Anda di halaman 1dari 9

PELESTARIAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN

KAWASAN SUNDA KELAPA JAKARTA

Anggun Dwi Anugerah, Antariksa, Tunjung W. Suharso


Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
Jl. Mayjen Haryono 167 Malang 65145 – Telp. (0341) 567886
Email: plano.anggun86@gmail.com

ABSTRAK
Citra Kawasan Sunda Kelapa bagi masyarakat Jakarta khususnya telah banyak mengalami
pergeseran. Gambaran Sunda Kelapa sebagai tempat awal pembentukan Kota Jakarta dan simbol
perjuangan bangsa telah tergantikan oleh citra negatif yang berkaitan dengan kemiskinan,
kriminalitas serta kesemrawutan kondisi fisik lingkungan. Tujuan studi ini adalah untuk
mengidentifikasi karakteristik Kawasan Sunda Kelapa, menganalisis faktor penyebab penurunan
kegiatan pelestarian di Kawasan Sunda Kelapa. Metode yang digunakan dalam studi ini
menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode deskriptif evaluatif dengan teknik AHP. Hasil
studi didapat bahwa proses hirarki, tingkatan faktor tertinggi adalah faktor fisik (aktivitas guna
lahan) dengan rata-rata bobot 0.125, sedangkan aspek yang dinilai tidak terlalu berpengaruh, yaitu
aspek non fisik (dasar hukum) dengan rata-rata bobot 0.050. Penilaian makna kultural bangunan
kuno dengan metode skoring terdiri atas 4 tindakan, yaitu preservasi (5 bangunan), konservasi (9
bangunan), rehabilitasi (5 bangunan) dan renovasi (4 bangunan). Tindakan pelestarian pada
masing-masing kawasan, yaitu Sub Kawasan Galangan dilakukan rehabilitasi dan Pasar Ikan
diarahkan konservasi, sedangkan pada sub Kawasan Pelabuhan dilakukan rekontruksi.
Kata kunci: pelestarian kawasan, sunda kelapa, analisis hirarki proses.

ABSTRACT
The image of Sunda Kelapa district for Jakarta people especially have changed. For long time ago,
it is the first place of construction of Jakarta, and symbol of national struggle, but today it has been
changed by negative image which is related to poverty, criminality, and disordered physical
condition of environment. The aim of this study are identification characteristic of Sunda Kelapa
district, analyzes the causal factors of decreasing preservation activities, and main direction in
Sunda Kelapa district. The method that used to reach the aim is using Analysis Hierarchy Process.
The result of hierarchy process analysis, the highest aspect is the physical factor (utilization area
activities) with average weight of 0, 125, while aspect that considered to be less influential factor is
nonphysical one (legal basic) with average weight of 0, 050. According to result of cultural old
building assessment by using scoring method, the treatments that can be conducted in Sunda
Kelapa district consist of four, preservation (5 buildings), conservation (9 buildings), rehabilitation (5
buildings), and renovation (4buidings). Each of area has different treatments; the treatment of
Galangan sub district is conservation, Pasar Ikan sub district is rehabilitation and for Pelabuhan
sub district is reconstruction.
Key words: district preservation, Sunda Kelapa, hierarchy process analysis

Pendahuluan
Kawasan bersejarah merupakan suatu kawasan yang dianggap sebagai lingkungan
cagar budaya karena keseluruhan kawasan tersebut memiliki karakter tertentu yang
menjadikannya istimewa dan layak untuk dilestarikan meskipun secara individual,
bangunan-bangunan yang berada di kawasan tersebut tidak memiliki kualitas untuk
menjadi landmark (Barnett 1982). Image Kawasan Sunda Kelapa bagi masyarakat
Jakarta khususnya telah banyak mengalami pergeseran. Gambaran Sunda Kelapa
sebagai tempat awal pembentukan Kota Jakarta dan simbol perjuangan bangsa telah
tergantikan oleh image negatif yang berkaitan dengan kemiskinan, kriminalitas serta

