Anda di halaman 1dari 34

Case Report Session

STROKE HEMORAGIK

Oleh :
Yola Anggraeni 1740312617
Yola Anggreka Taufik 1740312618
Karina Prasasti Helhid 1740312620

Preseptor :
dr. Restu Susanti, Sp.S, M.Biomed

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

1
RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
2019
BAB I
PENDAHULUAN

Stroke adalah gangguan fungsi saraf otak yang timbul secara mendadak

(beberapa detik atau secara cepat / beberapa jam) dengan gejala atau tanda sesuai

dengan daerah yang terganggu, sehingga dapat menimbulkan defisit neurologis atau

kematian. Penderita stroke dapat mengalami keterbatasan fungsi organ (​impairment​)

seperti hemiparesis, afasia, disartria, disfagia, dan lain sebagainya sehingga

menyebabkan ketidakmampuan (​disability​) berjalan, berpakaian, berkomunikasi, dan

lain-lain. Kondisi ini menyebabkan keterbatasan peran sosial pada penderita stroke,

didefinisikan sebagai terganggunya kemampuan aktualisasi diri untuk berperan secara

sosial, budaya, dan ekonomi dalam keluarga, seperti tidak dapat berperan sebagai ayah

atau tidak dapat bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga.​4

Pada tahun 2012, stroke merupakan penyebab nomor dua kematian secara

global setelah penyakit jantung dengan prevalensi 11,9.​4 Angka kematian dan

kecacatan akibat stroke pada tahun 1990 – 2010 mengalami peningkatan yakni

masing-masing sebesar 26% dan 19%.​1 ​Kasus stroke menjadi urutan ketiga sebagai

penyebab utama kematian setelah penyakit jantung koroner dan kanker di

negara-negara berkembang. Negara berkembang berkontribusi sebesar 85,5% dari total

kematian akibat stroke diseluruh dunia. Dua pertiga penderita stroke terjadi di

negara-negara yang sedang berkembang. Penderita stroke baru terdapat sekitar 13 juta

penduduk setiap tahun, dimana 4,4 juta diantaranya meninggal dalam 12 bulan.​4

2
Prevalensi stroke di Indonesia tahun 2007 menunjukkan angka 8,3 per 1000

penduduk. Namun pada tahun 2013 prevalensinya meningkat menjadi 12,1 per 1000

penduduk. Prevalensi stroke diberbagai provinsi di Indonesia rata-rata mengalami

peningkatan pada tahun 2013 bila dibandingkan dengan tahun 2007.​5 ​Berdasarkan

penelitian didapatkan bahwa insiden stroke adalah 200 per 100.000 penduduk. Angka

ini dapat dibagi berdasarkan kelompok usia. Pada kelompok usia 35 – 44 tahun

insidennya 0,2 %; kelompok usia 45 – 54 tahun 0,7%; kelompok usia 55 – 64 tahun

1,8%; kelompok usia 65 – 74 tahun 2,7%; kelompok usia 75 – 84 tahun 10,4%; dan

kelompok usia 85 tahun keatas 13,9%.​3

Seseorang dapat menderita stroke apabila terpapar faktor risiko penyebab

timbulnya stroke. Adapun faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian stroke

dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi dan faktor

risiko yang dapat dimodifikasi. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi meliputi

usia, jenis kelamin, riwayat stroke dalam keluarga, dan adanya riwayat stroke

sebelumnya. Beberapa faktor risiko stroke yang dapat dimodifikasi yaitu hipertensi

(25-40%), kurang aktivitas fisik (25%), obesitas (25%), diabetes melitus, dislipidemia,

riwayat penyakit jantung, dan merokok.​2

3
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

A. Stroke Hemoragik

Menurut ​World Health Organization (WHO), stroke adalah sindrom klinis

yang ditandai dengan adanya defisit neurologis serebral fokal atau global yang

berkembang secara cepat dan berlangsung selama minimal 24 jam atau menyebabkan

kematian mendadak disebabkan oleh kelainan vaskular, baik perdarahan spontan pada

otak (stroke hemoragik) maupun suplai darah yang inadekuat pada bagian otak (stroke

iskemik) sebagai akibat aliran darah yang rendah, trombosis, atau emboli yang

berkaitan dengan penyakit pembuluh darah (arteri dan vena), jantung, dan darah.​4

Stroke hemoragik terjadi akibat kelemahan struktur pembuluh darah otak yang

menyebabkan pecahnya pembuluh darah di otak. Darah menumpuk dan menekan

jaringan otak yang berada disekitarnya.​1 Stroke ini dapat dibagi berdasarkan lokasi lesi

di otak. Tipe pertama adalah perdarahan intrakranial, yaitu terjadinya ekstravasasi

darah dalam jaringan otak (parenkim). Paling sering terjadi akibat cedera vaskular yang

dipicu oleh hipertensi dan ruptur dari salah satu arteri kecil yang menembus ke dalam

jaringan otak yaitu di basal ganglia kapsula interna. Tipe kedua adalah perdarahan

subaraknoid, yaitu terjadinya ekstavasasi darah diruang subaraknoid. Jenis ini memiliki

4
2 kausa utama yaitu ruptur aneurisma sakular yang sebagian besar terletak disirkulasi

Willisi dan malformasi arteriovenous.​2

Klasifikasi stroke berdasarkan penyebab adalah:​5


1. Stroke iskemik atau stroke non hemoragik, berupa TIA, trombosis dan
emboli.
2. Stroke hemoragik, terdiri atas:
- Perdarahan Intra Serebral (PIS)
-  Perdarahan Sub Arachnoid (PSA)

Faktor resiko terjadinya stroke di bagi atas;​6

1. Yang tidak dapat di ubah, seperti; usia, jenis kelamin, ras, riwayat
keluarga, riwayat TIA atau stroke sebelumnya, penyakit jantung
koroner, fibrilasi atrium.
2. Yang dapat di ubah, seperti hipertensi, diabetes mellitus, merokok,
penyalahgunaan obat dan alkohol, kontrasepsi oral, hematokrit yang
meningkat, bruit karotis asimtomatis, hiperurisemia dan
dislipidemia.

