Anda di halaman 1dari 65

NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM SURAT

AL-MUJADALAH AYAT 11-12

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan


untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar
Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

Oleh:
Komarullah Azami
NIM :109011000192

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF

HIDAYATULLAH

JAKARTA

2014
NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM SURAT
AL-MUJADALAH AYAT 11-12

Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar


Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

Oleh
Komarullah Azami
NIM : 109011000192

Di Bawah Bimbingan

Dr. H. Anshori, LAL, MA


NIP : 19570406 199403 1 001

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF

HIDAYATULLAH

JAKARTA

2014
PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI
Skripsi yang berjudul Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Yang Terkandung Dalam
Surat al-Mujadalah Ayat 11-12 disusun oleh Komarullah Azami, NIM.
109011000192, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Telah melalui
bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diujikan pada
sidang munaqasah sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh fakultas.

Jakarta, 20 Februari 2014

Yang mengesahkan,

Pembimbing

Dr. H. Anshori, LAL, MA


NIP : 19570406 199403 1 001
LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi yang berjudul Nilai–Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Surat al–


Mujadalah Ayat 11-12 disusun oleh Komarullah Azami, NIM 109011000192,
Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, telah dinyatakan lulus dalam Ujian
Munaqosah pada tanggal 08 April 2014 dihadapan dewan penguji. Karena itu, penulis
berhak memperoleh gelar sarjana S1 (S.Pd.I) dalam Bidang Pendidikan Agama Islam.

Jakarta, 21 April 2014

Panitia Ujian Munaqosah


SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH

Yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama : Komarullah Azami
NIM : 109011000192
Jurusan/Semester : Pendidikan Agama Islam/IX

Alamat : Jl. Dr. Setia Budi No. 7 RT 02 / 05 Pamulang Barat


Tangerang Selatan

MENYATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA


Bahwa skripsi yang berjudul Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Yang Terkandung
Dalam Surat al-Mujadalah Ayat 11-12 adalah benar hasil karya sendiri dibawah
bimbingan dosen :

Nama Pembimbing : Dr. H. Anshori, LAL, MA

NIP : 19570406 199403 1 001


Jurusan : Tafsir

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap
menerima segala konsekuensi apabila terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil karya
sendiri.
Jakarta, 20 Februari 2014
Yang Menyatakan

Komarullah Azami
UJI REFERENSI

Seluruh referensi yang digunakan dalam penelitian skripsi dengan judul ―Nilai-Nilai
Pendidikan Akhlak Dalam Surat al-Mujadalah Ayat 11-12‖ yang disusun oleh
KOMARULLAH AZAMI, NIM. 109011000192, Jurusan Pendidikan Agama Islam
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta, telah disetujui kebenarannya oleh dosen pembimbing skripsi pada hari
Kamis, 20 Februari 2014.

Jakarta, 20 Februari 2014

Dosen Pembimbing

Dr. H. Anshori,LAL, MA.

NIP. 19570406 199403 1 001


ABSTRAK

“Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak dalam surat al-Mujadalah ayat 11-


12”
Ketika umat Islam menjauhi al-Qur‘an atau sekedar menjadikan al-Qur‘an
hanya sebagai bacaan keagamaan maka sudah pasti al-Qur‘an akan kehilangan
relevansinya terhadap realitas-realitas alam semesta. Kenyataannya orang-orang
diluar islamlah yang yang giat mengkaji realitas alam semesta sehingga mereka
dengan mudah dapat mengungguli bangsa-bangsa lain, padahal umat islamlah yang
seharusnya memegang semangat al-Qur‘an.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui, menggali dan
memahami tentang nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam surat al-
mujadalah ayat 11-12.
Pendidikan akhlak adalah inti pendidikan semua jenis pendidikan karena
ia mengarahkan pada terciptanya perilaku lahir dan batin manusia, sehingga menjadi
manusia yang seimbang dalam arti terhadap dirinya maupun terhadap luar dirinya.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif dengan
metode deskriptif analisis melalui teknik studi kepustakaan (Library Research).
Sumber data pada penelitian ini berasal dari literatur-literatur yang berkaitan
dengan tema dalam penelitian ini. Sumber-sumber tersebut terdiri dari data primer,
yaitu kitab suci al-Qur‘an dan kitab-kitab tafsir al-Qur‘an yang menjelaskan surat al-
Mujadalah ayat 11-12, diantaranya: kitab al-Qur‘an dan Tafsirnya, Tafsir al-Misbah
karya Quraish Shihab, Tafsir al-Azhar karya Hamka, Tafsir al-Kasyaf karya
Zamakhsari, Tafsir AtThobari dan Tafsir Ibnu Katsir. Dan data sekunder, yaitu dari
buku-buku yang membahas mengenai nilai-nilai pendidikan, diantaranya : Aktualisasi
Nilai-nilai Qur‘ani Dalam Sistem Pendidikan Islam karya Said Agil Husin al-Munawwar
danTafsir Ayat-Ayat Pendidikan karya Abuddin Nata. Adapun analisis yang digunakan
dalam penelitian ini adalah menggunakan analisis metode tafsir maudhu‟i.
Nilai-nilai akhlak yang harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari yang
terdapat pada surat Al Mujadalah ayat 11- 12 ini diantaranya Adalah :Melapangkan
Hati, Menjalin Hubungan Harmonis, Memberikan Sedekah, Menghormati,
Memuliakan.
ABSTRACT
"Educational Values and Morals in the letter al-Mujadalah verses
11-12"
While Muslims away from the Qur'an or simply make the Qur'an just as it is
certain religious readings of the Qur'an will lose its relevance to reality-the reality of
the universe. In fact those outside of Islam is actively examining the reality of the
universe until they can easily surpass other nations, but the moslem is who should
hold the spirit of Qur'an.
The purpose of this study is to discover, excavate and understand about
character education values contained in the letter al-Mujadalah verse 11-12.
Moral education is the core of all types of education because it is directed at
the creation of inner and outer behavior, to be balanced in the sense of man against
himself or to the outside.
In this study the authors used a qualitative approach with descriptive methods
of engineering analysis through the study of literature (Library Research).
Sources of data in this study came from the literature related to the theme in
this study. These sources consist of primary data, which is the holy book of the
Qur‘an and books of Tafseer al-Qur'an al-Mujadalah letter explaining verses 11-12,
including: book of ―Qur‘an and Tafseer‖, ―Tafseer Misbah‖ by al-Quraish Shihab,
―Tafsir al-Azhar‖ by Hamka, ―Tafsir al-Kasyaf Zamakhsari‖ by At Thobari Tafsir Ibn
Kathir Tafsir. And secondary data, that is, from the books that discussed the values of
education, including: Actualization values of the Qur'an In the Islamic Education
System works of Said Agil Husin Al-Munawwar dan Tafsir Verses Education
Abuddin Nata work. The analysis used in this study is the use of analytical methods
maudhu'i interpretation.
Moral values that should be applied in everyday life found in the Al
Mujadalah verses 11-12 of them is this: The heart enlarges, Forging Relationships
Harmony, Alms Giving, Respect, Honor.
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, sehingga atas
segala limpahan karunia dan nikmatnya akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan
meskipun belum sempurna.
Shalawat beriring salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad
SAW, yang telah membawa kedamaian dan rahmat untuk semesta alam. Atas jerih
payah beliau kita berada di bawah bendera Islam.
Penulisnya menyadari skripsi ini, terselesaikan atas dukungan dari dosen,
orang tua, rekan dan lainnya. Banyaknya pihak yang turut mendukung
penyelesaiannya, membuat penulis tidak mungkin menyebutkan satu-persatu, namun
di bawah ini akan kami sebutkan mereka yang memiliki andil besar atas
terselesaikannya skripsi ini :
1. Ibu Dr. Hj. Nurlena Rifa‘I, M.A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Bapak Drs. H. Abdul Majid Khon, M.Ag. selaku ketua jurusan Pendidikan
Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Marhamah Saleh, Lc. MA. selaku seketaris jurusan Pendidikan Agama
Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
4. Dr. H. Anshori, LAL, MA, Selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
meluangkan waktu, tenaga dan pemikirannya untuk memberikan koreksi dan
bimbingannya dengan baik serta senantiasa memberikan motivasi agar skripsi
ini dapat segera terselesaikan.
5. M. Zuhdi, M.Ed, Ph.D, selaku dosen penasihat akademik yang memberikan
motivasi kepada penulis agar penelitian dilakukan dengan sungguh-sungguh
sehingga memberikan hasil yang memuaskan.
6. Kedua orang tua Ayahanda H. Rosihan dan Ibunda Muslimah yang telah
merawat dan mendidik dengan penuh kasih sayang secara tulus, mendo‘akan
dan mencukupi moril dan materil kepada penulis sejak kecil sampai sekarang
dan seterusnya (kasih sayang mereka yang tidak terputus sepanjang hayat),
kakakanda tercinta Hairullah, Rosmaidah dan Kurniawan serta adinda Zainal
Muttaqin dan Mugni Maulana yang selalu mendorong penulis agar skripsi ini
dapat segera terselesaikan.
7. Sahabat-sahabatku, Nopiandi Nurdaya ‗Om Nopi‘, Imran Satria Muchtar, Ari
Zaid ‗Ari‘, Erik Ray Ramadhan ‗Erik‘, dan Wildan Mukholad ‗Idank‘, Ahmad
Fuad ‗Fuad‘, Chairul Anwar ‗Anwar‘ dan Novi Rismayanti yang selalu
memberikan semangat, berbagi suka-duka, membantu tenaga dan pikirannya.
Semoga kalian selalu dalam lindungan Nya, amin.
8. Kawan-kawan di PAI khususnya kelas E yang selalu memberikan semangat
dan mau membantu tenaga dan pikirannya. Semoga Allah tetap menyayangi
kita semua, Amiin.
9. Teman-teman Praktik Profesi Keguruan Terpadu (PPKT) Hafiz Alim, Sarah
Hanifa Purnomo, Nurmalianis, Reni Desriani, Ferawati, Elin, dan Juliana. Dan
tidak lupa pula kepada anak-anak kelas X angkatan 2011-2012. Tanpa kalian
mungkin karya ilmiah ini tidak akan bisa tercipta dan semoga apa yang sudah
kalian berikan bisa bermanfaat dikemudian hari.
Penulis panjatkan do‘a dan rasa syukur kepada Allah SWT, semoga jasa yang
telah mereka berikan menjadi amal sholeh dan mendapatkan balasan yang jauh lebih
baik dari-Nya. Amiin. Dan, penulis juga menyadari segala kekurangan yang melekat
pada skripsi ini. Untuk itu kritik dan saran dari pembimbing dan guru-guru
merupakan suatu hal yang diharapkan Semoga segala ikhtiar kita diridhai Allah SWT.

Jakarta, 21 Januari 2014

Komarullah Azami
DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN
LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI
ABSTRAK………………………………………………………………………… i
KATA PENGANTAR……………………………………………………………. ii
DAFTAR ISI………………….…………………………………………………… iv
BAB I PENDAHULAN
A. Latar Belakang Masalah........................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah................................................................................. 7
C. Pembatasan Masalah................................................................................ 7
D. Perumusan Masalah ................................................................................ 8
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ……………..…………………………. 8
BAB II KAJIAN TEORITIS
A. Pendidikan
1. Pengertian Pendidikan ...................................................................... 9
2. Tujuan Pendidikan ........................................................................... 11
3. Dasar Pendidikan ............................................................................. 12
4. Materi Pendidikan ........................................................................... 13
B. Akhlak
1. Pengertian Akhlak ........................................................................... 14
2. Sumber Akhlak ................................................................................ 17
3. Pembagian Akhlak ...........................................................................18
C. Pendidikan Akhlak
1. Pendidikan Akhlak …………………………………………….…. 19
2. Dasar Hukum Pendidikan Akhlak ................................................... 22
3. Tujuan Pendidikan Akhlak ……………….………………………. 22
4. Pendidikan Akhlak Dalam Realita Masyarakat ............................... 23
5. Aplikasi Pendidikan Akhlak Dalam Kehidupan Masyarak….……. 24
D. Hasil Penelitian Yang Relevan ……………………….……………... 26
BAB III METODOGI PENELITIAN
A. Objek dan Waktu Penelitian ………………………………………… 27
B. Metode Penulisan …………………………………………………… 27
C. Fokus Penelitian …………………………………………………….. 28
D. Teknik Pengumpulan Data …………………………....…………….. 29
BAB IV PENAFSIRAN DAN NILAI- NILAI PENDIDIKAN AKHLAK YANG
TERKANDUNG DALAM Q.S. AL-MUJADILLAH AYAT 11-12
A. Teks Ayat dan Terjemahannya ………………………..……………. 30
1. Mufrodat (Kosa kata) ………..………….......………..…………. 31
2. Asbabun Nuzul surah al-Mujadallah Ayat 11-12 ……...…....…... 31
B. Tafsir Tentang Surah al-Mujadallah Ayat 11-12 …………..…......... 34
C. Kesimpulan Para Ahli Tafsir Tentang Surah al-Mujadallah Ayat 11-
12........................................................................................................ 41
D. NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK YANG TERKANDUNG
DALAM SURAT AL-MUJADLLAH AYAT 11-12
3. Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak …..…………………………... 44
4. Konsep Nilai -Nilai Pendidikan Akhlak Yang Terkandung Dalam
Surah al Mujadalah Ayat 11-12 Dalam Kehidupan Sehari-
Hari…………………………………………………………... 47
5. Kendala dan Dukungan Penerapan Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak
yang Terkandung Dalam Surat al-Mujadalah ayat 11-1……... 48
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan …………………………..………………………….. 50
B. Implikasi ………………………..……………………………….. 52
C. Saran ………………………..…………………………………… 53
D. Penutup ……………………..………………………………….... 54
DAFTARPUSTAKA …………………………...……………………………... 53
LAMPIRAN
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Melihat fenomena yang terjadi dalam kehidupan umat manusia pada
zaman sekarang ini sudah jauh dari nilai-nilai al-Qur‘an. Akibatnya banyak
bentuk penyimpangan dari nilai-nilai al-Qur‘an yang terjadi pada setiap lapisan
masyarakat. selain itu minimnya pengetahuan masyarakat terhadap nilai-nilai al-
Qur‘an juga menjadi faktor yang sangat penting dalam penyimpangan yang
terjadi dalam masyarakat.

