Petugas Pelaksana,
Menyetujui,
Co-Preseptor
1
TEORI RESIKO PELAKU KEKERASAN (RPK)
A. Defenisi
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai
atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri maupun
orang lain, disertai amuk dan gaduh gelisah yang tak terkontrol (Farida & Yudi, 2011).
Resiko perilaku kekerasan atau agresif adalah perilaku yang menyertai marah
dan merupakan dorongan untuk bertindak dalam bentuk destruktif dan masih terkontrol
(Yosep, 2007). Resiko mencederai diri yaitu suatu kegiatan yang dapat menimbulkan
kematian baik secara langsung maupun tidak langsung yang sebenarnya dapat dicegah
(Depkes, 2007).
yaitu ungkapan perasaan marah yang mengakibatkan hilangnya kontrol diri dimana
individu bisa berperilaku menyerang atau melakukan suatu tindakan yang dapat
2
3
B. Rentang Respon
Rentang Respon
a. Asertif
Individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang lain dan memberikan
ketenangan.
b. Frustasi
Individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan tidak dapat menemukan
alternatif.
c. Pasif
4
d. Agresif
Perilaku yang menyertai marah, terdapat dorongan untuk menuntut tetapi masih
terkontrol.
e. Kekerasan
C .Penyebab
a. Faktor Predisposisi
1) Faktor psikologis
a) Terdapat asumsi bahwa seseorang untuk mencapai suatu tujuan mengalami hambatan
b) Berdasarkan penggunaan mekanisme koping individu dan masa kecil yang tidak
menyenangkan.
c) Rasa frustasi.
e) Teori psikoanalitik, teori ini menjelaskan bahwa tidak terpenuhinya kepuasan dan rasa
aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat konsep diri yang
rendah. Agresi dan kekerasan dapat memberikan kekuatan dan prestise yang dapat
meningkatkan citra diri serta memberikan arti dalam kehidupannya. Teori lainnya
5
secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaannya dan rendahnya harga diri pelaku
tindak kekerasan.
sesuai dengan respons yang dipelajarinya. Sesuai dengan teori menurut Bandura bahwa
agresif tidak berbeda dengan respon-respon yang lain. Faktor ini dapat dipelajari
melalui observasi atau imitasi, dan semakin sering mendapatkan penguatan maka
kekerasan. Adanya norma dapat membantu mendefinisikan ekspresi marah yang dapat
3) Faktor biologis
Berdasarkan hasil penelitian pada hewan, adanya stimulus elektris ringan pada
hipotalamus (pada sistem limbik) ternyata menimbulkan perilaku agresif, dimana jika
terjadi kerusakan fungsi limbik (untuk emosi dan perilaku), lobus frontal (untuk
pemikiran rasional), dan lobus temporal (untuk interpretasi indra penciuman dan
memori) akan menimbulkan mata terbuka lebar, pupil berdilatasi, dan hendak
6
Selain itu berdasarkan teori biologik, ada beberapa hal yang dapat
implikasi dalam memfasilitasi dan menghambat impuls agresif. Sistem limbik sangat
Peningkatan hormon androgen dan norepinefrin serta penurunan serotonin dan GABA
c) Pengaruh genetik, menurut penelitian perilaku agresif sangat erat kaitannya dengan
genetik termasuk genetik tipe kariotipe XYY, yang umumnya dimiliki oleh penghuni
serebral, tumor otak (khususnya pada limbik dan lobus temporal) trauma otak,
b. Faktor Presipitasi
Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa terancam, baik berupa
injury secara fisik, psikis, atau ancaman konsep diri. Beberapa faktor pencetus perilaku
7
1) Klien
2) Interaksi
Penghinaan, kekerasan, kehilangan orang yang berarti, konflik, merasa terancam baik
internal dari permasalahan diri klien sendiri maupun eksternal dari lingkungan.
3) Lingkungan
Menurut Shives (1998) dalam Fitria (2009), hal-hal yang dapat menimbulkan
alkohol serta tidak mampu mengontrol emosi pada saat menghadapi rasa frustasi.
Menurut Direja (2011) tanda dan gejala yang terjadi pada perilaku
kekerasanterdiri dari :
a. Fisik
8
Mata melotot/pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup, wajah memerah
b. Verbal
Mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, berbicara dengan nada keras, kasar,
ketus.
c. Perilaku
amuk/agresif.
d. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam, jengkel,tidak
e. Intelektual
f. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak bermoral, dan kreativitas
terhambat.
g. Sosial
h. Perhatian
9
Dalam dunia masa kini yang terus menerus berubah terdapat banyak
sekali sumber tekanan, frustasi dan konflik yang menimbulkan stress fisik dan
mental pada kita, baik perorangan maupun kelompok. Manusia bereaksi secara
keseluruhan, secara holistik, atau dapat dikatakan juga secara somato psikososial
(Maramis, 2005).
