Anda di halaman 1dari 30

Case Report Session

Periodik Paralisis

Oleh :

Vanny Asrytuti 1210312100

Preseptor :

dr. Syarif Indra, Sp. S

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR. M. DJAMIL PADANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNVERSITAS ANDALAS

2018
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur atas kehadirat ALLAH SWT yang
telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga penulis
dapat menyelesaikan case report session yang berjudul “Periodik Paralisis”. Case
Report ini dibuat untuk memenuhi kegiatan ilmiah dalam mengikuti Kepaniteraan
Klinik di Bagian Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, Padang.

Penulis ucapkan terima kasih kepada dr.Syarif Indra, Sp.S yang telah
memberika bimbingan, memberikan perbaikan dan mengarahkan penulis dalam
menyelesaikan case report ini.

Penulis juga menyadari case report ini masih terdapat ketidaksempurnaan.


Oleh karena itu, penulis memohon maaf atas segala kekurangan. Semoga case report
ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan penulis sendiri, serta menambah wawasan
mengenai “Periodik Paralisis”

Padang, 10 Agustus 2018

(Vanny Asrytuti)
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................... 1

DAFTAR ISI ..................................................................................................... 2

BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................ 3

1.1 Latar Belakang .............................................................................. 3


1.2 Batasan Masalah ........................................................................... 4
1.3 Tujuan Masalah ............................................................................ 4
1.4 Metode Penulisan ......................................................................... 4
1.5 Manfaat Penulisan ........................................................................ 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 5

2.1 Definisi ....................................................................................... 5


2.2 Epidemiologi .............................................................................. 5
2.3 Etiologi ....................................................................................... 6
2.4 Patogenesis ................................................................................. 7
2.5 Manifestasi Klinis ...................................................................... 8
2.6 Diagnosis ................................................................................... 9
2.7 Tatalaksana ................................................................................ 10
2.8 Prognosis ................................................................................... 12
2.9 Komplikasi……………………………………………………..12

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 13

BAB 3 LAPORAN KASUS .......................................................................... 14

BAB 4 DISKUSI ........................................................................................... 27

BAB 5 KESIMPULAN ................................................................................. 29


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Periodic paralisis adalah kelumpuhan keempat anggota gerak yang bersifat
flaksid yang diakibatkan oleh terganggunya channel Kalium di otot skeletal.
Kelainan ini dikarakteristikkan denganterjadinya suatu episodik kelemahan tiba-tiba
yang diakibatkan gangguan pada kadar kalium serum. Periodik paralisis ini dapat
terjadi pada suatu keadaan hiperkalemia atau hypokalemia. Paralisis periodik
disebabkan oleh kelainan genetik yang diturunkan dalam keluarga secara autosomal
dominan. Namun, adakalanya gangguan ini terjadi karena kelainan genetik yang tidak
bersifat diturunkan.
Angka kejadian dari periodic paralisis hyperkalemia belum diketahui, karena
kejadian yang paling sering terjadi berupa periodic paralisis hypokalemia. Pencetus
untuk setiap individu berbeda, juga tidak ada korelasi antara besarnya penurunan
kadar kadar kalium serum dengan beratnya paralisis (kelemahan) otot skeletal.
Penderita dapat mengalami serangan hanya sekali, tetapi dapat juga serangan berkali-
kali (berulang) dengan interval waktu serangan juga bervariasi. Kelemahan biasanya
terjadi pada otot kaki dan tangan, tetapi kadangkadang dapat mengenai otot mata, otot
pernafasan dan otot untuk menelan, di mana kedua keadaan terakhir ini dapat
berakibat fatal. Penulis tertarik membahas masalah ini sebagai bahan pemblajaran.

1.2 Batasan Masalah


makalah ini dibatasi pada pembahasan tentang definisi, etiologi, patogenesis,
gejala klinis, diagnosis, dan tata laksana pada periodic paralisis.

1.3 Tujuan Penulisan


makalah ini bertujuan untuk mengetahui tentang definisi, etiologi,
patogenesis, gejala klinis, diagnosis, dan tata laksana pada periodic paralisis.

1.4 Metode Penulisan


Metode yang dipakai dalam penulisan referat ini berupa tinjauan
kepustakaan yang mengacu pada berbagai literatur, termasuk buku teks dan artikel
ilmiah.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Periodic paralisis adalah kelumpuhan keempat anggota gerak yang bersifat
flaksid yang diakibatkan oleh terganggunya channel Kalium di otot skeletal.
Kelainan ini dikarakteristikkan denganterjadinya suatu episodik kelemahan tiba-tiba
yang diakibatkan gangguan pada kadar kalium serum. Periodik paralisis ini dapat
terjadi pada suatu keadaan hiperkalemia atau hypokalemia.
Kelompok penyakit otot yang dikenal dengan periodik paralisis (PP) cirinya
adalah episode kelemahan flaksid otot yang terjadi pada interval yang tidak teratur.
Umumnya diturunkan dan lebih episode daripada periode. Penyakit ini dapat dibagi
dengan baik dalamkelainan primer dan sekunder. Karakteristik umum PP primer
sebagai berikut : (1)diturunkan; (2) umumnya dihubungkan dengan perubahan kadar
kalium serum; (3) kadangdisertai myotonia; dan (4) myotonia dan PP primer
keduanya akibat defek ion channel.1

