pertumbuhan janin terhambat (PJT), atau kombinasi

keduanya.13,14

Telah banyak dilaporkan bahwa bayi kurang bulan dan kecil untuk masa

kehamilan terkait dengan hipertensi kronis dan preeklampsia atau eklampsia pada

ibu. Hipertensi kronis menjadi satu faktor risiko penting dalam terjadinya

preeklampsia, yang akhirnya dapat menyebabkan kelahiran prematur dan KMK.

Kemunculan preeklampsia menyoroti interaksi kompleks yang ada antara nutrisi,

kelahiran prematur, dan bayi KMK.13 Turunnya fungsi uteroplasenta adalah

mekanisme yang mendasari KMK. Li et al meneliti, prehipertensi meningkatkan

risiko KMK lebih dari 10%.1

Bayi dengan berat lahir rendah sering dikaitkan dengan potensial genetik

dan hambatan pertumbuhan janin selama masih di dalam kandungan. Fenomena

hambatan pertumbuhan ini disebut dengan PJT atau intrauterine growth

restriction (IUGR).2 Insidensi IUGR terjadi enam kali lebih tinggi di negara-
18

negara berkembang. Sebesar 75% bayi dengan IUGR banyak ditemukan di

wilayah Asia, dan menjadi penyebab BBLR paling sering di negara-negara

berkembang. Fenomena IUGR dapat muncul akibat kondisi yang kompleks dan

bervariasi, mulai dari faktor maternal, plasenta, janin, genetik, atau kombinasi

beberapa faktor tersebut.7 Status nutrisi, gaya hidup, dan penyakit atau komplikasi

yang diderita ibu semasa hamil menentukan perkembangan dan pertumbuhan

janin. Selain faktor maternal, faktor janin juga ikut menentukan kejadian IUGR,

yakni adanya kelainan kromosom, kelainan bawaan lain, infeksi kongenital, serta

penyakit metabolisme saat lahir seperti galaktosemia dan fenilketonuria.

Sedangkan faktor plasenta, terkait dengan kondisi insufisiensi plasenta akibat

kelainan maternal, masalah anatomi plasenta, serta gemelli.8

Faktor predisposisi terjadinya BBLR yang paling sering terjadi disebabkan

oleh kondisi seperti kehamilan gemelli, infeksi, dan kondisi kronik seperti

diabetes dan hipertensi. Faktor-faktor tersebut memainkan peran penting dalam

menentukan berat lahir bayi dan status kesehatan bayi di masa depan. Seringkali

BBLR dikaitkan dengan riwayat kehamilan ibu yang dulu maupun sekarang.6

Faktor-faktor maternal yang sering dikaitkan dengan BBLR yakni kondisi

kesehatan ibu, penyakit selama masa kehamilan (hipertensi, penyakit

kardiovaskuler, DM tipe II, sindrom metabolik, penyakit paru kronis, dan

sebagainya), riwayat pengobatan saat kehamilan, kondisi kesehatan mental

(kondisi psikologis ibu), masalah pada plasenta dan kehamilan (preeklampsia,

eklampsia, gemelli, malpresentasi, solusio plasenta, ketuban pecah dini prematur,

prematuritas, dan plasenta previa), merokok, dan konsumsi alkohol serta obat-
19

obatan selama kehamilan.2,6,8,16,17 Faktor sosiodemografik ibu seperti usia ibu saat

hamil yang terlalu muda ataupun tua, status nutrisi ibu yang buruk sebelum dan

selama kehamilan, indeks masa tubuh ibu yang rendah, tingkat pendidikan ibu

yang rendah, serta suku dan etnis tertentu.1,6,8,13 Faktor riwayat kehamilan seperti

primigravida, multiparitas, jarak kehamilan terlalu dekat, suplementasi zat besi

dan asam folat tidak adekuat, status hemoglobin <11 gr/dl atau anemia maternal,

kondisi kesehatan ibu saat hamil yang buruk, status HIV positif, riwayat obstetri

jelek, riwayat ibu melahirkan anak terdahulu dengan BBLR, dan jumlah

kunjungan ANC ibu yang jarang atau tidak pernah.2,8,13

Ibu dengan preeklampsia berat meningkatkan risiko IUGR sebesar 50%

hingga 53%. Pada kasus dengan gejala lebih berat dan HELLP syndrome, lebih

sering dikaitkan dengan kejadian intrauterine fetal death (IUFD), yakni pada 11%

kasus.12

Ibu hamil umumnya mengalami deplesi atau penyusutan besi sehingga

hanya memberi sedikit besi kepada janin yang dibutuhkan untuk metabolisme besi

yang normal. Kekurangan zat besi dapat menimbulkan gangguan atau hambatan

pada pertumbuhan janin baik sel tubuh maupun sel otak. Anemia gizi dapat

mengakibatkan kematian janin di dalam kandungan, abortus, cacat bawaan, dan

BBLR. Hal ini menyebabkan morbiditas dan mortalitas ibu dan kematian perinatal

secara bermakna lebih tinggi, sehingga kemungkinan melahirkan bayi BBLR dan

prematur juga lebih besar.8,13 Status gizi ibu juga mempengaruhi kejadian

preeklampsia.6 Gizi yang baik diperlukan seorang ibu hamil agar pertumbuhan

janin tidak mengalami hambatan dan dapat melahirkan bayi dengan berat badan
20

lahir normal. Kondisi kesehatan yang baik, sistem reproduksi normal, tidak

menderita sakit, dan tidak ada gangguan gizi pada masa pra hamil maupun saat

hamil, ibu akan melahirkan bayi lebih besar dan lebih sehat dari pada ibu dengan

kondisi kehamilan yang sebaliknya. Ibu dengan kondisi kurang gizi kronis pada

masa hamil sering melahirkan bayi BBLR, vitalitas yang rendah dan kematian

yang tinggi, terlebih lagi jika ibu menderita anemia.13

Mvunta et al menyebutkan dalam penelitiannya, dari 4.603 ibu yang

terkonfirmasi memiliki riwayatkan melahirkan lebih dari satu kali, terdapat 325

ibu (7,1%) melahirkan bayi dengan kasus BBLR secara berulang. Kejadian

kelahiran BBLR berulang dikaitkan dengan adanya riwayat BBLR pada bayi

sebelumnya, riwayat preeklampsia atau eklampsia, prematuritas, kunjungan ANC

yang tidak rutin, dan status HIV yang positif pada ibu. Jumlah kunjungan ANC

menjadi prediktor kuat dalam menilai rekurensi BBLR.10 Kunjungan ANC dapat

digunakan sebagai skrining faktor-faktor risiko potensial dan sebagai langkah

intervensi mencegah BBLR dan kondisi buruk lainnya saat kelahiran nantinya.