Gaya hidup dan persaingan hidup menjadi semakin tinggi. Hal ini
disebabkan karena tuntutan akan kebutuhan ekonomi, sedang, pangan dan papan,
pemenuhan kebutuhan kasih sayang, rasa aman dan aktualisasi diri dapat
berakibat tingginya tingkat stress di kalangan masyarakat. Jika individu kurang
atau tidak mampu dalam menggunakan mekanisme koping dan gagal dalam
beradaptasi maka individu akan mengalami berbagai penyakit baik fisik maupun
mental (Rasmun, 2004).
Suatu penelitian dari sedini 2010 melaporkan bahwa sekitar 10% dari
populasi mengalami halusinasi. 2009-2010 survei lebih dari 13.000 orang
melaporkan banyak lebih tinggi angka, dengan hampir 39% dari orang-orang yang
melaporkan pengalaman halusinasi, 27% di antaranya adalah halusinasi siang hari,
sebagian besar di luar konteks penggunaan penyakit atau obat.
Menurut Maramis (2005), “halusinasi merupakan gangguan atau
perubahan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak
terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu
penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus
eksteren : persepsi palsu”.
Keluarga sangat berperan dalam kepulihan klien, keluarga hendaknya
memberi dukungan kepada klien. Bagi klien yang di rumah sakit kunjugan
keluarga sangat mendukung. Pada klien di rumah pun keluarga hendaknya
mengerti keadaan yang di alami oleh klien, oleh karena itu dilakukanya home visit.
H.Mekanisme Koping
10
membrontak: perilaku yang muncul biasanya disertai kekerasan akibat
konflik perilaku untuk penarik perhatian orang lain
I. perilaku kekerasan: tindakan kekerasan atau amuk yang di tujukan kepada diri
sendiri, orang lain maupun lingkungan.
DIAGNOSA KRITERIA
TUJUAN INTERVENSI
EVALUASI
11
kekerasan yang menyebutkan Evaluasi kegiatan
di lakukan kegiatan yang yang lalu (SP 1)
sudah dilakukan latih cara fisik 2 :
Memperagakan pukul kasur atau
Keluarga mampu
cara fisik untuk bantal
:
mengontrol masukan dalam
merawat perilaku jadwal pasien
pasien dirumah kekerasan
sakit
Setelah …… Kali
pertemuan pasien
mampu :
Menyebutkan SP 3
kegiatan yang
Evaluasi
dilakukan
kegiatan yang
Memperagakan
lalu (SP 1 & SP
cara sosial /
2)
verbal untuk
Latih secara
mengontrol
sosial atau
perilaku
verbal
kekerasan.
Menolak dengan
baik
Meminta dengan
baik
mengungkapkan
dengan baik
12
Masukkan dalam
jadwal harian
pasien
Setelah … kali SP 4
pertemuan, pasien
Evaluasi
mampu :
Kegiatan yang
Menyebutkan lalu Sp 1, 2 dan 3
kegiatan yang Latih secara
sudah dilakukan spiritual (berdoa
Memperagakan dan sholat.
cara spiritual Masukkan dalam
jadwal harian
pasien
SP 5
Setelah …… kali
Evaluasi
pertemuan pasien
Kegiatan yang
mampu :
lalu SP 1, 2, 3
Menyebutkan dan 4
kegiatan yang Latih patuh obat
sudah (minum obat
dilakukan secara teratur,
Memperagakan susun jadwal
cara patuh obat. minum obat
secara teratur
Masukkan dalam
jadwal harian
pasien
13
14
PROPOSAL KUNJUNGAN RUMAH
A. Identitas Klien
Nama Lengkap : Susilawati
Agam :Islam
Jenis Kelamin :perempuan
Alamat : Kampung Melayu, Kota Bengkulu
Nomor Keluarga :-
B. Identitas Perawat
Nama Lengakp : Yuresta Eko Putra, S. Kep
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jln. Air Selagan Rt 12 No 68 Kel . Betungan Kec.
Selebar Kota Bengkulu.
No. HP /WA : 085709682707
15
3. Genogram keluarga
4. Psikososial dan lingkungan
5. Persepsi keluarga tentang penyakit klien
6. Dukungan dalam keluarga
c. Mengevaluasi kemampuan keluarga tentang perawatan klien dengan gangguan
jiwa di rumah berdasarkan 5 fungsi keluarga dalam hal:
1) Keluarga dapat mengenal masalah yang menyebabkan klien kambuh
2) Keluarga dapat mengambil keputusan dalam melakukan perawatan
terhadap klien
3) Keluarga dapat merawat klien di rumah
4) Keluarga dapat memodifikasi lingkungan dalam merawat klien
5) Keluarga dapat memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada di
masyarakatuntuk merawat klien
3. Rencana Tindakan Keperawatan
1. Gangguan sensori persepsi halusinasi pendengaran
a. keluarga
SP 1
- mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat
klien.
