Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN


AKTIVITAS DI RUANG MELATI RUMAH SAKIT PARU JEMBER

OLEH:

Afan Dwi Anwar, S. Kep.

132311101044

PROGRAM PROFESI NERS

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

JEMBER 2017
LAPORAN PENDAHULUANKEBUTUHAN

AKTIVITAS (MOBILISASI)

A. Definisi Gangguan Kebutuhan Mobilisasi


Kebutuhan Aktivitas (Mobilisasi) dini menurut Carpenito tahun 2000 adalah
suatu upaya mempertahankan kemandirian sedini mungkin dengan cara
membimbing penderita untuk mempertahankan fungsi fisiologis. Kemampuan
seseorang untuk melakukan suatu aktivitas seperti berdiri, berjalan dan bekerja
merupakan salah satu dari tanda kesehatan individu tersebut dimana kemampuan
aktivitas seseorang tidak terlepas dari keadekuatan sistem persarafan dan
muskuloskeletal. Pemenuhan kebutuhan aktivitas dan latihan biasanya
menyangkut tentang kemampuan untuk mobilisasi secara mandiri. Aktivitas fisik
yang kurang memadai dapat menyebabkan berbagai gangguan pada sistem
musculoskeletal seperti atrofi otot, sendi menjadi kaku dan juga menyebabkan
ketidakefektifan fungsi organ internal lainnya (Potter & Perry, 2006).
Menurut Mubarak 2008 jenis mobilisasi sebagai berikut:
1. Mobilitas penuh, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara
penuh dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan menjalankan
peran sehari-hari. Mobilitas penuh ini merupakan fungsi saraf motorik
volunteer dan sensorik untuk dapat mengontrol seluruh area tubuh seseorang.
2. Mobilitas sebagian, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan
batasan jelas dan tidak mam.pu bergerak secara bebas karena dipengaruhi
oleh gangguan saraf motorik dan sesnsorik pada area tubuhnya. Hal ini dapat
dijumpai pada kasus cedera atau patah tulang dengan pemasangan traksi.
Pada pasien paraplegi dapat mengalami mobilitas sebagian pada ekstremitas
bawah karena kehilangan kontrol motorik dan sensorik. Mobilitas sebagian
ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
a. Mobilitas sebagian temporer, merupakan kemampuan individu untuk
bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara. Hal tersebut dapat
disebabkan oleh trauma reversibel pada system musculoskeletal,
contohnya adalah adanya dislokasi sendi dan tulang.
b. Mobilitas permanen, merupakan kemampuan individu untuk bergerak
dengan batasan yang sifatnya menetap. Hal tersebut disebabkan oleh
rusaknya system saraf yang reversibel, contohnya terjadinya hemiplegia
karena stroke, paraplegi karena cedera tulang belakang, poliomilitis
karena terganggunya system saraf motorik dan sensorik.
3. Rentang Gerak dalam mobilisasi
Dalam mobilisasi terdapat tiga rentang gerak yaitu :
a. Rentang gerak pasif
Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan
persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya
perawat mengangkat dan menggerakkan kaki pasien.
b. Rentang gerak aktif
Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara
menggunakan otot-ototnya secara aktif misalnya berbaring pasien
menggerakkan kakinya.
c. Rentang gerak fungsional
Berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan melakukan
aktifitas yang diperlukan

