OLEH KELOMPOK L 1 :
AKRINALDO
ZERA INORIANI
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
2018
KATA PENGANTAR
Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
SOL terjadi karena adanya proliferasi atau pertumbuhan sel abnormal secara
sangat cepat pada daerah central nervus sistim (CNS). Sel ini akan terus
berkembang mendesak jaringan otak yang sehat disekitarnya, mengakibatkan
terjadinya gangguan neurologi (gangguan fokal akibat tumor dan peningkatan
intracranial. Oleh karena tumor otak secara histologic dapat menduduki tempat
yang vital sehingga menimbulkan kematian pada waktu singkat (Prince & Wilson,
2010). penyebab tumor otak yaitu riwayat trauma kepala, faktor genetic, paparan
zat kimia yang bersifat karsinogenik, virus tertentu, dan defisiensi imunologi
(Lombardo, 2011).
Menurut The Central Brain Tumor Registry of the United States (CBTRUS),
tumor otak primer termasuk dalam 10 besar penyebab kematian terkait kanker.
Diperkirakan sekitar 13.000 orang di Amerika Serikat meninggal dunia akibat
tumor ini setiap tahunnya. Di Eropa rata-rata survival rate pasien tumor otak
maligna dewasa adalah 18,7%. prognosis penderita tumor otak primer beragam,
pada tumor otak primer yang maligna median survivalnya 12 bulan. Di indonesia
data tentang tumor susunan saraf pusat belum dilaporkan. Inseden tumor otak
pada anak-anak termasuk dekade, sedangkan pada dewasa pada usia 30-7- tahun
dengan puncak usia 45-65 tahun (Satyanegara, 2010).
Dampak dari SOL yaitu gangguan fungsi neurologi jika tumor otak
menyebabkan fungsi otak mengalami gangguan pada serebellum maka akan
menyebabkan pusing/nyeri kepala, gangguan kognitif pada tumor otak akan
menyebabkan fungsi otak mengalami gangguan sehingga dampaknya kemampuan
berfikir, memberikan rasional, termasuk proses mengingat, menilai, orientasi,
persepsi dan memperhatikan juga akan menurun, gangguan tidur dan mood dan
disfungsi seksual (Brunner and Suddart, 2006).
Salah satu tanda dari SOL yaitu nyeri kepala. Nyeri kepala yang terus
menerus dan semakin sakit dari sebelumnya. Hal ini didukung dengan adanya
pernyataan bahwa gejala-gejala peningkatan tekanan intrakranial disebabkan oleh
tekanan yang berangsur-angsur terhadap otak akibat perkembangan tumor
sehingga terjadi nyeri kepala. Nyeri kepala yang dihubungkan dengan SOL
disebabkan oleh traksi dan pergeseran struktur peka nyeri dalam rongga
intracranial (Mrdjono, 2012).
Nyeri kepala adalah masalah universal, dengan pravalensi hampir 99% dan
merupakan alasan paling umum untuk rujukan neurologis. Nyeri kepala dapat
dikatakan sebagai sebuah penyakit biasa namun juga mungkin menjadi pertanda
adanya penyakit yang mengancam jiwa. Nyeri kepala telah muncul sebagai salah
satu keluhan yang dominan pada manusia. 99% orang mengalami nyeri kepala
setidaknya sekali setahun (Anonim, 2012). Berdasarkan klasifikasi nyeri kepala
dari International Classification Headache Society mengatakan nyeri kepala yang
berkaitan dengan nyeri sekunder dengan kelainan non vaskuler, dengan kriteria
diagnostik berupa adanya gejala atau tanda gangguan intrakranial, dapat
dikonfirmasi dengan investigasi yang sesuai, dan nyeri kepala muncul sebagai
suatu gejala baru atau muncul dengan tipe nyeri kepala yang terjadi sementara
berkaitan dengan gangguan intrakranial (Lombardo, 2011).
B. Rumusan Masalah
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
TINJAUAN TEORITIS
4. Klasifikasi
Berdasarkan histologi, maka tumor otak dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Glioma
Glioma adalah peningkatan sel-sel glia atau jaringan penghubung. Tumor ini berasal dari
otak dan jumlahnya sekitar 50% dari semua neoplasma otak pada usia dewasa, jarang te
rjadi pada anak-anak.
2. Astrocytomas
Astrocytomas stadium 1 dan 2 jumlahnya sekitar 20% dari semua gliomas. Tumor ini
tumbuhnya lambat. Pada usia dewasa astrocytomas biasanya terjadi didalam
serebrum, dewasa dengan menyusup ke jaringan sekitarnya dan memiliki variasi derajat
malignannya. Bagaimanapun, pada anak-anak astrocytomas biasanya lokasinya di
serebellum.
3. Glioblastoma
Astrocytomas stadium 3 dan 4 diketahui sebagai glioblastoma dengan berbagai
bentuk. Glioblastoma pertumbuhannya sangat cepat, tumor infiltrasi yang jumlahnya
sekitar 50% dari semua glioma. Pada usia dewasa glioblastoma sering terjadi pada
pria usia 35 tahun, dengan paling bnayak lokasi tumor ini jarang terjadi dan biasanya
lokasinya di serebellum.
4. Ependymonas
Ependymonas stadium 1 sampai 4 jumlahnya sekitar 10% dari semua glioma. Tumor ini
mempengaruhi semua kelompok umur, sebagian besar terjadi pada anak, dengan angka
kejadian yang paling tinggi pada pria. Lokasi tumor ini di fossa posterior dan ventrikel
4.
5. Oligodendrogliomas
Oligodendrogliomas stadium 1 dan 4 jumlahnya sekitar 5% dari semua glioma.