54 arsitektur e-Journal, Volume 3 Nomor 1, Maret 2010


kesemrawutan kondisi fisik lingkungan. Menghilangnya pride masyarakat terhadap
keberadaan dan makna kawasan ini menjadi suatu kendala yang harus diatasi untuk
mengembalikan vitalitas kawasan tersebut.
Kawasan Sunda Kelapa walaupun mengalami pergeseran image kawasan tetapi
juga memiliki potensi yang masih dapat dikembangkan menjadi kawasan budaya heritage
yang mendukung kegiatan wisata. Kondisi tersebut terlihat dari beberapa potensi yang
dimiliki pertama, pada kawasan tersebut terdapat delapan situs bangunan kuno (benda
cagar budaya) di Kawasan Sunda Kelapa yang termasuk dalam cagar budaya yang telah
tercantum SK Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta No 475 tahun 1993
mengenai penetapan bangunan bersejarah di Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai
benda cagar budaya, kedua kawasan yang memiliki spesifikasi yang tidak dimiliki oleh
kawasan lainnya di Jakarta. Bangunan tua dengan gaya arsitektural yang sesuai dengan
perkembangannya sebagai kota pelabuhan dan bangunannya dipengaruhi oleh gaya
asing (Belanda, Inggris, Portugis). Ketiga Kawasan Sunda Kelapa merupakan kawasan
pelabuhan yang menjadi tempat interaksi sosial, tempat pertukaran budaya dan informasi,
sehingga kawasan tersebut merupakan kawasan pemicu bagi perkembangan kota.
Tujuan studi ini adalah, pertama untuk mengidentifikasi karakteristik Kawasan
Sunda Kelapa, kedua menganalisis faktor penyebab penurunan kegaiatan pelestarian di
Kawasan Sunda Kelapa, dan ketiga menganalisis dan merumuskan arahan pelestarian
pada Kawasan Sunda Kelapa. Berdasarkan Pasal 74 Perda DKI Jakarta No.6 tahun 1999
dan SK Gubernur KDKI Jakarta No 1070 tahun1990 poin 1 tentang penguasaan
perencanaan atau peruntukan bidang tanah dan bangunan Kawasan Sunda Kelapa
seluas 53 Ha, sebelah utara berbatasan dengan Perum Pelabuhan dan Darmaga Sunda
Kelapa, sebelah timur berbatasan dengan Jalan Lodan Raya, sebelah barat berbatasan
dengan Jalan Gedong Panjang dan sebelah selatan berbatasan dengan Rel Kereta Api.

Metode Penelitian
Metode yang digunakan untuk mencapai tujuan dalam studi ini menggunakan
pendekatan kuantitatif dengan metode deskriptif evaluatif.
1. Metode pengambilan sampel
Observasi terhadap bangunan kuno tidak dilakukan pengambilan sampel karena
jumlah populasi bangunan kuno bersejarah di wilayah studi berdasarkan identifikasi awal
kurang dari 100 bangunan, dengan demikian observasi bangunan kuno bersejarah
dilakukan terhadap seluruh populasi yang berjumlah 23 bangunan.
2. Metode analisis data
a) Tahap pertama: menganalisis karakteristik kawasan, guna mengetahui potensi dan
permasalahan yang terdapat pada Kawasan Sunda Kelapa.
1. Analisis identitas kawasan (citra kawasan)
Analisis ini menggambarkan mental dari sebuah kota sesuai dengan rata-rata
pandangan masyarakatnya. Elemen-elemen yang digunakan untuk mengungkapkan
citra kota antara lain path (jalur), edge (tepian), district (kawasan), node (simpul)
serta landmark (tengeran).
2. Analisis elemen pembentuk fisik kawasan
Analisis yang terdiri dari analisis figure ground (mengidentifikasi tekstur dan pola-
pola tata ruang (urban fabric), analisis linkage (mengidentifikasi eksisting sirkulasi
yang mempengaruhi pekembangan kawasan), dan analisis place (mengidentifikasi
kesan suatu ruang perkotaan).
3. Analisis intensitas pepemanfaatan lahan
Analisis intensitas pemanfaatan lahan yang meliputi koefisien dasar bangunan,
analisis koefisien lantai bangunan, dan analisis garis sempadan muka bangunan.