Faktor risiko tersebut dapat terlewatkan jika ibu tidak melakukan kunjungan

ANC.8

3.1.4 Patofisiologi

Bayi berat lahir rendah seperti yang telah disebutkan sebelumnya, erat

hubungannya dengan usia kehamilan yang belum cukup bulan atau prematuritas,

tetapi juga dapat disebabkan oleh dismaturitas, yakni pada bayi lahir cukup bulan

tetapi berat lahirnya lebih kecil dari masa kehamilannya, yaitu tidak mencapai

2500 gram.6 Masalah ini dapat terjadi karena adanya gangguan pertumbuhan bayi
21

sewaktu dalam kandungan yang disebabkan oleh kondisi kesehatan dan penyakit

ibu seperti adanya status gizi ibu yang jelek, kelainan plasenta, infeksi, hipertensi

dan keadaan-keadaan lain yang menyebabkan suplai nutrisi untuk janin menjadi

berkurang.8

Selain gizi yang tidak adekuat yang diterima ibu, atau proses infeksi yang

mengganggu suplai nutri ibu ke janin, keadaan seperti vasokonstriksi pembuluh

darah akibat kondisi hipertensi atau plasentasi yang salah atau buruk pada

kehamilan juga dapat menyebabkan sirkulasi fetomaternal tidak berlangsung

dengan baik, sehingga janin tidak menerima cukup oksigen dan nutrisi selama

masa kehamilan. Proses tersebut memiliki efek secara langsung terhadap

pertumbuhan dan perkembangan organ janin.9 Gangguan vaskuler uteroplasenta,

termasung lesi histopatologis dan koagulasi intravaskuler, berhubungan dengan

kejadian IUGR. Semua mekanisme tersebut merupakan faktor risiko terjadinya

preeklampsia dan sering diikuti oleh kejadian BBLR dan KMK.1

3.1.5 Diagnosis

Penelusuran riwayat dan pengawasan selama masa antenatal dilakukan

untuk mendeteksi secara dini kemungkinan adanya bayi dengan IUGR, khususnya

terhadap ibu dengan risiko tinggi. Sangat penting untuk ditelusuri dan diperiksa

mengenai riwayat penyakit dahulu ibu maupun keluarga ibu, antropometri ibu

dengan berat dan tinggi badan sebelum dan selama kehamilan, status nutrisi ibu,

dan usia kehamilan pasti.7

Pemeriksaan janin selama masa antenatal juga perlu dilakukan.

Pemeriksaan dilakukan dengan mengukur tinggi fundus uteri, palpasi janin, dan
22

kardiotokografi.7 Bayi dengan BBLR maupun KMK dapat dideteksi sebelumnya

selama masa kehamilan menggunakan fetal biometry (abdominal circumference

[AC], head circumference [HC], biparietal diameter, and femur length [FL], dan

berat janin dapat dihitung melalui pemeriksaan ultrasound dengan Doppler.17

Adanya pertumbuhan janin yang cenderung lambat dan tidak sesuai

dengan usia kehamilan sebenarnya sering disebut IUGR atau pertumbuhan janin

terhambat (PJT). Intrauterine growth restriction didefinisikan sebagai rata-rata

pertumbuhan janin di bawah normal (disesuaikan dengan faktor potensial

pertumbuhan yang spesifik seperti ras dan jenis kelamin). Bayi dinyatakan

mengalami IUGR jika lahir dengan gejala klinis malnutrisi dan terlepas dari

persentil berat lahir neonatus. Sedangkan persentil berat lahir neonatus dinyatakan

tanpa tanda dan gejala malnutrisi dan retardasi pertumbuhan, hanya berdasarkan

berat lahir dan usia kehamilan.7

Terdapat tiga tipe IUGR, yakni IUGR asimetris (bayi kurang gizi), simetris

(hipoplasia selama masa kehamilan), dan gabungan antara keduanya. Ketiga tipe

tersebut ditentukan berdasarkan pemeriksaan antropometri dan klinis.7

Tipe simetris ditandai dengan lingkar kepala, panjang, dan berat badan

seluruhnya yang berkurang secara proporsional untuk usia kehamilan. Tipe ini

sering disebabkan oleh infeksi kongenital atau kelainan genetik dan terjadi di awal

kehamilan.18

Tipe asimetris ditandai oleh berat janin yang lebih rendah secara tidak

proporsional terhadap panjang dan lingkar kepala. Pertumbuhan otak biasanya

terpisah. Pertumbuhan otak terjadi di masa kehamilan lanjut dan disebabkan oleh
23

insufisiensi uteroplasenta atau nutrisi ibu yang buruk.18 Rasio AC digunakan untuk

mendiagnosis tipe asimetris. Pada tipe tersebut, ukuran hepar terlalu kecil jika

dibandingkan dengan HC dan FL, yang sama sekali tidak terpengaruh pada proses

hambatan pertumbuhan janin. Rasio HC/AC menurun pada kehamilan dengan

pertumbuhan janin yang normal, dan lebih besar dari 2SD di atas rata-rata.7

Tipe ketiga, yakni gabungan antara simetris dan asimetris, sering

ditemukan di negara berkembang, memiliki jumlah sel yang lebih sedikit dan

ukuran sel yang lebih kecil, serta memiliki klinis simetris dan asimetris. Tipe

tersebut merupakan hasil dari proses IUGR yang terjadi pada awal kehamilan dan

lebih lanjut dipengaruhi oleh faktor plasenta pada akhir kehamilan.7

Neonatus normal merupakan bayi dengan berat lahir antara persentil 10

dan 90 sesuai masa kehamilan dan selanjutnya disebut dengan SMK, sedangkan

bayi KMK didefinisikan sebagai bayi dengat berat lahir di bawah persentil 10

untuk usia kehamilan atau dua standar deviasi di bawah populasi normal pada

kurva pertumbuhan, tanpa tanda dan gejala malnutrisi dan retardasi pertumbuhan.

Oleh karena itu, bayi SMK masih mungkin dianggap mengalami IUGR jika bayi

tersebut memiliki tanda dan gejala retardasi pertumbuhan dalam kandungan dan

malnutrisi ketika lahir.7

Diagnosis postnatal bayi dengan IUGR dapat ditegakkan melalui

pemeriksaan klinis, antropometri, indeks Ponderal, skor clinical assesment of

nutrition (CAN), lingkar kepala, lingkar lengan atas, dan ratio Lingkar lengan

atas/kepala. Bayi dengan IUGR akan memiliki variasi manifestasi malnutrisi

sebagai berikut: 5,7


24

 Bayi tampak rewel dan mudah terkejut.

 Kulit bayi kendur, kering, dan mudah terkelupas.

 Kepala relatif besar jika dibandingkan dengan tubuh (brain sparing effect)

 Fontanella anterior luas dan besar (pembentukan membran tulang yang

tidak memadai).

 Lemak pada bagian pipi atau buccal tampak sedikit (old man look).

 Pembentukan puting susu dan genitalia (pada perempuan) tidak matur.

