Anda di halaman 1dari 4

Barangkali ada banyak cerita yang harus aku kenang di masa tua seperti ini.

Ada
banyak anak yang mulai menengokku untuk melihat ku menua, cucu bahkan cicit yang minta
digendong olehku di masa seperti ini. Nyatanya, hanya fotoku saja yang terpajang tanpa
siapapun di sampingnya.
“Tuan, anda sudah berjam-jam di ruang ini, silahkan masuk beristirahat tuan”. Tegur bibi Nay
“ Iya, segera”.

Aku bertemunya sebulan yang lalu, kita menghadiri pertemuan bersama mahasiswa
lainnya dari Indonesia yang merantau di Belanda, tempat kami melanjutkan studi, ia berbeda dari
perempuan yang lainnya. Mata yang berbinar-binar membuatku selalu tertarik untuk
menatapnya, aku mencintainya. Pandangan pertamaku dimulai ketika ia mengemukakan
pendapat tentang bagaimana permasalahan di Indonesia saat ini. Kata-kata yang keluar dari
mulutnya jelas, bermakna, tak sedikitpun yang tidak aku mengerti. Dugaanku benar, harapanku
nyata, dia juga mencintaiku, cintaku ternyata terbalas.

Seiring waktu berjalan, kami semakin dekat, ia semakin akrab denganku, hal yang tidak
disukai olehnya kuketahui, yang disukai pun aku ketahui, begitupun dengannya. Ia semakin
indah dimataku setiap hari..
“ Kita sudah lama bersama, aku ingin memperkenalkanmu dengan orangtuaku, berkenankah
kamu?” tanyaku.
“ Jika itu menurutmu waktunya sudah tepat, aku ikut” balasnya.

Sehari setelah wisuda kami, kami pulang ke Indonesia. Keluargaku dan keluarganya tidak
hadir dalam wisuda karena jadwal wisuda yang tidak kami sangka-sangka akan keluar dengan
cepat sehingga waktu untuk mengundang orang tua untuk hadir di acara wisuda tidak banyak, tak
mengapa, ada banyak teman yang dapat sekedar menggantikan posisi orang tua dalam
menghadiri wisuda.

“ Ibu, aku akan segera pulang ke Indonesia, akan kubawakan hadiah yang paling indah
untukmu, sampai bertemu ibu”.

“ Hati-hati yah, ibu menunggumu”

Aku adalah anak pertama dari empat bersaudara. Sejak SMA, ibu selalu andil untuk
memutuskan siapa yang akan menemaniku saat tua nanti, tak tanggung-tanggung untuk kriteria,
ibu memilih kriteria yang paling tinggi, kali ini adalah wanita yang sudah melebihi batas kriteria
ibu, ibu pasti suka.

Ibu berbeda dari orang tua lainnya, di kalangan masyarakat, keluargaku dikenal dengan
“puang” yang dalam bugis berarti orang yang merupakan keturunan darah biru katanya, tapi
menurutku berbeda, dihadapan Tuhan semua manusia sama saja, hanya keimanan yang
membedakannnya. Dari dulu, sejak SMA ibu selalu menanyakan mengapa tidak ada perempuan
yang bisa menakhlukkan hatiku, tapi kali ini, ada sosok perempuan yang telah menaklukkan
hatiku, dia pacarku saat ini, Kirana, wanita yang ternyata tidak jauh berbeda denganku, sama-
sama berasal dari suku bugis.

Setelah sampai di rumah, ibu menanyakan banyak hal mengenai perempuan ini, dari
pendidikan, keturunan sampai dengan perangainya.
“Ibu tidak sabar bertemu dengan calon menantu ibu” pungkasnya,
“ Besok akan kubawa dia bertemu ibu”

Kemudian kuajak dia bertemu ibu, banyak hal yang ibu katakan kepada pacarku,
semuanya, tanpa terkecuali, benar kataku, ibu selalu menginginkan yang terbaik untukku
termasuk perihal jodoh. Hingga pada tahap dimana ia menanyakan sesuatu yang membuat
hancurnya hubunganku dengan Kirana

“ Kamu aslinya orang mana?