arsitektur e-Journal, Volume 3 Nomor 1, Maret 2010 55


b) Tahap kedua: menganalisis faktor yang paling mempengaruhi kegiatan pelestarian
yang menyebabkan identitas Kawasan Sunda Kelapa sebagai kawasan bersejarah
menurun.
Adapun variabel yang digunakan, yaitu sebagai berikut:
1. Faktor fisik: Bangunan (2F1), Fasilitas penunjang (2F2), Transportasi (2F3),
Perkembangan kota (2F4), Lansekap (2F5), Aktivitas Guna Lahan (2F6),
2. Faktor non fisik: Kesadaran dan Inisiatif (2F7), Dasar Hukum (2F8), Konsep
Perencanaan (2F9), Organisasi dan realisasi (2F10), Pendanaan (2F11),
Pengelolaan (2F12)

Hasil dan Pembahasan


1. Hasil karakteristik fisik kawasan
Bangunan kuno yang terdapat pada kawasan studi berjumlah 23 bangunan,
jumlah bangunan kuno tersebut kurang dari 100 bangunan sehingga keseluruhan
bangunan dijadikan objek studi, dengan persebaran yang tidak sama jumlahnya pada
masing-masing sub kawasan. Sub Kawasan Galangan berjumlah 6 bangunan, sub
Kawasan Pasar Ikan berjumlah 17 bangunan, sedangkan sub Kawasan Pelabuhan
tidak terdapat bangunan kuno, namun terdapat kapal-kapal phinisi dan pengangkut
bongkar muat barang (Gambar 1 dan Gambar 2)

a. Hasil karakteristik identitas kawasan


Rute mayor sebagai jalur pergerakan utama berupa jalan dalam kawasan yang
merupakan akses utama masuk atau ke luar Kawasan Sunda Kelapa ditunjukkan
antara lain Jalan Gedong Panjang, Jalan Pakin, Jalan Tongkol, Jalan Krapu, Jalan
Lodan Raya, Jalan Kakap, dan Jalan Ekor Kuning. Rute mayor pada Kawasan Sunda
Kelapa mempunyai akses yang cukup dekat dengan jalan tol serta bandara udara
internasional sehingga memudahkan pencapaian kekawasan. Selain itu Jl Lodan
Raya merupakan akses untuk pencapaian pelabuhan Sunda Kelapa. Landmark.
Menara Syahbandar (satu-satunya bangunan dengan gaya arsitektur Eropa Nieuwe
Zakelijkheid) pada sub Kawasan Galangan dan Masjid Al-Idrus Luar Batang (Gaya
romantis Eropa dengan elemen lengkung) pada sub Kawasan Pasar Ikan (Gambar 3).
Node merupakan simpul pergerakan yang menunjukkan identitas adalah simpul
lalu lintas tol dalam kota serta pelabuhan Sunda Kelapa, sedangkan simpul aktivitas di
Kawasan Pasar Ikan kurang menunjukkan tampilan identitas yang lebih baik karena
fungsi guna lahan antara perdagangan dan perkantoran yang berbaur. District,
Kawasan Galangan VOC sebagai trade district (perdagangan jasa), Kawasan Maritim-
Pasar Ikan sebagai reside district (hunian) dan Kawasan Pelabuhan sebagai trade-
storage facilities district (pergudangan). Edge, fungsi edge pada Kawasan Sunda
Kelapa yang menunjukkan identitas yang jelas adalah sebagai batas antar kawasan,
yaitu berupa pantai dan rel kereta api. Pantai diambil sebagai edge kawasan karena
dilihat dari kontinuitas garis pantai yang ada pada utara Jakarta, sedangkan rel kereta
api diambil sebagai edge karena membagi daerah atau mimisahkan antara kawasan
pergudangan dan wisata dengan kawasan perniagaan.