Tumor ini pertumbuhannya sangat lambat. Oligodendrogliomas biasanya terjadi
dalam lobus frontal pada dewasa
6. Mendulloblastomas
Mendulloblastomas jumlahnya sekitar 10% dari semua gliomas. Tumor ini invasif dan
sangat malignan. Mendulloblastomas terjadi pada anak dibawah 10 tahun dan lebih
sering terjadi pada pria. Tumor ini biasanya dimulai dari serebellum dan invasif ke
ventrikel IV, III dan ventrikel lateral, kemudian metastasis ke ruang subarachnoid.
STADIUM
1. Grade 1
Jaringan tersebut jinak, terlihat seperti sel otak normal dan pertumbuhannya lambat
2. Grade 2
Jaringan tersebut ganas, kurang terlihat seperti sel otak normal dibandingkan dengan
grade 1
3. Grade 3
Jaringan ganas memiliki sel-sel yang terlihat sangat berbeda dari sel normal, sel-sel
yang abnormal secara aktif tumbuh, sel-sel yang abnormal yang muncul disebut
anaplastik
4. Grade 4
Jaringan ganas memiliki sel yang terlihat paling abnormal dan cenderung tumbuh
sangat cepat.(Vinay Kumar, 2003)
PROGNOSIS
Tergantung pada lokasi dan kemungkinan tumor untuk diangkat, umur
pasien, histology tumor, dan metastasis tumor.
- Bila lokasi memungkinkan tumor untuk diangkat, maka prognosis baik. Lokasi seperti
hipotalamus dan batang otak sulit diakses, dapat menyebabkan kematian, meskipun
tidak ada bukti histologik adanya keganasan.
- Semakin lanjut usia pasien, maka semakin buruk prognosisnya, karena semakin
menurunnya kemampuan sel-sel tubuh untuk beregenerasi. Tumor yang ganas juga
memperburuk prognosis akibat cepatnya perkembangan tumor yg dapat semakin
meningkatkan TIK dan memperburuk kondisi pasien.
- Pada pasien dengan tumor otak sebagai metastasis dari keganasan di organ lain, maka
pasien umumnya meninggal bukan disebabkan karena kerusakan pada otak, namun
akibat keganasan tersebut (Vinay Kumar, 2003)
5. Pemeriksaan Diagnostik
Penyelidikin diagnostik spesifik dilakukan setelah pemeriksaan neurologis dan
dimulai dari tindakan non-invasif yang menimbulkan risiko paling kecil sampai tindakan
yang mempergunakan teknik invasif dan yang lebih berbahaya.
a. Elektroensefalogram (EEG)
Elektroensefalogram (EEG) merekam aktivitas umum elektrik di otak, dengan
meletakkan elektroda pada area kulit kepala atau dengan menempatkan
mikroelektroda dalam jaringan otak. Pemeriksaan ini memberikan pengkajian
fisiologis aktivasi serebral.
Elektroensefalogram memberikan informasi mengenai perubahan kepekaan neuron.
Pergeseran kandungan intaserebral dapat dilihat pada ekoensefalogram. Pencitraan radio
memperlihatkan area akumulasi abnormal dari zat radioaktif. Kanker otak, tumor
intracranial, Space Occupying Lesion (SOL) maupun oklusio vascular, infeksi, dan
trauma mengakibatkan kerusakan barier darah otak yang menyebabkan akumulasi
abnormal zat radioaktif. (Arif Muttaqin, 2011). Elektroensefalogram (EEG) mendeteksi
gelombang otak abnormal pada daerah yang ditempati lesi dan dapat memungkinkan
untuk mengevaluasi lobus temporal pada waktu kejang.
b. Ekoensefalogram
Ekoensefalogram memberi informasi mengenai pergeseran kandungan intra serebral.
c. Foto rontgen polos
Foto rontgen polos tengkorak dan medulla spinalis sering digunakan untuk
mengidentifikasi adanya fraktur, dislokasi, dan abnormalitas tulang lainnya, terutama
dalam penatalaksanaan trauma akut. Selain itu, foto rontgen polos mungkin menjadi
diagnostik bila kelenjar pineal yang mengalami penyimpangan letak terlihat pada
hasil foto rontgen, yang merupakan petunjuk dini tentang adanya SOL (space occupying
lesion). (Arif Muttaqin, 2011).
d. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Magnetic Resonance Imaging (MRI) menggunakan medan magnetik untuk mendapatkan
gambaran daerah yang berbeda pada tubuh. Foto magnetik (nucleus hidrogen) di dalam
tubuh seperti magnet-magnet kecil di dalam medan magnet. Setelah pemberian
getaran radiofrekuensi, foto memancarkan sinyal-sinyal, yang diubah menjadi bayangan.
MRI mempunyai potensial untuk mengidentifikasi keadaan abnormal serebral dengan
mudah dan lebih jelas dari tes diagnostik lainnya. MRI dapat memberikan informasi
tentang perubahan kimia dalam sel, juga memberikan informasi kepada dokter dalam
memantau respons lesi terhadap pengobatan.