Padahal jika kita melihat kebelakang bangsa Indonesia dulunya adalah


bangsa yang penuh dengan segala macam ilmu pengetahuan dan memiliki nilai
matabat yang luhur dibandingkan dengan bangsa-bangsa yang lain namun bangsa
yang memiliki pribadi yang luhur itu sudah tenggelam entah kemana dan bangsa
Indonesia yang sekarang bukanlah bangsa Indonesia yang dulu sebab sudah
banyak atribut jelek yang melekat pada bangsa ini. Hal ini sesuai dengan apa
yang dikatakan oleh Nurchaili dalam jurnalnya :

Bangsa Indonesia berada pada titik nadir akan kehilangan jati dirinya,
peradaban bangsa yang luhur telah tenggelam entah kemana. Bangsa
yang dulunya terkenal dengan peradabannya yang tinggi, kini
tergantikan dan terkenal dengan bangsa yang korup, bangsa yang tidak
memiliki keperibadian, bangsa yang kacau, bangsa yang jorok, bodoh,
anarkis dan banyak atribut jelek lainnya yang kini melekat pada bangsa
ini. Menyadari hal ini semua kita terperangah, dan mulai melihat kiri
kanan mencari alasan dan penyebab semua kekacauan ini. Siapa yang
salah dan siapa yang harus dipersalahkan. Sorotan terbersar tertuju pada
sistem pendidikan nasional. Berbagai pendapat dan kritik mulai
terlontar. Sistem pendidikan nasional dengan guru sebagai ujung
tombaknya dianggap yang paling bertanggung jawab terhadap
kekacauan ini. Padahal jika kita simak visi dan misi pendidikan
Indonesia dalam UUD 1945, semua telah dituangkan dengan cukup
bijak1.
Dari uraian diatas dapat penulis simpulkan bahwa jati diri serta
peradaban bangsa Indonesia yang luhur tidak boleh hilang dengan sikap
masyarakat yang acuh tak acuh pada kemerosotan akhlak yang terjadi. Sudah
saatnya bangsa ini harus mulai bangkit dan mulai membenahi diri bukan saling
menyalahkan satu pihak ke pihak yang lain. Bangsa ini membutuhkan
pertolongan dari semua pihak baik dari lembaga pemerintahan ataupun lembaga
pendidikan.

Nuchaili mengatakan ―Pemerintah mengusahakan dan


menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan
keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta akhlak mulia
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa 2.‖

Nurchaili dalam bukunya mengatakan ―Pendidikan agama adalah unsur


terpenting dalam pembangunan mental dan pendidikan akhlak. Jika kita
mempelajari pendidikan agama, maka akhlak merupakan sesuatu yang sangat
penting. Bahkan yang terpenting dimana kejujuran, kebenaran dan keadilan
merupakan sifat-sifat terpenting dalam agama.‖3

Dari uraian diatas dapat penulis simpulkan bahwa untuk membangun


mental serta akhlak yang mulia itu harus mengerti tentang pendidikan agama
sebab apa yang terkandung dalam pendidikan agama adalah sifat dasar dari
segala apa yang dibutuhkan bangsa ini.

Ketika umat Islam menjauhi al-Qur‘an atau sekedar menjadikan al-


Qur‘an hanya sebagai bacaan keagamaan maka sudah pasti al-Qur‘an
akan kehilangan relevansinya terhadap realitas-realitas alam semesta.
Kenyataannya orang-orang diluar islamlah yang yang giat mengkaji
realitas alam semesta sehingga mereka dengan mudah dapat
1
Nurchaili, Membentuk Karakter Siswa melalui Keteladanan Guru, Jurnal Pendidikan dan
Kebudayaan, Vol. 16 Edisi Khusus III, Oktober 2010, h. 233-234.
2
Ibid.
3
Ibid.
mengungguli bangsa-bangsa lain, padahal umat islamlah yang
seharusnya memegang semangat al-Qur‘an. 4
Namun nampaknya melihat fenomena yang terjadi kehidupan umat
manusia pada zaman sekarang ini sudah jauh dari nilai-nilai al-Qur‘an.
Akibatnya bentuk penyimpangan terhadap nilai tersebut mudah ditemukan di
lapisan masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari berbagai peristiwa yang terjadi,
yang menunjukan penyimpangan terhadap nilai yang terdapat didalamnya.
Minimnya pengetahuan masyarakat terhadap pemahaman al-Qur‘an, akan
semakin memperparah kondisi masyarakat berupa dekadensi moral. Oleh karena
itu, untuk memurnikan kembali kondisi yang sudah tidak relevan dengan ajaran
Islam, satu-satunya upaya yang dapat dilakukan adalah dengan kembali kepada
ajaran yang terdapat didalamnya.5

Sangat memperihatinkan bahwa kemerosotan akhlak tidak hanya terjadi


pada kalangan muda, tetapi juga terhadap orang dewasa, bahkan orang
tua. Kemerosotan akhlak pada anak-anak dapat dilihat dengan
banyaknya siswa yang tawuran, mabuk, berjudi, durhaka kepada orang
tua bahkan sampai membunuh sekalipun. Untuk itu, diperlukan upaya
strategis untuk memulihkan kondisi tersebut, diantaranya dengan
menanamkan kembali akan pentingnya peranan orang tua dan pendidik
dalam membina moral anak didik.6
Pendidikan akhlak menurut al-Qur‘an adalah suatu usaha yang
dilakukan secara sadar guna memberikan pendidikan jasmani dan rohani
berdasarkan ajaran Islam yang berupa penanaman akhlak mulia yang merupakan
cermin kepribadian seseorang, sehingga menghasilkan perubahan yang
direalisasikan dalam kenyataan kehidupan sehari-hari. Kenyataan hidup yang
meliputi : tingkah laku yang baik, cara berfikir yang baik dan bersikap baik yang
dapat menjadikan manusia sempurna.

4
Muhammad al-Ghazali, Berdialog dengan al-Qur‟an, (Bandung : Mizan, 1999), Cet. IV, h.
21
5
Abdulloh Husaeri, ―Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam al-Qur‘an: Kajian Tafsir Tentang
Surat al-Hujurat ayat 11-13,‖ Skripsi pada Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
Jakarta, 2008, h. 13, tidak dipublikasikan.
6
Ibid.
Pendidikan karakter (akhlak) dalam Islam sudah tertulis jelas didalam
al-Quran surat Al-Qalam ayat 4:

( 4 : 86/‫ ) القلم‬   …


―Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung”.

Demikian pula misi utama diutusnya Rasulullah shallallahu ‗alaihi was


sallam adalah untuk memperbaiki dan menyempurnakan akhlak yang mulia.
Sebagaimana dalam al-Qur‘an surah al- Ahzab ayat 21 :

            

( 21 : 33/‫ ( االحزاب‬   


―Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang
baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.”

Menurut Nurchaili dalam karyanya mengatakan ―Timbulnya pendidikan


akhlak, bersamaan dengan timbulnya kehidupan manusia dan berbagai
persoalan mana yang baik dan mana yang buruk bagi tiap orang, walaupun
dengan penilaian akal yang sederhana sekalipun pada dasarnya semua ini adalah
untuk mengatur tata kehidupan manusia‖7.
Akhlak Merupakan barometer terhadap kebahagiaan, keamanan dan
ketertiban dalam kehidupan manusia dan dapat dikatakan bahwa akhlak
merupakan berdirinya suatu umat, sebagaimana shalat sebagai tiang agama.
Dengan kata lain, apabila rusak akhlak suatu umat maka rusaklah bangsanya.
Sesuai dengan hadits Nabi Muhammad SAW :

7
Syahminan Zaini, Tinjauan Analisis Tentang Iman, Islam dan Amal, (Jakarta: Kalam Mulia,
1984), cet 1, h. 3.
َ‫ ال‬: ‫اهلل صلى اهلل عليو وسلم‬ ِ ‫ال رسو ُل‬ ِ ‫َعن أَبِي ُىريْ رَة ر‬
ْ ُ َ َ َ‫ ق‬: ‫ال‬ َ َ‫ض َي اهللُ َع ْنوُ ق‬ َ ََ ْ
‫اد‬ ِ ٍ ‫ض ُك ْم َعلَى بَ ْي ِع بَ ْع‬ ُ ‫ضوا َوالَ تَ َدابَ ُروا َوالَ يَبِ ْع بَ ْع‬
َ َ‫ض َوُك ْونُوا عب‬ ُ َ‫شوا َوالَ تَ بَاغ‬ ُ ‫اج‬ َ َ‫اس ُدوا َوالَ تَ ن‬
َ ‫تَ َح‬
ِ ‫َخو الْمسلِ ِم الَيظْلِمو والَ ي ْخ ُذلُو والَ يك‬
‫ التَّ ْق َوى َى ُهنَا‬. ُ‫ْذبُوُ َوالَ يَ ْح ِق ُره‬ ِ ‫ ال‬. ً‫اهلل إِ ْخوانا‬ ِ
َ َ ُ َ َ ُُ َ ْ ُ ُ ‫ْم ْسل ُم أ‬ ُ َ
‫ ُك ُّل‬،‫ْم ْسلِ َم‬ َ ‫ب ْام ِر ٍئ ِم َن ال َّش ِّر أَ ْن يَ ْح ِق َر أ‬
ُ ‫َخاهُ ال‬ ِ ‫ات – بِ َح َس‬ ٍ ‫ث م َّر‬ ِ
َ َ َ‫ص ْد ِره ثَال‬
ِ
َ ‫– َويُش ْي ُر إِلَى‬
8]‫ [رواه مسلم‬.ُ‫ضو‬ ُ ‫ْم ْسلِ ِم َح َر ٌام َد ُموُ َوَمالُوُ َو ِع ْر‬ ِ ‫ال‬
ُ ‫ْم ْسل ِم َعلَى ال‬ ُ
“Dari Abu Hurairah radhiallahuanhu dia berkata : Rasulullah
shallallahu „alaihi was sallam bersabda : Janganlah kalian saling
dengki, saling menipu, saling marah dan saling memutuskan hubungan.
Dan janganlah kalian menjual sesuatu yang telah dijual kepada orang
lain. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara. Seorang
muslim adalah saudara bagi muslim yang lainnya, (dia) tidak
menzaliminya dan mengabaikannya, tidak mendustakannya dan tidak
menghinanya. Taqwa itu disini (seraya menunjuk dadanya sebanyak
tiga kali). Cukuplah seorang muslim dikatakan buruk jika dia menghina
saudaranya yang muslim. Setiap muslim atas muslim yang lain; haram
darahnya, hartanya, dan kehormatannya. (Riwayat Muslim)”
Dari hadits diatas dapat penulis ambil sebuah kesimpulan bahwa akhlak
suatu bangsa akan hancur apabila diantara kita saling membenci, menipu,
dendam dan memutuskan hubungan (silahturahmi). Oleh karena itu dalam
membentuk pendidikan akhlak yang berkualitas sebaiknya dalam suatu bangsa
tidak terlepas dari peran pentingnya sosok generasi yang biasa kita sebut dengan
remaja. Oleh karena itu keagamaan dari sudut pandang remaja ini perlu
diperhatikan pula. Identitas keagamaan remaja adalah sikap yang diwujudkan
dengan pengalaman sepenuhnya terhadap ajaran agamanya, dalam hal ini adalah
ajaran Allah SWT, dan Rasul-Nya.