 Perut bayi tampak kecil (scaphoid abdomen)

 Tali pusat yang lebih kurus dan seringkali terwarnai mekonium.

 Tangan dan kaki relatif lebih besar dan kurus dibandingkan tubuhnya.

 Jari kuku bayi cenderung panjang.

 Massa otot kecil dan jaringan lemak subkutan sedikit.

 Lipatan kulit bayi kendur pada bagian tengkuk, ketiak, interskapula,

pelipatan paha bayi, dan bokong (lebih dari 3 pelipatan).

Gambar 3.1 Manifestasi klinis bayi dengan IUGR 5


25

Pemeriksaan antropometri bayi dilakukan untuk menentukan kondisi

KMK atau IUGR pada bayi. Penelitian menunjukkan bahwa kurva pertumbuhan

yang disesuaikan dengan berbagai karakteristik ibu yang bervariasi lebih akurat

dalam mendiagnosis IUGR pada janin dan neonatus. Pada IUGR simetris, berat

badan, lingkar kepala, dan panjang badan akan menunjukkan kurva dengan nilai

<10 centil, sedangkan pada tipe asimetris hanya pengukuran berat badan yang

akan menujukkan <10 centil, hasil pengukuran lainnya akan sesuai untuk masa

kehamilan.7

3.1.6 Tatalaksana

Bayi hingga usia kurang satu bulan merupakan golongan umur yang

memiliki risiko gangguan kesehatan paling tinggi dan berbagai masalah kesehatan

bisa muncul, terutama pada kasus BBLR. Tanpa penanganan yang tepat, kondisi

ini dapat berakibat fatal pada kelompok ini.5 Beberapa penatalaksanaan yang

dapat dilakukan pada bayi BBLR yaitu dengan menerapkan beberapa cara,

yaitu:18,19

1. Atur Posisi

Pemberian posisi pada bayi BBLR mempengaruhi pada kesehatan dan

perkembangan bayi. Bayi tidak perlu mengeluarkan energi untuk mengatasi usaha

bernafas, makan atau mengatur suhu tubuh, serta mampu menggunakan energi ini

untuk pertumbuhan dan perkembangan. Posisi telungkup merupakan posisi

terbaik bagi kebanyakan bayi prematur dan BBLR yang dapat menghasilkan

oksigenasi yang lebih baik, toleransi terhadap makanan yang masuk, dan pola
26

tidur istirahat yang lebih teratur. Bayi memperlihatkan aktivitas fisik dan

penggunaan energi lebih sedikit bila diposisikan telungkup.

Posisi telentang lama bagi bayi prematur dan BBLR tidak dianjurkan, karena

tampaknya mereka kehilangan keseimbangan saat telentang dan menggunakan

energi vital sebagai usaha untuk mencapai keseimbangan dengan mengubah

postur. Posisi telentang jangka lama bayi prematur dan BBLR dapat

mengakibatkan abduksi pelvis lebar (posisi kaki katak), retraksi dan abduksi bahu,

peningkatan ekstensi leher dan peningkatan ekstensi batang tubuh dengan leher

dan punggung melengkung.

2. Dukungan sistem pernapasan yang adekuat

Banyak bayi BBLR memerlukan oksigen suplemen dan bantuan ventilasi, hal

ini bertujuan agar bayi BBLR dapat mencapai dan mempertahankan respirasi.

Bayi dengan penanganan suportif ini diposisikan untuk memaksimalkan

oksigenasi. Terapi oksigen diberikan berdasarkan kebutuhan dan penyakit bayi.

3. Termoregulasi

Kebutuhan yang paling krusial pada bayi BBLR adalah pemberian kehangatan

eksternal setelah tercapainya respirasi. Bayi BBLR memiliki masa otot yang lebih

kecil dan deposit lemak coklat lebih sedikit untuk menghasilkan panas,

kekurangan isolasi jaringan lemak subkutan, dan kontrol refleks yang buruk pada

kapiler kulitnya. Pada saat bayi BBLR lahir mereka harus segera ditempatkan

dilingkungan yang dipanaskan hal ini untuk mencegah atau menunda terjadinya

efek stres dingin.


27

4. Perlindungan terhadap infeksi

Perlindungan terhadap infeksi merupakan salah satu penatalaksanaan asuhan

keperawatan pada bayi BBLR untuk mencegah terkena penyakit. Lingkungan

perilindungan dalam inkubator yang secara teratur dibersihkan dan diganti

merupakan isolasi yang efektif terhadap agen infeksi yang ditularkan melalui

udara. Sumber infeksi meningkat secara langsung berhubungan dengan jumlah

personel dan peralatan yang berkontak langsung dengan bayi.

5. Manajemen cairan dan elektrolit

Hidrasi bayi resiko tinggi sering mendapat cairan parenteral untuk asupan

tambahan kalori, elektrolit, dan air. Hidrasi yang adekuat sangat penting pada bayi

prematur. Hal ini dikarenakan permukaan tubuhnya lebih luas dan kapasitas

osmotik diuresis terbatas pada ginjal bayi prematur yang belum berkembang

sempurna, sehingga bayi tersebut sangat peka terhadap kehilangan cairan.

6. Nutrisi

Nutrisi yang optimal sangat kritis dalam manajemen bayi BBLR, tetapi

terdapat kesulitan dalam memenuhi kebutuhan nutrisi mereka karena berbagai

mekanisme ingesti dan digesti makanan belum sepenuhnya berkembang. Jumlah,

jadwal, dan metode pemberian nutrisi ditentukan oleh ukuran dan kondisi bayi.

Nutrisi dapat diberikan melalui parenteral ataupun enteral atau dengan kombinasi

keduanya. Kebutuhan bayi untuk tumbuh cepat dan pemeliharaan harian harus

dipenuhi dalam keadaan adanya banyak kekurangan anatomi dan fisiologis.

Meskipun beberapa aktivitas menghisap dan menelan sudah ada sejak sebelu

lahir, namun koordinasi mekanisme ini belum terjadi sampai kurang lebih 32
28

sampai 34 minggu usia gestasi, dan belum sepenuhnya sinkron dalam 36 sampai

37 minggu. Pemberian makan bayi awal (dengan syarat bayi stabil secara medis)

dapat menurunkan insidens faktor komplikasi seperti hipoglikemia, dehidrasi,

derajat hiperbilirubinemia bayi BBLR dan preterm yang terganggu memerlukan

metode alternatif, air steril dapat diberikan terlebih dahulu. Jumlah yang diberikan

terutama ditentukan oleh pertambahan berat badan bayi BBLR dan toleransi

terhadap pemberian makan sebelum dan ditingkatkan sedikit demi sedikit sampai

asupan kalori yang memuaskan dapat tercapai. Bayi BBLR dan prematur

menuntut waktu yang lebih lama dan kesabaran dalam memberikan makan

dibandingkan pada bayi cukup bulan, dan mekanisme oral-faring dapat terganggu

oleh usaha pemberian makan yang terlalu cepat. Penting untuk tidak membuat

bayi kelelahan atau melebihi kapasitas mereka dalam menerima makanan.

