Anda di halaman 1dari 78

PROPOSAL MINI

MOCHAMAD ILHAM SABILAH


8135163904

PENDIDIKAN BISNIS B 2016

METODOLOGI PENELITIAN

i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ............................................................................................................ i

DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. ii

DAFTAR TABEL .................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .......................................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................... 8

1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................................... 8

BAB II TELAAH PUSTAKA

2.1 Latar Belakang Teori .............................................................................................. 10

2.2 Penelitian Terdahulu ............................................................................................... 16

2.3 Kerangka Teori dan Hipotesis ................................................................................ 27

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Tempat Dan Waktu Penelitian ................................................................................ 29

3.2 Sampel Dan Teknik Pemilihan Sampel .................................................................. 29

3.3 Pengembangan Instrumen ....................................................................................... 31

3.4 Teknik Pengumpulan Data ..................................................................................... 35

3.5 Teknik Analisis Data .............................................................................................. 38

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 43

i
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Model Penelitian .................................................................................. 28

Gambar 2 Terakhir kali konsumen mengunjungi Kafe Jamu ............................... 40

Gambar 3 Jenis kelamin ........................................................................................ 41

Gambar 4 Usia....................................................................................................... 42

Gambar 5 Tingkat pendidikan ............................................................................... 43

Gambar 6 Status pekerjaan.................................................................................... 44

Gambar 7 Status pernikahan ................................................................................. 45

Gambar 8 Hasil analisis konfimatori..................................................................... 57

Gambar 9 Hasil structural equation modeling (SEM) .......................................... 62

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 1 Tabel hipotesis, variabel bebas, variabel terikat, dan sumber artikel ...... 28

Tabel 2 Pengembangan intrumen variabel perceived value .................................. 32

Tabel 3 Pengembangan intrumen variabel service quality ................................... 33

Tabel 4 Pengembangan instrumen variabel customer satisfaction ....................... 34

Tabel 5 Pengembangan instrumen variabel word of mouth.................................. 35

Tabel 6 Terakhir kali konsumen mengunjungi Kafe Jamu ................................... 39

Tabel 7 Jenis kelamin ............................................................................................ 40

Tabel 8 Usia .......................................................................................................... 42

Tabel 9 Tingkat pendidikan .................................................................................. 43

Tabel 10 Status pekerjaan ..................................................................................... 44

Tabel 11 Status pernikahan ................................................................................... 45

Tabel 12 Hasil uji heteroskedastisitas ................................................................... 47

Tabel 13 Hasil uji multikolinearitas ...................................................................... 48

Tabel 14 Component Matrixa Variabel Perceived Value ..................................... 50

Tabel 15 Component Matrixa Variabel Service Quality ...................................... 50

Tabel 16 Component Matrixa Variabel Customer Satisfaction ............................ 51

Tabel 17 Component Matrixa Variabel Word of Mouth ...................................... 52

Tabel 18 Hasil uji hipotesis dependent variable: variabel_customers_satisfaction

............................................................................................................................... 54

Tabel 19 Hasil uji hipotesis dependent variable: variabel_word_of_mouth ......... 54

iii
Tabel 20 Hasil analisis konfimari Regression Weights: (Group number 1 - Default

model) ................................................................................................................... 61

Tabel 21 Hasil structural equation modeling (SEM) Regression Weights: (Group

number 1 - Default model) .................................................................................... 63

Tabel 22 Hasil uji hipotesis ................................................................................... 64

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jamu mempunyai sejarah yang panjang, sebagai warisan budaya, jamu

diwariskan dari nenek moyang untuk menjaga kesehatan dan bahkan mengobati

beberapa penyakit. Ini dilakukan dalam keluarga, sampai kemudian dijajakan

melalui jamu gendongan yang dijajakan dengan berkeliling Fadli (2018), para 5.

Selain dijajakan dengan cara berkeliling, jamu juga lazim diperdagangkan

dengan cara dagang di warung-warung jamu yang pada umumnya banyak ditemui

di pinggir jalan, perkampungan dan tempat lainnya dengan penataan layout rata-

rata serupa antara satu dan yang lainnya, kedengarannya sudah tidak asing lagi dan

familiar Lyna (2014), para 3. Namun, dengan perkembangan zaman semakin

modern penjualan jamu mulai ikutan dengan istilah Kafe Jamu, meski belum

sepopuler jamu gendong, Kafe jamu merupakan solusi bagi meraka yang selama ini

khawatir minum jamu karena ada kasus-kasus peredaran jamu ilegal dan berbahaya.

Kafe Jamu bisa menjadi jaminan bagi konsumen yang ingin minum jamu

sungguhan.

Produk yang di jual di kafe-kafe biasanya berupa kuliner-kuliner berkelas

semacam espresso coffee, late coffee, dan sebagainya. Namun, yang kini

ditawarkan Kafe Jamu adalah jamu yang berupa sebuah minuman tradisional

dengan produksi yang sudah modern, tampa ampas. Bukan hanya itu, jamu yang

terkesan sebagai sebuah minuman kuno dan ketinggalan zaman serta penikmatnya

pada umumnya kalangan orang tua sejak zaman dulu. Kini mulai berubah dan

1
diminati kalangan muda setelah jamu diproduksi dengan mesin modern ternyata

dapat disajikan dengan rasa kafe. Pada kenyataannya Kafe Jamu perlahan-lahan

mampu diminati para anak muda dan mulai dilirik sebagai peluang usaha yang

menjanjikan Ningsih (2016), para 7. Tentunya, untuk menarik minat pembeli yang

sasarannya pasar kalangan anak muda, cita rasa jamu pun tidak dibiarkan seadanya

atau seperti zaman dulu. Melainkan telah diracik dengan lebih modern dengan

dikombinasikan berbagai rasa buah seperi strawberry, jeruk, angggur, mangga dan

lainnya serta setelah dicampur es secukupnya diproses menggunakan blender

Yulyanti (2014), para 5.

Menurut Direktur Utama PT Sido Muncul, Sofjan Hidayat kafe jamu hadir

dengan tujuan memasyarakatkan jamu dan melestarikan budaya bangsa, selain itu

dengan adanya kafe jamu ini juga akan menghilangkan image jamu dengan rasa

pahit itu hilang, bahwa jamu itu enak rasanya dan simpel penyajiannya Putra

(2016), para 3.

Kafe Jamu hadir sebagai salah satu ide bisnis inovatif yang pada akhir-akhir

ini mulai mengemuka, jamu yang biasanya di jual di warung-warung sederhana kini

di kemas lebih modern dengan tawaran tempat yang lebih mewah seperti di mall,

sejumlah restoran, pertokoan, di tempat-tempat strategis dan komplek perumahan.

Kafe Jamu ini, bisa menghasilkan potensi keuntungan yang cukup besar, bukan

tidak mungkin, pedagang jamu oplosan dan minuman anggur mulai meninggalkan

bisnisnya karena sadar tak akan laku lagi dan sarana pertaubatan mereka tidak akan

menjajakan jamu yang beresiko membawa kematian kepada masyarakat

Rahmawati (2015), para2.

2
Pemerintah melalui Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK)

Puan Maharani menyatakan kementeriannya di bawah kepemimpinan Presiden

Joko Widodo (Jokowi) sepakat bahwa industri jamu sebagai salah satu sektor

industri berbasis budaya berdaya saing tinggi yang kaya akan kearifan lokal. Jamu

menggunakan sumber kekayaan hayati lokal, menggerakan sektor pertanian dan

berpotensi sebagai penunjang pertumbuhan ekonomi secara inklusif Situmorang

(2015), para 3.

Program pemerintah dalam mendorong industri jamu berbasis kefe sudah

dilakukan dengan bekerja sama PT Matahari Putra Prima Tbk (Hypermart) dan

Carrefour. Menurut Direktur Utama PT Mustika Ratu Tbk (Hypermart) yang juga

Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Industri Tradisional Berbasis Budaya, Putri K

Wardani. Mengatakan bahwa adanya kerjasama ini dengan pemerintah bertujuan

untuk memasyarakatkan Jamu dan menjadikan Jamu bagian dari budaya dan jati

diri bangsa Indonesia.

PT Mustika Ratu Tbk (Hypermart) akan mendirikan Kafe Jamu Mustika Ratu

ke pasar modern tentu saja penyajian dilakukan secara modern tanpa meninggalkan

tradisi budaya yang melekat pada jamu sebagai warisan budaya bangsa secara turun

temurun. Kemudian PT Sido Muncul dengan BRI (Bank Rakyat Indonesia) bekerja

sama untuk mengembangkan 20 ribu kafe jamu di berbagai daerah. Selain sebagai

upaya semakin memasyarakatkan jamu, ini sekaligus untuk membuka peluang

usaha dan menciptakan pekerjaan bagi masyarakat. Upaya ini juga didukung BRI

(Bank Rakyat Indonesia) selaku kreditor bagi pengelola kafe jamu Sujianto (2016),

para 5.

3
Menurut Sofjan Hidayat, tanggung jawab moral dan aksi konkretnya adalah

dengan terobosan membuat Kafe Jamu yang bisa dilakukan bukan saja oleh

penyeduh jamu yang sudah lama mereka geluti tetapi juga seluruh lapisan

masyarakat bisa melakukan usaha yang diyakini sebagai pembuka lapangan kerja

baru tersebut. Kafe Jamu juga sebagai solusi mengubah citra jamu lebih keren,

menyegarkan, enak, dan tetap berkhasiat.

Sofjan Hidayat menegaskan bahwa Kafe Jamu nantinya sebagai salah satu

jalan keluar atasi pengangguran di saat Negara kesulitan menghadapi dampak

ekonomi dunia, karena menawarkan peluang usaha baru yang lebih prospektif dan

menjanjikan yakni dengan modal kecil tetapi mendapatkan keuntungan yang cukup

besar. Kafe jamu ini membuka lapangan kerja baru yang menjanjikan. Sebagai

gambaran untuk membuat Kafe Jamu, masyarakat hanya perlu investasi sekitar 750

ribu rupiah dengan omset bisa mencapai minimal Rp 12 juta per bulan dan

keuntungan bersih Rp 6 juta per bulan Utami (2015), para 4.

Konsep Kafe Jamu ini diharapkan mampu menarik minat masyarakat untuk

kembali berjualan jamu, sekaligus meningkatkan minat masyarakat Indonesia

meminum jamu. dengan inovasi bisnis penjualan jamu seperti ini maka jamu

Indonesia akan berjaya dan mampu menjadi tuan di negeri sendiri. Melalui Sentra

Jamu Indonesia juga diusulkan kepada pemerintah harus ada Hari Jamu Nasional

sebagai momentum bersejarah anak bangsa selalu mengingat hari penting itu dan

secara nyata mengkomsumsi jamu sebagai kebutuhan kesehatan Winosa (2016),

para 6.

4
Judul : Satisfied, but Will They Spread a Word? The Role of Customer

Satisfaction at Jamu Café

Penulis : Usep Suhud dan Sheila Maryam Bajunaid

URL : https://doi.org/10.21512/bbr.v9i1.3915

Abstrak :

This research aimed to investigate consumers’ intention to repurchase jamu

at Jamu Café. Service quality, customer satisfaction, and Word-of-Mouth (WOM)

were selected as the predictor variables. In total, 200 participants who purchased

jamu at the café were selected conveniently. Data were analyzed using exploratory

and confirmatory factor analyses as well as Structural Equation Model (SEM). As

a result, service quality influences customer satisfaction significantly. As customers

are satisfied, they do word-of-mouth and repurchase. On the other hand, WOM has

an insignificant impact on repurchase intention.

Jamu sudah dikenal sebagai seni medis pribumi dan dikonsumsi oleh Orang

Indonesia sejak berabad-abad yang lalu untuk penyembuhan tertentu penyakit dan

menjaga kesehatan (Afdhal & Welsch, 1988; Pols, 2016). Jamu diproduksi,

dipasarkan, dan dijual oleh individu atau perusahaan secara konvensional dengan

cara modern. Selain itu, jamu diproduksi secara komersial oleh bisnis skala mikro

seperti bisnis keluarga dan bahkan industri besar (Rademakers, 1998). Selanjutnya,

jamu dikonsumsi oleh orang perkotaan dan masyarakat modern (Torri, 2013) Suhud

and Bajunaid (2018), para 1.

Penelitian ini bertujuan untuk mengukur faktor-faktor itu dapat memengaruhi

niat pembelian kembali pelanggan di Kafe Jamu. Para peneliti menggunakan

5
variabel prediktor seperti kualitas layanan, kepuasan pelanggan, dan Word-of-

Mouth (WOM). Kualitas layanan telah dieksplorasi secara luas (Parasuraman,

Zeithaml, & Berry, 1985, 2002) Suhud and Bajunaid (2018), para 3. Menurut

mereka, kualitas layanan memiliki lima dimensi. Itu adalah bukti fisik, keandalan,

daya tanggap, jaminan, dan empati. Kualitas layanan mengarah ke kepuasan

pelanggan, retensi, dan kesetiaan (Ennew & Binks, 1996; Hapsari, Cleme, & Dean,

2017). Hapsari dkk. (2017) mengundang penumpang maskapai penerbangan untuk

berpartisipasi dalam penelitian mereka. Untuk mengukur mereka kesetiaan, para

ulama menggunakan kualitas layanan, merek gambar, nilai yang dirasakan,

kepuasan pelanggan, dan keterlibatan pelanggan. Salah satu hasil itulah mereka

didokumentasikan adalah kualitas layanan yang signifikan berdampak pada

kepuasan pelanggan Suhud and Bajunaid (2018), para 4.

Penelitian kuantitatif ini dilakukan oleh meninjau literatur yang berkaitan

dengan niat untuk mengunjungi kembali atau pembelian kembali di industri jamu,

terutama mereka dengan pendekatan kuantitatif. Para peneliti mengidentifikasi

semua variabel yang dipilih kualitas layanan, kepuasan pelanggan, dan variabel

WOM untuk memprediksi pembelian niat. Data dikumpulkan di Kafe Jamu di

Jakarta. Itu peneliti telah memperoleh izin dari kafe pemilik untuk mendistribusikan

kuesioner. Para peserta adalah mereka yang pernah mengunjungi kafe sekali atau

lebih, dan mereka didekati dengan nyaman. Untuk mengukur semuanya variabel,

para peneliti memilih indikator yang dimiliki telah diuji dan divalidasi oleh

penelitian sebelumnya. Layanan indikator kualitas diadaptasi dari Parasuraman et

al. (2002). Apalagi, variabel kepuasan pelanggan diukur menggunakan indikator

6
yang diadaptasi dari Khazaei, Manjiri, Samiey, dan Najafi (2014), Davidow (2003),

dan Hennig-Thurau, Gwinner, dan Gremler (2002). Indikator WOM diadaptasi dari

Davidow (2003), Goyette dkk. (2010), dan Khazaei dkk. (2014). Di Selain itu,

indikator niat untuk membeli kembali jamu produk di Jamu Café diadaptasi dari

Davidow (2003), Grewal et al. (1998), dan Maxham (2001) Suhud and Bajunaid

(2018), para 22.

