Anda di halaman 1dari 29

Case Report Session

Miastenia Gravis

Oleh :

Vanny Asrytuti 1210312100

Preseptor :

Prof. Dr. dr. H. Darwin Amir, Sp. S (K)

dr. Restu Susanti, Sp. S, M. Biomed

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR. M. DJAMIL PADANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNVERSITAS ANDALAS

2018

0
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur atas kehadirat ALLAH SWT yang
telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga penulis
dapat menyelesaikan case report session yang berjudul “Miastenia Gravis”. Case
Report ini dibuat untuk memenuhi kegiatan ilmiah dalam mengikuti Kepaniteraan
Klinik di Bagian Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, Padang.

Penulis ucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. dr. Darwin Amir, Sp. S (K)
dan dr. Restu Susanti, Sp. S, M. Biomed yang telah memberika bimbingan,
memberikan perbaikan dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan case
report ini.

Penulis juga menyadari case report ini masih terdapat ketidaksempurnaan.


Oleh karena itu, penulis memohon maaf atas segala kekurangan. Semoga case
report ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan penulis sendiri, serta menambah
wawasan mengenai “Miastenia Gravis”

Padang, 27 April 2018

(Vanny Asrytuti)

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................... 1

DAFTAR ISI ..................................................................................................... 2

BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................ 3

1.1 Latar Belakang .............................................................................. 3

1.2 Batasan Masalah ........................................................................... 4

1.3 Tujuan Masalah ............................................................................ 4

1.4 Metode Penulisan ......................................................................... 4

1.5 Manfaat Penulisan ........................................................................ 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 5

2.1 Definisi ....................................................................................... 5

2.2 Epidemiologi .............................................................................. 5

2.3 Etiologi ....................................................................................... 6

2.4 Patogenesis ................................................................................. 7

2.5 Manifestasi Klinis ...................................................................... 8

2.6 Diagnosis ................................................................................... 9

2.7 Diagnosis Banding .................................................................... 10

2.8 Tatalaksana ................................................................................ 10

2.9 Prognosis ................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 13

BAB 3 LAPORAN KASUS .......................................................................... 14

BAB 4 DISKUSI ........................................................................................... 27

BAB 5 KESIMPULAN ................................................................................. 29

2
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Miastenia gravis merupakan penyakit langka yang bersifat autoimun. Penyakit

ini dapat menyerang segala usia. Miastenia gravis terjadi akibat adanya proses

autoantibody yang menghambat produksi Asetilkolin Reseptor sehingga jumlah

asetilkolin yang diproduksi tetap namun tidak digunakan karena prones penurunan

jumlah reseptor asetilokolin. Hal ini mengakibatkan impuls tidak dapat diteruskan

ke membrane post sinaptik.

Studi epidemiologi menunjukkan adanya perbedaan angka kejadian

berdasarkan usia dan jenis kelamin terhadap miastenia gravis. 10 kasus dalam

jutaan orang per tahunnya sedangkan untuk prevalensinya 140 kasus dalam jutaan
1
orang. berdasarkan studi epidemiologi usia dan jenis kelamin berpengaruh
3
terhadap kejadian miastenia gravis. Perbandingan rasio kejadian pada pria dan

wanita dengan usi kecil 40 tahun adalah sebanyak 3:1, sedangkan untuk usia 40-

50 tahun dan pada usia pubertas kejadian miastenia gravis relative sama.

Gejala klinis pada miastenia gravis menunjukkan gejala yang berat, sehingga

pasien segera membawanya ke rumah sakit. Gejala yang dikeluhkan adalah

berupa adanya kelemahan otot wajah, sulit menelan, sesak napas dan perubahan

suara. Gejala ini sangat mengganggu pasien sehingga penyebabkan pasien tidak

bisa beraktivitas sebagaimestinya.

Kesembuhan pada miastenia gravis bergantung pada diagnosis dan tatalaksana

yang tepat serta cara pasien menghindari factor factor yang dapat menurunkan

3
sistem imun tubuhnya.Dengan tatalaksana yang tepat dan berkelanjutan dan

edukasi yang baik, serangan miastenia gravis dapat dihindari. Hal ini akan dapat

memperbaiki kualitas hidup dari pasien dengan miastenia gravis.