- Mendiskusikan bersama keluarga tentang halusinasi (penyebab,
tanda dan gejala halusinasi yang muncul tersebut).
- Mendiskusikan bersama keluarga kondisi-kondisi pasien yang
perlu segera dilaporkan kepada perawat, seperti pasien mendengar
suara-suara.
SP 2
- Mengevaluasi SP 1
- Anjurkan keluarga untuk memotivasi pasien melakukan tindakan
yang telah dianjarkan oleh perawat.
16
- Ajarkan keluarga untuk memberikan pujian kepada pasien bila
pasien dapat melakukan kegiatan tersebut secara tepat.
- Mendiskusikan bersama keluarga tindakan yang harus dilakukan
bila pasien menunjukkan tanda dan gejala Resiko Pelaku
Kekerasan.
SP 3
- Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas dirumah termasuk
minum obat.
- Menjelaskan follow up pasien pulang.
17
18
c. Kontrak
Topik : “Bapak/ibu, hari ini saya akan mengajak bapak dan ibu
mengobrol sambil berdiskusi tentang cara merawat keluarga bapak/ibu
khususnya Ny. S ”
Waktu : kita akan berdiskusi sekitar 1-2 jam
Tempat : Bapak/ibu kita hari ini akan berdiskusi dimana?”
2. Fase kerja
“ Apakah bapak/ibu mengetahui tentang keadaan yang dialami oleh Ny. S ?”
“ Baiklah Bapak/ibu saya akan menjelaskan dan menceritakan tentang kondisi
terakhir yang dialami Ny. S Saat ini Ny. S sering marah - marah.
“Berdasarkan hasil pengkajian yang saya lakukan dalam merawat Ny. S. Saya
mendapatkan masalah yaitu Resiko Pelaku Kekerasan ”
“ Baiklah bu, sebelum kita berdiskusi, saya akan menjelaskan sedikit tentang
Resiko Pelaku Kekerasan . Apa sebelumnya ibu pernah mendengar istilah
tersebut? Atau apa yang bapak/ibu ketahui tentang Resiko pelaku kekerasan ?”
“ Yang pertama saya akan menjelaskan apa itu Resiko Pelaku Kekerasan.
Resiko pelaku Kekerasan adalah perilaku individu yang dapat membahayakan
orang lain , diri sendiri , baik secara fisik, emosional dan seksualitas (nanda
2005)
“ Resiko perilaku kekerasan dapat disebabkan factor psikologi perilaku social
budaya bioneurologis.
Gejala klinis : Fasif agresif , sikap suka menghambat, bermalas-malasan
,bermuka masam , keras kepala dan dendam.
Cara untuk mencegah Resiko pelaku Kekerasan ,pada saat ibu ingin marah
harus latih cara fisik 1 yaitu yaitu pukul kasur atau bantal , Yang sangat penting
untuk diperhatikan oleh bapak/ibu adalah bawa klien RSKJ Soeprapto Provinsi
Bengkulu terdekat terdekat apabila tanda dan gejala semakin memburuk.”
“ Itulah beberapa masalah yang dirasakan Ny. S selama sakit”, “apa yang
bapak/ibu lakukan kepada Ny.N sehingga penyakitnya kambuh? Apa menurut
19
bapak/ibu lingkungan sudah cukup membantu dalam penyembuhan Ny. S ?, o
iya pak/bu, sebelum Ny.N dibawa ke RSKJ Soeprapto Provinsi Bengkulu,
apakah yang bapak/ibu lakukan dalam pengobatan Ny. S? Lalu bagaimana
respon keluarga yang lain tentang kondisi yang dialami Ny. S ? Apakah mereka
menolak, menghindar, atau membantu dalam pengobatan Ny. S ?”
“ Bapak dan ibu, ada beberapa hal yang bisa bapak/ibu lakukan dalam merawat
Ny.S dirumah, seperti:
a. Membantu Ny.N memenuhi kebutuhan sehari-hari
b. Melibatkan Ny.N dalam kebutuhan sehari-hari yang dilakukan keluarga.
c. Mendengarkan keluhan yang dirasakan Ny. S
d. Memberikan pujian bila Ny.N dapat melakukan tugasnya
e. Memberikan jalan keluar jika Ny.Nmengalami masalah.
f. Tetap mempertahankan tentang jadwal minum obat karena minum obat
secara teratur sangat penting bagi kesembuhan klien”
“ Selain itu, bapak/ibu dan keluarganya juga perlu tahu tentang tanda dan
gejala Ny.N kambuh lagi, misalkan suka berdiam diri, melamun, senyum
sendiri, jika hal tersebut terjadi, bapak/ibu harus tahu sikap apa yang harus
dilakukan karena keluarga merupakan penanggung jawab dalam merawat
klien.”
