Anda di halaman 1dari 32

Daftar Isi

Daftar Gambar .............................................................................................................................................. 2


Daftar Tabel .................................................................................................................................................. 3
BAB I ............................................................................................................................................................ 4
PENDAHULUAN ........................................................................................................................................ 4
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................................................ 4
BAB II........................................................................................................................................................... 6
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................................................... 6
2.1 Sistem Imunitas....................................................................................................................................... 6
2.1.1. Sistem imun non-spesifik ................................................................................................................ 6
2.1.2 Sistem Imun Spesifik ....................................................................................................................... 8
2.1.3 Mekanisme Respons Imun .............................................................................................................. 9
3.1 Imunisasi ............................................................................................................................................... 11
3.1.1 Jenis Imunisasi ............................................................................................................................... 11
3.1.4 Macam-macam imunisasi dasar .................................................................................................... 15
4.1 Kejadian Ikutan Paska Imunisasi (KIPI) ............................................................................................... 24
4.1.1 Klasifikasi KIPI ............................................................................................................................ 24
4.1.2 Gejala Klinis KIPI.......................................................................................................................... 25
4.1.3 Penanganan KIPI ........................................................................................................................... 28
BAB 3 ......................................................................................................................................................... 31
KESIMPULAN ........................................................................................................................................... 31
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 32

Imunisasi | 1
Daftar Gambar
Gambar 2.1 Proses pembentukan sistem imun 1………………………………………………….9

Gambar 2.2 Proses pembentukan sistem imun 2………………………………………………….9

Gambar 3.1 Jadwal Imunisasi Anak……………………………………………………………..15

Imunisasi | 2
Daftar Tabel
Tabel 4.1 KIPI…………………………………………………………………………………26

Imunisasi | 3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sumber daya manusia yang sehat dan berkualitas merupakan modal utama dalam

pembangunan kesehatan. Kesehatan bersama-sama dengan pendidikan dan ekonomi merupakan

tiga pilar yang sangat mempengaruhi kualitas hidup sumber daya manusia. Indeks Pembangunan

Manusia (IPM) Indonesia tahun 2014 menduduki peringkat 108 dari 187 negara di dunia dan

termasuk kedalam kategori “menengah” pada posisi status pembangunan1.

Berdasarkan Sistem Kesehatan Nasional (SKN) Tahun 2012, pembangunan kesehatan

perlu digerakkan oleh masyarakat di mana masyarakat mempunyai peluang dan peran yang

penting dalam pembangunan kesehatan, oleh karena itu pemberdayaan masyarakat menjadi sangat

penting atas dasar untuk menumbuhkan kesadaran, kemauan dan kemampuannya sebagai pelaku

pembangunan kesehatan2.

Tujuan pembangunan kesehatan nasional salah satunya adalah agar setiap penduduk

mendapatkan hak-hak kesehatannya seperti yang diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 36

tahun 2009 tentang Kesehatan, pada Pasal 5 ayat 2 ditegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak

dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau. Pembangunan

kesehatan harus diimbangi dengan intervensi perilaku yang memungkinkan masyarakat lebih

sadar, mau dan mampu melakukan hidup sehat sebagai prasyarat pembangunan yang berkelanjutan

(sustainable development). Untuk menjadikan masyarakat mampu hidup sehat, masyarakat harus

dibekali dengan pengetahuan tentang cara-cara hidup sehat.2

Menurut peraturan mentri kesehatan bahwa untuk mewujudkan derajat kesehatan

masyarakat yang setinggi-tingginya diperlukan upaya untuk mencegah terjadinya suatu penyakit

melalui imunisasi. Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan


Imunisasi | 4
seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit sehingga bila suatu saat terpajan dengan penyakit

tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan. 3

Upaya imunisasi di Indonesia dapat dikatakan telah mencapai tingkat yang memuaskan.

Namun, Survei Kesehatan Demografi Indonesia (SKDI) diketahui bahwa dua tahun terakhir

cakupan imunisasi dan kualitas vaksinasi tampak menurun. Penurunan cakupan imunisasi sangat

dirasakan dengan ditemukannya kembali kasus polio dan difteria di negara kita.4 Tiga ratus enam

orang anak menderita poliomyelitis pada periode Mei 2005 sampai dengan Februari 2006 sebagai

akibat cakupan vaksinasi polio yang menurun di daerah Cidahu Sukabumi. Angka kejadian difteria

yang masih tinggi pada tahun 2000 ditemukan 1036 kasus dan 174 kasus di tahun 2007 merupakan

bukti bahwa vaksinasi DPT tidak merata.5

Program imunisasi merupakan salah satu upaya untuk melindungi penduduk terhadap

penyakit tertentu. Beberapa penyakit menular yang termasuk ke dalam antara lain : Difteri,

Tetanus, Hepatitis B, radang selaput otak, radang paru-paru, pertusis, dan polio. Indikator lain

yang diukur untuk menilai keberhasilan pelaksanaan imunisasi adalah Universal Child

Immunizationatau yang biasa disingkat UCI. UCI adalah gambaran suatu desa/kelurahan dimana

≥ 80% dari jumlah bayi (0-12 bulan) yang ada di desa/kelurahan tersebut sudah mendapat

imunisasi dasar lengkap. Target UCI pada Renstra tahun 2013 adalah sebesar 95%.6

Berdasarkan latar belakang tersebut, pengetahuan tentang imunisasi, jenis-jenis imunisasi,

kontraindikasi dari imunisasi dan bagaimana imunisasi bekerja sangat penting untuk diketahui dan

dipelajari.

Imunisasi | 5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Imunitas

Sistem imun adalah semua mekanisme yang digunakan tubuh untuk mempertahankan

keutuhannya terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan oleh berbagai bahan dalam lingkungan

hidup. Sistem imun terdiri dari sistem imun alamiah atau non spesifik (innate) dan didapat atau

spesifik (acquired). Pembagian di atas dimaksudkan hanya untuk memudahkan pengertian dan

pemahaman saja sebab antar ke dua sistem imun tersebut ada kerjasama atau interaksi yang sangat

erat

2.1.1. Sistem imun non-spesifik

Sistem imun non-spesifik merupakan pertahanan tubuh terdepan dalam menghadapi

serangan berbagai mikroorganisme, oleh karena dapat memberikan respon langsung. Sistem ini

disebut non-spesifik karena tidak ditujukan untuk mikroorganisme tertentu, telah ada pada tubuh

kita dan siap berfungsi sejak lahir yang dapat berupa permukaan tubuh dan berbagai

komponennya. Yang meliputi sistem imun non-spesifik antara lain :

A. Pertahanan fisik/mekanik

Pertahanan fisik/mekanik meliputi kulit, selaput lendir, silia saluran napas, batuk dan

bersin. Komponen-komponen tersebut merupakan garis pertahanan terdepan terhadap

infeksi.