1.2 Batasan Masalah

Makalah ini membahas mengenai definisi, etiologi, patogenesis,

manifestasi klinis, diagnosis dan diagnosis banding, tatalaksana, serta prognosis

dari Miastenia Gravis

1.3 Tujuan Masalah

Makalah ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman

mengenai Miastenia Gravis

1.4 Metode Penelitian

Makalah ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang

dirujuk dari berbagai literatur.

1.5 Manfaat Penulisan

Penulisan makalah ini diharapkan bermanfaat untuk menambah ilmu dan

pengetahuan mengenai Miastenia Gravis

4
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Miastenia gravis merupakan suatu penyakit yang terjadi akibat

terganggunya transmisi sinaps antara axon dan lower motor neuron yang terjadi di

motor end plate pada otot.2 Ditandai dengan kelumpuhan otot setelah melakukan

aktivitas dan dapat pulih dalam beberapa menit hingga beberapa jam. Miastenia

gravis merupakan penyakit autoimun yang dapat mengenai segala usia. Penyakit

ini terjadi akibat keterlibatan autoantibody yang memunculkan terjadinya

kelamahan apada otot

2.2 Epidemiologi

Angka kejadian miastenia gravis sendiri dapat beragam , di dunia sendiri

insiden miastenia gravis adalah 10 kasus dalam jutaan orang per tahunnya

sedangkan untuk prevalensinya 140 kasus dalam jutaan orang. 1 berdasarkan studi

epidemiologi usia dan jenis kelamin berpengaruh terhadap kejadian miastenia

gravis. 3 Perbandingan rasio kejadian pada pria dan wanita dengan usia kecil 40

tahun adalah sebanyak 3:1, sedangkan untuk usia 40-50 tahun dan pada usia

pubertas kejadian miastenia gravis relative sama.

2.3 Klasifikasi

Klasifikasi miastenia gravis menurut Myasthenia Gravis Foundation Of

America MGFA) terdiri dari:

Kelas I Kelemahan otot-oto okeler, kelemahan saat menutup mata dan

5
kekuatan otot lain normal
Kelas II Kelemahan otot okuler semakin parah disertai kelemahan
ringan otot lain
Kelas II A Memperngaruhi otot-oto aksial, angota tubuh atau keduanya
dan terdapat kelemahan otot faringeal ringan
Kelas II B Mempengaruhu otot-otot faringeal, otot pernapasan atau
keduanya. Kelemahan otot anggota tubuh dan aksial
Kelas III Terdapat kelemahan yang berat pada otot-otot okular. Sedangkan
otot-otot lain selain otot-otot ocular mengalami kelemahan tingkat
sedang.
Kelas IIIa Mempengaruhi otot-otot anggota tubuh, otot-otot aksial, atau
keduanya secara predominan. Terdapat kelemahan otot orofaringeal
yang ringan.
Kelas IIIb Mempengaruhi otot orofaringeal, otot-otot pernapasan, atau
keduanya secara predominan. Terdapat kelemahan otot-otot anggota
tubuh, otot-otot aksial atau keduanya dalam derajat ringan
Kelas IV Otot-otot lain selain otot-otot okular mengalami kelemahan dalam
derajat yang berat, sedangkan otot-otot okular mengalami kelemahan
dalam berbagai derajat.
Kelas Iva Secara predominan mempengaruhi otot-otot anggota tubuh dan atau
otot-otot aksial. Otot orofaringeal mengalami kelemahan dalam
derajat ringan.
Kelas Ivb Mempengaruhi otot orofaringeal, otot-otot pernapasan atau keduanya
secara predominan. Selain itu juga terdapat kelemahan pada otot-otot
anggota tubuh, otot-otot aksial, atau keduanya dengan derajat ringan.
Penderita menggunakan feeding tube tanpa dilakukan intubasi.
Kelas V Penderita terintubasi, dengan atau tanpa ventilasi mekanik.
Tabel 1 Klasifikasi Miastenia Gravis Menurut MGFA 1

2.4 Patogenesis

Etiopatogenesis miastenia gravis tidak diketahui sepenuhnya namun diduga

akibat adanya pengaruh antibody yang menyebabkan penurunan asetil kolin.

6
Proses penjalaran impus pada saraf diperantai oleh adanya asetilkolin sehingga

impuls dapat sampai ke tujuannya. Pada miastenia gravis aktivitas dan fungsi dari

asetilkolin dihambat oleh mekanisme kerja antibody.1 Gangguan aktivitas dan

fungsi dari asetilkolin berupa penurunan jumlah reseptor asetilkolin (ACR).

