METODOLOGI PENELITIAN
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ............................................................................................................ i
BAB I PENDAHULUAN
i
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4 Usia....................................................................................................... 42
ii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Tabel hipotesis, variabel bebas, variabel terikat, dan sumber artikel ...... 28
............................................................................................................................... 54
iii
Tabel 20 Hasil analisis konfimari Regression Weights: (Group number 1 - Default
model) ................................................................................................................... 61
iv
BAB I
PENDAHULUAN
diwariskan dari nenek moyang untuk menjaga kesehatan dan bahkan mengobati
melalui jamu gendongan yang dijajakan dengan berkeliling Fadli (2018), para 5.
dengan cara dagang di warung-warung jamu yang pada umumnya banyak ditemui
di pinggir jalan, perkampungan dan tempat lainnya dengan penataan layout rata-
rata serupa antara satu dan yang lainnya, kedengarannya sudah tidak asing lagi dan
modern penjualan jamu mulai ikutan dengan istilah Kafe Jamu, meski belum
sepopuler jamu gendong, Kafe jamu merupakan solusi bagi meraka yang selama ini
khawatir minum jamu karena ada kasus-kasus peredaran jamu ilegal dan berbahaya.
Kafe Jamu bisa menjadi jaminan bagi konsumen yang ingin minum jamu
sungguhan.
semacam espresso coffee, late coffee, dan sebagainya. Namun, yang kini
ditawarkan Kafe Jamu adalah jamu yang berupa sebuah minuman tradisional
dengan produksi yang sudah modern, tampa ampas. Bukan hanya itu, jamu yang
terkesan sebagai sebuah minuman kuno dan ketinggalan zaman serta penikmatnya
pada umumnya kalangan orang tua sejak zaman dulu. Kini mulai berubah dan
1
diminati kalangan muda setelah jamu diproduksi dengan mesin modern ternyata
dapat disajikan dengan rasa kafe. Pada kenyataannya Kafe Jamu perlahan-lahan
mampu diminati para anak muda dan mulai dilirik sebagai peluang usaha yang
menjanjikan Ningsih (2016), para 7. Tentunya, untuk menarik minat pembeli yang
sasarannya pasar kalangan anak muda, cita rasa jamu pun tidak dibiarkan seadanya
atau seperti zaman dulu. Melainkan telah diracik dengan lebih modern dengan
dikombinasikan berbagai rasa buah seperi strawberry, jeruk, angggur, mangga dan
Menurut Direktur Utama PT Sido Muncul, Sofjan Hidayat kafe jamu hadir
dengan tujuan memasyarakatkan jamu dan melestarikan budaya bangsa, selain itu
dengan adanya kafe jamu ini juga akan menghilangkan image jamu dengan rasa
pahit itu hilang, bahwa jamu itu enak rasanya dan simpel penyajiannya Putra
(2016), para 3.
Kafe Jamu hadir sebagai salah satu ide bisnis inovatif yang pada akhir-akhir
ini mulai mengemuka, jamu yang biasanya di jual di warung-warung sederhana kini
di kemas lebih modern dengan tawaran tempat yang lebih mewah seperti di mall,
Kafe Jamu ini, bisa menghasilkan potensi keuntungan yang cukup besar, bukan
tidak mungkin, pedagang jamu oplosan dan minuman anggur mulai meninggalkan
bisnisnya karena sadar tak akan laku lagi dan sarana pertaubatan mereka tidak akan
2
Pemerintah melalui Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK)
Joko Widodo (Jokowi) sepakat bahwa industri jamu sebagai salah satu sektor
industri berbasis budaya berdaya saing tinggi yang kaya akan kearifan lokal. Jamu
(2015), para 3.
dilakukan dengan bekerja sama PT Matahari Putra Prima Tbk (Hypermart) dan
Carrefour. Menurut Direktur Utama PT Mustika Ratu Tbk (Hypermart) yang juga
Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Industri Tradisional Berbasis Budaya, Putri K
untuk memasyarakatkan Jamu dan menjadikan Jamu bagian dari budaya dan jati
PT Mustika Ratu Tbk (Hypermart) akan mendirikan Kafe Jamu Mustika Ratu
ke pasar modern tentu saja penyajian dilakukan secara modern tanpa meninggalkan
tradisi budaya yang melekat pada jamu sebagai warisan budaya bangsa secara turun
temurun. Kemudian PT Sido Muncul dengan BRI (Bank Rakyat Indonesia) bekerja
sama untuk mengembangkan 20 ribu kafe jamu di berbagai daerah. Selain sebagai
usaha dan menciptakan pekerjaan bagi masyarakat. Upaya ini juga didukung BRI
(Bank Rakyat Indonesia) selaku kreditor bagi pengelola kafe jamu Sujianto (2016),
para 5.
3
Menurut Sofjan Hidayat, tanggung jawab moral dan aksi konkretnya adalah
dengan terobosan membuat Kafe Jamu yang bisa dilakukan bukan saja oleh
penyeduh jamu yang sudah lama mereka geluti tetapi juga seluruh lapisan
masyarakat bisa melakukan usaha yang diyakini sebagai pembuka lapangan kerja
baru tersebut. Kafe Jamu juga sebagai solusi mengubah citra jamu lebih keren,
Sofjan Hidayat menegaskan bahwa Kafe Jamu nantinya sebagai salah satu
ekonomi dunia, karena menawarkan peluang usaha baru yang lebih prospektif dan
menjanjikan yakni dengan modal kecil tetapi mendapatkan keuntungan yang cukup
besar. Kafe jamu ini membuka lapangan kerja baru yang menjanjikan. Sebagai
gambaran untuk membuat Kafe Jamu, masyarakat hanya perlu investasi sekitar 750
ribu rupiah dengan omset bisa mencapai minimal Rp 12 juta per bulan dan
Konsep Kafe Jamu ini diharapkan mampu menarik minat masyarakat untuk
meminum jamu. dengan inovasi bisnis penjualan jamu seperti ini maka jamu
Indonesia akan berjaya dan mampu menjadi tuan di negeri sendiri. Melalui Sentra
Jamu Indonesia juga diusulkan kepada pemerintah harus ada Hari Jamu Nasional
sebagai momentum bersejarah anak bangsa selalu mengingat hari penting itu dan
para 6.