B. Epidemiologi
Pemecahan protein, klien kehilangan massa tubuh yang tidak berlemak.
Massa otot berkurang tidak stabil untuk mempertahankan aktivitas tanpa
meningkatnya kelemahan. Jika mobilisasi terus terjadi dan klien tidak melakukan
latihan, kehilangan massa otot akan terus terjadi (Asmadi, 2008). Kelemahan otot
juga terjadi karena imobilisasi, dan imobilisasi lama sering menyebabkan atrofi
angguran, dimana atrofi angguran (disuse atrophy) adalah respon yang dapat
diobservasi terhadap penyakit dan menurunnya aktifitas kehidupan sehari-hari.
Dan imobilisasi kehilangan daya tahan, menurunnya massa dan kekuatan otot, dan
instabilitas sendi menyebabkan klien beresiko mengalami cedera. Selain itu pasien
yang tirah baring tanpa melakukan mobilisasi akan mengakibatkan munculnya
dekubitus ( Setyawan 2008 dalamYetiyana 2013).
C. Etiologi
Penyebab utama imobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah, kekakuan
otot, ketidakseimbangan, dan masalah psikologis. Menurut Mubarak (2008) faktor
yang mempengaruhi mobilisasi sebagai berikut:
1. Gaya Hidup
Mobilitas seseorang dipengaruhi oleh budaya yang mendasari, nilai-nilai yang
dianut, serta lingkungan ditiggali
2. Ketidakmampuan
Kelemahan fisik dan mental akan menghalangi seseorang untuk melakukan
aktivitas hidup sehari-hari. Ketidakmampuan dibagi menjadi dua yaitu primer
dan sekunder. Primer disebabkan oleh penyakit atau trauma (cedera medula
spenalis atau paralisis). Sedangkan sekunder terjadi akibat (kelemahan otot
dan tirah baring.
3. Tingkat energi
Energi dibutuhkan untuk banyak hal salahsatunya adalah mobilisasi.
Sehingga setiap individu memiliki cadangan energi yang berbeda-beda
4. Usia
Usia berpengaruh pada kemampuan seseorang dalam melakukan mobilisasi.
Pada lansia, kemampuan aktifitas dan mobilisasi menurun sejalan dengan
penuaan.

D. Tanda dan Gejala


a. Respon fisiologik dari perubahan mobilisasi, adalah perubahan pada (Perry &
Potter, 2006) :
1. Muskuloskeletal seperti kehilangan daya tahan, penurunan massa otot,
atropi dan abnormalnya sendi dan gangguan metebolisme kalsium.
2. Kardiovaskuler seperti hipotensi orthostastik, peningkatan beban kerja
jantung dan pembentukan thrombus.
3. Pernafasan seperti atelektasis dan pneumonia hipostatik, dispnea setelah
beraktivitas.
4. Metabolisme dan nutrisi antara lain laju metabolik, metabolik
karbohidrat, lemak dan protein, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit,
ketidakseimbangan kalsium dan gangguan pencernaan.
5. Eliminasi urin seperti stasis urin meningkatkanresiko infeksi saluran
perkemihan dan batu ginjal.
6. Integument seperti ulkus dekubitus adalah akibat iskhemia dan anoksia
jaringan.
7. Neurosensori : sensori deprivationb.
a. Respon psikososial antara lain meningkatkan respon emosional,
intelektual, sensori dan sosiokultural.
b. Keterbatasan rentan pergerakan sendi
c. Pergerakan tidak terkoordinasi.
d. Penurunan waktu reaksi (lambat)

E. Patofisiologi dan Clinical Pathway

Faktor predisposisi adanya neoplasma sel di


paru atau yang mendesak paru
Perfusi jaringan terganggu
Keterbatasan gerak akibat
Oksigen ke jaringan ↓ cedera di daerah ekstremitas

Kompensasi tubuh untuk memenuhi Suplai O2 ke jaringan ↓


kebutuhan O2 dengan meningkatkan
frekuensi pernapasan Metabolisme anaerob
Kontraksi otot pernapasan,
penggunaan energi untuk pernapasan↑ Asidosis metabolik
Exercise
↑ kerja napas Usia ATP ↓
metabolisme ↑
Fatigue degeneratif Kelemahan

↓ kekuatan otot
Intoleransi
aktivitas Gangguan mobilitas Gangguan mobilitas
fisik diatas tempat tidur
Kecacatan
dari lahir Kesulitasn bergerak
antara posisi duduk dan
telentang akibat cedera