Penelitian ini juga memiliki implikasi manajerial. Pertama, kualitas layanan

selalu penting dalam industri jasa. Dengan demikian, pemilik dan pengelola Kafe

Jamu harus lebih menaruh perhatian pada bagian ini karena penelitian ini

menunjukkan bahwa mereka telah mengabaikannya. Sementara itu, pelanggan

tidak memerlukan kualitas layanan sebagai hal yang mendesak. Karena itu,

pemiliknya tenang. Selain itu, tidak ada persaingan tajam untuk fasilitas semacam

ini di Jakarta. Namun, begitu investor lain tertarik untuk menginvestasikan uang

mereka dalam bisnis yang serupa, pemilik harus mengubah strategi mereka dalam

menghadapi persaingan. Kedua, alat promosi tidak diuji dalam penelitian ini.

Namun, berdasarkan pengamatan peneliti, pemilik Kafe Jamu tidak memiliki alat

promosi lain yang digunakan sejauh ini, kecuali WOM. Di alam, pemilik bisnis

tidak memiliki kendali atas kata-kata yang disebarkan oleh pelanggan, apakah itu

positif atau negatif. Oleh karena itu, mereka harus membuat format lain untuk

mendapatkan lebih banyak dampak positif dari alat promosi lainnya Suhud and

Bajunaid (2018), para 34.

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Pertama, karena data

dikumpulkan di Kafe Jamu tertentu, temuan penelitian ini mungkin tidak

7
menyamaratakan kafe lain yang menjual jamu. Penelitian masa depan dapat

mempertimbangkan pengumpulan data di beberapa kafe untuk mendapatkan lebih

banyak latar belakang peserta untuk membuat temuan lebih berlaku untuk setiap

bisnis jamu. Kedua, pelanggan yang telah membeli produk di Kafe Jamu rupanya

juga mempertimbangkan kualitasnya. Oleh karena itu, untuk penelitian masa depan,

para peneliti merekomendasikan variabel kualitas produk dan penilaian produk

untuk dimasukkan Suhud and Bajunaid (2018), para 35.

Hal penting lainnya adalah penelitian tentang perilaku konsumen jamu masih

sangat terbatas. Oleh karena itu, para peneliti menyarankan bahwa penelitian ini

harus direplikasi. Karena hasil riset akademik dapat dijadikan referensi bagi industri

jamu untuk mempertahankan konsumen dan menciptakan pelanggan baru. Pada

akhirnya, jamu akan terus membangunkan keberlanjutan Suhud and Bajunaid

(2018), para 38.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah perceived value berpengaruh terhadap service quality?

2. Apakah perceived value berpengaruh terhadap customer satisfaction?

3. Apakah service quality berpengaruh terhadap customer satisfaction ?

4. Apakah customer satisfaction berpengaruh terhadap word of mouth?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Menguji secara empiris pengaruh perceived value terhadap service quality.

2. Menguji secara empiris pengaruh perceived value terhadap customer

satisfaction.

3. Menguji secara empiris pengaruh service quality terhadap customer satisfaction.

8
4. Menguji secara empiris pengaruh customer satisfaction terhadap word of mouth.

9
BAB II

KAJIAN TEORITIK

2.1 Latar Belakang Teori

2.1.1 Perceived Value

Menurut Putranto (2015), para 12 perceived value adalah “penilaian

konsumen secara keseluruhan terhadap manfaat produk dengan didasarkan pada

apa yang mereka terima dan apa yang mereka berikan perceived value

menunjukkan trade off (perbandingan) antara komponen yang diberikan dan

diperoleh konsumen”. Sedangkan menurut Dharma (2012), para 6 perceived value

adalah “sebuah preferensi personal, secara esensial subjektif yang memungkinkan

sebuah bisnis untuk menarik seorang konsumen atau memancing konsumen dari

kompetitor”. Kemudian menurut Saputro (2013), para 17 perceived value adalah

“penilaian pelanggan terhadap kualitas barang dan jasa secara keseluruhan atas

keunggulan suatu jasa atau produk seringkali tidak konsisten sehingga pelanggan

menggunakan isyarat intrinsik (output dan penyampaian jasa) dan isyarat

ekstrinsik (unsur-unsur pelengkap jasa) sebagai acuan”. Beberapa definisi tentang

perceived value di atas oleh para ahli dapat disimpulkan bahwa perceived value

merupakan perbandingan nilai antara pengorbanan yang sudah dilakukan

Pelanggan dalam hal ini adalah mengeluarkan biaya berupa harga dengan manfaat

atau utilitas sesuai dengan ekspektasi pelanggan masing-masing. Jadi dengan kata

lain perceived value adalah perbedaan nilai konsumen total dan biaya konsumen

total. nilai konsumen total mencakup: nilai jasa, nilai produk, nilai orang-orang,

10
nilai citra. Biaya konsumen total mencakup: harga moneter, biaya waktu, biaya

energi, dan biaya psikis.

Menurut Putranto (2015), para 12 perceived value memiliki empat dimensi

yaitu: nilai ekonomi, nilai fungsional, nilai emosional dan nilai sosial.

Selanjutnya menurut Gantara, Kumadji, and Yulianto (2013), para 9 dimensi


perceived value terdiri empat aspek utama yaitu:
1. Emotional Value, yaitu utilitas yang berasal dari perasaan atau afektif / emosi
positif yang ditimbulkan dari mengkonsumsi produk.
2. Social Value, yaitu utilitas yang didapatkan dari kemampuan produk untuk
meningkatkan konsep diri-sosial Pelanggan.
3. Quality/Performance Value, yaitu utilitas yang diperoleh dari persepsi terhadap
kualitas dan kinerja yang diharapkan atas produk.
4. Price/Value of Money, yakni utilitas yang didapatkan dari produk dikarenakan
reduksi biaya jangka pendek dan biaya jangka panjang.
2.1.2 Service Quality

Menurut Subagiyo and Adlan (2017), para 6 service quality adalah “sebuah

tingkat keunggulan dan merupakan output yang tidak berbentuk fisik yang

mempunyai manfaat bagi pelanggan dan tingkat tinggi rendahnya berdasar pada

harapan pelanggan”. Sedangkan menurut Sulayman, Ernawati, and Indarini (2012),

para 7 service quality adalah “kemampuan sebuah organisasi memberikan layanan

untuk memenuhi atau melebihi harapan pelanggan”. Service quality dapat

dikatakan berkualitas apabila kinerja service quality dapat memenuhi harapan

pelanggan. Hal ini menunjukkan, ada dua faktor utama yang mempengaruhi service

quality, yaitu layanan yang diharapkan (expectation) dan layanan yang diterima

(performance). Apabila performance dari service quality sesuai dengan

expectation, maka service quality dipersepsikan baik oleh pelanggan. Apabila

performance dari service melampaui expectation, maka service quality

dipersepsikan sebagai kualitas yang ideal. Sebaliknya, apabila performance dari

11
service lebih rendah dari expectation, maka service quality dipersepsikan buruk

oleh pelanggan. Dengan demikian, baik atau buruk service quality suatu badan

usaha tergantung pada kemampuan badan usaha penyedia layanan dalam memenuhi

harapan pelanggan secara konsisten.

Menurut Salim (2013), para 12 dalam memberikan service quality terdapat


gap yang dikenal dengan service quality model. Model ini mendefinisikan gap-gap
yang mungkin terjadi dalam suatu perusahaan yang dapat menyebabkan kegagalan
dalam memberikan kualitas layanan. Gap tersebut antara lain:
1. Gap 1: gap between consumer expectation and management perception (gap
antara ekspektasi / harapan konsumen dengan persepsi manajemen). Gap ini berarti
bahwa pihak manajemen mempersepsikan ekspektasi konsumen terhadap kualitas
jasa secara tidak akurat. Manajemen tidak selalu benar memahami apa yang
diinginkan konsumen.
2. Gap 2: gap between management perception and service quality specification
(gap antara persepsi manajemen dengan spesifikasi dari kualitas layanan). Gap ini
berarti bahwa spesifikasi kualitas layanan tidak konsisten dengan persepsi
manajemen terhadap kualitas layanan.
3. Gap 3: gap between service quality specification and service delivery (gap antara
spesifikasi dari kualitas layanan dengan layanan yang diberikan). Gap yang
menunjukkan bahwa spesifikasi kualitas tidak terpenuhi oleh kinerja dalam proses
produksi dan penyampaian jasa.
4. Gap 4: gap between service delivery and external communication (gap antara
layanan yang diberikan dengan komunikasi eksternal terhadap konsumen). Gap ini
berarti janji–janji yang disampaikan melalui aktivitas komunikasi pemasaran tidak
konsisten dengan layanan yang disampaikan kepada para konsumen.
5. Gap 5: gap between expected service versus perceived service (gap antara
ekspektasi / harapan terhadap layanan dengan layanan yang diterima). Gap ini
menunjukkan bahwa layanan yang dipersepsikan tidak konsisten dengan layanan
yang diharapkan.
Menurut Alaan (2016), para 5 service quality memiliki empat dimensi yaitu:
1. Reliability (keandalan) yaitu kemampuan untuk memberikan jasa yang
dijanjikan dengan handal dan akurat. Dalam arti luas, keandalan berarti bahwa
perusahaan memberikan janji-janjinya tentang penyediaan (produk atau jasa yang
ditawarkan), penyelesaian masalah dan harga yang diberikan.
2. Responsiveness (daya tanggap) yaitu kesadaran dan keinginan untuk membantu
pelanggan dan memberikan jasa dengan cepat. Dimensi ini menekankan pada
perhatian dan ketepatan ketika berurusan dengan permintaan, pertanyaan, dan
keluhan pelanggan.
3. Assurance (kepastian) yaitu pengetahuan, sopan santun, dan kemampuan
karyawan untuk menimbulkan keyakinan dan kepercayaan. Dimensi ini mungkin
akan sangat penting pada jasa layanan yang memerlukan tingkat kepercayaan cukup
tinggi dimana pelanggan akan merasa aman dan terjamin.

12
4. Empathy (empati) yaitu kepedulian, dan perhatian secara pribadi yang diberikan
kepada pelanggan. Inti dari dimensi empati adalah menunjukkan kepada pelanggan
melalui layanan yang diberikan bahwa pelanggan itu spesial, dan kebutuhan mereka
dapat dipahami.
5. Tangible (berwujud), yaitu berupa penampilan fasilitas fisik, peralatan, pegawai,
dan material yang dipasang. Dimensi ini menggambarkan wujud secara fisik dan
layanan yang akan diterima oleh konsumen. Oleh karena itu, penting bagi
perusahaan untuk memberikan impresi yang positif terhadap kualitas layanan yang
diberikan tetapi tidak menyebabkan harapan pelanggan yang terlalu tinggi. Hal ini
meliputi lingkungan fisik seperti interior outlet, penampilan personil yang rapi dan
menarik saat memberikan jasa.
2.1.3 Customer Satisfaction

Menurut Pramudita (2013), para 12 customer satisfaction adalah “respons

emosional terhadap pengalaman-pengalaman berkaitan dengan produk atau jasa

tertentu yang akan dibeli atau bahkan pola perilaku (seperti perilaku berbelanja dan

perilaku pembeli), serta pasar secara keseluruhan”. Sedangkan menurut Pranoto

(2015), para 7 customer satisfaction adalah “suatu bentuk attitude yang tertanam

dalam pikiran dan hati pelanggan yang bersifat dinamis dan akumulasi pengalaman

pelanggan akan mengubah attitude ini”. Semua ini dipengaruhi oleh pikiran

pelanggan (kognitif) yang mewakili seluruh faktor yang bersifat rasional dan

perasaan pelanggan (afektif) yang mewakili keseluruhan atribut yang bersifat

emosional. Customer satisfaction merupakan penilaian mengenai bentuk dari

produk dan layanan, atau mengenai produk atau layanan itu sendiri, dalam

menyediakan tingkat kepuasan dari konsumsi yang terpenuhi. Jadi untuk memenuhi

kepuasan konsumen maka dapat diukur dari sisi kognitif pembeli yang merasa

dihargai setara atau tidak setara dengan pengorbanan yang dilakukannya.

Menurut Pramudita (2013), para 17 membedakan tiga tipe kepuasan


pelanggan dan dua tipe ketidakpuasan pelanggan, yaitu:
1. Demandingcustomer satisfaction, tipe ini merupakan tipe kepuasan yang aktif.
Adanya pengalaman positif dari pelanggan, yakni optimisme dan kepercayaan.

13
2. Stable customer satisfaction, pelanggan dengan tipe ini memiliki tingkat aspirasi
pasif dan perilaku yang menuntut. Emosi positifnya terhadap penyedia jasa
bercirikan steadiness dan trust dalam relasi yang terbina saat ini. Pelanggan
menginginkan segala sesuatunya tetap sama.
3. Resigned customer satisfaction, pelanggan dalam tipe ini juga merasa puas.
Namun, kepuasannya bukan disebabkan oleh pemenuhan harapan, namun lebih
4. Stable customer dissatisfaction, pelanggan dalam tipe ini tidak puas terhadap
kinerjanya, namun mereka cenderung tidak melakukan apa-apa.
5. Demanding dissatisfaction, tipe ini bercirikan tingkat aspirasi aktif dan perilaku
menuntut. Pada tingkat emosi, ketidakpuasannya menimbulkan protes dan oposisi.
Menurut Septefane (2016), para 9 pengukuran customer satisfaction dapat
dilakukan dengan empat metode, yaitu:
1. Complaint and Suggestion System (Sistem Keluhan dan Saran). Setiap organisasi
yang berorientasi pada pelanggan perlu menyediakan kesempatan yang luas dan
nyaman bagi para pelanggannya untuk menyampaikan saran, kritik, pendapat dan
keluhan mereka. Media yang bisa digunakan antara lain kotak saran, saluran bebas
pulsa, website, dsb.
2. Ghost Shopping / Mystery Shopping (Pembeli Bayangan). Metode ini dilakukan
dengan memperkerjakan beberapa ghost shoppers untuk berperan atau berpura-
pura sebagai pelanggan pontensial produk pesaing. Setelah itu mereka diminta
melaporkan temuan-temuan mereka berupa kekuatan dan kelemahan produk
pesaing.
3. Lost Customer Analysis (Analisis Pelanggan yang lari). Sedapat mungkin
perusahaan menghubungi para pelanggan yang telah berhenti membeli atau yang
telah berpindah ke pemasok lain agar dapat memahami mengapa hal itu terjadi
sehingga dapat mengambil kebijakan atau penyempumaan selanjutnya.
4. Customer Satisfaction Survey (Survei Kepuasan Pelanggan). Dalam hal ini
perusahaan melakukan untuk mendeteksi komentar pelanggan. Pengiikuran
kepuasan pelangganjuga dilakukan secara nasional oleh masing-masing negara
dengan mengembangkan indeks kepuasan pelanggan secara nasional untuk barang
dan jasa sebagai bentuk kepedulian produsen dan pentingnya kepuasan pelanggan.
Kegiatan ini juga disemarakan dengan berbagai penganugerahan award bagi
perusahaan yang meraih skor tertinggi dalaml indeks kepuasan pelanggan nasional.