7. Perawatan metode kanguru (Kangaroo Mother Care)

Pada BBLR, ia membutuhkan bantuan dan waktu untuk penyesuaian

kehidupan di luar rahim. Mereka juga memerlukan bantuan untuk tetap hangat

dan mendapatkan ASI yang cukup untuk tumbuh. Satu cara untuk menolong bayi

mendapatkan kebutuhan ini adalah menjaga bayi tetap kontak kulit dengan kulit

ibunya. Perawatan metode kanguru adalah suatu cara agar BBLR terpenuhi

kebutuhan khusus mereka terutama dalam mempertahankan kehangatan suhu

tubuh. Untuk melakukan PMK, tentukan bayi memiliki berat lahir <2500 gram,

tanpa masalah/komplikasi.

Syarat melakukan PMK :

 Bayi tidak mengalami kesulitan bernapas


29

 Bayi tidak mengalami kesulitan minum

 Bayi tidak kejang

 Bayi tidak diare

 Ibu dan keluarga bersedia dan tidak sedang sakit

Perawatan metode kanguru (PMK) merupakan salah satu alternatif cara

perawatan yang murah, mudah, dan aman untuk merawat bayi BBLR. Dengan

PMK, ibu dapat menghangatkan bayinya agar tidak kedinginan yang membuat

bayi BBLR mengalami bahaya dan dapat mengancam hidupnya, hal ini

dikarenakan pada bayi BBLR belum dapat mengatur suhu tubuhnya karena

sedikitnya lapisan lemak dibawah kulitnya. Perawatan metode kanguru dapat

memberikan kehangatan agar suhu tubuh pada bayi BBLR tetap normal, hal ini

dapat mencegah terjadinya hipotermi karena tubuh ibu dapat memberikan

kehangatan secara langsung kepada bayinya melalui kontak antara kulit ibu

dengan kulit bayi, ini juga dapat berfungsi sebagai pengganti dari inkubator.

Perawatan metode kanguru dapat melindungi bayi dari infeksi, pemberian

makanan yang sesuai untuk bayi (ASI), berat badan cepat naik, memiliki

pengaruh positif terhadap peningkatan perkembangan kognitif bayi, dan

mempererat ikatan antara ibu dan bayi, serta ibu lebih percaya diri dalam merawat

bayi.

Selama pelaksanaan PMK, BBLR hanya diberikan ASI. Melalui PMK akan

mendukung dan mempromosikan pemberian ASI eksklusif, karena ibu menjadi

lebih cepat tanggap bila bayi ingin menyusu. Bayi bisa menyusu lebih lama dan

lebih sering. Bila bayi dibawa ke fasilitas kesehatan dan bayi tidak mampu
30

menelan ASI dapat dilakukan pemasangan Oro Gastric Tube (OGT) untuk dirujuk

ke fasilitas kesehatan yang lebih lengkap.

BBLR yang dirawat di fasilitas kesehatan yang dapat dipulangkan lebih

cepat (berat < 2000 gram) harus dipantau untuk tumbuh kembangnya. Apabila

didapatkan tanda bahaya harus dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih lengkap.

3.1.7 Komplikasi

Bayi dengan berat lahir rendah 40 kali berisiko mengalami kematian pada

empat minggu pertama kehidupannya, serta 30 kali berisiko mengalami

komplikasi berupa gangguan perkembangan saraf dan kelainan kongenital,

dibandingkan bayi dengan berat lahir cukup.2

3.2 Patomekanisme preeklampsia pada ibu terhadap bayi berat lahir

rendah

Hipertensi akibat kehamilan, seperti hipertensi gestasional, hipertensi

kronis, preeklampsia atau eklampsia, menjadi penyebab utama morbiditas dan

mortalitas maternal.19 Preeklampsia ditandai oleh peningkatan tekanan darah dan

proteinuria yang mulai muncul meningkat setelah usia kehamilan ibu mencapai 20

minggu.9 Hipertensi selama masa kehamilan berpengaruh terhadap 2% hingga 8%

dari seluruh kehamilan, baik pada mortalitas dan morbiditas ibu maupun janin.20

Preeklampsia dan eklampsia meningkatkan risiko 2 sampai 5 kali lebih besar

terjadi kelahiran preterm dan atau berat lahir rendah.

Preeklampsia memiliki dua model teori yang mendasari patofisiologinya,

yakni kondisi plasenta yang tidak sehat dan adanya stress oksidatif, yang memicu
31

pelepasan sejumlah faktor plasenta ke dalam sirkulasi maternal, sehingga mampu

mempengaruhi kondisi ibu secara klinis dan meningkatkan tekanan darah.20

Vasokonstriksi pembuluh darah menyebabkan sirkulasi fetomaternal tidak

berlangsung dengan baik, sehingga janin tidak menerima cukup oksigen dan

nutrisi selama masa kehamilan. Proses tersebut memiliki efek secara langsung

terhadap pertumbuhan dan perkembangan organ janin.9,21

Peningkatan tekanan darah sejak awal hingga pertengahan kehamilan

meningkatkan risiko preeklampsia dan bayi KMK. Pada kehamilan dengan

komplikasi akibat disfungsi plasenta, seperti preeklampsia dan bayi KMK,

tekanan darah ibu pada umumnya meningkat lebih tinggi pada awal masa

kehamilan dibandingkan pada kehamilan tanpa komplikasi tersebut. Kehamilan

normal berhubungan dengan adanya adaptasi hemodinamik selama kehamilan,

termasuk perubahan tekanan darah. Tekanan darah biasanya menurun sejak awal

hingga pertengahan masa kehamilan, adaptasi tersebut mungkin menguntungkan

perfusi plasenta. Kemudian, tekanan darah akan mulai meningkat sejak

pertengahan kehamilan hingga akhir kehamilan. Namun, pada ibu dengan

disfungsi plasenta akan mengalami peningkatan tekanan darah sistolik dan

diastolik lebih cepat daripada ibu normal lainnya, setelah melewati masa

pertengahan kehamilan.22 Kondisi tersebut akan meningkatkan risiko terjadinya

preeklampsia dan bayi KMK.15


32

Gambar 3.2 Patogenesis preeklampsia dalam menyebabkan IUGR 9


Fase pertama: efek terhadap plasenta. Faktor genetik dan imunitas
mempengaruhi plasentasi yang buruk. Plasentasi yang buruk
menyebabkan hipoksia menetap atau perfusi yang hilang timbul.
Fase kedua: Efek terhadap sistemik. Gangguan perfusi tersebut
kemudian menyebabkan peningkatan reactive oxygen species (ROS)
sinsitiotrofoblas yang memicu pelepasan mediator sitokin inflamasi
dan faktor antiangiogenik, serta peningkatan endoplasmic reticulum
stress yang menurunkan sintesis protein. Pelepasan mediator
inflamasi dan faktor antiangiogenik menyebabkan disfungsi endotel
yang memicu respon inflamasi sistemik, dan selanjutnya akan
muncul dalam bentuk klinis preeklampsia. Sedangkan faktor
antiangiogenik dan penurunan sintesis protein bersama-sama
mempengaruhi kondisi janin, yakni menyebabkan pertumbuhan
janin terhambat.9