Pemindaian MRI membarikan gambaran grafik dari struktur tulang, cairan, dan jaringan
lunak. MRI ini memberikan gambaran yang lebih jelas tentang detail anatomi dan dapat
membantu seseorang mendiagnosis tumor kecil, ganas, atau sindrom infrak dini. (Arif
Muttaqin, 2011)
e. Computerized Tomografi (CT Scan)
CT Scan merupakan alat diagnostik yang penting dalam evaluasi pasen yang diduga
menderita Space Occupying Lesion (SOL). Sensitifitas CT Scan untuk mendeteksi
lesi yang berpenampang kurang dari 1 cm dan terletak pada basis kranil. Gambaran
CT Scan pada Space Occupying Lesion (SOL), umumnya tampak sebagai lesi abnormal
berupa massa yang mendorong struktur otak disekitarnya. Biasanya SOL dikelilingi
jaringan udem yang terlihat jelas karena densitasnya lebih rendah. Adanya kalsifikasi,
perdarahan atau invasi mudah dibedakan dengan jaringan sekitarnya karena sifatnya
yang hiperdens. Beberapa jenis SOL akan terlihat lebih nyata bila pada waktu
pemeriksaan CT Scan disertai dengan pemberian zat kontras. Penilaian CT Scan pada
Space Occupying Lesion (SOL)
Tanda proses desak ruang:
- Pendorongan struktur garis tengah otak
- Penekanan dan perubahan bentuk ventrikel
f. Angiografi serebral
Angiografi serebral adalah proses pemeriksaan dengan menggunakan sinar-x terhadap
sirkulasi serebral setelah zat kontras disuntikkan ke dalam arteri yang dipilih. Angiografi
serebral merupakan pilihan terakhir jika dengan pemeriksaan CT scan dan MRI,
diagnosis masih belum bisa ditegakkan. Angiografi memberi gambaran pembuluh darah
serebral dan letak tumor.
Kebanyakan angiografi serebral dilakukan dengan memasukkan kateter melalui arteri
femoralis di antara sela paha dan masuk menuju pembuluh darah bagian atas.
Prosedur ini juga dikerjakan dengan tusukan langsung pada arteri karotis atau arteri
vertebral atau dengan suntikan mundur ke dalam arteri brakialis dengan zat kontras. (Arif
Muttaqin, 2011).
g. Radiogram
Memberikan informasi yang sangat berharga mengenai struktur, penebalan dan
klasifikasi, posisi kelenjar pineal yang mengapur, dan posisi selatursika.
h. Sidik otak radioaktif
Memperlihatkan daerah-daerah akumulasi abnormal dari zat radioaktif. Space Occupying
Lesion (SOL) mengakibatkan kerusakan sawar darah otak yang menyebabkan akumulasi
abnormal zat radioaktif
6. Penatalaksanaan Medis
Modalitas pengobatan pada kanker secara umum terbagi dua, yaitu terapi lokal berupa
pembedahan dan radiasi, dan terapi sistemik. Jenis terapi sistemik pada kanker adalah
kemoterapi dengan sitotoksik, terapi hormonal, terapi biologi.
a. Pembedahan
- Craniotomi
Craniotomy adalah Operasi untuk membuka tengkorak (tempurung kepala)
dengan maksud untuk mengetahui dan memperbaiki kerusakan otak. Craniectomy
adalah operasi pengangkatan sebagian tengkorak. Craniotomi adalah Operasi
membuka tengkorak (tempurung kepala) untuk mengetahui dan memperbaiki
kerusakan yang diakibatkan oleh adanya luka yang ada di otak.
Tujuan Craniotomi adalah jenis operasi otak. Ini adalah operasi yang paling
umum dilakukan untuk otak pengangkatan tumor. Operasi ini juga dilakukan untuk
menghilangkan bekuan darah (hematoma), untuk mengendalikan perdarahan dari
pembuluh, darah lemah bocor (aneurisma serebral), untuk memperbaiki malformasi
arteriovenosa (koneksi abnormal dari pembuluh darah), untuk menguras abses otak,
untuk mengurangi tekanan di dalam tengkorak, untuk melakukan biopsi, atau untuk
memeriksa otak.
b. Radiotherapi
Radioterapi menggunakan X-ray untuk membunuh sel-sel tumor. Sebuah mesin besar
diarahkan pada tumor dan jaringan di dekatnya. Mungkin kadang radiasi diarahkan
ke seluruh otak atau ke syaraf tulang belakang.
Radioterapi biasanya dilakukan sesudah operasi. Radiasi membunuh sel-sel tumor
(sisa) yang mungkin tidak dapat diangkat melalui operasi. Radiasi juga dapat
dilakukan sebagai terapi pengganti operasi. Jadwal pengobatan tergantung pada jenis dan
ukuran tumor serta usia pasien. Setiap sesi radioterapi biasanya hanya berlangsung
beberapa menit.
saat terjadinya replikasi DNA. Setelah fase S berakhir sel masuk dalam fase pramitosis
(G2) dengan ciri-ciri :
- sel berbentuk tetraploid
- mengandung DNA lebih banyak daripada sel fase lain
- masih berlangsungnya sintesis RNA dan protein
Sewaktu mitosis berlangsung (fase M) sintesis protein dan RNA berkurang secara
tiba-tiba, dan terjadi pembelahan menjadi 2 sel. Setelah itu sel dapat memasuki
interfase untuk kembali memasuki fase G1, saat sel berproliferasi atau memasuki fase
istirahat (G0). Sel dalam fase G0 yang masih potensial untuk berproliferasi disebut sel
klonogenik atau sel induk (stem cell). Jadi yang menambah jumlah sel kanker adalah sel
dalam siklus proliferasi dan dalam fase G0
Ditinjau dari siklus sel, obat dapat digolongkan dalam 2 golongan yaitu:
1. Yang memperlihatkan toksisitas selektif terhadap fase – fase tertentu dari siklus
sel (cell cycle specific), misalnya vinkristin, vinblastin, merkaptopurin, metotreksat,
asparaginase. Zat ini terbukti efektif terhadap kanker yang berproliferasi tinggi
misalnya kanker sel darah.
2. Zat cell cycle nonspecific, misalnya zat alkilator, antibiotik antikanker, sisplatin.
Perbedaan kerja tersebut lebih bersifat relatif daripada absolut karena banyak
zat yang tergolong cell cycle nonspecific lebih efektif terhadap sel yang
berproliferasi dan terhadap sel-sel yang sedang dalam fase tertentu siklusnya.
Misalnya bila DNA sel klonogenik yang telah teralkilasi diperbaiki sebelum sel
memasuki fase S, maka sel tersebut tidak dipengaruhi oleh zat alkilator.