2.2 Etiologi

Paralisis periodik disebabkan oleh kelainan genetik yang diturunkan dalam


keluarga secara autosomal dominan. Namun, adakalanya gangguan ini terjadi karena
kelainan genetik yang tidak bersifat diturunkan. Selama serangan, otot tidak berespon
terhadap impuls saraf yang normal atau bahkan pada stimulasi buatan dengan alat
elektronik. Penyebab tersering adalah :

1) Hipokalemi :

1. Primer: Genetik / Familial


2. Sekunder : Tirotoksikosis, insulin increase, GE, drugs (amfoterisin
B, loop diuretik, dll), alcohol, eksresi urin berlebihan, renal tubular
asidosis

2) Hiperkalemi :

1. Primer : Genetik / Familial

2. Sekunder : High intake, Addison disease , Gagal ginjal kronik ,


hypoaldosteronis

2.3 Epidemiologi
Angka kejadian dari periodic paralisis hyperkalemia belum diketahui, karena
kejadian yang paling sering terjadi berupa periodic paralisis hypokalemia dengan
angka 1 per 100.000 populasi. paralisis hipokalemi banyak terjadi pada pria daripada
wanita dengan rasio 3-4 : 1. Usia terjadinya serangan pertama bervariasi dari 1-20
tahun, frekuensi serangan terbanyak di usia 15-35 tahun dan kemudian menurun
dengan peningkatan usia. Bila gejala-gejala dari sindroma tersebut dapat dikenali dan
diterapi secara benar maka pasien dapat sembuh dengan sempurna.

2.4 Klasifikasi
Atas dasar kadar kalium darah pada saat serangan , dibedakan 3 jenis paralisis
periodik yaitu:1
1. Paralisis periodik hipokalemia :kadar kalium darah yang rendah (kurang dari 3,5
mmol/L) pada waktu serangan
2. Paralisis periodik hiperkalemia
3. Paralisis periodik normokalemi

2.5 Patofisiologi
Dasar fisiologis kelemahan otot flaksid adalah tidak adanya eksitabilitas
membranotot (yakni, sarkolema). Perubahan kadar kalium serum bukan defek utama
pada PP primer;perubahan metabolismse kaliuim adalah akibat PP. Pada primer dan
tirotoksikosis PP,paralisis flaksid terjadi dengan relatif sedikit perubahan dalam kadar
kalium serum,sementara pada PP sekunder, ditandai kadar kalium serum tidak
normal.2,4
Tidak ada mekanisme tunggal yang bertanggung jawab untuk kelainan pada
kelompok penyakit ini. Kelemahan biasanya secara umum tetapi bisa lokal. Otot-otot
kranial dan pernapasan biasanya tidak terkena. Reflek regang tidak ada atau
berkurang selama serangan. Serat otot secara elektrik tidak ada hantaran selama
serangan. Kekuatan otot normal diantara serangan, tetapi setelah beberapa tahun,
tingkat kelemahan yang menetap semakin berkembang pada beberapa tipe PP
(khususnya PP primer). Semua bentuk PP primer kecuali Becker myotonia kongenital
(MC) juga terkait autosomal dominan atau sporadik (paling sering muncul dari paint
mutation).
Ion channel yang sensitif tegangan secara tertutup meregulasi pergantian
potensialaksi (perubahan singkat dan reversibel tegangan mebran sel). Disana
terdapat permeabelitasion channel yang selektif dan bervariasi. Energi tergantung
voltase ion channel terutama gradien konsentrasi. Selama berlangsungnya potensial
aksi ion natrium bergerak melintasi membran melalui voltage-gated ion channel.
Masa istirahat membran serat otot dipolarisasi terutama oleh pergerakan
klorida melalui channel klorida dan dipolarisasi kembali oleh gerakan kalium,
natrium, klorida dan kalsium channelopati sebagai sebuah grup , dihubungkan dengan
myotonia dan PP. Subunit fungsional channel natrium, kalsium dan kalium adalah
homolog. Natrium channelopati lebih dipahami daripada kalsium atau
klorida channelopati.