B. Pertahanan Biokimia

Beberapa mikroorganisme dapat masuk melalui klenjar sebaseus dan folikel rambut. pH

asam dari keringat, berbagai asam lemak yang dilepas kulit mempunyai efek denaturasi

protein membran sel kuman sehingga dapat mencegah infeksi melalui kulit. Sedangkan

Imunisasi | 6
lisozim dalam keringat, ludah, air mata dan air susu ibu melindungi tubuh dari kuman

garam positif. Selain itu air susu ibu juga mengandung laktooksidase dan asam neuraminik

mempunyai sifat antibakterial terhadap E.Coli dan Staphylicoccus. Asam khlorida dalam

lambung,enzim proteotik,antibody dan empedu dalam usus halus membantu menciptakan

lingkungan yang dapat mencegah infeksi mikroba laktoferin dan transferin dalam serum

akan mengikat besi yang merupakan metabolit essential untuk hidupnya beberapa jenis

mikroba seperti pseudomonas.

C. Pertahanan Humoral

Pertahanan humoral meliputi komplemen, interferon serta C-reactive Protein. Komplemen

terdiri dari sejumlah protein yang bila diaktifkan akan membeikan proteksi terhadap infeksi

dan berperan dalam respon inflamasi. Komplemen diproduksi oleh hepatosit dan monosit.

Komplemen dapat diaktifkan secara langsung ataupun produknya (jalur alternatif dalam

imunitas non-spesifik) atau oleh antibodi (jalur klasik dalam imunitas spesifik). Sedangkan

interferon merupakan sitokin glikoprotein yang diproduksi oleh makrofag aktif, NK cell

serta sel tubuh yang bernukleus. Interferon diproduksi sebagai respon terhadap infeksi

virus. C-Reactuve Protein merupakan protein fase akut.

D. Pertahanan Seluler

Pertahanan seluler dalam respon imun non-spesifik meliputi fagosit, makrofag, sel NK

serta sel mast.

Imunisasi | 7
2.1.2 Sistem Imun Spesifik

Sistem imun spesifik merupakan sistem pertahanan tubuh lapis kedua, jika sistem imun

non-spesifik tidak mampu mengeliminasi agen penyakit. Hal ini terjadi jika fagosit tidak

mengenali agen infeksius, karena hanya sedikit reseptor yang cocok untuk agen infeksius atau

agen tersebut tidak bertindak sebagai faktor antigen terlarut (aoluble antigen) yang aktif. Sistem

imun spesifik pada umumnya terjalin kerjasama antara antibodi-komplemen-fagosit dan antara sel

T-makrofag. Ciri utama sistem imun spesifik adalah : 1) Spesifitas, 2) Diversitas, 3) Memory, 4)

Spesialisasi , 5) Membatasi diri, 6) Membatasi self dari non-self.

Secara garis besar limfosit digolongkan dalam 2 populasi taitu limfosit t yang berfungsi

dalam respons imun selular dan limfosit B yang berfungsi dalam respons imun humoral. Walaupun

respons imun ini merupakan respon imun spesifik, pada dasarnya respons imun yang terjadi

merupakan interaksi antara limfosit dan fagosit.

Imunitas humoral (terdiri limfosit B) berperan dalam pembentukan antibodi dan

menyingkirkan mikroba ekstraseluler. Sedangkan imunitas seluler (terdiri dari sel T helper,sel T

sitotoksik, sel T helper akan mengaktifkan makrofag untuk menghancurkan mikroba, sel T helper

mengaktifkan sel T sitotoksik untuk membunuh sel terinfeksi dan mengaktifkan limfosit B (pada

T-cell dependent antigen) untuk menghasilkan antibodi.

Beberapa tipe imunitas humoral adalah aktif imunitas dan pasif imunitas. Aktif imunitas

ada yang didapat secara alam misalnya melalui respon terhadap bakteri atau sel yang terinfeksi

virus dan imunitas aktif buatan seperti vaksin. Sedangkan pada pasif imunitas juga ada 2 yaitu

didapat secara alam yaitu transfer antibodi dari ibu ke anak melalui plasenta dan didapat secara

buatan yaitu pemberian serum sepert gamma globulin.

Imunisasi | 8
2.1.3 Mekanisme Respons Imun

Gambar 2.1 Proses pembentukan sistem imun 1

Gambar 2.2 Proses pembentukan sistem imun 2

Imunisasi | 9
Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa serangkaian respons imun terjadi melalui interaksi

dari sistem imun non spesifik dan spesifik melalui komponen-komponennya masing-masing.

Ketika antigen masuk atau menginvasi tubuh kita, yang merupakan pertahanan pertama adalah

respons non-spesifik. Ketika respons non-spesifik tidak dapat mengeliminasi maka respons

spesifik akan mengambil alih. Makrofag akan memfagosit antigen tersebut. Setelah di fagosit,

fragmen-fragmennya dipresentasikan atau dikenalkan bersama-sama dengan MHC II ke

permukaan dan diperkenalkan serta mengaktifkan limfosit Th..

Terdapat dua jenis mikroorganisme yaitu intraselular dan ekstraselular. Jika terinfeksi

mikroorganisme intraseluler maka fragmen akan dipresentasikan bersamaan dengan MHC I yang

akan dikenali oleh sel T sitotoksik. Dengan stimulasi dari IL-2 yang dikeluarkan oleh Sel Th

teraktifasi maka sitotoksik akan berproliferasi dan membunuh sel yang terinfeksi tersebut.