Gambar 1. Pembagian stroke hemoragik

5
a. Hipertensi
Merupakan faktor resiko yang potensial, karena pada hipertensi
dapat meyebabkan pecahnya atau menyempitnya pembuluh darah otak. Jika
pembuluh darah otak pecah maka terjadi perdarahan dan jika menyempit
akan menyebabkan penurunan aliran darah ke otak sehingga sel otak dapat
mengalami kematian.​6,13
  b. Diabetes mellitus
Pada pasien diabetes mellitus akan terjadi penebalan dinding
pembuluh darah otak yang berukuran besar. Hal ini jelas akan mengganggu

aliran darah otak , yang pada akhirnya menyebabkan infark sel otak. 6,13

c. Penyakit Jantung
Penyakit jantung koroner dengan infark jantung, penyakit jantung
rematik, dan gangguan irama jantung dapat menimbulkan GPDO dengan
jalan menimbulkan hambatan aliran darah ke otak, karena jantung
melepaskan gumpalan darah atau sel-sel jaringan yang mati ke dalam aliran
darah yang disebut emboli.​6,13
d. Hiperkolesterolemia
Tingginya kadar kolesterol LDL dengan rendahnya HDL dapat
meningkatkan terjadinya aterosklerosis, penebalan dinding pembuluh darah
yang diikuti dengan penurunan elastisitas pembuluh darah, akibatnya terjadi
gangguan aliran darah otak.​6,13
e. Merokok
Merokok dapat meningkatkan konsenterasi fibrinogen. Hal ini akan
memudahkan terjadinya penebalan dinding pembuluh darah dan
peningkatan viskositas pembuluh darah, yang akhirnya mempengaruhi
aliran darah ke otak. Selain itu, merokok dapat menyebabkan resiko infark
jantung.​6,13
f. Lain-lain, diantaranya obesitas, peningkatan asam urat, penyakit paru,
dan penyakit darah.
 

6
B. Perdarahan Subarachnoid (PSA)
Perdarahan subaraknoid (PSA) menduduki 7-15% dari seluruh kasus
GPDO. Insiden PSA di negara maju sebesar 10-15 kasus setiap 100.000
penduduk. 62% timbul pertama kali pada usia 40-60 tahun, kejadian mati
mendadak karena PSA sebesar 2% dari seluruh kasus, sebagian besar (9%)
terjadi pada umur dibawah 45 tahun. Pada AVM (Atrio Vena Malformasi)
laki-laki lebih banyak dari perempuan.​8

a. Definisi
Perdarahan subarkniod adalah keadaan terdapatnya/masuknya darah
kedalam ruang subarknoid baik dari tempat lain (PSA sekunder) atau
sumber perdarahan berasal dari rongga subaraknoid itu sendiri (PSA
primer).​8

b. Klasifikasi
1. PSA spontan primer, yakni PSA yang bukan akibat trauma
atau perdarahan intraserebral.
2. PSA sekunder, yakni perdarahan yang berasal di luar
subaraknoid umpamanya dari perdarahan intraserebral atau
dari tumor otak.​9

c. Etiologi​10
Perdarahan subaraknoid terjadi karena:
1. Pecahnya aneurisma, aneurisma tersebut biasanya
kongenital dan 90% terjadi di sekitar ​sirkulus willisi
pada dasar otak:
Arteri komunikans posterior
Kompleks arteri komunikan anterior
Arteri serebri media
Aneurisma sedikit terdapat pada arteri oftalmika, sinus
kavernosus, dan arteri basilaris.

7
2. AVM (Arteri Vena Malformasi) yang pecah.
3. Hemangioma pecah
4. Sekunder terhadap perdarhan
intraserebral.
d. Patofisiologi
Aneurisma hampir selalu terletak dipercabangan arteri, aneurisma itu
manifestasi akibat suatu gangguan perkembangan emrional, sehingga
dinamakan juga ​aneurisma sakular (berbentuk seperti saku) ​kongenital​.
Aneurisma berkembang dari dinding arteri yang mempunyai kelemahan
pada tunika medianya. Tempat ini merupakan tempat dengan daya
ketahanan yang lemah (​lokus minoris resaistensiae)​ , yang karena beban
tekanan darah tinggi dapat menggembung dan terbentuklah aneurisma.
Aneurismna dapat juga berkembang akibat trauma, yang biasanya langsung
bersambung dengan vena, sehingga membentuk ”​shunt​ ” arterivenous.

Apabila oleh lonjakan tekanan darah atau karena lonjakan


intraabdominal, aneurisma intraserebral itu pecah, maka terjadilah
perdarahan yang menimbulkan gambaran penyakit yang menyerupai
perdarahan intraserebral akibat pecahnya aneurisma ​Charcot-Bouchard.​
Pada umumnya faktur presipitasi tidak jelas, oleh karena tidak teringat oleh
penderita.​9
e. Tanda dan gejala klinik
Sebelum muncul tanda dan gejala klinis yang mendadak dan hebat
sebenarnya sudah ada berbagai tanda peringatan yang pada umumnya tidak
memperoleh perhatian sepenuhnya oleh penderita maupun dokter yang
merawatnya.​11
- Rangsangan meningeal : Kaku kuduk Brudzinky, dll
- Nyeri kepala yang hebat dan mendadak, mual, muntah, fotofobia.
- Gangguan kesadaran bervariasi: ringan sampai koma
- Gejala motorik dan sensorik: sesuai lesi
- Keringat↑, mengigil, takikardi, stress ulcer

8
- Funduskopi: Edem papil 10%
- Sekitar perdarahan: Vasospasme>> iskemik>> infark
Peringkat klinis
Tingkat I : Asimtomatik
Tingkat II : Nyeri kepala hebat tanpa defisit neurologik kecuali paralisis nervus
kranialis
Tingkat III : Somnolen dan defisit ringan
Tingkat IV : Stupor, hemiparese/ hemiplegi, dan mungkin ada rigiditas awal dan
gangguan vegetatif
Tingkat V : Koma, rigiditas reserebrasi, dan kemudian meninggal dunia.
E. Komplikasi​11
- Perdarahan ulang (rekuren)
- Hidrosefalus
- Vasospasme
- Edem serebri
f.Penatalaksanaan
a. Terapi Umum
- Breathing : menjaga jalan nafas dengan memposisikan kepala sedikit
ekstensi untuk mencegah lidah jatuh kebelakang, pemberian oksigen 2-3

liter/menit

- Brain : mengurangi edema (intake dengan output diseimbangkan)

memenuhi intake cairan dengan pemberian isotonis, seperti asering

12jam/kolf, atasi gelisah dan kejang

- Bladder : pasang kateter untuk miksi dan mengetahui output ureum.