Asal mula terjadinya IUGR, KMK, dan preeklampsia disebabkan oleh

adanya pembentukan arteri spiralis pada ibu yang abnormal, akibat insufisiensi

pertumbuhan dan perkembangan plasenta. Pembentukan pembuluh darah atau

angiogenesis pada plasenta, dikontrol oleh suatu biomarker angiogenesis berupa

placental growth factor (PlGF). Biomarker ini mempotensiasi efek vascular

endothelial growth factor (VEGF) dan dipengaruhi oleh usia ibu, cara konsepsi,

usia kehamilan, ras, dan merokok. Penanda angiogenik sFlt-1 merupakan

antagonis poten PIGF dan VEGF. Peningkatan konsentrasi sFlt-1 menyebabkan


33

penurunan VEGF bebas dan selanjutnya berpotensi menyebabkan gangguan

perkembangan plasenta. Keduanya dapat berubah-ubah pada kehamilan yang

dipersulit oleh kondisi preeklampsia, IUGR, dan KMK.22

Peningkatan tekanan darah yang terjadi dapat mengartikan adanya

peningkatan produksi agen vasokonstriktor plasenta, yang mungkin terjadi akibat

pertambahan ukuran plasenta, atau peningkatan kebutuhan sistem kardiovaskuler

selama kehamilan. Hipoperfusi plasenta diketahui menginduksi produksi agen

vasokonstriktor, yang mana biasanya ditemukan pada ibu dengan preeklampsia

dan bayi PJT. Hipoperfusi plasenta dicurigai terjadi akibat adanya maladaptasi

hemodinamik.22

Insufisiensi uteroplasenta, solusio plasenta, dan KMK menjadi faktor

primer terkait dengan kondisi perinatal yang buruk. Keparahan penyakit maternal

juga dinilai sangat berpengaruh terhadap kondisi perinatal, seperti derajat

hipertensi, peningkatan proteinuria, atau munculnya HELLP syndrome.

Proteinuria berat dikaitkan dengan kemunculan preeklampsia onset awal. HELLP

syndrome meningkatkan mortalitas dan morbiditas maternal, rerata mortalitas

perinatal (200 hingga 400 per 1000 kelahiran), dan meningkatkan insiden solusio

plasenta, gawat janin, dan IUGR. Persalinan secepatnya biasanya dianjurkan.9

Berdasarkan hasil uji coba besar yang dilakukan oleh WHO, yang telah

dikonfirmasi oleh beberapa tinjauan sistematis, suplementasi kalsium selama

kehamilan untuk wanita dengan asupan kalsium rendah telah diidentifikasi

sebagai salah satu intervensi nutrisi yang efektif karena mengurangi kejadian

preeklampsia dan mungkin juga akan mengurangi angka kelahiran prematur.14


BAB IV

DISKUSI KASUS

Pada kasus ini, diangkat kasus bayi laki-laki dengan berat lahir 2320 gram,

yang telah dirawat di ruang 2A Teratai RSUD Ulin Banjarmasin dengan diagnosis

bayi berat lahir rendah, bayi cukup bulan, kecil masa kehamilan, dan hipotermi.

Pada kasus, bayi memiliki berat lahir 2320 gram. Bayi pada kasus ini

didiagnosis sebagai BBLR. Bayi berat lahir rendah didefinisikan oleh World

Health Organization (WHO) sebagai bayi dengan berat lahir <2500 gram (5,5

lb).13,14 Usia gestasi pada kasus ini ialah 38 minggu, secara teori usia gestasi

tersebut masuk dalam kategori cukup bulan.14

Grafik pertumbuhan terhadap usia kehamilan digunakan untuk

menentukan apakah berat badan lahir bayi sesuai untuk usia kehamilan atau

tidak.19 Grafik Lubchenco merupakan grafik yang berfungsi untuk menilai kondisi bayi

termasuk dalam kehamilan yang sesuai atau berada di luar itu dan dinilai berdasarkan usia

kehamilan dan berat lahir bayi.

Pada kasus, bayi dilahirkan dengan berat lahir sebesar 2320 gram dengan

usia kehamilan 38 minggu. Berdasarkan kurva pertumbuhan Lubchenco dapat

disimpulkan bahwa bayi termasuk bayi kecil masa kehamilan (KMK) derajat

sedang karena plotting berada di bawah persentil 10.

34
35

Gambar 4.1 Grafik Lubchenco pada kasus

Suhu tubuh bayi saat lahir pada kasus ini menunjukkan kondisi hipotermi,

yakni 35,90C. Suhu tubuh normal berkisar antara 36,50C – 37,50C, jika di bawah

36,50C maka disebut hipotermia. Hipotermia dikategorikan menjadi tiga derajat,

yakni ringan (36,00C-36,40C), sedang (32,00C-35,90C), dan berat (<32,40C).18

Pada kasus, bayi dapat dikategorikan sebagai hipotermia sedang.

Pada kasus, bayi merupakan bayi dengan berat lahir rendah dan kecil

untuk masa kehamilan, sehingga termoregulasi dapat mengalami gangguan.

Secara teori, bayi-bayi prematur dan bayi-bayi kecil lainnya berisiko mengalami

gangguan termoregulasi lebih mudah, dihubungkan dengan tingginya rasio luas

permukaan tubuh dibandingkan berat badannya. Peningkatan metabolisme

jaringan lemak coklat merupakan salah satu mekanisme tubuh neonatus untuk
36

menghasilkan panas dari dalam tubuh dengan menstimulasi proses metabolik.18

Pada BBLR, hanya terdapat sedikit jaringan lemak, yang mana akan mengganggu

mekanisme produksi panas oleh tubuh melalui peningkatan metabolisme,

sehingga suhu tubuh BBLR akan lebih sulit dipertahankan tanpa bantuan dari luar.

Selain itu, pada hakikatnya, bayi baru lahir belum mampu memproduksi

panas yang cukup untuk mencegah terjadinya penurunan suhu tubuhnya, terutama

di hari pertama kehidupan. Setelah lahir, bayi dapat kehilangan panas melalui

empat cara, yakni saat cairan amnion menguap dari kulit, secara konduksi ketika

bayi terpapar secara langsung dengan permukaan yang dingin, secara konveksi

ketika bayi terpapar udara dingin secara langsung, dan secara radiasi ketika bayi

berada di dekat objek yang dingin.24

Pada kasus, bayi segera diletakkan di penghangat bayi untuk membantu

bayi mendapatkan suhu tubuh yang normal. Kondisi BBLR memerlukan bantuan

dari luar untuk mempertahankan suhu tubuh optimal, dikarenakan kondisi

tubuhnya yang sulit berkompensasi dengan paparan lingkungan sekitar, akibat

berat lahir yang rendah. Setelah diletakkan dalam infant warmer, termoregulasi

bayi dapat teratasi.

