Anda di halaman 1dari 41

u

LAPORAN KASUS KEMATIAN

Nama : Ny. M RS : RSWS


Umur : 52 tahun Ruangan : Lontara 1 AD RPK
Tanggal lahir : 07-07-1967 No.Register : 19.32.00
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Tgl MRS : 02/05/2019 (06.36)
Agama : Islam Tgl Meninggal : 15/05/2019 (16.35)
Alamat : Pangkep Dokter ruangan : dr. Achwana Sri Arundany
Suku : Divisi GH : dr. Desvita Gleditsia
Status Pernikahan : Menikah Divisi Pulmo : dr. Frasiscus Wabia
Chief Ruangan : dr. Frasiscus Wabia
DPJP

ANAMNESIS (Alloanamnesis)
Keluhan Utama : Sesak Napas
Anamnesis Terpimpin :
Pasien masuk dengan keluhan sesak napas yang dialami sejak 1 minggu, dan memberat sejak
2 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak nafas dirasakan terus menerus dan tidak dipengaruhi oleh
aktivitas. Sesak tidak dipengaruhi oleh perubahan posisi, cuaca, debu, makanan ataupun minuman.
Keluhan sesak kadang justru diperberat saat pasien batuk terus menerus. Pasien memang dikeluhkan
mengalami batuk sejak kurang lebih 2 minggu terakhir, ada dahak berwarna putih, namun tidak ada
darah. Riwayat batuk lama disangkal. Riwayat sering berkeringat di malam hari disangkal.
Ada riwayat sesak napas sejak 1 tahun terakhir yang bersifat hilang timbul, namun tidak
pernah seberat saat ini. Sebelumnya keluhan sesak napas biasanya berkurang setelah pasien
menjalani hemodialis, namun satu minggu terakhir keluhan sesak menetap meskipun pasien sudah
menjalani hemodialisis. Pasien baru saja menjalani hemodialisis 3 hari sebelum masuk rumah sakit.
Pasien sudah terdiagnosis mengalami penyakit ginjal kronis sejak bulan Mei 2018, dan sudah
menjalani dialisis rutin sejak bulan Juli 2018, sebanyak 2 kali seminggu (Selasa dan Sabtu). Setelah
menjalani hemodialisis rutin, pasien dinilai menunjukkan perbaikan kondisi dalam 1 tahun terakhir,

1
dari yang awalnya sering mengalami sesak napas, lemas, dan sering mual-muntah, berangsur-angsur
menjadi membaik.
Pasien juga dikeluhkan mengalami demam yang naik turun sejak 3 hari terakhir, namun
membaik dengan pemberian obat penurun demam. Demam tidak dipengaruhi oleh waktu. Tidak ada
keluhan nyeri kepala.
Keluhan nyeri dada tidak ada. Berdebar-debar tidak ada.
Tidak ada keluhan mual, muntah, maupun nyeri perut. Nafsu makan pasien menurun dalam 1
minggu terakhir, pasien hanya makan 3-4 sendok setiap makan. Pasien juga terlihat lemas sejak 1
minggu terakhir. Penurunan berat badan dalam 1 bulan terakhir ada namun tidak diketahui secara
pasti besar penurunannya.
Buang air kecil jarang, frekuensi hanya 1-2 kali/hari, dan jumlahnya berkurang, sekitar 1 ¼
gelas air mineral. Tidak ada riwayat nyeri saat buang air kecil. Tidak ada riwayat buang air kecil
berdarah ataupun bercampur pasir.
Buang air besar terakhir 1 hari yang lalu, warna kuning kecokelatan, konsistensi tidak encer.
Riwayat BAB hitam encer sebelumnya disangkal.
Pasien juga memiliki penyakit tekanan darah tinggi yang diketahui sejak 10 tahun yang lalu.
Pasien pernah mengkonsumsi captopril 12,5 mg 3x1 dan amlodipine 10 mg 1x1 yang diberikan oleh
dokter, namun tidak rutin mengkonsumsi obat tersebut.
Pasien sebelumnya dirawat di IRD RS Unhas dan akhirnya dirujuk ke RS Wahidin dengan
keluhan sesak yang memberat, dan sempat mendapat penanganan berupa terapi oksigen dan
antibiotik ceftriaxone 2 gram dalam 24 jam melalui suntikan ke pembuluh darah.

Riwayat Penyakit Sebelumnya.


• Riwayat kencing manis tidak ada.
• Riwayat penyakit jantung tidak ada
• Riwayat penyakit hati tidak ada
• Riwayat tuberkulosis tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga


• Riwayat keluarga dengan tekanan darah tinggi tidak diketahui
• Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama disangkal

2
Riwayat Pribadi
Riwayat pekerjaan : ibu rumah tangga
Riwayat alergi : tidak ada
Riwayat merokok : tidak ada
Konsumsi alkohol : tidak ada
Riwayat minum obat : hanya minum obat penurun tekanan darah tinggi dan obat ginjal dari
Rumah Sakit (keluarga lupa beberapa nama obatnya)

DESKRIPSI UMUM
Kesan sakit : sakit berat Berat badan : 44 kg (LiLA:21cm)
Status gizi : gizi kurang Tinggi badan : 160 cm (tinggi lutut 45 cm)
Kesadaran : compos mentis GCS 9 (E4M6V5) IMT : 17.1 kg / m2

TANDA VITAL
Tekanan darah : 180/100 mmHg
Nadi : 98 x/menit, reguler, kuat angkat
Pernapasan : 28 kali / mnt
Saturasi : 98 % Oksigen support 10 liter per menit via non-rebreathing mask
Suhu : 37.4oC (aksilla)

PEMERIKSAAN FISIK
Kepala : Normocephal, rambut beruban lurus, tidak mudah tercabut.
Mata : Refleks pupil positif, isokor, diameter 2,5 mm/ 2,5 mm, Konjungtiva anemis,
sklera tidak ikterik
Telinga : Bentuk normal, tidak tampak adanya sekret.
Hidung : Bentuk normal, tidak tampak adanya sekret
Mulut : Sulit dievaluasi
Leher : DVS R+2 cmH2O (30o). Pembesaran kelenjar getah bening dan tiroid tidak
ada.
Thorax :I : Pergerakan statis dan dinamis kesan simetris pada kedua hemithorax

3
P : Nyeri tekan tidak ada, massa tumor tidak ada, fremitus taktil belum bisa
dievaluasi
P : Redup pada hemithorax dextra setinggi costa V
A : Bunyi pernapasan vesikuler menurun di hemithorax dextra.
Rhonki halus pada mediobasal thorax dextra
Jantung :I : Ictus cordis tampak di ICS V axilaris anterior line sinistra
P : Ictus cordis teraba di ICS IV-V axilaris anterior line sinistra
P : Batas jantung kanan di ICS II Linea parasternal line dextra
Batas jantung kiri di ICS V axilaris anterior line sinistra
A : Bunyi jantung I/II murni, bising jantung tidak ada, murmur tidak ada
Abdomen :I : Datar, ikut gerak napas, massa tumor tidak ada
A : Peristaltik usus kesan normal
P : Nyeri tekan tidak ada. Tidak ada organomegali.
P : Timpani, ascites tidak ada, nyeri ketok CVA tidak ada.
Extremitas : Pitting edema pada extremitas inferior dextra et sinistra, akral hangat,
tidak pucat, tidak sianosis, CRT <2 detik.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tabel 1. Laboratorium RS. Universitas Hasanuddin 1/5/2019 ( 13.53 WITA )

PARAMETER HASIL SATUAN NILAI NORMAL


WBC 7.62 10^3/uL 4.00-11.00
RBC 2.74 10^6/uL 4.50-5.50
HGB 8.1 gr/dL 13.0-16.0
HCT 24.8 % 40 – 50
MCV 90.5 fL 80.0 - 100.0
MCH 29.6 Pg 27 - 34
MCHC 32.7 g/dL 31.0 - 36.0
PLT 235 10^3/uL 150 - 450
RDW-CV 12.9 % 10.0 - 15.0

4
PDW 10.0 fL 10.0 - 18.0
MPV 9.4 fL 9.0 - 13.0
PCT 0.22 % 0.17 - 0.35
NEUT 86.6 % 50.0 - 70.0
LYMPH 7.7 % 20.0 - 40.0
MONO 5.4 % 2.00 - 8.00
EO 0.0 % 1.00 – 3.00
BASO 0.3 % 0.00 – 1.00

Foto Thorax AP RS. Universitas Hasanuddin 1/5/2019

 Terpasang DLC pada hemithorax dextra melalui jugularis dengan tip pada paravertebral
line kanan setinggi CV Th7, kesan pada superior vena cava
 Konsolidasi inhomogen pada lapangan atas paru kanan disertai gambaran air bronchogram

5
 Ground glass appearance pada hemithorax dextra yang menutupi sinus, diafragma, dan
batas kanan jantung
 Cor kesan membesar, aorta kesan normal
 Sinus dan diafragma kesan kiri kesan baik
 Tulang-tulang intak
 Jaringan lunak sekitar baik
Kesan :
- Pneumonia dd massa paru dextra
- Efusi pleura dextra
- Cardiomegaly
- Terpasang DLC pada hemithorax dextra

Tabel 2. Laboratorium RS. Wahidin Sudirohusodo 02/05/2019 ( WITA )


PARAMETER HASIL SATUAN NILAI NORMAL
GDS 149 mg/dL 140
SGOT 17 U/L < 38
SGPT 6 U/L < 41
Albumin 3.0 gr/dl 3,5-5,0
Ureum 74 mg/dl 10-50
Creatinin 3,33 mg/dl L < 1.3, P < 1.1
Asam Urat 5.9 mg/dl P 2.4-5.7 L 3.4-7.0
Natrium 138 mmol/L 136-145
Kalium 4.8 mmol/L 3.5-5.1
Chlorida 105 mmol/L 97-111

USG Abdomen (Whole Abdomen) RS. Wahidin Sudirohusodo 02/05/2019 (00.51 WITA )
- Hepar : Tidak membesar, permukaan regular, tip tajam, densitas parenkim dalam batas normal.
Tidak tampak dilatasi vascular dan bile duct intra dan ekstra hepatik. Tidak tampak densitas
SOL.
- Gall bladder : kontraktil, tidak tampak densitas batu di dalamnya.

