Imunisasi | 1
Daftar Gambar
Gambar 2.1 Proses pembentukan sistem imun 1………………………………………………….9
Imunisasi | 2
Daftar Tabel
Tabel 4.1 KIPI…………………………………………………………………………………26
Imunisasi | 3
BAB I
PENDAHULUAN
Sumber daya manusia yang sehat dan berkualitas merupakan modal utama dalam
tiga pilar yang sangat mempengaruhi kualitas hidup sumber daya manusia. Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) Indonesia tahun 2014 menduduki peringkat 108 dari 187 negara di dunia dan
perlu digerakkan oleh masyarakat di mana masyarakat mempunyai peluang dan peran yang
penting dalam pembangunan kesehatan, oleh karena itu pemberdayaan masyarakat menjadi sangat
penting atas dasar untuk menumbuhkan kesadaran, kemauan dan kemampuannya sebagai pelaku
pembangunan kesehatan2.
Tujuan pembangunan kesehatan nasional salah satunya adalah agar setiap penduduk
tahun 2009 tentang Kesehatan, pada Pasal 5 ayat 2 ditegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak
dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau. Pembangunan
kesehatan harus diimbangi dengan intervensi perilaku yang memungkinkan masyarakat lebih
sadar, mau dan mampu melakukan hidup sehat sebagai prasyarat pembangunan yang berkelanjutan
(sustainable development). Untuk menjadikan masyarakat mampu hidup sehat, masyarakat harus
masyarakat yang setinggi-tingginya diperlukan upaya untuk mencegah terjadinya suatu penyakit
Upaya imunisasi di Indonesia dapat dikatakan telah mencapai tingkat yang memuaskan.
Namun, Survei Kesehatan Demografi Indonesia (SKDI) diketahui bahwa dua tahun terakhir
cakupan imunisasi dan kualitas vaksinasi tampak menurun. Penurunan cakupan imunisasi sangat
dirasakan dengan ditemukannya kembali kasus polio dan difteria di negara kita.4 Tiga ratus enam
orang anak menderita poliomyelitis pada periode Mei 2005 sampai dengan Februari 2006 sebagai
akibat cakupan vaksinasi polio yang menurun di daerah Cidahu Sukabumi. Angka kejadian difteria
yang masih tinggi pada tahun 2000 ditemukan 1036 kasus dan 174 kasus di tahun 2007 merupakan
Program imunisasi merupakan salah satu upaya untuk melindungi penduduk terhadap
penyakit tertentu. Beberapa penyakit menular yang termasuk ke dalam antara lain : Difteri,
Tetanus, Hepatitis B, radang selaput otak, radang paru-paru, pertusis, dan polio. Indikator lain
yang diukur untuk menilai keberhasilan pelaksanaan imunisasi adalah Universal Child
Immunizationatau yang biasa disingkat UCI. UCI adalah gambaran suatu desa/kelurahan dimana
≥ 80% dari jumlah bayi (0-12 bulan) yang ada di desa/kelurahan tersebut sudah mendapat
imunisasi dasar lengkap. Target UCI pada Renstra tahun 2013 adalah sebesar 95%.6
kontraindikasi dari imunisasi dan bagaimana imunisasi bekerja sangat penting untuk diketahui dan
dipelajari.
Imunisasi | 5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sistem imun adalah semua mekanisme yang digunakan tubuh untuk mempertahankan
keutuhannya terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan oleh berbagai bahan dalam lingkungan
hidup. Sistem imun terdiri dari sistem imun alamiah atau non spesifik (innate) dan didapat atau
spesifik (acquired). Pembagian di atas dimaksudkan hanya untuk memudahkan pengertian dan
pemahaman saja sebab antar ke dua sistem imun tersebut ada kerjasama atau interaksi yang sangat
erat
serangan berbagai mikroorganisme, oleh karena dapat memberikan respon langsung. Sistem ini
disebut non-spesifik karena tidak ditujukan untuk mikroorganisme tertentu, telah ada pada tubuh
kita dan siap berfungsi sejak lahir yang dapat berupa permukaan tubuh dan berbagai
A. Pertahanan fisik/mekanik
Pertahanan fisik/mekanik meliputi kulit, selaput lendir, silia saluran napas, batuk dan
infeksi.