F. Penatalaksanaan
Menurut Perry & Potter, 2006 penetalaksanaan:
1) Penatalaksana Umum
a) Kerjasama tim medis interdisiplin dengan partisipasi pasien,
keluarga, dan pramuwerdha.
b) Edukasi pada pasien dan keluarga mengenai bahaya tirah baring
lama, pentingnya latihan bertahap dan ambulasi dini, serta
mencegah ketergantungan pasien dengan melakukan aktivitas
kehidupan sehari-hari sendiri, semampu pasien.
c) Dilakukan pengkajian geriatri paripurna, perumusan target
fungsiona l, dan pembuatan rencana terapi yang mencakup pula
perkiraan waktu yang diperlukan untuk mencapai target terapi.
d) Temu dan kenali tatalaksana infeksi, malnutrisi, anemia, gangguan
cairan dan elektrolit yang mungkin terjadi pada kasus imobilisasi,
serta penyakit/ kondisi penyetara lainnya.
e) Evaluasi seluruh obat-obatan yang dikonsumsi; obat-obatan yang
dapat menyebabkan kelemahan atau kelelahan harus diturunkan
dosisnya atau dihentkan bila memungkinkan.
f) Berikan nutrisi yang adekuat, asupan cairan dan makanan yang
mengandung serat, serta suplementasi vitamin dan mineral.
g) Program latihan dan remobilisasi dimulai ketika kestabilan kondisi
medis terjadi meliputi latihan mobilitas di tempat tidur, latihan
gerak sendi (pasif, aktif, dan aktif dengan bantuan), latihan penguat
otot-otot (isotonik, isometrik, isokinetik), latihan koordinasi/
keseimbangan, dan ambulasi terbatas.
h) Bila diperlukan, sediakan dan ajarkan cara penggunaan alat-alat
bantu berdiri dan ambulasi.
i) Manajemen miksi dan defekasi, termasuk penggunaan komod atau
toilet.
2) Tatalaksana Khusus
1. Tatalaksana faktor risiko imobilisasi
2. Tatalaksana komplikasi akibat imobilisasi.
3. Pada keadaan-keadaan khusus, konsultasikan kondisi medik kepada
dokter spesialis yang kompeten.
4. Lakukan remobilisasi segera dan bertahap pada pasien–pasien yang
mengalami sakit atau dirawat di rumah sakit dan panti werdha
untuk mobilitas yang adekuat bagi usia lanjut yang mengalami
disabilitas permanen.
b. Penatalaksanaan lain yaitu:
1) Pengaturan Posisi Tubuh sesuai Kebutuhan Pasien
Pengaturan posisi dalam mengatasi masalah kebutuhan mobilitas,
digunakan untuk meningkatkan kekuatan, ketahanan otot, dan
fleksibilitas sendi. Posisi-posisi tersebut, yaitu :
a) Posisi fowler (setengah duduk)
b) Posisi litotomi
c) Posisi dorsal recumbent
d) Posisi supinasi (terlentang)
e) Posisi pronasi (tengkurap)
f) Posisi lateral (miring)
g) Posisi sim
h) Posisi trendelenbeg (kepala lebih rendah dari kaki)
2) Ambulasi dini
Cara ini adalah salah satu tindakan yang dapat meningkatkan
kekuatan dan ketahanan otot serta meningkatkan fungsi
kardiovaskular. Tindakan ini bisa dilakukan dengan cara melatih
posisi duduk di tempat tidur, turun dari tempat tidur, bergerak ke
kursi roda, dan lain-lain.
3) Melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri juga dilakukan
untuk melatih kekuatan, ketahanan, kemampuan sendi agar
mudah bergerak, serta meningkatkan fungsi kardiovaskular.
4) Latihan isotonik dan isometrik
Latihan ini juga dapat dilakukan untuk melatih kekuatan dan
ketahanan otot dengan cara mengangkat beban ringan, lalu beban
yang berat. Latihan isotonik (dynamic exercise) dapat dilakukan
dengan rentang gerak (ROM) secara aktif, sedangkan latihan
isometrik (static exercise) dapat dilakukan dengan meningkatkan
curah jantung dan denyut nadi.
5) Latihan ROM Pasif dan Aktif
Latihan ini baik ROM aktif maupun pasif merupakan tindakan
pelatihan untuk mengurangi kekakuan pada sendi dan kelemahan
otot.
6) Latihan Napas Dalam dan Batuk Efektif
Latihan ini dilakukan untuk meningkatkan fungsi respirasi
sebagai dampak terjadinya imobilitas.
7) Melakukan Postural Drainase
Postural drainase merupakan cara klasik untuk mengeluarkan
sekret dari paru dengan menggunakan gaya berat (gravitasi) dari
sekret itu sendiri. Postural drainase dilakukan untuk mencegah
terkumpulnya sekret dalam saluran napas tetapi juga
mempercepat pengeluaran sekret sehingga tidak terjadi
atelektasis, sehingga dapat meningkatkan fungsi respirasi. Pada
penderita dengan produksi sputum yang banyak, postural drainase
lebih efektif bila diikuti dengan perkusi dan vibrasi dada.
8) Melakukan komunikasi terapeutik
Cara ini dilakukan untuk memperbaiki gangguan psikologis yaitu
dengan cara berbagi perasaan dengan pasien, membantu pasien
untuk mengekspresikan kecemasannya, memberikan dukungan
moril, dan lain-lain.
G. Asuhan Keperawatan Gangguan Mobilisasi
1. Pengkajian
a. Riwayat Keperawatan Sekarang, meliputi alasan pasien yang
menyebabkan terjadi keluhan / gangguan dalam mobilitas dan
imobilitas, seperti adanya nyeri, kelemahan otot, kelelahan, tingkat
mobilitas dan imobilitas, dan lama terjadinya gangguan mobilitas.
(Asmadi, 2008).
b. Pengkajian Keperawatan Penyakit yang Pernah Diderita,
berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan mobilitas, misalnya
adanya riwayat penyakit sistem neurologis, riwayat penyakit
kardiovaskular, riwayat penyakit sistem muskuloskeletal, riwayat
penyakit sistem pernapasan, riwayat pemakaian obat seperti
sedativa, hipnotik, depresan sistem saraf pusat, laksania, dan lain-
lain.
c. Kemampuan Fungsi Motorik, pengkajiannya antara lain pada
tangan kanan dan kiri,kaki kanan dan kiri untuk menilai ada atau
tidaknya kelemahan, kekuatan, atau spastis.
d. Kemampuan Mobilitas, dilakukan dengan tujuan untuk menilai
kemampuan gerak ke posisi miring, duduk, berdiri, bangun, dan
berpindah tanpa bantuan. Kategori tingkat kemampuan aktivitas
adalah sebagai berikut:
e. Tingkat Aktivitas/Mobilitas Kategori
Tingkat 0 Mampu merawat diri sendiri secara penuh
Tingkat 1 Memerlukan penggunaan alat
Tingkat 2 Memerlukan bantuan atau pengawasan orang lain
Tingkat 3 Memerlukan bantuan, pengawasan & peralatan
Tingkat4 Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan atau
berpartisipasi dalam perawatan
f. Kemampuan Rentang Gerak, pengkajian rentang gerak (range of
motion – ROM) dilakukan pada daerah seperti bahu, siku, lengan,
panggul, dan kaki.