6
- Pankreas : bentuk, ukuran, dan densitas parenkim dalam batas normal. Tidak tampak dilatasi
ductus pankreatikus. Tidak tampak mass/cyst.
- Lien : Tidak membesar dan densitas parenkim dalam batas normal. Tidak tampak densitas SOL.
- Kedua ginjal : Ukuran mengecil, densitas parenkim mengabur. Tidak tampak dilatasi PCS.
Tidak tampak densitas batu, cyst, mass, dan lesi-lesi patologik lainnya.
- Vesica urinaria : sulit dievaluasi (urine minimal). Tampak echo BC di dalamnya.
- Tidak tampak pembesaran KGB paraaorta abdominalis.
- Kalsifikasi pada aorta abdominalis (atherosclerosis).
- Tampak densitas cairan bebas pada cavum peritoneum dan pleura dextra.
- Tulang-tulang intake.
Kesan :
- PNC bilateral
- Ascites
- Efusi pleura dextra

Tabel 3. Laboratorium RS. Wahidin Sudirohusodo 02/05/2019 (09.13 WITA )


Analisa Gas Darah
PH 7.394 7.35-7.45
SO2 95.2 % 95-98
PO2 77.7 mmHg 80.0-100.0
ctO2 11.5 ml/dl 15.8-22.3
PCO2 40.1 mmHg 35.0-45.0
ctCO2 26.0 mmol/l 23-27
HCO3 24.8 mmol/l 22-26
BE 0.3 mmol/l -2 s/d +2
Kesan: analisis gas darah dalam batas normal

7
EKG (02/05/2019)

Sinus rhythm, regular, normoaxis, 98 kali/menit, axis normal, P wave 0,08 second, PR
interval 0,12 sec, Q wave normal, kompleks QRS 0,04 sec, segmen ST isoelektrik, QT
interval 0,24 sec, gelombang T normal, gelombang U tidak ada
Kesimpulan : sinus rhythm, heart rate 98 kali/menit, regular

Resume
Perempuan, 65 tahun masuk dengan keluhan dypsneu sejak 1 minggu SMRS, dan memberat
sejak 2 hari terakhir, dan dirasakan terus menerus serta tidak dipengaruhi oleh aktivitas. Dypsneu
biasanya diperberat dengan keluhan batuk produktif yang terus-menerus. Keluhan batuk sudah
dirasakan sejak kurang lebih 2 minggu terakhir, ada sputum berwarna putih. Ada riwayat dypsneu
sejak 1 tahun terakhir yang bersifat intermitten, namun tidak pernah seberat saat ini. Sebelumnya
keluhan dypsneu biasanya mengalami perbaikan setelah hemodialisis.
Pasien sudah terdiagnosis mengalami penyakit ginjal kronis dan sudah menjalani dialisis rutin
sebanyak 2 kali seminggu (Selasa dan Sabtu).
Ada keluhan febris yang intermitten sejak 3 hari terakhir, namun membaik dengan pemberian
antipiretik.
Nafsu makan pasien menurun dalam 1 minggu terakhir, disertai penurunan berat badan dalam
1 bulan terakhir, namun tidak diketahui secara pasti besar penurunannya. Ada keluhan general
weakness sejak 1 minggu terakhir
Miksi jarang, frekuensi hanya 1-2 kali/hari, dan jumlahnya berkurang, sekitar 1 ¼ gelas air
mineral. Defekasi terakhir 1 hari yang lalu, warna kuning kecokelatan, konsistensi tidak encer.
Pasien juga memiliki penyakit hipertensi yang diketahui sejak 10 tahun yang lalu, dan pernah
mengkonsumsi captopril dan amlodipine, namun tidak rutin.
Dari hasil pemeriksaan ditemukan kesadaran yang compos mentis dan pasien tampak sakit
sedang. Pemeriksaan vital sign : TD 180/100, Nadi 98 kali/menit, RR 28 kali/menit, Temp 37,4 oC
(aksilla), SpO2 98 % Oksigen support 10 liter per menit via non-rebreathing mask. Pada
pemeriksaan thorax ditemukan perkusi yang redup pada hemithorax dextra setinggi costa V dan
bunyi pernapasan vesikuler yang menurun di hemithorax dextra. Ada rhonki halus pada mediobasal
thorax dextra. Pada ekstremitas inferior dextra et sinistra ditemukan adanya pitting oedem.

8
Dari hasil pemeriksaan penunjang ditemukan : anemia (Hb 8,1 gr/dl) normokromik normositer
(MCV/MCH 90,5 / 29,6), peningkatan neutrophil 86,6 %, hypoalbuminemia (3,0), peningkatan
kadar ureum (74) dan kreatinin (3,33). Dari hasil foto thorax AP didapatkan pneumonia dd massa
paru dextra dan efusi pleura dextra. Dari hasil USG Abdomen didapatkan PNC bilateral, ascites,
dan efusi pleura dextra.

PENILAIAN DAN RENCANA AWAL


Daftar Masalah:
1. CAP CURB 65 skor 2
2. Efusi Pleura Dextra
3. Pielonefritis Chronic G5D
4. Hipertensi Grade II JNC 7
5. Anemia Normokromik normositer causa suspek penyakit kronik dd anemia renal
6. Hipoalbuminemia (3.0)

Masalah dan Pengkajian


1. CAP CURB 65 Skor 2
Diagnosis ini dipikirkan atas dasar adanya keluhan dypsneu sejak 1 minggu sebelum masuk
rumah dan memberat sejak 2 hari terakhir, adanya febris yang dirasakan sejak 3 terakhir, dan
adanya batuk yang produktif sejak 2 minggu terakhir. Pada pemeriksaan fisik ditemukan
adanya takipneu (respiration rate 28 kali/menit) dan pada auskultasi paru ditemukan rhonki
di medio basal thorax dextra. Pada pemeriksaan penunjang foto rontgen thorax AP ditemukan
konsolidasi inhomogen pada lapangan atas paru kanan yang menunjukkan kesan pneumonia
dextra.
CURB 65 score 2 dipikirkan atas dasar :
Confussion : tidak ada
Urea : belum dilakukan pemeriksaan
Respiratory rate : 28 kali/menit
Blood pressure : 180/100 mmHg
Age : 65 tahun
Skor = 2 tanpa ureum (tinggi resiko kematian dan pertimbangan rawat di inap)

9
Plan Terapi :
- O2 NRM 10 liter/menit
- Ceftriaxone 2 gram/24 jam/intravena (H2)
- Konsul TS Pulmonologi
Plan Diagnosis :
- Pemeriksaan sputum : gram, jamur, kultur
Plan Monitoring :
- Tanda-tanda vital dan klinis pasien
Plan Edukasi :
- Menjelaskan mengenai penyakit, pemeriksaan yang akan dilakukan, dan
penatalaksanaan penyakit.

2. Efusi Pleura Dextra


Diagnosis ini dipikirkan atas dasar adanya keluhan dypsneu sejak 1 minggu sebelum masuk
rumah dan memberat sejak 2 hari terakhir dan adanya batuk yang produktif sejak 2 minggu
terakhir. Dari hasil pemeriksaan fisik ditemukan Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya
takipneu (respiration rate 28 kali/menit) dan perkusi paru ditemukan redup pada hemithorax
dextra setinggi costa VI, sedangkan pada pemeriksaan auskultasi ditemukan bunyi
pernapasan vesikuler menurun di hemithorax dextra dan rhonki halus pada mediobasal
thorax dextra. Pada pemeriksaan penunjang foto rontgen thorax AP ditemukan adanya
konsolidasi inhomogen pada lapangan atas paru kanan disertai gambaran air bronchogram,
serta ground glass appearance pada hemithorax dextra yang menutupi sinus, diafragma, dan
batas kanan jantung. Pada pemeriksaan USG abdomen juga didapatkan cairan bebas pada
cavum pleura dextra.
Plan Diagnosis :
- Pungsi pleura untuk diagnostik  analisis cairan pleura
Plan Terapi :
- O2 NRM 10 liter/menit
- Pungsi pleura untuk terapi
- Konsul TS Pulmonologi
Plan Monitoring :

10
- Perubahan klinis
- Foto rontgen post pungsi pleura (thorakosintesis)
Plan Edukasi :
- Menjelaskan mengenai penyakit, pemeriksaan yang akan dilakukan, dan
penatalaksanaan penyakit.