4
Judul : Satisfied, but Will They Spread a Word? The Role of Customer
URL : https://doi.org/10.21512/bbr.v9i1.3915
Abstrak :
were selected as the predictor variables. In total, 200 participants who purchased
jamu at the café were selected conveniently. Data were analyzed using exploratory
are satisfied, they do word-of-mouth and repurchase. On the other hand, WOM has
Jamu sudah dikenal sebagai seni medis pribumi dan dikonsumsi oleh Orang
Indonesia sejak berabad-abad yang lalu untuk penyembuhan tertentu penyakit dan
menjaga kesehatan (Afdhal & Welsch, 1988; Pols, 2016). Jamu diproduksi,
dipasarkan, dan dijual oleh individu atau perusahaan secara konvensional dengan
cara modern. Selain itu, jamu diproduksi secara komersial oleh bisnis skala mikro
seperti bisnis keluarga dan bahkan industri besar (Rademakers, 1998). Selanjutnya,
jamu dikonsumsi oleh orang perkotaan dan masyarakat modern (Torri, 2013) Suhud
5
variabel prediktor seperti kualitas layanan, kepuasan pelanggan, dan Word-of-
Zeithaml, & Berry, 1985, 2002) Suhud and Bajunaid (2018), para 3. Menurut
mereka, kualitas layanan memiliki lima dimensi. Itu adalah bukti fisik, keandalan,
pelanggan, retensi, dan kesetiaan (Ennew & Binks, 1996; Hapsari, Cleme, & Dean,
kepuasan pelanggan, dan keterlibatan pelanggan. Salah satu hasil itulah mereka
dengan niat untuk mengunjungi kembali atau pembelian kembali di industri jamu,
semua variabel yang dipilih kualitas layanan, kepuasan pelanggan, dan variabel
Jakarta. Itu peneliti telah memperoleh izin dari kafe pemilik untuk mendistribusikan
kuesioner. Para peserta adalah mereka yang pernah mengunjungi kafe sekali atau
lebih, dan mereka didekati dengan nyaman. Untuk mengukur semuanya variabel,
para peneliti memilih indikator yang dimiliki telah diuji dan divalidasi oleh
6
yang diadaptasi dari Khazaei, Manjiri, Samiey, dan Najafi (2014), Davidow (2003),
dan Hennig-Thurau, Gwinner, dan Gremler (2002). Indikator WOM diadaptasi dari
Davidow (2003), Goyette dkk. (2010), dan Khazaei dkk. (2014). Di Selain itu,
indikator niat untuk membeli kembali jamu produk di Jamu Café diadaptasi dari
Davidow (2003), Grewal et al. (1998), dan Maxham (2001) Suhud and Bajunaid
selalu penting dalam industri jasa. Dengan demikian, pemilik dan pengelola Kafe
Jamu harus lebih menaruh perhatian pada bagian ini karena penelitian ini
tidak memerlukan kualitas layanan sebagai hal yang mendesak. Karena itu,
pemiliknya tenang. Selain itu, tidak ada persaingan tajam untuk fasilitas semacam
ini di Jakarta. Namun, begitu investor lain tertarik untuk menginvestasikan uang
mereka dalam bisnis yang serupa, pemilik harus mengubah strategi mereka dalam
menghadapi persaingan. Kedua, alat promosi tidak diuji dalam penelitian ini.
Namun, berdasarkan pengamatan peneliti, pemilik Kafe Jamu tidak memiliki alat
promosi lain yang digunakan sejauh ini, kecuali WOM. Di alam, pemilik bisnis
tidak memiliki kendali atas kata-kata yang disebarkan oleh pelanggan, apakah itu
positif atau negatif. Oleh karena itu, mereka harus membuat format lain untuk
mendapatkan lebih banyak dampak positif dari alat promosi lainnya Suhud and
7
menyamaratakan kafe lain yang menjual jamu. Penelitian masa depan dapat
banyak latar belakang peserta untuk membuat temuan lebih berlaku untuk setiap
bisnis jamu. Kedua, pelanggan yang telah membeli produk di Kafe Jamu rupanya
juga mempertimbangkan kualitasnya. Oleh karena itu, untuk penelitian masa depan,
Hal penting lainnya adalah penelitian tentang perilaku konsumen jamu masih
sangat terbatas. Oleh karena itu, para peneliti menyarankan bahwa penelitian ini
harus direplikasi. Karena hasil riset akademik dapat dijadikan referensi bagi industri
satisfaction.
8
4. Menguji secara empiris pengaruh customer satisfaction terhadap word of mouth.
9
BAB II
KAJIAN TEORITIK
apa yang mereka terima dan apa yang mereka berikan perceived value
sebuah bisnis untuk menarik seorang konsumen atau memancing konsumen dari
“penilaian pelanggan terhadap kualitas barang dan jasa secara keseluruhan atas
keunggulan suatu jasa atau produk seringkali tidak konsisten sehingga pelanggan
perceived value di atas oleh para ahli dapat disimpulkan bahwa perceived value
Pelanggan dalam hal ini adalah mengeluarkan biaya berupa harga dengan manfaat
atau utilitas sesuai dengan ekspektasi pelanggan masing-masing. Jadi dengan kata
lain perceived value adalah perbedaan nilai konsumen total dan biaya konsumen
total. nilai konsumen total mencakup: nilai jasa, nilai produk, nilai orang-orang,
10
nilai citra. Biaya konsumen total mencakup: harga moneter, biaya waktu, biaya
yaitu: nilai ekonomi, nilai fungsional, nilai emosional dan nilai sosial.
Menurut Subagiyo and Adlan (2017), para 6 service quality adalah “sebuah
tingkat keunggulan dan merupakan output yang tidak berbentuk fisik yang
mempunyai manfaat bagi pelanggan dan tingkat tinggi rendahnya berdasar pada
pelanggan. Hal ini menunjukkan, ada dua faktor utama yang mempengaruhi service
quality, yaitu layanan yang diharapkan (expectation) dan layanan yang diterima
11
service lebih rendah dari expectation, maka service quality dipersepsikan buruk
oleh pelanggan. Dengan demikian, baik atau buruk service quality suatu badan
usaha tergantung pada kemampuan badan usaha penyedia layanan dalam memenuhi
12
4. Empathy (empati) yaitu kepedulian, dan perhatian secara pribadi yang diberikan
kepada pelanggan. Inti dari dimensi empati adalah menunjukkan kepada pelanggan
melalui layanan yang diberikan bahwa pelanggan itu spesial, dan kebutuhan mereka
dapat dipahami.
5. Tangible (berwujud), yaitu berupa penampilan fasilitas fisik, peralatan, pegawai,
dan material yang dipasang. Dimensi ini menggambarkan wujud secara fisik dan
layanan yang akan diterima oleh konsumen. Oleh karena itu, penting bagi
perusahaan untuk memberikan impresi yang positif terhadap kualitas layanan yang
diberikan tetapi tidak menyebabkan harapan pelanggan yang terlalu tinggi. Hal ini
meliputi lingkungan fisik seperti interior outlet, penampilan personil yang rapi dan
menarik saat memberikan jasa.
2.1.3 Customer Satisfaction
tertentu yang akan dibeli atau bahkan pola perilaku (seperti perilaku berbelanja dan
(2015), para 7 customer satisfaction adalah “suatu bentuk attitude yang tertanam
dalam pikiran dan hati pelanggan yang bersifat dinamis dan akumulasi pengalaman
pelanggan akan mengubah attitude ini”. Semua ini dipengaruhi oleh pikiran
pelanggan (kognitif) yang mewakili seluruh faktor yang bersifat rasional dan
produk dan layanan, atau mengenai produk atau layanan itu sendiri, dalam
menyediakan tingkat kepuasan dari konsumsi yang terpenuhi. Jadi untuk memenuhi
kepuasan konsumen maka dapat diukur dari sisi kognitif pembeli yang merasa
13
2. Stable customer satisfaction, pelanggan dengan tipe ini memiliki tingkat aspirasi
pasif dan perilaku yang menuntut. Emosi positifnya terhadap penyedia jasa
bercirikan steadiness dan trust dalam relasi yang terbina saat ini. Pelanggan
menginginkan segala sesuatunya tetap sama.
3. Resigned customer satisfaction, pelanggan dalam tipe ini juga merasa puas.
Namun, kepuasannya bukan disebabkan oleh pemenuhan harapan, namun lebih
4. Stable customer dissatisfaction, pelanggan dalam tipe ini tidak puas terhadap
kinerjanya, namun mereka cenderung tidak melakukan apa-apa.
5. Demanding dissatisfaction, tipe ini bercirikan tingkat aspirasi aktif dan perilaku
menuntut. Pada tingkat emosi, ketidakpuasannya menimbulkan protes dan oposisi.
Menurut Septefane (2016), para 9 pengukuran customer satisfaction dapat
dilakukan dengan empat metode, yaitu:
1. Complaint and Suggestion System (Sistem Keluhan dan Saran). Setiap organisasi
yang berorientasi pada pelanggan perlu menyediakan kesempatan yang luas dan
nyaman bagi para pelanggannya untuk menyampaikan saran, kritik, pendapat dan
keluhan mereka. Media yang bisa digunakan antara lain kotak saran, saluran bebas
pulsa, website, dsb.