Sedangkan jika yang menginvasi adalah mikroorganisme ekstraselular, setelah fragmen

dipresentasikan bersama MHC II kemudian dikenali serta mengaktifkan limfosit Th dan

megeluarkan IL-2. Disamping itu ketika terjadi infeksi ekstraselular, selain makrofag, APC lain

juga ikut mempresentasikan antara lain limfosit B. Setelah limfosit Th teraktifasi dan limfosit B

juga mempresentasikan fragmen antigen bersamaan dengan MHC II, maka limfosit Th juga

mengenali fragmen yang telah dipresentasikan oleh limfosit B. Ketika limfosit Th berikatan

dengan limfosit B dan juga mengeluarkan IL-2, hal tersebut menstimulus limfosit B untuk

berproliferasi dan berdiferensiasi. Limfosit B akan berproliferasi menjadi limfosit B naif serta

berdiferensiasi menjadi limfosit B memori dan sel plasma yang akan memproduksi antibodi.

Imunisasi | 10
3.1 Imunisasi

Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang

secara aktif terhadap suatu penyakit sehingga bila suatu saat terpajan dengan penyakit tersebut

tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan.3

Tujuan imunisasi adalah untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang dan

menghilangkan penyakit tersebut pada sekelompok masyarakat atau menghilangkannya dari dunia

seperti keberhasilan imunisasi variola.4

3.1.1 Jenis Imunisasi

Imunisasi aktif adalah tubuh anak sendiri membuat zat anti yang akan bertahan selama

bertahun-tahun. Adapun tipe vaksin yang dibuat “hidup dan mati”. Vaksin yang hidup

mengandung bakteri atau virus (germ) yang tidak berbahaya, tetapi dapat menginfeksi tubuh dan

merangsang pembentukan antibodi. Vaksin yang mati dibuat dari bakteri atau virus, atau dari

bahan toksik yang dihasilkannya yang dibuat tidak berbahaya dan disebut toxoid.4

Imunisasi pasif adalah pemberian antibodi kepada resipien, dimaksudkan untuk

memberikan imunitas secara langsung tanpa harus memproduksi sendiri zat aktif tersebut untuk

kekebalan tubuhnya. Antibodi yang diberikan ditujukan untuk upaya pencegahan atau pengobatan

terhadap infeksi, baik untuk infeksi bakteri maupun virus.4

Imunisasi pasif dapat terjadi secara alami saat ibu hamil memberikan antibodi tertentu ke

janinnya melalui plasenta, terjadi di akhir trimester pertama kehamilan dan jenis antibodi yang

ditransfer melalui plasenta adalah immunoglobulin G (LgG). Transfer imunitas alami dapat terjadi

dari ibu ke bayi melalui kolostrum (ASI), jenis yang ditransfer adalah immunoglobulin A (LgA).

Sedangkan transfer imunitas pasif secara didapat terjadi saat seseorang menerima plasma atau

serum yang mengandung antibodi tertentu untuk menunjang kekebalan tubuhnya.4

Imunisasi | 11
Kekebalan yang diperoleh dengan imunisasi pasif tidak berlangsung lama, sebab kadar zat-zat anti

yang meningkat dalam tubuh anak bukan sebagai hasil produksi tubuh sendiri, melainkan secara

pasif diperoleh karena pemberian dari luar tubuh. Salah satu contoh imunisasi pasif adalah

Inmunoglobulin yang dapat mencegah anak dari penyakit campak (measles). 4

3.1.2 Jenis Vaksin

Vaksin adalah produk biologi yang berisi antigen berupa mikroorganisme yang sudah mati

atau masih hidup yang dilemahkan, masih utuh atau bagiannya, atau berupa toksin

mikroorganisme yang telah diolah menjadi toksoid atau protein rekombinan, yang ditambahkan

dengan zat lainnya, yang bila diberikan kepada seseorang akan menimbulkan kekebalan spesifik

secara aktif terhadap penyakit tertentu.3

Pada dasarnya vaksin dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu :

A. Live attenuated

Vaksin ini dibuat dari bakteri atau virus penyebab penyakit yang dilemahkan di

laboratorium dengan cara di biakkan berulang-ulang. Supaya dapat menimbulkan respon

imun , vaksin hidup attenuated harus berkembang biak didalam tubuh resipien. Suatu dosis

kecil virus atau bakteri yang diberikan, yang kemudian mengadakan replikasi di dalam

tubuh dan meningkat jumlahnya sampai cukup besar untuk memberikan rangsangan suatu

respon imun. Vaksin hidup ini bersifat labil dan dapat mengalami kerusakan bila kena

panas atau sinar, maka harus dilakukan pengelolaan dan penyimpanan dengan baik dan

hati-hati. Vaksin yang berasal dari virus hidup vaksin campak, parotitis, rubella,

polio,rotavirus dan demam kuning. Berasal dari bakteri hidup vaksin BCG dan demam

tifoid oral.4

B. Inactivated

Imunisasi | 12
Vaksin inactivated dihasilkan dengan cara membiakkan bakteri atau virus dalam media

pembiakan kemudian dibuat tidak aktif dengan penanaman bahan kimia. Vaksin ini selalu

membutuhkan dosis multiple. Pada umumnya, dosis pertama tidak menghasilkan imunitas

protektif tetapi hanya memacu atau menyiapkan system imun. Respon imun protektif baru

timbul setelah dosis kedua atau ketiga. Titer antibosi terhadap antigen inactivated menurun

setelah beberapa waktu. Sebagai hasilnya maka vaksin inactivated membutuhkan dosis

tambahan secara periodik. Vaksin yang tersedia saat ini berasal dari :

 Seluruh sel virus yang inactivated,contoh influenza, polio injeksi, rabies dan

hepatitis A.

 Seluruh bakteri yang inactivated ,contoh pertusis, tifoid, kolera dan lepra.

 Vaksin fraksional yang masuk sub-unit, contoh hepatitis B, influenza, pertusis a-

seluler, tifoid Vi, lyme disease.

 Toksoid, contoh difteria, tetanus, botolinum.

 Polisakarida murni contoh pneumokokus, meningokokus dan Haemophillus

influenza tipe B.

 Polisakarida konjugasi pneumokokus, meningokokus dan Haemophillus influenza

tipe B.