3. Pielonefritis Chronic Bilateral G5D


Diagnosis ini dipikirkan atas dasar adanya hasil pemeriksaan USG Abdomen yang
menunjukkan gambaran ginjal dengan ukuran yang mengecil dan densitas parenkim
mengabur, yang menunjukkan kesan PNC bilateral. Hal ini didukung dari anamnesis yang
menyatakan adanya oligouri pada pasien yang sudah berlangsung kurang lebih 1 tahun, dan
dari pemeriksaan penunjang yang menunjukkan adanya penurunan fungsi ginjal, berupa :
anemia (Hb 8.1) normokromik-normositer (MCV 90.5, MCH 29,6) yang dapat dipikirkan
akibat anemia renal, adanya peningkatan ureum (74) dan creatinine (3,33).
Plan Diagnosis : -
Plan Terapi :
- Diet protein 1,2 gram/kgbb/hari
- Diet rendah purin, kalium, fosfat
- Diet rendah natrium <2 gram/hari
- Asam amino esensial 250 cc/24 jam/drip intravena
- Hemodialisis Regular 2 kali/minggu (senin dan Sabtu)
- Pemasangan kateter urin
Plan Monitoring :
- Balance cairan
- Monitoring urine output
- Pantau kadar ureum, kreatinin, gds, dan elektrolit
Plan Edukasi :
- Menjelaskan mengenai penyakit, pemeriksaan yang akan dilakukan, dan
penatalaksanaan penyakit.

4. Hipertensi Grade II JNC 7

11
Dagnosis ini dipikirkan atas dasar adanya riwayat hipertensi lama dan tidak teratur
mengkonsumsi obat. Dari hasil pemeriksan tekanan darah saat masuk rumah sakit
didapatkan tekanan darah 180/100 mmHg.
Plan Diagnosis : -
Plan Terapi :
- Diet rendah natrium <2 gram/hari
- Micardis 80 mg/24 jam/oral
- Amlodipin 10 mg/24 jam/oral
- Furosemid 40 mg/12 jam//oral
Plan Monitoring :
- Tekanan darah
Plan Edukasi :
- Menjelaskan mengenai penyakit, pemeriksaan yang akan dilakukan, dan
penatalaksanaan penyakit.

5. Anemia normokromik normositer causa suspek penyakit kronik dd anemia renal


Diagnosis ini dipikirkan atas dasar ditemukan adanya konjungtiva yang anemis. Hasil
pemeriksaan laboratorium didapatkan anemia normokromik normositer (Hb 8,1 gr/dl, MCV
90,5 fl, MCH 29,6 pg diduga karena adanya penyakit kronik atau anemia akibat penyakit
ginjal. Namun untuk menegakkan diagnosis pasti dibutuhkan pemeriksaan lebih lanjut.
Plan Diagnosis : ADT, Fe, TIBC, Ferritine
Plan Terapi : Menunggu hasil pemeriksaan
Plan Monitoring :
- Kadar Hb
Plan Edukasi :
- Menjelaskan mengenai penyakit, pemeriksaan yang akan dilakukan, dan
penatalaksanaan penyakit.

6. Hipoalbuminemia (3.0)
Diagnosis ini dipikirkan dari hasil pemeriksaan fisis dimana terdapat pitting edema pada
extremitas inferior dextra et sinistra, dan dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan

12
albumin serum 3.0 mg/dl. Hipoalbuminemia dapat dihubungkan dengan penyakit ginjal yang
dialami pasien, nutrisi dari intake oral pasien yang tidak adekuat, dan juga adanya proses
inflamasi, dimana proses inflamasi menyebabkan peningkatkan permeabilitas kapiler dan
pengeluaran albumin serum ke ruang interstitial dan intrasel.
Plan Diagnosis : -
Plan Terapi : Vipalbumin 2 capsul/8jam/oral
Plan Monitoring :
- Kadar Albumin
Plan Edukasi :
- Menjelaskan mengenai penyakit, pemeriksaan yang akan dilakukan, dan
penatalaksanaan penyakit.

FOLLOW UP
Tanggal Perjalanan Penyakit Terapi
Jum’at S : Ada keluhan sesak napas, dirasakan terus- Terapi :
3 Mei 2019 menerus. Ada keluhan batuk berdahak. Saat - Diet protein 1,2
Jam 05.00 ini tidak ada demam, mual muntah disangkal. gram/kgbb/hari
Divisi GH Ada keluhan batuk berdahak. Ada keluhan - Diet rendah purin,
nyeri ulu hati. Mual dan muntah disangkal. kalium, fosfat
KU: Sakit Sedang/Gizi Kurang/ - Diet rendah natrium
Compos mentis < 2 gram/hari
TD : 180/100 mmHg - Asam amino esensial 250
N : 98 x/menit cc/24 jam/drip intravena
P : 28 x/menit - Ceftriaxone (kosong) 
S : 36.8°C Ceftazidime 1 gram/48
SpO2 : 98 % dengan O2 nasal 3 lpm jam/intravena atau
VAS : 3/10 setelah dialysis
(Hari ke 1)
Mata : konjungtiva anemis, sklera tidak - Lansoprazole 30 mg/24
ikterus jam/intravena

13
Leher : DVS R+2 cm H2O, pembesaran KGB - Micardis 80 mg/24
tidak ada jam/oral
Thoraks : Redup pada hemithorax dextra - Amlodipin 10 mg/24
setinggi costa V, bunyi pernapasan jam/oral
vesikuler menurun di hemithorax - Furosemid 40 mg/24
dextra. Rhonki halus pada jam/oral
mediobasal thorax dextra - Vipalbumin 2 capsul/8
Cor : BJ SI/II murni, regular jam/oral
Abdomen : Datar, hepar dan lien tidak teraba, - Hemodialisis Regular 2
nyeri tekan ringan regio kali/minggu (Selasa dan
epigastrium Sabtu)
Extremitas : Pitting edema pedis bilateral
Urin ouput : ??? Plan :
Assessment: - Cek Urinalisis ????
1. Pielonefritis Chronic G5D
2. Hipertensi Grade II JNC 7
3. CAP CURB 65 skor 2
4. Efusi Pleura Dextra
5. Anemia Normokromik normositer causa
suspek penyakit kronik dd anemia renal
6. Hipoalbuminemia (3.0)
Jum’at Assessment : Terapi :
3 Mei 2019 1. Efusi Pleura Dextra - N-ace 200 mg/8 jam/oral
Jam 14.00 2. CAP CURB 65 skor 2 - Thorakosintesis
Divisi Pulmo - Terapi lainnya mengikuti
TS GH
Jum’at Telah dilakukan tindakan thorakosintesis pada - Pemeriksaan cairan
3 Mei 2019 hemithorax kanan, dikeluarkan cairan pleura :
Jam 15.30 sebanyak 750 cc, warna serous kekuningan • Sitologi PA
• BTA, jamur, gram

14
Pulmonologi • Analisis cairan
(Divisi USG pleura
Thorax)
21.30

Sabtu S. Keluhan sesak berkurang, tidak ada Terapi :


4 Mei 2019 demam, nyeri ulu hati berkurang. Pasien - Diet protein 1,2
Jam 05.00 minta kateter urin dilepas kemarin malam. gram/kgbb/hari
Divisi GH KU: Sakit Sedang/Gizi Kurang/ - Diet rendah purin,
Compos mentis kalium, fosfat
TD : 180/90 mmHg - Diet rendah natrium
N : 88 x/menit < 2 gram/hari
P : 24 x/menit - Asam amino esensial 250
S : 36.8°C cc/24 jam/drip intravena
SpO2 : 98 % dengan O2 nasal 3 lpm - Ceftazidime 1 gram/48
VAS : 2/10 jam/intravena atau setelah
dialysis (Hari ke 2)
Mata : konjungtiva anemis, sklera tidak - Lansoprazole 30 mg/24
ikterus jam/intravena
Leher : DVS R+2 cm H2O, pembesaran KGB - Micardis 80 mg/24
tidak ada jam/oral
Thoraks : Redup pada hemithorax dextra - Amlodipin 10 mg/24
setinggi costa VI, bunyi pernapasan jam/oral
vesikuler menurun di hemithorax - Furosemid 40 mg/24
dextra. Rhonki halus pada jam/oral
mediobasal thorax dextra - Vipalbumin 2 capsul/8
Cor : BJ SI/II murni, regular jam/oral
Abdomen : Datar, hepar dan lien tidak teraba, - Hemodialisis Regular 2
nyeri tekan tidak ada kali/minggu (Selasa dan
Extremitas : Pitting edema pedis bilateral Sabtu)
Urin ouput : ???