2.1.4 Word of Mouth

Menurut (Abdulah, 2015, para 9) word of mouth adalah “kegiatan pemasaran

melalui perantara orang ke orang baik secara lisan, tulisan, maupun alat komunikasi

elektronik yang berhubungan dengan pengalaman pembelian jasa atau pengalaman

menggunakan produk atau jasa. Pemasaran word of mouth juga bisa berbentuk

online dan offline”. Sedangkan menurut Finanda (2015), para 18 word of mouth

14
adalah “penyebaran informasi tentang sebuah produk atau merek yang dilakukan

oleh pelanggan ke pelanggan lain, yang disebabkan oleh pengalamannya dalam

mengkonsumsi sebuah produk atau merek dan memeroleh kepuasan”. Word of

mouth timbul ketika konsumen merasa puas atas suatu produk atau sangat kecewa

atas produk yang dibelinya. Word of mouth juga bisa timbul karena informasi yang

didapatkan dari seorang teman atau kerabat dalam bentuk komunikasi yang sangat

kuat akan menimbulkan promosi.

Menurut Sindunata and Wahyudi (2018), para 4 ada tiga alasan yang
membuat word of mouth menjadi begitu penting:
1. Kebisingan (noise). Para calon konsumen hampir tidak dapat mendengar
banyaknya kebisingan yang dilihatnya di berbagai media setiap hari. Mereka
bingung sehingga untuk melindungi diri, mereka menyaring sebagiah pesan yang
berjejalan dari media massa. Sebenarnya mereka cenderung lebih mendengarkan
apa yang dikatakan orang atau kelompok yang menjadi rujukan seperti teman-
teman atau keluarga.
2. Keraguan (skepticism). Para calon konsumen umumnya bersikap skeptis ataupun
meragukan kebenaran informasi yang diterimanya.Hal ini disebabkan oleh
banyaknya kekecawaan yang dialami konsumen saat harapannya ternyata tidak
sesuai dengan kenyataan di saat mengkonsumsi produk. Dalam kondisi ini
konsumen akan berpaling ke teman ataupun orang yang bisa dipercaya untuk
mendapatkan produk yang mampu memuaskan kebutuhannya.
3. Keterhubungan (connectivity). Kenyataan bahwa para konsumen selalu
berinteraksi dan berkomunikasi satu dengan yang lain, mereka saling berkomentar
mengenai produk yang dibeli ataupun bahkan bergosip mengenai persoalan lain.
Dalam interaksi inisering terjadi dialog tentang produk seperti pengalaman mereka
menggunakan produk.
Menurut Winadi (2017), para 7 terdapat lima dimensi dasar dalam word of
mouth sehingga informasi tersebut dapat menyebar kepada orang lain. Lima
dimensi dasar tersebut adalah:
1. Talkers (pembicara), ini adalah kumpulan target dimana mereka yang akan
membicarakan suatu merek biasa disebut juga influencer. Talkers ini bisa siapa saja
mulai dari teman, tetangga, keluarga, dll. Selalu ada orang yang antusias untuk
berbicara. Mereka ini yang paling bersemangat menceritakan pengalamannya.
2. Topics (topik), ini berkaitan dengan apa yang dibicarakan oleh talker. Topik ini
berhubungan dengan apa yang ditawarkan oleh suatu merek. Seperti tawaran
spesial, diskon, produk baru, atau pelayanan yang memuaskan. Topik yang baik
ialah topik yang simpel, mudah dibawa, dan natural. Seluruh word of mouth
memang bermula dari topik yang menggairahkan untuk dibicarakan.

15
3. Tools (alat), ini merupakan alat penyebaran dari topik dan talker. Topik yang
telah ada juga membutuhkan suatu alat yang membantu agar topik atau pesan dapat
berjalan. Alat ini membuat orang mudah membicarakan atau menularkan produk
atau jasa perusahaan kepada orang lain.
4. Talking part (partisipasi), suatu pembicaraan akan hilang jika hanya ada satu
orang yang berbicara mengenai suatu produk. Maka perlu adanya orang lain yang
ikut serta dalam percakapan agar word of mouth dapat terus beranjut.
5. Tracking (pengawasan), ialah suatu tindakan perusahaan untuk mengawasi serta
memantau respon konsumen. Hal ini dilakukan agar perusahaan dapat mempelajari
masukan positif atau negatif konsumen, sehingga dengan begitu perusahaan dapat
belajar dari masukan tersebut untuk kemajuan yang lebih baik.

2.2 Penelitian Terdahulu

1. An Investigation Of Customer Satisfaction With Low-Cost And Full-Service

Airline Companies

a. Penulis

 Mateja Kos Koklic

 Monika Kukar Kinney

 Spela Vegelj

b. Volume

Volume 80

c. URL

https://doi.org/10.1016/j.jbusres.2017.05.015

d. Tahun terbit

Tahun 2017

e. Rangkuman Jurnal

Penelitian ini meneliti tentang hubungan antar maskapai dengan kualitas

personel, kepuasan dengan maskapai, niat membeli kembali dan niat untuk

merekomendasikan maskapai ini. Temuan menunjukkan bahwa kualitas fisik dan

16
kualitas personel berpengaruh positif terhadap kepuasan, dan kepuasan secara

positif mempengaruhi niat untuk membeli kembali dan merekomendasikan

maskapai ini. Kontribusi utamanya adalah untuk menguji pengaruh moderasi dari

jenis maskapai ini Koklic, Kukar-Kinney, and Vegelj (2017), para 3.

Literatur yang ada memberikan bukti yang beragam tentang hubungan

tersebut antara kualitas layanan, kepuasan pelanggan, dan niat perilaku di seluruh

konteks maskapai penerbangan berbiaya rendah dan layanan penuh. Kepuasan

pelanggan merupakan indikator pembelian berulang dan rekomendasi dari WOM.

Banyak penelitian yang menegaskan bahwa pelanggan yang lebih puas

berkontribusi untuk keuntungan perusahaan yang lebih tinggi. Selanjutnya,

kepuasan pelanggan adalah pendahulu untuk peningkatan pasar berbagi,

profitabilitas, iklan positif dari WOM dan peningkatan pelanggan kesetiaan.

Gambaran literatur yang ada tentang kepuasan pelanggan di maskapai penerbangan

dan industri lainnya menunjukkan bahwa kepuasan pelanggan adalah terkait erat

dengan kualitas layanan. Kualitas layanan mengacu pada kesan keseluruhan

pelanggan dari rendah diri atau superioritas relatif organisasi dan layanannya

Koklic et al. (2017), para 8.

Meskipun penggunaannya masih ada dalam literatur, konsep kepuasan

pelanggan terus menarik perhatian akademis dan bisnis masyarakat. Sebagian besar

studi kepuasan mengacu pada model harapan, yang mengasumsikan hubungan

dinamis antara harapan konsumen, persepsi kualitas produk atau layanan,

konfirmasi atau diskonfirmasi ini harapan berdasarkan kesenjangan antara harapan

dan kenyataan, dan, akhirnya, menghasilkan kepuasan. Premis yang mendasari

17
adalah bahwa kepuasan pelanggan dalam industri penerbangan dipengaruhi secara

positif oleh maskapai ini dan kualitas personel. Selanjutnya, kepuasan pelanggan

mempengaruhi niat penumpang untuk membeli kembali dari maskapai dan

merekomendasikan maskapai ini Koklic et al. (2017), para 13.

Hasilnya mengungkapkan hal yang signifikan efek moderasi dari jenis

maskapai pada dua hubungan: kualitas personil - kepuasan dan kepuasan - niat

membeli kembali. Secara khusus, efek positif dari kualitas personil pada kepuasan

lebih lemah untuk biaya rendah versus maskapai layanan penuh, sementara efek

positif dari kepuasan pada niat pembelian kembali lebih kuat untuk maskapai

penerbangan bertarif rendah Koklic et al. (2017), para 21.

2. Services Innovation Impact To Customer Satisfaction And Customer Value

Enhancement In Airport

a. Penulis

 James K. C. Chen

 Amrita Batchuluun

 Javkhuu Batnasan

b. Volume

Volume 43

c. URL

https://doi.org/10.1016/j.techsoc.2015.05.010

d. Tahun terbit

Tahun 2015

e. Rangkuman Jurnal

18
Penelitian ini bertujuan untuk membuat model evaluasi dari dampak inovasi

layanan, kepuasan pelanggan, dan nilai peningkatan pelanggan di bandara.

Penelitian ini juga menggunakan teori sarana-akhir untuk menyelidiki faktor-faktor

inovasi layanan dan menguji pengaruh terhadap hubungan antara kepuasan

pelanggan dan nilai peningkatan pelanggan Chen, Yu, and Batnasan (2014), para 2.

Penelitian membuktikan bahwa pemeriksaan keamanan adalah faktor

signifikan yang paling berpengaruh kepuasan pelanggan. Ini menyiratkan bahwa

bandara harus diperhatikan dalam pengembangan dan proses meningkatkan

keamanan periksa untuk meningkatkan kepuasan pelanggan. Semakin mereka puas,

semakin mereka menghargai bandara. Pengaruh aksesibilitas bandara signifikan

pada kepuasan pelanggan. Karena itu, kemudahan mencapai bandara, seperti itu

sebagai layanan transit yang nyaman di bandara, transportasi sering layanan, atau

parkir yang cukup dll, adalah masalah berikutnya yaitu bandara secara konsisten

harus meningkatkan kepuasan pelanggan bandara. Penumpang hanya

mempertimbangkan fasilitas terminal sebagai dasar persyaratan dan itu tidak lagi

mempengaruhi penumpang. Walaupun itu tidak bermaksud untuk mengurangi atau

menganggap kurang penting dalam pertimbangan fasilitas fisik bandara, seperti

internal organisasi, tempat duduk dan kenyamanan pemanasan, ketersediaan

layanan perbankan, serta fasilitas untuk orang cacat dan anak-anak. Bandara harus

membuat kebijakan dan kegiatan mereka menyenangkan di terminal bandara Chen

et al. (2014), para 9.

Hasil menunjukkan bahwa nilai pelanggan dipengaruhi oleh kepuasan

pelanggan dan inovasi layanan. Studi ini melakukan analisis pada layanan inovatif

19
seperti kios self-check-in, X-ray, media sosial, dan mikro-hotel di bandara. Hasil

menunjukkan keempat layanan mengungkapkan positif efek moderasi.

Pemeriksaan keamanan adalah faktor evaluasi yang paling penting dalam layanan

bandara Chen et al. (2014), para14.

Ada beberapa saran untuk penelitian selanjutnya. Pertama, dalam hal ini,

kami belajar menggunakan variabel independen berikut (aksesibilitas, fasilitas

terminal, dan pemeriksaan keamanan) yang berasal dari dimensi servqual dan kata-

katanya telah dimodifikasi untuk menjadi lebih tepat untuk industri jasa bandara.

Kedua, para peneliti memahami budaya dan regulasi perbedaan di berbagai negara,

yang merupakan keterbatasan penelitian kami. Jadi peneliti masa depan mungkin

ingin belajar melibatkan cukup ukuran sampel besar untuk seluruh industri, atau

termasuk spesifik kelompok sasaran berdasarkan lokasi geografis atau faktor

perbedaan budaya. Akhirnya, penelitian ini menggunakan pertanyaan tertutup

untuk memeriksa faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan, dan

hubungan antar variabel. Lebih lanjut penelitian dapat dilakukan untuk

mengembangkan dan memvalidasi model dengan menambahkan konstruksi

eksternal dalam konteks yang lebih spesifik Chen et al. (2014), para 26.

3. Impact Of Service Quality On Customer Satisfaction In Malaysia Airlines: A

PLS-SEM Approach

a. Penulis

 Muhammad Shoaib Farooq

 Maimoona Salam

 Alain Fayolle

20
 Norizan Jaafar

 Kartinah Ayupp

b. Volume

Volume 67

c. URL

https://doi.org/10.1016/j.jairtraman.2017.12.008

d. Tahun terbit

Tahun 2018

e. Rangkuman Jurnal

Penelitian ini bertujuan untuk menilai kualitas layanan yang disediakan oleh

Malaysia Airlines dan dampaknya secara keseluruhan terhadap kepuasan

pelanggan. Penelitian ini menggunakan metode convenience sampling untuk

mengumpulkan data dari responden. penelitian ini mengungkapkan bahwa semua

lima dimensi skala AIRQUAL yaitu barang bukti penerbangan; layanan personil;

Empati dan citra memiliki dampak positif, langsung, dan signifikan terhadap

kepuasan pelanggan dari Malaysia Airlines Farooq, Salam, Fayolle, Jaafar, and

Ayupp (2018), para 1.

Penelitian ini juga meneliti dampak dimensi kualitas layanan pada pelanggan

kepuasan di Malaysia Airlines. Karena keterbatasan sumber daya dan kendala

waktu, penelitian ini melibatkan responden dari Malaysia Airlines saja, oleh karena

alasan itu, analisis perbandingan temuan dengan maskapai lain tidak mungkin, oleh

karena itu dianggap sebagai batasan dari penelitian ini. Penelitian ini juga

menunjukkan bahwa maskapai penerbangan harus fokus pada semua dimensi

21
kualitas layanan, dengan fokus khusus pada layanan personel dan gambar untuk

meningkatkan kepuasan pelanggan mereka. Diharapkan dari penelitian ini akan

membantu maskapai penerbangan untuk memahami peran berbagai dimensi

kualitas layanan untuk meningkatkan kepuasan pelanggan mereka Farooq et al.