56 arsitektur e-Journal, Volume 3 Nomor 1, Maret 2010


5 10 15

6 11 16
5 10 15
7 12 17
6 11 16
5 10 155 10 15 85 13 15
7 12 17 10
5 10 15
5 6 10 11 15 16 6 8 11
13 16 96 14
11 16

6 7 11 1216 17 7 9 14
12 17 67 1112 16
17
8 8
7 12 1317 13 78 12
13 17
9 14 9 14
8 13 5 10 89
15 14
13
9 14 9
6 5 11 10 16 15 14

7 6 12 11 17 16

8 2
75 13 1210 17 15 4
9 8 14 13 5 10 15
6 11 16
9 14 3 1
16
7 12 17 6 11

8 513 10 15 5 10 7 15 12 17

9 14 8 13
6 11 16 6 11 16
9 14
7 12 17 7 17
12
8 13 8 13
9 14
9 14

1 2 3 4 5 10 15 5 10 15

5 10 15 6 11 16 6 11 16
5 10 15 1710
16 7 12 17 7 12 5 15
6 11
5 10 15 6 16 8 8 5 13
10 15
11 7 12 17 13 6 11 16
9 14 17
6 11 16 7 12 17 8 13 9 5 14 10 15 6 117 16 12
5 10 15
8 7 128 1713
7 12 17 13 9 14 6 11 16
610 11 16 17
8 139 14
8 13 9 514 15 7 12
5 10 15 9 14
9 7 12 17 8 13
14 6 11 16
5 10 15
7 812 13
17 6 11 16 9 14

8 913 14 5 10 15 6 11 16 7 12 17
9 14 7 12 17 8 13
6 11 16
8 13 9 14
7 12 17

8 9 14
13
9 14

Gambar 1. Lokasi bangunan kuno pada sub Kawasan Pasar Ikan.

4
1

3
5 10 5
15 10 15

2 6 16
6 11 16 11

7 12 7
17 12 17

8 13 8 13

9 14 9 14

1 2 3

5 10 15

5 10 15
4 6 11 16

6 11 16 7 12 17

7 12 17 8 13
8 13 9 14

9 14

Gambar 2. Lokasi bangunan kuno pada sub Kawasan Pasar Ikan.

arsitektur e-Journal, Volume 3 Nomor 1, Maret 2010 57


Local landmark
2
Dimensi bangunan yang cukup besar, yaitu 16,325m dengan panjang
bangunan 10 meter dan lebar 6 meter dengan ketinggian 16, 15 meter dan
memiliki sudut vertikal 2015’54’’ kearah selatan dan 00 15’ 58” kearah barat
maka masyarakat dapat dengan mudah mengenali bangunan miring ini
sebagai bangunan colonial.
Nama Bangunan Baru: Menara Syahbandar
Nama Bangunan Lama: De Uitjikpost

Local landmark
Mudah mengenali bangunan dengan serambi kayu ini sebagai bangunan
kolonial di Kawasan Sunda Kelapa karena terletak diujung jalan Pakin (jalur
masuk Kawasan Sunda Kelapa).
Nama Bangunan Baru: Restoran Raja Kuring
Nama Bangunan Lama: Scheepswerven

Local landmark
bukan bangunan kuno, Apartemen Mitra Bahari dapat dikategorikan sebagai
elemen landmark kawasan karena merupakan bangunan tertinggi di wilayah
studi (22 lantai)

Local landmark
Gaya arsitektur campuran Eropa dan India, terlihat pada bentukan lengkung
diornamen bangunan masjid
Nama Bangunan Baru: Makam Luar Batang
Nama Bangunan Lama: Bangunan Langgam Cina

Gambar 3. Landmark Kawasan Sunda Kelapa.