15
Assessment :
7. Pielonefritis Chronic G5D
8. Hipertensi Grade II JNC 7
9. CAP CURB 65 skor 2
10. Efusi Pleura Dextra
11. Anemia Normokromik normositer causa
suspek penyakit kronik dd anemia renal
12. Hipoalbuminemia (3.0)
Sabtu Assessment : - N-ace 200 mg/8 jam/oral
4 Mei 2019 1. Efusi Pleura Dextra (post thorakosintesis) - Menunggu hasil
Jam 07.00 2. CAP CURB 65 skor 2 pemeriksaan cairan
Divisi Pulmo pleura
- Terapi lainnya mengikuti
TS GH
Sabtu S : Pasien masih agak sesak, agak lemas Hemodialisis Reguler :
4 Mei 2019 O : Kesadaran : compos mentis TD : 4 jam
TD : 190/100 mmHg QB : 200 ml/menit
Hemodialisis N : 98 x/menit QD : 500 ml/menit
P : 24 x/menit UF Goal : 1.500 ml
Assessment : Dialist bicarbonate : 3,0
Pielonefritis Kronis G5D Condactivity : 14,3
Temperature : 37 °C
Normal heparin
Senin S. Keluhan sesak berkurang, tidak ada Terapi :
6 Mei 2019 demam, nyeri ulu hati hilang timbul. Mual - Diet protein 1,2
Jam 06.00 dan muntah disangkal. Makan sedikit, hanya gram/kgbb/hari
Divisi GH 1-2 sendok. Buang air kecil jarang dan - Diet rendah purin,
sedikit. kalium, fosfat
KU: Sakit Sedang/Gizi Kurang/ - Diet rendah natrium
Compos mentis < 2 gram/hari
TD : 160/100 mmHg

16
N : 88 x/menit - Asam amino esensial 250
P : 24 x/menit cc/24 jam/drip intravena
S : 37°C - Ceftazidime 1 gram/48
SpO2 : 98 % dengan O2 nasal 3 lpm jam/intravena atau setelah
VAS : 2/10 dialysis (Hari ke 4)
- Lansoprazole 30 mg/24
Mata : konjungtiva anemis, sklera tidak jam/intravena
ikterus - Micardis 80 mg/24
Leher : DVS R+2 cm H2O, pembesaran KGB jam/oral
tidak ada - Amlodipin 10 mg/24
Thoraks : Redup pada hemithorax dextra jam/oral
setinggi costa VI, bunyi pernapasan - Furosemid 40 mg/24
vesikuler menurun di hemithorax jam/oral
dextra. Rhonki halus pada - Vipalbumin 2 capsul/8
mediobasal thorax dextra jam/oral
Cor : BJ SI/II murni, regular - Hemodialisis Regular 2
Abdomen : Datar, hepar dan lien tidak teraba, kali/minggu (Selasa dan
nyeri tekan tidak ada Sabtu)
Extremitas : Pitting edema pedis bilateral - Konsul Gizi Klinik
Urin ouput : ???
Assessment :
1. Pielonefritis Chronic G5D
2. Hipertensi Grade II JNC 7
3. CAP CURB 65 skor 2
4. Efusi Pleura Dextra
5. Anemia Normokromik normositer causa
suspek penyakit kronik dd anemia renal
6. Hipoalbuminemia (3.0)
Senin Assessment : 1. N-ace 200 mg/8 jam/oral
6 Mei 2019 1. Efusi Pleura Dextra (post thorakosintesis) 2. Menunggu hasil
Jam 06.30 2. CAP CURB 65 skor 2 pemeriksaan cairan pleura

17
Divisi Pulmo 3. Terapi lainnya mengikuti TS
GH
Selasa S. Keluhan sesak nafas berkurang, tidak ada Terapi :
7 Mei 2019 demam - Diet protein 1,2
Jam 05.30 KU: Sakit Sedang/Gizi Kurang/ gram/kgbb/hari
Divisi GH Compos mentis - Diet rendah purin,
TD : 150/90 mmHg kalium, fosfat
N : 88 x/menit - Diet rendah natrium
P : 24 x/menit < 2 gram/hari
S : 36,7°C - Asam amino esensial 250
SpO2 : 99 % dengan O2 nasal 3 lpm cc/24 jam/drip intravena
- Ceftazidime 1 gram/48
Mata : konjungtiva anemis, sklera tidak jam/intravena atau setelah
ikterus dialysis (Hari ke 5)
Leher : DVS R+2 cm H2O, pembesaran KGB - Lansoprazole 30 mg/24
tidak ada jam/intravena
Thoraks : Redup pada hemithorax dextra - Micardis 80 mg/24
setinggi costa VI, bunyi pernapasan jam/oral
vesikuler menurun di hemithorax - Amlodipin 10 mg/24
dextra. Rhonki halus pada jam/oral
mediobasal thorax dextra - Furosemid 40 mg/24
Cor : BJ SI/II murni, regular jam/oral
Abdomen : Datar, hepar dan lien tidak teraba, - Vipalbumin 2 capsul/8
nyeri tekan tidak ada jam/oral
Extremitas : Pitting edema pedis bilateral - Hemodialisis Regular 2
Urin ouput : ??? kali/minggu (Selasa dan
Assessment : Sabtu)
1. Pielonefritis Chronic G5D - Menunggu hasil konsul
2. Hipertensi Grade II JNC 7 Gizi Klinik
3. CAP CURB 65 skor 2
4. Efusi Pleura Dextra

18
5. Anemia Normokromik normositer causa Plan :
suspek penyakit kronik dd anemia renal - Kontrol darah rutin,
6. Hipoalbuminemia (3.0) Ureum, Creatinin

Selasa Assessment : 1. N-ace 200 mg/8 jam/oral


7 Mei 2019 1. Efusi Pleura Dextra (post thorakosintesis) 2. Menunggu hasil
Jam 06.45 2. CAP CURB 65 skor 2 pemeriksaan cairan
Divisi Pulmo pleura
3. Terapi lainnya mengikuti
TS GH
Selasa S : Pasien masih agak sesak, agak lemas Hemodialisis Reguler :
7 Mei 2019 O : Kesadaran : compos mentis TD : 4 jam
TD : 169/99 mmHg QB : 200 ml/menit
Hemodialisis N : 88 x/menit QD : 500 ml/menit
P : 24 x/menit UF Goal : 1.500 ml
Assessment : Dialist bicarbonate : 3,0
Pielonefritis Kronis G5D Condactivity : 14,3
Temperature : 37 °C
Normal heparin
Rabu S. Keluhan sesak nafas mulai memberat, agak Terapi :
8 Mei 2019 demam tadi malam. Mual-muntah tidak - Diet protein 1,2
Jam 06.00 ada. Ada keluhan batuk, berdahak, warna gram/kgbb/hari
Divisi GH putih - Diet rendah purin,
O : KU: Sakit Sedang/Gizi Kurang/ kalium, fosfat
Compos mentis - Diet rendah natrium
TD : 180/90 mmHg < 2 gram/hari
N : 98 x/menit - Asam amino esensial 250
P : 28 x/menit cc/24 jam/drip intravena
S : 37,5°C - Ceftazidime 1 gram/48
SpO2 : 96 % dengan O2 nasal 3 lpm jam/intravena atau setelah
dialysis (Hari ke 6)

19
Mata : konjungtiva anemis, sklera tidak - Lansoprazole 30 mg/24
ikterus jam/intravena
Leher : DVS R+2 cm H2O, pembesaran KGB - Micardis 80 mg/24
tidak ada jam/oral
Thoraks : Redup pada hemithorax dextra - Amlodipin 10 mg/24
setinggi costa VI, bunyi pernapasan jam/oral
vesikuler menurun di hemithorax - Furosemid 40 mg/24
dextra. Rhonki halus pada jam/oral
mediobasal thorax dextra - Vipalbumin 2 capsul/8
Cor : BJ SI/II murni, regular jam/oral
Abdomen : Datar, hepar dan lien tidak teraba, - Hemodialisis Regular 2
nyeri tekan tidak ada kali/minggu (Selasa dan
Extremitas : Pitting edema pedis bilateral Sabtu)
Urin ouput : ???
Assessment : Plan :
1. Pielonefritis Chronic G5D - Kontrol darah rutin,
2. Hipertensi Grade II JNC 7 Ureum, Creatinin,
3. CAP CURB 65 skor 2 Elektrolit, Prokalsitonin,
4. Efusi Pleura Dextra Urinalisis
5. Anemia Normokromik normositer causa - Cek GDS
suspek penyakit kronik dd anemia renal - CT scan thorax
6. Hipoalbuminemia (3.0)

Rabu Assessment : 1. N-ace 200 mg/8 jam/oral


8 Mei 2019 1. Efusi Pleura Dextra (post thorakosintesis) 2. Menunggu hasil
Jam 07.00 2. CAP CURB 65 skor 2 pemeriksaan cairan
Divisi Pulmo pleura
3. Terapi lainnya mengikuti
TS GH
Rabu Assessment :
8 Mei 2019 -

20
Jam 07.15
Gizi Klinik
Kamis
9 Mei 2019
Jam
Divisi GH
Kamis
9 Mei 2019
Jam
Divisi Pulmo
Kamis
9 Mei 2019
Jam
Gizi Klinik
Jum’at
10 Mei 2019
Jam
Divisi GH
Jum’at
10 Mei 2019
Jam
Divisi Pulmo
Jum’at
10 Mei 2019
Jam
Gizi Klinik
Sabtu
11 Mei 2019
Jam
Divisi GH
Sabtu

21
11 Mei 2019
Jam
Divisi Pulmo
Sabtu
11 Mei 2019
Jam
Divisi Gizi klinik
Sabtu
11 Mei 2019
Hemodialisis
Senin
13 Mei 2019
Jam
Interna
Senin
13 Mei 2019
Jam
Divisi GH
Senin
13 Mei 2019
Jam
Divisi Pulmo
Senin
13 Mei 2019
Jam
Gizi Klinik
Selasa S : Pasien mengalami penurunan kesadaran, Terapi :
14 Mei 2019 ada demam, terlihat sesak napas - O2 NRM 10 liter/menit
Jam O : KU: Sakit Berat/Gizi Kurang/ - Diet protein 1,2
Interna E2M4V2 gram/kgbb/hari
TD : 140/80 mmHg

