Anda di halaman 1dari 13

TUGAS BACA

“Infeksi Saluran Kemih pada Anak”

Oleh:
Dinda Alfatan Sheila Zahra
H1A 014 018

Pembimbing:
dr. Linda Silvana Sari, M.Biomed, Sp. A

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


DI BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
2019
Definisi

Infeksi saluran kemih dapat didefinisikan sebagai tumbuh dan berkembang biaknya bakteri
atau mikroba dalam saluran kemih dalam jumlah yang bermakna. Pada anak, gejala klinis ISK
sangat bervariasi, dapat berupa infeksi yang asimtomatik maupun gejala yang berat hingga infeksi
sistemik.1

Infeksi saluran kemih sering terjadi pada bayi dan anak kecil. Demam dengan sebab yang
tidak jelas pada anak usia 2 bulan-2 tahun, sebesar 5% disebabkan oleh ISK dan biasanya lebih
sering terjadi pada perempuan dibandingkan anak laki-laki.2

Bakteriuria didefinisikan sebagai terdapatnya bakteri dalam urin. Disebut bacteriuria


bermakna bila ditemukannya kuman dalam jumlah yang bermakna. Bermakna ditentukan
tergantung oleh cara pengambilan sampel urin. Jika teknik pengambilan dilakukan dengan cara
midstream, kateterisasi urin, dan urine collector, maka disebut bermakna jika ditemukan kuman
105 cfu (colony forming unit) atau lebih dalam setiap milliliter urin segar, sedangkan bila diambil
dengan cara aspirasi supra pubik, disebut bermakna jika ditemukan dalam jumlah berapapun.

Bacteriuria ada yang disebut asimtomatik. Bacteriuria asimtomatik atau covert bacteriuria
adalah terdapatnya bakteri dalam saluran kemih tanpa menimbulkan manifestasi klinis. Umumnya
diagnosis ditegakkan pada saat melakukan biakan urin ketika kontrol rutin atau uji tapis pada anak
sehat atau tanpa gejala klinis.

ISK simtomatik adalah ISK yang disertai dengan gejala dan tanda klinis. ISK simtomatik
dapat dibagi menjadi dalam dua bagian, yaitu infeksi yang menyerang parenkim ginjal, dengan
gejala utama demam, dan infeksi yang menyerang saluran kemih bawah atau sistitis, dengan gejala
utama berupa gangguan miksi seperti dysuria, polakisuria, dan urgensi.

Pielonefritis akut adalah infeksi yang menyebabkan invasi bakteri ke parenkim ginjal,
sementara sistitis akut adalah infeksi yang terbatas pada invasi kandung kemih.

Etiologi

Escherichia coli merupakan kumam penyerbab tersering (60-80%) pada ISK serangan
pertama. Kuman lain penyebab ISK yang sering adalah Proteus mirabilis, Klebsiella pneumonia,
Klebsiella oksitoka, Proteus vulgaris, Pseudomonas aeruginosa, Enterobakter aerogenes, dan

2
Morganella morganii, Stafilokokus, dan Enterokokus. Infeksi Candida albicans relatif
sering sebagai penyebab ISK pada imunokompromais dan yang mendapat antimikroba jangka
lama.

Epidemiologi

ISK merupakan penyakit yang relatif sering pada anak. Kejadian ISK tergantung pada
umur dan jenis kelamin. Prevalensi ISK pada neonates berkisar antara 0.1% hingga 1% dan
meningkat menjadi 14% pada neonates dengan demam, dan 5.3% pada bayi. Pada bayi, bacteriuria
didapatkan pada 0.3-0.4%. Resiko terjadinya ISK pada anak perempuan lebih besar dibanding
pada anak laki-laki.

Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis ISK pada anak bervariasi, tergantung pada usia, tempat infeksi dalam
saluran kemih, dan beratnya infeksi atau intensitas reaksi peradangan. Sebagian ISK pada anak
merupakan ISK asimtomatik dan umumnya ditemukan pada anak umur sekolah, terutama anak
perempuan. Umumnya ISK asimtomatik tidak berlanjut menjadi pielonefritis.