2.6 Manifestasi Klinis


1) Hiperkalemik periodik paralisis
a. Onset pada umur kurang dari 10 tahun. Pasien biasanyamenjekaskan suatu
rasa berat dan kekakuan pada otot. Kelemahandimulai pada paha dan betis, yang
kemudian menyebar ke tangan danleher. Predominan kelemahan proksimal; otot-
otot distal mungkin bias terlibat setelah latihan-latihan yang melelahkan.
b. Pada anak, suatu lid lag myotonik (kelambatan kelopak mata atas saat
menurunkan pandangan) bisa menjadi gejala awa. Paralisis komplet jarang
dan masih ada sedikit sisa gerakan. Keterlibatanotot napas jam serangan
terakhir kurang dari 2 jam dan pada sebagianbesar kasus, kurang dari 1 jam.
Spinkter tidak terlibat. Disfungsipencernaan dan buli disebabkan oleh
kelemahan otot abdomen.
c. Kelemahan terjadi selama istirahat setelah suatu latihan berat atau selama
puasa. Hal ini juga bisa dicetuskan oleh kalium, dingin, etanol, karboidrat,
atau stres. Penyakit ini bisa dsembuhkandengan latihan ringan atau intake
karbohidrat. Pasien juga mungkinmelaporkan nyeri otot dan parestesia.
Beberapa keluarga tidak mempunyai myotonia. Kelemahan interiktal, jika
ada, tidak seberathipokalemik PP.
2) Hipokalemik periodik paralisis
a. Kasus yang berat muncul pada awal masa kanak-kanak dan kasus yang ringan
mungkin muncul selambat-lambatnya dekade ketiga. Sebagian besar kasus muncul
sebelum umur 16 tahun. Kelemahan bisa bertingkat mulai dari kelemahan
sepintas pada sekelompok otot yang terisolasi sampai kelemahan umumyang
berat. Serangan berat di mulai pada pagi hari, sering dengan latihan yang berat
atau makan tinggi karbohidrat pada hari sebelumnya. Pasien bangun dengan
kelemahan simetris berat,sering dengan keterlibatan batang tubuh. Serangan
ringan bisa sering dan hanya melibatkan suatu kelompok otot pentig, dan bisa
unilateral, parsial, atau monomelic. Hal ini bisa mempengaruhi kaki secara
predominan kadang-kadang, otot ektensor dipengaruhi lebih dari fleksor. Durasi
bervariasi dari beberapa jam sampaihampir 8 hari tetapi jarang lebih dari 72
jam. Serangannya intermiten dan infrekuen pada awalnya tetapi bisa
meningkat frekuensinya sampai serangan terjadi hampir setiap hari. Frekuensi
mulai berkurang oleh usia 30 tahung hal ini jarang terjadi setelahumur 50
tahun.
b. Pengeluaran urin menurun selama serangan karenaakumulasi air intrasel
meningkat.
c. Myotonia interictal tidak sesering hiperkalemik PP. Lidlag myotonia
diobservasi diantara serangan. Kelemahan ototpermanen mungkin terlihat
kemudian dalam perjalanan penyakitdan bisa menjadi tajam. Hipertropi betis
pernah diobservasi. Ototproksimal wasting daripada hipertropi, bisa terlihat
pada pasiendengan kelemahan permanen.

2.7 Diagnosis
Diagnosa kelainan hipokalemik periodik paralisis ditegakkan berdasarkan
kadar kalium darah rendah [kurang dari 3,5 mmol/L (0,9–3,0 mmol/L) ] pada waktu
serangan, riwayat mengalami episode flaccid paralysis dengan pemeriksaan lain
dalam batas normal. Paralisis yang terjadi pada penyakit ini umumnya berlokasi di
bahu dan panggul meliputi juga tangan dan kaki, bersifat intermiten, serangan
biasanya berakhir sebelum 24 jam, pada EMG dan biopsi otot ditemukan miotonia,
refleks Babinsky positif, kekuatan otot normal diluar serangan. Terdapat 2 bentuk
kelainan otot yang diobservasi yaitu episode paralitik dan bentuk miopati, kedua
keadaan ini dapat terjadi secara terpisah ataupun bersama-sama. Sering terjadi bentuk
paralitik murni, kombinasi episode paralitik dan miopati yang progresifitasnya lambat
jarang terjadi, demikian pula bentuk miopatik murni jarang terjadi. Episode paralitik
ditandai terutama adanya flaccid paralysis dengan hipokalemia sehingga dapat terjadi
para paresis atau tetraparesis berpasangan dengan otot pernafasan. Pada pasien ini
murni flaccid paralysis dengan hipokalemia dan akan sembuh atau remisi sendiri 5–6
jam kemudian, dengan pemberian kalium per oral serangan menjadi lebih ringan.
Tidak terdapat kelainan pada otot pernafasan. Jika terdapat kelainan genetik maka
pada analisa didapatkan kelainan antara lain adalah autosomal dominan inheritance
yaitu mutasi pada kromososm CACNA1S (70%) disebut hipokalemik periodik
paralisis tipe 1, mutasi lokus pada kromosom SCN4A (10%) disebut hipokalemik
periodik paralisis tipe 2.9
Karakteristik klinis perbedaan dari paralisis periodik hiperkalemik dan paralisis
hipokalemik dapat dilihat pada tabel di bawah ini.10