3.1.3 Jadwal Pelaksanaan

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengubah konsep imunisasi dasar lengkap menjadi

imunisasi rutin lengkap. Imunisasi rutin lengkap itu terdiri dari imunisasi dasar dan lanjutan yang

termausuk ke dalam imunisasi program. Imunisasi Program adalah imunisasi yang diwajibkan

kepada seseorang sebagai bagian dari masyarakat dalam rangka melindungi yang bersangkutan

dan masyarakat sekitarnya dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Imunisasi Program

Imunisasi | 13
terdiri atas imunisasi rutin, imunisasi tambahan, dan imunisasi khusus. Imunisasi Program harus

diberikan sesuai dengan jenis vaksin, jadwal atau waktu pemberian yang ditetapkan dalam

Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi.

Imunisasi rutin terdiri atas Imunisasi dasar dan Imunisasi lanjutan. Imunisasi dasar saja

tidak cukup, diperlukan imunisasi lanjutan untuk mempertahankan tingkat kekebalan yang

optimal. Pemberian imunisasi disesuaikan dengan usia anak. Untuk imunisasi dasar lengkap, bayi

berusia kurang dari 24 jam diberikan imunisasi Hepatitis B (HB-0), usia 1bulan diberikan (BCG

dan Polio 1), usia 2 bulan diberikan (DPT-HB-Hib 1 dan Polio 2), usia 3 bulan diberikan (DPT-

HB-Hib 2 dan Polio 3), usia 4 bulan diberikan(DPT-HB-Hib 3, Polio 4 dan IPV atau Polio suntik),

dan usia 9 bulan diberikan (Campak atau MR).Untuk imunisasi lanjutan, bayi bawah dua tahun

(Baduta) usia 18 bulan diberikan imunisasi (DPT-HB-Hib dan Campak/MR), kelas 1

SD/madrasah/sederajatdiberikan (DT dan Campak/MR), kelas 2 dan 5 SD/madrasah/sederajat

diberikan (Td).Vaksin Hepatitis B (HB) diberikan untuk mencegah penyakit Hepatitis B yang

dapat menyebabkan pengerasan hati yang berujung pada kegagalan fungsi hati dankanker hati.

Imunisasi BCG diberikan guna mencegah penyakit tuberkulosis. Imunisasi Polio tetes diberikan 4

kali pada usia 1 bulan, 2 bulan, 3 bulan dan 4 bulan untuk mencegah lumpuh layu. Imunisasi polio

suntik pun diberikan 1 kalipada usia 4 bulan agar kekebalan yang terbentuk semakin

sempurna.Imunisasi Campak diberikan untuk mencegah penyakit campak yang dapat

mengakibatkan radang paru berat (pneumonia), diare atau menyerang otak. ImunisasiMR

diberikan untuk mencegah penyakit campak sekaligus rubella.

Imunisasi | 14
Gambar 3.1 Jadwal Imunisasi Anak

3.1.4 Macam-macam imunisasi dasar 4

1. Imunisasi Bacillus Celmette-Guerin(BCG)

 Fungsi Imunisasi BCG berfungsi untuk mencegah penularan Tuberkulosis (TBC)

tuberkulosis disebabkan oleh sekelompok bakteria bernama Mycobacterium

tuberculosis complex. Pada manusia, TBC terutama menyerang sistem pernafasan

(TB paru), meskipun organ tubuh lainnya juga dapat terserang (penyebaran atau

ekstraparu TBC). Mycobacterium tuberculosisbiasanya ditularkan melalui batuk

Imunisasi | 15
seseorang. Seseorang biasanya terinfeksi jika mereka menderita sakit paru-paru dan

terdapat bakteria didahaknya. Kondisi lingkungan yang gelap dan lembab juga

mendukung terjadinya penularan. Penularan penyakit TBC terhadap seorang anak

dapat terjadi karena terhirupnya percikan udara yang mengandung bakteri

tuberkulosis. Bakteri ini dapat menyerang berbagai organ tubuh, seperti paru-paru

(paling sering terjadi), kelenjar getah bening, tulang, sendi, ginjal, hati, atau selaput

selaput otak (yang terberat). Infeksi primer terjadi saat seseorang terjangkit bakteri

TB untuk pertama kalinya. Bakteri ini sangat kecil ukurannya sehingga dapat

melewati sistem pertahanan mukosilier bronkus, dan terus berkembang.

 Cara pemberian dan dosis

Vaksin BCG merupakan bakteri tuberculosis bacillus yang telah dilemahkan. Cara

pemberiannya melalui suntikan. Sebelum disuntikan, vaksin BCG harus dilarutkan

terlebih dahulu. Dosis 0,05 cc untuk bayi dan 0,1 cc untuk anak dan orang dewasa.

Imunisasi BCG dilakukan pada bayi usia 0-2 bulan, akan tetapi biasanya diberikan

pada bayi umur 2 atau 3 bulan. Dapat diberikan pada anak dan orang dewasa jika

sudah melalui tes tuberkulin dengan hasil negatif.Imunisasi BCG disuntikan secara

intrakutan di daerah lengan kanan atas. Disuntikan ke dalam lapisan kulit dengan

penyerapan pelan-pelan. Dalam memberikan suntikan intrakutan, agar dapat

dilakukan dengan tepat, harus menggunakan jarum pendek yang sangat halus (10

mm, ukuran 26). Kerjasama antara ibu dengan petugas imunisasi sangat

diharapkan, agar pemberian vaksin berjalan dengan tepat.

Imunisasi | 16
 Kontra indikasi Imunisasi BCG tidak boleh diberikan pada kondisi seperti

seorang anak menderita penyakit kulit yang berat atau menahun, seperti eksim,

furunkulosis, dan sebagainya.2.Imunisasi tidak boleh diberikan pada orang atau

anak yang sedang menderita TBC.

 Efek samping

Setelah diberikan imunisasi BCG, reaksi yang timbul tidak seperti pada imunisasi

dengan vaksin lain. Imunisasi BCG tidak menyebabkan demam. Setelah 1-2

minggu diberikan imunisasi, akan timbul indurasi dan kemerahan ditempat

suntikan yang berubah menjadi pastula, kemudian pecah menjadi luka. Luka tidak

perlu pengobatan khusus, karena luka ini akan sembuh dengen sendirinya secara

spontan. Kadang terjadi pembesaran kelenjar regional diketiak atau leher.

Pembesaran kelenjar ini terasa padat, namun tidak menimbulkan demam.