2. Ghost Shopping / Mystery Shopping (Pembeli Bayangan). Metode ini dilakukan
dengan memperkerjakan beberapa ghost shoppers untuk berperan atau berpura-
pura sebagai pelanggan pontensial produk pesaing. Setelah itu mereka diminta
melaporkan temuan-temuan mereka berupa kekuatan dan kelemahan produk
pesaing.
3. Lost Customer Analysis (Analisis Pelanggan yang lari). Sedapat mungkin
perusahaan menghubungi para pelanggan yang telah berhenti membeli atau yang
telah berpindah ke pemasok lain agar dapat memahami mengapa hal itu terjadi
sehingga dapat mengambil kebijakan atau penyempumaan selanjutnya.
4. Customer Satisfaction Survey (Survei Kepuasan Pelanggan). Dalam hal ini
perusahaan melakukan untuk mendeteksi komentar pelanggan. Pengiikuran
kepuasan pelangganjuga dilakukan secara nasional oleh masing-masing negara
dengan mengembangkan indeks kepuasan pelanggan secara nasional untuk barang
dan jasa sebagai bentuk kepedulian produsen dan pentingnya kepuasan pelanggan.
Kegiatan ini juga disemarakan dengan berbagai penganugerahan award bagi
perusahaan yang meraih skor tertinggi dalaml indeks kepuasan pelanggan nasional.
melalui perantara orang ke orang baik secara lisan, tulisan, maupun alat komunikasi
menggunakan produk atau jasa. Pemasaran word of mouth juga bisa berbentuk
online dan offline”. Sedangkan menurut Finanda (2015), para 18 word of mouth
14
adalah “penyebaran informasi tentang sebuah produk atau merek yang dilakukan
mouth timbul ketika konsumen merasa puas atas suatu produk atau sangat kecewa
atas produk yang dibelinya. Word of mouth juga bisa timbul karena informasi yang
didapatkan dari seorang teman atau kerabat dalam bentuk komunikasi yang sangat
Menurut Sindunata and Wahyudi (2018), para 4 ada tiga alasan yang
membuat word of mouth menjadi begitu penting:
1. Kebisingan (noise). Para calon konsumen hampir tidak dapat mendengar
banyaknya kebisingan yang dilihatnya di berbagai media setiap hari. Mereka
bingung sehingga untuk melindungi diri, mereka menyaring sebagiah pesan yang
berjejalan dari media massa. Sebenarnya mereka cenderung lebih mendengarkan
apa yang dikatakan orang atau kelompok yang menjadi rujukan seperti teman-
teman atau keluarga.
2. Keraguan (skepticism). Para calon konsumen umumnya bersikap skeptis ataupun
meragukan kebenaran informasi yang diterimanya.Hal ini disebabkan oleh
banyaknya kekecawaan yang dialami konsumen saat harapannya ternyata tidak
sesuai dengan kenyataan di saat mengkonsumsi produk. Dalam kondisi ini
konsumen akan berpaling ke teman ataupun orang yang bisa dipercaya untuk
mendapatkan produk yang mampu memuaskan kebutuhannya.
3. Keterhubungan (connectivity). Kenyataan bahwa para konsumen selalu
berinteraksi dan berkomunikasi satu dengan yang lain, mereka saling berkomentar
mengenai produk yang dibeli ataupun bahkan bergosip mengenai persoalan lain.
Dalam interaksi inisering terjadi dialog tentang produk seperti pengalaman mereka
menggunakan produk.
Menurut Winadi (2017), para 7 terdapat lima dimensi dasar dalam word of
mouth sehingga informasi tersebut dapat menyebar kepada orang lain. Lima
dimensi dasar tersebut adalah:
1. Talkers (pembicara), ini adalah kumpulan target dimana mereka yang akan
membicarakan suatu merek biasa disebut juga influencer. Talkers ini bisa siapa saja
mulai dari teman, tetangga, keluarga, dll. Selalu ada orang yang antusias untuk
berbicara. Mereka ini yang paling bersemangat menceritakan pengalamannya.
2. Topics (topik), ini berkaitan dengan apa yang dibicarakan oleh talker. Topik ini
berhubungan dengan apa yang ditawarkan oleh suatu merek. Seperti tawaran
spesial, diskon, produk baru, atau pelayanan yang memuaskan. Topik yang baik
ialah topik yang simpel, mudah dibawa, dan natural. Seluruh word of mouth
memang bermula dari topik yang menggairahkan untuk dibicarakan.
15
3. Tools (alat), ini merupakan alat penyebaran dari topik dan talker. Topik yang
telah ada juga membutuhkan suatu alat yang membantu agar topik atau pesan dapat
berjalan. Alat ini membuat orang mudah membicarakan atau menularkan produk
atau jasa perusahaan kepada orang lain.
4. Talking part (partisipasi), suatu pembicaraan akan hilang jika hanya ada satu
orang yang berbicara mengenai suatu produk. Maka perlu adanya orang lain yang
ikut serta dalam percakapan agar word of mouth dapat terus beranjut.
5. Tracking (pengawasan), ialah suatu tindakan perusahaan untuk mengawasi serta
memantau respon konsumen. Hal ini dilakukan agar perusahaan dapat mempelajari
masukan positif atau negatif konsumen, sehingga dengan begitu perusahaan dapat
belajar dari masukan tersebut untuk kemajuan yang lebih baik.
Airline Companies
a. Penulis
Spela Vegelj
b. Volume
Volume 80
c. URL
https://doi.org/10.1016/j.jbusres.2017.05.015
d. Tahun terbit
Tahun 2017
e. Rangkuman Jurnal
personel, kepuasan dengan maskapai, niat membeli kembali dan niat untuk
16
kualitas personel berpengaruh positif terhadap kepuasan, dan kepuasan secara
maskapai ini. Kontribusi utamanya adalah untuk menguji pengaruh moderasi dari
tersebut antara kualitas layanan, kepuasan pelanggan, dan niat perilaku di seluruh
dan industri lainnya menunjukkan bahwa kepuasan pelanggan adalah terkait erat
pelanggan dari rendah diri atau superioritas relatif organisasi dan layanannya
pelanggan terus menarik perhatian akademis dan bisnis masyarakat. Sebagian besar
17
adalah bahwa kepuasan pelanggan dalam industri penerbangan dipengaruhi secara
positif oleh maskapai ini dan kualitas personel. Selanjutnya, kepuasan pelanggan
maskapai pada dua hubungan: kualitas personil - kepuasan dan kepuasan - niat
membeli kembali. Secara khusus, efek positif dari kualitas personil pada kepuasan
lebih lemah untuk biaya rendah versus maskapai layanan penuh, sementara efek
positif dari kepuasan pada niat pembelian kembali lebih kuat untuk maskapai
Enhancement In Airport
a. Penulis
James K. C. Chen
Amrita Batchuluun
Javkhuu Batnasan
b. Volume
Volume 43
c. URL
https://doi.org/10.1016/j.techsoc.2015.05.010
d. Tahun terbit
Tahun 2015
e. Rangkuman Jurnal
18
Penelitian ini bertujuan untuk membuat model evaluasi dari dampak inovasi
pelanggan dan nilai peningkatan pelanggan Chen, Yu, and Batnasan (2014), para 2.
pada kepuasan pelanggan. Karena itu, kemudahan mencapai bandara, seperti itu
sebagai layanan transit yang nyaman di bandara, transportasi sering layanan, atau
parkir yang cukup dll, adalah masalah berikutnya yaitu bandara secara konsisten
mempertimbangkan fasilitas terminal sebagai dasar persyaratan dan itu tidak lagi
layanan perbankan, serta fasilitas untuk orang cacat dan anak-anak. Bandara harus
pelanggan dan inovasi layanan. Studi ini melakukan analisis pada layanan inovatif
19
seperti kios self-check-in, X-ray, media sosial, dan mikro-hotel di bandara. Hasil
Pemeriksaan keamanan adalah faktor evaluasi yang paling penting dalam layanan
Ada beberapa saran untuk penelitian selanjutnya. Pertama, dalam hal ini,
terminal, dan pemeriksaan keamanan) yang berasal dari dimensi servqual dan kata-
katanya telah dimodifikasi untuk menjadi lebih tepat untuk industri jasa bandara.