Pada bayi, gejala klinik ISK juga tidak spesifk dan dapat berupa demam, nafsu makan
berkurang, cengeng, kolik, muntah, diare, ikterus, distensi abdomen, penurunan berat badan, dan
gagal tumbuh. Infeksi saluran kemih perlu dipertimbangkan pada semua bayi dan anak berumur 2
bulan hingga 2 tahun dengan demam yang tidak jelas penyebabnya. Infeksi saluran kemih pada
kelompok umur ini terutama yang dengan demam tinggi harus dianggap sebagai pielonefritis.

Pada anak besar gejala klinik biasanya lebih ringan, dapat berupa gejala lokal saluran
kemih berupa polakisuria, disuria, urgency, frequency, ngompol. Dapat juga ditemukan sakit perut,
sakit pinggang, atau demam tinggi. Setelah episode pertama, ISK dapat berulang pada 30-40%
pasien terutama pada pasien dengan kelainan anatomi, seperti refluks vesikoureter, hidronefrosis,
obstruksi urin, divertikulum kandung kemih, dan lain lain.

Pielonefritis akut

Pasien dengan biakan urin positif yang disertai demam mengindikasikan infeksi parenkim
ginjal atau pielonefritis akut. Febrile urinary tract infection adalah ISK yang disertai dengan
demam biasanya merupakan pielonefritis akut. Pada pielonefritis atau febrile urinary tract

3
infection dapat dijumpai demam tinggi disertai menggigil, gejala saluran cerna seperti mual,
muntah, diare, dan nyeri pinggang. Demam dapat merupakan satu-satunya gejala pielonefritis akut.
Gejala lain dapat berupa nyeri abdomen, nyeri pada sudut kostovertabrae seperti yang sering
ditemukan pada anak besar dan remaja. Tekanan darah pada umumnya masih normal meski dapat
juga ditemukan hipertensi. Gejala neurologis dapat berupa iritabel dan kejang.

Pada anak usia muda dan bayi, selain demam, dapat ditemukan anak menangis kuat, rewel,
muntah, kesulitan makan, dan letargi. Disuria jarang ditemukan pada bayi tetapi dapat ditemukan
pada anak yang lebih besar. Febrile UTI atau pielonefritis yang menyebabkan sepsis sering disebut
sebagai urosepsis dan sering terjadi pada anak dengan kelainan saluran kemih seperti kelainan
obstruktif atau refluks vesikoureter.

Pielonefritis akut dapat menyebabkan gangguan ginjal akut, dan dapat membutuhkan tata
laksana dialisis, tetapi jarang. Bakteremia ditemukan pada 4-9% bayi dengan ISK. Meningitis
dapat terjadi sebagai komplikasi urosepsis terutama pada bayi < 3 bulan.

Pada bayi <3 bulan, selain demam, gejala yang dapat ditemukan antara lain jaundis, failure
to thrive, hipotensi, syok, diare, muntah, kesulitan makan, iritabel, sianosis, poliuria, dan asidosis
metabolik.

Sistitis

Pada anak usia prasekolah, sistitis atau non febrile urinary tract infection lebih sering
ditemukan dibandingkan laki-laki dengan puncak kejadian paling sering pada usia 3 tahun. Pada
anak yang sudah dapat berbicara (>3-4 tahun), manifestasi sistitis yang paling sering adalah disuria
dan sakit suprapubik. Pada satu penelitian pada 49 anak berusia 6-12 tahun yang terbukti sistitis
dengan biakan urin, ditemukan gejala yang paling sering adalah disuria atau frekuensi (83%)
diikuti enuresis (66%), dan nyeri abdomen (39%).