(2018), para 5.

Penelitian ini memiliki sejumlah implikasi praktis untuk Malaysia Airlines,

pembuat kebijakan dan praktisi. Penelitian ini menyarankan bahwa Malaysia

Airlines harus fokus pada strategi layanan diferensiasi untuk meningkatkan

kepuasan pelanggan mereka. Mengingat pertumbuhan pesat kegiatan pariwisata

dan lalu lintas udara ke Malaysia, penelitian ini juga akan berguna bagi pembuat

kebijakan dan praktisi untuk pemahaman yang lebih baik tentang dimensi penting

dari kualitas layanan penerbangan. Perusahaan Malaysia Airlines harus merekrut

dan melatih sumber daya manusia mereka untuk menyediakan layanan yang lebih

baik dan personal dengan empati yang lebih tinggi, yang ditemukan menjadi lebih

penting bagi penumpang pesawat. Pelanggan mengharapkan memiliki kehangatan

pribadi, sentuhan khusus dan rasa bangga dalam pelayanan pengiriman. Perusahaan

Malaysia Airlines harus fokus meningkatkan kualitas petunjuk nyata dengan

merenovasi pesawat mereka penampilan eksterior dan interior bersama dengan

penampilan terminal. Selain itu, kami merekomendasikan bahwa Malaysia Airlines

harus memastikan efisiensi layanan katering, penanganan kargo dan pemeliharaan

teknis pesawat terbang untuk membangun citranya sebagai yang andal dan aman

perusahaan penerbangan Farooq et al. (2018), para 12.

4. The Impact Of Virtual Mirroring On Customer Satisfaction

22
a. Penulis

 Peter Gloor

 Andrea Fronzetti Colladon

 Gianni Giacomelli

 Tejasvita Saran

 Francesca Grippa

b. Volume

Volume 25

c. URL

https://doi.org/10.1016/j.jbusres.2017.02.010

d. Tahun terbit

Tahun 2017

e. Rangkuman Jurnal

Penelitian ini dilakukan untuk menyelidiki dampak dari metode baru yang

disebut "Mirroring Virtual" untuk mempromosikan refleksi diri karyawan dan

berdampak pada kepuasan pelanggan. Metode ini didasarkan pada pengukuran pola

komunikasi, melalui jejaring sosial dan analisis semantik, dan mencerminkan

mereka kembali ke individu. Tujuan penelitian ini adalah untuk menunjukkan

refleksi diri agar dapat memicu perubahan dalam perilaku komunikasi, yang

mengarah pada peningkatan kepuasan pelanggan. Dengan mengilustrasikan dan

menguji pendekatan, kami menganalisis e-mail perusahaan layanan global besar

dengan membandingkan perubahan kepuasan pelanggan yang terkait dengan

pemimpin tim yang terkena pencerminan virtual. Penelitian ini menemukan

23
peningkatan kepuasan pelanggan dalam kelompok eksperimen dan penurunan

dalam kelompok kontrol (tim pemimpin tidak terlibat dalam proses mirroring

virtual). Berkenaan dengan indikator komunikasi individu, penelitian ini juga

menemukan bahwa kepuasan pelanggan lebih tinggi ketika karyawan lebih

responsif, menggunakan bahasa yang lebih sederhana, yaitu tertanam dalam

jaringan komunikasi yang kurang terpusat, dan menunjukkan pola kepemimpinan

yang lebih stabil Gloor, Colladon, Giacomelli, Saran, and Grippa (2017), para 3.

Tujuan peneitian adalah untuk menunjukkan penawaran itu individu

kesempatan untuk merefleksikan perilaku komunikasi mereka sendiri memiliki

potensi untuk mengubah perilaku tersebut dan akhirnya mempengaruhi kepuasan

pelanggan. Proses mirroring virtual ini memungkinkan karyawan untuk belajar

perilaku komunikasi mereka sendiri dilacak melalui analisis e-mail. Di proyek ini

kami melibatkan para pemimpin dari 26 akun besar dalam virtual bulanan sesi

mirroring, di mana karakteristik komunikasi dari teamworking dengan klien

dibagikan dan didiskusikan dalam pleno dan individual sesi. Untuk tujuan ini, kami

mengukur struktur komunikasi jaringan, melihat siapa yang berinteraksi dengan

siapa, kompleksitas rata-rata dari kosakata yang digunakan, serta responnya

karyawan ke e-mail pelanggan. Dalam penelitian ini, struktur jaringan sosial

didefinisikan sebagai struktur yang dihasilkan dari keteraturan dalam pola

hubungan antar anggota organisasi. Korelasi ini menunjukkan bahwa tanggapan

yang lebih cepat dan bahasa yang lebih sederhana berhubungan positif dengan

kepuasan pelanggan; sebagai tambahan, tingkat sentralitas kelompok yang lebih

rendah dan osilasi antartasionalitas antar kelompok dapat berkontribusi pada

24
hubungan yang lebih baik dengan pelanggan. Hasil kami menunjukkan bahwa

pelanggan lebih puas ketika ada titik stabil referensi dalam interaksinya dengan

perusahaan, tanpa osilasi yang berlebihan dan rotasi Gloor et al. (2017), para 11.

5. Antecedents And Consequences Of Online Customer Satisfaction: A Holistic

Process Perspective

a. Penulis

 Thi Song Hanh Pham

 Mohammad Faisal Ahammad

b. Volume

Volume 124

c. URL

https://doi.org/10.1016/j.techfore.2017.04.003

d. Tahun terbit

Tahun 2017

e. Rangkuman Jurnal

Jurnal ini mengkaji determinan dan konsekuensi kepuasan pelanggan online

dengan mempertimbangkan seluruh pengalaman belanja online, berdasarkan data

yang dikumpulkan dari survei kami terhadap konsumen Inggris pada tahun 2016.

Kami menemukan bukti bahwa posting pengalaman pembelian online termasuk

pengalaman dengan pemenuhan pesanan, kemudahan pengembalian dan responsif

layanan pelanggan adalah kontributor paling signifikan terhadap kepuasan

pelanggan online Pham and Ahammad (2017), para 1.

25
Jaminan keamanan, kustomisasi, kemudahan penggunaan, informasi produk

dan kemudahan check-out, semua memiliki dampak yang signifikan tetapi pada

tingkat yang jauh lebih rendah. Pengaruh penampilan situs web pada kepuasan

pelanggan tidak signifikan. Temuan kami menunjukkan bahwa kepuasan pelanggan

online mengarah pada niat membeli kembali, dan kemungkinan membuat positif

rekomendasi kepada orang lain, tetapi tidak bersedia membayar lebih. Kami juga

menemukan efek informasi produk, kustomisasi, pemenuhan pesanan dan respons

layanan pelanggan pada kepuasan pelanggan lebih kuat untuk produk pengalaman

dari pada produk penelusuran, sementara tidak ada perbedaan signifikan dalam efek

lainnya faktor penentu untuk produk pencarian dan produk pengalaman Pham and

Ahammad (2017), para 7.

Pengaruh pemenuhan pesanan terhadap kepuasan pelanggan adalah lebih

kuat untuk produk pengalaman daripada produk pencarian. Untuk pengalaman

produk, kualitasnya tidak dapat dinilai sebelum produk diterima dan dikonsumsi.

Pengaruh respon layanan pelanggan pada kepuasan pelanggan lebih kuat untuk

produk pengalaman. Layanan pelanggan adalah pendorong yang dominan untuk

keunggulan kompetitif dalam mengalami pasar barang / jasa. Konsumen produk

pengalaman akan lebih menghargai respons layanan pelanggan daripada konsumen

produk pencarian, karena sulit bagi mereka untuk mendapatkan spesifik informasi

yang disesuaikan dengan situasi mereka dari tempat lain Pham and Ahammad

(2017), para 15.

Jurnal ini menawarkan lebih banyak wawasan tentang perbedaan dalam efek

pengalaman belanja online pada loyalitas pelanggan antara pencarian dan produk

26
pengalaman yang tidak dipertimbangkan dalam studi sebelumnya. Studi kami juga

menawarkan beberapa implikasi bagi para manajer. Secara umum, perusahaan

harus mengelola pengalaman pelanggan mereka pada tiga pilar pengalaman

pelanggan: sebelum, selama, dan setelah pembelian Pham and Ahammad (2017),

para 23.

Studi kami memiliki keterbatasan-keterbatasan yang dihasilkan dari

penelitian ini. Pedoman metodologis untuk pengambilan sampel, mencari informan

yang sesuai, memastikan anonimitas, dan merancang survei kami untuk

memaksimalkan objektivitas responden, potensi masih ada untuk bias informan di

kami data yang disebabkan oleh keterwakilan sampel dari populasi. Sampel

penelitian kami dipilih berdasarkan profesional dan sosial kami kontak jaringan,

bergantung pada niat baik mereka untuk berpartisipasi dalam survei kami. Dalam

upaya untuk menyamaratakan temuan kami, penelitian di masa mendatang secara

online perilaku konsumen dapat mengambil manfaat dari memanfaatkan forum

sosial online untuk meningkatkan keterwakilan sampel Pham and Ahammad

(2017), para 29.

2.3 Kerangka Teori dan Hipotesis

2.3.1 Model Penelitian

27
Gambar 1 Model Penelitian
2.3.2 Tabel hipotesis, variabel bebas, variabel terikat, dan sumber artikel

No Hipotesis Variabel Bebas Variabel Terikat Sumber Artikel

1 H1 Perceived Value Service Quality Kuo, Wu, and Deng (2009)

Hussain, Al Nasser, and Hussain

(2015)

2 H2 Perceived Value Customer Satisfaction Kuo et al. (2009)

Hussain et al. (2015)

3 H3 Service Quality Customer Satisfaction Kuo et al. (2009)

Jalil, Fikry, and Zainuddin

(2016)

Hussain et al. (2015)

4 H4 Customer Satisfaction Word of Mouth Loureiro, Cavallero, and Miranda

(2018)

Tabel 1 Tabel hipotesis, variabel bebas, variabel terikat, dan sumber artikel

28
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

3.1.1 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kota Jakarta Timur Provinsi DKI Jakarta

mencari renponden yang pernah datang ke Kafe Jamu dan pernah membeli sekigus

mengkonsumsi jamu di Kafe Jamu.

3.1.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilakukan selama empat hari, terhitung dari tanggal 10

Desember 2018 sampai dengan 13 Desember 2018. Waktu tersebut merupakan

waktu yang tepat untuk melaksanakan penelitian, karena jadwal perkuliahan

peneliti sudah tidak padat, sehingga akan mempermudah peneliti dalam melakukan

penelitian dan peneliti dapat mencurahkan perhatian pada pelaksanaan penelitian.

3.2 Sampel dan Teknik Pemilihan Sampel

3.2.1 Karakteristik Sampel

Menurut Sugiyono (2012, p. 117) adalah “sampel adalah bagian dari jumlah

dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.” Karakteristik sampel dapat

menjadi suatu pengetahuan mengenai latar belakang sosial dan ekonomi dari setiap

responden. Karakteristik yang menjadi faktor pembeda antar responden antara lain,

jenis kelamin, usia, status pernikahan, pendidikan terakhir, dan status pekerjaan.

29
Berdasarkan dengan jumlah sampel yang disyaratkan yaitu sebanyak 217

sampel, kemudian peneliti memberikan kuesioner kepada 217 responden dan

diperoleh sampel yang sesuai sebanyak 200 responden dimana terdapat 17

kuesioner yang dinyatakan tidak memenuhi syarat. Jumlah sampel sebesar 200

responden ini layak untuk diproses karena dianggap memenuhi syarat kisaran

sampel yang dibutuhkan untuk penelitian dengan teknik Structural Equation

Modeling (SEM) yakni sebanyak 200 sampel. Setelah melakukan pengamatan pada

hasil jawaban responden dapat dilihat jawaban diskriptif responden. Deskriptif

jawaban responden tersebut dimaksudkan untuk menganalisis data berdasarkan

hasil yang diperoleh dari jawaban responden terhadap masing-masing indikator

yang digunakan untuk mengukur variabel.

3.2.2 Teknik Pemilihan Sampel

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik

purposive sampling adalah salah satu teknik sampling non random sampling

dimana peneliti menentukan pengambilan sampel dengan cara menetapkan ciri-ciri

khusus yang sesuai dengan tujuan penelitian sehingga diharapkan dapat menjawab

permasalahan penelitian. Teknik ini digunakan dengan pertimbangan bahwa

seluruh sampel yang akan peneliti teliti memiliki karakteristik khusus yang dapat

dianggap homogen. Selain itu, dengan teknik tersebut maka seluruh sampel

terjangkau yang peneliti teliti memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih. Yaitu,

dengan cara melakukan undian dari seluruh populasi terjangkau yang ada. Selain

itu metode ini dipakai karena bisa menentukan kriteria responden yang di tuju, yaitu:

30
1. Responden merupakan konsumen Kafe Jamu dan bersedia mengisi

kuesioner.

2. Responden berumur minimal kurang dari 20 tahun dan maksimal lebih dari

50 tahun. Pemilihan responden, berdasarkan umur ini dilihat dari tingkat pemikiran

dan kesehatan responden, maka responden dianggap telah dapat menentukan

pilihan secara rasional.

3. Jumlah sampel penelitian berjumlah 200 orang karena jumlah responden

tersebut sudah cukup mewakili dari keseluruhan konsumen Kafe Jamu yang

diharapkan dalam penelitian ini.

3.3 Pengembangan Instrumen

3.3.1 Variabel Perceived Value:

Sumber: Ying-Feng Kuo, Chi-Ming Wu dan Wei-Jaw Deng. 2009. The

relationships among service quality, perceived value, customer satisfaction, and

post-purchase intention in mobile value-added services.

https://doi.org/10.1016/j.chb.2009.03.003 Volume 25, Issue 4, Pages 887-896.

Usep Suhud, Sheila Maryam Bajunaid. 2018. Satisfied, but Will They Spread a

Word? The Role of Customer Satisfaction at Jamu Café.

https://doi.org/10.21512/bbr.v9i1.3915 Volume 9, No 1.