B. Pertahanan Biokimia
Beberapa mikroorganisme dapat masuk melalui klenjar sebaseus dan folikel rambut. pH
asam dari keringat, berbagai asam lemak yang dilepas kulit mempunyai efek denaturasi
protein membran sel kuman sehingga dapat mencegah infeksi melalui kulit. Sedangkan
Imunisasi | 6
lisozim dalam keringat, ludah, air mata dan air susu ibu melindungi tubuh dari kuman
garam positif. Selain itu air susu ibu juga mengandung laktooksidase dan asam neuraminik
mempunyai sifat antibakterial terhadap E.Coli dan Staphylicoccus. Asam khlorida dalam
lingkungan yang dapat mencegah infeksi mikroba laktoferin dan transferin dalam serum
akan mengikat besi yang merupakan metabolit essential untuk hidupnya beberapa jenis
C. Pertahanan Humoral
terdiri dari sejumlah protein yang bila diaktifkan akan membeikan proteksi terhadap infeksi
dan berperan dalam respon inflamasi. Komplemen diproduksi oleh hepatosit dan monosit.
Komplemen dapat diaktifkan secara langsung ataupun produknya (jalur alternatif dalam
imunitas non-spesifik) atau oleh antibodi (jalur klasik dalam imunitas spesifik). Sedangkan
interferon merupakan sitokin glikoprotein yang diproduksi oleh makrofag aktif, NK cell
serta sel tubuh yang bernukleus. Interferon diproduksi sebagai respon terhadap infeksi
D. Pertahanan Seluler
Pertahanan seluler dalam respon imun non-spesifik meliputi fagosit, makrofag, sel NK
Imunisasi | 7
2.1.2 Sistem Imun Spesifik
Sistem imun spesifik merupakan sistem pertahanan tubuh lapis kedua, jika sistem imun
non-spesifik tidak mampu mengeliminasi agen penyakit. Hal ini terjadi jika fagosit tidak
mengenali agen infeksius, karena hanya sedikit reseptor yang cocok untuk agen infeksius atau
agen tersebut tidak bertindak sebagai faktor antigen terlarut (aoluble antigen) yang aktif. Sistem
imun spesifik pada umumnya terjalin kerjasama antara antibodi-komplemen-fagosit dan antara sel
T-makrofag. Ciri utama sistem imun spesifik adalah : 1) Spesifitas, 2) Diversitas, 3) Memory, 4)
Secara garis besar limfosit digolongkan dalam 2 populasi taitu limfosit t yang berfungsi
dalam respons imun selular dan limfosit B yang berfungsi dalam respons imun humoral. Walaupun
respons imun ini merupakan respon imun spesifik, pada dasarnya respons imun yang terjadi
menyingkirkan mikroba ekstraseluler. Sedangkan imunitas seluler (terdiri dari sel T helper,sel T
sitotoksik, sel T helper akan mengaktifkan makrofag untuk menghancurkan mikroba, sel T helper
mengaktifkan sel T sitotoksik untuk membunuh sel terinfeksi dan mengaktifkan limfosit B (pada
Beberapa tipe imunitas humoral adalah aktif imunitas dan pasif imunitas. Aktif imunitas
ada yang didapat secara alam misalnya melalui respon terhadap bakteri atau sel yang terinfeksi
virus dan imunitas aktif buatan seperti vaksin. Sedangkan pada pasif imunitas juga ada 2 yaitu
didapat secara alam yaitu transfer antibodi dari ibu ke anak melalui plasenta dan didapat secara
Imunisasi | 8
2.1.3 Mekanisme Respons Imun
Imunisasi | 9
Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa serangkaian respons imun terjadi melalui interaksi
dari sistem imun non spesifik dan spesifik melalui komponen-komponennya masing-masing.
Ketika antigen masuk atau menginvasi tubuh kita, yang merupakan pertahanan pertama adalah
respons non-spesifik. Ketika respons non-spesifik tidak dapat mengeliminasi maka respons
spesifik akan mengambil alih. Makrofag akan memfagosit antigen tersebut. Setelah di fagosit,
Terdapat dua jenis mikroorganisme yaitu intraselular dan ekstraselular. Jika terinfeksi
mikroorganisme intraseluler maka fragmen akan dipresentasikan bersamaan dengan MHC I yang
akan dikenali oleh sel T sitotoksik. Dengan stimulasi dari IL-2 yang dikeluarkan oleh Sel Th
teraktifasi maka sitotoksik akan berproliferasi dan membunuh sel yang terinfeksi tersebut.
megeluarkan IL-2. Disamping itu ketika terjadi infeksi ekstraselular, selain makrofag, APC lain
juga ikut mempresentasikan antara lain limfosit B. Setelah limfosit Th teraktifasi dan limfosit B
juga mempresentasikan fragmen antigen bersamaan dengan MHC II, maka limfosit Th juga
mengenali fragmen yang telah dipresentasikan oleh limfosit B. Ketika limfosit Th berikatan
dengan limfosit B dan juga mengeluarkan IL-2, hal tersebut menstimulus limfosit B untuk
berproliferasi dan berdiferensiasi. Limfosit B akan berproliferasi menjadi limfosit B naif serta
berdiferensiasi menjadi limfosit B memori dan sel plasma yang akan memproduksi antibodi.