20
3. Terminasi
a. Evaluasi
- Subjektif
“ Bagaimana perasaan bapak/ibu setelah kita mengobrol dan berdiskusi
tadi? Apakah bapak/ibu merasa senang?”
- Objektif
“ Apakah bapak/ibu dapat mengulangi cara merawat Ny. S ? “Bagus
pak/ibu.
b. Rencana tindak lanjut
Kesepakatan keluarga untuk terlibat dalam asuhan keperawatan
(baik di rumah maupun dirumah sakit)”
Saya harap, bapak/ibu dapat merawat Ny. S dirumah dengan baik ya
bapak/ibu.
c. Kontrak yang akan datang
Topik : baiklah pak/ibu, selain saya kemungkinan ada perawat RSKJ
yang datang berkunjung kerumah ibu lagi untuk
mendiskusikan dan melihat perkembangan Ny. S
Waktu : akan tetapi waktunya belum dipastikan nanti kami hubungi
kembali jika akan melakukan kunjungan rumah.
Tempat : saya harap kita dapat bertemu lagi dirumah ibu. “ Terima
kasih atas kerjasama nya bapak dan ibu” selamat siang.
Terimakasih….Wassalamu’alaikum WR….WB.
21
SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)
A. Tujuan
1. Tujuan umum
Keluarga dapat memerima dan merawat anggota keluarga yang mengalami
gangguan jiwa sesuai dengan keadaan klien berdasarkan rencana asuhan
keperawatan yang ada.
2. Tujuan khusus
a. Memberikan informasi kepada keluarga tentang perkembangan klien di
Rumah Sakit dan cara merawat klien dirumah
b. Mengklasifikasi dan melengkapi data yang di peroleh dari klien dan data
sekunder(dokumen medik) tentang:
i. Alasan klien masuk rumah sakit
ii. Faktor predisposisi dan presipitasi
iii. Genogram keluarga
iv. Psikososial dan lingkungan
v. Persepsi keluarga tentang penyakit klien
vi. Dukungan dalam keluarga
22
B. Materi
Terlampir
C. Sasaran Penyuluhan
Keluarga klien Ny. S (orang tua/tinggal satu rumah)
D. Strategi Penyuluhan
Memberikan pendidikan kesehatan jiwa kepada keluarga klien
23
E. Metode
1. Ceramah
2. diskusi (tanya jawab)
3. Demonstrasi (cara mengontrol halusinasi)
F. Media Dan Sumber Bahan
Media : Leaflet
G. Rencana Penyuluhan
a. salam Mendengarkan
c. menjelaskan tujuan
SP Keluarga
1. Menanyakan suasana
anggota kelurga
2. Persepsi keluarga
terhadap penyakit klien
3. Masalah yang dirasakan
keluarga dalam merawat
pasien
24
4. Dukungan keluarga
terhadap kesembuhan
klien
5. Harapan keluarga
terhadap kesembuhan
klien
6. Pengertian resiko
perilaku kekerasan
7. Penyebab-penyebab
RPK
8. Tanda-tanda penderita
RPK
9. Cara perawatan
penderita RPK
10. Jenis-jenis obat jiwa
11. memberi kesempatan
keluarga untuk bertanya
12. menjawab pertanyaan
Penutup
a. memberikan
kesimpulan
b. mengevaluasi hasil
penyuluhan terhadap
keluarga
c. salam Mendengarkan dan
memperhatikan
25
Mendengarkan
Menjawab
10 menit
3. 15 menit
H. Rencana Evaluasi
a. Evaluasi Struktur
Keluarga mau menghadiri penyuluhan
Peserta yang hadir tidak meninggalkan ruangan penyuluhan
Pengorganisasiaan sesuia dengan rencana
Setting tepat sesuai dengan perencanaan
b. Evaluasi Hasil
1. Keluarga dapat menjelaskan pengertian gangguan persepsi (RPK)
2. Keluarga dapat menyebutkan tingkatan RPK
3. Keluarga dapat menyebutkan penyebab-penyebab RPK
4. Keluarga dapat menyebutkan jenis-jenis RPK
5. Keluarga dapat menyebutkan tanda-tanda penderita RPK
6. Keluarga dapat menyebutkan cara perawatan penerita RPK
7. Keluarga dapat menyebutkan jenis obat dan kegunaanya
26
I. Pengorganisasian
1. penyajian dilakukan oleh Mahasiswa Co- Ners Stikes Tri Mandiri Sakti
Bengkulu
2. Peserta penyuluhan (keluarga Ny.S)
J. Evaluasi
K. Penutup
1. Kesimpulan
2. Saran
27
28
DAFTAR PUSTAKA
Medika.
Keliat Budi Ana.1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa edisi 1. Jakarta .EGC.
29