g. Gerak Sendi Derajat Rentang Normal.


 Bahu : Abduksi, gerakan lengan ke lateral dari posisi samping
ke atas kepala, telapak tangan menghadap ke posisi yang
paling jauh 180º.
 Siku : Fleksi, angkat lengan bawah ke arah depan dan ke arah
atas menuju bahu 150º.
 Pergelangan Tangan: Fleksi, tekuk jari-jari tangan ke arah
bagian dalam lengan bawah 80-90º; Ekstensi : luruskan
pergelangan tangan dari posisi fleksi 80-90º; Hipereskstensi :
tekuk jari-jari tangan ke arah belakang sejauh mungkin 70-90º;
Abduksi : tekuk
 pergelangan tangan ke sisi ibu jari ketika telapak tangan
menghadap ke atas 0-20º. Abduksi : tekuk pergelangan tangan
ke arah kelingking, telapak tagang menghadap ke atas 30-50º
 Tangan dan Jari. Fleksi : buat kepalan tangan 90º. Ekstensi:
Luruskan jari 90º. Hiperekstensi : tekuk jari-jari tangan ke
belakang sejauh mungkin 30º. Abduksi : kembangkan jari
tangan 20º. Abduksi : rapatkan jari-jari tangan dari posisi
abduksi 20º
h. Perubahan Intoleransi Aktivitas, berhubungan dengan perubahan
pada sistem pernapasan, antara lain : suara napas, analisis gas
darah, gerakan dinding thorak, adanya mukus, batuk yang produktif
diikuti panas, dan nyeri saat respirasi. Pengkajian intoleransi
aktivitas terhadap perubahan sistem kardiovaskular, seprti nadi dan
tekanan darah, gangguan sirkulasi perifer, adanya trombus, serta
perubahan tanda vital setelah melakukan aktivitas atau perubahan
posisi.
i. Kekuatan Otot dan Gangguan Koordinasi, dalam mengkaji
kekuatan otot dapat ditentukan kekuatan secara bilateral atau tidak.
Derajat kekuatan otot dapat ditentukan dengan : Skala Persentase
Kekuatan Normal Karakteristik
0 0 Paralisis sempurna
1. 10 Tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat di palpasi atau dilihat
2. 25 Gerakan otot penuh melawan gravitasi dengan topangan.
3. 50 Gerakan yang normal melawan gravitasi.
4. 75 Gerakan penuh yang normal melawan gravitasi dan melawan
tahanan minimal.
5. 100 Kekuatan normal, gerakan penuh yang normal melawan
gravitasi dan tahana penuh.
j. Perubahan Psikologis, disebabkan karena adanya gangguan
mobilitas dan imobilitas, antara lain perubahan perilaku,
peningkatan emosi, perubahan dalam mekanisme tulang, dan lain-
lain (Asmadi, 2008).