Paralisis periodik Paralisis peiodik


hiprekalemik hipokalemik
Onset Dekade pertama Dekade kedua
Pemicu Istirahat sehabis latihan, Istirahat sehabis latihan,
dingin, puasa, makanan kaya kelebihan karbohidrat
kalium
Waktu serangan Kapan pun Pada saat bangun tidur pagi
hari
Durasi serangan Beberapa menit sampai Beberapa jam sampai
beberapa jam beberapa hari
Keparahan Ringan sampai sedang, fokal Sedang sampai berat
serangan
Gejala tambahan Miotonia atau paramiotonia -
Kalium serum Biasanya tinggi, bisa normal Rendah
Pengobatan Acetazolamide, Acetazolamide,
dichlorphenamide, thiazide, dichlorphenamide,
beta-agonist suplemen kalium, diuretik
hemat kalium
Gen/ ion channel SCN4A: Nav1.4 (sodium CACNA1S: Cav1.1
channel subunit (calcium channel subunit)
KCNJ2: Kir2.1 (pottasium SCN4A: Nav1.4 (sodium
channel subunit) channel subunit)
KCNJ2: Kir2.1 (pottasium
channel subunit)

2.8 Pemeriksaan penunjang


Hipokalemik periodik paralisis
Penurunan kadar serum , tetapi tidak selalu dibawah normal, selama serangan.
Penurunan kadar fosfor serum secara bertahap juga terjadi. Kadar fosfokinase (CPK)
meningkat selama serangan. ECG bisa menunnjukkan sinus bradikardi dan
bukti hipokalemi (gelombang Tdatar, gelombang U di lead Il, V2,V3 dan V4 dan
depresi segment ST).

a. Laboratorium
1. Kadar elektrolit serum dan urin
- Konsentrasi kalium serum pada 3,0-3,5 mEq/L berhubungan dengan
suatu keadaan klinis seperti kelemahan otot ringan, fatigue, dan
mialgia.11
- Pada konsentrasi serum kalium 2,5-3,0 mEq/L kelemahan otot menjadi
lebih berat terutama pada bagian proximal tungkai.
- Ketika serum kalium turun hingga dibawah dari 2,5 mEq/L maka dapat
terjadi kerusakan struktural dari otot, termasuk rhabdomiolisis dan
miogobinuria.
2. Fungsi ginjal
3. Kadar glukosa darah
Pengambilan glukosa darah ke dalam sel menyebabkan kalium berpindah
dari luar sel (darah) ke dalam sel-sel tubuh

4. pH darah

- Alkalosis biasa menyertai hipokalemia dan menyebabkan pergeseran K +


ke dalam sel.
- Asidosis menyebabkan kehilangan K+ langsung dalam urin.
5. Hormon tiroid: T3,T4 dan TSH
untuk menyingkirkan penyebab sekunder hipokalemia.

b. EKG
normal

Mild hipokalemia

severe hipokalemia

c. EMG (Elektromiografi)

• Hiperkalemik periodik paralisis


Kadar kalium serum bisa meningkat setinggi 5-6 mEq /L. Kadang bisa diatas
batas normal, dan jarang mencapai kadar yang kardio toksik. Kadar natrium serum
bisa turun karena kenaikan kadar kalium. Hal ini bisa terjadi karena masuknya ion
natrium kedalam otot. Air juga bergerak pada arah ini, menyebabkan
hemokonsentrasi dan selanjutnya hiperkalemi, Hiperregulasi bisa terjadi pada akhir
serangan,disebabkan hipokalemi. Diuresis air kreatinuria, dan peningkatan kadar
CPK juga bisaterjadi pada akhir serangan. EKG bisa menunjukkan gelombang T
tinggi.
• Elektrodiagnosis
o Pemeriksaan konduksi saraf
o Pendinginan otot
o Tes latihan pada periodik paralisis
o Pemeriksaan jarum elektrode
o Tes provokatif
2.9 Diferensial diagnosa
Masalah lainnya untuk dipertimbangkan:4,5
- Neuropati motor dan sensori herediter
- Inflammatory miopati
- Sindrom guillain barre
- Miastenia gravis