No Indakator Asli Indikator Adaptasi Sumber

1. I feel I am getting good mobile Saya merasa, saya mendapatkan layanan nilai Kuo et al. (2009)

value-added services for a tambah di kafe jamu yang bagus dengan

reasonable price. harga yang masuk akal.

31
2. Using the value-added services Menggunakan layanan nilai tambah yang Kuo et al. (2009)

provided by this telecom disediakan oleh kafe jamu ini sangat berharga

company is worth for me to bagi saya untuk mengorbankan waktu dan

sacrifice some time and efforts. segala upaya.

3. Compared with other telecom Dibandingkan dengan kafe jamu lainnya, Kuo et al. (2009)

companies, it is wise to choose adalah bijaksana untuk memilih kafe jamu

this telecom company. ini.

4. The herbal medicine that I Jamu yang saya beli di kafe jamu Khasiatnya Suhud and

bought in the cafe is the untuk kesehatan sesuai dengan harapan saya Bajunaid (2018)

medicinal properties for my

health

5. The herbal drink that I bought in Minuman jamu yang saya beli di kafe jamu Suhud and

the cafe is easily digested or mudah dicerna atau disesuaikan oleh tubuh Bajunaid (2018)

adjusted by the body

Tabel 2 Pengembangan intrumen variabel perceived value

3.3.2 Variabel Service Quality:

Sumber: Kemefasu Ifie, Antonis C. Simintiras, Yogesh Dwivedi dan Vasileia

Mavridou. 2018. How service quality and outcome confidence drive pre-outcome

word-of-mouth.

https://doi.org/10.1016/j.jretconser.2018.07.002 Volume 44, Pages 214-221.

Usep Suhud, Sheila Maryam Bajunaid. 2018. Satisfied, but Will They Spread a

Word? The Role of Customer Satisfaction at Jamu Café.

32
https://doi.org/10.21512/bbr.v9i1.3915 Volume 9, No 1.

No Indakator Asli Indikator Adaptasi Sumber

1. The facilities in the school are Fasilitas di kafe jamu dirancang dengan baik Ifie, Simintiras,

well designed and attractive. dan menarik. Dwivedi, and

Mavridou (2018)

2. The school has convenient Kafe jamu memiliki jam kerja yang nyaman Ifie et al. (2018)

operating hours and flexible dan jadwal yang fleksibel.

schedules.

3. The people who work in the Orang-orang yang bekerja di kafe jamu itu Ifie et al. (2018)

school are courteous. sopan.

4. Cafe Jamu employees show Karyawan kafe Jamu menunjukkan minat Suhud and

genuine interest in responding yang tulus dalam menanggapi keluhan dan Bajunaid (2018)

to complaints and questions pertanyaan

5. The facilities in the herbal cafe Fasilitas di kafe jamu dirancang dengan baik Suhud and

are well designed and attractive. dan menarik. Bajunaid (2018)

Tabel 3 Pengembangan intrumen variabel service quality

3.3.3 Variabel Customer Satisfaction:

Sumber: Ying-Feng Kuo, Chi-Ming Wu dan Wei-Jaw Deng. 2009. The

relationships among service quality, perceived value, customer satisfaction, and

post-purchase intention in mobile value-added services.

https://doi.org/10.1016/j.chb.2009.03.003 Volume 25, Issue 4, Pages 887-896.

Usep Suhud, Sheila Maryam Bajunaid. 2018. Satisfied, but Will They Spread a

Word? The Role of Customer Satisfaction at Jamu Café.

33
https://doi.org/10.21512/bbr.v9i1.3915 Volume 9, No 1.

No Indakator Asli Indikator Adaptasi Sumber

1. I am satisfied with the value- Saya puas dengan layanan nilai tambah Kuo et al. (2009)

added services provided by this yang disediakan oleh kafe jamu ini.

telecom company.

2. I think this telecom company Saya pikir kafe jamu ini telah berhasil Kuo et al. (2009)

has successfully provided memberikan layanan bernilai tambah.

value-added services.

3. This value-added service is Layanan nilai tambah kafe jamu lebih baik Kuo et al. (2009)

better than expected. dari yang diharapkan.

4. Overall, I am satisfied with my Secara keseluruhan, saya puas dengan Suhud and

dining experience at this pengalaman mengkonsumsi jamu di kafe ini Bajunaid (2018)

restaurant

5. I have really enjoyed the Saya benar-benar menikmati layanan jamu Suhud and

services at this restaurant di kafe ini Bajunaid (2018)

Tabel 4 Pengembangan instrumen variabel customer satisfaction

3.3.4 Variabel Word Of Mouth:

Sumber: Ying-Feng Kuo, Chi-Ming Wu dan Wei-Jaw Deng. 2009. The

relationships among service quality, perceived value, customer satisfaction, and

word of mouth in mobile value-added services.

https://doi.org/10.1016/j.chb.2009.03.003 Volume 25, Issue 4, Pages 887-896.

No Indakator Asli Indikator Adaptasi Sumber

34
1. I will recommend this hotel to Saya akan merekomendasikan kafe jamu Kuo et al. (2009)

others through verbal ini kepada orang lain melalui

communication komunikasi verbal

2. I will say positive things about Saya akan mengatakan hal-hal positif Kuo et al. (2009)

staying at this hotel tentang jamu di kafe ini

3. I will encourage family and Saya akan mendorong keluarga dan Kuo et al. (2009)

friends to stay at this hotel teman-teman untuk mengkonsumsi jamu

di kafe ini

4. I will recommend this hotel to Saya akan merekomendasikan kafe jamu Kuo et al. (2009)

someone who seeks my advice ini kepada seseorang yang mencari

tentang kafe jamu

5. I will recommend in the future Saya akan merekomendasikan dimasa Kuo et al. (2009)

to the next successor. depan nanti kepada penerus selanjutnya.

Tabel 5 Pengembangan instrumen variabel word of mouth

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini terdiri dari empat variabel, yaitu peceived value (Variabel X1),

service quality (Variabel X2), customers satifaction (Y) dan word of mouth (Z).

Teknik pengambilan data yang digunakan dalam penelitian ini dijelaskan sebagai

berikut:

35
1. Peceived Value

a. Definsi Konseptual

Menurut Septefane (2016), para 12 peceived value adalah “usaha pelanggan

membandingkan produk/jasa dari perusahaan tertentu dengan perusahaan pesaing

ditinjau dari manfaat, kualitas dan harga.”

b. Definisi Operasional

 Total Customer Value merupakan total dari semua nilai produk, jasa,

personil, dan citra yang diterima pelanggan dari tawaran yang diberikan oleh

perusahaan.

 Nilai produk merupakan manfaat yang lebih dari suatu produk/jasa yang

ditawarkan oleh perusahaan.

 Nilai pelayanan merupakan keramahan staff dalam melayani pelanggan.

 Nilai staff merupakan kerapihan dalam berpenampilan dan cara bicara staff

yang sopan dan santun kepada pelanggan.

2. Service Quality

a. Definsi Konseptual

Menurut Ruswanti (2012), para 9 service quality adalah “ sebuah tingkat

keunggulan yang merupakan merupakan output yang tidak berbentuk fisik yang

mempunyai manfaat bagi pelanggan dan tingkat tinggi rendahnya berdasar pada

harapan pelanggan.”

b. Definisi Operasional

 Tangible merupakan penampilan fisik dan fasilitas-fasilitas apa saja yang

diberikan.

36
 Reliability adalah kemampuan staff untuk melaksanakan layanan yang

dijanjikan secara akurat dan terpercaya kepada pelanggan

 Responsiveness adalah kemampuan staff untuk membantu dan

memberikanjasa dengan cepat kepada pelanggan.

 Assurance merupakan pengetahuan dan kesopanan pelayan, juga

kemampuan untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan pada perusahaan.

 Emphaty adalah kepedulian dan perhatian secara pribadi kepada

pelanggan.

3. Customers Satifaction

a. Definsi Konseptual

Menurut Ahvie and Rahayu (2009), para 12 customers satifaction adalah

“perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan

antara persepsi atau kesannya terhadap kinerja berada di bawah harapan, pelanggan

tidak puas.”

b. Definisi Operasional

 Satisfaction as Fullfillment adalah merupakan tercapainya

kebutuhanpelanggan dalam mencapai suatu kepuasan.

 Satisfaction as Pleasure merupakan hubungan positif yang dirasakan

antara perusahaan dengan pelanggan.

 Satisfaction as Ambivalence merupakan perasaan unik yang dirasakan

pelanggan saat berhubungan dengan perusahaan.

4. Word Of Mouth

a. Definsi Konseptual

37
Menurut Abdulah (2015), para 7 word of mouth adalah “kegiatan pemasaran

melalui perantara orang ke orang baik secara lisan, tulisan, maupun alat komunikasi

elektronik yang berhubungan dengan pengalaman pembelian jasa atau pengalaman

menggunakan produk atau jasa.

b. Definisi Operasional

 Intensity adalah banyaknya pendapat yang ditulis dan disebarkan oleh

konsumen dalam situs jejaring sosial mengenai sesuatu yang diadaptkan sebagai

sumber informasi mengenai produk, jasa dan brand.

 Valence of opinion pendapat konsumen baik positif atau negatif mengenai

sesuatu yang diadaptkan sebagai sumber informasi mengenai produk, jasa dan

brand.

3.5 Teknik Analisis Data

3.5.1 Analisis Deskripsi

Menurut Subagyo (2012, p. 1) statistika deskriptif adalah “bagian statistika

mengenai pengumpulan data, penyajian, penentuan nilai-nilai statistika, pembuatan

diagram atau gambar mengenai sesuatu hal, disini data yang disajikan dalam bentuk

yang lebih mudah dipahami atau dibaca.” Sedangkan menurut Sudjana (2016, p.

18) statistika deskriptif adalah statistika yang menggunakan data pada suatu

kelompok untuk menjelaskan atau menarik sebuah kesimpulan mengenai kelompok

tertentu saja yang didasari oleh 3 faktor yaitu:

1. Ukuran Lokasi: mode, mean, median, dll.

2. Ukuran Variabilitas: varians, standart deviasi, range, dll.

3. Ukuran Bentuk: skewness, kurtosis, plot books.

38
Menurut Hasan (2001, p. 185) analisis deskriptif adalah “suatu bentuk analisis

data penelitian untuk menguji generalisasi hasil penelitian berdasarkan satu sample.

Analisa deskriptif ini dilakukan dengan pengujian hipotesis deskriptif.” Hasil

analisisnya adalah apakah hipotesis penelitian dapat digeneralisasikan atau tidak.

Jika hipotesis nol (H0) diterima, berarti hasil penelitian dapat digeneralisasikan.

Analisis deskriptif ini menggunakan satu variabel atau lebih tapi bersifat mandiri,

oleh karena itu analisis ini tidak berbentuk perbandingan atau hubungan.

Kapan_Terakhir_Mengunjungi_Kafe_Jamu

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Percent

< dari 6 bulan yang


103 47,7 47,7 47,7
lalu

Valid 6-12 bulan yang lalu 74 34,3 34,3 81,9

> 12 bulan yang lalu 39 18,1 18,1 100,0

Total 216 100,0 100,0

Tabel 6 Terakhir kali konsumen mengunjungi Kafe Jamu

39
Gambar 2 Terakhir kali konsumen mengunjungi Kafe Jamu

Jenis_Kelamin

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Percent

Valid Laki-laki 82 38,0 38,0 38,0

Perempuan 134 62,0 62,0 100,0

Total 216 100,0 100,0

Tabel 7 Jenis kelamin

40
Gambar 3 Jenis kelamin

Usia

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Percent

Valid < 20 tahun 49 22,7 22,7 22,7

20-24 tahun 134 62,0 62,0 84,7

25-29 tahun 20 9,3 9,3 94,0

30-34 tahun 7 3,2 3,2 97,2

40-44 tahun 5 2,3 2,3 99,5

50 tahun lebih 1 ,5 ,5 100,0

41
216
100,0 100,0
Total

Tabel 8 Usia

Gambar 4 Usia

Tingkat_Pendidikan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Percent

Valid < SLTA 7 3,2 3,2 3,2

SLTA 156 72,2 72,2 75,5

Diploma 12 5,6 5,6 81,0

S1/D4 38 17,6 17,6 98,6

42
Magister/Doktor 3 1,4 1,4 100,0

Total 216 100,0 100,0

Tabel 9 Tingkat pendidikan

Gambar 5 Tingkat pendidikan

Status_Pekerjaan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Percent

Valid Belum bekerja


173 80,1 80,1 80,1
(mahsiswa/pelajar)

Bekerja 36 16,7 16,7 96,8

Memiliki usaha sendiri 4 1,9 1,9 98,6

43
Pensiun 3 1,4 1,4 100,0

Total 216 100,0 100,0

Tabel 10 Status pekerjaan

Gambar 6 Status pekerjaan

Status_Pernikahan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Percent

Valid Belum menikah 188 87,0 87,0 87,0

Menikah 24 11,1 11,1 98,1

Bercerai/berpisah 2 ,9 ,9 99,1

44
Pasangan meninggal
2 ,9 ,9 100,0
dunia

Total 216 100,0 100,0

Tabel 11 Status pernikahan

Gambar 7 Status pernikahan

3.5.2 Uji Asumsi Klasik

Menurut Budiyuwono (2006, p. 4) uji asumsi klasik adalah ”persyaratan

statistik yang harus dipenuhi pada analisis regresi linear berganda yang berbasis

ordinary least square (OLS). Jadi analisis regresi yang tidak berdasarkan OLS tidak

memerlukan persyaratan asumsi klasik.” Suatu model regresi yang valid harus

memenuhi kriteria BLUE (Best, Linear, Unbiased, and Estimated). Untuk dapat

mengetahui apakah model regresi yang kita gunakan dalam penelitian telah

45
memenuhi kriteria BLUE, maka perlu dilakukan uji prasyarat regresi linear

berganda, yang disebut sebagai uji asumsi klasik.

Tujuan pengujian asumsi klasik ini adalah untuk memberikan kepastian

bahwa persamaan regresi yang didapatkan memiliki ketepatan dalam estimasi, tidak

bias dan konsisten. Perlu diketahui, terdapat kemungkinan data aktual tidak

memenuhi semua asumsi klasik ini. Beberapa perbaikan, baik pengecekan kembali

data outlier maupun recollecterror data dapat dilakukan.