Imunisasi | 10
3.1 Imunisasi
secara aktif terhadap suatu penyakit sehingga bila suatu saat terpajan dengan penyakit tersebut
Tujuan imunisasi adalah untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang dan
menghilangkan penyakit tersebut pada sekelompok masyarakat atau menghilangkannya dari dunia
Imunisasi aktif adalah tubuh anak sendiri membuat zat anti yang akan bertahan selama
bertahun-tahun. Adapun tipe vaksin yang dibuat “hidup dan mati”. Vaksin yang hidup
mengandung bakteri atau virus (germ) yang tidak berbahaya, tetapi dapat menginfeksi tubuh dan
merangsang pembentukan antibodi. Vaksin yang mati dibuat dari bakteri atau virus, atau dari
bahan toksik yang dihasilkannya yang dibuat tidak berbahaya dan disebut toxoid.4
memberikan imunitas secara langsung tanpa harus memproduksi sendiri zat aktif tersebut untuk
kekebalan tubuhnya. Antibodi yang diberikan ditujukan untuk upaya pencegahan atau pengobatan
Imunisasi pasif dapat terjadi secara alami saat ibu hamil memberikan antibodi tertentu ke
janinnya melalui plasenta, terjadi di akhir trimester pertama kehamilan dan jenis antibodi yang
ditransfer melalui plasenta adalah immunoglobulin G (LgG). Transfer imunitas alami dapat terjadi
dari ibu ke bayi melalui kolostrum (ASI), jenis yang ditransfer adalah immunoglobulin A (LgA).
Sedangkan transfer imunitas pasif secara didapat terjadi saat seseorang menerima plasma atau
Imunisasi | 11
Kekebalan yang diperoleh dengan imunisasi pasif tidak berlangsung lama, sebab kadar zat-zat anti
yang meningkat dalam tubuh anak bukan sebagai hasil produksi tubuh sendiri, melainkan secara
pasif diperoleh karena pemberian dari luar tubuh. Salah satu contoh imunisasi pasif adalah
Vaksin adalah produk biologi yang berisi antigen berupa mikroorganisme yang sudah mati
atau masih hidup yang dilemahkan, masih utuh atau bagiannya, atau berupa toksin
mikroorganisme yang telah diolah menjadi toksoid atau protein rekombinan, yang ditambahkan
dengan zat lainnya, yang bila diberikan kepada seseorang akan menimbulkan kekebalan spesifik
A. Live attenuated
Vaksin ini dibuat dari bakteri atau virus penyebab penyakit yang dilemahkan di
imun , vaksin hidup attenuated harus berkembang biak didalam tubuh resipien. Suatu dosis
kecil virus atau bakteri yang diberikan, yang kemudian mengadakan replikasi di dalam
tubuh dan meningkat jumlahnya sampai cukup besar untuk memberikan rangsangan suatu
respon imun. Vaksin hidup ini bersifat labil dan dapat mengalami kerusakan bila kena
panas atau sinar, maka harus dilakukan pengelolaan dan penyimpanan dengan baik dan
hati-hati. Vaksin yang berasal dari virus hidup vaksin campak, parotitis, rubella,
polio,rotavirus dan demam kuning. Berasal dari bakteri hidup vaksin BCG dan demam
tifoid oral.4
B. Inactivated
Imunisasi | 12
Vaksin inactivated dihasilkan dengan cara membiakkan bakteri atau virus dalam media
pembiakan kemudian dibuat tidak aktif dengan penanaman bahan kimia. Vaksin ini selalu
membutuhkan dosis multiple. Pada umumnya, dosis pertama tidak menghasilkan imunitas
protektif tetapi hanya memacu atau menyiapkan system imun. Respon imun protektif baru
timbul setelah dosis kedua atau ketiga. Titer antibosi terhadap antigen inactivated menurun
setelah beberapa waktu. Sebagai hasilnya maka vaksin inactivated membutuhkan dosis
tambahan secara periodik. Vaksin yang tersedia saat ini berasal dari :
Seluruh sel virus yang inactivated,contoh influenza, polio injeksi, rabies dan
hepatitis A.
