Sabun merupakan merupakan suatu bentuk senyawa yang dihasilkan dari reaksi
saponifikasi. Saponifikasi adalah reaksi hidrolisis asam lemak oleh adanya basa kuat (misalnya
NaOH). Hasil lain dari reaksi saponifikasi ialah gliserol. Selain C12 dan C16, sabun juga disusun
oleh berbagai gugus asam karboksilat. Prinsip utama kerja sabun ialah gaya tarik antara
molekul kotoran, sabun, dan air. Kotoran yang menempel pada tangan manusia umumnya
berupa lemak. Untuk mempermudah penjelasan, dapat ditinjau pada minyak goreng sebagai
contoh.
Minyak goreng mengandung asam lemak jenuh dan tidak jenuh. Asam lemak jenuh
yang ada pada minyak goreng umumnya terdiri dari asam miristat, asam palmitat, asam laurat,
dan asam kaprat. Asam lemak tidak jenuh dalam minyak goreng adalah asam oleat, asam
linoleat, dan asam linolena. Asam lemak tidak lain adalah asam alkanoat atau asam karboksilat
berderajat tinggi (rantai C lebih dari 6). Sabun yang banyak mengandung busa, terutama pada
sabun cair yang terbuat dari minyak kelapa atau kopra ini biasanya menyebabkan rangsangan
dan memungkinkan penyebab dermatitis bila dipakai. Oleh karena itulah penggunaanya dapat
diganti dengan memakai minyak zaitun dan minyak kacang kedele atau minyak yang lain yang
dapat menghasilkan sabun yang lebih lembut dan lebih baik.
Tetapi para pemakai kurang menyukainya sebab sabun ini kelarutannya rendah dan
tidak memberikan busa yang banyak. Dengan adanya perkembangan yang cukup pesat di
dalam dunia industri, diharapkan adanya penambahan bahan-bahan lain ke dalam sabun
sehingga dapat menghasilkan sabun dengan sifat dan kegunaan baru. Bahan baku adalah bahan
utama yang digunakan dengan persentase komposisi terbesar yang dapat membentuk suatu
bagian integral dari suatu produk jadi. Bahan baku yang dibutuhkan pada proses pembuatan
sabun adalah minyak atau lemak. Jumlah minyak atau lemak yang digunakan dalam proses
pembuatan sabun harus dibatasi karena memiliki berbagai alasan, seperti kelayakan ekonomi,
spesifikasi dari produk sabun tidak mudah untuk teroksidasi, dan mudah berbusa. Sabun itu
merupakan garam dari asam karboksilat (asam alkanoat). Asam karboksilat yang memiliki
struktur umum CnH2nO2, contohnya cuka, C2H4O2.
1. Flowsheet
Gambar 1. Proses Kontinyu Pembuatan Sabun
(Sumber : Arsyad M, 2012)
light cut. Light cut sering dihilangkan karena mengandung banyak zat yang menyebabkan bau
yang tidak enak pada asam lemak. Asam lemak yang diperoleh dari berbagai proses tersebut
dapat digunakan secara langsung atau dimanipulasi lebih lanjut untuk dapat diperbaiki atau
diubah kinerja dan stabilitas. Hardering adalah suatu operasi dimana beberapa ikatan tak jenuh
yang terdapat di dalam asam-asam lemak di eliminasi melalui proses hidrogenasi atau suatu
penambahan gugus H2 di karbon-karbon ikatan rangkap.
Proses ini pada awalnya dimaksudkan untuk meningkatkan bau dan memperbaiki
warna asam lemak melalui eliminasi dari ikatan rangkap tak jenuh. Namun, seiring
perkembangan dalam penggunaan asam lemak, hidrogenasi merupakan proses komersial
penting untuk mengubah sifat fisik dari asam lemak. Hardering biasanya dicapai dengan
melewatkan asam lemak yang telah dipanaskan melalui serangkaian tubes packed dengan
katalis dengan kehadiran gas hidrogen.