8
Maktabah Shamela
Hal ini sesuai dengan konsep pendidikan Islam yang dikemukakan oleh
Zakiah Daradjat, bahwa ―Pendidikan Islam berarti pembentukan pribadi
muslim. Isi pribadi muslim adalah pengalaman sepenuhnya ajaran Allah SWT
dan Rasul-Nya‖9.
Jadi remaja yang ideal (dalam hal sikap keagamaannya) adalah remaja
yang menjalankan perintah Allah SWT dan menjauhi segala larangan-Nya
dalam kehidupan sehari-hari. Untuk membentuk generasi muda yang ideal dan
militant bukan suatu hal yang sulit apabila semua aspek bergabung saling
menopang satu sama lainnya, antara lingkungan keluarga yang harmonis,
pergaulan yang baik dan bersifat agamis serta pemerintah memberi fasilitas
kegiatan yang positif.
Menurut Abuddin Nata, ―Jika ada suatu penyimpangan akhlak seperti
masalah kekerasan, hal demikian dinilai sebagai perbuatan perbuatan haram
yang harus diberantas. Padahal dengan diberantasnya masalah tersebut belum
tentu dapat mengatasi masalah terkait dengan keimanan yang tipis, kurangnya
pengetahuan, keterampilan, dan sempitnya lapangan kerja‖ 10.
Pendidikan akhlak sangat berperan dalam pembentukan kualitas
manusia yang beriman dan bertaqwa. Manusia yang dengan kualitas
iman dan taqwa diyakini mampu bertindak bijaksana baik dalam
kapasitas sebagai pemimpin bagi dirinya sendiri, keluarga maupun
masyarakat. Dalam ketetapan MPR disebutkan pembangunan nasional
dibidang pendidikan adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan
meningkatkan kualitas manusia Indonesia dalam mewujudkan
masyarakat yang adil dan makmur, serta memungkinkan para warganya
mengembangkan diri baik berkenaan dengan aspek jasmani dan
rohani. 11
Menurut Ismail ―Disinilah letak pentingnya pendidikan akhlak, yaitu
dalam merumuskan pendidikan agar selalu berada dalam jalur yang benar dan
selalu dalam orientasi yang lebih baik. Dengan ini nilai-nilai Islam dapat

9
Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), h. 17
10
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), h. 1-5.
11
Ismail, Aktualisasi Akhlak Dalam Mencapai Humanisme-Pluralis, (Pamekasan: Tadris
Jurnal Pnedidikan Islam, 2009) , h. 192
teraktualisasikan dalam pendidikan dan terciptalah mayarakat yang humanis
(bermoral)‖12.
Oleh Karena itu, dalam pelaksanaannya guru agama dituntut untuk
mampu mengorientasikan pendidikan akhlak bukan hanya bagaimana agar anak
didik itu menjadi manusia yang bertakwa kepada Allah SWT, Tetapi juga harus
mampu mengupayakan bagaimana agar siswa mempunyai kepekaan dan
kepedulian sosial yang tinggi, mempunyai semangat kerja yang dilandasi oleh
nilai-nilai agama, dan mampu berhubungan dengan sesama (teman, orang tua,
guru dan lingkungannya) dengan baik.
Dari latar belakang yang penulis uraikan di atas, maka penulis tertarik
untuk melakukan penelitian yang ditulis dalam bentuk Skripsi dengan judul:
“NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM SURAH AL-
MUJADALAH AYAT 11-12”.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis kemukakan diatas. maka
penulis perlu mengidentifikasi masalah sebagai berikut :
1. Nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam surah al-
Mujadalah ayat 11-12
2. Konsep nilai-nilai akhlak yang terkandung di surah al-Mujadalah
ayat 11-12 dalam kehidupan sehari-hari.
3. Kendala dan dukungan penerapan nilai-nilai akhlak yang terkandung
dalam surah al-Mujadalah ayat 11-12.

12
Ibid., h. 193
C. Pembatasan Masalah
Dari identifikasi masalah yang dikemukakan di atas, maka penulis perlu
untuk mengarahkan permasalahan yang akan diteliti dan akan dibatasi hanya
pada :
1. Nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung pada surah al-
mujadalah ayat 11-12
2. Konsep nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam surah
al-Mujadalah ayat 11-12

D. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai
berikut :
Nilai-nilai pendidikan akhlak apa saja yang terkandung dalam surat al-
mujadalah ayat 11-12 ?

E. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian


1. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui, menggali dan memahami
tentang nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam surat al-
mujadalah ayat 11-12
2. Manfaat Penelitian
a. Memberikan pengetahuan tentang nilai nilai pendidikan akhlak yang
terkandung dalam surat al-mujadalah ayat 11-12.
b. Memberikan sumbangan pikiran kepada para pembaca tentang nilai-
nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam surat al-mujadalah
ayat 11-12.

c. Sebagai referensi bagi masyarakat untuk mengkaji nilai-nilai


pendidikan akhlak yang terkandung dalam surat al-mujadalah ayat 11-
12.
BAB II
KAJIAN TEORITIS

A. Pendidikan
1. Pengertian Pendidikan
―Kata pendidikan ditinjau dari segi etimologi berasal dari kata dasar
didik yang berarti memelihara, dan latihan‖. 13 Sedangkan dari segi
terminologi dalam arti sederhana pendidikan sering diartikan sebagai usaha
manusia untuk membina kepribadiannya sesuai usaha dengan nilai-nilai di
dalam masyarakat dan kebudayaan. ―Dalam perkembangannya, istilah
pendidikan atau paedagogie berarti bimbingan atau pertolongan yang
diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa agar ia menjadi dewasa.
Selanjutnya pendidikan diartikan sebagai usaha yang dijalankan oleh
seseorang atau kelompok agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup
yang lebih tinggi.‖14
―Menurut UU No. 20 tahun 2003, pendidikan adalah usaha sadar
untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran,
dan latihan bagi peranannya di masa yang akan datang.‖15 Sementara
pengertian pendidikan menurut beberapa tokoh sebagai berikut :

Menurut Ki Hajar Dewantara yang dikutip oleh Hasbullah:


―pendidikan yaitu tuntunan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak,
adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan
kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka sebagai manusia

13
Armai Arief, Pembaharuan Pendidikan Islam di Minangkabau, (Jakarta: Suara ADI, 2009),
h. 32
14
Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), h. 1
15
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional (Biro Hukum dan Organisasi Seketariat Jendral Departemen Pendidikan Nasional: 2003), h.
49-50
dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-
tingginya‖. 16
Menurut Hamka yang dikutip oleh Ramayulis:
―pendidikan merupakan serangkaian upaya yang dilakukan
pendidik untuk membantu membentuk watak, budi, akhlak, dan
kepribadian peserta didik, sehingga ia bisa membedakan mana
yang baik dan mana yang buruk‖. 17
Menurut Hasan Al-Banna yang dikutip oleh A. Susanto:
―istilah pendidikan sering menggunakan kata at-tarbiyah yaitu
proses pembinaan dan pengembangan potensi manusia melalui
pemberian berbagai ilmu pengetahuan yang dijiwai oleh nilai-
nilai ajaran agama‖.18
Dari beberapa pendapat para tokoh pendidikan di atas penulis dapat
simpulkan bahwa pendidikan adalah proses segala usaha untuk mendidik,
membina, membentuk dan mengembangkan potensi manusia melalui
pemberian berbagai ilmu pengetahuan menjadi manusia yang berpotensi
dan berakhlak mulia untuk menuju kebahagiaan. Pendidikan pada dasarnya
sebagai sarana untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat,
dengan pendidikan manusia memperoleh ilmu yang dapat menciptakan
kesuksesan dalam kehidupan dan hubungan manusia dengan Tuhannya
serta hubungan dengan manusia, tanpa pendidikan manusia tidak dapat
mengetahui jalan menuju kebahagiaan hidup.

16
op. cit, h. 4
17
Ramayulis, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam, (Ciputat: Ciputat Press Group, 2005), h.
266
18
A. Susanto, Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: Amzah, 2009), h. 65
2. Tujuan Pendidikan
―Tujuan merupakan masalah pokok dalam pendidikan karena
tujuan dapat menentukan setiap gerak langkah dan aktivitas dalam proses
pendidikan‖. 19 ―Penetapan tujuan pendidikan berarti penentuan arah yang
akan dituju dan sasaran yang hendak dicapai melalui proses pendidikan
serta menjadi tolak ukur bagi penilaian keberhasilan dalam pelaksanaan
pendidikan‖. 20
Tujuan Pendidikan adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan
mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia
yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan
berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan,
kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan
mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan
kebangsaan. 21
Hal ini didasarkan pada tujuan Pendidikan Nasional dalam UUD
1945 Pasal 31, ayat 3 menyebutkan, ―Pemerintah mengusahakan dan
menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan
keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.‖22
Sedangkan menurut Ibnu Sina yang dikutip oleh Said Ismail
mengatakan bahwa: ―tujuan pendidikan harus diarahkan pada
pengembangan seluruh potensi yang dimiliki seseorang ke arah
perkembangannya yang sempurna, yaitu perkembangan fisik, intelektual
dan budi pekerti.‖23 ―Selain itu tujuan pendidikan menurut Ibnu Sina harus
diarahkan pada upaya mempersiapkan seseorang agar dapat hidup

19
Ibid., h. 66
20
Ibid.
21
Ramayulis, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam, (Ciputat: Ciputat Press Group, 2005), h.
51-52
22
Ibid., h. 3-4
23
Said Ismail, al-Falsafah at-Tarbiyah Ibn Sina, (Mesir:Dar al-Maarif,1969)
dimasyarakat secara bersama-sama dengan melakukan pekerjaan atau
keahlian yang dipilihnya sesuai dengan bakat, kesiapan, kecenderungan
dan potensi yang dimilikinya.‖24
Sebab dengan adanya pendidikan, maka akan timbul dalam diri
seseorang untuk berlomba-lomba dan memotivasi diri kita untuk lebih baik
dalam segala aspek kehidupan. Pendidikan merupakan salah satu syarat
untuk lebih memajukan pemerintah ini, maka usahakan pendidikan mulai
dari tingkat SD sampai pendidikan di tingkat Universitas.
Pada intinya pendidikan itu bertujuan untuk membentuk karakter
seseorang yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Akan tetapi disini pendidikan hanya menekankan pada intelektual saja,
dengan bukti bahwa adanya UN sebagai tolak ukur keberhasilan
pendidikan tanpa melihat proses pembentukan karakter dan budi pekerti
anak.

3. Dasar Pendidikan
―Dasar pendidikan adalah suatu pegangan yang dijadikan
landasan dalam menyelengarakan pendidikan. Dasar pendidikan di
Indonesia dapat dibedakan menjadi tiga dasar yaitu dasar idiil (falsafah
kenegaraan), konstitusional, dan operasional.‖ 25

―Dasar idiil yaitu Pancasila, Dasar Konstitusional UUD 1945 dan


Dasar Operasional adalah Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) dan
Keputusan Mendikbud.‖26 Secara yuridis dasar pendidikan di Indonesia
tercantum pada Undang-Undang Dasar negara Republik Indonesia Nomor
4 Tahun 1950 menyebutkan bahwa : ―Pendidikan dan pengajaran berdasar

24
Ibid.
25
Madyo Ekosusilo, Dasar-Dasar Pendidikan, (Jakarta:EJJ,tth) h. 43
26
Ibid.
atas asas-asas yang termaktub dalam Pancasila, Undang-Undang Dasar
negara Republik Indonesia dan Kebudayaan Kebangsaan Indonesia‖. 27
Menurut Pasal ini, berdasarkan pada pancasila dan Undang-Undang
Dasar negara Republik Indonesia dan Kebudayaan Kebangsaan Indonesia.
Kita sadari bahwa salah satu fungsi pendidikan adalah merupakan alat
untuk mewariskan kebudayaan dari suatu generasi ke generasi berikutnya.
Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa dasar yang dapat
dijadikan sebagai landasan dan pegangan dalam pelaksanaan pendidikan di
Indonesia dari tahun ke tahun ternyata sama yaitu Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945.