Kedua, para peneliti memahami budaya dan regulasi perbedaan di berbagai negara,
yang merupakan keterbatasan penelitian kami. Jadi peneliti masa depan mungkin
ingin belajar melibatkan cukup ukuran sampel besar untuk seluruh industri, atau
eksternal dalam konteks yang lebih spesifik Chen et al. (2014), para 26.
PLS-SEM Approach
a. Penulis
Maimoona Salam
Alain Fayolle
20
Norizan Jaafar
Kartinah Ayupp
b. Volume
Volume 67
c. URL
https://doi.org/10.1016/j.jairtraman.2017.12.008
d. Tahun terbit
Tahun 2018
e. Rangkuman Jurnal
Penelitian ini bertujuan untuk menilai kualitas layanan yang disediakan oleh
lima dimensi skala AIRQUAL yaitu barang bukti penerbangan; layanan personil;
Empati dan citra memiliki dampak positif, langsung, dan signifikan terhadap
kepuasan pelanggan dari Malaysia Airlines Farooq, Salam, Fayolle, Jaafar, and
Penelitian ini juga meneliti dampak dimensi kualitas layanan pada pelanggan
waktu, penelitian ini melibatkan responden dari Malaysia Airlines saja, oleh karena
alasan itu, analisis perbandingan temuan dengan maskapai lain tidak mungkin, oleh
karena itu dianggap sebagai batasan dari penelitian ini. Penelitian ini juga
21
kualitas layanan, dengan fokus khusus pada layanan personel dan gambar untuk
(2018), para 5.
dan lalu lintas udara ke Malaysia, penelitian ini juga akan berguna bagi pembuat
kebijakan dan praktisi untuk pemahaman yang lebih baik tentang dimensi penting
dan melatih sumber daya manusia mereka untuk menyediakan layanan yang lebih
baik dan personal dengan empati yang lebih tinggi, yang ditemukan menjadi lebih
pribadi, sentuhan khusus dan rasa bangga dalam pelayanan pengiriman. Perusahaan
teknis pesawat terbang untuk membangun citranya sebagai yang andal dan aman
22
a. Penulis
Peter Gloor
Gianni Giacomelli
Tejasvita Saran
Francesca Grippa
b. Volume
Volume 25
c. URL
https://doi.org/10.1016/j.jbusres.2017.02.010
d. Tahun terbit
Tahun 2017
e. Rangkuman Jurnal
Penelitian ini dilakukan untuk menyelidiki dampak dari metode baru yang
berdampak pada kepuasan pelanggan. Metode ini didasarkan pada pengukuran pola
refleksi diri agar dapat memicu perubahan dalam perilaku komunikasi, yang
23
peningkatan kepuasan pelanggan dalam kelompok eksperimen dan penurunan
dalam kelompok kontrol (tim pemimpin tidak terlibat dalam proses mirroring
yang lebih stabil Gloor, Colladon, Giacomelli, Saran, and Grippa (2017), para 3.
perilaku komunikasi mereka sendiri dilacak melalui analisis e-mail. Di proyek ini
kami melibatkan para pemimpin dari 26 akun besar dalam virtual bulanan sesi
dibagikan dan didiskusikan dalam pleno dan individual sesi. Untuk tujuan ini, kami
yang lebih cepat dan bahasa yang lebih sederhana berhubungan positif dengan
24
hubungan yang lebih baik dengan pelanggan. Hasil kami menunjukkan bahwa
pelanggan lebih puas ketika ada titik stabil referensi dalam interaksinya dengan
perusahaan, tanpa osilasi yang berlebihan dan rotasi Gloor et al. (2017), para 11.
Process Perspective
a. Penulis
b. Volume
Volume 124
c. URL
https://doi.org/10.1016/j.techfore.2017.04.003
d. Tahun terbit
Tahun 2017
e. Rangkuman Jurnal
yang dikumpulkan dari survei kami terhadap konsumen Inggris pada tahun 2016.
25
Jaminan keamanan, kustomisasi, kemudahan penggunaan, informasi produk
dan kemudahan check-out, semua memiliki dampak yang signifikan tetapi pada
tingkat yang jauh lebih rendah. Pengaruh penampilan situs web pada kepuasan
online mengarah pada niat membeli kembali, dan kemungkinan membuat positif
rekomendasi kepada orang lain, tetapi tidak bersedia membayar lebih. Kami juga
layanan pelanggan pada kepuasan pelanggan lebih kuat untuk produk pengalaman
dari pada produk penelusuran, sementara tidak ada perbedaan signifikan dalam efek
lainnya faktor penentu untuk produk pencarian dan produk pengalaman Pham and
produk, kualitasnya tidak dapat dinilai sebelum produk diterima dan dikonsumsi.
Pengaruh respon layanan pelanggan pada kepuasan pelanggan lebih kuat untuk
produk pencarian, karena sulit bagi mereka untuk mendapatkan spesifik informasi
yang disesuaikan dengan situasi mereka dari tempat lain Pham and Ahammad
Jurnal ini menawarkan lebih banyak wawasan tentang perbedaan dalam efek
pengalaman belanja online pada loyalitas pelanggan antara pencarian dan produk
26
pengalaman yang tidak dipertimbangkan dalam studi sebelumnya. Studi kami juga
pelanggan: sebelum, selama, dan setelah pembelian Pham and Ahammad (2017),
para 23.
kami data yang disebabkan oleh keterwakilan sampel dari populasi. Sampel
penelitian kami dipilih berdasarkan profesional dan sosial kami kontak jaringan,
bergantung pada niat baik mereka untuk berpartisipasi dalam survei kami. Dalam
27
Gambar 1 Model Penelitian
2.3.2 Tabel hipotesis, variabel bebas, variabel terikat, dan sumber artikel
(2015)
(2016)
(2018)
Tabel 1 Tabel hipotesis, variabel bebas, variabel terikat, dan sumber artikel
28
BAB III
METODE PENELITIAN
mencari renponden yang pernah datang ke Kafe Jamu dan pernah membeli sekigus
peneliti sudah tidak padat, sehingga akan mempermudah peneliti dalam melakukan
Menurut Sugiyono (2012, p. 117) adalah “sampel adalah bagian dari jumlah
dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.” Karakteristik sampel dapat
menjadi suatu pengetahuan mengenai latar belakang sosial dan ekonomi dari setiap
responden. Karakteristik yang menjadi faktor pembeda antar responden antara lain,
jenis kelamin, usia, status pernikahan, pendidikan terakhir, dan status pekerjaan.
29
Berdasarkan dengan jumlah sampel yang disyaratkan yaitu sebanyak 217
kuesioner yang dinyatakan tidak memenuhi syarat. Jumlah sampel sebesar 200
responden ini layak untuk diproses karena dianggap memenuhi syarat kisaran
Modeling (SEM) yakni sebanyak 200 sampel. Setelah melakukan pengamatan pada
purposive sampling adalah salah satu teknik sampling non random sampling
khusus yang sesuai dengan tujuan penelitian sehingga diharapkan dapat menjawab
seluruh sampel yang akan peneliti teliti memiliki karakteristik khusus yang dapat
dianggap homogen. Selain itu, dengan teknik tersebut maka seluruh sampel
terjangkau yang peneliti teliti memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih. Yaitu,
dengan cara melakukan undian dari seluruh populasi terjangkau yang ada. Selain
itu metode ini dipakai karena bisa menentukan kriteria responden yang di tuju, yaitu:
30
1. Responden merupakan konsumen Kafe Jamu dan bersedia mengisi
kuesioner.