Katalis yang paling sering digunakan adalah Ni.Hardering ditentukan oleh jumlah
hidrogen, suhu reaksi, tekanan, dan waktu tinggal. Asam lemak yang telah melewati proses
hardering kemudian disaring untuk menghilangkan sisa katalis dan selanjutnya didinginkan
dalam flash tank dimana kelebihan gas hidrogen dihilangkan. Selain pengurangan tingkat
ketidak jenuhan dalam asam lemak, proses juga dapat mengkonversi beberapa konfigurasi cis
asam lemak tak jenuh ke dalam konfigurasi trans. Konversi pada suatu proses juga dapat
mempengaruhi sifat produk jadi dan biasanya dikendalikan untuk spesifikasi yang diinginkan.
3.4. Netralisasi
Tahap pembentukan sabun dari asam lemak dicapai melalui reaksi asam lemak dengan
kaustik yang sesuai. Reaksi pada tahap netralisasi ini berlangsung dengan sangat cepat untuk
beberapa kaustik yang banyak digunakan, misalnya, NaOH atau KOH, dan memerlukan
perhitungan yang tepat dan pencampuran yang akurat untuk memastikan efektivitas proses.
Meskipun relatif mudah, dalam prakteknya, beberapa pertimbangan proses harus ditangani
dengan baik. Pertama, perbandingan yang tepat dari lemak asam, dan kaustik, air, serta garam
harus dijaga untuk menjamin dalam pembentukan fase larutan sabun yang diinginkan.
Proses ini dikontrol untuk menghindari terbentuknya sabun menengah, yang memiliki
viskositas tinggi dan tidak menghilang dengan cepat. Kedua, pencampuran yang baik antara
minyak dan air diperlukan untuk memastikan terbentuknya fase campuran larutan sabun yang
baik. Ketiga, karena panas yang dibebaskan dari reaksi, temperatur proses harus dipertahankan
dalam batas-batas tertentu agar tidak terlalu panas dan mendidih atau berbusa. Ada berbagai
proses komersial untuk tahap netralisasi. Umumnya, asam lemak dipanaskan pada suhu 50oC-
70oC dan dicampurkan dengan zat kaustik, garam, air pada suhu 25oC-30oC.
Steam dialirkan ke dalam sebuah high shear mixing system, yang pada umumnya
disebut sebagai neutralizer. Campuran yang dipanaskan dengan suhu antara 85oC dan 95oC
kemudian dipompakan ke dalam tangki penerima yang efektif untuk mencampurkan sabun baik
melalui sistem resirkulasi dan agitasi. Setelah steam tersebut dikontakkan dengan waktu tinggal
di tangki penerima untuk memastikan adanya berbagai komposisi yang seragam, sabun yang
dihasilkan dipompakan ke tangki penyimpanan atau dilanjutkan ke proses finishing.
3.5. Pemurnian Sabun
Pemurnian sabun adalah suatu bentuk perlakuan atau treatment untuk menghilangkan
berbagai zat pengotor atau impurities yang terlarut di dalam suatu larutan alkali dan mengolah
lagi senyawa gliserin yang terbebas pada saat proses reaksi pembentukkan saponifikasi.
Asumsi tentang pemurnian sabun yaitu:
1. Giserol merupakan jumlah total pelarut dalam pencucian larutan alkali.
2. Gliserol ada pada sabun yang dilarutkan dalam larutan alkali.
3. Ketika sabun dicampurkan dengan pencucian larutan alkali, gliserol pindah dari larutan
alkali pada sabun menjadi pencucian alkali sampai konsentrasi keduanya stabil.
4. Bila campuran tadi dibiarkan di stele kemudian dipisahkan menjadi dua lapisan bagian
yaitu lapisan atasnya adalah sabun dan lapisan bawahnya untuk pencucian alkali.
5. Ketika pencucian meningkat, kebanyakan gliserol diekstrak pada saat banyaknya
larutan alkali yang dikorbankan.