Karena penurunan jumlah ACR ini, asetilkolin yang diproduksi dalam jumlah

normal namun tidak dapat meneruskan potensial aksi menuju membrane post

sinaptik.

Beberapa studi juga menunjukkan adanya keterkaitan antara kelenjer timus

dengan kejadian miastenia gravis. Sekitar 75% pasien dengan miastenia gravis

memiliki gangguan pada kelenjer timus, 65% pasien memiliki hyperplasia

kelenjer timus dan ini berkaitan dengan aktifnya respon imun. Hanya sekitar 10 %

miastenia gravis yang berkaitan dengan timoma. 1,8

2.5 Gejala Klinis

Gejala klinis yang khas pada miastenia gravis adanya kelemahan pada otot.

Pasien sering mengeluhkan adanya kelemahan pada otot. Kelemahan otot yang

dirasakan seperti kelemahan pada otot leher, mata, ekstremitas atas dan bahkan

otot pernapasan. Pada 85 % pasien dengan miastenia gravis menegleuhkan

kelemahan pada otot okuler yaitu berupa ptosis yang bersifat unilateral ataupun

bilateral, diplopia serta pandangan yang menjadi kabur. 3

Kelemahan padaotot-otot bulbarakan menyebabkan terjadinya suara basal dan

kondisi suara akan memburuk dan mengecil jika pasien tetap melakukan

percakapan. Secara umum gejala klinis dari miastenia gravis terdiri dari:

a. Kelemahan oto yang progresif terutama pada otot okuler, otot bulbar

7
b. Pemulihan dapat terjadi dalam beberapa menit dan beberapa jam terutama

pada miastenia gravis yang masih ringan

c. Kelemahan makin memburuk menjelang mlama hari

d. Sesak napas dan disfagia yang berkaitan dengan kelemahan otot bulbar

dan otot saluran napas.

2.6 Diagnosis

Diagnosis miastenia gravis didasarkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang.

1. Anamnesis

Anamnesis yang lengkap mengenai keluhan pasien, lama waktu

berlangsungnya keluhan dan gjala penyerta lainnya perlu ditanyakan.

2. Pemeriksan Fisik

Pemeriksaan fisik yang ditemukan pada pasien dengan miastenia

gravis adalah berupa kelemahan otot wajah, seperti senyum yang lebih

datar dan ptosis yang bersifat bilateral ataupun unilateral. Pada

pemeriksaan otot palatum akan didapatkan adanya kelemahan pada otot

alatum yang nantinya akan menyebabkan sura pasien menjadi berubah

menjadi sengau. Pada keadaan yang berat dapat ditemukan kelemahan

otot-otot pernapasan yang mnyebabkan pasien sesak napas berat dan

terlihatnya kelemahan otot-otot interkostal.

3. Pemeriksaan Penunjang

a. Tensilon test

8
Tes ini bermanfaat jika tes antibody resptor asetilkolin tidak dapat

dilakukan. Tes ini dilakukan dengan cara menuntikkan tensilon yang

merupakan antikolinesterase sebanyak 1-2mg secara intravena lalu

dilihat efek dari suntian obat berupa terjadinya perbaikan pada otot

yang mengalami kelemahan, ptosis menjadi berkurang. Maka tes ini

disebut sebagai hasil yang positif. 12

b. EMG (Elektromiografi)

2.7 Tatalaksana

Pentalaksanaan miastenia gravis terdiri dari:

1. Pemberian Asetilkolinesterasi Inhibitor

Obat-obatan asetilkolinesterase inhibitor terdiri dari piridostigmin

dan prostigmin. Obat lini pertama untuk pengobatan miastenia gravis

adalah golongan piridostigmin yaitu mestinon.1 Mestinon diberikan

dengan dosis inisial 30-60 mg setiap 4-6 jam serta dilakukan evaluasi

terhadap klinis pasien.3 Pemberian piridostigmin pada pasien miastenia

gravis disesuaikan dengan gejala klinis yang dikeluhkan pasien 4

2. Kortikosteroid

Pemberian obat-obatan kortikosteroid bersifat imunosupresan.