2. Responden berumur minimal kurang dari 20 tahun dan maksimal lebih dari
50 tahun. Pemilihan responden, berdasarkan umur ini dilihat dari tingkat pemikiran
tersebut sudah cukup mewakili dari keseluruhan konsumen Kafe Jamu yang
Usep Suhud, Sheila Maryam Bajunaid. 2018. Satisfied, but Will They Spread a
https://doi.org/10.21512/bbr.v9i1.3915 Volume 9, No 1.
1. I feel I am getting good mobile Saya merasa, saya mendapatkan layanan nilai Kuo et al. (2009)
31
2. Using the value-added services Menggunakan layanan nilai tambah yang Kuo et al. (2009)
provided by this telecom disediakan oleh kafe jamu ini sangat berharga
3. Compared with other telecom Dibandingkan dengan kafe jamu lainnya, Kuo et al. (2009)
4. The herbal medicine that I Jamu yang saya beli di kafe jamu Khasiatnya Suhud and
bought in the cafe is the untuk kesehatan sesuai dengan harapan saya Bajunaid (2018)
health
5. The herbal drink that I bought in Minuman jamu yang saya beli di kafe jamu Suhud and
the cafe is easily digested or mudah dicerna atau disesuaikan oleh tubuh Bajunaid (2018)
Mavridou. 2018. How service quality and outcome confidence drive pre-outcome
word-of-mouth.
Usep Suhud, Sheila Maryam Bajunaid. 2018. Satisfied, but Will They Spread a
32
https://doi.org/10.21512/bbr.v9i1.3915 Volume 9, No 1.
1. The facilities in the school are Fasilitas di kafe jamu dirancang dengan baik Ifie, Simintiras,
Mavridou (2018)
2. The school has convenient Kafe jamu memiliki jam kerja yang nyaman Ifie et al. (2018)
schedules.
3. The people who work in the Orang-orang yang bekerja di kafe jamu itu Ifie et al. (2018)
4. Cafe Jamu employees show Karyawan kafe Jamu menunjukkan minat Suhud and
genuine interest in responding yang tulus dalam menanggapi keluhan dan Bajunaid (2018)
5. The facilities in the herbal cafe Fasilitas di kafe jamu dirancang dengan baik Suhud and
Usep Suhud, Sheila Maryam Bajunaid. 2018. Satisfied, but Will They Spread a
33
https://doi.org/10.21512/bbr.v9i1.3915 Volume 9, No 1.
1. I am satisfied with the value- Saya puas dengan layanan nilai tambah Kuo et al. (2009)
added services provided by this yang disediakan oleh kafe jamu ini.
telecom company.
2. I think this telecom company Saya pikir kafe jamu ini telah berhasil Kuo et al. (2009)
value-added services.
3. This value-added service is Layanan nilai tambah kafe jamu lebih baik Kuo et al. (2009)
4. Overall, I am satisfied with my Secara keseluruhan, saya puas dengan Suhud and
dining experience at this pengalaman mengkonsumsi jamu di kafe ini Bajunaid (2018)
restaurant
5. I have really enjoyed the Saya benar-benar menikmati layanan jamu Suhud and
34
1. I will recommend this hotel to Saya akan merekomendasikan kafe jamu Kuo et al. (2009)
2. I will say positive things about Saya akan mengatakan hal-hal positif Kuo et al. (2009)
3. I will encourage family and Saya akan mendorong keluarga dan Kuo et al. (2009)
di kafe ini
4. I will recommend this hotel to Saya akan merekomendasikan kafe jamu Kuo et al. (2009)
5. I will recommend in the future Saya akan merekomendasikan dimasa Kuo et al. (2009)
Penelitian ini terdiri dari empat variabel, yaitu peceived value (Variabel X1),
service quality (Variabel X2), customers satifaction (Y) dan word of mouth (Z).
Teknik pengambilan data yang digunakan dalam penelitian ini dijelaskan sebagai
berikut:
35
1. Peceived Value
a. Definsi Konseptual
b. Definisi Operasional
Total Customer Value merupakan total dari semua nilai produk, jasa,
personil, dan citra yang diterima pelanggan dari tawaran yang diberikan oleh
perusahaan.
Nilai produk merupakan manfaat yang lebih dari suatu produk/jasa yang
Nilai staff merupakan kerapihan dalam berpenampilan dan cara bicara staff
2. Service Quality
a. Definsi Konseptual
keunggulan yang merupakan merupakan output yang tidak berbentuk fisik yang
mempunyai manfaat bagi pelanggan dan tingkat tinggi rendahnya berdasar pada
harapan pelanggan.”
b. Definisi Operasional
diberikan.
36
Reliability adalah kemampuan staff untuk melaksanakan layanan yang
pelanggan.
3. Customers Satifaction
a. Definsi Konseptual
antara persepsi atau kesannya terhadap kinerja berada di bawah harapan, pelanggan
tidak puas.”
b. Definisi Operasional
4. Word Of Mouth
a. Definsi Konseptual
37
Menurut Abdulah (2015), para 7 word of mouth adalah “kegiatan pemasaran
melalui perantara orang ke orang baik secara lisan, tulisan, maupun alat komunikasi
b. Definisi Operasional
konsumen dalam situs jejaring sosial mengenai sesuatu yang diadaptkan sebagai
sesuatu yang diadaptkan sebagai sumber informasi mengenai produk, jasa dan
brand.
diagram atau gambar mengenai sesuatu hal, disini data yang disajikan dalam bentuk
yang lebih mudah dipahami atau dibaca.” Sedangkan menurut Sudjana (2016, p.
18) statistika deskriptif adalah statistika yang menggunakan data pada suatu
38
Menurut Hasan (2001, p. 185) analisis deskriptif adalah “suatu bentuk analisis
data penelitian untuk menguji generalisasi hasil penelitian berdasarkan satu sample.
Jika hipotesis nol (H0) diterima, berarti hasil penelitian dapat digeneralisasikan.
Analisis deskriptif ini menggunakan satu variabel atau lebih tapi bersifat mandiri,
oleh karena itu analisis ini tidak berbentuk perbandingan atau hubungan.
Kapan_Terakhir_Mengunjungi_Kafe_Jamu
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Percent
39
Gambar 2 Terakhir kali konsumen mengunjungi Kafe Jamu
Jenis_Kelamin
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Percent
40
Gambar 3 Jenis kelamin
Usia
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Percent
41
216
100,0 100,0
Total
Tabel 8 Usia
Gambar 4 Usia
Tingkat_Pendidikan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Percent
42
Magister/Doktor 3 1,4 1,4 100,0
Status_Pekerjaan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Percent
43
Pensiun 3 1,4 1,4 100,0
Status_Pernikahan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Percent
Bercerai/berpisah 2 ,9 ,9 99,1
44
Pasangan meninggal
2 ,9 ,9 100,0
dunia
statistik yang harus dipenuhi pada analisis regresi linear berganda yang berbasis
ordinary least square (OLS). Jadi analisis regresi yang tidak berdasarkan OLS tidak
memerlukan persyaratan asumsi klasik.” Suatu model regresi yang valid harus
memenuhi kriteria BLUE (Best, Linear, Unbiased, and Estimated). Untuk dapat
mengetahui apakah model regresi yang kita gunakan dalam penelitian telah
45
memenuhi kriteria BLUE, maka perlu dilakukan uji prasyarat regresi linear
bahwa persamaan regresi yang didapatkan memiliki ketepatan dalam estimasi, tidak
bias dan konsisten. Perlu diketahui, terdapat kemungkinan data aktual tidak
memenuhi semua asumsi klasik ini. Beberapa perbaikan, baik pengecekan kembali
Uji asumsi non autokorelasi adalah keadaan dimana tidak terdapat hubungan
antara kesalahan-kesalahan (error) yang muncul pada data runtun waktu (time
series). Tujuan digunakannya uji ini adalah untuk menguji apakah dalam model regresi
linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan
pengganggu pada periode sebelumnya. Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada
observasi x, dan varians setiap residual adalah sama untuk semua nilai variabel. Uji
Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka
46
disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi
yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi keteroskedastisitas. Hasil
antar variabel-variabel penjelas dalam persamaan regresi. Model regresi yang baik
Metode ini bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya
korelasi antar variabel bebas (Independen). Model regresi yang baik seharusnya
tidak terjadi korelasi diantara variabel bebas. Apabila nilai VIF lebih dari 10 dan
nilai tolerance kurang dari 0,10 maka terjadi multikolinearitas, sebaliknya tidak
terjadi multikolinearitas antara variabel apabila nilai VIF kurang dari 10 dan nilai
tolerance lebih dari 0,10. Hasil uji multikolinearitas dapat dilihat dibawah ini:
Tolerance VIF
47
Tabel 13 Hasil uji multikolinearitas
Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana
ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya.