2. Imunisasi DPT (Difteri, Pertusis, dan Tetanus)

Fungsi imunisasi DPT bertujuan untuk mencegah 3 penyakit sekaligus, yaitu difteri,

pertusis, tetanus.

 Difteri merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium

diphtheria. Difteri bersifat ganas, mudah menular dan menyerang terutama saluran

napas bagian atas. Penularannya bisa karena kontak langsung dengan penderita

melalui bersin atau batuk atau kontak tidak langsung karena adanya makanan yang

terkontaminasi bakteri difteri. Penderita akan mengalami beberapagejala seperti

demam lebih kurang 380C, mual, muntah, sakit waktu menelan dan terdapat

pseudomembran putih keabu-abuan di faring, laring dan tonsil, tidak mudah lepas

dan mudah berdarah, leher membengkak seperti leher sapi disebabkan karena

Imunisasi | 17
pembengkakan kelenjar leher dan sesak napas disertai bunyi (stridor). Pada

pemeriksaan apusan tenggorok atau hidung terdapat kuman difteri. Pada proses

infeksi selanjutnya, bakteri difteri akan menyebarkan racun kedalam tubuh,

sehingga penderita dapat menglami tekanan darah rendah, sehingga efek jangka

panjangnya akan terjadi kardiomiopati dan miopati perifer. Cutaneus dari bakteri

difteri menimbulkan infeksi sekunder pada kulit penderita. Difteri disebabkan oleh

bakteri yang ditemukan di mulut, tenggorokan dan hidung. Difteri menyebabkan

selaput tumbuh disekitar bagian dalam tenggorokan. Selaput tersebut dapat

menyebabkan kesusahan menelan, bernapas, dan bahkan bisa mengakibatkan mati

lemas. Bakteri menghasilkan racun yang dapat menyebar keseluruh tubuh dan

menyebabkan berbagai komplikasi berat seperti kelumpuhan dan gagal jantung.

Sekitar 10 persen penderita difteri akan meninggal akibat penyakit ini. Difteri dapat

ditularkan melalui batuk dan bersin orang yang terkena penyakit ini.

 Pertusis, merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh kuman Bordetella

Perussis. Kuman ini mengeluarkan toksin yang menyebabkan ambang rangsang

batuk menjadi rendah sehingga bila terjadi sedikit saja rangsangan akan terjadi

batuk yang hebat dan lama, batuk terjadi beruntun dan pada akhir batuk menarik

napas panjang terdengar suara “hup” (whoop) yang khas, biasanya disertai muntah.

Batuk bisa mencapai 1-3 bulan, oleh karenaitu pertusis disebut juga “batuk seratus

hari”. Penularan penyakit ini dapat melalui droplet penderita. Pada stadium

permulaan yang disebut stadium kataralis yang berlangsung 1-2 minggu, gejala

belum jelas. Penderita menunjukkan gejala demam, pilek, batuk yang makin lama

makin keras. Pada stadium selanjutnya disebutstadium paroksismal,baru timbul

Imunisasi | 18
gejala khas berupa batuk lama atau hebat, didahului dengan menarik napas panjang

disertai bunyi “whoops”. Stadium paroksismal ini berlangsung 4-8 minggu. Pada

bayi batuk tidak khas, “whoops”tidak ada tetapi sering disertai penghentian napas

sehingga bayi menjadi biru (Muamalah, 2006). Akibat batuk yang berat dapat

terjadi perdarahan selaput lendir mata (conjunctiva)atau pembengkakan disekitar

mata (oedema periorbital). Pada pemeriksaan laboratorium asupan lendir

tenggorokan dapat ditemukan kuman pertusis (Bordetella pertussis).

 Batuk rejan adalah penyakit yang menyerang saluran udara dan pernapasan dan

sangat mudah menular. Penyakit ini menyebabkan serangan batuk parah yang

berkepanjangan. Diantara serangan batuk ini, anak akan megap-megap untuk

bernapas. Serangan batuk seringkali diikuti oleh muntah-muntah dan serangan

batuk dapat berlangsung sampai berbulan-bulan. Dampak batuk rejan paling berat

bagi bayi berusia 12 bulan ke bawah dan seringkali memerlukan rawat inap

dirumah sakit. Batuk rejan dapat mengakibatkan komplikasi seperti pendarahan,

kejang-kejang, radang paru-paru, koma, pembengkakan otak, kerusakan otak

permanen, dan kerusakan paru-paru jangka panjang. Sekitar satu diantara 200 anak

di bawah usia enam bulan yang terkena batuk rejan akan meninggal. Batuk rejan

dapat ditularkan melalui batuk dan bersin orang yang berkena penyakit ini.

 Tetanus merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi kuman Clostridium

tetani. Kuman ini bersifat anaerob, sehingga dapat hiduppada lingkungan yang

tidak terdapat zat asam (oksigen). Tetanus dapat menyerang bayi, anak-anak

bahkan orang dewasa. Pada bayi penularan disebabkan karena pemotongan tali puat

tanpa alat yang steril atau dengan cara tradisional dimana alat pemotong dibubuhi

Imunisasi | 19
ramuan tradisional yang terkontaminasi spora kuman tetanus. Pada anak-anak atau

orang dewasa bisa terinfeksi karena luka yang kotor atau luka terkontaminasi

sporakuman tetanus, kuman ini palingbanyak terdapat pada usus kuda berbentuk

spora yang tersebar luas di tanah.Penderita akan mengalami kejang-kejang baik

pada tubuh maupun ototmulut sehingga mulut tidak bisadibuka, pada bayi air susu

ibu tidak bisamasuk, selanjutnya penderita mengalami kesulitan menelan dan

kekakuan pada leher dan tubuh. Kejang terjadi karena spora kuman Clostridium

tetaniberada pada lingkungan anaerob, kuman akan aktif dan mengeluarkan toksin

yang akan menghancurkan sel darah merah, toksin yang merusak sel darah putih

dari suatu toksin yang akan terikat pada syaraf menyebabkan penurunan ambang

rangsang sehingga terjadi kejang otot dan kejang-kejang, biasanya terjadi pada hari