Inkontinensia urin termasuk gejala sistitis yang sering ditemukan terutama pada
perempuan. Pada satu penelitian terhadap 251 anak berusia 4 hingga 14 tahun dengan ISK
berulang, didapatkan 110 (44%) anak perempuan mengalami inkontinensia urin. Hematuria gros
sering dilaporkan sebagai gejala sistitis bakterilalis yang didapatkan pada 26% pasien ISK berusia
1 hingga 16 tahun, baik laki-laki maupun perempuan. Penelitan juga melaporkan hematuria lebih
sering terjadi pada laki-laki (43%) dibandingkan dengan perempuan (9%)

4
Sistitis dapat terjadi pada anak dengan manipulasi uretra. Sistitis biasanya ditandai nyeri
pada perut bagian bawah, serta gangguan berkemih berupa frequensi, nyeri waktu berkemih, rasa
diskomfor suprapubik, urgensi, kesulitan berkemih, retensio urin, dan enuresis. Meski dapat terjadi
demam, tetapi demam jarang melebihi 38oC.

Infeksi Saluran Kemih Asimtomatik

Infeksi saluran kemih asimtomatik adalah bacteriuria tanpa disertai manifestasi klinis,
dapat terjadi pada semua kelompok usia termasuk neonatus, dan lebih sering terdapat pada laki
laki dibandingkan dengan perempuan kecuali pada bayi. Prevalensi bakteriuria asimtomatik
berkisar antara 0,04% hingga 2,5% pada laki-laki dan 0,9% hingga 1,1% pada perempuan. Bakteri
yang paling sering ditemukan pada bakteriuria asimtomatik adalah E.coli (91,7%), sedangkan
persentase yang rendah adalah Klebsiella (5,9%), Proteus mirabilis, Streptococcus faecalis,
coagulase-positive Staphylococcus. Escherichia coli yang diisolasi dari anak dengan ISK
asimtomatik berbeda dengan penyebab infeksi simtomatik. Mikroorganisme ini mempunyai
sensitivitas yang tinggi terhadap efek bakterisid dan kemampuan untuk melekat ke permukaan
epitel sangat rendah. Bakteri cenderung dengan virulensi rendah dan tidak memiliki kemampuan
bermakna untuk merusak ginjal meski bakteri sudah mencapai saluran kemih atas.

Meski pasien tidak menunjukkan gejala klinis, pada anamnesis biasanya ditemukan
riwayat gejala yang tidak khas seperti urgency, nyeri abdomen, nokturia, atau anyang-anyangan.
Riwayat ISK ditemukan pada 10-20% kasus.

Infeksi saluran kemih asimtomatik sering terjadi dan dapat menetap selama beberapa
minggu dan tidak diterapi, tetapi tidak terjadi perburukan saluran kemih bagian atas. Dengan
demikian, ISK asimtomatik bukan faktor risiko yang bermakna terhadap parut ginjal (renal
scarring).

Diagnosis ISK asimtomatik memerlukan pemerikssan sampel urin ulangan untuk


mengetahui bakteri yang sama dalam jumlah yang bermakna pada anak yang tidak demam minimal
2 minggu.

Diagnosis

5
Diagnosis ISK ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratorium yang dipastikan dengan biakan urin.

ISK serangan pertama umumnya menunjukkan gejala klinik yang lebih jelas dibandingkan
dengan infeksi berikutnya. Gangguan kemampuan mengontrol kandung kemih, pola berkemih,
dan aliran urin dapat sebagai petunjuk untuk menentukan diagnosis. Demam merupakan gejala
dan tanda klinik yang sering dan kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala ISK pada anak.

Pemeriksaan tanda vital termasuk tekanan darah, pengukuran antropometrik, pemeriksaan


massa dalam abdomen, kandung kemih, muara uretra, pemeriksaan neurologik ekstremitas bawah,
tulang belakang untuk melihat ada tidaknya spina bifida, perlu dilakukan pada pasien ISK.
Genitalia eksterna diperiksa untuk melihat kelainan fimosis, hipospadia, epispadia pada laki-laki
atau sinekie vagina pada perempuan.