Obat-obat untuk terapi kanker terdiri dari beberapa kelas obat, yaitu
golongan antibiotika, hormon, antimetabolit, alkaloid nabati / alkaloid vinka dan agen
alkilasi 4. Mekanisme kerja masing – masing golongan adalah sebagai berikut :
Alkilator (Agen Alkilasi ) alkilasi DNA
Cara kerja: melalui pembentukan ion karboniu yang sangat reaktif. Yang
termasuk golongan alkilator adalah :
1.1. Mekloretamin
1.2. Siklofosfamid
1.3. Klorambusil
1.4. Busulfan
Antimetabolit
Cara kerja : menggantikan purin / pirimidin dalam pembentukan menghambat sintesis
DNA. Yang termasuk golongan nukleosida antimetabolit adalah :
2.1. Sitarabin
2.2. Metotreksat (MTX)
2.3. Merkaptopurin
Alkaloid Nabati (Alkaloid Vinka)
Cara kerja : berikatan dengan tubulin (komponen protein mikrotubulus), mitosis
terhenti yang merupakan bagian penting dari micotic spindle dalam metafase. Yang
termasuk golongan alkaloid nabati adalah :
3.1. Vinkristin
3.2. Vinblastin
Antibiotika
4.1. daunorubisin dan Doksorubisin (Adriamisin )
Cara kerja :
a. Interkalasi dengan DNA -rantai DNA putus
b. Bereaksi dengan sitokrom p450 reduktase - reaksi dengan O2 -
menghasilkan radikal bebas -sel hancur
4.2. Aktinomisin-D (Daktinomisin)
Cara kerja :
a. Interkalasi antara guanin dan sitosin pada 2 rantai DNA (double stranded
DNA)
b. Menghambat sintesis RNA yang dependen terhadap DNA (terutama
ribosomal DNA)
4.3. Bleomisin
Cara kerja : Membentuk kompleks dengan Fe - berikatan dengan DNA -
terbentuk radikal bebas - rantai DNA putus (single and double stranded) dan
sintesis DNA terhambat.
Efek samping dari kemoterapi, antara lain: mual dan muntah, sariawan, kehilangan
nafsu makan, rambut rontok, dan banyak lainnya. Untuk menangani efek samping
dari kemoterapi, diskusikan hal ini dengan dokter Anda.
7. Komplikasi
a. Gangguan fisik neurologis
b. Gangguan kognitif
c. Gangguan tidur dan mood
d. Disfungsi seksual
e. Herniasi otak (sering fatal)
Herniasi otak merupakan pergeseran dari otak normal melalui atau antar wilayah
ke tempat lain karena efek massa, ini adalah komplikasi dari efek massa baik dari
tumor, trauma atau infeksi
f. Herniasi unkal
g. Herniasi Foramen Magnum
h. Kerusakan neurologis permanen, progresif, dan amat besar
i. Kehilangan kemampuan untuk berinteraksi atau berfungsi
j. Efek samping medikasi, termasuk kemoterapi
k. Efek samping penatalaksanan radiasi
1) selama tindakan: peningkatan edema, reversible
2) setelah beberapa minggu/bulan: demielinasi
3) enam bulan-10 tahun: radionekrosis, irreversible (biasanya satu hingga dua
tahun)
l. Rekurensi pertumbuhan tumor.
8. WOC
Idiopatik
Tumor otak
Jantung
I : biasanya ictus cordis tidak terlihat
P: biasanya ictus cordis teraba
P : biasanya batas jantung normal
A : biasanya normal
Abdomen
I : biasanya tidak buncit, tidak ada asites
A: biasanya bising usus normal
P : biasanya limfa tidak teraba
P : biasanya tympani
h. Ekstremitas : biasanya oedema pada ekstremitas
i. Muskuloskletal/ sendi : biasanya kuat
j. Integument : biasanya tidak ada lesi, biasanya tidak ada nyeri tekan
k. Pemeriksaan Neurologi
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien tumor intracranial biasanya berkisar pada
tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. Apabila klien sudah mengalami koma maka
penilaian GCS sangat penting menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk
pemantuan pemberian asuhan keperawatan
Pemeriksaan Tingkat Kesadaran dengan menggunakan GCS:
1) Kuantitatif, dengan menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS)
1. Respon Membuka Mata (E = Eye)
Spontan : 4
Dengan Perintah : 3
Dengan nyeri : 2
Tidak berespon : 1
2. Respon Motorik (M = Motorik)
Dengan Perintah : 6
Melokalisasi nyeri : 5
Menarik area yang nyeri : 4
Fleksi abnormal : 3
Ekstensi abnormal : 2
Tidak berespon : 1
3. Respon Verbal (V = Verbal)
Berorientasi : 5
Bicara membingungkan : 4
Kata-kata tidak tepat : 3
Suara tidak dapat dimengerti : 2
Tidak ada respon : 1
2) Kualitatif, adalah fungsi mental keseluruhan dan derajat kewaspadaan
a) Compos mentis adalah keadaan normal serta sadar akan lingkungan.
Nilai GCS E 4 M 6 V 5 15
b) Apatis adalah dapat tidur lebih dai biasanya atau sedikit bingung saat
pertama kali terjaga, tetapi berorientasi sempurna ketika bangun.
Nilai GCS E 4 M 6 V 4 14
c) Latargie adalah mengantuk tetapi dapat mengikuti perintah sederhana
ketika dirangsang.
Nilai GCS E 4 M 5 V 3 12
d) Stupor adalah sangat sulit untuk dibangunkan , tidak konsisten mengikuti
perintah sederhan atau berbicara satu kata atau frase pendek.
Nilai GCS E 2 M5 V 2 9
e) Semikomatosa adalah gerak bertujuan ketika dirangsang tidak mengikuti
perintah atau berbicara koheren.