Artinya ada kesesuaian antara alat ukur dengan fungsi pengukuran dan sasaran
menyatakan ketepatan tujuan tes (alat ukur) dan memenuhi persyaratan pembuatan
tes.” Validitas tes menunjukan derajat kesesuaian antara tes dan atribut yang akan
di ukur. Menurut Syukur (2012, p. 14) validitas adalah “suatu arahan kepada
suatu instrumen evaluasi dapat mengukur apa yang sebenarnya harus diukur secara
tepat.
hasil pengukuran dari waktu ke waktu jika fenomena yang diukur tidak berubah.”
Atau dapat dikatakan reliabilitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan sejauh
mana hasil pengukuran tetap konsisten bila diukur beberapa kali dengan alat ukur
dilakukan dengan dua cara pertama Repeated Measure, pertanyaan ditanyakan pada
responden berulang pada waktu yang berbeda, (misalnya sebulan kemudian), dan
48
kemudian dilihat apakah dia tetap konsisten dengan jawabannya. Kedua One Shot,
menguji validitas terlebih dahulu. Jika pertanyaannya tidak valid, maka pertanyaan
tersebut dibuang. Pertanyaan yang sudah valid baru secara bersama-sama diukur
dalam hal ini kuesioner dapat digunakan lebih dari satu kali, paling tidak oleh
responden yang sama akan menghasilkan data yang konsisten. Dengan kata lain,
Component Matrixa
Component
1 Cronbach's Alpha
disediakan oleh kafe jamu ini sangat berharga bagi saya ,935
49
PQ30_PV5_Jamu yang saya beli di kafe jamu ini
,933
khasiatnya untuk kesehatan sesuai dengan harapan saya
Component Matrixa
Component
1 Cronbach's Alpha
pelanggan
Component Matrixa
Component
1 Cronbach's Alpha
50
PQ36_CS1_Secara keseluruhan, saya puas dengan Kafe
,884
Jamu ini.
Component Matrixa
Component
1 Cronbach's Alpha
51
PQ45_WOM5_Saya akan mengatakan hal-hal positif
,940
tentang jamu di kafe ini
Menurut Sudjana (2016, p. 23) uji hipotesis adalah “cabang Ilmu statistika
Tujuan dari uji hipotesis adalah untuk menetapkan suatu dasar sehingga dapat
menolak atau menerima kebenaran dari pernyataan atau asumsi yang telah dibuat.
1. Hipotesis deskriptif
52
Berapa lama umur teknis alat tangkap bagan tancap?
2. Hipotesis komparatif
nilai-nilai dalam satu variabel atau lebih pada suatu sampel yang berbeda-beda.
Probolinggo?
3. Hipotesis asosiatif
tentang hubungan antara dua variabel atau lebih pada suatu sampel yang berbeda-
tangkapan?
Coefficientsa
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
53
a. Dependent variable: variabel_customers_satisfaction
Coefficientsa
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
value sebesar 0,000 < 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa secara langsung
quality sebesar 0,021 < 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa secara langsung
54
3. Analisis pengaruh X1 variabel perceived value terhadap Z variabel word of
mouth: dari analisis diatas diperoleh nilai signifikan X1 variabel perceived value
sebesar 0,021 < 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa secara langsung terdapat
word of mouth.
mouth: dari analisis diatas diperoleh nilai signifikan X2 variabel service quality
sebesar 0,000 < 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa secara langsung terdapat
pengaruh yang signifikan dari X2 variabel service quality terhadap Z variabel word
of mouth.
satisfaction sebesar 0,001 < 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa secara
55
BAB IV
HASIL PENELITIAN
(SEM) dengan AMOS. Tahapan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
dalam memberikan pertandingan yang valid antar populasi atau sampel yang
matriks korelasi.
dapat dianalisis lebih lanjut. Perhitungan besar degree of freedom menjadi bagian
56
konfirmatori diuji menggunakan Goodnes-of-Fit Index. Hasil analisis konfirmatori
dari empat variabel penelitian yang terdiri dari peceived value (Variabel X1),
service quality (Variabel X2), customers satifaction (Y) dan word of mouth (Z).
57
Hasil analisis konfirmatori tersebut dapat dijelaskan melalui persamaan berikut ini:
sebesar 0,92; PQ29_PV4 sebesar 0,92; PQ30_PV5 sebesar 0,92. Dipengaruhi oleh
sebuah faktor yang secara eksplisit tidak dimasukan dalam model maka bisa jadi
PQ28_PV3 (0,85), PQ29_PV4 (0,84) dan PQ30_PV5 (0,84). Oleh sebab itu dengan
58
sebesar 0,89; PQ23_SQ3 sebesar 0,92; PQ24_SQ4 sebesar 0,93 dan PQ25_SQ5
sebesar 0,91. Dipengaruhi oleh sebuah faktor yang secara eksplisit tidak dimasukan
dalam model maka bisa jadi ada korelasi antar kesalahan pengukuran indikator
(0,87) dan PQ25_SQ5 (0,88). Oleh sebab itu dengan tingkat loading factor sebesar
PQ37_CS2 sebesar 0,93; PQ38_CS3 sebesar 0,89; PQ39_CS4 sebesar 0,88 dan
PQ40_CS5 sebesar 0,92. Dipengaruhi oleh sebuah faktor yang secara eksplisit tidak
dimasukan dalam model maka bisa jadi ada korelasi antar kesalahan pengukuran
PQ39_CS4 (0,84) dan PQ40_CS5 (0,73). Oleh sebab itu dengan tingkat loading
59
yang berperan lebih dominan dibandingkan indikator lain yang membentuk variabel
sebuah faktor yang secara eksplisit tidak dimasukan dalam model maka bisa jadi
PQ44_WOM4 (0,91) dan PQ45_WOM5 (0,89). Oleh sebab itu dengan tingkat
60
Estimate S.E. C.R. P Label
Tabel 20 Hasil analisis konfimari Regression Weights: (Group number 1 - Default model)
struktural antara variabel yang diteliti. Hubungan struktural antar variabel diuji
61
Gambar 9 Hasil structural equation modeling (SEM)
dapat disimpulkan bahwa struktur analisis modeling dalam penelitian ini dapat
dilakukan. Dari analisis jalur diatas maka diperoleh model struktural sebagai berikut:
perceived value ke word of mouth + 0,89 perceived value ke service quality + word of
mouth. Dengan loading factor 0,89 maka variabel perceived value merupakan variabel
62
Estimate S.E. C.R. P Label
Tabel 21 Hasil structural equation modeling (SEM) Regression Weights: (Group number 1 -
Default model)
baik, yaitu nilai CR diatas 1,98. Maka dengan hasil ini, dapat dikatakan bahwa
model penelitian dapat digunakan untuk analisis selanjutnya tanpa modifikasi atau
penyesuaian-penyesuaian.