Seluruh bakteri yang inactivated ,contoh pertusis, tifoid, kolera dan lepra.
influenza tipe B.
tipe B.
imunisasi rutin lengkap. Imunisasi rutin lengkap itu terdiri dari imunisasi dasar dan lanjutan yang
termausuk ke dalam imunisasi program. Imunisasi Program adalah imunisasi yang diwajibkan
kepada seseorang sebagai bagian dari masyarakat dalam rangka melindungi yang bersangkutan
dan masyarakat sekitarnya dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Imunisasi Program
Imunisasi | 13
terdiri atas imunisasi rutin, imunisasi tambahan, dan imunisasi khusus. Imunisasi Program harus
diberikan sesuai dengan jenis vaksin, jadwal atau waktu pemberian yang ditetapkan dalam
Imunisasi rutin terdiri atas Imunisasi dasar dan Imunisasi lanjutan. Imunisasi dasar saja
tidak cukup, diperlukan imunisasi lanjutan untuk mempertahankan tingkat kekebalan yang
optimal. Pemberian imunisasi disesuaikan dengan usia anak. Untuk imunisasi dasar lengkap, bayi
berusia kurang dari 24 jam diberikan imunisasi Hepatitis B (HB-0), usia 1bulan diberikan (BCG
dan Polio 1), usia 2 bulan diberikan (DPT-HB-Hib 1 dan Polio 2), usia 3 bulan diberikan (DPT-
HB-Hib 2 dan Polio 3), usia 4 bulan diberikan(DPT-HB-Hib 3, Polio 4 dan IPV atau Polio suntik),
dan usia 9 bulan diberikan (Campak atau MR).Untuk imunisasi lanjutan, bayi bawah dua tahun
diberikan (Td).Vaksin Hepatitis B (HB) diberikan untuk mencegah penyakit Hepatitis B yang
dapat menyebabkan pengerasan hati yang berujung pada kegagalan fungsi hati dankanker hati.
Imunisasi BCG diberikan guna mencegah penyakit tuberkulosis. Imunisasi Polio tetes diberikan 4
kali pada usia 1 bulan, 2 bulan, 3 bulan dan 4 bulan untuk mencegah lumpuh layu. Imunisasi polio
suntik pun diberikan 1 kalipada usia 4 bulan agar kekebalan yang terbentuk semakin
mengakibatkan radang paru berat (pneumonia), diare atau menyerang otak. ImunisasiMR
Imunisasi | 14
Gambar 3.1 Jadwal Imunisasi Anak
(TB paru), meskipun organ tubuh lainnya juga dapat terserang (penyebaran atau
Imunisasi | 15
seseorang. Seseorang biasanya terinfeksi jika mereka menderita sakit paru-paru dan
terdapat bakteria didahaknya. Kondisi lingkungan yang gelap dan lembab juga
tuberkulosis. Bakteri ini dapat menyerang berbagai organ tubuh, seperti paru-paru
(paling sering terjadi), kelenjar getah bening, tulang, sendi, ginjal, hati, atau selaput
selaput otak (yang terberat). Infeksi primer terjadi saat seseorang terjangkit bakteri
TB untuk pertama kalinya. Bakteri ini sangat kecil ukurannya sehingga dapat
Vaksin BCG merupakan bakteri tuberculosis bacillus yang telah dilemahkan. Cara
terlebih dahulu. Dosis 0,05 cc untuk bayi dan 0,1 cc untuk anak dan orang dewasa.
Imunisasi BCG dilakukan pada bayi usia 0-2 bulan, akan tetapi biasanya diberikan
pada bayi umur 2 atau 3 bulan. Dapat diberikan pada anak dan orang dewasa jika
sudah melalui tes tuberkulin dengan hasil negatif.Imunisasi BCG disuntikan secara
intrakutan di daerah lengan kanan atas. Disuntikan ke dalam lapisan kulit dengan
dilakukan dengan tepat, harus menggunakan jarum pendek yang sangat halus (10
mm, ukuran 26). Kerjasama antara ibu dengan petugas imunisasi sangat
Imunisasi | 16
Kontra indikasi Imunisasi BCG tidak boleh diberikan pada kondisi seperti
seorang anak menderita penyakit kulit yang berat atau menahun, seperti eksim,
Efek samping
Setelah diberikan imunisasi BCG, reaksi yang timbul tidak seperti pada imunisasi
dengan vaksin lain. Imunisasi BCG tidak menyebabkan demam. Setelah 1-2
suntikan yang berubah menjadi pastula, kemudian pecah menjadi luka. Luka tidak
perlu pengobatan khusus, karena luka ini akan sembuh dengen sendirinya secara
Fungsi imunisasi DPT bertujuan untuk mencegah 3 penyakit sekaligus, yaitu difteri,
pertusis, tetanus.