- Bowel : memenuhi asupan makanan (diet rendah garam), kalori

dan elektrolit

- Burn : demam diatasi dengan pemberian antiseptik

b. Terapi Khusus

9
- Analgetik
- Kortikosteroid IV dengan dosis rendah
- Antikonvulsan profilak : perlu di pertimbangkan
- Anti hipertensi
-  Anti fibrinolitik
- Antagonis calsium : anti iskemia dan anti vasokontriksi
- Operasi bila perlu

g. Pemeriksaan penunjang
1.Darah,urin,feses rutin
2.Profil lipid
3.LP
4.CT Scan dengan kontras
5.MRI
6.Angiorafi

h. Prognosis
Bergantung kepada:
1. Etiologi: lebih buruk pada aneurisma
2. Lesi tunggal/ multipel: aneurisma multipel lebih buruk
3. Lokasi aneurisma/ lesi: pada a.komunikan anterior dan a.serebri
anterior lebih buruk, karena sering perdarahan masuk ke
intraserebral atau ke ventrikel (perdarahan ventrikel)
4. Umur: prognosis jelek pada usia lanjut
5. Gejala: bila kejang memperburuk gejala /prognosis
6. Kesadaran: bila koma lebih dari 24 jam, buruk hasil akhrinya
7.  Spasme, hipertensi,dan perdarahan ulang semuanya merugikan bagi
prognosis.

C. Perdarahan Intra Serebral (PIS)

10
Perdarahan intraserebral (PIS) merupakan salah satu bagian dari
stroke hemoragik di samping perdarahan subaraknoidal (PSA). Perdarahan
intraserebral (PIS) meliputi 10% dari seluruh kasus gangguan peredaran
darah otak (GPDO), terjadi di hemisfer serebri (80%) dan batang otak serta
serebelum (20%). Sebuah penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa
stroke hemoragik merupakan 8-13% dari semua stroke di USA, 20-30%
stroke di Jepang dan China. Sedangkan di Asia Tenggara menurut penelitian
stroke (Misbach, 1997) menunjukkan stroke perdarahan 26% terdiri dari
lobus 10%, ganglionik 9%, serebelar 1%, brain stem 2%, dan perdarahan
sub arachnoid 4%.​12

11
a. Definisi dan Epidemiologi
Perdarahan intraserebral adalah perdarahan yang terjadi akibat
pecahnya pembuluh darah otak intraserebral sehingga darah keluar dari
pembuluh darah dan masuk ke dalam jaringan otak dan menyebabkan
timbulnya tekanan intrakranial sehingga terjadi penekanan pada struktur
otak dan pembuluh darah otak secara menyeluruh yang pada akhirnya akan
terjadi kematian sel saraf sehingga timbul klinis defisit neurologis.​8
Usia rata-rata kejadian perdarahan intraserebral yaitu pada umur 55
tahun, interval 40-75 tahun/ jenis kelamin. Insiden pada laki-laki sama
dengan pada wanita. Angka kematian 60-90 %.​9
b. Etiologi​9
Penyebab perdarahan intraserebral dibagi atas:
1. Perdarahan intraserebral primer
Perdarahan intraserebral primer (perdarahan intraserebral hipertensif) disebabkan
oleh hipertensif kronik yang menyebabkan vaskulopati serebral
dengan akibat pecahnya pembuluh darah otak.
2. Perdarahan intraserebral sekunder
Perdarahan intraserebral sekunder (bukan hipertensif) terjadi antara lain akibat
anomali vaskular kongenital, koagulopati, tumor otak, vaskulopati
non hipertensif (amiloid serebral), vaskulitis, post stroke iskemik
dan obat anti koagulan.
Di perkirakan hampir 50% penyebab perdarahan intraserebral adalah
hipertensi kronik, 25% karena anomali kongenital dan sisanya penyebab
lain.
Faktor risiko untuk perdarahan intraserebral adalah hipertensi,
kelainan jantung, hiperkolesterolemia, diabetes mellitus, obesitas,
polisitemia vera, merokok, usia lanjut, dan herediter.
Perdarahan intraserebral ini juga dicetuskan oleh stress fisik, emosi,
peningkatan tekanan darah mendadak yang mengakibatkan pecahnya
pembuluh darah intraserebral. Sekitar 80 % kasus terjadi pada orang sehat

12
dalam keadaan aktif, 20 % sisanya terdapat manifestasi yang
mendahuluinya, seperti TIA atau stroke non-hemoragik ringan.
c. Patofisiologi
 Hipertensi kronik menyebabkan terjadinya perubahan patologik pada
dinding pembuluh darah arteriola berupa hipohialinosis dan nekrosis
fibrinoid.
Kedua hal ini dapat melemahkan muskularis arteriol. Hipertensi yang terus
berlangsung akan mendesak dinding pembuluh darah yang lemah dan
membuat herniasi atau pecahnya tunika intima yang kemudian menjadi
aneurisma atau terjadi robekan-robekan. Hal ini meninbulkan perdarahan
yang dapat berlanjut sampai 6 jam dan jika volumenya besar akan merusak
struktur anatomi otak dan menimbulkan gejala klinik.
Jika perdarahan yang ditimbulkan ukurannya kecil maka massa
darah hanya dapat merasuk dan menyela di antara selaput akson massa putih
“dissecan ​splitting” t​ anpa merusaknya. Pada keadaan ini absorpsi darah
akan diikuti oleh p​ ulihnya fungsi-fungsi neurologis. Sedangkan pada
perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peninggian TIK, dan
yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falx cerebri atau
lewat foramen magnum.
Kematian dapat di sebabkan karena kompresi batang otak, hemisfer
otak, dan perdarahan batang otak sekunder. Perembesan darah ke ventrikel
otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, pons.
Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta cascade iskemik akibat
menurunnya tekanan perfusi menyebabkan neuron-neuron di daerah yang
terkena darah dan sekitarnya lebih tertekan lagi. Jumlah darah yang keluar
menentukan prognosis. Apabila volume darah lebih dari 60cc, maka risiko
kematian sebesar 93% pada perdarahan dalam dan 71% perdarahan lobar.
Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelal dengan volume antara 30-60 cc
diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75%. Volume darah 5 cc dan
terdapat di pons sudah berakibat fatal.
d. Gejala Klinik