b. Hasil karakteristik linkage


Potensi dan permasalahan yang dimiliki, yaitu 1) Sistem sirkulasi dengan pola
jalan grid dapat menunjang penciptaan sebuah sistem yang jelas antara moda
sirkulasi yang ada dengan aktivitas manusia yang terjadi didalamnya, 2) Kawasan
Sunda Kelapa memiliki posisi yang sangat strategis karena terletak pada simpul dan
jalur pergerakan yang menghubungkan antara moda angkutan darat, laut dan udara,
3) konflik antara pengguna kendaraan pribadi dengan angkutan umum, 4) kondisi
pergerakan kendaraan dengan As besar mempengaruhi kelancaran pergerakan.

c. Hasil karakteristik figure ground


Berdasarkan perbandingan massa dan void, ruangan di Kawasan Sunda Kelapa
memiliki sifat ground yang figuratif. Elemen void berupa sistem linear tertutup terlihata
pada ruas-ruas jalan-jalan utama, sedangkan void dengan sistem linear terbuka
terdapat pada kawasan sungai yang memberikan lebih menonjolkan kesan ruang
terbuka.
Perbandingan massa lebih mendominasi daripada void (ruang). Ruang
perkotaan yang terbentuk bersifat massif dengan tipe blok medan, yaitu situasi jalan
sebagai pembatas dari kawasan, terdapat pula elemen solid berupa blok tunggal yang
dominan pada Kawasan Sunda Kelapa yang terdapat pada ruas Jalan Gedong
Panjang berupa blok apartemen.

58 arsitektur e-Journal, Volume 3 Nomor 1, Maret 2010


Permasalahan yang dapat diidentifikasi dari figure ground adalah terbatasnya
ruang untuk melakukan pembangunan secara horisontal.

Gerbang sebelah utara


merupakan akses utama dari
laut melalui pelabuhan
(merupakan elemen void
dengan sistem linear terbuka)
masih memiliki peran yang
sama hingga sekarang

Kali besar/ kali Opak


merupakan kanal
utama kota Oud
Batavia – hasil
Jejak bekas struktur ruang pelurusan Sungai
kota Oud Batavia berupa grid Ciliwung – yang
yang dibentuk oleh jalur-jalur menjadi pusat utama
jalan dan kanal (sungai aktivitas kota
sekarang)

Gambar 3. Gambaran figure ground.

d. Hasil karakteristik skala perkotaan


Kesan kawasan yang tercipta dari sudut pandang pejalan pada jalan-jalan utama
merupakan potensi dari Kawasan Sunda Kelapa karena memiliki kesan agak luas (Jl
Gedong Panjang 45,7O ≤ T ≤ 7,4O ) dan kesan harmonis/netral dengan sudut skala
perkotaan rerata antara 45O ≤ T ≤ 15O (Jl. Mitra Bahari, Jl Ekor Kuning, Jl. Kakap, Jl.
Kembung, Jl. Lodan Raya, Jl. Krapu-Tongkol, Jl. Pakin). Kesan kawasan yang tercipta
dari sudut pandang pejalan ruas jalan bukan utama terkesan agak sempit (Jl Pasar
Ikan 62,7O≤T≤32,2O dan ruas-ruas jalan di Kawasan Luar Batang dengan rerata
antara72O≤T≤32O. Skala dan proporsi bangunan-bangunan bersejarah pada ruas-
ruas jalan utama dapat dijadikan acuan bagi bangunan-bangunan baru, sehingga
dapat menjadi karakter fisik kawasan.

e. Hasil karakteristik intensitas penggunaan lahan


Intensitas bangunan. KDB rata-rata Kawasan Sunda Kelapa sebesar 90%, tinggi
lantai bangunan berkisar antara 5m sampai >30 m, dan GSmB bangunan-bangunan
permukiman memiliki rata-rata sempadan muka bangunan 0-2,5 m. Bangunan kuno
yang berupa pemerintahan, perdagangan dan jasa serta pergudangan sempadan
muka bangunan 1-5 m, sedangkan bangunan baru dan ruko-ruko memiliki jarak garis
sempadan bangunan yang lebih lebar sampai 5-10 meter.