diphtheria. Difteri bersifat ganas, mudah menular dan menyerang terutama saluran
napas bagian atas. Penularannya bisa karena kontak langsung dengan penderita
melalui bersin atau batuk atau kontak tidak langsung karena adanya makanan yang
demam lebih kurang 380C, mual, muntah, sakit waktu menelan dan terdapat
pseudomembran putih keabu-abuan di faring, laring dan tonsil, tidak mudah lepas
dan mudah berdarah, leher membengkak seperti leher sapi disebabkan karena
Imunisasi | 17
pembengkakan kelenjar leher dan sesak napas disertai bunyi (stridor). Pada
pemeriksaan apusan tenggorok atau hidung terdapat kuman difteri. Pada proses
sehingga penderita dapat menglami tekanan darah rendah, sehingga efek jangka
panjangnya akan terjadi kardiomiopati dan miopati perifer. Cutaneus dari bakteri
difteri menimbulkan infeksi sekunder pada kulit penderita. Difteri disebabkan oleh
lemas. Bakteri menghasilkan racun yang dapat menyebar keseluruh tubuh dan
Sekitar 10 persen penderita difteri akan meninggal akibat penyakit ini. Difteri dapat
ditularkan melalui batuk dan bersin orang yang terkena penyakit ini.
batuk menjadi rendah sehingga bila terjadi sedikit saja rangsangan akan terjadi
batuk yang hebat dan lama, batuk terjadi beruntun dan pada akhir batuk menarik
napas panjang terdengar suara “hup” (whoop) yang khas, biasanya disertai muntah.
Batuk bisa mencapai 1-3 bulan, oleh karenaitu pertusis disebut juga “batuk seratus
hari”. Penularan penyakit ini dapat melalui droplet penderita. Pada stadium
permulaan yang disebut stadium kataralis yang berlangsung 1-2 minggu, gejala
belum jelas. Penderita menunjukkan gejala demam, pilek, batuk yang makin lama
Imunisasi | 18
gejala khas berupa batuk lama atau hebat, didahului dengan menarik napas panjang
disertai bunyi “whoops”. Stadium paroksismal ini berlangsung 4-8 minggu. Pada
bayi batuk tidak khas, “whoops”tidak ada tetapi sering disertai penghentian napas
sehingga bayi menjadi biru (Muamalah, 2006). Akibat batuk yang berat dapat
Batuk rejan adalah penyakit yang menyerang saluran udara dan pernapasan dan
sangat mudah menular. Penyakit ini menyebabkan serangan batuk parah yang
batuk dapat berlangsung sampai berbulan-bulan. Dampak batuk rejan paling berat
bagi bayi berusia 12 bulan ke bawah dan seringkali memerlukan rawat inap
permanen, dan kerusakan paru-paru jangka panjang. Sekitar satu diantara 200 anak
di bawah usia enam bulan yang terkena batuk rejan akan meninggal. Batuk rejan
dapat ditularkan melalui batuk dan bersin orang yang berkena penyakit ini.