3.5.1. Proses Pencucian Sabun
1. Proses pembasahan, perlakuan terhadap kotoran dan lemak-lemak.
2. Proses menghilangkan kotoran dari permukaan.
3. Mengatur kotoran-kotoran supaya tetap stabil dari larutannya.
3.6. Tahapan Proses Akhir
3.6.1. Crutching
Crutching yaitu tahapan jika sabun murni yang berasal dari ketel atau proses lainnya
akan dicampurkan dengan menggunakan bahan lain, maka sebelum dibentuk atau dikeringkan,
dilakukan pencampuran terlebih dahulu. Campuran itu dilarutkan di dalam mesin crutcher
dahulu. Crutcher adalah bejana yang berbentuk silindris dengan ukuran kecil, kapasitasnya 680
kilogaram sampai 2279 kilogram dan dilengkapi dengan pengaduk. Crutcher juga digunakan
di dalam pencampuran alkali dengan lemak di dalam pembuatan sabun dengan proses
pendinginan.
3.6.2. Framming
Framming yaitu metode yang digunakan untuk mengubah sabun murni atau cairan
sabun panas menjadi padatan yang mudah dibentuk menjadi batangan atau disebut dengan
framming. Framming dilakukan pada cairan sabun yang berada pada suhu 57oC-62oC didalam
suatu frame yang memiliki berat 454-545 kg berbentuk persegi. Untuk memadatkan sabun
murni diperlukan waktu 3-7 hari. Sabun yang telah dicetak dapat dipotong menjadi bagian
kecil. Penambahan zat adiktif antioksidan stabilizer dilakukan pada saat crutching sebelum
framming.
3.6.3. Drying
Drying yaitu proses pengeringan yang sederhana untuk menghilangkan kadar air atau
yang biasa dikenal dengan spray drying proses. Sabun yang mengandung air dilewatkan
melalui spray nozzles. Partikel-partikel kecil ini dikeluarkan oleh spray nozzles dalam bentuk
kering. Pengeringan juga dapat dilakukan pada vakum atau di dalam atmospherik flash drying.
Sabun banyak diperoleh setelah penyelesaian saponifikasi (sabun murni) yang umumnya
dikeringkan dengan vakum spray dryer. Kandungan air pada sabun dikurangi dari 30-35%
pada sabun murni menjadi 8-18% pada sabun butiran atau lempengan.
3.6.4. Penyempurnaan Sabun
Penyempurnaan sabun dalam pembuatan produk sabun batangan, sabun butiran
dicampurkan dengan zat pewarna, parfum, dan zat aditif lainnya kedalam mixer (analgamator).
Campuran sabun ini klemudian diteruskan untuk digiling untuk mengubah campuran tersebur
menjadi suatu produk yang homogen. Produk tersebut kemudian dilanjutkan ke tahap
pemotongan. Sebuah alat pemotong dengan mata pisau memotong sabun tersebut menjadi
potongan potongan terpisah yang dicetak melalui proses penekanan menjadi sabun batangan
sesuai dengan ukuran dan bentuk yang diinginkan. Pada proses pembungkusan, pengemasan,
dan penyusunan sabun batangan merupakan suatu tahapan akhir pada pembuatan sabun.
4. Klasifikasi Proses
4.1. Proses Batch,
Pada proses batch, lemak atau minyak dipanaskan dengan alkali (NaOH atau KOH)
berlebih dalam sebuah ketel. Jika penyabunan telah selesai, garam garam ditambahkan untuk
mengendapkan sabun. Lapisan air yang mengaundung garam, gliserol dan kelebihan alkali
dikeluarkan dan gliserol diperoleh lagi dari proses penyulingan. Endapan sabun gubal yang
bercampur dengan garam, alkali dan gliserol kemudian dimurnikan dengan air dan diendapkan
dengan garam berkali-kali. Akhirnya endapan yang ada pada proses batch ini harus direbus
dengan menggunakan air yang secukupnya untuk mendapatkan campuran halus yang lama-
kelamaan membentuk lapisan yang homogen dan mengapung.
Sabun ini dapat dijual langsung tanpa dengan menggunakan pengolahan lebih yang
lanjut, yaitu sebagai sabun industri yang murah. Beberapa bahan pengisi ditambahkan, seperti
pasir atau batu apung dalam pembuatan sabun gosok. Beberapa perlakuan pada proses batch
ini yaitu diperlukan untuk mengubah sabun gubal menjadi sabun mandi, sabun bubuk, sabun
obat, sabun wangi, sabun cuci, sabun cair dan sabun apung (dengan melarutkan udara di
dalamnya).