2. Diagnosa
a. Intoleransi aktivitas
Definisi: ketidakcukupan energi psikologis atau fisiologis untuk
mempertahankan atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari –
hari yang harus atau yang ingin dilakukan
• Batasan karakteristik
1) Dispnea setelah beraktivitas
2) Keletihan
3) Ketidaknyamanan setelah beraktivitas
4) Perubahan EKG seperti aritmia, abnormalitas
5) Respon frekuensi jantung abnormal terhadap aktivitas
6) Respon tekanan darah abnormal terhadap aktivitas
• Faktor yang berhubungan
1) Gaya hidup kurang gerak
2) Imobilitas
3) Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
4) Tirah baring
2. Hambatan mobilitas fisik
Definisi : keterbatasan dalam gerakan fisik atau satu atau lebih
ekstremitas secara mandri dan terarah
• Batasan karakteristik
1) Dispnea setelah beraktivitas
2) Gangguan sikap berjalan
3) Gerakan lambat
4) Gerakan spastik
5) Gerakan tidak terkoordinasi
6) Instabilitas postur
7) Kesulitasn membolak balik posisi
8) Keterbatasan rentang gerak
9) Ketidaknyamanan
10) Penurunan kemampuan melakukan keterampilan motorik halus
11) Penurunan waktu reaksi
12) Tremor akibat gerak
13) Penurunan kemampuan melakukan keterampilan motorik kasar
• Faktor yang berhubungan:
1) Agen farmasetik
2) Ansietas
3) Depresi
4) Fisik tidak bugas
5) Gangguan fungsi kognitif
6) Ganggaun meetabolisme
7) Gangguan muskuluskeletal
8) Gangguan neuromuskular
9) Gangguan sensoriperseptual
10) Gaya hidup kurang gerak
11) IMT diatas 75 persen sesuai usia
12) Intoleransi aktivitas
13) Kaku sendi
14) Keengganan memulai pergerakan
3. Perencanaan/Nursing Care Plan

No
TUJUAN INTERVENSI
DX
1 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 Peningkatan latihan : latihan
jam, klien toleran terhadap aktivitas, dengan kriteria kekuatan
hasil: 1. Berikan informasi mengenai
jenis latihan yang bisa
Toleransi terhadap aktivitas dilakukan
2. Modifikasi gerakan dan
N Tujuan
Indikator Awal metode dalam
o 1 2 3 4 5
mengaplikasikan resistensi
1. Saturasi 3 √ untuk pasien yang harus
oksigen ketika berada di kursi roda atau
beraktivitas tempat tidur
2. Kekuatan 4 √ 3. Bantu mengembangkan
tubuh bagian program latihan kekuatan
atas yang sesuai dengan tingkat
3. Kekuatan 2 √ kebugaran otot, hambatan
tubuh bagian muskuloskeletal seperti
bawah ROM, miring kanan dan kiri;
2. F ekuen √ 4. Spesifikkan tingkat resistensi,
ki si jumlah pengulangan, jumlah
nadi latihan, dan frekuensi dari
saat sesi latihan menurut level
berak kebugaran dan ada atau
tivitas tidaknya faktor risiko;
4 5. Instruksikan untuk
beristirahat sejenak setiap
selesai latihan, jika
diperlukan.
3. Frekuensi perna √ Peningkatan tidur
pasan 1. Tentukan pola tidur pasien
saat 2. Monitot partisipasi dala
berak kegiatan yang melelahkan
tivitas selama terjaga untuk
4 mencegah penat yang
Keterangan: berlebihan
1. Sangat terganggu 3. Monitor pola tidur pasien
2. Banyak terganggu dan catat kondis fisik dan
3. Cukup terganggu atau psikolog5s yang
4. Sedikit terganggu mengganggu tidur
5. Tidak terganggu Bantuan perawatan diri
1. Monitor kemampuan
perawatan diri secara
mandiri;
2. Monitor kebutuhan klien
terkait alat kebersihan diri,
alat bantu berpakaian,
berdandan, eliminasi, dan
makan;
3. Dorong klien untuk
melakukan aktivitas normal
sehari-hari sampai batas
kemampuan klien.