tetani. Kuman ini bersifat anaerob, sehingga dapat hiduppada lingkungan yang
tidak terdapat zat asam (oksigen). Tetanus dapat menyerang bayi, anak-anak
bahkan orang dewasa. Pada bayi penularan disebabkan karena pemotongan tali puat
tanpa alat yang steril atau dengan cara tradisional dimana alat pemotong dibubuhi
Imunisasi | 19
ramuan tradisional yang terkontaminasi spora kuman tetanus. Pada anak-anak atau
orang dewasa bisa terinfeksi karena luka yang kotor atau luka terkontaminasi
sporakuman tetanus, kuman ini palingbanyak terdapat pada usus kuda berbentuk
pada tubuh maupun ototmulut sehingga mulut tidak bisadibuka, pada bayi air susu
kekakuan pada leher dan tubuh. Kejang terjadi karena spora kuman Clostridium
tetaniberada pada lingkungan anaerob, kuman akan aktif dan mengeluarkan toksin
yang akan menghancurkan sel darah merah, toksin yang merusak sel darah putih
dari suatu toksin yang akan terikat pada syaraf menyebabkan penurunan ambang
rangsang sehingga terjadi kejang otot dan kejang-kejang, biasanya terjadi pada hari
ke 3 atau ke 4 dan berlangsung 7-10 hari. Tetanus dengan gejala riwayat luka,
perut papan dan opistotonus (badan lengkung) pada umur diatas 1 bulan. Tetanus
disebabkan oleh bakteri yang berada di tanah, debu dan kotoran hewan. Bakteri ini
dapat dimasuki tubuh melalui luka sekecil tusukan jarum. Tetanus tidak dapat
ditularkan darisatu orang ke orang lain. Tetanus adalah penyakit yang menyerang
kekejangan otot yang mula-mula terasa pada otot leher dan rahang. Tetanus dapat
jantung yang tidak normal. Karena imunisasi yang efektif, penyakit tetanus kini
jarang ditemukan di Australia, namun penyakit ini masih terjadi pada orang dewasa
Imunisasi | 20
yang belum diimunisasi terhadap penyakit ini atau belum pernah disuntik ulang
Cara pemberian imunisasi DPT adalah melalui injeksi intramuskular. Suntikan diberika
pada paha tengah luar atau subkutan dalam dengan dosis 0,5 cc. Cara memberiakn vaksin ini,
sebagai berikut :
Letakkan bayi dengan posisi miring diatas pangkuan ibu dengan seluruh kaki telanjang.
Tekan seluruh jarum langsung ke bawah melalui kulit sehingga masuk ke dalam otot.
Pemberian vaksin DPT dilakukan tiga kali mulai bayi umur 2 bulan sampai 11 bulan
dengan interval 4 minggu. Imunisasi ini diberikan 3 kali karena pemberian pertama
antibodi dalam tubuh masih sangat rendah, pemberian kedua mulai meningkat dan
pemberian ketiga diperoleh cukupan antibodi. Daya proteksi vaksin difteri cukup baik yiatu
sebesar 80-90%, daya proteksi vaksin tetanus 90-95% akan tetapi daya proteksi vaksin
pertusis masih rendah yaitu 50-60%, oleh karena itu, anak-anak masih berkemungkinan
untuk terinfeksi batuk seratus hari atau pertusis, tetapi lebih ringan.
Efek samping :
Pemberian imunisasi DPT memberikan efek samping ringan dan berat, efek ringan
seperti terjadi pembengkakan dan nyeri pada tempat penyuntikan dan demam, sedangkan
efek berat bayi menangis hebat kerana kesakitan selama kurang lebih empat jam, kesadaran
Imunisasi | 21
3. Imnisasi Campak
campak. Campak, measlesatau rubelaladalah penyakit virus akut yang disebabkan oleh
virus campak. Penyakit ini sangat infeksius, menular sejak awal masa prodromal sampai
lebih kurang 4 hari setelah munculnya ruam. Infeksi disebarkan lewat udara (airborne).
Pemberian vaksin campak hanya diberikan satu kali, dapat dilakukan pada umur 9-
11 bulan, dengan dosis 0,5 CC. Sebelum disuntikan, vaksin campak terlebih dahulu
dilarutkan dengan pelarut steril yang telah tersedia yang derisi 5 ml cairan pelarut.
Efek samping hingga 15 % pasien dapat mengalami demam ringan dan kemerahan
selama 3 hari yang dapat terjadi 8-12 hari setelah vaksinasi. Kontraindikasi pemberian
imunisasi tidak boleh dilakukan pada orang yang mengalami immunodefisiensi atau
individu yang diduga menderita gangguan responimun karena leukimia, dan limfoma.