Selain itu obat-obatan steroid juga bermanfaat jia dengan pemeberian

antiasetilkolinestrase tidak memberikan respon yang baik, ssehingga

dengan pemberian kortikosteroid dapat mengurangi kelemahan otot


2
secara signifikan. Obat-obatan kortikosteroid yang dapat berikan

adalah prednisosn dengan dosis inisial 10-20 mg/hari, lalu dosis

dinaikkan secara bertahap sebanyak 5-10mg/minggu diberikan selang

9
hari sebanyak 1 kali/hari. Pemberian kortikosteroid memberikan efek

samping seperti hiperglikemia, ulkus gaster, katarak dan peningkatan

berat badan.

3. PLEX (Plasma Exchange)

PLEX lebih cocok digunakan pada pasien dengan gejala yang

dapat mengancam jiwa seperti sesak napas yang mengancam kepada


4
kematian dan disfagia yang berat. Kekurangan dari PLEX adalah,

metode ini tidak boleh sembarangan digunakan terutama pada pasien

dengan riwayat gangguan ginjal dan infeksi yang sudah berat seperti

sepsis. Tujuan dari plasma exchange ini adalah untuk membuang

autoantibody sehingga terjadi proses penangkapan asetilkolin oleh

ACR. 9,10,11

4. Timomektomi

Tindakan timometomi dianjurkan pada pasien dewasa dengan usia

dibawah 60 tahun dan pada pasien miastenia gravis generalisata.

Timomektomi juga dianjurkan pada rumah sakit dengan ahli bedah

dengan pengalaman dalam pelaksanaan tindakan timomektomi. Metode

timomektomi yang popular dilakukan di Amerika dan Eropa adalah

timomektomi dengan menggunakan endoskopik. 12

2.8 Prognosis

Secara keseluruhan prognosis miastenia gravis baik, hanya sebagian kecil

yang dapat manjadi miastenia gravis generalisata. Prognosis miastenia gravis

bergantung pada klasifikasi, miastenia gravis dengan gambaran kelemahan otot

okuler yang menetap selama lebih kurang 2 tahun kemungkinan menjadi

10
miastenia gravis generalisata hanya sekitar 10-20 %.6 Pasien wanita dengan usia

muda dan adanya timoma memiliki kemungkinan membaik sekitar80-90%. 7,11

11
DAFTAR PUSTAKA

1. Taub, Ethan.Mumenthaler Textbook Of Neurology:”Myopathies”. Zurich:


Switzerland.2004
2. Wilkinson, L, Lennox,G. Essential Neurology. Blackwell Publishing,Inc.
Massachusets: USA. 2006
3. Trouth JA, Dabi A, Solieman N,Kurukumbi M, Kalyanam J. Myastenia
Gravis: A Review. US National Library Of Medicine National Institutes
Of Health. 2012.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3501798/ .Diakses: 1 Mei
2018.
4. Sanders DB, Wolfe GI, Benatar M, Evoli A. International Consensus
Guidance For Management Of Myasthenia Gravis. American Academy Of
Neurology: Editorial. 2016. Page :350
5. Adam RD, Victor M, Ropper AH. Principles Of Neurology Sixth Edition.
The Mc.Graw-Hill Companies: 2005 (479-498)
6. Rohkamm R. Color Atlas of Neurology. In: Myopathies. New York:
Thieme Verlag; 2004.
7. PERDOSSI. Buku Ajar Neurologi Klinis.Gajah Mada University Press:
2011.Hlm 327-333.
8. Hughes BW, Casillas, Maria Luisa Moro De , Kaminski, Henry J.,.
Pathophysiology of Myasthenia Gravis. Thieme Medical Publishers
2004;24 Number 1:p21-7
9. RopperAH, Brown RH. Adams and Victor’s Principles Of Neurology.

MCGraw-Hill Medical Publishing Division : Chicago. 2005.