Tindakan awal yang dilakukan pada bayi dalam kasus ini ialah menilai

skor APGAR dan skor Downe. Pada kasus ini ditemukan skor APGAR 7-8-9 dan

skor Downe 0. Hal tersebut menandakan bahwa bayi tidak mengalami asfiksia

ataupun gangguan pernapasan. Banyak bayi BBLR memerlukan bantuan oksigen

dan ventilasi, hal ini bertujuan agar bayi BBLR dapat mencapai dan
37

mempertahankan respirasi. Terapi oksigen yang diberikan berdasarkan kebutuhan

dan penyakit bayi.19

Kebutuhan cairan bayi diutamakan bersumber dari ASI sesuai keburtuhan

bayi, yakni 20 cc/kgBB. Bayi dinyatakan stabil dan mampu untuk disusukan

secara langsung oleh ibu, karena tidak terdapat kontraindikasi pada bayi untuk

menetek secara langsung, seperti kondisi gangguan pernapasan. ASI adalah

minuman yang dianjurkan untuk semua neonatus, karena memiliki manfaat

nutrisi, imunologis, dan fisiologis dibandingkan dengan susu formula atau susu

jenis lainnya, yang dibutuhkan pada bayi dengan berat lahir rendah seperti pada

kasus ini. Semua neonatus sehat, cukup bulan, maupun kurang bulan risiko rendah

harus menerima ASI eksklusif selama 6 bulan setelah lahir, sehingga pemberian

ASI eksklusif juga diprogramkan terhadap pasien pada kasus ini. ASI mulai

diberikan dalam waktu satu jam setelah lahir dan jangan diberikan dalam waktu

satu jam setelah lahir dan jangan diberikan cairan atau makan lain selama enam

bulan pertama.18

Selain ASI, program yang direncanakan pada bayi ini ialah KMC atau

kangaroo mother care. Pada BBLR, ia membutuhkan bantuan dan waktu untuk

penyesuaian kehidupan di luar rahim. Mereka juga memerlukan bantuan untuk

tetap hangat dan mendapatkan ASI yang cukup untuk tumbuh. Satu cara untuk

menolong bayi mendapatkan kebutuhan ini adalah menjaga bayi tetap kontak kulit

dengan kulit ibunya. Perawatan metode kanguru (PMK) adalah suatu cara agar

BBLR terpenuhi kebutuhan khusus mereka terutama dalam mempertahankan

kehangatan suhu tubuh.19 Perawatan metode kanguru ini dirancang sebagai


38

asuhan untuk BBLR atau BKB. Ibu diajarkan untuk melakukan PMK, yakni

dengan meletakkan bayi yang dalam kondisi stabil secara telanjang di dada ibu

dengan hanya memakai popok, topi, dan kaus kaki. Posisi bayi sejajar dengan

dada ibu, di dalam baju ibu dan disangga oleh kain yang melingkari ibu dan

bayi.18

Dengan PMK, ibu dapat menghangatkan bayinya agar mengalami

hipotermi. Bayi dengan BBLR belum dapat mengatur suhu tubuhnya karena

sedikitnya lapisan lemak dibawah kulitnya. Perawatan metode kanguru dapat

memberikan kehangatan agar suhu tubuh pada BBLR tetap normal. Hal ini dapat

mencegah terjadinya hipotermi, karena tubuh ibu dapat memberikan kehangatan

secara langsung kepada bayinya melalui kontak antara kulit ibu dengan kulit bayi,

dan juga dapat berfungsi sebagai pengganti dari inkubator.19 Ibu perlu mengenal

PMK dan ditawarkan sebagai pilihan dalam merawat BBLR, sesuai pada kasus

ini.18

Beberapa faktor ditemukan bertanggungjawab atas kejadian BBLR pada

kasus ini. Menurut teori yang telah dipaparkan, faktor predisposisi terjadinya

BBLR yang paling sering terjadi disebabkan oleh kondisi seperti kehamilan

gemelli, infeksi, dan kondisi kronik seperti diabetes dan hipertensi.6 Pada kasus

ini, ditemukan masalah pada plasenta dan kehamilan yakni hipertensi pada ibu di

masa akhir kehamilan (150/110 mmHg), disertai proteinuria, yang kemudian

terdiagnosis sebagai preeklampsia. Selain itu, juga ditemukan adanya

malpresentasi pada kasus ini. Bayi memiliki letak sungsang dengan presentasi

kaki. Malpresentasi ini dapat disebabkan oleh kondisi PJT pada kehamilan, karena
39

janin cenderung berukuran kecil dan mungkin lebih mudah mengalami perubahan

posisi menjadi letak atau bahkan presentasi yang abnormal ketika mendekati masa

akhir kehamilan.

Pada kasus ini, telah diidentifikasi penyebab yang mempengaruhi kejadian

BBLR dan KMK secara bersamaan, yang mendasarinya. Bayi berat lahir rendah

merupakan sindrom kompleks yang disebabkan oleh multifaktorial, seperti

prematuritas (kelahiran <37 minggu usia gestasi) atau bayi kurang bulan, kecil

untuk masa kehamilan (KMK) pada bayi cukup bulan, mungkin pula disebabkan

oleh kondisi pertumbuhan janin terhambat (PJT), atau kombinasi seluruhnya.13,14

Kejadian BBLR pada kasus ini terjadi pada bayi cukup bulan dan juga telah

didiagnosis sebagai KMK berdasarkan kurva Lubchenco. Faktor prematuritas

dapat disingkirkan karena usia gestasi bayi termasuk dalam cukup bulan.