4. Materi Pendidikan
―Materi pendidikan yang dimaksud adalah semua bahan atau materi
yang disajikan kepada anak didik agar tujuan pendidikan yang telah
dirumuskan tercapai secara optimal. Hasan al-Banna menjelaskan
mengenai materi pendidikan ini meliputi materi pendidikan akal, jasmani,
dan hati (qalb)‖.28

a. Materi Pendidikan Akal

Potensi akal merupakan potensi yang cukup penting pada diri


seseorang karena ia sebagai dasar pemberian beban hukum dan
sebagai tolak ukur penentuan balasan baik dan buruk bagi
perbuatannya.29 Oleh karena itu akal manusia membutuhkan
beberapa materi ilmu pengetahuan agar mampu berfungsi
sebagaimana mestinya.

b. Materi Pendidikan Jasmani

Potensi jasmani dengan berbagai anggotanya pada diri


seseorang sangat membutuhkan pemeliharaan dan penambahan
kualitas perkembangannya, pemeliharaan kebersihan dan
kesehatan terhadap semua anggota jasmani merupakan wujud

27
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1950. (Biro Hukum dan
Organisasi Seketariat Jendral Departemen Pendidikan Nasional: 2003)
28
A. Susanto, Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: Amzah, 2009), h. 67-68
29
Ibid., h. 68
nyata dari pendidikan jasmani. 30 Oleh karena itu anak didik
harus memiliki ilmu pengetahuan yang dapat mengantarkannya
pada kesadaran akan pentingmya kebersihan dan kesehatan.
a. Materi Pendidikan Hati
Potensi hati pada anak didik menjadi perhatian penting dalam
pendidikan Hasan al-Banna karena salah satu tujuan dari
pendidikan adalah untuk menghidupkan hati, membangun, dan
menyuburkannya. Kekerasan dan kebekuan hati merupakan
penghambat dalam memperoleh ilmu pengetahuan yang
tujuannya tiada lain adalah untuk mencapai ma‘rifatullah.31

B. Akhlak
1. Pengertian Akhlak
―Menurut bahasa akhlak berasal dari bahasa arab ―akhlaq‖ yang
merupakan bentuk jamak dari ―khuluq‖ yang mempunyai arti budi pekerti
, tabiat, dan watak.‖32 Akhlak disamakan dengan kesusilaan dan sopan
santun. Khuluq merupakan gambaran sifat batin manusia, gambaran
bentuk lahiriah manusia, seperti raut wajah, gerak anggota badan dan
seluruh tubuh.33
Menurut Abdul hamid:
―akhlak adalah ilmu tentang keutamaan yang harus dilakukan
dengan cara mengikutinya sehingga jiwanya terisi dengan kebaikan, dan
tentang keburukan yang harus dihindarinya sehingga jiwanya kosong
(bersih) dari segala bentuk keburukan.‖34 Sedangkan menurut Hamzah
Ya‘qub akhlak adalah:

30
Ibid.
31
Ibid.
32
A. Mustofa, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 1997), h. 11.
33
Salihun A. Nasir, Tinjauan Akhlak, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1991), h. 14.
34
Abd. Hamid Yunus, Da „irab Al-Ma‟arif, Asy-Sya‟ib, (Kairo:tt, ), h. 936
a. Ilmu yang menentukan batas antara baik dan buruk, antara
terpuji dan tercela, tentang perkataan atau perbuatan manusia
lahir dan batin.
b. Ilmu pengetahuan yang memberikan pengertian tentang baik
dan buruk, ilmu yang mengajarkan pergaulan manusia dan
menyatakan tujuan mereka yang terakhir dari seluruh usaha dan
pekerjaan mereka.35
―menurut Ahmad amin akhlak ialah kehendak yang biasa
dilakukan. Artinya segala sesuatu yang kehendak yang terbiasa dilakukan,
disebut akhlak.‖36
Pengertian akhlak juga dikemukakan oleh Imam al-Ghazali,
menurut dia ―akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang
daripadanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak
memerlukan pertimbangan pikiran.‖ 37
Sedangkan menurut Ibrahim anis ―akhlak adalah ilmu yang
obyeknya membahas nilai-nilai yang berkaitan dengan perbuatan manusia,
dapat disifatkan dengan baik dan buruknya.‖38
Dalam pembahasan akhlak atau ilmu akhlak ada beberapa istilah
yang sering digunakan untuk mengatakan akhlak atau ilmu akhlak
tersebut. Istilah-istilah itu adalah:

35
Hamzah Ya‘qub, Etika Islam, (Bandung: Diponegoro, 1993), h. 12.
36
Ahmad Amin, Kitab Akhlak, (Kairo: Darul Kutub Al-Mishriyah, tt), h. 15.
37
Imam Al-Ghazali, Ihya „Ulum Ad-Din, (Kairo: Al-Masyhad Al-Husain, tt), h. 56.
38
Ibrahim Anis, Al-Mu‟jam Al-Wasith, (Mesir: Darul Ma‘arif, 1972), h. 202.
a. Etika
―perkataan etika berasal dari bahasa yunani ethos yang berarti
adat kebiasaan. Dalam kamus istilah pendidikan dan umum
dikatakan bahwa etika adalah bagian dari filsafat yang
mengajarkan keluhuran budi (baik dan buruk).‖39
Menurut Hamzah ya‘qub ―etika adalah ilmu yang menyelidiki
mana yang baik dan mana yang buruk dengan memperhatikan
amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal
pikiran.‖40
b. Kesusilaan
―Kesusilaan berasal dari kata susila yang mendapat awalan ke
dan akhiran an. Susila berasal dari bahasa sansekerta, yaitu su
dan sila. Su yang berarti baik, bagus dan sila berarti dasar,
prinsip, peraturan hidup atau norma.‖41 ―Didalam kamus umum
bahasa Indonesia dikatakan, susila berarti sopan, beradab, baik
budi bahasanya dan kesusilaan sama dengan kesopanan.‖ 42

Dari pendapat diatas penulis menarik kesimpulan bahwa akhlak


merupakan penampilan luar yang ditunjukkan oleh seseorang dalam
kehidupan sehari-hari berupa tingkah laku dan perkataan sehingga orang
lain bisa melihat dan menilainya.

39
M. Sastrapradja, Kamus Istilah Pendidikan dan Umum, Surabaya: Usaha Nasional, 1981),
h. 144.
40
Hamzah Ya‘qub, op. cit., h. 15.
41
M. Said, Etika Masyarakat Indonesia, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1976), h. 23.
42
WJS Poerwadinata, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: PN Balai Pustaka, 1982), h.
982.
2. Sumber Akhlak
Sumber ajaran akhlak ialah al-Qur‘an dan hadist. Tingkah laku
Nabi Muhammad merupakan contoh dari suri tauladan bagi umat manusia.
Semua ini ditegaskan oleh Allah dalam al-Qur‘an:

           

( 21:33/‫ ) االحزاب‬    


“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan
yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat)
Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut
Allah.”
Tentang akhlak pribadi Rasulullah dijelaskan pula oleh ‗Aisyah ra
diriwayatkan oleh Imam Muslim. Dari ‗Aisyah ra berkata: Sesungguhnya
akhlak Rasulullah itu adalah al-Qur‟an. (HR. Muslim). Hadis Rasulullah
meliputi perkataan dan tingkah laku beliau, merupakan sumber akhlak
yang kedua setelah al-Qur‘an. Segala ucapan dan perilaku beliau
senantiasa mendapatkan bimbingan dari Allah. 43 Allah berfirman :

(3-4:53/ ‫ ) الىجم‬     o    
―dan Tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut
kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah
wahyu yang diwahyukan (kepadanya).‖
Jika telah jelas bahwa al-Qur‘an dan hadist Rasul adalah pedoman
hidup yang menjadi asas bagi setiap muslim, maka teranglah keduanya
merupakan sumber akhlaqul karimah dalam ajaran Islam. Al-Qur‘an dan
Sunnah Rasul adalah ajaran yang paling mulia dari segala ajaran maupun
hasil renungan dan ciptaan manusia. Sehingga telah menjadi keyakinan

43
M. Yatimin Abdullah, Studi Akhlak Dalam Perspektif al-Qur‟an, (Jakarta: Amzah, 2007),
h. 4
(akidah) Islam bahwa akal dan naluri manusia harus tunduk mengikuti
petunjuk dan pengarahan al-Qur‘an dan as-Sunnah. Dari pedoman itulah
diketahui criteria mana perbuatan yang baik dan mana yang buruk. Nabi
bersabda: Aku tinggalkanuntukmu dua perkara, kamu tidak akan sesat
selamanya jika kamu berpegang teguh kepada keduanya, yaitu al-Qur‟an
dan sunnahku. (HR. al-Bukhari).44

3. Pembagian Akhlak
―Ada dua jenis akhlak dalam Islam, yaitu akhlaqul karimah
(akhlak terpuji) ialah akhlak yang baik dan benar menurut syariat Islam,
dan akhlaqul madzmumah (akhlak tercela) ialah akhlak yang tidak baik
dan tidak benar menurut islam.‖ 45

a. Akhlaqul Karimah (Akhlak Terpuji)


Adapun jenis-jenis akhlaqul karimah itu adalah sebagai
berikut:
1) Al-Amanah (sifat jujur dan dapat dipercaya)
2) Al-Alifah (sifat yang disenangi)
3) Al-„Afwu (sifat pemaaf)
4) Anie Satun (sifat manis muka)
5) Al-Khairu (berbuat baik)
6) Al-Khusyu (tekun bekerja)
b. Akhlaqul Madzmumah (Akhlak Tercela)
Adapun jenis-jenis Akhlaqul Madzmumah itu adalah sebagai
berikut:
1) Ananiyah (sifat egois)
2) Al-Bukhlu (sifat pelit)
3) Al-Kadzab (sifat pembohong)

44
Ibid., h. 5
45
Barmawi Umary, Materi Akhlak, (Solo: Ramadhani, 1993), h. 196.
4) Al-Khinayah (sifat pengkhianat)
5) Azh-Zhulmun (sifat aniaya)
6) Al-Jubnu (sifat pengecut)46

Dari pendapat diatas penulis menarik kesimpulan bahwa akhlak


yang menjadi tujuan sekaligus teladan bagi setiap muslim adalah akhlaqul
karimah sehingga apa yang telah dicontohkan oleh Rasulullah bisa
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Tetapi disamping kita harus
menerapkan akhlaqul karimah kita juga harus menghindari Akhlaqul
Madzmumah agar kita bisa mendapatkan kebahagiaan tanpa harus
melakukan keburukan.

C. Pendidikan Akhlak
Pendidikan akhlak diartikan sebagai latihan mental dan fisik yang
menghasilkan manusia berbudaya tinggi untuk melaksanakan tugas kewajiban
dan tanggung jawab dalam masyarakat selaku hamba Allah. Pendidikan
akhlak berarti juga menumbuhkan personalitas (kepribadian) dan
menambahkan tanggung jawab.
Menurut Hasbullah yang dikutip oleh Armai Arief dalam bukunya
yang berjudul dasar-dasar ilmu pendidikan mengatakan ―Kata pendidikan
ditinjau dari segi etimologi berasal dari kata dasar didik yang berarti
memelihara, dan latihan‖47. Sedangkan dalam arti sederhana pendidikan
sering diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai
usaha dengan nilai-nilai didalam masyarakat dan kebudayaan. ―Dalam
perkembangannya, istilah pendidikan atau paedagogie berarti bimbingan atau
pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa agar ia
menjadi dewasa. Selanjutnya pendidikan diartikan sebagai usaha yang

46
M. Yatimin Abdullah, Studi Akhlak Dalam Perspektif al-Qur‟an, (Jakarta: Amzah, 2007),
h. 12
47
Armai Arief, Pembaharuan Pendidikan Islam di Minangkabau, (Jakarta: Suara ADI, 2009),
h. 32
dijalankan oleh seseorang atau kelompok agar menjadi dewasa atau mencapai
tingkat hidup atau penghidupan yang lebih tinggi dalam arti mental.‖ 48.
Menurut UU No. 20 tahun 2003, pendidikan adalah usaha sadar untuk
menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan
latihan bagi peranannya di masa yang akan datang. Sementara pengertian
pendidikan menurut beberapa tokoh sebagai berikut :
1. Menurut Ki Hajar Dewantara yang dikutip oleh Hasbullah:
―pendidikan yaitu tuntunan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak,
adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan
kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia
dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-
tingginya.‖49.
2. Menurut Hamka yang dikutip oleh Ramayulis:
―pendidikan merupakan serangkaian upaya yang dilakukan
pendidik untuk membantu membentuk watak, budi, akhlak, dan
kepribadian peserta didik, sehingga ia bisa membedakan mana yang
baik dan mana yang buruk‖50.
3. Menurut Hasan Al-Banna yang dikutip oleh Ramayulis: ―istilah
pendidikan sering menggunakan kata at-tarbiyah yaitu proses
pembinaan dan pengembangan potensi manusia melalui pemberian
berbagai ilmu pengetahuan yang dijiwai oleh nilai-nilai ajaran
agama.‖51.
―Sedangkan menurut bahasa akhlaq adalah bentuk jama dari khuluq yang
berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabiat‖52.