10. Gates, P. Clinical Neurology: a Primer. Australia: Elsevier; 2010.


11. Harsono, 2005. Buku Ajar Neurologi Klinik PERDOSSI.
Yogyakarta:Gadjah Mada University Press. Hal. 327-332
12. Sidharta Priguna dan Mardjono Mahar, 2006. Neurologi Klinis Dasar.
Jakarta.Penerbit Dian Rakyat. Hal

12
BAB 3

LAPORAN KASUS

Identitas Pasien :
Nama : HL
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 38 tahun
Nomor RM : 01.01.45.45
Alamat : JL.Bypass Bukit Putus
Suku Bangsa : Minang
Pekerjaan : PNS

ANAMNESIS

Seorang pasien perempuan usia 38 tahun dirawat di bangsal saraf RSUP

Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 27 April 2018 dengan

Keluhan Utama:

Sulit menelan

Riwayat Penyakit Sekarang:

 Sulit menelan sejak ± 3 minggu sebelummasukrumahsakit terasa berangsur-

angsur dimana awalnya pasien masih bisa menelan bubur namun sejak 4 hari

sebelum masuk rumah sakit pasien tidak mampu lagi menelan air putih

 Sesak napas sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien merasa

dadaterasa berat ketika bernapas, sesak napas tidak dipengaruhi cuaca,

makanan dan perubahan posisi. Dengan beristirahat sesak napas dapat

berkurang dan muncul lagi beberapa saat setelah istirahat.

13
 Suara terasa berubah sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit, makin lama

suara terasa makin serak dan kecil

 Lemah anggota gerak tidak ada

 Kelopak mata jatuh dan sulit dibuka tidak ada

 Penglihatan ganda tidak ada

Riwayat Penyakit Dahulu:

 Pasien sudah dikenal menderita asma sejak 5 tahun terakhir meningkat ketika

dingin dan terkena debu

 Riwayat demam, batuk tidak ada

 Pasien sudah dirawat sebelumnya di RST Padang dengan diagnosa disfagia ec

suspek SGB dd

Riwayat Penyakit Keluarga:

 Tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan seperti ini

Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi dan Kebiasaan:

 Pasien seorang PNS dengan aktivitas sedang-berat

PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis :

Keadaan umum : sedang

Kesadaran : Komposmentis Kooperatif ( GCS: E4M6V5 )

Tekanan darah : 120/70 mmHg

Nadi : 47x / menit

14
Nafas : 28x / menit

Suhu : 36,7°C

Status Internus :

KGB : Leher, aksila dan inguinal tidak membesar

Leher : JVP 5-2 CmH20

Thorak : Paru : Inspeksi : simetris kiri dan kanan

Palpasi : fremitus normal kiri sama dengan kanan

Perkusi : sonor

Auskultasi : vesikuler, ronkhi (-), wheezing (-)

Jantung : Inspeksi : iktus tidak terlihat

Palpasi : iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V

Perkusi : batas-batas jantung dalam batas normal

Auskultasi : irama teratur, bising (-)

Abdomen : Inspeksi : Tidak tampak membuncit

Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba, ballotement

(-)

Perkusi : Timpani

Auskultasi : Bising usus (+) Normal

Corpus Vertebrae :

Inspeksi : Deformitas (-), Gibbus (-), Tanda radang

(-)

Palpasi : Nyeri tekan (-)

15
Status Neurologikus :

1. Tanda rangsangan selaput otak

 Kaku kuduk : (-)

 Brudzinsky I : (-)

 Brudzinsky II : (-)

 Tanda Kernig : (-)

2. Tanda peningkatan tekanan intrakranial

 Pupil isokor, diameter 3mm/3mm, reflek cahya +/+

 Muntah proyektil tidak ada

3. Pemeriksaan nervus kranialis

N. I (Olfaktorius)

Penciuman Kanan Kiri

Subjektif Baik Baik

Objektif (dengan bahan) Baik Baik

N. II (Optikus)

Penglihatan Kanan Kiri

Tajam penglihatan Baik Baik

Lapangan pandang Baik Baik

Melihat warna Baik Baik

Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

N. III (Okulomotorius)

16
Kanan Kiri

Bola mata Bulat Bulat

Ptosis (-) (-)

Gerakan bulbus Bebas ke segala arah Bebas ke segala arah

Strabismus (-) (-)

Nistagmus (-) (-)

Ekso/endotalmus (-) (-)

Pupil

 Bentuk Bulat Bulat

 Refleks cahaya (+) (+)

 Refleks akomodasi (+) (+)

 Refleks konvergensi (+) (+)

N. IV (Trochlearis)

Kanan Kiri

Gerakan mata ke bawah (+) (+)

Sikap bulbus Ortho Ortho

Diplopia (-) (-)

N. VI (Abdusen)

Kanan Kiri

Gerakan mata ke bawah (+) (+)