2.10 Tatalaksana
Pengobatan sering dibutuhkan untuk serangan akut hipokalemik PP tetapi
jarang untuk hiperkalemik PP. Pengobatan profilaksis dibutuhkan ketika serangan
semakin sering.2,5,6
• Hipokalemik periodik paralisis
Selama serangan, suplemen oral kalsium lebih baik dari suplemen IV. Yang
terakhir diberikan untuk pasien yang mual atau tidak bisa menelan. Garam kalium
oral pada dosis 0,25 mEq/kg seharusnya diberikan setiap 30 menit sampai kelemahan
improves.Kalium Klorida IV 0,05-0,1 mEq/kgBB dalam manitol 5% bolus adalah
lebihbaik sebagai lanjutan infus. Monitoring ECG dan pengukuran kalium serum
berturutdianjurkan. Untuk proifilaksis, asetazolamid diberikan pada dosis 125-1500
mg/haridalam dosis terbagi. Dichlorphenamide 50-150 mg/hari telah menunjukkan
keefektifan yang sama. Potasium-sparing diuretik seperti triamterene (25-100
mg/hari) danspironolakton (25- 100 mg/hari) adalah obat lini kedua untuk digunakan
pasien yangmempunyai kelemahan buruk (worsens weakness) atau mereka yang tidak
respon dengan penghambat karbonik anhidrase. Karena diuretik ini potassium
sparing,suplemen kalium bisa tidak dibutuhkan.
• Hiperkalemik periodik paralisis
Beruntungnya, serangan biasanya ringan dan jarang meminta pengobatan.
Kelemahan terjadi terutama karena makanan tinggi karbohidrat. Stimulasi beta
adrenergik seperti salbutamol inhaler juga memperbaiki kelemahan (tetapi
kontraindikasi pada pasien aritmia jantung). Pada serangan berat, terapetik measure
yang mengurangi hiperkalemia berguna. Monitoring EKG yang berkelanjutan selalu
dibutuhkan selama pengobatan.Diuretik tiazid dan karbonik anhidrase inhibitor
digunakan sebagi protilaksis. Diuretik tiazid mempunyai beberapa efek samping
jangka pendek; obat-obat ini dicoba sebagaiterapi lini pertama. Kadang-kadang
diuretik tiazid bisa menghasilkan kelemahan hipokalemik paradoksal, yang respon
dengan suplementasi kalium.

2.11 Diet
• Hipokalemik PP : Diet rendah karbohidrat dan rendah natrium bisa menurunkan
frekuensi serangan.
• Hiperkalemik PP : Diet permen yang berisi glukosa atau karbohidrat dengan rendah
kalium bisa memperbaiki kelemahan.

2.12 Prognosis
• Hiperkalemik periodik paralisis dan paramyotonia kongenita
 Ketika tidak dihubungkan dengan kelemahan, kelainan ini biasanya
tidak mengganggu pekerjaan.
 Myotonia bisa memerlukan pengobatan
 Harapan hidup tidak diketahui.
• Hipokalemik periodik paralisis
Pasien yang tidak diobati bisa mengalami kelemahan poksimal menetap, yang bisa

mengganggu aktivitas.Beberapa kematian sudah dilaporkan, paling banyak

dihubungkan dengan aspirasi pneumonia atau ketidakmampuan membersihkan


DAFTAR PUSTAKA
1. Scott, M.G., Heusel, J.W., Leig, V.A., Anderson, O.S., 2001, Electrolytes and
Blood Gases. In Burtis CA, Ashwood ER. 5th eds. Tietz Fundamentals of Clinical
Chemistry. Philadelphia:
WB Saunders, 494–517.
2. Graves TD. Hanna MG. Neurological Channelopathies. Postgrad. Med.
J 2005;81;20-32.
3. Ropper AH, Brown RH, Phil D. Adams and Victor’s Principles of Neurology, 8 th
ed.McGraw-Hill Comp. USA. 2005.
4.Tawil R. Periodic Paralysis in Current Therapy Neurologic Disease, 6 th ed. 422-
424.Mosby, USA. 2002.
5. Cannon SC. Myotonia and Periodic Paralysis: Disorders of Voltage-Gated
IonChannels in Neurological Theurapeutics Principles and Practice, vol.2 part 2.
MayoFoundation. United Kingdom.2003; 225;2365-2377.
6. Miller KK, Grinspoon SK, Ciampa J, et al. Medical findings in outpatients with
anorexia
nervosa. Arch Intern Med. Mar 14 2005;165(5):561-6.
7. Elisaf M, Liberopoulos E, Bairaktari E, Siamopoulos K. Hypokalaemia in
alcoholic patients. Drug Alcohol Rev. 21(1):73-6.
8. Rose, BD, Post, TW, Clinical Physiology of Acid-Base and Electrolyte Disorders,
5th ed, McGrawHill, New York, 2001, pp. 836-856.
9. Widjajanti, A & SM Agutini. Hipokalemik Periodik Paralisis. 2005; 19-22
10.Fialho, D & Michael GH. Periodic Paralysis. Chapter 4. 2007;77-105
11. Riggs JE. Neurological Manifestations of Electrolyte Disturbances in Neurology
andGeneral Medicine, 2nd ed. Churchill Livingstone, New York. 1995; 17; 326.
12. Arya, SN. Lecture Notes: Periodic Paralysis. Journal Indian Academy of Clinical
Medicine. 2002. Vol 3 No 4.
13. Souvriyanti, Elsye; Sudung OP.. Paralisis Periodik Hipokalemik pada Anak
dengan Asidosis Tubulus Renalis Distal. 2008. Vol 1. 53-

BAB 3

LAPORAN KASUS

Identitas Pasien :
Nama : MJ
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 25 tahun
Nomor RM : 01.02.42.42
Alamat : Jl.Teuku Umar Pematang Kandis Bangko Merangin Jambi
Suku Bangsa : Minang
Pekerjaan : Pegawai Swasta

ANAMNESIS

Seorang pasien perempuan usia 25 tahun dirawat di bangsal saraf RSUP Dr.