4.2. Proses Kontinyu
Pada proses kontinyu yaitu yang biasa dilakukan sekarang, lemak atau minyak
hidrolisis dengan air pada suhu dan tekanan tinggi, dibantu dengan katalis seperti sabun seng.
Lemak atau minyak dimasukkan secara kontinu dari salah satu ujung reaktor besar. Asam
lemak dan gliserol yang terbentuk pada proses kontinyu ini dikeluarkan dari ujung yang
berlawanan dengan cara penyulingan.
Asam-asam ini kemudian dinetralkan dengan alkali untuk menjadi sabun. Pada
umumnya, alkali yang digunakan dalam pembuatan sabun pada umumnya hanya NaOH dan
KOH, namun kadang juga menggunakan NH4OH. Sabun yang dibuat dengan NaOH lebih
lambat larut dalam air dibandingkan dengan sabun yang dibuat dengan KOH. Sabun yang
terbuat dari alkali kuat (NaOH atau KOH) mempunyai nilai pH antara 9 sampai 10,8 sedangkan
sabun yang terbuat dari alkali lemah (NH4OH) akan mempunyai nilai pH yang lebih rendah
yaitu 8,0 sampai 9,5.
5. Kegunaan Produk
Sabun berfungsi sebagai bahan pembersih, dalam penggunaannya sesuai dengan jenis
sabun itu sendiri, yaitu sabun mandi biasanya mengandung K+, karena mudah diuraikan oleh
mikroorganisme, digunakan untuk membersihkan tubuh ketika mandi. Sabun cuci batangan
biasanya mengandung Na+, karena sukar diuraikan, dapat juga digunakan untuk mencuci
pakaian dan barang lainnya. Sabun colet digunakan untuk mencuci berbagai peralatan rumah
tangga. Sabun biasanya berbentuk padatan tercetak yang disebut batang karena sejarah dan
bentuk umumnya. Penggunaan sabun cair juga telah telah meluas, terutama pada sarana-sarana
publik. Jika diterapkan pada suatu permukaan, air bersabun secara efektif akan mengikat
partikel dalam suspensi mudah dibawa oleh air bersih.
Di negara berkembang, deterjen sintetik telah menggantikan sabun sebagai alat bantu
mencuci atau membersihkan. Banyak sabun merupakan campuran garam natrium atau kalium
dari asam lemak yang dapat diturunkan dari minyak atau lemak dengan direaksikan dengan
alkali seperti natrium atau kalium hidroksida pada suhu 80–100 °C melalui suatu proses yang
dikenal dengan saponifikasi. Lemak akan mengalami terhidrolisis oleh basa, menghasilkan
gliserol dan sabun mentah. Secara tradisional, alkali yang digunakan adalah kalium yang
dihasilkan dari pembakaran tumbuhan, atau dari arang kayu. Sabun mempunyai sifat
membersihkan.
Sifat ini disebabkan proses kimia koloid, sabun (garam natrium dari asam lemak)
digunakan untuk mencuci kotoran yang bersifat polar maupun non polar, karena sabun
mempunyai gugus polar dan non polar. Molekul sabun mempunyai rantai hydrogen
CH3(CH2)16 yang bertindak sebagai ekor yang bersifat hidrofobik dan larut dalam zat organik
sedangkan COONa+ sebagai kepala yang bersifat hidrofilik dan larut dalam air. Sabun
memiliki kelarutan yang tinggi dalam air, tetapi sabun tidak larut menjadi partikel yang lebih
kecil tapi larut menjadi ion-ion.
Sabun pada dikenal dalam dua wujud, sabun cair dan sabun padat. Perbedaan utama
dari kedua wujud sabun ini adalah alkali yang digunakan dalam reaksi pembuatan sabun.
Dalam sabun terdapat zat aktif yang disebut surfaktan. Zat aktif ini merupakan zat aktif
permukaan yang mempunyai ujung berbeda yaitu hidrofil dan hidrofob. Bahan aktif ini
berfungsi menurunkan tegangan permukaan air sehingga dapat melepaskan kotoran yang
menempel pada permukaan bahan.