4. Imunisasi Polio
Imunisasi yang bertujuan mencegah penyakit poliomyelitis. Pemberian vaksin polio dapat
Inactivated Polio Vaccine (IPV = Vaksin Salk), mengandung virus polio yang telah
Oral Polio Vaccine (OPV = Vaksin Sabin), mengandung vaksin hidup yang telah
dilemahkan dan diberikan dalam bentuk pil atau cairan. Bentuk trivalen (Trivalen
OralPolio Vaccine; TOPV) efektif melawan semua bentuk polio, sedangkan bentuk
Imunisasi | 22
Imunisasi dasar polio diberiakn 4 kali (polio I, II, III dan IV) dengan interval tidak kurang
dari 4 minggu. Imunisasi ulangan diberikan 1 tahun setelah imunisasi polio IV, kemudian pada
saat masuk SD (5-6 tahun) dan pada saat meninggalkan SD (12 tahun). Di Indonesia umumnya
diberikan vaksin Sabin. Vaksin ini diberikan sebanyak 2 tetes (0,1 ml) langsung kemulut anak atau
Efek samping pada umunya tidak terdapat efek samping. Efek samping berupa paralisis
yang disebabkan oleh vaksin jarang terjadi. Kontra indikasi pemberian imunisasi polio tidak boleh
dilakukan pada orang yang menderita defisiensi imunitas. Tidak ada efek yang berbahaya yang
timbul akibat pemberian polio pada anak yang sedang sakit. Namun, jika ada keraguan, misalnya
sedang menderita diare, maka dosis ulang dapat diberikan setelah sembuh.
5. Imunisasi Hepatitis B
penyakit hepatitis B, disebakan oleh virus yang telah mempengaruhi organ liver (hati).
Virus ini akan tinggal selamanya dalam tubuh. Bayi-bayi yang terjangkit virus
hepatitisberisiko terkena kanker hati atau kerusakan pada hati.Virus hepatitis B ditemukan
didalam cairan tubuh orang yang terjangkit termasuk darah, ludah dan air mani.
Imunisasi diberikan tiga kali pada umur 0-11 bulan melalui injeksi intramuskular.
Kandungan vaksin adalah HbsAg dalam bentuk cair. Terdapat vaksin Prefill Injection
Device(B-PID) yang diberikan sesaat setelah lahir, dapat diberikan pada usia 0-7 hari.
Vaksin B-PID disuntikan dengan 1 buah HB PID. Vaksin ini, menggunakan Profilled
Injection Device(PID), merupakan jenis alat suntik yang hanya diberikan pada bayi. Vaksin
juga diberikan pada anak usia 12 tahun yang dimasa kecilnya belum diberi vaksin hepatitis
Imunisasi | 23
B. Selain itu orang –orang yang berada dalam rentan risiko hepatitis B sebaiknya juga
Efek samping reaksi lokal seperti rasa sakit, kemerahan dan pembengkakan
disekitar tempat penyuntikan. Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan biasanya hilang
seperti vaksin-vaksin lain, vaksin ini tidak boleh diberikan kepada penderita infeksi berat
Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) adalah kejadian medik yang berhubungan dengan
imunisasi baik efek vaksin atau efek samping, toksisitas, reaksi sensitivitas, efek farmakologis atau
kesalahan program, koinsidensi, reaksi suntikan, atau hubungan kausal yang tidak dapat
ditentukan.4
A. Reaksi Vaksin, misal : induksi vaksin, potensiasi vaksin, sifat dasar vaksin
B. Kesalahan program, misal : salah dosis, salah lokasi dan cara penyuntikan, semprit dan
jarum tidak steril, kontaminasi vaksin dan alat suntik, penyimpanan vaksin salah
C. Kebetulan (coincidental), kejadian terjadi setelah imunisasi tapi tidak disebabkan oleh
vaksin. Indikator faktor kebetulan diketemukannya kejadian yang sama disaat yang
D. Injection reaction, disebabkan rasa takut/gelisah atau sakit dari tindakan penyuntikan,
bukan dari vaksin. Misalnya rasa sakit, bengkak dan kemerahan pada tempat suntik,
Imunisasi | 24
4.1.2 Gejala Klinis KIPI
Gejala klinis dapat timbul secara cepat atau lambat dan dapat dibagi menjadi gejala lokal,
A. Reaksi Lokal
Limfadenitis
B. Reaksi SSP
Kelumpuhan akut
Ensefalopati
Ensefalitis
Meningitis
Kejang
C. Reaksi Lainnya
Reaksi anafilaksis
Syok anafilaksis
Artralgia
Episode hipotensif-hiporesponsif
Osteomielitis
Imunisasi | 25
Menangis menjerit yang terus menerus (3 jam)
Sindroma septik
(OPV) imunokompromais
Tidak tercatat