Nilai GCS E 2 M 2 V 1 5
f) Koma adalah dapat berespon dengan postur secara refleks ketika
distimulasi atau dapat tidak berespon pada setiap stimulasi.
Nilai GCS E 1 M 1 V 1 3
2) Fungsi serebri
- status mental : observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai gaya
bicara, dan observasi ekspresi wajah klien, aktivitas klien, aktivitas motorik
pada klien tumor intracranial tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami
perubahan.
- Fungsi intelektual : didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori baik
jangka pendek maupun jangka panjang. Penurunan kemampuan berhitung dan
kalkulasi. Pada beberapa kasus klien mengalami brain damage, yaitu kesukaran
mengenal persamaan dan perbedaan yang tidak begitu nyata.
- Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis : didapatkan bila kerusakan telah
terjadi pada lobus frontal kapasitas, memori, atau fungsi intelektual kortikal
yang lebih tinggi lebih tinggi mungkin rusak. Disfungsi ini dapat ditunjukkan
dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa, dan kurang
motivasi.
3) Pemeriksaan Saraf Cranial
- Nervus I (Olfaktorius)
Pada klien tumor intracranial yang tidak mengompresi saraf ini tidak ada
kelainan pada fungsi penciuman
- Nervus II (Optikus)
Biasanya mengalami gangguan lapang pandang disebabkan lesi pada bagian
tertentu dari lintasan visual.
- Nervus III, IV, VI (N. Okulomotorius, Trochlearis, Abdusen)
Adanya kelumpuhan unilateral atau bilateral dari saraf IV memberikan manifestasi
pada suatu tanda adanya glioblastoma multiforme
- Saraf V
Pada keadaan tumor intracranial yang tdak mengompresi saraf trigeminus maka
tidak ada kelainan pada fungsi saraf ini. Pada neurolema yang mengganggu
saraf ini akan didapatkan adanya paralisis wajah unilateral.
- Nervus V (N. Trigeminus)
Persepsi penngecapan dalam batas normal, wajah asimetris, otot wajah tertarik
ke bagian sisi yang sehat.
- Nervus VII (N. Fasialis)
Pada neurolema didapatkan adanya tuli persepsi. Tumor lobus temporalis
menyebabkan tinnitus dan halusinasi pendengaran yang mungkin diakibatkan
iritasi korteks pendengaran temporalis atau korteks yang berbatasan
- Nervus VIII (N. Auditorius)
Kemampuan menelan kurang baik, kesukaran membuka mulut
- Nervus IX dan X (N. Glossopharingeus dan Vagus)
Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoid dan trapezius
- Nervus XI (N. Accesorius)
Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi. Indra pengecapan
normal
4) Pemeriksaan Sistem motoric
Penilaian status motorik dilakukan dengan melihat fungsi motoris dengan menilai besar
dan bentuk otot, tonus otot dan kekuatan otot ekstremitas (skala 0 – 5)
0 = tidak ada gerakan
1 = kontraksi otot minimal terasa tanpa menimbulkan gerak
2= otot dapat bergerak bila gaya berat dihilangkan
3=gerakan otot dapat melawan gaya berat tapi tidak bisa terhadap tahanan
pemeriksaan
4 = gerakan otot dg tahanan ringan pemeriksa dan dapat melawan gaya berat
5 = gerakan otot dg tahanan maksimal pemeriksa
Adanya kerusakan untuk beraktivitas karena kelemahan, kelumpuhan, kehilangan
sensori, kehilangan keseimbangan, mudah lelah menyebabkan masalah pada pola
aktivitas dan istirahat. Pada inspeksi didapatkan hemiplegia atau kelumpuhan pada
salah satu sisi tubuh, hemiparise atau kelemahan pada salah satu sisi tubuh. Fasikulasi
pada otot – otot ekstermitas dan peningkatan tonus otot. Pada penilaian kekuatan otot
didapatkan penurunan kekuatan otot.
5) Pemeriksaan reflek fisiologis
Bisep
Biasanya gerakan reflek lengan bawah tidak mengalami gangguan
Trisep
Biasanya lengan bawah mengadakan ekstensi tidak mengalami gangguan
Patella
Biasanya tidak ada gangguan dengan menggerakan lutut dengan ekstensi
6) Reflek patologi
Babinski
Biasanya positif bila terjadi dorsofleksi dari ibu jari dan biasanya disertai
dengan pemeriksaan jari
Reflek chadock
Biasanya positif dengan gerakan goresan kulit dorsum pedis bagian lateral
sekitar maleoulus lateralis dan posterior anterior respon seperti Babinski
7) Reflek meningeal
Kaku kuduk
Biasanya terganggu dengan keadaan semakin memberat
Brudzinki I
Biasanya ditemukan fleksi pada kedua tungkai
Brudzinki II
Biasanya ditemukan tungkai yang satu ikut pula fleksi
Kerniq
Biasanya ditemukan adanya nyeri saat panggul diekstensi
Laseque
Biasanya ditemukan adanya tahanan saat kaki dilakukan enkstensi
J. Pemeriksaan Penunjang
a. Elektroensefalogram (EEG)
Kanker otak, tumor intracranial, Space Occupying Lesion (SOL) maupun oklusio
vascular, infeksi, dan trauma mengakibatkan kerusakan barier darah otak yang menyebabkan
akumulasi abnormal zat radioaktif. (Arif Muttaqin, 2011)
Elektroensefalogram (EEG) mendeteksi gelombang otak abnormal pada daerah yang
ditempati lesi dan dapat memungkinkan untuk mengevaluasi lobus temporal pada waktu
kejang
b. Ekoensefalogram
Ekoensefalogram memberi informasi mengenai pergeseran kandungan intra serebral
c. Foto rontgen polos
Foto rontgen polos tengkorak dan medulla spinalis sering digunakan untuk
mengidentifikasi adanya fraktur, dislokasi, dan abnormalitas tulang lainnya, terutama dalam
penatalaksanaan trauma akut. Selain itu, foto rontgen polos mungkin menjadi diagnostik bila
kelenjar pineal yang mengalami penyimpangan letak terlihat pada hasil foto rontgen, yang
merupakan petunjuk dini tentang adanya SOL (space occupying lesion).