M. Djamil Padang pada tanggal 10 Agustus 2018 dengan

Keluhan Utama:

Lemah keempat anggota gerak

Riwayat Penyakit Sekarang:


 Lemah anggota gerak sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Kelemahan

terjadi secara berangsur-angsur, awalnya 2 hari sebelum masuk rumah sakit

kelemahan dirasakan pada kedua kaki sehingga membuat pasien tidak bisa

berdiri dan berjalan. 1 hari kemudian terjadi kelemahan pada kedua tangan,

pasien hanya mampu mengangkat kedua tangan selama beberapa detik lalu jatuh.

Keluhan dirasakan semakin memberat sehingga untuk beraktifitas pasien dibantu

oleh keluarga
 Rasa kebas dan kesemutan tidak ada pada keempat anggota gerak pasien.

 Pasien beraktivitas lebih banyak dan berkeringat lebih dari biasanya 2 hari
sebelum mengalami kelemahan
 Banyak memakan makanan dengan karbohidrat tinggi sebelum keluhan tidak ada
 Keluhan nyeri pada ekstremitas tidak ada
 Mengalami diare sebelum keluhan tidak ada
 Nyeri kepala dan demam tidak ada
 BAB dan BAK biasa

Riwayat penyakit Dahulu


- Pasien sudah sudah merasakan keluhan seperti ini sejak 2 tahun terakhir dan
serangan berulang >5 kali. Setiap adanya serangan pasien langsung berobat
ke dokter dan tidak dirawat hanya diberikan obat oral, setelah konsumsi obat
pasien dapat beraktifitas kembali. Serangan terakhir dirasakan sekitar 2
minggu yang lalu, pasien berobat ke dokter dan diberikan obat asparka.
- Riwayat penyakit gondok tidak ada
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan yang sama dengan pasien
Riwayat Pekerjaan, Sosial, Ekonomi, Kejiwaan, dan Kebiasaan
Pasien seorang bidan praktek swasta dengan aktifitas ringan sedang
PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis :

Keadaan umum : sedang

Kesadaran : Komposmentis Kooperatif ( GCS: E4M6V5 )

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 78x / menit

Nafas : 18x / menit

Suhu : 36,6°C

Status Internus :

KGB : Leher, aksila dan inguinal tidak membesar

Leher : JVP 5-2 CmH20

Thorak : Paru : Inspeksi : simetris kiri dan kanan

Palpasi : fremitus normal kiri sama dengan kanan

Perkusi : sonor

Auskultasi : vesikuler, ronkhi (-), wheezing (-)

Jantung : Inspeksi : iktus tidak terlihat

Palpasi : iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V

Perkusi : batas-batas jantung dalam batas normal

Auskultasi : irama teratur, bising (-)

Abdomen : Inspeksi : Tidak tampak membuncit


Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba, ballotement (-)

Perkusi : Timpani

Auskultasi : Bising usus (+) Normal

Corpus Vertebrae :

Inspeksi : Deformitas (-), Gibbus (-), Tanda radang (-)

Palpasi : Nyeri tekan (-)

Status Neurologikus :

1. Tanda rangsangan selaput otak

 Kaku kuduk : (-)

 Brudzinsky I : (-)

 Brudzinsky II : (-)

 Tanda Kernig : (-)

2. Tanda peningkatan tekanan intrakranial

 Pupil isokor, diameter 3mm/3mm, reflek cahya +/+

 Muntah proyektil tidak ada

3. Pemeriksaan nervus kranialis

N. I (Olfaktorius)

Penciuman Kanan Kiri


Subjektif Baik Baik
Objektif (dengan bahan) Baik Baik

N. II (Optikus)

Penglihatan Kanan Kiri


Tajam penglihatan Baik Baik
Lapangan pandang Baik Baik
Melihat warna Baik Baik
Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

N. III (Okulomotorius)

Kanan Kiri
Bola mata Bulat Bulat
Ptosis (-) (-)
Gerakan bulbus Bebas ke segala arah Bebas ke segala arah
Strabismus (-) (-)
Nistagmus (-) (-)
Ekso/endotalmus (-) (-)
Pupil

 Bentuk Bulat Bulat

 Refleks cahaya (+) (+)

 Refleks akomodasi (+) (+)