Menurut Dajan (2014, p. 3) uji asumsi klasik dibagi menjadi 3 yaitu:

1. Uji asumsi klasik autokorelasi.

Uji asumsi non autokorelasi adalah keadaan dimana tidak terdapat hubungan

antara kesalahan-kesalahan (error) yang muncul pada data runtun waktu (time

series). Tujuan digunakannya uji ini adalah untuk menguji apakah dalam model regresi

linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan

pengganggu pada periode sebelumnya. Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada

problem non autokorelasi.

2. Uji asumsi klasik heteroskedastisitas.

Uji asumsi klasik heteroskedastisitas adalah keadaan dimana erros dalam

berbagai persamaan regresi memiliki varians konstan. Uji asumsi klasik

heteroskedastisitas terjadi bila distribusi probabilitas tetap sama dalam semua

observasi x, dan varians setiap residual adalah sama untuk semua nilai variabel. Uji

heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi

ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain.

Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka

46
disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi

yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi keteroskedastisitas. Hasil

uji heteroskedastisitas dapat dilihat dibawah ini:

Variabel T Sig Keterangan

Variabel Perceived Value -1,764 0,079 Tidak Terjadi

Variabel Service Quality -1,028 0,305 Heteroskedastisitas

Variabel Customers Satisfaction 2,091 0,068

Tabel 12 Hasil uji heteroskedastisitas

3. Uji asumsi klasik multikolinearitas.

Uji asumsi klasik multikolinearitas adalah keadaan dimana ada hubungan

antar variabel-variabel penjelas dalam persamaan regresi. Model regresi yang baik

seharusnya tidak terjadi kerelasi di antara variabel independen.

Metode ini bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya

korelasi antar variabel bebas (Independen). Model regresi yang baik seharusnya

tidak terjadi korelasi diantara variabel bebas. Apabila nilai VIF lebih dari 10 dan

nilai tolerance kurang dari 0,10 maka terjadi multikolinearitas, sebaliknya tidak

terjadi multikolinearitas antara variabel apabila nilai VIF kurang dari 10 dan nilai

tolerance lebih dari 0,10. Hasil uji multikolinearitas dapat dilihat dibawah ini:

Variabel Collinearity Statistics Keterangan

Tolerance VIF

Variabel perceived value 0,210 4,756 Bebas

Variabel service quality 0,227 4,402 Multikolinearitas

Variabel customers satisfaction 0,681 1,469

47
Tabel 13 Hasil uji multikolinearitas

3.5.3 Uji Validitas Data dan Uji Reliabilitas

Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana

ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya.

Artinya ada kesesuaian antara alat ukur dengan fungsi pengukuran dan sasaran

pengukuran. Menurut Rosad (2017, p. 58) validitas adalah “ukuran yang

menyatakan ketepatan tujuan tes (alat ukur) dan memenuhi persyaratan pembuatan

tes.” Validitas tes menunjukan derajat kesesuaian antara tes dan atribut yang akan

di ukur. Menurut Syukur (2012, p. 14) validitas adalah “suatu arahan kepada

ketepatan interpretasi hasil penggunan suatu prosedur evaluasi sesuai dengan

tujuan pengukurannya.” Validitas merupakan suatu keadaan apabila

suatu instrumen evaluasi dapat mengukur apa yang sebenarnya harus diukur secara

tepat.

Menurut Suharsimi (2010, p. 108) reliabilitas adalah “ukuran yang

menujukkan bahwa alat ukur yang digunakan dalam penelitian keperilakukan

mempunyai keandalan sebagai alat ukur, diantaranya di ukur melalui konsistensi

hasil pengukuran dari waktu ke waktu jika fenomena yang diukur tidak berubah.”

Atau dapat dikatakan reliabilitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan sejauh

mana hasil pengukuran tetap konsisten bila diukur beberapa kali dengan alat ukur

yang sama. Penelitian memerlukan data yang betul-betul reliabel.

Menurut Sugiyono (2012, p. 72) pengukuran reliabilitas pada dasarnya dapat

dilakukan dengan dua cara pertama Repeated Measure, pertanyaan ditanyakan pada

responden berulang pada waktu yang berbeda, (misalnya sebulan kemudian), dan

48
kemudian dilihat apakah dia tetap konsisten dengan jawabannya. Kedua One Shot,

disini pengukurannya hanya sekali dan kemudian hasilnya dibandingkan dengan

pertanyaan lain. Pada umumnya pengukuran reliabilitas sering dilakukan dengan

one shot dengan beberapa pertanyaan. Pengujian reliabilitas dimulai dengan

menguji validitas terlebih dahulu. Jika pertanyaannya tidak valid, maka pertanyaan

tersebut dibuang. Pertanyaan yang sudah valid baru secara bersama-sama diukur

reliabilitasnya. Uji reliabilitas berguna untuk menetapkan apakah instrumen yang

dalam hal ini kuesioner dapat digunakan lebih dari satu kali, paling tidak oleh

responden yang sama akan menghasilkan data yang konsisten. Dengan kata lain,

reliabilitas instrumen mencirikan tingkat konsistensi.

Component Matrixa

Component

1 Cronbach's Alpha

PQ26_PV1_Saya merasa, saya mendapatkan layanan nilai


,927
tambah di kafe jamu yang bagus dengan harga yang wajar

PQ27_PV2_Menggunakan layanan nilai tambah yang

disediakan oleh kafe jamu ini sangat berharga bagi saya ,935

untuk mengorbankan waktu dan segala upaya. ,920

PQ28_PV3_Dibandingkan dengan kafe jamu lainnya,


,942
adalah hal yang bijaksana untuk memilih kafe jamu ini

PQ29_PV4_Saya umumnya sadar tentang khasiat jamu


,937
yang saya beli di kafe jamu ini

49
PQ30_PV5_Jamu yang saya beli di kafe jamu ini
,933
khasiatnya untuk kesehatan sesuai dengan harapan saya

Tabel 14 Component Matrixa Variabel Perceived Value

Component Matrixa

Component

1 Cronbach's Alpha

PQ21_SQ1_Fasilitas di kafe jamu dirancang dengan baik


,930
dan menarik

PQ22_SQ2_Kafe jamu memiliki jam kerja yang nyaman


,915
dan jadwal yang fleksibel

PQ23_SQ3_Orang-orang yang bekerja di kafe jamu ini


,933
sopan ,960

PQ24_SQ4_Karyawan kafe Jamu menunjukkan minat

yang tulus dalam menanggapi keluhan dan pertanyaan dari ,942

pelanggan

PQ25_SQ5_Para karyawan kafe Jamu selalu melakukan


,929
pelayanan yang baik pada saat pertama datang

Tabel 15 Component Matrixa Variabel Service Quality

Component Matrixa

Component

1 Cronbach's Alpha

50
PQ36_CS1_Secara keseluruhan, saya puas dengan Kafe
,884
Jamu ini.

PQ37_CS2_Saya pikir saya melakukan hal yang benar


,938
dalam mengunjungi Kafe Jamu ini

PQ38_CS3_Pilihan saya untuk mengunjungi Kafe Jamu


,918 ,951
ini adalah hal yang bijak

PQ39_CS4_Umumnya, bersantap di Kafe Jamu adalah


,905
pengalaman yang menyenangkan bagi saya

PQ40_CS5_Biasanya, saya merasa puas dengan


,932
keputusan untuk mendatangi Kafe Jamu ini

Tabel 16 Component Matrixa Variabel Customer Satisfaction

Component Matrixa

Component

1 Cronbach's Alpha

PQ41_WOM1_Saya telah merekomendasikan kafe jamu


,921
kepada teman dan kenalan

PQ42_WOM2_Saya telah meyakinkan teman dan kenalan


,944
untuk berbisnis dengan kafe jamu
,964
PQ43_WOM3_Saya telah memberi tahu pelanggan lain
,933
tentang kelebihan-kelebihan kafe jamu ini

PQ44_WOM4_Saya akan merekomendasikan kafe jamu


,942
ini kepada orang lain melaui komunikasi verbal

51
PQ45_WOM5_Saya akan mengatakan hal-hal positif
,940
tentang jamu di kafe ini

Tabel 17 Component Matrixa Variabel Word of Mouth

3.5.4 Uji Hipotesis

Menurut Sudjana (2016, p. 23) uji hipotesis adalah “cabang Ilmu statistika

inferensial yang digunakan untuk menguji kebenaran suatu pernyataan secara

statistik dan menarik kesimpulan apakah menerima atau menolak pernyataan

tersebut.” Pernyataan ataupun asumsi sementara yang dibuat untuk diuji

kebenarannya tersebut dinamakan dengan hipotesis (hypothesis) atau hipotesa.

Tujuan dari uji hipotesis adalah untuk menetapkan suatu dasar sehingga dapat

mengumpulkan bukti yang berupa data-data dalam menentukan keputusan apakah

menolak atau menerima kebenaran dari pernyataan atau asumsi yang telah dibuat.

Uji hipotesis juga dapat memberikan kepercayaan diri dalam pengambilan

keputusan yang bersifat objektif. Sedangkan menurut Sugiyono (2012, p. 42)

pengujian hipotesis adalah “suatu prosedur yang dilakukan dengan tujuan

memutuskan apakah menerima atau menolak hipotesis mengenai parameter

populasi.” Selanjutnya Sugiyono (2012, p. 43) membagi rumusan masalah uji

hipotesis dibagi menjadi 3 bentuk yaitu:

1. Hipotesis deskriptif

Hipotesis deskriptif adalah hipotesis yang membahas tentang nilai suatu

variabel mandiri, tidak membuat perbandingan atau hubungan dengan variabel

lainnya. Sebagai contoh rumusan masalah hipotesis deskriptif:

 Seberapa tinggi produktifitas alat tangkap gillnet?

52
 Berapa lama umur teknis alat tangkap bagan tancap?

2. Hipotesis komparatif

Hipotesis komparatif adalah suatu pernyataan yang menunjukkan dugaan dari

nilai-nilai dalam satu variabel atau lebih pada suatu sampel yang berbeda-beda.

Sebagai contoh rumusan masalah hipotesis komparatif:

 Apakah ada perbedaan produktifitas gillnet di Situbondo dan di

Probolinggo?

 Apakah ada perbedaan efektivitas trawl dan cantrang?

3. Hipotesis asosiatif

Hipotesis asosiatif adalah suatu pernyataan yang menunjukkan dugaan

tentang hubungan antara dua variabel atau lebih pada suatu sampel yang berbeda-

beda. Sebagai contoh rumusan hipotesis asosiatif:

 Apakah ada hubungan antara jumlah fitoplankton dengan hasil tangkapan?

 Apakah ada pengaruh penambahan jumlah ABK terhadap kuantitas hasil

tangkapan?

Hasil uji hipotesis dapat dilihat dibawah ini:

Coefficientsa

Unstandardized Standardized

Coefficients Coefficients

Model B Std. Error Beta t Sig.

1 (Constant) 12,822 1,167 10,985 ,000

Variabel_Perceived_Value ,418 ,100 ,497 4,193 ,000

Variabel_Service_Quality ,064 ,100 ,076 ,642 ,021

53
a. Dependent variable: variabel_customers_satisfaction

Tabel 18 Hasil uji hipotesis dependent variable: variabel_customers_satisfaction

Coefficientsa

Unstandardized Standardized

Coefficients Coefficients

Model B Std. Error Beta t Sig.

1 (Constant) -1,165 1,693 -,688 ,492

Variabel_Perceived_Value ,279 ,120 ,237 2,324 ,021

Variabel_Service_Quality ,471 ,116 ,397 4,049 ,000

Variabel_Customers_Satisfaction ,257 ,079 ,184 3,240 ,001

a. Dependent variable: variabel_word_of_mouth

Tabel 19 Hasil uji hipotesis dependent variable: variabel_word_of_mouth

Tahap uji hipotesis:

1. Analisis pengaruh X1 variabel perceived value terhadap Y variabel customers

satisfaction: dari analisis diatas diperoleh nilai signifikan X1 variabel perceived

value sebesar 0,000 < 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa secara langsung

terdapat pengaruh yang signifikan dari X1 variabel perceived value terhadap Y

Variabel customers satisfaction.

2. Analisis pengaruh X2 variabel service quality terhadap Y variabel customers

satisfaction: dari analisis diatas diperoleh nilai signifikan X2 variabel service

quality sebesar 0,021 < 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa secara langsung

terdapat pengaruh yang signifikan dari X2 variabel perceived value terhadap Y

variabel customers satisfaction.

54
3. Analisis pengaruh X1 variabel perceived value terhadap Z variabel word of

mouth: dari analisis diatas diperoleh nilai signifikan X1 variabel perceived value

sebesar 0,021 < 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa secara langsung terdapat

pengaruh yang signifikan dari X1 variabel perceived value terhadap Z variabel

word of mouth.

4. Analisis pengaruh X2 variabel service quality terhadap Z variabel word of

mouth: dari analisis diatas diperoleh nilai signifikan X2 variabel service quality

sebesar 0,000 < 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa secara langsung terdapat

pengaruh yang signifikan dari X2 variabel service quality terhadap Z variabel word

of mouth.

5. Analisis pengaruh Y variabel customers satisfaction terhadap Z variabel word

of mouth: dari analisis diatas diperoleh nilai signifikan Y variabel customers

satisfaction sebesar 0,001 < 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa secara

langsung terdapat pengaruh yang signifikan dari Y variabel customers satisfaction

terhadap Z variabel word of mouth.

55
BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Deskripsi Data

Penelitian ini menggunakan analisis data Structural Equation Modeling

(SEM) dengan AMOS. Tahapan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah

matriks varians/ kovarians. Matriks kovarians dinilai mempunyai keuntungan

dalam memberikan pertandingan yang valid antar populasi atau sampel yang

berbeda - beda, yang mungkin tidak memungkinkan jika menggunakan model

matriks korelasi.

Di dalam pengujian Structural Equation Modeling (SEM) mensyaratkan 4

langkah penting dalam SEM, yaitu:

1. Membuat sebuah model SEM (Model Specification) berbasis teori.

2. Menyiapkan desain penelitian dan pengumpulan data (pengujian asumsi –

asumsi yang harus dipenuhi dalam SEM ) .

3. Model Identification, pada model dilakukan uji identifikasi, apakah model

dapat dianalisis lebih lanjut. Perhitungan besar degree of freedom menjadi bagian

penting dalam tahap ini.

4. Menguji model (Model Testing dan Model Estimation), setelah model

dibuat dan dapat diidentifikasi, tahapan selanjutnya dengan menguji measurement

model dan kemudian menguji struktural model.