Proses Pembuatan Margarin
A. Jenis-jenis Proses Pembuatan Margarin
Ada beberapa metoda yang digunakan untuk memodifikasi lemak dan minyak
1. Hidrogenasi
Hidrogenasi adalah suatu proses yang dilakukan dengan tujuan untuk memungkinkan
mengubah minyak nabati menjadi bentuk lemak yang biasa digunakan banyak orang
dengan rasa yang lebih stabil dan harga yang lebih murah.
Proses hidrogenasi dilakukan untuk dua alasan yaitu untuk merubah minyak atau lemak ke
bentuk fisik yang lebih mudah penanganannya, dan untuk meningkatkan kestabilan
oksidatif. Kestabilan rasa dibutuhkan untuk menjaga produk lebih tahan lama setelah
Hidrogenasi katalitik pada fasa cair adalah salah satu reaksi yang paling penting dan
kompleks dalam memproses lemak dan minyak pangan. Hidrogenasi lemak adalah
penjenuhan sederhana ikatan rangkap pada lemak tak jenuh dengan hidrogen, menggunakan
katalis nikel.
Hidrogenasi hanya dapat terjadi jika ketiga reaktan berada dalam satu tempat bersama, yaitu
lemak tak jenuh, gas hidrogen, dan katalis. Gas hidrogen harus larut ke dalam minyak cair
sebelum dapat berdifusi melalui cairan itu menuju permukaan katalis padat. Masing-masing
Trigliserida asam lemak tak jenuh yang terserap dapat bereaksi dengan atom hidrogen untuk
A. Temperatur
Seperti kebanyakan reaksi kimia lainnya, reaksi hidrogenasi akan berlangsung lebih cepat
b. Kecepatan pengadukan
keseragaman reaksi.
dengan tekanan hidrogen yang berkisar antara 0,7- 9 bar. Pada tekanan
yang rendah, gas hidrogen yang larut dalam minyak tidak dapat
d. Jumlah katalis
e. Tipe katalis
(O’Brien, 2009)
katalis logam
salah satu atom karbon di dalam ikatan rangkap, dan atom karbon
(Ketaren, 1986)
2. Interesterifikasi
Trigliserida asam lemak diubah menjadi ester lain melalui reaksi dengan
dan asam lemak bebas. Sifat dari enzim dapat efektif jika prosedur dan
berikut:
proses tersebut.
Proses Hidrogenasi
H2, Ni
R-CH=CH-CH2-COOH R-CH2-CH2-COOH
(Ketaren, 1986)
= 13,2 kmol
= US$ 46.079.747,87
= US$ 138.670,0284
= US$ 84.000.000
Proses Interesterifikasi
= US$ 35.362.366,51
= US$ 23.039.873,94
a. CPO yang dihasilkan dari proses hidrogenasi lebih stabil, sehingga tahan
tokoferol, Fe (III) dan Cu (II) dengan cara melewatkan minyak pada bed
Sistem Adsorpsi pada bleaching ini juga menggunakan sistem lead and
menghilangkan bau dan rasa yang tidak enak dalam minyak. Minyak yang
untuk dipanaskan hingga suhu 225oC pada tekanan 1 atm (gauge) untuk
Reaktor Hidrogenasi yang disusun seri dengan tekanan operasi 6 atm dan
dihasilkan dari plant hidrogen pada suhu 180oC dan tekanan 8 atm
dihasilkan lebih stabil terhadap oksidasi dan tahan untuk diproses lebih
lanjut (Ketaren, 1986). Reaksi berlangsung pada suhu 180oC dan tekanan
Stearat Dengan konversi 100% untuk linoleat dan 41% untuk oleat.
penambahan emulsifier fase cair dan fase minyak pada suhu 80oC dengan
tekanan 5 atm (Shahidi, Vol 4, 2005; hal 63). Pada ET-301 minyak
30
Dalam tahap ini terjadi perubahan fasa minyak dari cair menjadi
semi