ke 3 atau ke 4 dan berlangsung 7-10 hari. Tetanus dengan gejala riwayat luka,

demam, kejang rangsang, risus sardonicus (muka setan), kadang-kadang disertai

perut papan dan opistotonus (badan lengkung) pada umur diatas 1 bulan. Tetanus

disebabkan oleh bakteri yang berada di tanah, debu dan kotoran hewan. Bakteri ini

dapat dimasuki tubuh melalui luka sekecil tusukan jarum. Tetanus tidak dapat

ditularkan darisatu orang ke orang lain. Tetanus adalah penyakit yang menyerang

sistem syaraf dan seringkali menyebabkan kematian. Tetanus menyebabkan

kekejangan otot yang mula-mula terasa pada otot leher dan rahang. Tetanus dapat

mengakibatkan kesusahan bernafas, kejang-kejang yang terasa sakit, dan detak

jantung yang tidak normal. Karena imunisasi yang efektif, penyakit tetanus kini

jarang ditemukan di Australia, namun penyakit ini masih terjadi pada orang dewasa

Imunisasi | 20
yang belum diimunisasi terhadap penyakit ini atau belum pernah disuntik ulang

(disuntik vaksin dosis booster).

Cara pemberian imunisasi DPT adalah melalui injeksi intramuskular. Suntikan diberika

pada paha tengah luar atau subkutan dalam dengan dosis 0,5 cc. Cara memberiakn vaksin ini,

sebagai berikut :

 Letakkan bayi dengan posisi miring diatas pangkuan ibu dengan seluruh kaki telanjang.

 Orang tua sebaiknya memegang kaki bayi.

 Pegang paha dengan ibu jari dan jari telunjuk.

 Masukkan jarum dengan sudut 90 derajat.

 Tekan seluruh jarum langsung ke bawah melalui kulit sehingga masuk ke dalam otot.

Untuk mengurangi rasa sakit, suntikkan secara pelan-pelan.

 Pemberian vaksin DPT dilakukan tiga kali mulai bayi umur 2 bulan sampai 11 bulan

dengan interval 4 minggu. Imunisasi ini diberikan 3 kali karena pemberian pertama

antibodi dalam tubuh masih sangat rendah, pemberian kedua mulai meningkat dan

pemberian ketiga diperoleh cukupan antibodi. Daya proteksi vaksin difteri cukup baik yiatu

sebesar 80-90%, daya proteksi vaksin tetanus 90-95% akan tetapi daya proteksi vaksin

pertusis masih rendah yaitu 50-60%, oleh karena itu, anak-anak masih berkemungkinan

untuk terinfeksi batuk seratus hari atau pertusis, tetapi lebih ringan.

 Efek samping :

Pemberian imunisasi DPT memberikan efek samping ringan dan berat, efek ringan

seperti terjadi pembengkakan dan nyeri pada tempat penyuntikan dan demam, sedangkan

efek berat bayi menangis hebat kerana kesakitan selama kurang lebih empat jam, kesadaran

menurun, terjadi kejang, ensefalopati, dan syok.

Imunisasi | 21
3. Imnisasi Campak

Imunisasi campak ditujukan untuk memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit

campak. Campak, measlesatau rubelaladalah penyakit virus akut yang disebabkan oleh

virus campak. Penyakit ini sangat infeksius, menular sejak awal masa prodromal sampai

lebih kurang 4 hari setelah munculnya ruam. Infeksi disebarkan lewat udara (airborne).

Pemberian vaksin campak hanya diberikan satu kali, dapat dilakukan pada umur 9-

11 bulan, dengan dosis 0,5 CC. Sebelum disuntikan, vaksin campak terlebih dahulu

dilarutkan dengan pelarut steril yang telah tersedia yang derisi 5 ml cairan pelarut.

Kemudian suntikan diberikan pada lengan kiri atas secara subkutan.

Efek samping hingga 15 % pasien dapat mengalami demam ringan dan kemerahan

selama 3 hari yang dapat terjadi 8-12 hari setelah vaksinasi. Kontraindikasi pemberian

imunisasi tidak boleh dilakukan pada orang yang mengalami immunodefisiensi atau

individu yang diduga menderita gangguan responimun karena leukimia, dan limfoma.

4. Imunisasi Polio

Imunisasi yang bertujuan mencegah penyakit poliomyelitis. Pemberian vaksin polio dapat

dikombinasikan dengan vaksin DPT. Terdapat 2 macam vaksin polio:

 Inactivated Polio Vaccine (IPV = Vaksin Salk), mengandung virus polio yang telah

dimatikan dan diberikan melalui suntikan.

 Oral Polio Vaccine (OPV = Vaksin Sabin), mengandung vaksin hidup yang telah

dilemahkan dan diberikan dalam bentuk pil atau cairan. Bentuk trivalen (Trivalen

OralPolio Vaccine; TOPV) efektif melawan semua bentuk polio, sedangkan bentuk

monovalen (MOPV) efektif melawan satu jenis polio.

Imunisasi | 22
Imunisasi dasar polio diberiakn 4 kali (polio I, II, III dan IV) dengan interval tidak kurang

dari 4 minggu. Imunisasi ulangan diberikan 1 tahun setelah imunisasi polio IV, kemudian pada

saat masuk SD (5-6 tahun) dan pada saat meninggalkan SD (12 tahun). Di Indonesia umumnya

diberikan vaksin Sabin. Vaksin ini diberikan sebanyak 2 tetes (0,1 ml) langsung kemulut anak atau

dengan atau dengan menggunakan sendok yang berisi air gula.

Efek samping pada umunya tidak terdapat efek samping. Efek samping berupa paralisis

yang disebabkan oleh vaksin jarang terjadi. Kontra indikasi pemberian imunisasi polio tidak boleh

dilakukan pada orang yang menderita defisiensi imunitas. Tidak ada efek yang berbahaya yang

timbul akibat pemberian polio pada anak yang sedang sakit. Namun, jika ada keraguan, misalnya

sedang menderita diare, maka dosis ulang dapat diberikan setelah sembuh.

5. Imunisasi Hepatitis B

Imunisasi hepatitis B, ditujukan untuk memberi tubuh berkenalan terhadap

penyakit hepatitis B, disebakan oleh virus yang telah mempengaruhi organ liver (hati).