4.1.2 Analisis Konfirmatori

Analisis konfirmatori dipergunakan untuk menguji sebuah konsep yang

dibangun dengan menggunakan beberapa indikator terukur. Uji kesesuaian model

56
konfirmatori diuji menggunakan Goodnes-of-Fit Index. Hasil analisis konfirmatori

dari empat variabel penelitian yang terdiri dari peceived value (Variabel X1),

service quality (Variabel X2), customers satifaction (Y) dan word of mouth (Z).

Gambar 8 Hasil analisis konfimatori

57
Hasil analisis konfirmatori tersebut dapat dijelaskan melalui persamaan berikut ini:

a. Variabel peceived value

 PQ26_PV1 = 0,90 peceived value + 0,81

 PQ28_PV3 = 0,92 peceived value + 0,85

 PQ29_PV4 = 0,92 peceived value + 0,84

 PQ30_PV5 = 0,92 peceived value + 0,84

Model tersebut menunjukkan hubungan antara setiap indikator yang

membentuk variabel peceived value yaitu, PQ26_PV1 sebesar 0,90; PQ28_PV3

sebesar 0,92; PQ29_PV4 sebesar 0,92; PQ30_PV5 sebesar 0,92. Dipengaruhi oleh

sebuah faktor yang secara eksplisit tidak dimasukan dalam model maka bisa jadi

ada korelasi antar kesalahan pengukuran indikator sebesar PQ26_PV1 (0,81),

PQ28_PV3 (0,85), PQ29_PV4 (0,84) dan PQ30_PV5 (0,84). Oleh sebab itu dengan

tingkat loading factor sebesar 0,92 menunjukkan bahwa indikator PQ28_PV3,

PQ29_PV4 dan PQ30_PV5, merupakan indikator yang berperan lebih dominan

dibandingkan indikator lain yang membentuk variabel peceived value (X1).

b. Variabel service quality

 PQ21_SQ1 = 0,90 service quality + 0,82

 PQ22_SQ2 = 0,89 service quality + 0,79

 PQ23_SQ3 = 0,92 service quality + 0,85

 PQ24_SQ4 = 0,93 service quality + 0,87

 PQ25_SQ5 = 0,91 service quality + 0,88

Model tersebut menunjukkan hubungan antara setiap indikator yang

membentuk variabel service quality yaitu, PQ21_SQ1 sebesar 0,90; PQ22_SQ2

58
sebesar 0,89; PQ23_SQ3 sebesar 0,92; PQ24_SQ4 sebesar 0,93 dan PQ25_SQ5

sebesar 0,91. Dipengaruhi oleh sebuah faktor yang secara eksplisit tidak dimasukan

dalam model maka bisa jadi ada korelasi antar kesalahan pengukuran indikator

sebesar PQ21_SQ1 (0,82), PQ22_SQ2 (0,79), PQ23_SQ3 (0,85), PQ24_SQ4

(0,87) dan PQ25_SQ5 (0,88). Oleh sebab itu dengan tingkat loading factor sebesar

0,93 menunjukkan bahwa indikator PQ24_SQ4, merupakan indikator yang

berperan lebih dominan dibandingkan indikator lain yang membentuk variabel

service quality (X2).

c. Variabel customers satifaction

 PQ36_CS1 = 0,84 customers satifaction + 0,86

 PQ37_CS2 = 0,93 customers satifaction + 0,80

 PQ38_CS3 = 0,89 customers satifaction + 0,78

 PQ39_CS4 = 0,88 customers satifaction + 0,84

 PQ40_CS5 = 0,92 customers satifaction + 0,73

Model tersebut menunjukkan hubungan antara setiap indikator yang

membentuk variabel customers satifaction yaitu, PQ36_CS1 sebesar 0,84;

PQ37_CS2 sebesar 0,93; PQ38_CS3 sebesar 0,89; PQ39_CS4 sebesar 0,88 dan

PQ40_CS5 sebesar 0,92. Dipengaruhi oleh sebuah faktor yang secara eksplisit tidak

dimasukan dalam model maka bisa jadi ada korelasi antar kesalahan pengukuran

indikator sebesar PQ36_CS1 (0,86), PQ37_CS2 90,80), PQ38_CS3 (0,79),

PQ39_CS4 (0,84) dan PQ40_CS5 (0,73). Oleh sebab itu dengan tingkat loading

factor sebesar 0,93 menunjukkan bahwa indikator PQ37_CS2, merupakan indikator

59
yang berperan lebih dominan dibandingkan indikator lain yang membentuk variabel

customers satifaction (Y).

d. Variabel word of mouth

 PQ41_WOM1 = 0,85 word of mouth + 0,83

 PQ44_WOM4 = 0,95 word of mouth + 0,91

 PQ45_WOM5 = 0,94 word of mouth + 0,89

Model tersebut menunjukkan hubungan antara setiap indikator yang

membentuk variabel word of mouth yaitu, PQ41_WOM1 sebesar 0,85;

PQ44_WOM4 sebesar 0,95 dan PQ45_WOM5 sebesar 0,94. Dipengaruhi oleh

sebuah faktor yang secara eksplisit tidak dimasukan dalam model maka bisa jadi

ada korelasi antar kesalahan pengukuran indikator sebesar PQ41_WOM1 (0,83),

PQ44_WOM4 (0,91) dan PQ45_WOM5 (0,89). Oleh sebab itu dengan tingkat

loading factor sebesar 0,95 menunjukkan bahwa indikator PQ44_WOM4,

merupakan indikator yang berperan lebih dominan dibandingkan indikator lain

yang membentuk variabel word of mouth (Z).

Analisis konfirmatori konstruk eksogen digunakan untuk mengetahui apakah

indikator-indikator pembentuk variabel laten menunjukkan unideminsionalitas atau

belum, hasil konfirmatori konstruk eksogen dapat dilihat berikut ini:

Estimate S.E. C.R. P Label

PQ30_PV5 <--- Perceived_Value 1,000

PQ29_PV4 <--- Perceived_Value ,988 ,043 22,977 ***

PQ28_PV3 <--- Perceived_Value ,994 ,043 23,305 ***

PQ26_PV1 <--- Perceived_Value ,992 ,045 21,843 ***

60
Estimate S.E. C.R. P Label

PQ25_SQ5 <--- Service_Quality 1,000

PQ24_SQ4 <--- Service_Quality 1,022 ,043 23,766 ***

PQ23_SQ3 <--- Service_Quality 1,078 ,047 23,123 ***

PQ22_SQ2 <--- Service_Quality 1,019 ,049 20,864 ***

PQ21_SQ1 <--- Service_Quality 1,081 ,050 21,817 ***

PQ40_CS5 <--- Customer_Satisfaction 1,000

PQ39_CS4 <--- Customer_Satisfaction ,908 ,044 20,508 ***

PQ38_CS3 <--- Customer_Satisfaction ,937 ,044 21,400 ***

PQ37_CS2 <--- Customer_Satisfaction ,933 ,039 23,790 ***

PQ36_CS1 <--- Customer_Satisfaction ,879 ,048 18,391 ***

PQ45_WOM5 <--- Word_Of_Mouth 1,000

PQ44_WOM4 <--- Word_Of_Mouth 1,016 ,037 27,397 ***

PQ41_WOM1 <--- Word_Of_Mouth 1,004 ,050 19,912 ***

Tabel 20 Hasil analisis konfimari Regression Weights: (Group number 1 - Default model)

4.1.2 Analisis Structural Equation Modeling (SEM)

Analisis structural equation modeling digunakan untuk mengetahui hubungan

struktural antara variabel yang diteliti. Hubungan struktural antar variabel diuji

kesesuaiannya dengan goodness-of-fit index. Hasil analisis struktur equation modeling

dalam penelitian ini dapat dilihat dibawah ini:

61
Gambar 9 Hasil structural equation modeling (SEM)

dapat disimpulkan bahwa struktur analisis modeling dalam penelitian ini dapat

dilakukan. Dari analisis jalur diatas maka diperoleh model struktural sebagai berikut:

Y1 = α1 + 0,53 perceived value ke customers satisfaction + 0,07 service quality

ke customers satisfaction + 0,18 customers satisfaction ke word of mouth + 0,65

perceived value ke word of mouth + 0,89 perceived value ke service quality + word of

mouth. Dengan loading factor 0,89 maka variabel perceived value merupakan variabel

yang berperan dominan dalam membentuk variabel word of mouth.

Estimate S.E. C.R. P Label

Service_Quality <--- Perceived_Value ,854 ,052 16,581 ***

Customer_Satisfaction <--- Perceived_Value ,432 ,144 2,994 ,003

Customer_Satisfaction <--- Service_Quality ,394 ,198 1,989 ,679

Word_Of_Mouth <--- Customer_Satisfaction ,239 ,089 2,681 ,007

PQ30_PV5 <--- Perceived_Value 1,000

PQ29_PV4 <--- Perceived_Value ,973 ,046 21,088 ***

PQ22_SQ2 <--- Service_Quality 1,000

62
Estimate S.E. C.R. P Label

PQ21_SQ1 <--- Service_Quality 1,020 ,053 19,311 ***

PQ38_CS3 <--- Customer_Satisfaction 1,000

PQ37_CS2 <--- Customer_Satisfaction ,979 ,069 14,126 ***

PQ45_WOM5 <--- Word_Of_Mouth 1,000

PQ44_WOM4 <--- Word_Of_Mouth 1,038 ,046 22,521 ***

Tabel 21 Hasil structural equation modeling (SEM) Regression Weights: (Group number 1 -

Default model)

Berdasarkan hasil pengolahan data tersebut, dapat dilihat bahwa setiap

indikator atau dimensi pembentuk masing-masing variabel laten menunjukkan hasil

baik, yaitu nilai CR diatas 1,98. Maka dengan hasil ini, dapat dikatakan bahwa

indikator-indikator pembentuk variabel laten telah menunjukkan

unideminsionalitas. Selanjutnya berdasarkan analisis faktor konfirmatori ini, maka

model penelitian dapat digunakan untuk analisis selanjutnya tanpa modifikasi atau

penyesuaian-penyesuaian.

4.2 Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis dilakukan untuk menguji signifikansi pengaruh variabel

bebas terhadap variabel terikat. Pengaruh variabel dinyatakan signifikan jika nilai

critical ratio diatas 1,98. Hasil uji hipotesis dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Estimate S.E. C.R. P Label

Service_Quality <--- Perceived_Value ,854 ,052 16,581 ***

Customer_Satisfaction <--- Perceived_Value ,432 ,144 2,994 ,003

63
Estimate S.E. C.R. P Label

Customer_Satisfaction <--- Service_Quality ,394 ,198 1,989 ,679

Word_Of_Mouth <--- Customer_Satisfaction ,239 ,089 2,681 ,007

Tabel 22 Hasil uji hipotesis

Berdasarkan tabel di atas diperoleh keterangan hasil pengujian hipotesis

sebagai berikut:

H1: Perceived value berpengaruh positif dan signifikan terhadap service

quality

Berdasarkan data dari hasil pengolahan data diketahui bahwa nilai CR

(critical ratio) 16,581 > 1,98. Nilai ini menunjukkan hasil yang memenuhi syarat

yaitu lebih dari dari 1,98 untuk CR sehingga dapat disimpulkan H1 pada penelitian

ini dapat diterima.

H2: Perceived value berpengaruh positif dan signifikan terhadap

customer satisfaction

Berdasarkan data dari hasil pengolahan data diketahui bahwa nilai CR

(critical ratio) 2,994 > 1,98. Nilai ini menunjukkan hasil yang memenuhi syarat

yaitu lebih dari dari 1,98 untuk CR sehingga dapat disimpulkan H2 pada penelitian

ini dapat diterima.

H3: Service quality berpengaruh positif dan signifikan terhadap customer

satisfaction

Berdasarkan data dari hasil pengolahan data diketahui bahwa nilai CR

(critical ratio) 1,989 > 1,98. Nilai ini menunjukkan hasil yang memenuhi syarat

64
yaitu lebih dari dari 1,98 untuk CR sehingga dapat disimpulkan H3 pada penelitian

ini dapat diterima.

H4: Customer satisfaction berpengaruh positif dan signifikan terhadap

word of mouth

Berdasarkan data dari hasil pengolahan data diketahui bahwa nilai CR

(critical ratio) 2,681 > 1,98. Nilai ini menunjukkan hasil yang memenuhi syarat

yaitu lebih dari dari 1,98 untuk CR sehingga dapat disimpulkan H4 pada penelitian

ini dapat diterima.

4.3 Pembahasan

Berdasarkan perhitungan di atas, dapat dijelaskan Penganruh antara perceived

value, service quality, customers satisfaction dan word of mouth pada konsumen

kafe jamu di Jakarta dinyatakan positif dan signifikan. Berikut penjelasannya.

1. Pengaruh perceived value terhadap service quality

Hasil pengujian hipotesis penelitian atas pengaruh terhadap perceived value

terhadap service quality, bisa dijelaskan bahwa perceived value terbukti

berpengaruh secara signifikan terhadap service quality. temuan ini bisa dijelaskan

bahwa penilaian pelanggan terhadap kualitas layanan yang diberikan oleh Kafe

Jamu secara nyata dan signifikan mempengaruhi tinggi rendahnya value yang

dirasakan oleh pelanggan selama mengunjungi Kafe Jamu. Terdapat

ketergantungan tinggi rendahnya value yang dirasakan oleh pelanggan berdasarkan

tinggi rendahnya persepsi pelanggan terhadap kualitas layanan pada kafe jamu

tersebut.

65
Pembahasan hasil penelitian di atas serupa dengan penelitian terdahulu atau

jurnal yang dilakukan oleh Ying-Feng Kuo, Chi-Ming Wub dan Wei-Jaw Deng,

dengan judul The relationships among service quality, perceived value, customer

satisfaction, and post-purchase intention in mobile value-added services. (ISSN

2588–7896, 2009, volume 25, issue 4, pages 887-896) hal ini membuktikan bahwa

perceived value berpengaruh positif dan signifikan terhadap service quality.

2. Pengaruh perceived value terhadap customer satisfaction

Hasil pengujian hipotesis kedua menunjukkan bahwa perceived value

terbukti secara nyata dan signifikan mempengaruhi customer satisfaction. Temuan

ini bisa dijelaskan bahwa persepsi nilai yang dirasakan oleh pelanggan di Kafe

Jamu menentukan tingkat kepuasan pelanggan. Tinggi rendahnya kepuasan yang

dirasakan oleh pelanggan tergantung pada nilai yang dipersepsikan oleh pelanggan

pada Kafe Jamu tersebut.