48
Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), h. 1
49
Ibid., h. 4
50
Ramayulis, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam, (Ciputat: Ciputat Press Group, 2005), h.
266
51
A. Susanto, Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: Amzah, 2009), h. 65
52
Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlaq,... h. 1
Dari kedua pengertian diatas penulis dapat menarik kesimpulan bahwa
pendidikan akhlak adalah inti pendidikan semua jenis pendidikan karena ia
mengarahkan pada terciptanya perilaku lahir dan batin manusia, sehingga
menjadi manusia yang seimbang dalam arti terhadap dirinya maupun terhadap
luar dirinya.
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa pendidikan akhlak adalah
pendidikan yang bertujuan untuk membentuk manusia yang tidak hanya
berintelektual tetapi mempunyai budi pekerti dan kepribadian yang terbiasa
melakukan perbuatan baik tanpa paksaan dan imbalan, sehingga menjadi
manusia yang humanis (bermoral).

1. Dasar Hukum Pendidikan Akhlak


Adapun yang menjadi dasar hukum dari pendidikan akhlak tertulis
jelas dalam al-Qur‘an surah al-Ahzab ayat 21

           

(21 :33/‫ (االحزاب‬    


―Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan
yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat)
Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut
Allah.”

Dari ayat diatas selain merupakan alasan diutusnya


Rasulullah ke muka bumi tetapi juga sebagai landasan hukum
bahwa setiap manusia harus memiliki akhlak yang mulia agar bisa
menjadi suri tauladan bagi diri sendiri, keluarga, dan masyarakat.
2. Tujuan Pendidikan Akhlak
Menurut ajaran al-Qur‘an bahwa tujuan yang hendak dicapai oleh
risalah Nabi Muhammad atau misi Islam ialah membersihkan dan
mensucikan jiwa dengan jalan mengenal Allah serta beribadah kepada-
Nya dan mengokohkan hubungan antara manusia dengan menegakkan di
atas dasar kasih, persamaan dan keadilan, hingga dengan demikian
tercapailah kebahagiaan dan kedamaian dalam hidup dan kehidupan
manusia baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat. 53
Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa risalah Nabi
Muhammad SAW akan sampai kepada tujuannya manakala ajaran yang
dibawa Muhammad berupa norma-norma yang menuntun orang agar
berbuat baik dan menjauhi perbuatan buruk dapat diikuti dengan
sempurna. Dengan kata lain, menjalankan akhlak yang mulia dan
menjauhi akhlak yang buruk merupakan syarat mutlak untuk mencapai
kebahagiaan, kedamaian dan kenyamanan hidup umat manusia dan alam
sekitarnya. 54
Tujuan pendidikan akhlak adalah untuk membentuk orang-orang
yang bermoral baik, berkemampuan keras, sopan dalam berbicara dan
perbuatan mulia dalam tingkah laku serta beradab‖ 55. Menurut Said Agil
Husin al-Munawwar, tujuan pendidikan adalah membentuk manusia yang
beriman, bertakwa, berakhlak mulia, maju dan mandiri sehingga memiliki
ketahanan rohani yang tinggi serta mampu beradaptasi dengan dinamika
perkembangan masyarakat‖56.

53
Asmaran, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1994), h. 113
54
Ibid., h. 115
55
M. Athiyah, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1990), h. 103
56
Said Agil Husin al-Munawwar, Aktualisasi Nilai-nilai Qur‟ani Dalam Sistem Pendidikan
Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2005), h. 15
Dari uraian di atas, dapat di pahami bahwa tujuan pendidikan
akhlak ialah memberikan pengetahuan untuk mengamalkan akhlak yang
baik dan membentuk manusia bermoral, baik dalam hubungan manusia
dengan Tuhannya dan hubungan manusia dengan sesamanya. Tujuan
pendidikan akhlak juga merupakan bagian dari tujuan risalah Nabi
Muhammad yaitu menjalankan akhlak mulia dan mencapai kebahagiaan,
kedamaian hidup umat manusia serta kebahagiaan hidup di akhirat kelak.

3. Pendidikan Akhlak Dalam Realita Masyarakat


Realitas sosial dalam kehidupan masyarakat, dari dulu hingga
sekarang selalu menunjukkan adanya konflik, perbedaan, pergeseran dan
perubahan. Kehidupan manusia tidak pernah statis, melainkan dinamis dan
terus berubah. Fakta menunjukkan manusia tidak ada yang sempurna,
tidak ada yang baik seratus persen dan tidak ada yang buruk seratus
57
persen. Karena pada kenyataannya di lapangan usaha-usaha pembinaan
akhlak melalui berbagai lembaga pendidikan dan melalui berbagai macam
metode terus dikembangkan.58
Keadaan pembinaan ini semakin terasa diperlukan terutama pada
saat di mana semakin banyak tantangan dan godaan sebagai dampak dari
kemajuan bidang iptek. Saat ini misalnya orang akan dengan mudah
berkomunikasi dengan apa pun yang ada di dunia ini, yang baik atau yang
buruk, karena ada pesawat televisi, internet, faximile dan seterusnya. 59

57
Musa Asy‘arie, Islam Keseimbangan Rasionalitas, Moralitas, dan Spiritualitas,
(Yogyakarta: LESFI, 2005), h. 172
58
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), h. 157
59
Ibid.
Al Qur‘an menegaskan adanya suatu umat yang terbaik, seperti
yang dijelaskan dalam QS Ali Imran: 110

         

           

(110:3 /‫ ) االعمران‬   


“kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,
menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar,
dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah
itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman,
dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik”.
Sekarang ini banyak ditemui perilaku-perilaku yang menyimpang
dari akhlak yang baik, pendidikan akhlak seakan tidak ada. Walaupun
sudah ada dasar dalam Al-Qur‘an yang menjelaskan tentang pendidikan
akhlak, tetapi perilaku manusia saat ini tidak mencerminkan pengamalan
dari ayat-ayat Al-Qur‘an yang seharusnya menjadi pedoman dan tuntunan
hidup bagi manusia di dalam kehidupan bermasyarakat.60

4. Aplikasi Pendidikan Akhlak Dalam Kehidupan Masyarakat


Pendidikan pada hakikatnya merupakan usaha memanusiakan
manusia.61 Artinya, dengan pendidikan manusia diharapkan mampu
menemukan dirinya dari mana berasal, hadir di dunia ini untuk apa dan
setelah kehidupan ini untuk apa, sehingga ia lebih manusiawi, baik dalam
berpikir, bersikap, maupun bertindak. Dari sinilah pendidikan akhlak
sangat berperan penting bagi kelangsungan hidup manusia, karena dengan

60
Ibid., h. 159
61
Abidin Ibnu Rusn, Pemikiran al-Ghazali Tentang Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 1998) h. 56
pendidikan akhlak, manusia dapat mengatur kehidupan yang damai dan
sejahtera.
Aplikasi dari pendidikan akhlak yang dapat diterapkan dalam
kehidupan masyarakat di antaranya adalah ukhuwah atau persaudaraan
antar sesama muslim, pemaaf, santun dalam bertindak, pemurah,
penyantun, dan ta‘awun dan tolong menolong. 62
Bersyukurlah kita sebagai bangsa, memiliki pandangan hidup
dengan tujuan jauh ke depan, tanpa batas. Pandangan hidup yang
puncaknya adalah Ketuhanan Yang Maha Esa yang menembus semua
dimensi wujud. Tinggal bagaimana kita memahami serta
menerjemahkannya dalam derap langkah kita, dan bagaimana kita
memelihara tekad kita agar terus membulat dan membara karena dari
sanalah bersumber daya manusia yang paling agung, menurut pandangan
Al-Qur‘an. 63

D. Hasil Penelitian Yang Relevan


Berikut ini peneliti sajikan beberapa penelitian terdahulu yang
menyangkut tentang nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam
surah-surah di al-Qur‘an. Penelitian-penelitian tersebut digunakan sebagai
acuan dan referensi untuk memahami nilai-nilai pendidikan akhlak yang akan
menjadi obyek dalam penelitian ini.
Hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini di antaranya adalah:
1. M. Romadhon dalam skripsinya yang berjudul ―Nilai-Nilai
Pendidikan Akhlak Dalam Surat Al-Baqarah ayat 177 (Kajian Tafsir
Tahlili)‖ (Skripsi UIN 2012). Penelitian ini mengkaji tentang nilai-
nilai pendidikan akhlak yang terdapat dalam surat al-Baqarah ayat
177 dengan menggunakan metode library research.
62
Abu Ahmadi dan Noorsalimi, Dasar-Dasar Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2008) h. 210-213
63
M. Quraish Shihab, Lentera Hati: Kisah dan Hikmah Kehidupan, (Bandung: Mizan, 1994)
h. 229
2. Abdulloh Husaeri dalam skripsinya yang berjudul ―Nilai-Nilai
Pendidikan Akhlak Dalam Al-Qur‘an (Kajian Tafsir Surat Al-
Hujurat Ayat 11-13)‖ (Skripsi UIN 2008). Penelitian ini mengkaji
tentang nilai-nilai pendidikan akhlak yang terdapat dalam surah al-
hujurat ayat 11-13 dengan menggunakan metode library research.
Setelah penulis melihat dari skripsi yang sudah ada skripsi ini memiliki
perbebedaan dari skripsi yang sudah ada dan ditulis oleh penulis-penulis
sebelumnya, dan yang membedakan adalah obyek penelitiannya, dalam
skripsi ini adalah surat, ayat serta pemahaman dalam penerapan nilai-nilai
pendidikan akhlak dalam surat al-Mujadalah ayat 11-12 pada kehidupan
sehari-hari.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Objek dan Waktu Penelitian


1. Objek penelitian
Objek dalam penelitian ini adalah mengenai nilai-nilai pendidikan
Islam yang terkandung dalam surat al-mujadalah ayat 11-12
2. Waktu penelitian
Adapun waktu penelitian yang dilalui penulis dalam penelitian ini
adalah mulai tanggal 16 Desember 2013.

B. Metode Penulisan
1. Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif
dengan metode deskriptif analisis melalui teknik studi kepustakaan
(Library Research).
2. Sumber Data
Sumber data pada penelitian ini berasal dari literatur-literatur yang
berkaitan dengan tema dalam penelitian ini. Sumber-sumber tersebut terdiri
dari data primer, yaitu kitab suci al-Qur‘an dan kitab-kitab tafsir al-Qur‘an
yang menjelaskan surat al-Mujadalah ayat 11-12, diantaranya: kitab al-
Qur‘an dan Tafsirnya, Tafsir al-Azhar karya Hamka, Tafsir al-Kasyaf
karya Zamakhsari, Tafsir AtThobari dan Tafsir Ibnu Katsir. Dan data
sekunder, yaitu dari buku-buku yang membahas mengenai nilai-nilai
pendidikan, diantaranya : Aktualisasi Nilai-nilai Qur‘ani Dalam Sistem
Pendidikan Islam karya Said Agil Husin al-Munawwar danTafsir Ayat-
Ayat Pendidikan karya Abuddin Nata Analisis Data.
Adapun analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah
menggunakan analisis metode tafsir maudhu‟i.
Menurut Anshori, metode tafsir maudhu‟i mempunyai dua
pengertian. Pertama, Metode Maudhu‟I adalah penafsiran menyangkut satu
surat dalam al-Qur‘an dengan menjelaskan tujuan-tujuannya secara umum
dan khusus serta hubungan persoalan-persoalan yang beraneka ragam
dalam surat tersebut antara satu dengan yang lainnya. Kedua, Metode
Maudhu‟i adalah menghimpun ayat-ayat al-Qur‘an yang membahas
masalah tertentu dari berbagai surat al-Qur‘an kemudian menjelaskan
pengertian ayat-ayat tersebut secara menyeluruh sehingga jawaban
terhadap masalah yang menjadi pokok pembahasan atau topik. 64
Analisis metode Maudhu‟i yang penulis gunakan dalam penulisan
skripsi ini mirip dengan pengertian kedua, surat al-Mujadalah ayat 11-12
berkaitan dengan nilai-nilai pendidikan akhlak, maka penulis mencari
penjelasan mengenai nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam
ayat-ayat tersebut.

C. Fokus Penelitian
Menurut Sugiyono, ―batasan masalah dalam penelitian kualitatif
disebut fokus, yang berisi pokok masalah yang masih bersifat umum‖.65
Dengan melihat pendapat Sugiyono, maka penulis mencantumkan apa yang
terdapat dalam batasan masalah menjadi fokus penelitian dalam penulisan
ini. Adapun fokus penelitian ini adalah mengenai nilai-nilai pendidikan
akhlak yang terdapat dalam al-Qur‘an surat al-Mujadalah ayat 11-12. Jadi
dalam penelitian ini penulis bermaksud mencari nilai-nilai pendidikan akhlak
yang terkandung dalam ayat tersebut, dengan mencari data-data dan sumber-
sumber yang membahas mengenai surat al-Mujadalah ayat 11-12.
64
Anshori, Tafsir Bil Ra‟yi Menafsirkan Al-Qur‟an dengan Ijtihad, (Jakarta: Gaung Persada
Press,2010), cet. 1. h. 81-82.
65
Sugiyono, Metode Penelitian Penelitian Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan
R&D,(Bandung: Alfabeta, 2008), cet. IV, h. 285-286.
D. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data
Penelitian ini termasuk penelitian kepustakaan. Oleh karena itu teknik
yang digunakan dalam pengumpulan data adalah pengumpulan data literature
yaitu bahan-bahan pustaka yang koheren dengan objek pembahasan yang
dimaksud. 66Data yang ada dalam kepustakaan tersebut dikumpulkan dan
diolah dengan menggunakan metode konten analisis.