Virus ini akan tinggal selamanya dalam tubuh. Bayi-bayi yang terjangkit virus

hepatitisberisiko terkena kanker hati atau kerusakan pada hati.Virus hepatitis B ditemukan

didalam cairan tubuh orang yang terjangkit termasuk darah, ludah dan air mani.

Imunisasi diberikan tiga kali pada umur 0-11 bulan melalui injeksi intramuskular.

Kandungan vaksin adalah HbsAg dalam bentuk cair. Terdapat vaksin Prefill Injection

Device(B-PID) yang diberikan sesaat setelah lahir, dapat diberikan pada usia 0-7 hari.

Vaksin B-PID disuntikan dengan 1 buah HB PID. Vaksin ini, menggunakan Profilled

Injection Device(PID), merupakan jenis alat suntik yang hanya diberikan pada bayi. Vaksin

juga diberikan pada anak usia 12 tahun yang dimasa kecilnya belum diberi vaksin hepatitis

Imunisasi | 23
B. Selain itu orang –orang yang berada dalam rentan risiko hepatitis B sebaiknya juga

diberi vaksin ini.

Efek samping reaksi lokal seperti rasa sakit, kemerahan dan pembengkakan

disekitar tempat penyuntikan. Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan biasanya hilang

setelah 2 hari.f. Kontra indikasiHipersensitif terhadap komponen vaksin. Sama halnya

seperti vaksin-vaksin lain, vaksin ini tidak boleh diberikan kepada penderita infeksi berat

yang disertai kejang.

4.1 Kejadian Ikutan Paska Imunisasi (KIPI)

Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) adalah kejadian medik yang berhubungan dengan

imunisasi baik efek vaksin atau efek samping, toksisitas, reaksi sensitivitas, efek farmakologis atau

kesalahan program, koinsidensi, reaksi suntikan, atau hubungan kausal yang tidak dapat

ditentukan.4

4.1.1 Klasifikasi KIPI 7

A. Reaksi Vaksin, misal : induksi vaksin, potensiasi vaksin, sifat dasar vaksin

B. Kesalahan program, misal : salah dosis, salah lokasi dan cara penyuntikan, semprit dan

jarum tidak steril, kontaminasi vaksin dan alat suntik, penyimpanan vaksin salah

C. Kebetulan (coincidental), kejadian terjadi setelah imunisasi tapi tidak disebabkan oleh

vaksin. Indikator faktor kebetulan diketemukannya kejadian yang sama disaat yang

sama pada kelompok populasi setempat tetapi tidak mendapat imunisasi.

D. Injection reaction, disebabkan rasa takut/gelisah atau sakit dari tindakan penyuntikan,

bukan dari vaksin. Misalnya rasa sakit, bengkak dan kemerahan pada tempat suntik,

takut, pusing dan mual.

E. Penyebab tidak diketahui, yaitu penyebab kejadian tidak dapat ditetapkan.

Imunisasi | 24
4.1.2 Gejala Klinis KIPI

Gejala klinis dapat timbul secara cepat atau lambat dan dapat dibagi menjadi gejala lokal,

sistemik, reaksi susunan saraf pusat, serta reaksi lainnya. 5

A. Reaksi Lokal

 Abses pada tempat suntikan

 Limfadenitis

 Reaksi lokal lain yang berat, misalnya selulitis

B. Reaksi SSP

 Kelumpuhan akut

 Ensefalopati

 Ensefalitis

 Meningitis

 Kejang

C. Reaksi Lainnya

 Reaksi alergi: urtikaria, dermatitis, edema.

 Reaksi anafilaksis

 Syok anafilaksis

 Artralgia

 Demam tinggi >38,5oC

 Episode hipotensif-hiporesponsif

 Osteomielitis

Imunisasi | 25
 Menangis menjerit yang terus menerus (3 jam)

 Sindroma septik

Tabel 4.1 KIPI

Toksoid Tetanus 1. Syok anafilaksis 4 jam

(DTP, DT, TT) 2. Neuritis brakhial 2—28 hari

3. Komplikasi akut termasuk Tidak tercatat

kecacatan dan kematian

Pertusis whole- 1. Syok anafilaksis 4 jam

cell 2. Ensefalopati 72 jam

(DPwT) 3. Komplikasi akut termasuk Tidak tercatat

kecacatan dan kematian

Polio hidup 1. Polio paralisis pada resipien 30 hari

(OPV) imunokompromais

2. Komplikasi akut termasuk 6 bulan

kecacatan dan kematian

Hepatitis B 1. Syok anafilaksis 4 jam

Tidak tercatat

Imunisasi | 26
2. Komplikasi akut termasuk

kecacatan dan kematian

Reaksi lokal paling sering terjadi pada pemberian vaksin inaktif, khususnya yang

mengandung ajuvan, seperti vaksin DTP. Reaksi lokal biasanya terjadi beberapa jam

setelah suntikan dan biasanya ringan serta dapat sembuh sendiri. Pada beberapa kasus,

reaksi lokal dapat menjadi lebih parah. Ini dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas

meskipun bukan alergi. Reaksi ini disebut reaksi arthus dan sering terjadi pada pemberian

tetanus toksoid dan difteri. Reaksi arthus disebabkan oleh titer antibodi yang terlalu tinggi

yang biasanya disebabkan oleh terlalu banyaknya dosis toksoid. 6

Reaksi sistemik berupa reaksi alergi dapat disebabkan oleh antigen vaksin sendiri,

komponen vaksin seperti materi sel kultur, stabilisator, preservatif, atau antibiotik yang

digunakan untuk menghambat pertumbuhan bakteri. Reaksi alergi yang parah dapat

membahayakan jiwa, tetapi hal ini jarang terjadi. Berdasarkan estimasi dapat terjadi satu

kasus dari setengah juta dosis. Reaksi alergi dapat diperkecil dengan melakukan skrining

terlebih dahulu dengan wawancara sebelum dilakukan imunisasi. 6

Reaksi sistemik lebih merupakan gej ala umum, termasuk demam, malaise, mialgia,

sakit kepala, hilangnya nafsu makan, dan lain-lain. Gejala ini dapat bersifat umum, tidak

spesifik, dan dapat terjadi pada orang yang diimunisasi dapat disebabkan oleh vaksin atau

oleh sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan vaksin, seperti infeksi virus lain. Reaksi

sistemik sering terjadi pada pemberian vaksin sel utuh DTP Untuk menghindari reaksi KIPI

sistemik berat, perlu dilakukan anamnesa apakah ada riwayat kejang pada keluarganya. 6