d. MRI
Pemindaian MRI membarikan gambaran grafik dari struktur tulang, cairan, dan
jaringan lunak. MRI ini memberikan gambaran yang lebih jelas tentang detail anatomi dan
dapat membantu seseorang mendiagnosis tumor kecil, ganas, atau sindrom infrak dini.
e. CT Scan
CT Scan merupakan alat diagnostik yang penting dalam evaluasi pasen yang diduga
menderita Space Occupying Lesion (SOL). Sensitifitas CT Scan untuk mendeteksi lesi yang
berpenampang kurang dari 1 cm dan terletak pada basis kranil. Gambaran CT Scan pada Space
Occupying Lesion (SOL), umumnya tampak sebagai lesi abnormal berupa massa yang
mendorong struktur otak disekitarnya. Biasanya SOL dikelilingi jaringan udem yang terlihat
jelas karena densitasnya lebih rendah. Adanya kalsifikasi, perdarahan atau invasi mudah
dibedakan dengan jaringan sekitarnya karena sifatnya yang hiperdens. Beberapa jenis SOL akan
terlihat lebih nyata bila pada waktu pemeriksaan CT Scan disertai dengan pemberian zat
kontras
f. Angiografi serebral
Angiografi memberi gambaran pembuluh darah serebral dan letak tumor. Kebanyakan
angiografi serebral dilakukan dengan memasukkan kateter melalui arteri femoralis di antara sela
paha dan masuk menuju pembuluh darah bagian atas. Prosedur ini juga dikerjakan dengan
tusukan langsung pada arteri karotis atau arteri vertebral atau dengan suntikan mundur ke dalam
arteri brakialis dengan zat kontras. (Arif Muttaqin, 2011)
g. Radiogram
Memberikan informasi yang sangat berharga mengenai struktur, penebalan dan
klasifikasi, posisi kelenjar pineal yang mengapur, dan posisi selatursika (Arif Muttaqin, 2011).
h. Sidik otak radioaktif
Memperlihatkan daerah-daerah akumulasi abnormal dari zat radioaktif. Space
Occupying Lesion (SOL) mengakibatkan kerusakan sawar darah otak yang menyebabkan
akumulasi abnormal zat radioaktif (Arif Muttaqin, 2011)
i. Biopsi stereotaktik bantuan-komputer (tiga dimensi)
Biopsi stereotaktik digunakan untuk mendiagnosis kedudukan lesi yang dalam dan
untuk memberikan dasar-dasar pengobatan dan informasi prognosis. (Suzanne C. Smeltzer,
2006)
Intervensi keperawatan
1. Perfusi jaringan tidak efektif b/d Status sirkulasi Monitor tekanan intracranial
menurunnya curah jantung, Indikator:
Catat respon pasien terhadap
hipoksemia jaringan, asidosis Tekanan darah
stimulasi
dan kemungkinan thrombus atau sisitolik da
emboli diastolik dalam Monitor TIK pasien dan respon
rentang normal neurology pasien terhadap
Tidak ada aktivitas
ortostatik
Monitor intake dan output cairan
hipertensi
Tidak ada tanda Restrain pasien jika perlu
tanda PTIK
Monitor suhu dan angka WBC
Perfusi jaringan
serebral Kolaborasi pemberian antibiotic
Indikator:
Minimalkan stimuli dari
Klien mampu
lingkungan
berkomunikasi
dengan jelas dan Tentukan faktor-faktor yang
sesuai kemampua berhubungan dengan penyebab
Klien
Pantau status neurologis sesering
menunjukan
mungkin dan bandingkan dengan
perhatian,
keadaan normal
konsentrasi dan
orientasi Pantau TTV
Klien mampu
Evaluasi pupil, catat ukuran,
memproses
bentuk, kesamaan dan reaksi
informasi klien
terhadap cahaya
mampu membuat
keputusan dengan Letakkan kepala pada posisi agak
benar ditinggikan dan dalam posisi
Monitoring Neurologis
Monitor ukuran, kesimetrisan,
reaksi dan bentuk pupil
Monitor tingkat kesadaran pasien
Monitor tanda tanda vital
Monitor keluhan nyeri kepala,
mual, dan muntah
Monitor respon klien terhadap
pengobatan
Hindari aktivitas jika TIK
meningkat
Observasi kondisi fisik klien
Terapi oksigen
Bersihkan jan nafas dari secret
Pertahankan jalan nafas tetap
efektif
Berikan oksigen sesuai intruksi
Monitor aliran oksigen, kanul
oksigen, dan humidifier
Beri penjelasan kepada klien
tentang pentingnya pemberian
oksigen
Observasi tanda tanda
hipoventilasi
Monitor respon klien terhadap
pemberian oksigen
Anjurkan klien untuk tetap
memakai oksigen selama
aktivitas dan tidur
Tingkatkan istirahat
Manajeman pengobatan
Pengelolaan analgetik
Mendemonstrasik
an batuk efektif
Respiratory Monitoring
dan suara nafas
Monitor rata – rata, kedalaman,
yang bersih, tidak
irama dan usaha respirasi
ada sianosis dan
Catat pergerakan dada,amati
dyspneu (mampu
kesimetrisan, penggunaan otot
mengeluarkan
tambahan, retraksi otot
sputum, mampu
supraclavicular dan intercostal
bernafas dengan
Monitor suara nafas, seperti
mudah, tidak ada
dengkur
pursed lips)
Monitor pola nafas : bradipena,
Tanda tanda vital takipenia, kussmaul,
dalam rentang hiperventilasi, cheyne stokes,
normal biot
Catat lokasi trakea
Monitor kelelahan otot
diagfragma (gerakan paradoksis)
Auskultasi suara nafas, catat area
penurunan / tidak adanya
ventilasi dan suara tambahan
Tentukan kebutuhan suction
dengan mengauskultasi crakles
dan ronkhi pada jalan napas
utama
auskultasi suara paru setelah
tindakan untuk mengetahui
hasilnya
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. PENGKAJIAN
Identitas Pasien
Umur : 34 tahun
Agama : islam
Pekerjaan : Swasta
Agama : islam
Alamat : Kerinci
Nama : Tn.S
Umur : 57 Tahun
Pekerjaan : Tani
Alamat : Kerinci
Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Keluhan utama (saat masuk rumah sakit dan saat ini)
Pasien baru masuk ke RSUP Dr. M. Jamil melalui IGD pada tanggal 25 februari 2019
jam 16.00 dengan keluhan nyeri kepala yang sangat hebat di sebelah kanan dan tak
tertahankan, klien mengatakan penglihatan kabur udah 2 bulan yang lalu klien mengatakan
mual muntah , badan nya terasa lemas. Saat di lakukan pengkajian tanggal 26 Februari
klien mengatakan kepala sebelah kanan nyeri dengan skala 7, penglihatan sebelah kanan
kabur, klien mengatakan badan terasa lemas dan GCS klien 15.