Kondisi PJT atau IUGR pada bayi ini ditentukan melalui riwayat antenatal

dan postnatal dengan mengidentifikasi faktor-faktor yang diduga

bertanggungjawab pada kasus ini. Menurut teori, fenomena IUGR muncul akibat

kondisi yang kompleks dan bervariasi, mulai dari faktor maternal, plasenta, janin,

genetik, atau kombinasi beberapa faktor tersebut.7 Status nutrisi, gaya hidup, dan

penyakit atau komplikasi yang diderita ibu semasa hamil menentukan

perkembangan dan pertumbuhan janin. Selain faktor maternal, faktor janin juga

ikut menentukan kejadian IUGR, yakni adanya kelainan kromosom, kelainan

bawaan lain, infeksi kongenital, serta penyakit metabolisme saat lahir seperti

galaktosemia dan fenilketonuria. Sedangkan faktor plasenta, terkait dengan


40

kondisi insufisiensi plasenta akibat kelainan maternal, masalah anatomi plasenta,

serta gemelli.8

Faktor maternal yang paling berpengaruh ditemukan pada kasus ini, yakni

komplikasi kehamilan ibu berupa preeklampsia berat. Hal ini pun turut

berhubungan dengan kondisi plasenta, dalam hal fungsi uteroplasenta untuk

kelangsungan hidup bayi selama masa janin di dalam kandungan. Preeklampsia

dikaitkan dengan kelahiran prematur (secara spontan atau diinduksi atas indikasi

penyakit yang berat) dan bayi KMK, karena terdapat gangguan fungsi plasenta

yang menyebabkan suplai nutrisi ke janin menjadi terhambat.13 Tekanan darah

yang tinggi sebelum kehamilan juga ditandai oleh turunnya perfusi plasenta dan

disfungsi endotel. Gangguan vaskuler uteroplasenta, termasung lesi histopatologis

dan koagulasi intravaskuler, berhubungan dengan kejadian IUGR. Semua

mekanisme tersebut merupakan faktor risiko terjadinya preeklampsia dan sering

diikuti oleh kejadian BBLR dan KMK.1

Faktor janin dalam menyebabkan PJT pada kasus ini tidak ditemukan.

Pada pemeriksaan fisik bayi, tidak ditemukan adanya tanda-tanda kelainan

kromosom, kongenital, infeksi bawaan maupun kelainan lainnya.

Kemudian pada pemeriksaan klinis, seperti yang telah dipaparkan

sebelumnya, perlu dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu pada klinis neonatus

setelah lahir apakah memiliki gejala dan tanda malnutrisi atau gizi yang buruk,

yang mengarah pada kondisi PJT. Pada pemeriksaan, bayi tampak rewel dan

mudah terkejut. Kulit bayi juga mudah terkelupas. Kepala bayi relatif besar jika

dibandingkan dengan tubuh dan lemak pada bagian pipi tampak sedikit.
41

Pembentukan puting susu bayi tidak memenuhi kriteria matur dan perut bayi

memiliki kontur datar dan kecil. Tangan dan kaki relatif lebih besar dan kurus

dibandingkan tubuhnya dengan massa otot kecil dan jaringan lemak subkutan

yang sedikit. Jari-jari kuku bayi juga cenderung panjang. Lipatan kulit bayi

kendur pada bagian ketiak, interskapula, dan pelipatan paha bayi.5,9 Tanda-tanda

tersebut ditemukan pada bayi dalam kasus ini.

Menilai dari pemeriksaan fisik yang dilakukan, bayi pada kasus ini masuk

pada tipe PJT asimetris.7 Pada pemeriksaan antropometri bayi, berat bayi saat lahir

2320 gram, panjang badan 45 cm, lingkar kepala 35 cm, dan lingkar dada 31 cm.

Hasil pemeriksaan tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat hambatan

pertumbuhan atau kekurangan secara proporsional pada ukuran lingkar kepala,

panjang, dan berat badan, seperti pada tipe simetris.7 Sedangkan tipe asimetris

biasanya ditandai oleh hanya berat janin yang lebih rendah dan tidak proporsional

terhadap panjang serta lingkar kepala.18 Pada hasil antropometri, hanya ditemukan

berat lahir bayi yang tergolong dalam BBLR, sementara pengukuran lainnya

ditemukan dalam batas normal. Hal ini sesuai dengan teori yang menyebutkan

bahwa pada tipe asimetris, PJT disebabkan oleh suplai nutrisi yang kurang

terhadap janin.7 Seperti pada kasus ini, yakni akibat kondisi preeklampsia dan

insufisiensi plasenta.

Pertumbuhan janin terhambat yang berat yang dimediasi oleh plasenta,

menyebabkan gangguan pertukaran gas transplasenta dan hipoksia janin.25


42

Mekanisme yang mungkin terjadi ialah antara lain efek langsung dari

transmisi faktor antiangiogenik atau hasil dari fungsi plasental yang berubah

akibat ketidakseimbangan angiogenesis maternal. Perubahan pada faktor

angiogenik seperti such as sFlt-1, placental growth factor, and sEng dikaitkan

dengankomplikasi maternal dan fetal.26 Patomekanisme ini berawal dari adanya

faktor genetik dan imunitas (sel natural killer, interferon alfa) mempengaruhi

proses plasentasi. Plasentasi yang buruk menyebabkan kondisi hipoksia menetap

atau proses perfusi plasenta berlangsung secara hilang timbul. Pada keadaan

lanjut, gangguan perfusi tersebut kemudian menyebabkan peningkatan reactive

oxygen species (ROS) pada sinsitiotrofoblas dan peningkatan endoplasmic

reticulum stress. Peningkatan ROS memicu pelepasan mediator sitokin inflamasi

dan faktor antiangiogenik, yang menyebabkan disfungsi endotel. Akibatnya,

terjadi respon inflamasi sistemik, yang muncul dalam bentuk klinis preeklampsia,

yakni peningkatan tekanan darah disertai proteinuria. Sementara itu, peningkatan

endoplasmic reticulum stress juga menyebabkan turunnya sintesis protein pada

plasenta. Selanjutnya, faktor antiangiogenik yang meningkat serta penurunan

sintesis protein tersebut, bersama-sama mempengaruhi kondisi janin, yakni

menyebabkan pertumbuhan janin terhambat atau PJT.9 Pertumbuhan janin yang

terhambat akan menyebabkan bayi lahir dengan keadaan tampak malnutrisi serta

status gizi yang buruk, akibat patomekanisme yang terjadi pada plasenta selama

masa kehamilan. Kemudian keadaan tersebut tentu akan berpengaruh pada berat

lahir bayi ataupun kesesuaian antara berat lahir dan usia kehamilan pada bayi.
BAB V

PENUTUP

5.1 Simpulan

1. Diagnosis didapatkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik bayi. Bayi

didiagnosis dengan bayi berat lahir rendah, bayi cukup bulan, kecil masa

kehamilan, dan hipotermi.

2. Penatalaksanaan yang diberikan pada bayi meliputi resusitasi dengan

perangsangan, manajemen hipotermi dan pengawasan termoregulasi,

pemberian ASI on demand, dan melaksanakan perawatan metode kanguru

atau kangaroo mother care.

5.2. Saran

Untuk menurunkan angka kejadian BBLR pada neonatus, harus dilakukan

deteksi awal dan manajemen terhadap faktor risiko yang dapat menyebabkan

kelahiran prematur. Penyuluhan di komunitas ibu hamil perlu dilakukan mengenai

pentingnya keseimbangan asupan makanan bernutrisi selama kehamilan, faktor-

faktor yang dapat menyebabkan prematuritas dan BBLR, serta untuk ibu hamil

agar rutin melakukan antenatal care sebagai upaya pencegahan BBLR.