22
N : 98 x/menit - Diet rendah purin,
P : 28 x/menit kalium, fosfat
S : 37,5°C - Diet rendah natrium
SpO2 : 98 % dengan O2 NRM 10 lpm < 2 gram/hari
Mata : konjungtiva anemis, sklera tidak - NaCl 0.9 % 500 cc/24
ikterus, Refleks pupil menurun, isokor jam/drip intravena
3mm/3mm - Asam amino esensial 250
Thoraks : Vesikuler menurun di hemithorax cc/24 jam/drip intravena
dextra. Rhonki halus pada - Ceftazidime 1 gram/48
mediobasal thorax dextra jam/intravena atau
Cor : BJ SI/II murni, regular setelah dialysis (Hari ke
Abdomen : Datar, hepar dan lien tidak teraba, )  distop
nyeri tekan tidak ada - Levofloxacin 500 mg H1
Extremitas : Pitting edema pedis bilateral lanjut 125 mg/24
Urin ouput : ??? jam/intravena (H1)
Assessment : - Meropenem 1 gram/12
1. Sepsis SOFA skor jam/intravena (H1)
2. CAP CURB 65 skor 2 - Lansoprazole 30 mg/24
3. Efusi Pleura Dextra jam/intravena
4. Pielonefritis Chronic G5D - Furosemid 40 mg/24
5. Hipertensi Grade II JNC 7 jam/intravena  distop
6. Anemia Normokromik normositer causa - Amlodipin 10 mg/24
suspek penyakit kronik dd anemia renal jam/NGT
7. Hipoalbuminemia (3.0) - Vipalbumin 2 capsul/8
jam/NGT
- Clonidin 0,075 mg/24
jam/NGT
- Hemodialisis Regular 2
kali/minggu (Selasa dan
Sabtu)

23
Plan :
- Monitoring vital sign
- Periksa kultur darah
- AGD dan laktat darah
- Urinalisis
- Pemeriksaan sputum :
gram, jamur, kultur (bila
memungkinkan)
- Balance cairan seimbang
/ 12 jam (pasang kateter
urin)
- MSCT scan thorax non
kontras
- MSCT scan kepala tanpa
kontras
- Evaluasi resiko infeksi
pada DLC
- Miring kanan dan kiri / 2
jam

Selasa
14 Mei 2019
Jam
Divisi GH
Selasa
14 Mei 2019
Jam
Divisi Pulmo
Selasa
14 Mei 2019
Jam

24
Gizi Klinik
Rabu S : Pasien mengalami penurunan kesadaran, Terapi :
15 Mei 2019 ada demam, terlihat sesak napas - O2 NRM 10 liter/menit
Jam O : KU: Sakit Berat/Gizi Kurang/ - Diet protein 1,2
Interna E2M4V2 gram/kgbb/hari
TD : 140/80 mmHg - Diet rendah purin,
N : 98 x/menit kalium, fosfat
P : 28 x/menit - Diet rendah natrium
S : 37,5°C < 2 gram/hari
SpO2 : 98 % dengan O2 NRM 10 lpm - NaCl 0.9 % 500 cc/24
Mata : konjungtiva anemis, sklera tidak jam/drip intravena
ikterus, Refleks pupil menurun, isokor - Asam amino esensial 250
3mm/3mm cc/24 jam/drip intravena
Thoraks : Vesikuler menurun di hemithorax - Ceftazidime 1 gram/48
dextra. Rhonki halus pada jam/intravena atau
mediobasal thorax dextra setelah dialysis (Hari ke
Cor : BJ SI/II murni, regular )  distop
Abdomen : Datar, hepar dan lien tidak teraba, - Levofloxacin 500 mg H1
nyeri tekan tidak ada lanjut 125 mg/24
Extremitas : Pitting edema pedis bilateral jam/intravena (H1)
Urin ouput : ??? - Meropenem 1 gram/12
Assessment : jam/intravena (H1)
1. Sepsis SOFA skor - Lansoprazole 30 mg/24
2. CAP CURB 65 skor 2 jam/intravena
3. Efusi Pleura Dextra - Furosemid 40 mg/24
4. Pielonefritis Chronic G5D jam/intravena  distop
5. Hipertensi Grade II JNC 7 - Amlodipin 10 mg/24
6. Anemia Normokromik normositer causa jam/NGT
suspek penyakit kronik dd anemia renal - Vipalbumin 2 capsul/8
7. Hipoalbuminemia (3.0) jam/NGT

25
- Clonidin 0,075 mg/24
jam/NGT
Hemodialisis Regular 2
kali/minggu (Selasa dan Sabtu)
Plan :
- Monitoring vital sign
- AGD dan laktat darah
- Urinalisis
- Pemeriksaan sputum :
gram, jamur, kultur (bila
memungkinkan)
- Balance cairan seimbang
/ 12 jam (pasang kateter
urin)
- MSCT scan thorax non
kontras
- MSCT scan kepala tanpa
kontras
- Miring kanan dan kiri / 2
jam
- Konsul divisi infeksi
tropis

Rabu
15 Mei 2019
Jam
Divisi GH
Rabu
15 Mei 2019
Jam
Divisi Pulmo

26
Rabu
15 Mei 2019
Jam
Gizi Klinik
Rabu
15 Mei 2019
Jam
Interna
Rabu
15 Mei 2019
Jam
Interna
Rabu
15 Mei 2019
Jam
Interna
Rabu
15 Mei 2019
Jam
Interna

KERANGKA KONSEP

DISKUSI

27
Pasien laki-laki 48 tahun, masuk dengan penurunan kesadaran yang dialami sejak 3
hari sebelum masuk rumah sakit, memberat sejak 6 jam terakhir. Pada pasien ini kami curigai
penyebab penurunan kesadaran karena ensefalopati septik akibat urosepsis yang
berkembang dari keadaan suspek karsinoma buli-buli dan nephrolithiasis yang telah dialami
pasien dalam 1 tahun terakhir. Dari hasil pemeriksaan laboratorium diperoleh leukositosis
dengan kadar leukosit 24.100/ul dengan neutrophil 90,1% saat awal masuk dan dikontrol 2
hari kemudian leukosit meningkat menjadi 51.200/ul dengan neutrophil 97.4%, laktat
5,2mmol/l, dan prokalsitonin >200 ng/ml. Pada hasil urinalisa diperoleh urin berwarna
merah, protein+3(300mg/dl), bilirubin +1 (10mg/dl), urobilinogen +/1, keton +2
(30mg/dl),nitrit positif, blood +3 (200RBC/ul), leukosit +3(500WBC/ul).
Penurunan kesadaran pada pasien ini kami curigai karena ensefalopati uremikum
dengan diferensial diagnosis ensefalopati septik. Ensefalopati adalah suatu keadaan
disfungsi serebral global, sering tanpa disertai penyakit struktural serebral primer. Semua
bentuk ensefalopati akut toksik-metabolik mempengaruhi fungsi the ascending
reticularactivating system (ARAS) dan diproyeksikan ke korteks serebral, yang
menyebabkan gangguan fungsi kesadaran.4
Penurunan kesadaran akibat ensefalopati uremikum pada pasien ini berdasarkan
adanya gangguan fungsi ginjal dalam 1 tahun terakhir. Hal ini berdasarkan adanya
penurunan kesadaran tanpa adanya tanda-tanda proses intrakranial dengan temuan hasil
laboratorium ureum 281 mg/dL dan kreatinin 16.72 mg/dL dengan eGFR 2.9
ml/min/1.73m2. Kondisi akut pada penyakit ginjal kronik pasien kami curigai akibat suatu
kondisi sepsis yang dialami pasien. Pada pasien gagal ginjal, ensefalopati merupakan suatu
keadaan yang melibatkan banyak faktor yang disebabkan oleh uremia. Beberapa faktor
tersebut yaitu gangguan hormonal, stress oksidatif, akumulasi zat-zat metabolik,
ketidakseimbangan neurotransmitter eksitatorik dan inhibitorik, dan gangguan metabolisme
intermedier.4 Stres oksidatif pada pasien gagal ginjal kronik dapat dibuktikan dari
peningkatan produk lipid peroksidase, sebagai hasil sel dan membran organ yang rusak.
Nitrit oxide (NO) yang berasal dari endothelium derived relaxing factor, yang juga dikenal
sebagai signal molekul kritikal intra dan interseluler berperan penting pada proses patologis
yang menyebabkan sitotoksisitas. Selain itu keadaan gagal ginjal juga dapat menyebabkan
akumulasi toksik uremic, di antaranya guanidine compounds (GCs) yang dilaporkan
meningkat pada serum, cairan serebrospinal, dan di otak pada pasien uremia.1 Akumulasi
28
urea, guanidino compounds, asam urat, sam hipurik, varian asam amino, polypeptides,
polyamines, phenols dan konjugasi phenol, phenolic dan indolic acid, acetone, glucornic
acid, carnitine, myoinositol, sulfat dan fosfat juga dilaporkan meningkat pada keadaan toksin
uremia.4
Penyebab penurunan kesadaran pada pasien ini juga dapat disebabkan karena
keadaan sepsis-associated encephalopathy. Sepsis-associated encephalopathy adalah
komplikasi neurologis dari sepsis, dimana terjadi disfungsi otak akibat infeksi pada tubuh
tanpa infeksi yang jelas pada sistem saraf pusat. Patofisiologi sepsis-associated
encephalopathy sampai saat ini belum dapat dipastikan, tetapi terdapat beberapa mekanisme
yang dapat dijelaskan. Sepsis-associated encephalopathy digambarkan terjadi akibat
keterlibatan kerusakan seluler langsung terhadap otak, mitokondria, dan disfungsi endotel,
gangguan neurotransmitter, dan gangguan homeostasis kalsium pada jaringan otak.5 Pada
pasien ini yang kami pertimbangkan menjadi fokus infeksi yaitu adanya kondisi urosepsis.
Pasien sejak perawatan hari pertama kami diagnose dengan urosepsis karena telah
memenuhi kriteria quick SOFA (Sequential [Sepsis-related] Organ Failure Assessment).
Skor qSOFA digunakan untuk menilai disfungsi organ dan mengidentifikasi pasien dengan
resiko kematian yang tinggi akibat sepsis.6 Pada pasien ini telah memenuhi 2 kriteria qSOFA
score yaitu: penurunan kesadaran, dan frekuensi pernapasan≥22kali/menit. Penyebab sepsis
pada pasien ini kami pertimbangkan akibat urosepsis. Urosepsis didefiniskan sebagai sepsis
yang disebabkan infeksi dari saluran urogenital dan suatu bentuk respon sistemik terhadap
infeksi. Spektrum bakteri pada urosepsis dapat berasal primer dari community acquired atau
sekunder pasca intervensi urologis atau penggunaan kateter urin yang lama.2. Urosepsis
dapat ditegakkan jika mikroorganisme patogen telah mencapai aliran darah. Resiko
terjadinya bakterimia meningkat pada infeksi saluran urogenital atas, seperti pielonefritis,
akut prostatitis bakteri, dan diperberat oleh obstruksi saluran kemih.7
Studi The German septicemia pada tahun 2002 melaporkan spectrum bakteri yang
berhasil diisolasi melalui kultur darah terbagi atas asalnya. Jika septicemia berasal dari
saluran urogenital, spectrum bakteri dapat terdiri dari 61% Escherichia coli, 16% jenis
enterobacteria, 8% Staphylococcus aureus dan 6% enterococcus. Jika pertahanan host
terganggu, organisme yang kurang virulen, seperti enterococci, staphylococci koagulase
negatif, atau Pseudomonas aeroginosa sering ditemukan dan dapat menyebabkan urosepsis.2