13
Secara umum gejala perdarahan pada otak adalah:
1. Sakit kepala, muntah, pusing, vertigo, dan gangguan kesadaran.
2. Defisit neurologis tergantung lokasi perdarahan
3. Bila perdarahan kapsular maka ditemukan: hemiparese kontralateral,
hemiplegi, koma.
4. Defisit hemisensorik
5. Hemiparese atau hemiplegi kontralateral
6. Afasia, anosmia, dan mutisme bisa mengenai hemisfer yang
dominant
​e. Pemeriksaan Rutin
Kimia darah : GDR, ureum, kreatinin
Urin lengkap : protein, reduksi, sediment, bilirubin, urobilin, keton
Pemeriksaan elektrolit: natrium, kalium, klorida
Analisa gas darah : PCO2, PO2
Profil lipid : kolesterol total, kolesterol HDL, kolesterol LDL,
trigliserida
Elektrokardiografi
g. Pemeriksaan Penunjang
Rontgen thorak
CT-Scan / MRI
Ekokardiografi
h. Penatalaksanaan
 1. Terapi umum : 6B
a. Breathing
b. Brain
c. Bladder
d. Bowel
e. Burn
2. Terapi khusus.
a. Anti edem.

14
Manitol 20% bolus 1 gr/ kg berat badan dalam 20-30 menit,
dilanjutkan dengan dosis 0,25-0,5 gr/kgBB/jam sampai maksimal 48 jam.
Target osmolaritas 300-320 mosm/l atau dengan gliserol 10 % 10 ml/kgBB
IV. Pemberian steroid tidak diberikan secara rutin, bila ada indikasi harus
diikuti dengan pengamatan yang cepat.
b. Obat homeostasis:
Transamic acid 6 gram/hari IV ( 2 minggu), berperan sebagai anti
inflamasi dan mencegah peradangan ulang. c. Anti hipertensi:
Bila tekanan darah systole > 230 mmHg atau tekanan darah diastolik >
40 mmHg diberikan : Nikardipin 5-15 mg/ jam infus kontiniu atau
 Diltiazem 5-40 mg/kg BB/menit infus kontinyu. Bila tekanan sistolik
180-230 mmHg atau tekanan sistolik 105-140 mmHg, atau tekanan darah
arterial rata-rata 130 mmHg berikan : Labetalol 10-20 mg IV selama 1-2
menit ulangi atau gandakan setiap 10 menit sampai maksimum 300 mg atau
berikan dosis awal bolus diikuti oleh Labetalol drip 2-8 mg /menit atau
Nikardipin 5- 15 mg/ jam infuse kontinyu Diltiazem 5-40 mg/kg/menit
infuse kontiniyu atau Nimodipin. Bila tekanan darah sistolik <180 mmHg
atau tekanan diastole < 105 mmHg, tangguhkan pemberian obat anti
hipertensi.
d. Bila terdapat kejang diatasi sementara dengan Diazepam IV perlahan
atau dengan antikonvulsan yang lain.
e. Neurotropik agent : Piracetam 4 x 300 mg.
f. Tindakan bedah dilakukan dengan pertimbangan usia atau skala
Glasgow > 4, atau hanya dilakukan dengan : perdarahan serebelum
dengan diameter lebih dari 3 cm dilakukan kraniotomi dekompresi,
hidrosepalus akut akibat perdarahan intra ventrikel atau serebelum dapat
dilakukan VP shunting, perdarahan lobus diatas 60 cc dengan tanda-
tanda peningkatan tekanan intrakranial akut disertai dengan ancaman
herniasi.
g. Rehabilitasi ; penderita perlu perawatan lanjutan secara intensif dan di
mobilisasi sesegera mungkin bila klinis neorologis dan hemodinamik

15
stabil. Perubahan posisi badan dan ektemitas setiap 2 jam untuk
mencegah dekubitus.

BAB 3
ILUSTRASI KASUS

IDENTITAS PASIEN :
Nama : Ny. N
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 63 tahun
Alamat : Kerinci
Pekerjaan : Petani

Allo dan Autoanamnesis :


Seorang pasien perempuan, umur 63 tahun dirawat di bangsal Neurologi RSUP
Dr.M.Djamil Padang dengan :

Keluhan Utama :
Lemah anggota gerak kiri sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.

Riwayat Penyakit Sekarang :


● Lemah anggota gerak kiri tiba-tiba sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.
Pasien awalnya sedang mengobrol dengan keluarga saat dirawat disalah satu