Terapi Oksigen
1. Kaji RR dan
iramapernafasan klien
2. Pertahankan kepatenan jalan
nafas
3. Siapkan peralatan oksigen
dan berikan melalui sistem
humidifier
4. Sediakan oksigen ketika
pasien dipindahkan
2 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 Peningkatan latihan
jam, klien dapat pergerakan sendi dengan kriteria 1. Gali hambatan dalam
hasil : melakukan aktivitas;
2. Dukung klien untuk memulai
Pergerakan dan melanjutkan latihan
sepeti ROM, miring kanan
N Aw Tujuan
Indikator dan kiri;
o al 1 2 3 4 5
3. Dampingi klien pada saat
1. keseimbangan 2 √ mengembangkan program
2. Gerakan otot 2 √ latihan untuk memenuhi
3. Bergerak 2 √ kebutuhannya;
dengan mudah 4. Lakukan latihan bersama
klien, jika diperlukan;
Keterangan: 5. Instruksikan klien terkait
1. Sangat terganggu frekuensi, durasi dan
2. Banyak terganggu intensitas program latihan
3. Cukup terganggu yang diinginkan.
4. Sedikit terganggu 6. Libatkan keluarga yang
5. Tidak terganggu memberi perawatan dalam
merencanakan dan
meningkatkan program
latihan
7. Monitor respon individu
terhadap program latihan
Terapi latihan: pergerakan
sendi
1. Tentukan batasan pergerakan
sendi dan efeknya terhadap
sendi;
2. Jelaskan pada klien dan
keluarga mengenai manfaat
dan tujuan melakukan latihan
sendi;
3. Instruksikan klien/keluarga
cara melakukan latihan ROM
aktif atau pasif.
4. Monitor lokasi dan
kecenderungan adanya nyeri
5. Pakaikan baju yang tidak
0enghambat pergerakan
pasien
Manajemen nyeri
1. Lakukan pengkajian nyeri
komprehensif meliputi lokasi,
karakteristik. Kualitas,
intensitas atau beratnya nyeri
dan faktor pencetus;
2. Pastikan perawatan analgesik
bagi klien dilakukan dengan
pemantauan yang ketat
3. Ajarkan prinsip-prinsip
manajemen nyeri.
4. Observasi adanya petunjuk
nonverbal mengenai
ketidaknyamanan
5. Gali pengetahuan pasien
terkait nyeri
6. Ajarkan pasien penggunaan
teknik farmakologi seperti
terapi musik dan relaksasi
H. Daftar Pustaka
Asmadi. 2008. Konsep dan aplikasi kebutuhan dasar klien. Jakarta :
Salemba Medika.

Berman, A., et al. 2009. Buku ajar praktik klinis Kozier & Erb. Jakarta:
EGC. Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

Bulecheck, G.H at al. 2016..Nursing intervention classification NOC and


NIC. United Kingdom : Macomedia.

Herdman, T.H. 2015. Diagnosa Keperawatan: Definisi dan klasifikasi


2015-2017. Jakarta: EGC.

Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC)


Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Mubarak, Wahid Iqbal, Nurul Chayati. (2008). Buku Ajar Kebutuhan Dasar
Manusia: Teori dan Aplikasi Dalam Praktik. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.

Perry & Potter. 2006. Buku ajar fundal mental keperawatan konsep, proses
dan praktik. Edisi 4. Jakarta : EGC.

Valentin, Y.P. 2013. Hubungan Antara Status Gizi dan Mobilitas dengan
Resiko terjadinya dekubitus pada pasien Stroke di RSUD
Dr.Moewardi Surakarta. Skripsi. Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Anda mungkin juga menyukai