Sikap bulbus Ortho Ortho

17
Diplopia (-) (-)

N. V (Trigeminus)

Kanan Kiri

Motorik

 Membuka mulut (+) (+)

 Menggerakkan rahang (+) (+)

 Menggigit (+) (+)

 Mengunyah (+) (+)

Sensorik

 Divisi oftalmika

- Refleks kornea (+) (+)

- Sensibilitas (+) (+)

 Divisi maksila
- Refleks masetter (-) (-)
- Sensibilitas (+) (+)

 Divisi mandibula
- Sensibilitas (+) (+)

N. VII (Fasialis)

Kanan Kiri
Raut wajah Simetris

Sekresi air mata (+) (+)

Fissura palpebra (+) (+)

18
Menggerakkan dahi (+) (+)

Menutup mata (+) (+)

Mencibir/ bersiul (+) (+)

Memperlihatkan gigi (+) (+)

Sensasi lidah 2/3 depan (+) (+)

Hiperakusis (-) (-)

N. VIII (Vestibularis)

Kanan Kiri

Suara berbisik (+) (+)

Detik arloji (+) (+)

Rinne tes Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Weber tes Tidak dilakukan

Schwabach tes Tidak dilakukan

- Memanjang

- Memendek

Nistagmus (-) (-)

- Pendular

- Vertikal

- Siklikal

Pengaruh posisi kepala (-) (-)

N. IX (Glossopharyngeus)

Kanan Kiri

19
Sensasi lidah 1/3 belakang (+) (+)

Refleks muntah (Gag Rx) (+) (+)

N. X (Vagus)

Kanan Kiri

Arkus faring Simetris Simetris

Uvula Di tengah Di tengah

Menelan (+) (+)

Suara (+) (+)

Nadi Teratur Teratur

N. XI (Asesorius)

Kanan Kiri

Menoleh ke kanan (+) (+)

Menoleh ke kiri (+) (+)

Mengangkat bahu kanan (+) (+)

Mengangkat bahu kiri (+) (+)

N. XII (Hipoglosus)

Kanan Kiri

Kedudukan lidah dalam Tidak ada deviasi Tidak ada deviasi

Kedudukan lidah dijulurkan Tidak ada deviasi Tidak ada deviasi

Tremor (-) (-)

Fasikulasi (-) (-)

20
Atropi (-) (-)

4. Pemeriksaan koordinasi

Cara berjalan Tidak terganggu

Romberg tes Tidak terganggu

Ataksia -

Reboundphenomen -

Test tumit lutut Tidak terganggu

5. Pemeriksaan fungsi motorik

a. Badan Respirasi Normal

Duduk Normal

b. Berdiri dan Gerakan spontan (-)

berjalan Tremor (-)

Atetosis (-)

Mioklonik (-)

Khorea (-)

c. Ekstremitas Superior Inferior

Kanan Kiri Kanan Kiri

Gerakan Aktif Aktif Aktif Aktif

Kekuatan 555 555 555 555

21
Trofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi

Tonus Eutonus Eutonus Eutonus Eutonus

6. Pemeriksaan sensibilitas

Sensibilitas Taktil Normal

Sensibilitas Nyeri Normal

Sensibilitas Termis Normal

Sensibilitas Kortikal Normal

Stereognosis Normal

Pengenalan 2 titik Normal

Pengenalan rabaan Normal

7. Sistem refleks

a. Fisiologis Kanan Kiri Kanan Kiri

Kornea (+) (+) Biseps ++ ++

Berbangkis Triseps ++ ++

Laring KPR ++ ++

Masetter APR ++ ++

Dinding perut Bulbokvernosus

 Atas + + Cremaster

 Tengah + + Sfingter

 Bawah + +

22
b.Patologis Kanan Kiri Kanan Kiri

Lengan Babinski (-) (-)

Hoffmann- (-) (-) Chaddocks (-) (-)

Tromner

Oppenheim (-) (-)

Gordon (-) (-)

Schaeffer (-) (-)

Klonus paha (-) (-)

Klonus kaki

Tungkai

8. Fungsi otonom

 Miksi : Buang air kecil tidak ada kelainan

 Defekasi : Buang air besar tidak ada kelainan

 Sekresi keringat: Distribusi keringat merata diseluruh tubuh

9. Fungsi luhur

Kesadaran Tanda Dementia

Reaksi Bicara Normal Reflek glabella (-)