29
Bakteri dengan mudah masuk ke dalam peredaran darah karena pasien mengalami
penurunan system kekebalan tubuh, yaitu pada keadaan:diabetes mellitus, usia tua, pasien
penderita penyakit keganasan, dan pasien yang menderita gangguan imunitas tubuh yang
lain.7 Di dalam peredaran darah, bakteri gram negatif menghasilkan endotoksin yaitu
komponen lipopolisakarida (LPS) yang terdapat pada lapisan sebelah luar bakteri. LPS ini
terdiri atas komponen Lipid A yang menyebabkan8:
a. Aktivasi sel-sel makrofag atau monosit sehingga menghasilkan beberapa sitokin,
antara lain: tumor necrosis alfa (TNF α) dan interleukin 1 (IL 1). Sitokin inilah yang
memacu reaksi berantai yang akhirnya dapat menimbulkan sepsis.
b. Rangsangan terhadap system komplemen C3a dan C5a menyebabkan terjadinya
agregasi trombosit dan produksi radikal bebas, serta mengaktifkan factor-faktor
koagulasi.
c. Perubahan dalam metabolism karbohidrat, lemak, protein, dan oksigen.karena
terdapatnya resistensi sel terhadap insulin maka glukosa dalam darah tidak dapat
masuk ke dalam jaringan sehingga untuk memenuhi kebutuhan sel akan glukosa,
terjadi proses glukoneogenesis yang bahannya berasal dari asam lemak dan asam
amino yang dihasilkan dari katabolisme lemak berupa lipolisis dan katabolisme
protein.
Gambaran klinis pasien sepsis pada status hiperdinamik dapat menunjukkan
gambaran kulit teraba hangat, bounding pulse , dan sirkulasi hiperdinamik. Pada proses
sepsis tahap lanjut pasien dapat menunjukkan tanda vasokonstriksi dan sianosis perifer.2
Gejala klinis pada pasien urosepsis tergantung pada kelainan organ urogenitalia yang
menjadi sumber infeksi. Gambaran klinis yang didapatkan antara lain: demam, mengigil,
hipotensi, takikardi, dan takipneu yang sebelumnya didahului oleh gejala kelainan pada
saluran kemih, antara lain: sistitis, pielonefritis, epididymitis, prostatitis akut, nyeri
pinggang, keluhan miksi, pasca kateterisasi uretra atau pasca pembedahan pada saluran
kemih. Untuk menegakkan diagnosis suatu urosepsis harus dibuktikan bahwa bakteri yang
beredar di dalam darah dan saluran kemih melalui kultur darah dan kultur urin.8
Secara internasional, kriteria diagnosis sepsis pada table 1. di bawah ini, harus
dievaluasi dengan segera. Jika kriteria SIRS positif, pemberian resusitasi cairan awal dan
oksigen harus diberikan segara selama 6 jam pertama setelah diagnosis ditegakkan. 2

30
Tabel 1. Kriteria Diagnostik Untuk Sepsis dan Severe Sepsis2
Infeksi, yang didokumentasikan atau dicurigai, dan beberapa diikuti oleh gejala:
1.Variabel umum:
• Demam (>38.3 C)

• Hipotermi (suhu< 36 C)
• Heart rate >90kali/menit atau >2 SD di atas nilai normal berdasarkan usia
• Takipneu
• Perubahan status mental
• Edema signifikan atau positif balance cairan (>20ml/kgBB/24jam)
• Hiperglikemia (GDS plasma >140mg/dl atau 7.7mmol/L) tanpa ada riwayat
diabetes mellitus
2. Variabel Inflamasi :
• Leukositosis (WBC count > 12.000/ L)

• Leukopenia (WBC count <4.000/ L)


• Normal WBC count dengan >10% bentuk immature
• Plasma C-reactive protein > 2 SD di atas nilai normal
• Plasma procalcitonin >2 SD di atas nilai normal
3. Variabel Hemodinamik :
Hipotensi arterial (SBP <90mmHg, MAP<70mmHg, atau SBP menurun
>40mmHg pada usia dewasa taua < 2SD di bawah nilai normal berdasarkan usia)
4. Variabel disfungsi organ:
• Hipoksemia arterial (PaO2/FiO2 <300)
• Oliguria akut (urin output <0.5ml/kgBB/jam selama minimal 2 jam
walaupun telah mendapat resusitasi cairan yang adekuat)
• Peningkatan kreatinin>0.5 mg/dl atau 44.2 mol/L
• Koagulasi abnormal (INR>1.5 atau aPTT>60s)
• Ileus (peristaltic usus menghilang)
• Trombositopenia (Platelet count<100.000/ L)
• Hiperbilirubinemia (plasma total bilirubin >4mg/dl atau 70 mol/L)

31
5.Variabel perfusi jaringan:
• Hiperlaktatemia (>1mmol/L)
• Penurunan pengisian kapiler atau mottling
Definisi Severe Sepsis = sepsis yang diinduksi hipoperfusi jaringan atau disfungsi
organ (yang diikuti oleh dugaan akibat adanya infeksi)
• Sepsis-induced hypotension
• Laktat di atas nilai normal
• Urin otput <0.5ml/kgBB/jam lebih dari 2 jam walaupun telah mendapat
resusitasi cairan yang adekuat.
• Acute lung injury dengan PaO2 atau FiO2<250 tanpa disertai adanya
pneumonia sebagai sumber infeksi
• Acute lung injury dengan PaO2 atau FiO2<200 disertai adanya pneumonia
sebagai sumber infeksi
• Kreatinin >2.0 mg/dl (176.8 mol/L)

• Platelet count <100.000 L


• Koagulopati (INR>1.5)

Target awal terapi secara sederhana berasal dari komponen yang direkomendasikan
sebagai standar perawatan pasien sepsis untuk optimalisasi hemodinamik dan suplai
oksigen.9 Tatalaksana sepsis menurut The Surviving Sepsis Campaign Bundle: 2018 Update,
dapat dijabarkan pada table di bawah ini.9

Tabel 2. Hour-1 Surviving Sepsis Campaign Bundle of Care7


• Pemeriksaan kadar laktat. Pemeriksaan ulang jika hasil laktat awal>2mmol/L.
• Melakukan pemeriksaan kultur darah sebelum pemberian antibiotik.
• Memberikan antibiotik spectrum luas.
• Memulai pemberian kristaloid 30ml/kg untuk pasien hipotensi atau laktat
≥4mmol/L.
• Pemberian vasopressor jika pasien mengalami hipotensi selama atau setelah
pemberian resusitasi cairan untuk mempertahankan MAP ≥ 65 mmHg.