66
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka
Cipta, 1990), h. 24.
BAB IV
PENAFSIRAN DAN NILAI- NILAI PENDIDIKAN AKHLAK
YANG TERKANDUNG DALAM Q.S. AL-MUJADILLAH AYAT
11-12

A. Teks Ayat dan Terjemahannya

         

             

     O        

             

(11-12 : 58 /‫ ) ال ُم َج َدلَه‬    


“ Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-
lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi
kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka
berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di
antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.
dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
“Hai orang-orang beriman, apabila kamu Mengadakan pembicaraan khusus
dengan Rasul hendaklah kamu mengeluarkan sedekah (kepada orang miskin)
sebelum pembicaraan itu. yang demikian itu lebih baik bagimu dan lebih
bersih; jika kamu tidak memperoleh (yang akan disedekahkan) Maka
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (Al-
Mujadalah/58: 11-12)
1. Mufrodat (Kosa Kata)

Berlapang-lapang : 

Maka lapangkanlah : 

Allah melapangkan rahmat dan rezekiNya untukmu :  

Berdirilah : 

Maka berdirilah : 

Allah Meninggikan kedudukan orang yang beriman :   

Diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat :   

2. Asbabun Nuzul Surah al-Mujadalah ayat 11-12


Berkenaan dengan turunnya ayat tersebut dapat diikuti keterangan yang
diberikan oleh Ibn Abi Khatim menurut riwayatnya yang diterima dari
Muqatil bin Hibban, bahwa ―Pada hari jum‘at Nabi Muhammad SAW sedang
berada di rumah persinggahannya yang sempit, kala itu beliau sedang
menjamu mujahid Badar dari kaum Muhajirin dan Anshar, tiba-tiba
datanglah sekelompok Mujahid Badar lainnya lainnya termasuk Tsabit bin
Qais bin Syamas, mereka berdesak-desakkan dalam majlis tersebut, kemudian
mereka berdiri agar dekat Nabi SAW, tetapi orang-orang sebelumnya yang
telah datang tidak memberi keluasan kepada mereka, hal tersebut membuat
Nabi SAW bersusah hati, maka beliau berkata pada orang di sekelilingnya
dari selain mujahid Badar, „Badar wahai fulan, dan kamu juga, berdirilah!‟
hal tersebut membuat hati orang-orang yang diperintahkan berdiri kesal, Nabi
pun mengetahui kekesalan dari wajah mereka, maka hal ini dijadikan
kesempatan bagi orang-orang munafik untuk memfitnah beliau, mereka
berkata, ‗Nabi tidak bertindak adil kepada mereka, padahal mereka senang
bila mendekat kepada beliau,‘maka Allah SWT menurunkan ayat yakni
berikanlah keluasan.‖ 67
Sebuah riwayat sebab turun ayat lagi diriwayatkan pula Ibnu Abbas,
bahwa turunnya ayat itu berkenaan dengan Tsabit bin Qais bin
Syammas. Yaitu bahwa dia masuk kedalam masjid kemudian,
didapatinya orang telah ramai. Sedang dia ingin sekali duduk di dekat
Rasulullah ialah karena dia agak pekak, tetapi kawan ini tidak
memberinya peluang untuk duduk. ―maka turunlah ayat ini‖, kata Ibnu
Abbas; Disuruh orang memperlapang tempat buat temannya dengan
terutama sekali memperlapang hati! Dan jangan sampai seseorang
menyuruh orang lain berdiri karena dia ingin hendak menduduki
tempatnya tadi.68
Dari pendapat diatas dapat penulis simpulkan bahwa proses turunnya
ayat ini dikarenakan banyak para sahabat dari kalangan muhajirin yang datang
ke rumah Rasulullah secara beramai-ramai untuk mendengarkan nasihat dari
rasul tetapi dengan datangnya sahabat dari kalangan muhajirin itu
mengganggu sahabat rasul yang sebelumnya sudah datang lebih dahulu dan
banyak dari para sahabat yang datang lebih dahulu tidak mau untuk
memberikan kelapangan tempat duduknya untuk sahabat muhajirin maka
kemudian turunlah ayat ini (al-Mujadalah ayat 11).
Berbeda dengan ayat diatas ayat 12 kembali menjelaskan tentang
pembicaraan rahasia, yang sebelumnya telah dibicarakan sejak ayat 7 sampai
dengan ayat 10.69 Perlu dicatat bahwa sebelum turunnya ayat ini banyak sekali
sahabat-sahabat Nabi saw yang datang menemui beliau untuk menyampaikan
hal-hal khusus mereka kepada beliau sehingga Nabi saw segan untuk menolak
mereka dan hal itu tentu saja cukup merepotkan bahkan menggangu beliau
tanpa menolak keinginan mereka, Allah swt memerintahkan agar mereka

67
Imam Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi, (Jakarta: Pustaka AZZAM, 2009), h.173-174
68
Hamka, Tafsir Al Azhar, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 2000), h. 29
69
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2003), Hal. 80-81
member sedekah sebelum menyampaikan hal-hal khusus atau memohon
petunjuk Nabi itu.70
Hal ini juga dikemukakan oleh Hamka dalam tafsirnya al-Azhar beliau
mengatakan kelapangan pada Rasulullah saw menghadapi umat-umatnya
yang banyak dan berbagai macam masalah waktu itu, menyebabkan ada-ada
saja soal yang hendak dibicarakan dengan beliau sehingga sangat
menghabiskan waktu kemudian datanglah peraturan, yaitu barang siapa yang
ingin berurusan istimewa dengan rasul mestilah terlebih dahulu mengeluarkan
sedekah kepada fakir miskin. 71
Dari beberapa tafsir yang telah penulis telusuri diantaranya adalah
Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan karya Abuddin Nata, Tafsir al-Qurthubi karya
Imam al-Qurthubi, Tafsir al-Misbah karya M. Quraish Shihab, dan Tafsir al-
Azhar karya Hamka tidak memiliki perbedaan dalam segi periwayatan dan
sebab turunnya ayat ini sehingga dapat memudahkan penulis untuk
mengetahui proses (sebab) turunnya ayat ini.

B. Terjemah Para Ahli Tafsir Tentang Surah al-Mujadalah Ayat


11 – 12

       

         

           

(11 : 58 / ‫ )ال ُم َج َدلَه‬ 


“Wahai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepada
kamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis-majlis,” maka
lapangkanlah niscaya Allah akan melapangkan buat kamu, dan
apabila dikatakan: “Berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya

70
Ibid., hal. 81
71
Hamka, Tafsir Al Azhar, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 2000), h. 31
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantara kamu
dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah
Maha Mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan.”
a. Menurut Hamka dalam tafsir al-azhar mengatakan :
―wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan
kepada kamu berlapang-lapanglah pada majlis-majlis, maka
lapangkanlah.” (pangkal ayat 11). Artinya bahwa majlis, yaitu
duduk bersama. Asal mulanya duduk bersama mengelilingi Nabi
karena hendak mendengar ajaran-ajaran dan hikmat yang akan
beliau keluarkan.72
Allah SWT Memulai ayat ini dengan seruan Wahai orang-
orang yang beriman sebab orang orang-orang yang beriman itu
memiliki hati yang lapang, dia pun mencintai saudaranya yang
terlambat masuk. Kadang-kadang dipanggilnya dan dipersilahkan
duduk ke dekatnya. Lanjutan ayat mengatakan ; ―Niscaya Allah
akan melapangkan bagi kamu”73
Artinya, karena hati telah dilapangkan terlebih dahulu
menerima teman, hati kedua belah pihak akan sama-sama terbuka
kemudian hati yang terbuka akan memudahkan segala urusan yang
selanjutnya. Hal ini selaras dengan pepatah yang terkenal; ―Duduk
sendiri bersempit-sempit, duduk banyak berlapang-lapang.‖
Artinya duduk sendiri pikiranlah yang jadi sempit karena tidak
tahu apa yang akan dikerjakan namun setelah duduk bersama hati
dan pikiran menjadi terbuka.

72
Ibid., Hal. 26
73
Ibid., Hal. 27
“Dan jika dikatakan kepada kamu; “berdirilah!”, maka
berdirilah!” Menurut Ar-Razi yang dikutip oleh Hamka dalam
tafsirnya mengatakan maksud dari kata-kata ini adalah dua hal: (1)
Jika disuruh orang kamu berdiri untuk memberikan tempat kepada
yang lain yang lebih patut duduk di tempat yang kamu duduki itu,
segeralah berdiri! (2) Yaitu jika disuruh berdiri karena kamu sudah
lama duduk supaya orang lain yang belum mendapat kesempatan
diberi peluang pula maka segeralah kamu berdiri! Kalau sudah ada
saran menyuruh berdiri, janganlah ―berat ekor‖ seakan-akan
terpaku pinggulmu ditempat itu dengan tidak member kesempatan
kepada orang lain. 74
b. Menurut Abuddin Nata dalam tafsir ayat-ayat pendidikan
mengatakan :
Kata tafassahu pada ayat tersebut maksudnya adalah
tawassa‟u yaitu saling meluaskan dan mempersilahkan. Sedangkan
kata yafsahillahillahu lakum maksudnya Allah akan melapangkan
rahmat dan rezeki bagi mereka. Unsuzyu maksudnya saling
merendahakan hati untuk memberi kesempatan kepada setiap
orang yang datang. Yarfa‟illahu ladzina amanu, maksudnya Allah
akan mengangkat derajat mereka yang telah memuliakan dan
memiliki ilmu di akhirat pada tempat yang khusus sesuai dengan
kemuliaan dan ketinggian derajatnya. 75

Adapun makna potongan ayat 


 maksudnya adalah apabila kamu diminta
berdiri selama berada di majelis Rasulullah, maka segeralah

berdiri, karena Rasulullah terkadang mengamati keadaan setiap

74
Ibid., Hal. 28
75
Abuddin Nata, MA, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2009), Hal. 152-153.
individu sehingga dapat diketahui sikap keagamaan orang tersebut,

atau karena Rasulullah ingin menyerahkan suatu tugas khusus yang

tidak mungkin tugas tersebut dapat dikerjakan oleh orang lain. 76

Dalam ayat selanjutnya Abuddin Nata menafsirkan :

 Maksudnya

adalah Allah akan mengangkat orang-orang mukmin yang

melaksanakan segala perintah-Nya dan perintah Rasul-Nya dengan

memberikan kedudukan yang khusus, baik dari segi pahala maupun

keridhaan-Nya. 77

Singkatnya bahwa setiap orang mukmin dianjurkan agar

memberikan kelapangan kepada sesame kawannya ketika berada di

majelis, ketika kawannya itu datang belakangan atau apabila

dianjurkan agar keluar meninggalkan majelis maka segera

tinggalkanlah tempat itu dan jangan ada prasangka bahwa perintah

tersebut akan menghilangkan haknya melainkan merupakan

kesempatan yang dapat menambah kedekatan pada tuhannya

karena Allah tidak akan menyia-nyiakan setiap perbuatan yang

dilakukan hamba-Nya melainkan akan diberikan balasan yang


setimpal di dunia dan akhirat.