16
rumah sakit di Kerinci, tiba-tiba pasien tersentak dan tidak sadarkan diri.setelah
sadar pasien merasa berat pada tangan dan kaki kirinya.
● Mulut mencong ada sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Keluhan juga
disertai dengan bicara pelo.
● Kelopak mata kanan pasien tidak bisa diangkat sejak 1 sebelum masuk rumah
sakit.
● Nyeri kepala ada, frekuensi sering, terasa berdenyut. Nyeri kepala saat onset
ada. Sudah dirasakan sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Karena nyeri
kepala pasien dibawa ke puskesmas setempat dan dirawat selama 2 hari.
Keluhan tidak berkurang sehingga pasien dirujuk ke RSU Mayjen H.A Thalib.
Keluhan dirasakan seperti berdenyut-denyut diseluruh kepala. Tidak menjalar
dan mengganggu aktivitas. Keluhan diserati tengkuk terasa berat dan nyeri.
● Mual dan muntah tidak ada. Riwayat muntah ada sewaktu dirawat dipuskesmas,
frekuensi 15x sehari, berisi cairan dan makanan yang dimakan. Tidak
menyemprot.
● Demam tidak ada.
● Kejang tidak ada.
● Pandangan kabur dan pandangan ganda tidak ada.
● Batuk tidak ada.
● Sesak nafas tidak ada.
● Nyeri dada tidak ada.
● BAB dan BAK normal
● Pasien telah dirawat di RSU Mayjen H.A Thalib selama 2 hari dengan diagnosa
hemiplegia sinistra dan HT tidak terkontrol. Telah diberikan IVFD Asering 8
jam/kolf, Piracetam 4x3 gr IV, candesartan 8 mg. Pasien dirujuk untuk
tatalaksana selanjutnya.

Riwayat Penyakit Dahulu :


● Riwayat menderita penyakit hipertensi sejak ± 10 tahun yang lalu, tertinggi 200
mmHg, kontrol tidak teratur.
● Riwayat kolesterol tinggi tidak diketahui.
● Riwayat penyakit diabetes mellitus tidak ada

17
● Riwayat menderita penyakit jantung ada. Pasien mengatakan pernah mengalami
nyeri dada ± 4 tahun yang lalu dan diberikan obat dibawah lidah. Pasien tidak
pernah kontrol lagi.
● Riwayat menderita penyakit stroke sebelumnya tidak ada
Riwayat penyakit keluarga :
● Riwayat penyakit diabetes mellitus ada, kakak kandung pasien.
● Riwayat menderita penyakit hipertensi tidak ada
● Riwayat penyakit stroke tidak ada
● Riwayat menderita penyakit jantung tidak ada
● Riwayat penyakit kolesterol tinggi tidak ada

Riwayat pribadi dan sosial :


● Pasien seorang petani, aktivitas harian sedang berat
● Riwayat merokok tidak ada, konsumsi alkohol tidak ada
PEMERIKSAAN FISIK
Umum
Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran : Komposmentis (E4M6V5=15)
Kooperatif : Kooperatif
Nadi/ irama : 65x/menit
Pernafasan : 18x/menit
Tekanan darah : 200/90 mmHg (IGD) 140/80 mmmHg (ruang rawatan)
Suhu : 36,7 o​​ C
Keadaan gizi : baik
Tinggi badan : 148 cm
Berat badan : 50 kg
Turgor kulit : baik
Kulit dan kuku : anemis tidak ada, sianosis tidak ada
Kelenjar getah bening
Leher : tidak teraba pembesaran KGB
Aksila : tidak teraba pembesaran KGB
Inguinal : tidak teraba pembesaran KGB

18
Torak
Paru
Inspeksi : simetris kiri dan kanan
Palpasi : fremitus kanan = kiri
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler, ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : irama reguler, bising tidak ada, gallop tidak ada
Abdomen
Inspeksi : tidak tampak membuncit
Palpasi : hepar dan lien tak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus normal
Korpus vertebrae
Inspeksi : deformitas tidak ada
Palpasi : gibus tidak ada
Status neurologikus
1. Tanda rangsangan selaput otak
● Kaku kuduk :+
● Brudzinsky I : tidak ada
● Brudzinsky II : tidak ada
● Tanda Kernig : tidak ada
2. Tanda peningkatan tekanan intrakranial
● Pupil anisokor, diameter 3mm/2mm , reflek cahaya +/+
● Muntah proyektil tidak ada
3. Pemeriksaan nervus kranialis
N. I (Olfaktorius)
uman Kanan Kiri
ktif normal normal
19
tif (dengan bahan) normal normal

N. II (Optikus)
hatan Kanan Kiri
penglihatan baik baik
gan pandang Baik Baik
at warna baik baik
skopi diperiksa diperiksa

N. III (Okulomotorius)
Kanan Kiri
mata bulat bulat
(+) (-)
an bulbus Terbatas ke kanan Kesegala arah
smus (-) (-)
mus (-) (-)
endotalmus (-) (-)

● Bentuk Bulat Bulat


● Refleks cahaya (+) (+)
● Refleks akomodasi (-) (+)
● Refleks konvergensi (-) (+)

N. IV (Trochlearis)
Kanan Kiri
an mata ke bawah ortho ortho
bulbus normal normal
pia (-) (-)

N. VI (Abdusen)
Kanan Kiri
an mata ke lateral ortho ortho
bulbus normal normal
pia (-) (-)

N. V (Trigeminus)
Kanan Kiri
ik
● Membuka mulut (+) (+)
● Menggerakkan rahang (+) (+)
● Menggigit (+) (+)
20
● Mengunyah (+) (+)
rik
● Divisi oftalmika
- Refleks kornea (+) (+)
- Sensibilitas (+) (+)
● Divisi maksila
- Refleks masetter (+) (+)
- Sensibilitas (+) (+)
● Divisi mandibula
- Sensibilitas (+) (+)

N. VII (Fasialis)
Kanan Kiri
wajah kerut datar
si air mata (+) (+)
Palpebra 9 mm 0 mm
gerakkan dahi (+) (+)
tup mata (+) (+)
bir/ bersiul (-)
erlihatkan gigi (+) (+)
si lidah 2/3 depan (+) (+)
akusis (-) (-)

N. VIII (Vestibularis)
Kanan Kiri
berbisik (+)
arloji (-)
tes Normal
r tes Tidak ada lateralisasi
abach tes normal
- Memanjang
- Memendek
mus (-) (-)
- Pendular
- Vertikal
- Siklikal
ruh posisi kepala (-) (-)