Pemeriksaan urinalisis dan biakan urin adalah prosedur yang terpenting. Oleh sebab itu
kualitas pemeriksaan urin memegang peran utama untuk menegakkan diagnosis.

American Academy of Pediatrics (AAP) membuat rekomendasi bahwa pada bayi umur di
bawah 2 bulan, setiap demam harus dipikirkan kemungkinan ISK dan perlu dilakukan biakan urin.
Pada anak umur 2 bulan sampai 2 tahun dengan demam yang tidak diketahui penyebabnya,
kemungkinan ISK harus dipikirkan dan perlu dilakukan biakan urin, dan anak ditata laksana
sebagai pielonefritis. Untuk anak perempuan umur 2 bulan sampai 2 tahun, AAP membuat patokan
sederhana berdasarkan 5 gejala klinik yaitu:

1. suhu tubuh 390C atau lebih,


2. demam berlangsung dua hari atau lebih,
3. ras kulit putih,
4. umur di bawah satu tahun,
5. tidak ditemukan kemungkinan penyebab demam lainnya.
Bila ditemukan 2 atau lebih faktor risiko tersebut maka sensitivitas untuk kemungkinan
ISK mencapai 95% dengan spesifisitas 31%.

Pemeriksaan Laboratorium

a. Urinalisis

6
Pemeriksaan urinalisis meliputi leukosituria, nitrit, leukosit esterase, protein, dan
darah. Leukosituria merupakan petunjuk kemungkinan adanya bakteriuria, tetapi tidak
dipakai sebagai patokan ada tidaknya ISK. Leukosituria biasanya ditemukan pada anak
dengan ISK (80-90%) pada setiap episode ISK simtomatik, tetapi tidak adanya leukosituria
tidak menyingkirkan ISK. Bakteriuria dapat juga terjadi tanpa leukosituria.
Pemeriksaan dengan stik urin dapat mendeteksi adanya leukosit esterase, enzim
yang terdapat di dalam lekosit neutrofil, yang menggambarkan banyaknya leukosit dalam
urin. Uji nitrit merupakan pemeriksaan tidak langsung terhadap bakteri dalam urin. Dalam
keadaan normal, nitrit tidak terdapat dalam urin, tetapi dapat ditemukan jika nitrat diubah
menjadi nitrit oleh bakteri. Sebagian besar kuman Gram negatif dan beberapa kuman Gram
positif dapat mengubah nitrat menjadi nitrit, sehingga jika uji nitrit positif berarti terdapat
kuman dalam urin. Urin dengan berat jenis yang tinggi menurunkan sensitivitas uji nitrit.
Hematuria kadang-kadang dapat menyertai infeksi saluran kemih, tetapi tidak
dipakai sebagai indikator diagnostik. Protein dan darah mempunyai sensitivitas dan
spesifitas yang rendah dalam diagnosis ISK. Bakteri sulit dilihat dengan mikroskop cahaya,
tetapi dapat dilihat dengan mikroskop fase kontras. Pada urin segar tanpa dipusing
(uncentrifuged urine), terdapatnya kuman pada setiap lapangan pandangan besar (LPB)
kira-kira setara dengan hasil biakan 107 cfu/mL urin, sedangkan pada urin yang dipusing,
terdapatnya kuman pada setiap LPB pemeriksaan mikroskopis menandakan jumlah kuman
lebih dari 105 cfu/mL urin. Jika dengan mikroskop fase kontras tidak terlihat kuman,
umumnya urin steril.
b. Pemeriksaan darah
Berbagai pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan untuk membantu menegakkan
diagnosis dan membedakan ISK atas dan bawah, namun sebagian besar pemeriksaan
tersebut tidak spesifik. Leukositosis, peningkatan nilai absolut neutrofil, peningkatan laju
endap darah (LED), C reactive protein (CRP) yang positif, merupakan indikator non-
spesifk ISK atas. Kadar prokalsitonin yang tinggi dapat digunakan sebagai prediktor yang
valid untuk pielonefritis akut pada anak dengan ISK febris (febrile urinary tract infection)
dan skar ginjal. Sitokin merupakan protein kecil yang penting dalam proses inflamasi.
Prokalsitonin, dan sitokin proinflamatori (TNF-α; IL-6; IL-1β) meningkat pada fase akut
infeksi, termasuk pada pielonefritis akut.