arsitektur e-Journal, Volume 3 Nomor 1, Maret 2010 59


2. Faktor yang mempengaruhi penurunan kegiatan pelestarian Kawasan Sunda
Kelapa sebagai kawasan bersejarah (Tabel 1)

Tabel 1. Hasil Bobot Penentuan Prioritas Dari


Sudut Pandang Instansi Pemerintah, Akademisi
dan Lembaga Terkait
Jumlah
Aspek Rata-rata Bobot
Bobot
2F1 0.748 0.094
2F2 0.658 0.082
2F3 0.678 0.085
2F4 0.875 0.109
2F5 0.496 0.062
2F6 1.000 0.125
2F7 0.672 0.084
2F8 0.402 0.050
2F9 0.632 0.079
2F10 0.634 0.079
2F11 0.734 0.092
2F12 0.834 0.104

Berdasarkan hirarki proses tingkatan faktor tertinggi dalam penentuan faktor yang
mempengaruhi penurunan kegiatan pelestarian di Kawasan Sunda Kelapa berdasarkan
sudut pandang semua pakar adalah faktor aktivitas guna lahan dengan rata-rata bobot
0.125 sedangkan aspek yang dinilai tidak terlau berpengaruh sebagai penyebab
penurunan kegiatan pelestarian, yaitu aspek non fisik (dasar hukum) dengan rata-rata
bobot 0.050. Berdasarkan hal tersebut maka dapat dikatakan akar permasalahan yang
terjadi adalah aktivitas guna lahan yang kurang menyesuaikan dengan kelestarian
bangunan kuno yang ada.

3. Pelestarian bangunan dan lingkungan Kawasan Sunda Kelapa


a. Pelestarian bangunan
Penentuan pelestarian terhadap bangunan kuno ditentukan berdasarkan hasil
penilaian makna kultural (estetika, keterawatan, keaslian bangunan/tipikal,
keistimewaan/keluarbiasaan, memperkuat kawasan/yang menonjol, peranan
sejarah). (Tabel 2)

Tabel 2. Hasil Penilaian Makna Kultural Bangunan Kuno Menggunakan Metode Pembobotan
atau Skoring
Nama Bangunan Pelestarian Nama Bangunan Pelestarian
Gudang Anno Renovasi Rumah Bu Maryam Renovasi
Café Galangan VOC Preservasi Museum Bahari Preservasi
Restoran Raja Kuring Preservasi Kompleks Menara Syahbadar Konservasi
PT Kayu Baru Negara Rehabilitasi Menara Syahbandar Preservasi
Bangunan Kosong Konservasi Pasar Ikan Konservasi
PT Jaya Fibrindo Rehabilitasi Rumah Pak Syamsyukur Rehabilitasi
Sisa-sisa Benteng Rehabilitasi Rumah Pak Tata Konservasi
Kubu Bastion Zeeburg Preservasi Rumah Bu Rowiyah Konservasi
5 Gudang Panggung Rehabilitasi Rumah Pak Akbal Konservasi
Pasar Heksagon Konservasi Rumah Pak Ahlan Konservasi
Masjid dan Makam Luar Batang Konservasi Rumah Pak Mastram Renovasi
Rumah Pak Ibrahim Renovasi

60 arsitektur e-Journal, Volume 3 Nomor 1, Maret 2010


Pelestarian terhadap bangunan kuno di Kawasan Sunda Kelapa terdiri atas 4
(empat) tindakan (Gambar 4), yaitu preservasi (5 bangunan), konservasi (9
bangunan), rehabilitasi (5 bangunan) dan renovasi (4 bangunan).

Gambar 4. Pelestarian bangunan kuno sub Kawasan Pasar Ikan.