N. IX (Glossopharyngeus)
Kanan Kiri
si lidah 1/3 belakang Baik
ks muntah (Gag Rx) Tidak diperiksa

21
N. X (Vagus)
Kanan Kiri
faring Normal
Ditengah
an Baik
Baik
Teratur, 65x/menit

N. XI (Asesorius)
Kanan Kiri
eh ke kanan (+) (+)
eh ke kiri (+) (+)
angkat bahu kanan (+) (+)
angkat bahu kiri (+) (+)

N. XII (Hipoglosus)
Kanan Kiri
dukan lidah dalam Simetris
dukan lidah dijulurkan Lateralisasi ke kiri
or (-)
ulasi (-)
(-)

4. Pemeriksaan koordinasi
berjalan Sulit dinilai ri hidung Sulit dinilai
erg tes Sulit dinilai dung jari Sulit dinilai
undphenomen Sulit dinilai asi-pronasi Sulit dinilai
umit lutut Sulit dinilai

5. Pemeriksaan fungsi motorik


a. Badan rasi Teratur
k (-)
b. Berdiri dan an spontan (-)
berjalan or (-)
is (-)
onik (-)
a (-)

c. Ekstremitas Superior Inferior


Kanan Kiri Kanan Kiri

22
an normal normal normal normal
atan 555 333 555 333
(-) (-) (-) (-)
(-) (-) (-) (-)

6. Pemeriksaan sensibilitas
biltas taktil Baik
bilitas nyeri Baik
blitas termis Baik
bilitas kortikal Baik
gnosis Baik
nalan 2 titik Baik
nalan rabaan Baik

7. Sistem refleks
a. Fisiologis Kanan Kiri anan Kiri
a (+) (+) s ++) ++)
ngkis (+) (+) s ++) ++)
g (+) (+) ++) ++)
ter (+) (+) ++) ++)
ng perut kvernosus
● Atas (-) (-) aster
● Tengah (-) (-) er Baik
● Bawah (-) (-)

logis n Kanan Kiri


n ski (-) (-)
mann-Tromner (-) (-) docks (-) (-)
nheim (-) (-)
n (-) (-)
ffer (-) (-)
s paha (-) (-)
s kaki (-) (-)

8. Fungsi otonom
- Miksi : baik
- Defekasi : baik
- Sekresi keringat: baik
9. Fungsi luhur : Baik
aran Dementia
Reaksi bicara Baik k glabela (-)
23
Fungsi intelek Baik k snout (-)
Reaksi emosi baik k menghisap (-)
k memengang (-)
k palmomental (-)

Pemeriksaan laboratorium
Darah
Rutin :
22-01-2019
: 13.3 gr/dl
: 38 %
ukosit : 13.340/mm​3
mbosit : 259.000/mm​3

Kimia darah :
8-02-2019
Ureum : 41.0 mg/dl
Kreatinin : 0.7 mg/dl
GDS : 122 mg/dl
Na/K/Cl : 133/3,3/99
Asam Urat: 3,7
HDL/LDL : 64/110
rigliserida : 77
Alb/Glb : 4,0/3,2

Rencana pemeriksaan tambahan


● EKG : sinus bradikardi
● Rontgen Thorax
● Brain CT Scan

Diagnosis :
Diagnosis Klinis : Hemiparesis sinistra + parese N.III (D), N.VII (S), N.XII (S)
tipe sentral
Diagnosis Topik : Ruang Subarakhnoid dan Ventrikel lateral
Diagnosis Etiologi : Ruptur aneurisma berry (perdarahan ruang subarachnoid
dan ventrikel lateral)
Diagnosis Sekunder : Hipertensi Stage II tidak terkontrol perbaikan

24
Sinus Bradikardi asimptomatik
Hiponatremia

Diagnosis Banding :
Perdarahan Intraserebral
Prognosis :
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad sanam : dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad bonam

Terapi :
- Umum : Elevasi kepala 30 derajat
IVFD NaCl 0.9% 8 jam/kolf
Diet ML 1700 kkal

- Khusus :Asam Tranexamat 4x1 gr IV


Manitol Loading 250cc
Ranitidin 2x50 mg IV
Lactulac 3x1
Nimotop 4x60mg po

BAB 4

DISKUSI

25
Telah dirawat seorang pasien, Ny. N, perempuan, usia 63 tahun dirawat di

bangsal Neurologi RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 7 Februari 2019 dengan

diagnosis klinis: Hemiparesis sinistra + Parese N. III dextra, N.VII sinistra, N.XII

sinistra tipe sentral, diagnosis topik di ruang subaracnoid dan ventrikel lateral,

diagnosis etiologi ruptur aneurisma berry (perdarahan ruang subarachnoid dan ventrikel

lateral), diagnosis sekunder hipertensi stage II tidak terkontrol + Sinus Bradikardi

asomtomatik + Hiponatremia. Diagnosis ini ditegakkan berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

Berdasarkan anamnesis diketahui bahwa pasien mengeluhkan lemah pada

anggota gerak kirinya 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien awalnya sedang

mengobrol, tiba-tiba tersentak dan tidak sadarkan diri. Setelah sadar pasien merasa

berat pada tangan dan kaki kirinya. Pasien juga mengeluhkan mulut mencong sejak 1

hari sebelum masuk rumah sakit. Keluhan juga disertai dengan bicara pelo sejak 1 hari

sebelum masuk rumah sakit. Kelopak mata kanan pasien juga tidak bisa diangkat sejak

1 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri kepala saat onset ada, frekuensi sering dan

terasa berdenyut di seluruh kepala. Tidak menjalar dan mengganggu aktivitas. Keluhan

disertai rasa nyeri dan berat pada tengkuk. Nyeri kepala sudah dirasakan sejak 3 hari

sebelum masuk rumah sakit. Karena nyeri kepala pasien dibawa ke Puskesmas

setempat dan dirawat selama 2 hari. Keluhan tidak berkurang sehingga pasien dirujuk

ke RSU Mayjen H.A Thalib. Pasien memiliki riwayat menderita penyakit hipertensi

sejak ​± 10 tahun yang lalu, dengan tekanan darah sistol tertinggi 200 mmHg dan pasien

tidak kontrol teratur. Pasien juga memiliki riwayat penyakit jantung. Pasien

mengatakan pernah mengalami nyeri dada ​± 4 tahun yang lalu dan diberikan obat

dibawah lidah. Kemudian pasien tidak pernah kontrol lagi.