Klien mengatakan sakit kepala yang hebat, klien mengatakan sakit kepala yang tak
tertahankan di sebelah kanan, klien mengatakan badan terasa lemah, klien mengatakan
mual muntah.
Tembakau: Tidak
Alkohol : Tidak
POLA NUTRISI/METABOLISME
BB : 65 Kg
TB : 160 Cm
Pola Makan
Di rumah
Di rumah sakit
Jumlah diet yang dihabiskan : Setengah porsi makanan yang diberikan dirumah sakit
Skrining Nutrisi
Indikator Penilaian Malnutrisi Skor
0 1 2 Nilai
TOTAL SKOR 3
0 = risiko rendah
1 = risiko sedang
= 3000
Ouput Cairan
Urine : 1500 cc
Feses :100 cc
Muntah : 100 cc
Keluhan pasien terkait masalah kulit (misalnya kering, gatal, adanya lesi) : tidak ada
Yang dinilai 4 3 2 1
Total skor 14
Kriteria penilaian :
16 – 20 = tidak beresiko
12 – 15 = rentan resiko
Ukuran luka : -
Kondisi luka : -
Gambar luka : -
POLA ELIMINASI
a. BAB
Di rumah Di rumah
sakit
b. BAK
Di rumah Di rumah sakit
( ) kadang-kadang
Kateter : ( √ ) tidak ( ) ya
1 Makan 5
3 Mandi 5
4 Berpakaian 5
5 Membersihkan diri 5
6 Berpindah/berjalan 5
TOTAL SKOR 50
Keterangan :
Nilai 0 bila pasien tidak dapat melakukannya, nilai 5 bila pasien dibantu melakukannya dan nilai 10
bila pasien mandiri
0 – 20 = ketergantungan total
21 – 99 = ketergantungan sebagian
100 = mandiri
Vertigo: ( ) Ya ( √ ) Tidak
Deskripsi :
P : pada saat berbaring klien merasa nyeri dan nyeri tidak berpengaruhi oleh
aktivitas
Q : seperti ditusuk-tusuk
R : nyeri pada kepala bagian kanan
S : 7-8
Masalah keluarga berkenaan dengan perawatan dirumah sakit: tidak ada masalah dalam
perawatan di rumah sakit
Kegiatan sosial : tidak ada kegiatan sosial yang dilakukan selama sakit
Lain-lain: -
POLA SEKSUALITAS/REPRODUKSI
Tanggal Menstruasi Akhir (TMA) : tidak ingat
b. Role/peran
( ) overload peran (√ ) perubahan peran ( ) transisi peran karena sakit
c. Identity/identitas diri
(√ ) kurang percaya diri ( ) merasa kurang memiliki potensi
Pengaruh agama dalam kehidupan: klien mengatakan bahwa agama sangat berpengaruh dan
penting untuk dirinya
LILA -
Kepala :
Telinga Simestris ki-ka, tidak ada lesi, tidak ada lesi, tidak ada
serumen, tidak terdapat nyeri tekan.