Fungsi intelek Normal Reflek snout (-)

Reaksi emosi Normal Reflek menghisap (-)

Reflek memegang (-)

Reflek palmomental (-)

Laboratorium
Hb : 13,3 gr% GDR : 201 mg/dl

23
Leukosit : 15.910/mm3 Ureum : 30 mg/dl

Trombosit : 315.000/mm3 Kreatinin : 0,8 mg/dl

Ht : 40%

Na :141 mg/dl

K :3,8 mg/dl

Cl :107 mg/dl

Pemeriksaan Tambahan

 Rongent toraks: Tidak tampak pembesaran kelenjer timus

 EKG: Bradikardia

Rencana Pemeriksaan Tambahan

 Elektromiografi

Diagnosis Kerja :

 Diagnosis Klinis : - Miastenia Gravis Grade IIB

 Dignosis Topik : Neuromuskular Junction

 Diagnosis Etiologis : Autoimun

 Diagnosis Sekunder : Bradikardia Simptomatis + Riwayat Asma

Terapi :

Umum :

IVFD NaCl 0,9% 12 jam/kolf

O2 RM 8 liter/ menit

NGT

Diet MC TKTP 1700 Kkal

Khusus :

Mestinon 3 x 60mg

24
Metilprednisolon 4 x 250 mg

Ranitidin 2 x 50 mg

25
BAB 4

DISKUSI

Telah dilakukan pemeriksaan pada pasien perempuan berusi 38 tahun.

Pasien masuk ke bangsal saraf RSUP dr. M. Djamil Padang dengan diagnosis

klinis Miastenia Gravis Grade IIB.

Pasien datang dengan keluhan sulit menelan sejak 3 minggu sebelum

masuk rumah sakit namun sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit pasientidak

mampu lagimenelanairputih. Pasien juga mengeluhkan sesak napas yang

dirasakansakan sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit, sesak napas dirasakan

terus menerus dan dada pasien terasa berat. Suara pasien dirasakan berubah agak

serak dan makin lama makin kecil jika pasien terus berbicara. Kelemahan otot

wajah seperti kelopak mata yang jatuh dan senyum yang lebih mendatar tidak

diraskan oleh pasien. Dari pemeriksaan fisik pasien terlihat sesak napas dengan

frekuensi napas 47 kali permenit. Dari status neurologikustidak tidak ditemukan

kelainan pada pasien.

Pasien diberikan penatalaksanaan umum pada pasien diberikan IVFD

NaCL 0,9%, pemberian Oksigen 8 liter/ menit, diet makanan cair dan pemasangan

nasogastric tube. Hal ini dilakukan untuk mempertahankan perfusi ke jaringan ,

karena sesak napas pada pasien. Pemsangan NGT adalah untuk mengatasi disfagia

pasien dan untuk memberikan intake makanan pasa pasien. Pasien kemudian

diberi terapi lini pertama untuk miastenia gravis yaitu pemeberian prostigmin

berupa mestinon . Pasien diberikan mestion 3x 60 mg melalui oral. Lalu diberikan

kortikosteroid sebagai imunosupresan, diberikan metal prednisolon 4x 250 mg.

26
Pemberian ranitidine dilakukan untuk mengatasi efek samping dari pemberian

mestinon. Pasien diedukasikan untuk mengistirahatkan suaranya untuk beberapa

hari.

27
BAB 5

KESIMPULAN

1. Miastenia gravis merupakan penyakit langka yang bersifat autoimun.

2. Panyakit ini terjadi akibat kegagalan fungsi dari ACR yang diepengaruhi oleh

proses autoimun tubuh pasien. Miastenia gravis juga dikaitkan dengan adanya

pengaruh kelenjer timus.

3. Keluhan yang dirasakan pasien adalah berupa sulit menelan, sesak napas,

suara yang berubah dan ptosis pada otot mata

4. Penatalaksanaan miastenia gravis terdiri dari pemeberian obat-obatan

antiasetilkolinesterase, pemberian imunosupresan, plasma exchange dan

terapi pembedahan.

5. Prognosis miastenia gravis secara keseluruhan baik, hanya sebagian kecil

yang dapat berkembang menjadi miastenia gravis generalisata.

28

Anda mungkin juga menyukai