26
Dari anmnesis didapatkan kecurigaan suatu proses stroke. Stroke adalah

gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak berupa gangguan klinis fokal

maupun global yang muncul cepat akibat gangguan fungsi otak. Stroke perdarahan

dibagi menjadi perdarahan intraserebral dan subarachnoid. Perdarahan subarachnoid

disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah yang terdapat di ruang sub arachnoid,

disekitar sirkulus willisi.

Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi pada pasien ini untuk terjadinya

perdarahan subarachnoid adalah usia. Usia rata-rata stroke di Indonesia 58,8 ± 13

tahun. Pasien ini berusia 63 tahun. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi pada pasien

ini adalah hipertensi dan riwayat penyakit kardiovaskular. Hipertensi kronis dapat

menyebabkan vaskulopati serebral dengan akibat pecahnya pembuluh darah. Pasien

memiliki riwayat tekanan darah tinggi sejak 10 tahun yang lalu, dengan tekanan darah

sistol tertinggi 200 mmHg dan kontrol tidak teratur. Berbagai penyakit kardiovaskular

dapat meningkatkan terjadinya stroke. Namun yang paling sering adalah atrial fibrilasi

karena memudahkan terjadinya penggumpalan darah di jantung dan dapat lepas

sehingga menyumbat pembuluh darah otak.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran pasien komposmentis dengan GCS

15 (E4M6V5). Pada status neurologi ditemukan TRM (+), ↑ TIK (+), Pupil anisokor,

diameter 3mm/2mm, reflek cahaya +/+, reflex kornea +/+. Pada pemeriksaan sensorik

tidak ditemukan adanya parastesi, hipostesi dan anastesi dan pemeriksaan sensibilitas

baik. Pada pemeriksaan motorik kekuatan anggota gerak kanan 555, sedangkan

kekuatan anggota gerak kiri 333. Refleks fisiologi ++/++ dan refleks patologis -/-. Pada

pasien ini dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan penunjang brain CT-Scan. Dari

Gajah Mada skor kesan stroke hemoragik karena ditemukannya nyeri kepala hebat saat

27
onset. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan diagnosis mengarah pada

Perdarahan Subarakhnoid.

Berdasarkan literatur pada pasien dengan pendarahan subarachnoid datang

dengan tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial yaitu nyeri kepala yang hebat,

penurunan kesadaran, dan muntah. Gejala ini merupakan gejala khas dari stroke

hemoragik. Ditambah lagi dengan pemeriksaan fisik yaitu tanda rangsangan meningeal

berupa kaku kuduk ditemukan positif pada pasien ini. Ini menetukan lokasi pendarahan

yang berada di ruang subarchnoid. Pendarahan tersebut mengiritasi selaput meningen

sehingga akan ditemukan tanda yang khas berupa kaku kuduk. Namun pada pasien ini

kerning sign (-), dan Brudzinski I dan II (-). ​Pasien sudah berusia 63 tahun dan sudah

sejak 10 tahun lama nya menderita hipertensi. Hal ini merupakan faktor resiko

terbentuknya aneurisma pembuluh darah di bagian yang rentan seperti di sirkulasi

Willis. Bagian pembuluh darah sirkulasi Willis merupakan tempat yang rentan

timbulnya aneurisma karena pembuluh darahnya berkelok dan mendapatkan tekanan

hemodinamik yang paling tinggi.

Pada pasien ini juga ditemukan kelemahan anggota gerak. Berdasarkan literatur,

jika ditemukan kelemahan anggota gerak merupakan tanda vasospasme. Hal ini dapat

terjadi karena aliran darah ke otak berkurang. Biasanya di dekat lokasi aneurisma

pecah, dan beberapa lesi yang luas yang sering tidak berhubungan dengan lokasi dari

aneurisma pecah. Jaringan otak tidak mendapatkan oksigen yang cukup dan dapat

menyebakan kematian, seperti pada stroke iskemik. Vasospasme dapat menyebabkan

gejala mirip dengan stroke iskemik, seperti kelemahan atau hilangnya sensasi pada satu

sisi tubuh.

28
Menurut skala hunt and hess, pasien ini berada pada Kelas II (sakit kepala sedang

atau berat/ sakit kepala terhebat seumur hidupnya, meningismus, defisit saraf kranial).

Kelas I dan II memiliki prognosis yang baik, kelas III memiliki prognosis yang

menengah, kelas IV dan V memiliki prognosis yang buruk.

Dari pemeriksaan laboratorium ditemukan Hiponatremia, hipokalemi dan

leukositosis. Komplikasi dari PSA dapat berupa hiponatremia dan hidrosefalus. Pada

pasien ini ditemukan hiponatremia sebagai komplikasi dari PSA. Hiponatremia

biasanya terjadi beberapa hari post hemoragik.. Insidennya meningkat pada pasien

dengan klinis PSA yang buruk (contoh pada Hunt-Hess grade 3 atau lebih,

mengindikasikan gejala neurologis berat pada onset PSA). Dua penyebab utama yang

dihipotesiskan adalah Cerebral Salt Wasting (CSW) dan syndrome inappropriate

anti-diuretic hormone (SIADH). Pada CSW terjadi lonjakan hormon saraf simpatis

noreepinefrin, epinefrin, dapat mengakibatkan eksresi natrum melalui ginjal,

dpengaruhi oleh stress karena respon terhadap kerusakan otak, sistem saraf simpatis

mengakibatkan kontraksi dari sistem vena dan arteri, peningkatan preload, inotrpoik,

dan tekanan darah.

Pada pasien ini dianjurkan melakukan pemeriksaan brain CT-Scan untuk

mengetahui lesi dan lokasi peradarahan. Dari hasil Brain CT-Scan ddapatkan kesan

perdarahan sub arachnoid dan intraventrikel. Hal ini sesuai dengan klinis yang

ditemukan pada pasien.