bebas terhadap variabel terikat. Pengaruh variabel dinyatakan signifikan jika nilai
critical ratio diatas 1,98. Hasil uji hipotesis dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
63
Estimate S.E. C.R. P Label
sebagai berikut:
quality
(critical ratio) 16,581 > 1,98. Nilai ini menunjukkan hasil yang memenuhi syarat
yaitu lebih dari dari 1,98 untuk CR sehingga dapat disimpulkan H1 pada penelitian
customer satisfaction
(critical ratio) 2,994 > 1,98. Nilai ini menunjukkan hasil yang memenuhi syarat
yaitu lebih dari dari 1,98 untuk CR sehingga dapat disimpulkan H2 pada penelitian
satisfaction
(critical ratio) 1,989 > 1,98. Nilai ini menunjukkan hasil yang memenuhi syarat
64
yaitu lebih dari dari 1,98 untuk CR sehingga dapat disimpulkan H3 pada penelitian
word of mouth
(critical ratio) 2,681 > 1,98. Nilai ini menunjukkan hasil yang memenuhi syarat
yaitu lebih dari dari 1,98 untuk CR sehingga dapat disimpulkan H4 pada penelitian
4.3 Pembahasan
value, service quality, customers satisfaction dan word of mouth pada konsumen
berpengaruh secara signifikan terhadap service quality. temuan ini bisa dijelaskan
bahwa penilaian pelanggan terhadap kualitas layanan yang diberikan oleh Kafe
Jamu secara nyata dan signifikan mempengaruhi tinggi rendahnya value yang
tinggi rendahnya persepsi pelanggan terhadap kualitas layanan pada kafe jamu
tersebut.
65
Pembahasan hasil penelitian di atas serupa dengan penelitian terdahulu atau
jurnal yang dilakukan oleh Ying-Feng Kuo, Chi-Ming Wub dan Wei-Jaw Deng,
dengan judul The relationships among service quality, perceived value, customer
2588–7896, 2009, volume 25, issue 4, pages 887-896) hal ini membuktikan bahwa
ini bisa dijelaskan bahwa persepsi nilai yang dirasakan oleh pelanggan di Kafe
dirasakan oleh pelanggan tergantung pada nilai yang dipersepsikan oleh pelanggan
jurnal yang dilakukan oleh Rahim Hussain, Amjad Al Nasser, dan Yomna K.
pages 167-175) hal ini membuktikan bahwa perceived value berpengaruh positif
secara nyata dan signifikan customer satisfaction. Hal ini dikarenakan menurut
konsumen, staff dan karyawan Kafe Jamu sangatlah peka dan tanggap ketika
66
customer membutuhkan sesuatu seperti langsung membersihkan meja ketika
pelanggan lainnya, hal ini sangat penting ketika Kafe Jamu sedang ramai. Selain itu
ketika ada minuman atau makanan yang jatuh ke lantai pihak pelayan langsung
tanggap membersihkannya. Hal inilah yang membuat konsumen merasa senang dan
merasa tidak rugi ketika makan di Kafe Jamu ini dan hal ini secara tidak langsung
jurnal yang dilakukan oleh Nur Aina Abdul Jalil, Amily Fikry dan Anizah
Zainuddin dengan judul The Impact of Store Atmospherics, Perceived Value, and
42, issue 6, pages 167-175) hal ini membuktikan bahwa service quality berpengaruh
terbukti secara nyata dan signifikan word of mouth bahwa semakin tinggi kepuasan
konsumen yang datang ke Kafe Jamu maka semakin besar konsumen bersedia
menyampaikan berita positif dan menarik tentang Kafe Jamu tersebut dan
meningkatkan keinginan mereka untuk melakukan word of mouth. maka dari itu
Kafe Jamu harus konsisten dalam memberikan kepuasan bagi pelanggan baik dari
kepuasan pada layanan, kepuasan akan produk jamu yang dijual, serta kepuasan
67
pengalamannya pada rekan-rekan terdekatnya mengenai kepuasannya terhadap
Kafe Jamu.
jurnal yang dilakukan oleh Sandra M.C. Loureiro, Luisa Cavallero dan Francisco
41, issue 4, pages 131-141) hal ini membuktikan bahwa customer satisfaction
68
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
69
DAFTAR PUSTAKA
Abdulah, D. (2015). PENGARUH WORD OF MOUTH MARKETING DAN KUALITAS PRODUK
TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN KONSUMEN PD. SUZUKI TALAGA. MAKSI,
2(1).
Ahvie, A. F., & Rahayu, D. D. (2009). Analisis Kepuasan Pelanggan (Customer Satisfaction)
Terhadap Layanan Hypermart Pekanbaru. Jurnal Ekonomi, 17.
Alaan, Y. (2016). Pengaruh Service Quality (Tangible, Empathy, Reliability,
Responsiveness dan Assurance) terhadap Customer Satisfaction: Penelitian pada
Hotel Serela Bandung. Jurnal Manajemen Maranatha, 15(2).
Budiyuwono, N. (2006). Pengantar Statistik Ekonomi & Perusahaan (Revisi ed.).
Yogyakarta: UPP AMP YKPN.
Chen, J. K., Yu, Y.-W., & Batnasan, J. (2014). Services innovation impact to customer
satisfaction and customer value enhancement in airport. Paper presented at the
Management of Engineering & Technology (PICMET), 2014 Portland
International Conference on.
Dajan, A. (2014). Pengantar Metode Statistik (1 ed.). Jakarta: LP3ES.
Dharma, G. B. (2012). Pengaruh Perceived Value And Perceived Quality terhadap
Kepercayaan Konsumen di Rumah Sakit Kartika Sari. Jurnal Manajemen dan
Pemasaran Jasa, 5(1), 63-86.
Fadli, A. Z. (2018). Jony Yuwono, Owner Cafe Jamu Acaraki: Mengusung JamuNewWave.
Retrieved from www.herbaindonesia.com website:
http://www.herbaindonesia.com/berita?id=Jony_Yuwono,_Owner_Cafe_Jamu_
Acaraki:_Mengusung_JamuNewWave
Farooq, M. S., Salam, M., Fayolle, A., Jaafar, N., & Ayupp, K. (2018). Impact of service
quality on customer satisfaction in Malaysia airlines: A PLS-SEM approach.
Journal of Air Transport Management, 67, 169-180.
Finanda, I. R. (2015). Pengaruh Word Of Mouth dan Brand Image terhadap Keputusan
Penggunaan Salon Kecantikan pada Konsumen Miloff Beauty Bar. E-Journal
Widya Ekonomika, 1(1).
Gantara, G., Kumadji, S., & Yulianto, E. (2013). Analisis Pengaruh Kualitas Layanan Dan
Perceived Value Terhadap Kepuasan Pelanggan Dan Loyalitas Pelanggan. Jurnal
Administrasi Bisnis, 1(1), 40-48.
Gloor, P., Colladon, A. F., Giacomelli, G., Saran, T., & Grippa, F. (2017). The impact of
virtual mirroring on customer satisfaction. Journal of Business Research, 75, 67-
76.
Hasan, M. I. (2001). Pokok-Pokok Materi Statistik 1 (Statistik Deskriptif) (2 ed.). Jakarta:
PT. Bumi Aksara.
Hussain, R., Al Nasser, A., & Hussain, Y. K. (2015). Service quality and customer
satisfaction of a UAE-based airline: An empirical investigation. Journal of Air
Transport Management, 42, 167-175.
Ifie, K., Simintiras, A. C., Dwivedi, Y., & Mavridou, V. (2018). How service quality and
outcome confidence drive pre-outcome word-of-mouth. Journal of Retailing and
Consumer Services, 44, 214-221.