(+) (+)
 Refleks konvergensi

N. IV (Trochlearis)

Kanan Kiri
Gerakan mata ke bawah (+) (+)
Sikap bulbus Ortho Ortho
Diplopia (-) (-)

N. VI (Abdusen)

Kanan Kiri
Gerakan mata ke bawah (+) (+)
Sikap bulbus Ortho Ortho
Diplopia (-) (-)
N. V (Trigeminus)

Kanan Kiri
Motorik

 Membuka mulut (+) (+)

 Menggerakkan rahang (+) (+)

 Menggigit (+) (+)

(+) (+)
 Mengunyah
Sensorik
 Divisi oftalmika

- Refleks kornea (+) (+)

- Sensibilitas (+) (+)


 Divisi maksila
- Refleks masetter (-) (-)
- Sensibilitas (+) (+)
 Divisi mandibula
- Sensibilitas (+) (+)

N. VII (Fasialis)

Kanan Kiri
Raut wajah Simetris
Sekresi air mata (+) (+)
Fissura palpebra (+) (+)
Menggerakkan dahi (+) (+)
Menutup mata (+) (+)
Mencibir/ bersiul (+) (+)
Memperlihatkan gigi (+) (+)
Sensasi lidah 2/3 depan (+) (+)
Hiperakusis (-) (-)
N. VIII (Vestibularis)

Kanan Kiri
Suara berbisik (+) (+)
Detik arloji (+) (+)
Rinne tes Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Weber tes Tidak dilakukan
Schwabach tes Tidak dilakukan

- Memanjang

- Memendek
Nistagmus (-) (-)

- Pendular

- Vertikal

- Siklikal
Pengaruh posisi kepala (-) (-)

N. IX (Glossopharyngeus)

Kanan Kiri
Sensasi lidah 1/3 belakang Baik Baik
Refleks muntah (Gag Rx) Baik Baik

N. X (Vagus)

Kanan Kiri
Arkus faring Simetris Simetris
Uvula Di tengah Di tengah
Menelan Bisa dilakukan Bisa
Dilakukan
Suara (+) (+)
Nadi Teratur Teratur
N. XI (Asesorius)

Kanan Kiri
Menoleh ke kanan (+) (+)
Menoleh ke kiri (+) (+)
Mengangkat bahu kanan (+) (+)
Mengangkat bahu kiri (+) (+)

N. XII (Hipoglosus)

Kanan Kiri
Kedudukan lidah dalam Tidak ada deviasi Tidak ada deviasi
Kedudukan lidah dijulurkan Tidak ada deviasi Tidak ada deviasi
Tremor Tidak ada Tidak ada
Fasikulasi Tidak ada Tidak ada
Atropi Tidak ada Tidak ada

4. Pemeriksaan koordinasi

Cara berjalan Sulit dinilai


Romberg tes Sulit dinilai
Ataksia Sulit dinilai
Reboundphenome Sulit dinilai

n
Test tumit lutut Sulit dinilai

5. Pemeriksaan fungsi motorik

a. Badan Respirasi Normal

Duduk Normal
b. Berdiri dan Gerakan spontan Sulit dinilai

berjalan Tremor Tidak ada


Atetosis Tidak ada

Mioklonik Tidak ada

Khorea Tidak ada

c. Ekstremitas Superior Inferior


Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Kurang aktif Kurang Kurang aktif Kurang aktif

Aktif
Kekuatan 333 333 111 111
Trofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi
Tonus Eutonus Eutonus Eutonus Eutonus
6. Pemeriksaan sensibilitas

Sensibilitas Taktil Tidak terdapat kelainan


Sensibilitas Nyeri Tidak terdapat kelainan
Sensibilitas Termis Tidak terdapat kelainan
Sensibilitas Kortikal Tidak terdapat kelainan
Stereognosis Tidak terdapat kelainan
Pengenalan 2 titik Tidak terdapat kelainan
Pengenalan rabaan Tidak terdapat kelainan

7. Sistem refleks

a. Fisiologis Kanan Kiri Kanan Kiri


Kornea (+) (+) Biseps ++ ++
Berbangkis Triseps ++ ++
Laring KPR ++ ++
Masetter + + APR ++ ++
Dinding perut Bulbokvernosus
 Atas Cremaster
 Tengah Sfingter
 Bawah

b.Patologis Kanan Kiri Kanan Kiri


Lengan Babinski (-) (-)
Hoffmann- (-) (-) Chaddocks (-) (-)

Tromner
Oppenheim (-) (-)
Gordon (-) (-)
Schaeffer (-) (-)
Klonus paha (-) (-)
Klonus kaki
Tungkai