“ Sidrap bu”
“ Jodoh betul yah, ibu juga dan Ian aslinya dari Sidrap, kamu tau Jl,
Mongin? Itu nama bapaknya ibu”

“ Oiya bu, jalan itu tidak jauh dari rumah kakek saya”
“ Oh ya? Nama kakekmu siapa? Siapa tahu ibu kenal, atau mungkin ada hubungan
keluarga dengan ibu”
“ Nama kakek saya Firman bu”
“ Serius? Firman yang suaminya Mirna yah? Itu kakek nenek kamu?”
“ Iya bu”
“ Oh ya sudah, lanjut saja ceritanya, ibu mau mengerjakan
yang lain dulu, Ian kamu ikut ibu kedalam dulu, ada yang mau ibu bicarakan”
Raut wajah ibu berubah, seketika ibu menyuruhku untuk mengikutinya ke dalam kamar
“ Ibu mau kamu antar Kirana pulang”
“ Mengapa bu, Kirana baru saja tiba, masih mau ngobrol banyak bu”
“ Tidak, ibu mau kamu antar Kirana pulang”
Setelah itu, aku mengantarkan Kirana pulang, Kirana terus
saja menanyakan apa yang terjadi kepada ibuku, sedang aku juga tidak tahu apa yang terjadi.
Setelah sampai di rumah, aku langsung menemui ibu, seketika retak hatiku ketika ibu
memberikan pernyataan. “ Ibu tidak mau kamu bersama Kirana lagi,
ibu tahu siapa Firman dan Mirna, kita adalah keturunan raja, ibu tidak mau kamu menikah
dengan cucu seorang budak dari kakekmu dulu, itu tidak mungkin terjadi, kamu harus tahu, kita
berasal dari keluarga terpandang, tidak mungkin ada dari kita sampai menikahi cucu seorang
budak, itu tidak akan ibu biarkan” “ Ibu, ini bukan zamannya
lagi seperti itu, terlepas dari semua yang ibu katakan mengenai kerajaan ibu, atau apalah
semacamnya, aku tidak mengerti, sekarang keadaannya sudah beda lagi, ibu harus tau, tidak ada
budak dan raja lagi, semuanya sama. Aku mencintai dia bu, aku tak mau melepaskan Kirana, aku
sangat mencintainya” “ Terserah
kamu saja, jika ingin menikahinya, nikahi setelah ibu meninggal”

Hatiku seketika hancur, langit seakan runtuh, tak ada lagi terang yang terlihat, gelap,
bagaimana bisa aku melepaskannya? Tak mungkin ada yang bisa menggantikannya, dia terbaik,
dia yang selama ini aku cari, dia yang mampu meluluhkan hatiku. Bagaimana dirinya jika
mendengar semua ini? Apa yang harus aku lakukan, dia tidak akan menerima semua ini.
Bagaimana bisa?
Setelah semalaman tak bisa tidur, aku menghubunginya untuk membuat janji
bertemu di alun-alun kota, ia menyetujuinya.
“ Apa yang terjadi? Mengapa matamu sembab? Kamu tidak tidur
semalaman? Kamu mau sakit yah?
“ Ada yang harus kukatakan, ini menyangkut hubungan kita
dengan ibu” “ Ibu kenapa? Mengenai pernikahan?”
“ Ibu mau kita putus, ibu mau jika kita mengakhiri
hubungan ini, maafkan aku, ini berat tapi ibu adalah orang tuaku, aku tak bisa melanggar apa
yang diputuskannya” “ Ibu kenapa? Aku ingin bertemu ibu, bolehkah?
Aku ingin mendengarkan langsung mengapa kita harus berpisah”

“ Tidak Kirana, jangan, kamu tidak akan mengerti, maafkan aku, keputusanku sudah
bulat, mengenai semua hal yang pernah kita lakukan, lupakanlah, kita ternyata tidak ditakdirkan
untuk bersama”

Aku meninggalkannya sendiri di alun-alun dengan keadaan berurai air mata, hancur
hatinya terlebih lagi hatiku, perempuan yang selama ini aku inginkan, aku idamkan, aku
perjuangkan tak dapat menemaniku sampai tua. Waktu berjalan, aku mulai melupakan dan
mencintai lagi, ibu mengenalkanku dengan sosok perempuan yang cantik parasnya, tapi tetap
saja, ia tidak secantik Kirana, tidak sebaik Kirana, tidak secerdas Kirana, hatiku enggan
menerimanya. Aku mulai mencari yang baru lagi, tapi ibu terkadang enggan untuk menyetujuiku
hubungan ku jika tidak sesuai dengan kehendaknya. Sampai ibu tiada, akhirnya hatiku enggan
mencinta lagi. Diriku enggan mencari lagi, yang selalu terpikir olehku saat ini, dimana Kirana
sekarang? Bersama siapa Kirana sekarang?

Apadih nda pahamka juga sama akhirnya hahahaha.

Anda mungkin juga menyukai