Pembahasan hasil penelitian di atas serupa dengan penelitian terdahulu atau

jurnal yang dilakukan oleh Rahim Hussain, Amjad Al Nasser, dan Yomna K.

Hussain dengan judul Service quality and customer satisfaction of a UAE-based

airline: An empirical investigation. (ISSN 2016–1001, 2015, volume 42, issue 6,

pages 167-175) hal ini membuktikan bahwa perceived value berpengaruh positif

dan signifikan terhadap customer satisfaction.

3. Pengaruh service quality terhadap customer satisfaction

Hasil pengujian hipotesis ketiga menunjukkan bahwa service quality terbukti

secara nyata dan signifikan customer satisfaction. Hal ini dikarenakan menurut

konsumen, staff dan karyawan Kafe Jamu sangatlah peka dan tanggap ketika

66
customer membutuhkan sesuatu seperti langsung membersihkan meja ketika

melihat konsumen selesai makan sehingga dapat langsung digunakan untuk

pelanggan lainnya, hal ini sangat penting ketika Kafe Jamu sedang ramai. Selain itu

ketika ada minuman atau makanan yang jatuh ke lantai pihak pelayan langsung

tanggap membersihkannya. Hal inilah yang membuat konsumen merasa senang dan

merasa tidak rugi ketika makan di Kafe Jamu ini dan hal ini secara tidak langsung

menciptakan kupuasan konsumen terhadap Kafe Jamu tersebut.

Pembahasan hasil penelitian di atas serupa dengan penelitian terdahulu atau

jurnal yang dilakukan oleh Nur Aina Abdul Jalil, Amily Fikry dan Anizah

Zainuddin dengan judul The Impact of Store Atmospherics, Perceived Value, and

Customer Satisfaction on Behavioural Intention. (ISSN 2016–1001, 2015, volume

42, issue 6, pages 167-175) hal ini membuktikan bahwa service quality berpengaruh

positif dan signifikan terhadap customer satisfaction.

4. Pengaruh customer satisfaction terhadap word of mouth

Hasil pengujian hipotesis kempat menunjukkan bahwa customer satisfaction

terbukti secara nyata dan signifikan word of mouth bahwa semakin tinggi kepuasan

konsumen yang datang ke Kafe Jamu maka semakin besar konsumen bersedia

menyampaikan berita positif dan menarik tentang Kafe Jamu tersebut dan

meningkatkan keinginan mereka untuk melakukan word of mouth. maka dari itu

Kafe Jamu harus konsisten dalam memberikan kepuasan bagi pelanggan baik dari

kepuasan pada layanan, kepuasan akan produk jamu yang dijual, serta kepuasan

akan sikap dari staff/karyawan di Kafe Jamu, sehingga mampu memunculkan

keinginan pelanggan untuk melakukan getok tular atau menceritakan

67
pengalamannya pada rekan-rekan terdekatnya mengenai kepuasannya terhadap

Kafe Jamu.

Pembahasan hasil penelitian di atas serupa dengan penelitian terdahulu atau

jurnal yang dilakukan oleh Sandra M.C. Loureiro, Luisa Cavallero dan Francisco

Javier Miranda dengan judul Fashion brands on retail websites: Customer

performance expectancy and e-word-of-mouth. (ISSN 4113-1141, 2018, volume

41, issue 4, pages 131-141) hal ini membuktikan bahwa customer satisfaction

berpengaruh positif dan signifikan terhadap word of mouth.

68
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

5.2 Saran

69
DAFTAR PUSTAKA
Abdulah, D. (2015). PENGARUH WORD OF MOUTH MARKETING DAN KUALITAS PRODUK
TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN KONSUMEN PD. SUZUKI TALAGA. MAKSI,
2(1).
Ahvie, A. F., & Rahayu, D. D. (2009). Analisis Kepuasan Pelanggan (Customer Satisfaction)
Terhadap Layanan Hypermart Pekanbaru. Jurnal Ekonomi, 17.
Alaan, Y. (2016). Pengaruh Service Quality (Tangible, Empathy, Reliability,
Responsiveness dan Assurance) terhadap Customer Satisfaction: Penelitian pada
Hotel Serela Bandung. Jurnal Manajemen Maranatha, 15(2).
Budiyuwono, N. (2006). Pengantar Statistik Ekonomi & Perusahaan (Revisi ed.).
Yogyakarta: UPP AMP YKPN.
Chen, J. K., Yu, Y.-W., & Batnasan, J. (2014). Services innovation impact to customer
satisfaction and customer value enhancement in airport. Paper presented at the
Management of Engineering & Technology (PICMET), 2014 Portland
International Conference on.
Dajan, A. (2014). Pengantar Metode Statistik (1 ed.). Jakarta: LP3ES.
Dharma, G. B. (2012). Pengaruh Perceived Value And Perceived Quality terhadap
Kepercayaan Konsumen di Rumah Sakit Kartika Sari. Jurnal Manajemen dan
Pemasaran Jasa, 5(1), 63-86.
Fadli, A. Z. (2018). Jony Yuwono, Owner Cafe Jamu Acaraki: Mengusung JamuNewWave.
Retrieved from www.herbaindonesia.com website:
http://www.herbaindonesia.com/berita?id=Jony_Yuwono,_Owner_Cafe_Jamu_
Acaraki:_Mengusung_JamuNewWave
Farooq, M. S., Salam, M., Fayolle, A., Jaafar, N., & Ayupp, K. (2018). Impact of service
quality on customer satisfaction in Malaysia airlines: A PLS-SEM approach.
Journal of Air Transport Management, 67, 169-180.
Finanda, I. R. (2015). Pengaruh Word Of Mouth dan Brand Image terhadap Keputusan
Penggunaan Salon Kecantikan pada Konsumen Miloff Beauty Bar. E-Journal
Widya Ekonomika, 1(1).
Gantara, G., Kumadji, S., & Yulianto, E. (2013). Analisis Pengaruh Kualitas Layanan Dan
Perceived Value Terhadap Kepuasan Pelanggan Dan Loyalitas Pelanggan. Jurnal
Administrasi Bisnis, 1(1), 40-48.
Gloor, P., Colladon, A. F., Giacomelli, G., Saran, T., & Grippa, F. (2017). The impact of
virtual mirroring on customer satisfaction. Journal of Business Research, 75, 67-
76.
Hasan, M. I. (2001). Pokok-Pokok Materi Statistik 1 (Statistik Deskriptif) (2 ed.). Jakarta:
PT. Bumi Aksara.
Hussain, R., Al Nasser, A., & Hussain, Y. K. (2015). Service quality and customer
satisfaction of a UAE-based airline: An empirical investigation. Journal of Air
Transport Management, 42, 167-175.
Ifie, K., Simintiras, A. C., Dwivedi, Y., & Mavridou, V. (2018). How service quality and
outcome confidence drive pre-outcome word-of-mouth. Journal of Retailing and
Consumer Services, 44, 214-221.
Jalil, N. A. A., Fikry, A., & Zainuddin, A. (2016). The impact of store atmospherics,
perceived value, and customer satisfaction on behavioural intention. Procedia
Economics and Finance, 37, 538-544.

70
Koklic, M. K., Kukar-Kinney, M., & Vegelj, S. (2017). An investigation of customer
satisfaction with low-cost and full-service airline companies. Journal of Business
Research, 80, 188-196.
Kuo, Y.-F., Wu, C.-M., & Deng, W.-J. (2009). The relationships among service quality,
perceived value, customer satisfaction, and post-purchase intention in mobile
value-added services. Computers in human behavior, 25(4), 887-896.
Loureiro, S. M., Cavallero, L., & Miranda, F. J. (2018). Fashion brands on retail websites:
Customer performance expectancy and e-word-of-mouth. Journal of Retailing
and Consumer Services, 41, 131-141.
Lyna, N. (2014). Peluang, Kafe Jamu Bisa Jadi Pilihan Bisnis ke Depan. Retrieved from
finance.detik.com website: https://finance.detik.com/industri/d-
2759813/peluang-kafe-jamu-bisa-jadi-pilihan-bisnis-ke-
depan?_ga=2.85683673.1569977567.1543456285-
1264939904.1543456285&_gac=1.225626728.1543456285.CjwKCAiAlvnfBRA1Ei
wAVOEgfIsGujckb9uzPvPeBg2_uLR2X6USMTJTT3b9FC09ATYp5MZo7zLPhRoCviw
QAvD_BwE
Ningsih, W. (2016). Kafe Jamu Mulai Dilirik Perusahaan Kakap. Retrieved from
www.radartegal.com website: https://radartegal.com/berita-kuliner/kafe-jamu-
mulai-dilirik-perusahaan-kakap.9323.html
Pham, T. S. H., & Ahammad, M. F. (2017). Antecedents and consequences of online
customer satisfaction: A holistic process perspective. Technological Forecasting
and Social Change, 124, 332-342.
Pramudita, Y. A. (2013). Analisa pengaruh customer value dan customer experience
terhadap customer satisfaction di De Kasteel Resto Surabaya. Jurnal Strategi
Pemasaran, 1(1).
Pranoto, R. G. (2015). Analisa Pengaruh Customer Experience Terhadap Customer
Satisfaction Pada Konsumen Di Rosetta's Cafe & Resto Surabaya. Jurnal Strategi
Pemasaran, 3(1), 1-9.
Putra, A. (2016). Cafe Jamu, Solusi Atasi Pengangguran. Retrieved from
www.smartbisnis.co.id website:
https://www.smartbisnis.co.id/content/read/berita-bisnis/cafe-jamu-solusi-
atasi-pengangguran
Putranto, S. (2015). Pengaruh Perceived Value Terhadap Loyalitas Konsumen Dengan
Kepuasan Sebagai Variabel Mediasi (Studi Pada Konsumen Waroeng Spesial
Sambal Cabang Surakarta). Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Rahmawati, I. (2015). Kafe Jamu Hadir di Hypermart dan Carrefour. Retrieved from
finance.detik.com website: https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-
2876348/kafe-jamu-hadir-di-hypermart-dan-
carrefour?_ga=2.11159668.1569977567.1543456285
Rosad, R. (2017). Uji Validitas dan Reabilitas Tes (2 ed.). Bandung FPEB UPI.
Ruswanti, E. (2012). Pengaruh Service Quality dan Customer Satisfaction terhadap
Customer Loyalty. Jurnal Ilmiah Widya.
Salim, W. (2013). Analisa Pengaruh Service Quality Terhadap Customer Satisfaction
Rempah Indonesian Restaurant. Jurnal Strategi Pemasaran, 1(2), 1-9.
Saputro, D. K. (2013). Pengaruh Perceived Quality, Perceived Sacrifice dan Perceived
Value terhadap Customer Satisfaction di Informa Innovative Furnishing Pakuwon
City Surabaya. Jurnal Strategi Pemasaran, 1(1).

71
Septefane, Y. D. (2016). Pengaruh Service Quality terhadap Customer Satisfaction
membentuk Customer Loyalty pada Pt. Citra Mitra anugerah. Jurnal Strategi
Pemasaran, 4(1).
Sindunata, I., & Wahyudi, B. A. (2018). PENGARUH e-WOM (ELECTRONIC-WORD-OF-
MOUTH) TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN DI agoda. com. Jurnal Hospitality
dan Manajemen Jasa, 6(1).
Situmorang, R. (2015). ‘Kafe Jamu’ Tawarkan Lifestyle Herbal Terbaru. Retrieved from
entertainment.analisadaily.com website:
http://entertainment.analisadaily.com/read/kafe-jamu-tawarkan-lifestyle-
herbal-terbaru/199649/2015/12/21
Subagiyo, R., & Adlan, M. A. (2017). Pengaruh Service Quality, Marketing Mix dan
Kepuasan Mahasiswa terhadap Customer Loyalty. Jurnal Ekonomi Modernisasi,
13(1), 1-15.
Subagyo, P. (2012). Statistik Deskriptif (5 ed.). Yogyakarta: BPFE.
Sudjana. (2016). Metoda Statistika (7 ed.). Bandung: PT. Tarsito.
Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Bisnis (3 ed.). Bandung: Aflabeta.
Suharsimi, A. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Revisi ed.). Jakarta:
PT. Rineka Cipta.
Suhud, U., & Bajunaid, S. M. (2018). Satisfied, but Will They Spread a Word? The Role of
Customer Satisfaction at Jamu Café. Binus Business Review, 9(1), 1-8.
Sujianto, R. (2016). Café Jamu Mulai Bermunculan Di Berbagai Tempat Di Kota
Semarang. Retrieved from semarangpedia.com website:
https://semarangpedia.com/cafe-jamu-mulai-bermunculan-di-berbagai-tempat-
di-kota-semarang/
Sulayman, M. M., Ernawati, E., & Indarini, I. (2012). Pengaruh Dimensi Service Quality
Terhadap Customer Satisfaction Serta Pengaruh Customer Satisfaction Dan Trust
Terhadap Customer Loyalty Bca Di Surabaya. Calyptra, 1(1), 1-23.
Syukur, W. d. I. (2012). Asssmen Metode Penelitian (5 ed.). Bandung: PT. Refika Aditama.
Utami, E. (2015). Kafe Ini Tawarkan Nostalgia Minum Jamu. Retrieved from
www.suara.com website:
https://www.suara.com/lifestyle/2015/01/02/132941/nostalgia-minum-jamu-
ala-kafe
Winadi, J. S. (2017). Hubungan Word of Mouth dengan Brand Awareness Teh Kotak.
Jurnal e-Komunikasi, 5(1).
Winosa, Y. (2016). Sido Muncul Gandeng BRI Buka Puluhan Ribu Kafe Jamu. Retrieved
from www.beritasatu.com website:
http://www.beritasatu.com/ekonomi/382740-sido-muncul-gandeng-bri-buka-
puluhan-ribu-kafe-jamu.html
Yulyanti, F. D. (2014). Peluang, Kafe Jamu Bisa Jadi Pilihan Bisnis ke Depan. Retrieved
from finance.detik.com website: https://finance.detik.com/industri/d-
2759813/peluang-kafe-jamu-bisa-jadi-pilihan-bisnis-ke-
depan?_ga=2.85683673.1569977567.1543456285-
1264939904.1543456285&_gac=1.225626728.1543456285.CjwKCAiAlvnfBRA1Ei
wAVOEgfIsGujckb9uzPvPeBg2_uLR2X6USMTJTT3b9FC09ATYp5MZo7zLPhRoCviw
QAvD_BwE

72
73

Anda mungkin juga menyukai