Selain itu, pelatihan terutama kepada bidan dan tenaga medis mengenai

komplikasi hipertensi ibu hamil terhadap bayi dan manajemen serta pencegahan

yang tepat terhadap bayi BBLR dan KMK, agar tingkat morbiditas ataupun

mortalitas neonatus menurun.

43
DAFTAR PUSTAKA

1. Li N, Li Z, Ye R, et al. Preconception blood pressure and risk of low birth


weight and small for gestational age. Hypertension. 2016;68(4):873-79.

2. Mishra S, Joshi M. Low birth weight babies - risk factors and complications:
A clinical study. Int J Contemp Med Research. 2017;4(1):149-50.

3. Hoelman MB, Parhusip BTP, Eko S. Panduan SDGs: untuk pemerintah daerah
(kota dan kabupaten) dan pemangku kepentingan daerah. Jakarta:
Kementerian kesehatan; 2015. p.8-15.

4. McArthur JW, Rasmussen K, Yamey G. How many lives are at stake?


Assessing 2030 sustainable development goal trajectories for maternal and
child health. BMJ. 2018;360(k373):1-9.

5. Kementerian Kesehatan RI. Pusat data dan informasi kementerian kesehatan


2017. Jakarta: Kementerian kesehatan; 2018. p.127-29.

6. Talie A, Taddele M, Alemayehu M. Magnitude of low birth weight and


associated factors among newborns delivered in Dangla Primary Hospital,
Amhara Regional State, Northwest Ethiopia. Hindawi J Pregnancy. 2019:1-6.

7. Sharma D, Shastri S, Sharma P. Intrauterine growth restriction: Antenatal and


postnatal aspects. Clin Med Insights Pediatr. 2016;10:67-83.

8. Mvunta MH, Mboya IB, Msuya SE, et al. Incidence and recurrence risk of low
birth weight in Northern Tanzania: A registry based study. PLOS ONE.
2019;14(4):1-10.

9. Rugolo LMSS, Bentlin MR, Trindade CEP. Preeclampsia: effect on the fetus
and newborn. NeoReviews. 2011;12(4):e198-06.

10. Gunnarsdottir J, Akhter T, Högberg U, et al. Elevated diastolic blood pressure


until mid-gestation is associated with preeclampsia and small-for-gestational-
age birth: A population-based register study. BMC Pregnancy Childbirth.
2019;19:186:1-8.

11. Oshvandi K, Jadidi A, Dehvan F, et al. Relationship between pregnancy-


induced hypertension with neonatal and maternal complications. Int J Pediatr
2018;6(11):8587-94.

12. Kongwattanakul K, Saksiriwuttho P, Chaiyarach S, et al. Incidence,


characteristics, maternal complications, and perinatal outcomes associated
with preeclampsia with severe features and HELLP syndrome. Int J Women’s
Health. 2018;10:371-77.

44
13. Gebregzabiherher Y, Haftu A, Weldemariam S, et al. The prevalence and risk
factors for low birth weight among term newborns in Adwa General Hospital,
Northern Ethiopia. Hindawi Obstet and Gynecol Int. 2017;1-7.

14. World Health Organization. WHA global nutrition targets 2025: Low birth
weight policy brief. Switzerland: WHO; 2014.

15. Bartsch E, Park AL, Jairam J, et al. Concomitant preterm birth and severe
small-for-gestational age birth weight among infants of immigrant mothers in
Ontario originating from the Philippines and East Asia: a populationbased
study. BMJ Open. 2017;7:1-6.

16. Fouché1 LC, Kritzinger A, leRoux T. Gestational age and birth weight
variations in young children with language impairment at an early
communication intervention clinic. South Afr J of Communicat Disorders.
2018;65(1):1-9.

17. González MB, Ortega HR, Ríos MJC, et al. Psychological distress and
resilience of mothers and fathers with respect to the neurobehavioral
performance of small-forgestational-age newborns. Health Quality Life
Outcomes. 2019;17(54):1-13.

18. Yunanto A. Panduan praktik klinik neonatologi. Malang: UB Media; 2013.

19. Kementerian Kesehatan RI. Pelayanan kesehatan neonatal esensial. Jakarta:


Kemenkes RI; 2010.

20. Chang WS, Lin LT, Hsu LC, et al. Maternal pregnancy-induced hypertension
increases the subsequent risk of transient tachypnea of the newborn: A
nationwide population based cohort study. Taiwan J Obstet Gynecol.
2018;57:546-50.

21. Junus K, Wikstrom AK, Larsson A, et al. Placental expression of proBNP/NT-


proBNP and plasma levels of NT-proBNP in early and late onset
preeclampsia. Am J Hypertens. 2014;27:1-6.

22. Wilmink FA, Dekker HTD, Jongste JCD. Maternal blood pressure and
hypertensive disorders during pregnancy and childhood respiratory morbidity.
Eur Respir J. 2018:1-31.

23. Thorsen LHB, Andersen LB, Birukov A, et al. Prediction of birth weight small
for gestational age with and without preeclampsia by angiogenic markers: An
Odense Child Cohort study. J Matern Fetal Neonat Med. 2018;1-19.

24. Interprofessional Education and Research Committee. Newborn


termoregulation. CMNRP. 2013;1-16.

45
25. Schlaudecker EP, Munoz FM, Bardají A, et al. Small for gestational age: Case
definition & guidelines for data collection, analysis, and presentation of
maternal immunisation safety data. Vaccine. 2017;35:6518-28.

26. Mendolaa P, Mumforda SL, Männistöa TI, et al. Controlled direct effects of
preeclampsia on neonatal health after accounting for mediation by preterm
birth. HHS Public Access Epidemiol. 2015;26(1):1-21.

46
LAMPIRAN
Follow up

Tanggal 26-06-19 27-06-2019 29-06-2019


Hari Perawatan Ke- 4 Kunjungan 1 Kunjungan II
Subjective
Gerakan : aktif + + +
Menangis : kuat + + +
Kuning - - -
Kejang - - -
BAB + + +
Objective
Nadi x/mnt 112 110 127
RR x/mnt 43 41 40
Suhu oC 37,1 36,5 37,1
CRT < 3 detik < 3 detik < 3 detik
SpO2 99% tanpa O2 95 % tanpa O2 98% tanpa O2
Berat Badan (gr) 2155 Tidak diperisa Tidak diperiksa
Kulit: Kemerahan + + +
Jaringan subkutis Kurang Kurang Kurang
Sianosis - - -
Anemis - - -
Ikterik - - -
Turgor cepat kembali + + +
Mata: sklera ikterik - - -
Hidung: Pernapasan - - -
cuping hidung
Mulut: Sianosis - - -
Leher: Kaku kuduk - - -
Toraks: Retraksi - - -
Abdomen: distensi - - -
Anus: paten + + +
Ekstremitas: akral hangat + + +

Termoregulasi + + +
Monitor keadaan umum, + + +
tanda vital, tanda infeksi.
ASI on demand + + +
Foto Kunjungan Rumah

Anda mungkin juga menyukai