32
“Time zero” atau “time to presentation” didefinisikan sebagai waktu triase di Unit Gawat Darurat atau jika
masuk melalui unit perawatan lain, sejak pencatatan pada rekam medis konsisten dengan elemen dari sepsis
(sebelum sepsis berat) atau sebelum dipastikan syok sepsis selama pengkajian medis.

Pasien ini merupakan pasien dengan chronic kidney disease tahap end-stage renal
disease (ESRD), dan pernah mendapat terapi hemodialisa selama 3 bulan, namun tidak
dilanjutkan oleh pasien karena telah merasa membaik. Chronic kidney disease sendiri
merupakan suatu kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3 bulan yang berupa
kelainan structural atau fungsional dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus
dengan manifestasi berupa:1) kelainan patologis, 2) terdapat tanda kelainan ginjal termasuk
kelainan dalam komposisi darah atau urine atau kelainan dalm tes pencitraan, atau laju
filtrasi glomerulus < 60ml/menit/1.73m2, selama 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan
ginjal.10
Penyebab end-stage renal disease pada pasien ini dapat disebabkan oleh nefropati
obstruksi akibat nephrolithiasis yang dialami pasien sejak 1 tahun terakhir. Terdapat riwayat
pemasangan DJ stent pada bulan November 2017 dan Mei 2018, serta operasi extended
pyelolithotomy bulan Oktober 2018. Dari hasil pemeriksaan USG abdomen juga diperoleh
gambaran pielonefritis kronik bilateral dan hidronefrosis bilateral disertai nephrolith sinistra.
Nefrolithiasis dapat terbentuk pada tubuli ginjal kemudian berada di kaliks, infundibulum,
pelvis ginjal, dan bisa mengisi pelvis serta kaliks ginjal.9 Batu yang terletak pada ureter
maupun sistem pelvikalises mampu menimbulkan obstruksi saluran kemih dan
menimbulkan hidroureter dan hidronefrosis, batu di pielum dapat menimbulkan
hidronefrosis, dan batu di kaliks mayor dapat menimbulkan kaliektasis pada kaliks yang
bersangkutan.9 Studi di Perancis melaporkan perkiraan insidensi End-State Renal Disease
(ESRD) akibat nephrolithiasis sekitar 3.1 kasus per 1 juta populasi per tahun. Penyebab
tersering penurunan fungsi ginjal diakibatkan pembentukan batu staghorn di kaliks, ukuran

33
batu yang besar, infeksi dan obstruksi uretra.11 Mekanisme perkembangan gangguan fungsi
ginjal kemungkinan berasal dari obstruksi uretral yang menyebabkan kerusakan parenkim.
Obstruksi ureteral dapat menyebabkan vasokontriksi renal lebih lanjut, menurunkan aliran
darah renal, dan GFR.11 Selain itu juga dapat terjadi proses injury, termasuk peningkatan
volume interstitial, deposisi matriks, infiltrasi monosit, diferensiasi fibroblast, yang
menyebabkan up-regulasi transforming growth factor (TGF-β), tumor necrosis factor (TNF-
α), dan inflamasi tubulointerstitial serta fibrosis.11
Pada pasien ini ditemukan salah satu tanda gagal ginjal kronis berupa anemia
normositik normokrom Hb 9.3 gr/dL, MCV 80 fL, MCH 28 pg, MCHC 35 gr/dL. Anemia
pada chronic kidney disease merupakan proses multifaktorial yang disebabkan diantaranya
oleh relatif defisiensi erythropoietin, uremic-induced inhibitors erythropoiesis, pemendekan
lama hidup eritrosit dan gangguan homeostasis dari besi. Tatalaksana dari anemia adalah
dengan mengenali dan mengatasi penyakit penyebabnya. Jika telah ditegakan anemia causa
penyakit ginjal kronik (defisiensi eritropoietin) maka dapat diberikan eportin dosis awal 50
– 150 U/kilogram berat badan diberikan 3 kali seminggu selama minimal 4 minggu, jika
tidak ada respon dosis dinaikkan 300 U/ kilogram berat badan 3 kali seminggu 4 – 8 minggu
setelah dosis awal, dengan target hemoglobin 11 – 12 gram/dl.12 Keadaan anemia pada
pasien juga kami pertimbangkan akibat perdarahan akut yang berasal dari gross hematuri
dan melena sejak 1 minggu terakhir sebelum masuk rumah sakit. Penyebab hematuri
kemungkinan berasal dari karsinoma buli-buli dan nephrolithiasis sinistra yang juga
didukung oleh hasil ultrasonografi whole abdomen pasien.
Karsinoma buli-buli merupakan 2 % dari seluruh keganasan urogenitalia, keganasan
kedua terbanyak setelah karsinoma prostat. Tumor ini dua kali lebih sering menyerang pria
daripada wanita. Beberapa faktor resiko terjadinya karsinoma buli-buli, yaitu: pekerjaan
yang rentan terpapar bahan karsinogen berupa senyawa amin aromatic (2naftiflamin,
bensidin, dan 4-aminobifamil), perokok, infeksi saluran kemih, dan kebiasaan
mengkonsumsi kopi, pemanis buatan, dan obat-obatan.13 Tanda klasik dari karsinoma
bulibuli adalah makroskopik hematuri tanpa rasa nyeri.14 Keluhan disuri, frekuensi, dan
urgensi menujukkan telah terjadi invasi tumor pada otot detrusor vesika urinaria. Pada kasus
ini keluhan hematuri telah dialami sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit, bersifat
progresif dan disertai disuri, kolik abdomen, dan penurunan berat badan.14 Untuk evaluasi
dari hematuri yang dicurigai akibat karsinoma buli perlu dilakukan pemeriksaan sitology
34
urin dan sistokopi.13 Pemeriksaan lain yang dianjurkan adalah foto thoraks, pielografi
intravena, dan CT scan abdomen.13 Foto thoraks untuk mendeteksi adanya metastasis ke
paru-paru. Pielografi intravena digunakan untuk menentukan adanya obstruksi pada ureter,
pelebaran local, dan tumor pada system pelviko-kalises atau ureter. Bila tampak adanya
filling defect yang radiolusen di vesica urinaria pada pemeriksaan pielografi intravena dan
tomografi abdomen, maka dapat dicurigai adanya karsinoma buli. CT Scan Abdomen dapat
mendeteksi adanya pembesaran kelenjar limfe di pelvis dan abdomen.14
Melena pada pasien ini kami pikirkan akibat gastropati obat dengan diffensial
diagnosis stress-related mucosal damaged (SRMD). Perdarahan gastrointestinal sering
dilaporkan sebagai komplikasi lanjut pada pasien gagal ginjal kronik dan menjadi penyebab
mortalitas pada 3-7% pasien. Beberapa faktor penyebab perdarahan gastrointestinal pada
pasien ESRD yaitu disfungsi platelet akibat uremia, peningkatan faktor resiko malformasi
vascular, varian komorbid seperti penyakit kardiovaskular, diabetes mellitus, sirosis hepar,
dan usia tua.15 Pada kasus pasien ini, terdapat riwayat konsumsi analgetik dan obat herbal
selama pasien didiagnosis nephrolithiasis. Perdarahan gastrointestinal bagian atas akibat
obat-obatan disebabkan efek topikal langsung dan tidak langsung serta terjadinya penekanan
sintesa prostaglandin oleh obat-obatan. Patomekanisme kerusakan mukosa lambungakibat
NSAID dapat digambrkan sebagai berikut.16

35
Gambar1. Patomekanisme Gastropati NSAID16

Obat-obatan, khususnya golongan non steroid anti-inflammatory drugs (NSAID)


dapat menyebabkan inhibisi cyclooxygenase (COX). Inhibisi cyclooxygenase-1 (COX-1)
menyebabakan defisiensi prostaglandin dan peningkatan hipermotilitas lambung.
Peningkatan hipermotilitas lambung lalu diikuti dengan kerusakan mikrovaskular dan
aktivasi neutrophil, yang hasil akhirnya menyebabkan kerusakan mukosa lambung.
Hipermotilitas lambung yang disusul dengan kerusakan mikrovascular berhubungan dengan
defisiensi prostaglandin (PG) yang disebabkan oleh inhibisi COX-1. Inhibisi COX1
menyebabkan upregulasi dari COX-2 dan PG yang diproduksi oleh COX-2 dapat menekan
interaksi neutrophil-endotelial yang disebabkan oleh kerusakan mikrovaskular akibat
inhibisi COX-1.16
Stress-related mucosa damaged (SRMD) merupakan suatu keadaan abnormalitas
mukosa gastrointestinal bagian atas yang sering terjadi pada pasien dengan penyakit kritis,
dapat berupa: ulserasi akibat stress, gastritis erosif akibat stress, perdarahan akibat gastritis
erosif, dan ulkus peptik akut. Faktor resiko terjadinya ulserasi akibat stress dan perdarahan
36
gastrointestinal pada pasien dengan penyakit kritis yaitu: trauma mayor, multiple trauma,
trauma kapitis, luka bakar berat, kegagalan multi organ, sepsis, hipotensi/syok, koagulopati,
gagal ginjal, dan penggunaan ventilasi mekanik.17 Beberapa etiologi yang berperan dalam
patogenesis SRMD yaitu, sekresi asam lambung, iskemi mukosa (sebagai akibat hipoperfusi
splanchnic), dan reflux isi usus bagian atas ke lambung. Hipoperfusi gaster menyebakan
ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan sehingga dapat menginduksi
kerusakan mukosa. Selain itu, reperfusi setelah hipoperfusi berkepanjangan juga dapat
menyebabkan iskemi mesenteric nonoklusif dan kerusakan mukosa. Sebagai akibat dari
iskemi, terjadi penurunan kemampuan untuk menetralkan ion hydrogen, yang berkontribusi
terhadap kematian sel dan ulserasi. Proses proteksi seperti produksi mucus juga terganggu,
sehingga ikut mendukung terjadinya SRMD. Patogenesis SRMD tersebut dapat dijabarkan
sebagai berikut17:

Gambar 2. Patofisiologi Ulkus Akibat Stress17

Saat menjalani hemodialisa selama 1 jam 40 menit, pasien tiba-tiba mengalami


hipotensi dengan TD 60/palpasi . Hipotensi dialisa dapat terjadi pada salah satu dari 3 bentuk
klinis, yaitu18:

37
1. Episode akut, hipotensi didefinisikan sebagai penurunan tiba-tiba tekanan darah
sistolik di bawah 90 mmHg atau minimal 20 mmHg dengan diikuti gejala klinis.
2. Rekuren, seperti penjelasan pada episode akut, tetapi berlaku saat dialisis telah
dilakukan selama 50% sesi.
3. Kronik, yaitu hipotensi persisten di mana tekanan darah sistolik interdialisa
bertahan kurang dari 90-100mmHg. Hipotensi intradialisa terjadi pada 15-30%
terapi dialisa konvensional dan 35%pada teknik ekstrakorporeal seperti apharesis
terapeutik.
Mekanisme dyalisis-induced hypotension sangat kompleks. Faktor predominan dari
manifestasi yang muncul terlihat sebagai reduksi agresif dari volume darah sirkulasi akibat
ultrafiltrasi, penurunan cepat osmolaritas ekstraselular berhubungan dengan pengeluaran
natrium dan ketidakseimbangan yang terjadi antara ultrafiltrasi dan pengisian plasma.18
Pengisian jantung yang kurang, dan mekanisme kompensasi kardiovaskular yang terganggu
dapat memicu system simpatis-inhibitorik kardiodepressor reflex Bezold-
Jarish.18 Selain itu dilaporkan juga adanya peran penting dari beberapa substansi vasoaktif
yang kemungkinan disintesis dan dikeluarkan selama dialysis, seperti adenosin dan nitric
oxide (NO) yang bersifat kardiodepresif dan vasodilatif.18 Adenosine bekerja melalui
stimulasi reseptor spesifik dan memiliki efek supresif pada kontraktilitas jantung dan
penurunan laju jantung, relaksasi arteri, dan juga penurunan katekolamin dan pelepasan
renin. Sedangkan peningkatan nitric oxide berperan dalam terjadinya dyalisis-induced
hypotension melalui induksi vasodilatasi yang cepat.18
Berdasarkan hasil pemeriksaan analisis gas darah pada pasien ini ditemukan adanya
gangguan asidosis metabolik (pH 7.141; pCO2 16.0; SO2 72.9; PO2 104.2 ; HCO3 5.5 ; BE
-23.7). Asidosis metabolik merupakan komplikasi yang umum terjadi pada pasien penyakit
ginjal kronis karena pengaturan keseimbangan asam basa diregulasi oleh nefron dengan cara
eksresi ion H+ dan reabsorbsi ion HCO3-. Pada pasien gagal ginjal kronis terjadi penurunan
fungsi ginjal yang pada akhirnya menyebabkan akumulasi asam di dalam tubuh.19
Gangguan keseimbangan elektrolit terutama kalium sering kali ditemukan pada
penderita gagal ginjal kronis, hal ini disebabkan ketidakmampuan nefron untuk
mengeksresikan kalium.20 Pada pasien ini ditemukan hasil kalium saat di IGD 5.0 mmol/L
dan dilakukan kontrol 1 hari berikutnya kalium menjadi 5.3 mmol/L. Kemudian dikoreksi
lagi dengan pemberian calcium polystyrene sulphonate 5 gr/8jam/NGT , namun kalium post
38
koreksi tetap tinggi 5.4 mmol/L. Peningkatan kalium pada pasien dicurigai karena
peningkatan keluarnya kalium dari intraseluler ke ekstraseluler disebabkan asidosis
metabolik. 21
Pasien terus mengalami perburukan dengan kesadaran semakin menurun,
peningkatan frekuensi napas dan peningkatan denyut nadi disertai nadi yang lemah. Pasien
kemudian mengalami hipotensi dan kedua akral dingin dengan assessment syok sepsis.
Dilakukan terapi dengan pemberian vasopressor (Norephrineprine 0.05mcg/kgBB/menit) up
titrasi namun tidak berespon dengan baik. Pasien tiba-tiba mengalami henti jantung dan
napas. Dilakukan resusitasi selama 20 menit (10 siklus), dan pasien dinyatakan meninggal
dunia dengan penyebab kematian kegagalan sirkulasi akibat syok sepsis yang diperberat
dengan keadaan ensefalopati sepsis, komplikasi gagal ginjal kronis berupa ensefalopati
uremikum, dan komplikasi akut hemodialisa, yaitu dyalisis-induced hypotension.

39
DAFTAR PUSTAKA

1. Scaini, Giselli et al. Mechanism underlying uremic encephalopathy. Rev Bras Ter Intensiva.
2010 Jun 15; 22(2): 206-211
2. Wagenlehner, Florian et al. Diagnosis and management for urosepsis. International Journal
of Urology. 2013 May 29; 20: 960-970
3. Fisher, Rosemarie L.,et al. Stress-Related Mucosal Disease. Critical Care Clinics Vol.11
Number 2. 1995 Apr;11 (2): 323-329.
4. Van Dijk, Annemie et al. Uremic Encephalopathy. In: Radu Tanasescu, editor. Miscellanea
on Encephalopathies- A Second Look. Croatia: In Tech. 2012 Apr: 23-32.
5. Chaudhry, Neera, Ashish K.Duggal. Sepsis Associated Encephalopathy. Advance in
Medicine. 2014 Sept 30: 1-16
6. Grabe, M. et al. Guidelines on Urological Infections. Urological Infections - European
Association of Urology. 2015 March: 26-30
7. Purnomo, Basuki B. Infeksi Urogenitalia. In: Basuki B Purnomo, editor. Dasar-dasar
Urologi. CV. Sagung Seto. 2003. p 66-74
8. Levy, Mitchell M, et al. The Surviving Sepsis Campaign Bundle: 2018 Update. Critical Care
Medicine and Intensive Care Journal . 2018 June; 46(6): 997-1000.
9. Purnomo, Basuki B. Batu Saluran Kemih. In: Basuki B Purnomo, editor. Dasar-dasar
Urologi. Jakarta: CV. Sagung Seto. 2003. p 75-82
10. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Penyakit Ginjal Kronik. In: Rani,
A.Aziz, et al. Panduan Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam
Indonesia. Jakarta: Interna Publishing. 2009. p157-159.
11. Bose, Anirban, and David A.Bushinsky. Nephrolithiasis and Chronic Kidney Disease. In:
P.Kimme, M.Rosenberg, editors. Chronic Renal Disease. Elsevier. 2015. p 712-719
12. Supandiman I, H F. Anemia pada Penyakit Kronik. In: Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW,
Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 6th ed.
Jakarta: Interna Publisihing; 2015. p. 2642–5.
13. Purnomo, Basuki B. Tumor Urogenitalia. In: Basuki B Purnomo, editor. Dasar-dasar
Urologi. CV. Sagung Seto. 2003. p 220-225
14. Sendu, Samuel S., and Linda W.A Rotty. Karsinoma Kandung Kemih. Jurnal Biomedik.
40
2010 Mar; 2(1): 58-66.
15. Laeeq, Syed Mudassir, et al. Upper Gastrointestinal Bleeding in Patients with End Stage
Renal Disease: causes, characteristic and factors associated with need for endoscopic
therapeutic intervention. Journal of Translational Internal Medicine. 2017 Apr; 5(2):
106110.
16. Takeuchi, K. Pathogenesis of NSAID-induced gastric damage: Importance of
cyclooxygenase inhibition and gastric hypermotility. World Journal of Gastroenterology.
2012 May; 18(18): 2147-2160.
17. Stollman, Neil, and David C.Metz. Pathophysiology and prophylaxis of stress ulcer in
Intensive Care Unit Patients. Journal of Critical Care. 2005; 20: 35-45.
18. Sulowicz W., and A Radziszewski. Pathogenesis and treatment of dyalisis hypotension.
Kidney International. 2006;70: S36-S39.
19. Chen, Wei and Matthew K. Abramowitz. Metabolic acidosis and progression of chronic
kidney disease. BMC Nephrology.2014;15: 55
20. Siregar P. Gangguan Keseimbangan Air dan Elektrolit. In: Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW,
Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 6th ed.
Jakarta: Interna Publisihing; 2015. p. 2241–55.
21. Einhorn, Lisa M et al. The Frequency of hyperkalemia and its significance in chronic kidney
disease. Arch Intern Med.2009;169(2):1156-1162

41

Anda mungkin juga menyukai