Gambar 5. Pelestarian bangunan kuno Sub Kawasan Galangan.

b. Pelestarian lingkungan
Penentuan arahan penggolongan lingkungan cagar budaya ditentukan
berdasarkan penilaian kriteria UU RI Th.1992 dengan empat kriteria penilaian,
yaitu nilai sejarah, umur, keaslian, dan kelangkaan. (Tabel 3)

arsitektur e-Journal, Volume 3 Nomor 1, Maret 2010 61


Tabel 3. Hasil Pelestarian Lingkungan Cagar Budaya Kawasan Sunda Kelapa

Tingkat pelestarian Golongan Sub Kawasan Pelestarian


Pelestarian rendah Golongan III Pelabuhan Rekontruksi
Pelestarian sedang Golongan II Galangan Rehabilitasi
Pelestarian tinggi Golongan I Pasar Ikan Konservasi

Kesimpulan
Diperoleh kesimpulan pertama, bahwa karakteristik fisik kawasan meskipun berada
dalam kondisi yang tidak baik/telah mengalami berbagai kerusakan, bangunan-bangunan
bersejarah serta permukiman betawi pesisiran yang ada, masih dapat diperbaiki dan
dapat menjadi daya tarik kawasan. Skala dan proporsi bangunan-bangunan bersejarah
dapat dijadikan acuan bagi bangunan-bangunan baru, sehingga dapat menjadi karakter
fisik kawasan. Fungsi-fungsi eksisting yang tidak sesuai dengan peruntukan kawasan,
contohnya banyak permukiman liar, pergudangan dan industri-industri kecil menunjukkan
pemanfaatan lahan tidak terstruktur dengan baik sehingga tidak terjadi sinergi antara
fungsi-fungsi yang berbeda. Kedua, penyebab penurunan kegaiatan pelestarian di
Kawasan Sunda Kelapa berdasarkan hasil analisis proses hirarki tingkatan faktor tertinggi
dalam penentuan faktor yang mempengaruhi penurunan kegiatan pelestarian di Kawasan
Sunda Kelapa berdasarkan sudut pandang semua pakar adalah faktor aktivitas guna
lahan dengan rata-rata bobot 0.125, sedangkan aspek yang dinilai tidak terlalu
berpengaruh sebagai penyebab penurunan kegiatan pelestarian, yaitu aspek non fisik
(dasar hukum) dengan rata-rata bobot 0.050. Pelestarian terhadap bangunan kuno di
Kawasan Sunda Kelapa terdiri atas 4 (empat) tindakan, yaitu preservasi, konservasi,
rehabilitasi dan renovasi, sedangkan pelestarian terhadap lingkungan, bagi masing-
masing kawasan, yaitu rehabilitasi (galangan), konservasi (pasar ikan) dan rekontruksi
(pelabuhan).

Saran
Berdasarkan hasil temuan perlu adanya suatu penyusunan dokumen mengenai
pelestarian kawasan bersejarah pada Sunda Kelapa, perlu adanya undang-undang yang
mengatur pelestarian bangunan kuno, sebab Kawasan Sunda Kelapa merupakan
kawasan pelabuhan dengan intensitas perkembangan yang pesat, dengan adanya
perkembangan tersebut dapat mempengaruhi keberadaan bangunan-bangunan kuno.
Diperlukan pembuatan UDGL (Urban Design Guidelines) Medium Density Development
mengenai pengaturan kepadatan dan ketinggian bangunan lebih detail pada fungsi
kegiatan di tiap koridor jalan. Demikian juga perlu ada peninjauan lebih lanjut terhadap
bangunan kuno, sebab bangunan-bangunan kuno di Sunda Kelapa dapat dijadikan asset
pariwisata, yaitu sebagai wisata heritage.

Daftar Pustaka
Budiharjo, E. & Sidharta. 1989. Konservasi Lingkungan dan Bangunan Kuno Bersejarah
di Surakarta. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Catanese, A. J. & James, C. 1988. Snyder. Perencanaan Kota. Jakarta:Erlangga.
Lynch, K. 1969. The Image of The City. Cambridge: MIT Press.
Zahnd, M. 2006. Perancangan Kota Secara Terpadu, Teori Perencanaan Kota dan Pen
erapannya. Yogyakarta: Kanisisus.

Copyright © 2010 by Antariksa

62 arsitektur e-Journal, Volume 3 Nomor 1, Maret 2010

Anda mungkin juga menyukai