Penatalaksanaan pada pasien ini meliputi terapi umum dan khusus. Terapi umum

berupa elevasi kepala 30 derajat, IVFD NaCl 0,9% 8 jam per kolf dan diet ML 1700

kkal.. Terapi khusus berupa asam traneksamat 4x1 gram (iv), ranitidin 2x50 mg (iv),

manitol loading 250 cc, lactulac 3x1 dan nimotop 4x60 mg po. Berdasarkan literatur

29
prinsip terapi umumnya adalah ​breathing, brain, bladder, bowel dan burn.​ Pada

breathing jaga jalan nafas dengan memposisikan kepala sedikit ekstensi untuk

mencegah lidah jatuh ke belakang. Pada ​brain adalah dengan mengurangi edema

dengan menyeimbangkan intake dan output. Pada ​bladder pasang kateter untuk miksi

dan mengetahui output ureum. Untuk bowel penuhi asupan makanan (diet rendah

garam), kalori dan elektrolit. Sedangkan ​burn,​ atasi demam dengan pemberian

antiseptik. Pemberian asam tranexamat merupakan fibrinolitik untuk mencegah

perdarahan berulang.. Pada pasien diberikan Ranitidin 2 x 50 mg untuk mencegah

terjadinya stress ulcer karena pasien stroke beresiko terjadinya stress ulcer. Manitol

digunakan sebagai anti edema. Nimodipin (nimotop) diberikan untuk vasospasme.

30
BAB 5

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Perdarahan subaracnoid adalah salah satu kedaruratan neurologis yang

disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah di ruang subaracnoid. Perdarahan

subarachnoid menjadi penyakit berbahaya, dimana penderita yang mengalaminya

terkena defisit neurologis. Diperkirakan kejadian PSA di seluruh dunia adalah 9 /

100.000 orang. ​Perdarahan lebih sering pada wanita dibandingkan pria dengan rasio 3:

2 di atas usia 40. Usia puncak untuk terjadi pecahnya pembuluh darah terjadi antara

usia 50 dan 60 tahun. Terjadi 2 mekanisme yaitu pendarahan yang bersifat traumatik

dan non traumatik. Untuk pendarahan yang bersifat trauma disebabkan oleh trauma

kepala yang hebat. Namun, penggunaan akrab istilah PSA mengacu pada perdarahan

non traumatik, yang biasanya terjadi pada pecahnya aneurisma otak atau arteriovenous

malformation (AVM).

Faktor risiko untuk PSA yang paling banyak adalah hipertensi, merokok, dan

mengkonsumsi alkholok dalam jangka waktu yang lama. Riwayat PSA di keluarga

tingkat pertama memiliki faktor resiko tiga kali lipat terjadinya PSA. ​Gejala paling

umum sakit kepala parah Biasanya sakit kepala yang paling sering dikaitkan dengan

mual, muntah, leher kaku, dan photophobia. Pemeriksaan yang cermat pada kasus

kasus nyeri kepala sangat penting untuk menyingkirkan penyebab lain nyeri kepala,

termasuk glaukoma, sinusitis, atau arteritis temporalis. Kaku kuduk dijumpai pada

sekitar 70% kasus. Gangguan berat dapat berkembang dan menjadi permanen dalam

beberapa menit atau jam yaitu hydrocephalus. Dalam waktu 24 jam, darah dari

perdarahan subaraknoid dapat membeku. Darah beku dapat mencegah cairan di sekitar

31
otak (cairan serebrospinal) dapat menghambat aliran LCS. Kemudian vasospasme

terjadi sekitar 3 sampai 10 hari setelah pendarahan itu, arteri di otak dapat terjadi

vasospasme sehingga mengurangi aliran darah ke otak. Vasospasme dapat

menyebabkan gejala mirip dengan stroke iskemik, seperti kelemahan atau hilangnya

sensasi pada satu sisi tubuh, kesulitan menggunakan atau memahami bahasa, vertigo,

dan koordinasi terganggu.

Penanganan segera sangat diperlukan dengan memberikan anti hipertensi seperti

cardesartan, manitol untuk mengurangi tekanan intracranial, obat anti vasospasme yaitu

nimodipin. Kemudian perlu juga diberikan neuroprotektor seperti citicolin

dan.piracetam​.

32
33
DAFTAR PUSTAKA

1. Hankey GJ (2013). The global and region burden of stroke. Lancet. pp:
239-240.
2. NSA (National Stroke Association). (2014). Stroke risk factor. p: 2.
3. Riset Kesehatan Dasar. (2013). Kecendrungan prevalensi stroke per 1000*)
menurut provinsi 2007-2009. Jakarta, pp: 91-130.
4. World Health Organization. (2011). The top 10 causes of death. (online
:​http://who.int/mediacentre/factsheets/fs310/en/index.html#​) diunduh tanggal 10
Februari 2019
5. Alway, D & Cole, J W. (2009). Stroke essentials for primary care: a practical
guide. Trans. Jonatan. Jakarta: EGC. p: 11.
6. Price, Sylvia A. 2005. ​Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.​
Jakarta. EGC. Halaman 1167.
7. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis. Dian Rakyat. 2008; 391-402.
8. AHA (American Heart Assosiation). (2013). Type of stroke, p: 2.
9. Fauci, Braundwald, Kasper, Hauser, Longo, Jameson. (2008). Harrison’s.
Principles of internal medicine 7​th edition. United State of American. The
Mcgraw-hill Companies. p: 980.
10. Freigin VL, Forounzafar MH. (2013). Global and region burden of stroke
during 1990-2010 : finding from the global burden of disease study 2010. The
Lancet. 383(9913), pp: 245-255.
11. Goldstein LB, Bushnell CD. (2011). Guideline for primary prevention of stroke:
a guideline for healthcare professionals from american heart association. A
Journal of Cerebral Circulation. 42(2). pp: 517-584.
12. Goldszmidt, A.J, Caplan, L.R. (2009). Esensial stroke. Jakarta : EGC. p: 52.
13. Harsono. (2011). Buku ajar neurologi klinis. Faktor Risiko GPDO. Yogyakarta:
Gajah Mada University Press. pp: 59-65

34

Anda mungkin juga menyukai