Leher
Abdomen I: tidak ada lesi , tidak ada distensi abdomen, adanya asites
Perk: redup
555 555
Neurologi
Reflek fisiologi 2. Reflek trisep : adanya ekstensi kiri dan kanan (+)
3. Reflek patela : adanya ekstensi kiri dan kanan (+)
Reflek meningeal 1. Kaku kuduk : dagu dapat menyentuh dada tanpa ada
tahanan
2 Ht 41 % 40 – 52
TERAPI
Cairan Nacl 0,9 % 1500cc/24 jam
Dexamethason 4 x 1 amp
Omeprazol 1 x 40 mg
Ranitide 2 x 1 amp
CT scan
tampak lesi multiple inhomogen hipodens ditemporal sinistra, midline shift (+) obliterasi
ventrikel lateral sinistra
B. ANALISA DATA
No Data Penunjang Masalah Etiologi WOC
Keperawatan
1. Ds:
Nosireseptor
Gangguan persepsi
Ds: sensori penglihatan Nyeri
3 menekan
Klien mengatakan oksipital Massa semakin
sudah 2 bulan yang
bertambah
lalu pandangan klien
↓
kabur
Mendesak
ruang TIK
DO :
↓
↓
Gangguan
persepsi sensori
penglihatan
3 26.02.19
Ganguan persepsi sensori:
penglihatan berhubungan
dengan penekanan oksipital
D. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
EAR CARE :
ð Kaji fungsi pendengaran klien
ð Jaga kebersihan telinga
ð Monitor respon pendengaran klien
ð Monitor tanda dan gejala penurunan
pendengaran
ð Monitor fungsi pendengaran klien
MONITORING VITAL SIGN :
ð Monitor TD, Suhu, Nadi dan pernafasan
klien
ð Catat adanya fluktuasi TD
ð Monitor vital sign saat pasien berbaring,
duduk atau berdiri
ð Auskultasi TD pada kedua lengan dan
bandingkan
ð Monitor TD, Nadi, RR sebelum dan
setelah aktivitas
ð Monitor kualitas Nadi
ð Monitor frekuensi dan irama pernafasan
ð Monitor suara paru
ð Monitor pola pernafasan abnormal
ð Monitor suhu, warna, dan kelembaban
kulit
ð Monitor sianosis perifer
ð Monitor adanya cushing triad (tekanan
nadi yang melebar, brakikardi,
peningkatan sistolik)
ð Identifikasi penyebab dari perubahan
vital sign
E. CATATAN PERKEMBANGAN
No Hari/Tgl/ No.Diagnosa Implementasi Evaluasi TTD
Kep
Jam
P= Intervensi dilanjutkan
2 Melakukan pengkajian nyeri S = klien mengatakan nyeri pada kepala, klien
secara komprehensif termasuk mengatakan nyeri bertambah saat bergerak,
lokasi dan krakteristik, durasi, klien mengatakan nyeri hilang timbul
frekuensi, kualitas dan faktor
O = Klien tampak meringis
penyebab nyeri
Mengobservasi reaksi non verbal Klien tampak gelisah
dari ketidaknyamanan
Skala nyeri 7
Mengontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu, A = Masalah belum teratasi
ruangan, pencahayaan, dan
kebisingan
Mengajarkan teknik non P = Intervensi dilanjutkan
varmakologi
Meningkatkan istirahat berikan
analgetik untuk mengurangi nyeri
Memonitor penerimaan pasien
tentang menegemen nyeri
3 Mengkaji adanya edema S = klien mengatakan kaki dan wajahnya
Menganjurkan istirahat untuk tirah terasa bengkak
baring padasaat edema terjadi
O = Klien tampak oedema, balance cairan
Memonito vital sign
700cc, odema derajat 1
Menukur intake output
P = intervensi dilanjutkan
P= Intervensi dilanjutkan
P = intervensi dilanjutkan
P= Intervensi dilanjutkan
P = intervensi dilanjutkan
PEMBAHASAN
Bab ini membahas tentang Asuhan Keperawatan pada Tn.R dengan diagnosa
medis SOL yang dirawat di Ruang rawat inap bangsal syaraf RSUP.M.Djamil
Padang. Selama melakukan asuhan keperawatan penulis berusaha menetapkan proses
asuhan keperawatan mulai dari pengkajian sampai dengan evaluasi. Disamping itu,
penulis juga membahas kesenjangan antara teori dengan kenyataan yang penulis
temukan selama menerapkan asuhan keperawatan ini pada Tn.R di ruang rawat inap
akut Anak RSUP. M.Djamil Padang.
A. Pengkajian
SOL (Scale Occupying lession) atau tumor intra cranial merupakan masalah
tentang adanya lesi pada ruang intra cranial khususnya yang mengenai otak.
Banyak penyebab yang dapat menimbulkan lesi pada otak seperti kuntusio
serebri, hematoma, infark, abses otak dan tumor intrakranial.(ArifMuttaqin,2011)
PENUTUP
A. Kesimpulan
SOL (Scale Occupying lession) atau tumor intra cranial merupakan
masalah tentang adanya lesi pada ruang intra cranial khususnya yang mengenai
otak. Banyak penyebab yang dapat menimbulkan lesi pada otak seperti kuntusio
serebri, hematoma, infark, abses otak dan tumor intrakranial.(Arif Muttaqin,2011)
Tumor intracranial meliputi lesi yang mendesak ruang yang terdapat di
otak, meningen, dan tengkorak. Klien dengan tumor intracranial datang kerumah
sakit dengan berbagai gejala yang membingungkan, oleh karena itu penegakan
diagnosis menjadi sulit.Tumor intracranial dapat terjadi pada semua umur, paling
sering terjadi pada orang dewasa dengan usia 50-an dan 60-an tetapi tidak jarang
juga menyerang anak- anak yang berusia dibawah 10 tahun. (Arif Muttaqin,2011)
Penyakit SOL pada pasien harus ditangani dengan segera agar masalah
dapat diatasi dengan cepat. Memberikan diet dan terapi sesuai medis adalah salah
satu indikator untuk meningkatkan pencapaian yang lebih baik pada pasien. Pada
kasus diatas Ny.S mengalami SOL dan mendapatkan perawatan yang intensif di
RS. Penatalaksanaan lebih lanjut harus segera dilakukan agar masalah pasien
dapat teratas.
B. Saran
Intervensi keperawatan sesuai dengan Nursing Interventions Classification
(NIC) yang sesuai harus dilaksanakan. Pemberian evidence based practice dan
temuan baru untuk intervensi keperawatan yang mumpuni berguna bagi
kesembuhan pasien terutama pasien SOL
DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin, Arif. (2011). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan.
Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba Medika
Nanda. 2015. Diagnosis Keperawatan Defenisi dan Klarifikasi. EGC. Jakarta
Suzanne C. Smeltzer, 2006. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddart. 2006. Buku ajar medical bedah. Jakarta : EGC
Anonim. 2010. Memahami berbagai macam penyakit. Jakarta : PT Indeks
Satyanegara. 2010. Ilmu badah syaraf edisi IV. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka
Utama
Mardjono. 2012. Neurologi klinik dasar. Jakarta : dian Raky