Jalil, N. A. A., Fikry, A., & Zainuddin, A. (2016). The impact of store atmospherics,
perceived value, and customer satisfaction on behavioural intention. Procedia
Economics and Finance, 37, 538-544.
70
Koklic, M. K., Kukar-Kinney, M., & Vegelj, S. (2017). An investigation of customer
satisfaction with low-cost and full-service airline companies. Journal of Business
Research, 80, 188-196.
Kuo, Y.-F., Wu, C.-M., & Deng, W.-J. (2009). The relationships among service quality,
perceived value, customer satisfaction, and post-purchase intention in mobile
value-added services. Computers in human behavior, 25(4), 887-896.
Loureiro, S. M., Cavallero, L., & Miranda, F. J. (2018). Fashion brands on retail websites:
Customer performance expectancy and e-word-of-mouth. Journal of Retailing
and Consumer Services, 41, 131-141.
Lyna, N. (2014). Peluang, Kafe Jamu Bisa Jadi Pilihan Bisnis ke Depan. Retrieved from
finance.detik.com website: https://finance.detik.com/industri/d-
2759813/peluang-kafe-jamu-bisa-jadi-pilihan-bisnis-ke-
depan?_ga=2.85683673.1569977567.1543456285-
1264939904.1543456285&_gac=1.225626728.1543456285.CjwKCAiAlvnfBRA1Ei
wAVOEgfIsGujckb9uzPvPeBg2_uLR2X6USMTJTT3b9FC09ATYp5MZo7zLPhRoCviw
QAvD_BwE
Ningsih, W. (2016). Kafe Jamu Mulai Dilirik Perusahaan Kakap. Retrieved from
www.radartegal.com website: https://radartegal.com/berita-kuliner/kafe-jamu-
mulai-dilirik-perusahaan-kakap.9323.html
Pham, T. S. H., & Ahammad, M. F. (2017). Antecedents and consequences of online
customer satisfaction: A holistic process perspective. Technological Forecasting
and Social Change, 124, 332-342.
Pramudita, Y. A. (2013). Analisa pengaruh customer value dan customer experience
terhadap customer satisfaction di De Kasteel Resto Surabaya. Jurnal Strategi
Pemasaran, 1(1).
Pranoto, R. G. (2015). Analisa Pengaruh Customer Experience Terhadap Customer
Satisfaction Pada Konsumen Di Rosetta's Cafe & Resto Surabaya. Jurnal Strategi
Pemasaran, 3(1), 1-9.
Putra, A. (2016). Cafe Jamu, Solusi Atasi Pengangguran. Retrieved from
www.smartbisnis.co.id website:
https://www.smartbisnis.co.id/content/read/berita-bisnis/cafe-jamu-solusi-
atasi-pengangguran
Putranto, S. (2015). Pengaruh Perceived Value Terhadap Loyalitas Konsumen Dengan
Kepuasan Sebagai Variabel Mediasi (Studi Pada Konsumen Waroeng Spesial
Sambal Cabang Surakarta). Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Rahmawati, I. (2015). Kafe Jamu Hadir di Hypermart dan Carrefour. Retrieved from
finance.detik.com website: https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-
2876348/kafe-jamu-hadir-di-hypermart-dan-
carrefour?_ga=2.11159668.1569977567.1543456285
Rosad, R. (2017). Uji Validitas dan Reabilitas Tes (2 ed.). Bandung FPEB UPI.
Ruswanti, E. (2012). Pengaruh Service Quality dan Customer Satisfaction terhadap
Customer Loyalty. Jurnal Ilmiah Widya.
Salim, W. (2013). Analisa Pengaruh Service Quality Terhadap Customer Satisfaction
Rempah Indonesian Restaurant. Jurnal Strategi Pemasaran, 1(2), 1-9.
Saputro, D. K. (2013). Pengaruh Perceived Quality, Perceived Sacrifice dan Perceived
Value terhadap Customer Satisfaction di Informa Innovative Furnishing Pakuwon
City Surabaya. Jurnal Strategi Pemasaran, 1(1).
71
Septefane, Y. D. (2016). Pengaruh Service Quality terhadap Customer Satisfaction
membentuk Customer Loyalty pada Pt. Citra Mitra anugerah. Jurnal Strategi
Pemasaran, 4(1).
Sindunata, I., & Wahyudi, B. A. (2018). PENGARUH e-WOM (ELECTRONIC-WORD-OF-
MOUTH) TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN DI agoda. com. Jurnal Hospitality
dan Manajemen Jasa, 6(1).
Situmorang, R. (2015). ‘Kafe Jamu’ Tawarkan Lifestyle Herbal Terbaru. Retrieved from
entertainment.analisadaily.com website:
http://entertainment.analisadaily.com/read/kafe-jamu-tawarkan-lifestyle-
herbal-terbaru/199649/2015/12/21
Subagiyo, R., & Adlan, M. A. (2017). Pengaruh Service Quality, Marketing Mix dan
Kepuasan Mahasiswa terhadap Customer Loyalty. Jurnal Ekonomi Modernisasi,
13(1), 1-15.
Subagyo, P. (2012). Statistik Deskriptif (5 ed.). Yogyakarta: BPFE.
Sudjana. (2016). Metoda Statistika (7 ed.). Bandung: PT. Tarsito.
Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Bisnis (3 ed.). Bandung: Aflabeta.
Suharsimi, A. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Revisi ed.). Jakarta:
PT. Rineka Cipta.
Suhud, U., & Bajunaid, S. M. (2018). Satisfied, but Will They Spread a Word? The Role of
Customer Satisfaction at Jamu Café. Binus Business Review, 9(1), 1-8.
Sujianto, R. (2016). Café Jamu Mulai Bermunculan Di Berbagai Tempat Di Kota
Semarang. Retrieved from semarangpedia.com website:
https://semarangpedia.com/cafe-jamu-mulai-bermunculan-di-berbagai-tempat-
di-kota-semarang/
Sulayman, M. M., Ernawati, E., & Indarini, I. (2012). Pengaruh Dimensi Service Quality
Terhadap Customer Satisfaction Serta Pengaruh Customer Satisfaction Dan Trust
Terhadap Customer Loyalty Bca Di Surabaya. Calyptra, 1(1), 1-23.
Syukur, W. d. I. (2012). Asssmen Metode Penelitian (5 ed.). Bandung: PT. Refika Aditama.
Utami, E. (2015). Kafe Ini Tawarkan Nostalgia Minum Jamu. Retrieved from
www.suara.com website:
https://www.suara.com/lifestyle/2015/01/02/132941/nostalgia-minum-jamu-
ala-kafe
Winadi, J. S. (2017). Hubungan Word of Mouth dengan Brand Awareness Teh Kotak.
Jurnal e-Komunikasi, 5(1).
Winosa, Y. (2016). Sido Muncul Gandeng BRI Buka Puluhan Ribu Kafe Jamu. Retrieved
from www.beritasatu.com website:
http://www.beritasatu.com/ekonomi/382740-sido-muncul-gandeng-bri-buka-
puluhan-ribu-kafe-jamu.html
Yulyanti, F. D. (2014). Peluang, Kafe Jamu Bisa Jadi Pilihan Bisnis ke Depan. Retrieved
from finance.detik.com website: https://finance.detik.com/industri/d-
2759813/peluang-kafe-jamu-bisa-jadi-pilihan-bisnis-ke-
depan?_ga=2.85683673.1569977567.1543456285-
1264939904.1543456285&_gac=1.225626728.1543456285.CjwKCAiAlvnfBRA1Ei
wAVOEgfIsGujckb9uzPvPeBg2_uLR2X6USMTJTT3b9FC09ATYp5MZo7zLPhRoCviw
QAvD_BwE
72
73