7
c. Biakan urin
Berdasarkan kriteria Kass, dengan kateter urin dan urin pancar tengah dipakai
jumlah kuman ≥ 105 cfu per mL urin sebagai bakteriuria bermakna, Dengan kateter urin,
Garin dkk., menggunakan jumlah > 105 cfu/mL urin sebagai kriteria bermakna, dan
pendapat lain menyebutkan bermakna jika jumlah kuman > 50x103 cfu/mL, dan ada yang
menggunakan kriteria bermakna dengan jumlah kuman > 104 cfu/mL. Paschke dkk.
menggunakan batasan ISK dengan jumlah kuman > 50x 103 cfu/mL untuk teknik
pengambilan urin dengan midstream/clean catch, sedangkan pada neonatus, Lin dkk.
menggunakan jumlah > 105 cfu/mL, dan Baerton dkk., menggunakan batasan kuman > 104
cfu/mL jika sampel urin diambil dengan urine bag.
Interpretasi hasil biakan urin bukanlah suatu patokan mutlak dan kaku
karena banyak faktor yang dapat menyebabkan hitung kuman tidak bermakna
meskipun secara klinis jelas ditemukan ISK.

Tatalaksana

Sampai saat ini masih belum ada keseragaman dalam penanganan ISK pada anak, dan
masih terdapat beberapa hal yang masih kontroversi. Beberapa protokol penanganan ISK telah
dibuat berdasarkan hasil penelitian multisenter berupa uji klinis dan meta-analisis, meskipun
terdapat beberapa perbedaan tetapi protokol penanganan ini saling melengkapi. Secara garis besar,
tata laksana ISK terdiri atas: 1. Eradikasi infeksi akut, 2. Deteksi dan tata laksana kelainan anatomi
dan fungsional pada ginjal dan saluran kemih, dan 3. Deteksi dan mencegah infeksi berulang.

Tujuan
- Memberantas kuman penyebab
- Mencegah atau penanganan dini komplikasi
- Mencari kelainan yang mendasari

Umum

- Penjelasan kepada pasien atau orangtua mengenai penyakit pasien dan tindakan
yang akan dilakukan untuk tata laksana pasien
- Masukan cairan yang cukup
- Jangan menahan berkemih

8
- Menjaga kebersihan daerah perineum dan periuretra
- Hindari konstipasi

Khusus

- Eradikasi infeksi akut dengan antibiotik 7-14 hari. Dimulai dengan antibiotik
empirik sampai didapatkan hasil uji resistensi, kemudian jenis antibiotik
disesuaikan dengan hasil uji resistensi tersebut
- Pencegahan dan pengobatan infeksi berulang
- Bila memungkinkan lakukan biakan urin pasca terapi antibiotik hari ke-3, setelah
1 bulan, dan setiap 3 bulan. Jika ada infeksi antibiotik diberikan sesuai hasil uji
resistensi
- Antibiotik profilaksis diberikan pada ISK simpleks berulang, pielonefritis akut,
ISK pada neonatus, atau ISK kompleks (ISK yang disertai dengan kelainan
anatomis maupun fungsional saluran kemih yang menyebabkan stasis atau aliran
balik urin)
- Koreksi bedah terhadap kelainan anatomik saluran kemih bila diperlukan

Indikasi rawat

- Neonatus.
- Terdapat gejala sistemik penyakit berat, seperti demam tinggi, muntah-muntah,
nyeri pinggang/perut, ikterik, dehidrasi.
- Indikasi khusus.
1. Eradikasi infeksi akut
Pilihan obat yang dapat diberikan adalah:

9
Keterangan
- Nitrofurantoin tidak dapat diberikan pada pielonefritis akut karena penetrasi ke
jaringan kurang baik.
- Nitrofurantoin dan preparat sulfa jangan diberikan pada bayi berusia kurang dari
6 minggu. Dosis sefalosporin generasi pertama, seperti sefaleksin, diturunkan
menjadi 10 mg/kg sampai bayi berusia 6 minggu.
2. Mencegah infeksi berulang
ISK berulang dapat dicegah dengan meningkatkan keadaan umum pasien
termasuk memperbaiki status gizi, edukasi tentang pola hidup sehat, dan
menghilangkan atau mengatasi faktor risiko. Asupan cairan yang tinggi dan
miksi yang teratur bermanfaat mencegah ISK berulang. Pada kasus refluks dianjurkan

10
miksi berganda (double micturation maupun tripple micturation).

Koreksi bedah terhadap kelainan struktural seperti obstruksi, refluks derajat


tinggi, urolitiasis, katup uretra posterior, ureterokel dan ureter dupleks yang
disertai obstruksi sangat bermanfaat untuk mengatasi infeksi berulang. Indikasi
tindakan bedah harus dilihat kasus per kasus. Risiko terjadinya ISK pada bayi
laki-laki yang tidak disirkumsisi meningkat 3-15 kali dibandingkan dengan bayi
laki-laki yang sudah disirkumsisi. Tindakan sirkumsisi pada anak laki telah terbukti
efektif menurunkan insidens ISK.
Pemberian antibiotik profilaksis merupakan upaya pencegahan ISK berulang
yang sudah sejak lama dilaksanakan, namun belakangan ini pemberian antibiotik
profilaksis menjadi kontroversial dan sering diperdebatkan.
Antibiotik yang digunakan untuk profilaksis:
- Trimetoprim :1-2 mg/kgbb/hari
- Kotrimoksazol
o Trimetoprim : 1-2 mg/kgbb/hari
o Sulfametoksazol : 5-10 mg/kgbb/hari
- Sulfisoksazol : 5-10 mg/kgbb/hari
- Sefaleksin : 10-15 mg/kgbb/hari
- Nitrofurantoin : 1 mg/kgbb/hari
- Asam nalidiksat : 15-20 mg/kgbb/hari
- Sefaklor : 15-17 mg/kgbb/hari
- Sefiksim : 1-2 mg/kgbb/hari
- Sefadroksil : 3-5 mg/kgbb/hari
- Siprofloksasin : 1 mg/kgbb/hari.

Selain antibiotik, dilaporkan penggunaan probiotik sebagai profilaksis


yaitu Lactobacillus rhamnosus dan Laktobasilus reuteri (L. fermentum); serta
cranberry juice.

11
Komplikasi

ISK dapat menyebabkan gagal ginjal akut, bakteremia, sepsis, dan meningitis. Komplikasi
ISK jangka panjang adalah parut ginjal, hipertensi, gagal ginjal, komplikasi pada masa kehamilan
seperti preeklampsia. Parut ginjal terjadi pada 8-40% pasien setelah mengalami episode
pielonefritis akut. Faktor risiko terjadinya parut ginjal antara lain umur muda, keterlambatan
pemberian antibiotik dalam tata laksana ISK, infeksi berulang, RVU, dan obstruksi saluran
kemih.

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Pardede, SO., Infeksi pada ginjal dan saluran kemih anak: manifestasi klinis
dan tatalaksana. Sari Pediatri 2018;19 (6): 364-374
2. Pardede, S.O., et al. Konsensus infeksi saluran kemih pada anak. Jakarta:
UKK Nefrologi IDAI., 2011
3. Miesien, et al., profil klinis infeksi saluran kemih pada anak di RS Dr. Cipto
Mangunkusumo. Sari Pediatri 2006;7 (4): 200-206
4. IDAI., PPM Klinis IDAI. Jakarta: IDAI., 2015

13

Anda mungkin juga menyukai