8. Fungsi otonom

 Miksi : Inhibitted Bladder Tidak ada

 Defekasi : Buang air besar dalam batas normal

 Sekresi keringat: Distribusi merata seluruh tubuh

9. Fungsi luhur

Kesadaran Tanda Dementia


Reaksi Bicara Normal Reflek glabella (-)
Fungsi intelek Normal Reflek snout (-)
Reaksi emosi Normal Reflek menghisap (-)
Reflek memegang (-)
Reflek palmomental (-)

Laboratorium
Hb : 14 gr% GDR : 267 mg/dl

Leukosit : 33.430/mm3 Ureum : 25 mg/dl

Trombosit : 404.000/mm3 Kreatinin : 0,7 mg/dl

Ht : 34%

Na :141 mg/dl
K :1,5mg/dl

Cl :113 mg/dl

Rencana Pemeriksaan Tambahan


 EMG
 Hormon tiroid: T3,FT4,TSH
Diagnosis Kerja :

Diagnosis Klinis : Periodik paralisis


Diagnosis Topik : Neuromuscular junction Kalium Channel
Diagnosis Etiologi : Hipokalemia
Diagnosis Sekunder : -
Terapi :
Umum :
- Istirahat

- Diet rendah karbohidrat


- Konsumsi makanan tinggi kalium
Khusus :
- KSR 2 X600 mg/Oral

- Drip KCl 40 mEq dalam 300cc RL habis dalam 6 jam

BAB 4
DISKUSI

Seorang perempuan usia 25 tahun dirawat di bangsal saraf RSUP M.Djamil


pada tanggal 10 April 2018 dengan keluhan lemah anggota gerak sejak 2 hari sebelum
masuk rumah sakit. Kelemahan terjadi secara berangsur-angsur, awalnya 2 hari
sebelum masuk rumah sakit kelemahan dirasakan pada kedua kaki sehingga
membuat pasien tidak bisa berdiri dan berjalan. 1 hari kemudian terjadi kelemahan
pada kedua tangan, pasien hanya mampu mengangkat kedua tangan selama beberapa
detik lalu jatuh. Keluhan dirasakan semakin memberat sehingga untuk beraktifitas
pasien dibantu oleh keluarga. Pasien sudah sering menderita keluhanyang sama sejak
2 tahun yang lalu dan sehat setelah diberikan obat oleh dokter. Pasien tidak pernah
dirawat karena keluhannya. Serangan terakhir dirasakan pasien 2 minggu sebelum
masuk rumah sakit.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan pasien sakit sedang dan tidak terdapat
tanda peningkatan tekanan intracranial, pada pemeriksaan motorik ditemukan
kelemahan pada ekstremitas bawah dan atas, degan reflek fisiologis normal dan reflek
patologis tidak ada. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik ini ditegakkan
dignosis klinis tetraparese tipe LMN. Diagnosis topik yaitu otot rangka. Diagnosis
etiologi yaitu Periodik Paralisis Hipokalemia, hal ini disebabkan karena adanya
riwayat penyakit dahuu pada pasien. Sebelumnya pasien juga sudah pernah
mengalami keluhan seperti ini dan dapat kembali seperti semula.

Pemeriksaan laboratorium didapatkan pasien hipokalemia yang memperkuat


diagnosis, dan ditatalaksana dengan pemberian kalium. Untuk prognosis yaitu bonam
karena tidak sampai mengenai otot jantung dan pernafasan. Pasien diberi edukasi
untuk makan makanan tinggi kalsium dan banyak istirahat serta mengurangi aktivitas
berat. Penatalaksanaan khusus pada pasien ini diberikan KCl drip 40 meq dalam RL
habis dalam 12 jam. Untuk terapi pada hari berikutnya disesuaikan dengan nilai
kalium darah, dan dikoreksi dengan kalium sesuai kebutuhan. Terapi yang diberikan
sudah sesuai dengan teori yaitu pemberian koreksi kalium dengan dosis 0,05-0,1
Meq/ KgBB. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah elektromiografi
dan pemeriksaan kadar hormone tiroid, pemeriksaan dilakukan untuk melihat adanya
gangguan tiroid pada pasien. Sesuai dengan teori adanya gangguan pada hormone
tiroid dikaitkan dengan kejadian periodic paralisis.
BAB 5

KESIMPULAN

Periodik paralisis merupakan sindroma klinis yang dapat menyebabkan


kelemahan yang akut pada anak-anak maupun dewasa muda. Pasien akan mengalami
kelemahan progresif dari anggota gerak baik tungkai maupun lengan tanpa adanya
gangguan sensoris yang diikuti oleh suatu keadaan hipokalemia. Keadaan
hipokalemia yang berat dapat mengganggu fungsi organ lain seperti jantung hingga
terjadi gangguan irama jantung yang bila tidak ditangani akan memperburuk keadaan
pasien hingga mengancam nyawa. Mengenal dan menegakkan suatu keadaan
Periodik paralisis hipokalemia menjadi sangat penting dalam hal ini, dan terapi yang
diberikan sangatlah mudah dan murah.

Anda mungkin juga menyukai