Imunisasi | 26
2. Komplikasi akut termasuk
Reaksi lokal paling sering terjadi pada pemberian vaksin inaktif, khususnya yang
mengandung ajuvan, seperti vaksin DTP. Reaksi lokal biasanya terjadi beberapa jam
setelah suntikan dan biasanya ringan serta dapat sembuh sendiri. Pada beberapa kasus,
reaksi lokal dapat menjadi lebih parah. Ini dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas
meskipun bukan alergi. Reaksi ini disebut reaksi arthus dan sering terjadi pada pemberian
tetanus toksoid dan difteri. Reaksi arthus disebabkan oleh titer antibodi yang terlalu tinggi
Reaksi sistemik berupa reaksi alergi dapat disebabkan oleh antigen vaksin sendiri,
komponen vaksin seperti materi sel kultur, stabilisator, preservatif, atau antibiotik yang
digunakan untuk menghambat pertumbuhan bakteri. Reaksi alergi yang parah dapat
membahayakan jiwa, tetapi hal ini jarang terjadi. Berdasarkan estimasi dapat terjadi satu
kasus dari setengah juta dosis. Reaksi alergi dapat diperkecil dengan melakukan skrining
Reaksi sistemik lebih merupakan gej ala umum, termasuk demam, malaise, mialgia,
sakit kepala, hilangnya nafsu makan, dan lain-lain. Gejala ini dapat bersifat umum, tidak
spesifik, dan dapat terjadi pada orang yang diimunisasi dapat disebabkan oleh vaksin atau
oleh sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan vaksin, seperti infeksi virus lain. Reaksi
sistemik sering terjadi pada pemberian vaksin sel utuh DTP Untuk menghindari reaksi KIPI
sistemik berat, perlu dilakukan anamnesa apakah ada riwayat kejang pada keluarganya. 6
Imunisasi | 27
4.1.3 Penanganan KIPI 7
Gejala :
nyeri, eritema, bengkak di daerah suntikan < 1 cm, timbul <48 jam setelah
imunisasi
Penanganan :
C. Reaksi umum/sistemik
Gejala :
anak tetap sadar tapi tidak bereaksi terhadap rangsangan, pada pemeriksaan
Penanganan : Rangsang dengan wewangian atau bau, bila tidak segera teratasi
Imunisasi | 28
E. Syok anafilaktik
Gejala :
Penanganan :
Suntikkan adrenalin 1:1.000 dosis 0.1 -0.3 ml, subkutan/intramuskuler atau 0.01
A. Abses dingin
kondisi dingin
B. Pembengkakan
C. Sepsis
D. Tetanus
Penanganan : Rujuk RS
Imunisasi | 29
E. Kelumpuhan/kelemahan otot
Gejala :
Anggota gerak yang disuntik tidak bisa digerakkan terjadi karena daerah
penyuntikan salah
A. Alergi
Gejala :
Pembengkakan bibir dan tenggorokan, sesak napas, eritema, papula, gatal, tekanan
darah menurun.
0.9%
B. Faktor Psikologis
Penanganan :
Tenangkan, beri minum hangat. Saat pingsan beri wewangian atau alcohol. Setelah
Imunisasi | 30
BAB 3
KESIMPULAN
Imunisasi adalah proses memicu sistem kekebalan tubuh seseorang secara artifisial yang
dilakukan melalui vaksinasi (imunisasi aktif) atau melalui pemberian antibodi (imunisasi pasif)
yang memiliki tujuan mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang dan menghilangkan
penyakit tersebut pada sekelompok masyarakat atau menghilangkannya dari dunia seperti
keberhasilan imunisasi variola. Imunisasi merupakan program pencegahan yang sudah digalakkan
di Indonesia sejak tahun 1997. Adapun imunisasi wajib yang harus diberikan pada anak adalah
BCG, Campak, DTP, Polio dan Hepatitis B. Namun sekarang IDAI tidak lagi menetapkan adanya
imunisasi wajib, semua anak harus mendapatkan semua imunisasi untuk berbagai penyakit tanpa
terkecuali. Dalam setiap imunisasi dapat terjadi kejadian ikutan pasca imunisasi yang dapat berupa
reaksi lokal maupun sistemik. Setiap reaksi tersebut dapat ditangani dengan pemberian obat,
Imunisasi | 31
DAFTAR PUSTAKA
1. Badan Pusat Statistik. Indeks Pembangunan Nasional 2014 Metode Baru. 2015. Diunduh
dari http://www.bps.go.id.
4. Ismoedijanto. Perlunya Peningkatan Cakupan Vaksinasi Difteria pada Anak dan Remaja.
Pedoman Imunisasi Indonesia Edisi Keempoat. 2011. Jakarta : Badan Penerbit Ikatan
7. Probandari AN, Handayani S, Laksono NJD. Ketrampilan Imunisasi. 2013. Solo : Balai
Imunisasi | 32