Imunisasi | 27
4.1.3 Penanganan KIPI 7

1. Penyebab karena vaksin

A. Reaksi lokal ringan

Gejala :

nyeri, eritema, bengkak di daerah suntikan < 1 cm, timbul <48 jam setelah

imunisasi

Penanganan :

kompres hangat, jika nyeri mengganggu dapat diberi obat (parasetamol)

B. Reaksi lokal berat

Gejala : Eritema/ indurasi > 8 cm nyeri bengkak dan manifestasi sistemik

Penanganan : kompres hangat dan parasetamol

C. Reaksi umum/sistemik

Gejala : demam, lesu, nyeri otot, nyeri kepala, menggigil

Penanganan : berikan minum hangat dan selimut, parasetamol

D. Kolaps atau keadaan seperti syok

Gejala :

anak tetap sadar tapi tidak bereaksi terhadap rangsangan, pada pemeriksaan

frekuensi nadi serta tekanan darah dalam batas normal

Penanganan : Rangsang dengan wewangian atau bau, bila tidak segera teratasi

dalam 30 menit, rujuk.

Imunisasi | 28
E. Syok anafilaktik

Gejala :

Terjadi mendadak, kemerahan merata, oedem, urtikaria, sembab kelopak mata,

sesak, nafas bunyi, jantung berdebar kencang anak pingsan/tidak sadar.

Penanganan :

Suntikkan adrenalin 1:1.000 dosis 0.1 -0.3 ml, subkutan/intramuskuler atau 0.01

ml/kgBB x maks dosis 0.05 ml/kali. Jika membaik suntikkan deksametason 1

ampul iv/im, pasang infus NaCl 0.9 %, rujuk RS.

2. Penyebab karena tata laksana program

A. Abses dingin

Gejala : Bengkak, keras, nyeri daerah suntikan. Karena vaksin disuntikkan

kondisi dingin

Penanganan : Kompres hangatdan parasetamol

B. Pembengkakan

Gejala : Bengkak disekitar suntikan karena penyuntikan kurang dalam

Penanganan : Kompres hangat

C. Sepsis

Gejala : Bengkak di sekitar suntikan, demam karena jarum suntik tidak

steril. Gejala timbul 1 minggu sesudah disuntikkan

Penanganan : Kompres hangat, parasetamol dan rujuk RS

D. Tetanus

Gejala : Kejang, dapat disertai demam, anak tetap sadar

Penanganan : Rujuk RS

Imunisasi | 29
E. Kelumpuhan/kelemahan otot

Gejala :

Anggota gerak yang disuntik tidak bisa digerakkan terjadi karena daerah

penyuntikan salah

Penanganan : Rujuk RS untuk fisioterapi

3. Penyebab karena faktor penerima/pejamu

A. Alergi

Gejala :

Pembengkakan bibir dan tenggorokan, sesak napas, eritema, papula, gatal, tekanan

darah menurun.

Penanganan : Deksamethason 1 ampul im/iv, jika berlanjut pasang infus NaCl

0.9%

B. Faktor Psikologis

Gejala : Ketakuan, berteriak, pingsan

Penanganan :

Tenangkan, beri minum hangat. Saat pingsan beri wewangian atau alcohol. Setelah

sadar beri minum teh manis hangat

Imunisasi | 30
BAB 3

KESIMPULAN

Imunisasi adalah proses memicu sistem kekebalan tubuh seseorang secara artifisial yang

dilakukan melalui vaksinasi (imunisasi aktif) atau melalui pemberian antibodi (imunisasi pasif)

yang memiliki tujuan mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang dan menghilangkan

penyakit tersebut pada sekelompok masyarakat atau menghilangkannya dari dunia seperti

keberhasilan imunisasi variola. Imunisasi merupakan program pencegahan yang sudah digalakkan

di Indonesia sejak tahun 1997. Adapun imunisasi wajib yang harus diberikan pada anak adalah

BCG, Campak, DTP, Polio dan Hepatitis B. Namun sekarang IDAI tidak lagi menetapkan adanya

imunisasi wajib, semua anak harus mendapatkan semua imunisasi untuk berbagai penyakit tanpa

terkecuali. Dalam setiap imunisasi dapat terjadi kejadian ikutan pasca imunisasi yang dapat berupa

reaksi lokal maupun sistemik. Setiap reaksi tersebut dapat ditangani dengan pemberian obat,

kompres hangat ataupun dapat dirujuk ke RS.

Imunisasi | 31
DAFTAR PUSTAKA

1. Badan Pusat Statistik. Indeks Pembangunan Nasional 2014 Metode Baru. 2015. Diunduh

dari http://www.bps.go.id.

2. Kementrian Kesehatan Indonesia. Peraturan Presiden Republik Indonesia no 72. Sistem

Kesehatan Nasional. 2012. Diunduh dari http//www.binfar.kemkes.go.id.

3. Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2017.

Penyelenggaraan Imunisasi. 2017. Diunduh dari http://www.kemkes.go.id.

4. Ismoedijanto. Perlunya Peningkatan Cakupan Vaksinasi Difteria pada Anak dan Remaja.

Dalam the 1st National Symposium on Immunisation, penyunting Hadinegoro SR,

Widyastuti E, Kadim M, Kaswandani N, Prawitasari T, Endyarni B. PKB IKA FKUI ke-

54. Jakarta 2008. p 118-29.

5. Ranuh IGN, Suyitno H, Hadinegoro SRS, Kartasasmita CB, Ismoedijanto, Soedjatmiko.

Pedoman Imunisasi Indonesia Edisi Keempoat. 2011. Jakarta : Badan Penerbit Ikatan

Dokter Anak Indonesia.

6. Kementrian kesehatan Indonesia . Profil Kesehatan Indonesia. 2014. Jakarta: Pusdatin

Kementerian Kesehatan RI.

7. Probandari AN, Handayani S, Laksono NJD. Ketrampilan Imunisasi. 2013. Solo : Balai

Penerbit Universtis Sebelas Maret.

Imunisasi | 32

Anda mungkin juga menyukai