76
Ibid., Hal. 153-154
77
Ibid., Hal. 154
c. Menurut Quraish Shihab dalam tafsirnya al-Misbah mengatakan :
Kata( ‫ )تفسحوا‬tafassahu dan (‫ )افسحوا‬ifsahu terambil dari

kata (‫ح‬ ‫ )ف‬Fasaha yakni lapang, sedangkan kata (‫)اوشزوا‬


unsyuzu terambil dari kata (‫ )ن ش ز‬nusyuz yakni tempat yang
tinggi. Perintah tersebut pada mulanya berarti beralih ketempat
yang tinggi. Yang dimaksud di sini pindah ke tempat lain untuk
member kesempatan kepada yang lebih wajar duduk, atau bangkit
melakukan satu aktivitas positif. Ada juga yang memahaminya
berdirilah dari rumah Nabi, jangan berlama-lama di sana, karena
boleh jadi ada kepentingan Nabi saw yang lain dan yang segera
beliau hadapi. 78
Kata (‫ )مجالس‬majalis adalah bentuk jamak dari kata

(‫ )مجلس‬majlis. Pada mulanya berarti tempat duduk. Dalam


konteks ayat ini adalah tempat Nabi Muhammad saw memberi
tuntunan agama ketika itu tetapi yang dimaksud di sini adalah
tempat keberadaan secara mutlak baik tempat duduk, tempat
berdiri atau bahkan tempat berbaring. Karena tujuan perintah atau
tuntunan ayat ini adalah memberi tempat yang wajar serta
mengalah kepada orang-orang yang dihormati atau yang lemah
sekalipun itu adalah orang tua non muslim jika anda --wahai yang
muda—duduk di bus atau kereta sedangkan dia (orang tua non
muslim) tidak mendapat tempat duduk maka wajar dan beradab
jika anda berdiri untuk memberinya tempat duduk.79

78
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2003), Hal. 79
79
Ibid.
Ayat ini masih merupakan tuntunan akhlak. Kalau ayat
yang lalu menyangkut pembicaraan rahasia, kini menyangkut
perbuatan dalam satu majlis. Ayat di atas memberi tuntutan
bagaimana menjalin hubungan harmonis dalam satu majlis. Allah
berfirman : Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan
kepada kamu oleh siapa pun: “Berlapang-lapanglah yakni
berupayalah dengan sunggguh-sungguh walau dengan
memaksakan diri untuk memberi tempat orang lain dalam majlis-
majlis yakni satu tempat, baik tempat duduk maupun bukan untuk
duduk, apabila diminta kepada kamu agar melakukan itu maka
lapangkanlah tempat itu untuk orang lain itu dengan suka rela. Jika
kamu melakukan hal tersebut, niscaya Allah akan melapangkan
segala sesuatu buat kamu dalam hidup ini. Dan apabila
dikatakan:”Berdirilah kamu ke tempat yang lain, atau untuk duduk
tempatmu buat orang yang lebih wajar, atau bangkitlah untuk
melakukan sesuatu seperti untuk shalat dan berjihad, maka berdiri
dan bangkit-lah, Allah akan meninggikan orang-orang yang
beriman diantara kamu wahai yang diperkenankan tuntunan ini
dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat
kemuliaan di dunia dan di akhirat dan Allah Maha Mengetahui
terhadap apa yang kamu kerjakan sekarang dan masa datang.80
d. Menurut Ahmad Maraghi dalam tafsirnya al-Maraghi mengatakan :
Dari ayat tersebut dapat diketahui 3 hal sebagai berikut : (1) bahwa
para sahabat berupaya ingin saling mendekat pada saat berada di
majelis Rasulullah SAW, dengan tujuan agar ia dapat mudah
mendengar wejangan dari Rasulullah SAW yang diyakini bahwa
dalam wejangannya itu terdapat kebaikan yang amat dalam serta
keistimewaan yang agung. (2) bahwa perintah untuk saling
meluangkan dan meluaskan tempat ketika berada di majlis, tidak
saling berdesakan dan berhimpitan dapat dilakukan sepanjang
dimungkinkan, karena cara demikian dapat menimbulkan
80
Ibid., Hal. 77-78
keakraban diantara sesama orang yang berada di dalam majlis dan
bersama-sama dapat mendengar wejangan Rasulullah SAW. (3)
bahwa pada setiap orang yang memberikan kemudahan kepada
hamba Allah yang ingin menuju pintu kebaikan dan kedamaian,
Allah akan memberikan keluasan kebaikan di dunia dan di
akhirat.81
Singkatnya ayat ini berisi perintah untuk memberikan kelapangan
dalam mendatangkan setiap kebaikan dan memberikan rasa kebahagiaan
kepada setiap orang Islam.

        

             

(12 : 58 / ‫ )ال ُم َج َدلَه‬

“Hai orang-orang beriman, apabila kamu Mengadakan pembicaraan


khusus dengan Rasul hendaklah kamu mengeluarkan sedekah (kepada
orang miskin) sebelum pembicaraan itu. yang demikian itu lebih baik
bagimu dan lebih bersih; jika kamu tidak memperoleh (yang akan
disedekahkan) Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang”
Ayat di atas kembali berbicara tentang pembicaraan rahasia, yang
telah dibicarakan sejak ayat 7 sampai dengan ayat 10 lalu diselingi oleh
tuntunan keberadaan dalam satu majlis. Ayat di atas kembali berbicara tentang
hal tersebut sebgai penjabaran dari perintah melakukan pembicaraan yang
mengandung kebajikan dan ketakwaan.
Perlu dicatat bahwa sebelum turunnya ayat ini banyak sekali sahabat-
sahabat Nabi saw. Yang datang menemui beliau untuk menyampaikan hal-hal
khusus mereka kepada beliau. Nabi saw yang datang menemui beliau untuk
menyampaikan hal-hal khusus mereka kepada beliau. Nabi saw. Segan

81
Ahmad Musthafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghiy, Jilid X, (Beirut: Dar al-Fikr, tp. Th.),
Hal. 16.
menolak mereka dan itu tentu saja cukup merepotkan bahakan mengganggu
beliau.
Allah berfirman: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu
hendak mengadakan pembicaraan khusus dengan rasul, maka hendaklah
kamu memberikan beberapa saat – sebelum pembicaraan khusus kamu itu –
sedekah untuk fakir miskin baik melalui beliau maupun memberinya secara
langsung Yang demikian itu adalah lebih baik bagi kehidupan beragama kamu
dan lebih suci untuk jiwa kamu, karena sedekah membersihkan jiwa dan
harta; jika kamu tidak memperoleh apa yang dapat kamu sedekahkan, maka
Allah tidak akan membertakan kamu, karena sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.
Para ulama berpendapat bahwa orang-orang yang hadir dalam majelis
hendaklah mematuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam majlis itu atau
mematuhi perintah orang-orang yang mengatur majlis itu. Jika dipelajari maksud
ayat di atas, ada satu ketetapan yang ditentukan ayat ini, yaitu agar orang-orang
yang menghadiri suatu majlis baik yang datang pada waktunya atau yang
terlambat, selalu menjaga suasana yang baik, penuh persaudaraan dan saling
bertenggang rasa. Bagi yang terlebih dahulu datang, hendaklah memenuhi tempat
di muka, sehingga orang yang datang kemudian tidak perlu melangkahi atau
mengganggu orang yang telah lebih dahulu hadir. Bagi yang terlambat datang,
hendaklah rela dengan keadaan yang ditemuinya, seperti tidak mendapat tempat
duduk.

C. Kesimpulan Para Ahli Tentang Surah al-Mujadallah ayat 11-12


Dari ayat yang telah dijelaskan diatas maka dapat diketahui tiga hal
sebagai berikut:
a. Para sahabat berupaya ingin saling mendekat pada saat berada di
majelis Rasulullah dengan tujuan agar ia dapat mudah mendengar
wejangan dari Rasulullah yang diyakini bahwa dalam wejangannya itu
terdapat kebaikan yang amat dalam serta keistimewaan yang agung.
b. Perintah untuk saling meluangkan dan meluaskan tempat ketika berada
di majelis tidak saling berdesakkan dan berhimpitan dapat dilakukan
sepanjang dimungkinkan karena cara demikian dapat menimbulkan
keakraban di antara sesame orang yang berada di dalam majelis dan
bersama-sama dapat mendengar wejangan Rasulullah saw.
c. Pada setiap orang yang memberikan kemudahan kepada hamba Allah
yang ingin menuju pintu kebaikkan dan kedamaian, Allah akan
memberikan keluasan kebaikkan di dunia dan di akhirat. Singkatnya
ayat diatas berisi perintah untuk memberikan kelapangan dalam
mendatangkan setiap kebaikan dan memberikan rasa kebahagiaan
kepada setiap orang Islam . atas dasar inilah Rasulullah menegaskan
bahwa Allah akan selalu menolong hamba-Nya, selama ahamba
tersebut selalu menolong sesama saudaranya.
d. Mengagungkan Rasul dan mengagungkan pembicaraan dengan beliau
sebab sesuatu itu bila diperoleh melalui kesulitan akan menjadi besar
sedangkan bila sesuatu itu diperoleh dengan mudah maka sesuatu itu
tidak mempunyai kedudukan dan tempat.
e. Manfaat yang besar bagi orang-orang yang fakir dengan adanya
sedekah-sedekah yang diberikan sebelum berbicara dengan beliau.
f. Untuk membedakan orang-orang munafik yang mencintai harta dan
yang menginginkan kesenangan duniawi dari orang-orang mukmin
yang benar-benar beriman dan menginginkan akhirat serta nikmat
abadi yang ada di sisi Allah.
Kata (‫ )مجالس‬majalis adalah bentuk jamak dari kata (‫ )مجلس‬majlis. Pada
mulanya berarti tempat duduk. Dalam konteks ayat ini adalah tempat Nabi
Muhammad saw. Memberi tuntunan agama ketika itu. Tetapi, yang dimaksud
disini adalah tempat keberadaan secara mutlak, baik tempat duduk, tempat berdiri,
atau bahkan tempat berbaring. Karena, tujuan atau tuntunan ayat ini adalah
memberi tempat yang wajar serta mengalah kepada orang-orang yang dihormati
atau yang lemah. Seorang tua non-muslim sekalipun jika anda- wahai yang muda-
duduk di bus atau kereta, sedang dia tidak mendapat tempat duduk, adalah wajar
dan beradab jika anda berdiri dan memberinya tempat duduk.
Al-Qhurthubi menulis bahwa ―bisa saja seseorang mengirim
pembantunya ke masjid untuk mengambilkan untuknya tempat duduk, asal sang
pembantu berdiri meninggalkan tempat itu ketika yang mengutusnya datang dan
duduk. Di sisi lain, tidak diperkenankan meletakan sajdah atau semacamnya un
tuk menghalangi orang lain duduk ditempat itu‖.82
Ayat di atas tidak menyebut secara tegas bahwa Allah akan meninggikan
derajat orang berilmu. Tetapi, menegaskan bahwa mereka memiliki derajat–
derajat, yakni yang lebih tinggi dari pada yang sekadar beriman. Tidak disebutnya
kata meninggikan itu sebagai isyarat bahwa sebenarnya ilmu yang di milikinya
itulah yang beperan besar dalam ketinggian derajat yang diperolehnya. Bukan
akibat dari faktor di luar ilmu itu.
Tentu saja, yang dimaksud dengan (‫ )الّذيه أوتوا العلم‬allazina utu al-ilm
yang diberi pengetahuan adalah mereka yang beriman dan menghiasi diri mereka
dengan pengetahuan. Ini berarti ayat diatas membagi kaum beriman kepada dua
kelompok besar, yang pertama sekedar beriman dan beramal saleh dan yang
kedua beriman dan beramal saleh serta memiliki pengetahuan. Derajat kelompok
kedua ini menjadi lebih tinggi, bukan saja karena nilai ilmu yang disandangnya,
tetapi juga amal dan pengajarannya kepada pihak lain, baik secara lisan, atau
tulisan, maupun dengan keteladanan.
Ilmu yang dimaksud ayat diatas bukan saja ilmu agama, tetapi ilmu
apapun yang bermanfaat. Dalam QS. Fathir [35]: 27-28, Allah kian banyak
menguraikan makhluk Ilahi dan fenomena alam, lalu ayat tersebut ditutup dengan
menyatakan bahwa: Yang takut dan kagum kepada Allah dari hamba-hamba-Nya
hanyalah ulama. Ini menunjukan bahwa ilmu dalam pandangan Al Qur‘an bukan

82
Imam Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi, (Jakarta: Pustaka AZZAM, 2009).
hanya ilmu agama. Disisi lain, itu juga menunjukan bahwa ilmu harusah
menghasilkan khasyyah, yakni rasa kagum dan takut kepada Allah, yang pada
gilirannya mendorong yang berilmu untuk mengamalkan ilmunya serta
memanfaatkannya untuk kepentingan makhluk. Rasul saw. Sering kali
berdoa:―Allahumma inni a‘udzu bika min ‗ilm(in) la yafna‘ (Aku berlindung
kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat)‖.

D. NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK YANG TERKANDUNG


DALAM SURAT AL-MUJADALLAH AYAT 11-12

1. Nilai–Nilai Pendidikan Akhlak


Penulis mencoba untuk menganalisis nilai-nilai pendidikan akhlak
yang terkandung di dalamnya. Diantaranya:

a. Melapangkan Hati
Pada awal ayat pertama Allah SWT memanggil hambanya
dengan panggilan ―orang beriman‖; sebab orang-orang yang
beriman itu hatinya lapang, dia pun mencintai saudaranya yang
terlambat masuk. Kadang-kadang dipanggilnya dan
dipersilahkan duduk ke dekatnya. Lanjutan ayat mengatakan;
―Niscaya Allah akan melapangkan bagi kamu.” Artinya,
karena hati telah dilapangkan terlebih dahulu menerima teman,
hati kedua belah pihak akan sama-sama terbuka. Hati yang
terbuka akan memudahkan segala urusan selanjutnya. 83
b. Menjalin Hubungan Harmonis
Ayat di atas memberi tuntunan bagaimana menjalin hubungan
harmonis dalam satu majlis. Allah berfirman: Hai orang-orang
yang beriman, apabila dikatakan kepada kamu oleh siapa pun :
Berlapang-lapanglah yakni berupayalah dengan sungguh-

83
Hamka, Tafsir Al Azhar, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 2000), h. 27.
sungguh walau dengan memaksakan diri untuk memberi
tempat orang lain dalam majlis-majlis yakni satu tempat, baik
tempat duduk maupun bukan untuk duduk, apabila diminta
kepada kamu agar melakukan itu maka lapangkanlah tempat
itu untuk orang lain itu dengan suka rela. 84
c. Memberikan Sedekah
Perlu dicatat bahwa sebelum turunnya ayat ini banyak sekali
sahabat-sahabat Nabi SAW. Yang datang menemui beliau
untuk menyampaikan hal-hal khusus mereka kepada beliau.
Nabi SAW segan menolak mereka dan itu tentu saja cukup
merepotkan bahkan mengganggu beliau. Tanpa menolak
keinginan mereka, Allah SWT. Memerintahkan agar mereka
memberi sedekah sebelum menyampaikan hal-hal khusus atau
memohon petunjuk Nabi itu. Sedekah tersebut bukan untuk
pribadi nabi tetapi untuk fakir miskin kaum muslimin. 85
d. Menghormati
Dan apabila dikatakan :”Berdirilah kamu ke tempat yang lain,
atau untuk duduk tempatmu buat orang yang lebih wajar, atau
bangkitlah untuk melakukan sesuatu seperti untuk shalat dan
berjihad, maka berdiri dan bangkit-lah, Allah akan
meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu wahai
yang memperkenankan tuntunan ini dan orang-orang yang
diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat kemuliaan di dunia
dan di akhirat dan Allah terhadap apa yang kamu kerjakan
sekarang dan masa datang Maha Mengetahui.

84
Salman Harun, Materi Perkuliahan Tafsir II (Tarbawi) Tafsir al-Misbah dan Tafsir al-
Maraghi, (Jakarta), h. 77
85
Ibid., h. 81
e. Memuliakan
―orang yang memuliakan orang lain adalah orang yang mulia
sedangkan orang yang merendahkan orang lain adalah orang
rendah‖ jika orang sudah memiliki iman dan ilmu maka ia
tidak akan merendahkan orang lain justru sebaliknya ia akan
memuliakan orang lain.
Akhir ayat ini menerangkan bahwa Allah akan mengangkat derajat orang
yang beriman, taat dan patuh kepada-Nya, melaksanakan perintah-Nya, menjauhi
larangan-Nya, berusaha menciptakan suasana damai, aman dan tentram dalam
masyarakat, demikian orang-orang berilmu yang menggunakan ilmunya untuk
menegakkan kalimat Allah. Dari ayat ini dipahami bahwa orang-orang yang
mempunyai derajat yang paling tinggi disisi Allah ialah orang yang beriman dan
berilmu. Ilmunya itu diamalkan dengan yang diperintahkan Allah kepada Rasul-
Nya. Kemudian Allah menegaskan bahwa Dia Maha Mengetahui semua yang
dilakukan manusia, tidak ada yang tersembunyi bagi-Nya. Dia akan memberi
balasan yang adil sesuai perbuatan yang dilakukannya. Perbuatan baik akan
dibalas dengan surga dan perbuatan jahat dan terlarang akan dibalas dengan azab
neraka.
Dari penjabaran diatas penulis mencoba menyimpulkannya yaitu :
1. Jika pemimpin persidangan meminta agar meluangkan beberapa
tempat duduk untuk orang-orang yang dihormati, maka hendaklah
permintaan itu di kabulkan
2. Hendaklah orang-orang yang menyadari persidangan atau pertemuan,
baik yang lebih dahulu datang atau yang kemudian, sama-sama
menjaga suasana damai, aman dan tentram dalam persidangan itu.
3. Allah mengangkat derajat orang-orang yang beriman, berilmu dan
beramal saleh.
4. Allah mengetahui segala yang dikerjakan oleh hamba-hamba-Nya.
Oleh karena itu Dia akan memberikan balasan dengan seadil-adilnya.
2. Konsep Nilai -Nilai Pendidikan Akhlak Yang Terkandung

Dalam Surah al Mujadalah Ayat 11-12 Dalam Kehidupan


Sehari-Hari
Konsep nilai-nilai pendidikan akhlak atau sistem perilaku dapat
dididikkan atau diteruskan melalui sekurang-kurangnya dua pendekatan,
yaitu:

a. Rangsangan-jawaban (stimulus-respone) atau yang disebut proses


mengkondisi sehingga terjadi automatisasi dan dapat dilakukan dengan
cara melalui latihan, melalui tanya jawab dan melalui mencontoh.
b. Kognitif yaitu penyampaian informasi secara teoritis yang dapat
dilakukan antara lain : melalui dakwah, melalui ceramah, dan melalui
diskusi.

Setelah pola perilaku terbentuk maka sebagai kelanjutannya akan lahir


hasil-hasil dari pola perilaku tersebut yang berbentuk material (artifacts) maupun
non-material (konsepsi, ide). Jadi akhlak yang baik itu (akhlakul karimah) ialah
pola perilaku yang dilandaskan pada nilai-nilai iman, Islam dan ihsan.86
Setelah melihat dari penjelasan diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa
nilai-nilai akhlak yang harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari yang
terdapat pada surat Al Mujadalah ayat 11- 12 ini diantaranya sebagai berikut :
a. Melapangkan Hati
b. Menjalin Hubungan Harmonis
c. Memberikan Sedekah
d. Menghormati
e. Memuliakan

86
Abu Ahmadi Dan Noor Salimi, MKDU Dasar-Dasar Pendidikan Agama Islam, (Jakarta:
Bumi Aksara, 1996), h. 199.
Dilihat dari nilai-nilai pendidikan akhlak diatas, penulis mencoba mulai
menerapkan nilai-nilai pendidikan akhlak dengan memberi kelapangan kepada
sesama muslim dalam pergaulan dan usaha dalam mencari kebaikan dan
kebajikan, berusaha menyenangkan hati saudara-saudaranya, memberi
pertolongan, dan sebagainya termasuk yang dianjurkan Rasul SAW.
Adapun untuk nilai-nilai pendidikan akhlak yang selanjutnya akan
diterapkan setelah penulis melihat adanya perubahan sikap atau perilaku yang
ditunjukkan oleh peserta didik baik itu bersifat material ataupun konsep-konsep
dari pemikirannya yang sudah dituangkan kedalam bentuk sikap sehari-hari.

3. Kendala dan Dukungan Penerapan Nilai-Nilai Pendidikan

Akhlak yang Terkandung Dalam Surat al-Mujadalah ayat 11-


12.

a. Kendala dalam penerapan nilai-nilai pendidikan akhlak yang


terkandung dalam surat al-Mujadalah ayat 11-12
Yang menjadi kendala penulis dalam proses menerapkan nilai-
nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam surat al-Mujadalah ayat
11-12 dalam kehidupan sehari-hari diantaranya :

1) Sulitnya menggali serta memahami nilai-nilai pendidikan


akhlak yang terkandung dalam surat al-mujadalah ayat 11-12.
2) Sulitnya mengukur sudah sejauh mana peserta didik dapat
memahami nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung
dalam surat al-Mujadalah ayat 11-12.
3) Kurangnya wawasan siswa terhadap nilai-nilai pendidikan
akhlak yang terkandung dalam surat al-Mujadalah ayat 11-12
untuk bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
4) Pada awalnya pemahaman peserta didik terhadap nilai-nilai
pendidikan akhlak ini sangat sulit untuk diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari.
5) Menurunnya semangat peserta didik dalam menerapkan nilai-
nilai pendidikan akhlak dalam kehidupan sehari-hari sehingga
apa yang menjadi tujuan dari penelitian ini menjadi sedikit
terhambat.

b. Dukungan dalam penerapan nilai-nilai pendidikan akhlak yang


terkandung dalam surat al-Mujadalah ayat 11-12
Yang menjadi dukungan penulis dalam proses menerapkan nilai-
nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam surat al-Mujadalah ayat
11-12 dalam kehidupan sehari-hari diantaranya :
1) Banyak buku atau kitab-kitab karya dari para ahli tafsir yang
membantu penulis untuk bisa mengetahui nilai-nilai
pendidikan akhlak apa saja yang terkandung dalam surat al-
Mujadalah ayat 11-12.
2) Peserta didik memberikan rasa antusias terhadap nilai-nilai
pendidikan akhlak yang mulai penulis coba terapkan dalam
kehidupan sehari-hari mereka.
3) Untuk mengukur pemahaman siswa terhadap nilai-nilai
pendidikan akhlak yang terdapat dalam surat al-mujadalah
ayat 11-12 penulis membuat ringkasan-ringkasan kecil yang
nantinya akan diberikan kepada peserta didik.
4) Penulis memberikan motivasi kepada peserta didik untuk
selalu terus berusaha menerapkan nilai-nilai pendidikan
akhlak dalam kehidupan sehari-hari sehingga nantinya mereka
mulai terbiasa.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari pembahasan dalam
penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
Nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam surat al-
Mujadalah ayat 11-12 adalah:
a. Melapangkan Hati
b. Menjalin Hubungan Harmonis
c. Memberikan Sedekah
d. Menghormati
e. Memuliakan
Dalam mengaplikasikan nilai-nilai pendidikan akhlak ini dapat
dimiliki dengan pendekatan rangsangan-jawaban (stimulus-respone) atau yang
disebut proses mengkondisi sehingga terjadi automatisasi dan dapat dilakukan
dengan cara melalui latihan, melalui tanya jawab dan melalui mencontoh dan
penyampaian informasi secara teoritis yang dapat dilakukan antara lain :
melalui dakwah, melalui ceramah, dan melalui diskusi.
B. Implikasi
1. Bahwa guru perlu mengetahui nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam
surat al-mujadalah ayat 11-12 terutama pada nilai-nilai pendidikan akhlak
yang berupaya agar meningkatkan pendidikan akhlak terhadap siswa.
2. Penekanan guru dalam mencermati akhlak siswa dapat dipelajari dari nilai-
nilai pendidikan akhlak yang terdapat di dalam surat al-mujadalah ayat 11-
12
3. Tujuan akhir dari pendidikan adalah mengubah sikap mental dan perilaku
tertentu yang dalam konteks Islam adalah agar menjadi seorang muslim
yang terbina seluruh potensi dirinya sehingga dapat melaksanakan
fungsinya sebagai khalifah dalam rangka beribadah kepada Allah namun
dalam proses menuju ke arah tersebut perlu adanya upaya pengajaran.
Dengan kata lain pengajaran adalah salah satu sarana untuk mencapai
tujuan pendidikan.
4. Bahwa dalam kegiatan pengajaran tersebut seorang guru mau tidak mau
harus mengajarkan ilmu pengetahuan karena dalam ilmu pengetahuan
itulah akan dijumpai berbagai informasi, teori, rumus, konsep-konsep, dan
sebagainya yang diperlukan untuk mewujudkan tujuan pendidikan. Dari
proses pengajaran yang demikian itu akan terciptalah pemahaman,
penghayatan dan pengamalan.
C. Saran
1. Al-Qur‘an selain sebagai petunjuk bagi umat manusia juga sebagai sumber
ilmu pengetahuan. Mempelajari dan menghayati isi kandungannya
merupakan kewajiban khusus bagi umat muslim. Salah satunya dengan
cara membaca. Mengkaji dan mempelajari penafsiran-penafrsiran para
ulama mengenai isi kandungan al-Qur‘an.
2. Nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam surat al-Mujadalah
ayat 11-12 ini merupakan hal yang sangat penting dalam dunia pendidikan
dan jika kita pelajari dan memahami lebih dalam lagi tentang makna yang
terkadung dalam ayat ini maka penulis yakin apa yang menjadi tujuan dari
seorang pendidik akan segera tercapai.
3. Penerapan nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam surat al-
Mujadalah ayat 11-12 dalam proses pendidikan harus disesuaikan dengan
kondisi yang terjadi dalam proses pendidikan tersebut. Untuk bisa
menerapkan nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam surat al-
mujadalah ayat 11-12 sebaiknya seorang pendidik melihat dari semua
aspek yang berkaitan dengan pendidikan terutama peserta didik sebab
semua peserta didik memiliki karakter yang berbeda-beda.

D. Penutup
Demikianlah karya tulis ilmiah yang saya susun dan saya sampaikan.
Apabila ada kesalahan penulisan, penggunaan bahasa, maupun
penyampaiannya, saya mohon ma‘af. Semoga karya tulis ini bermanfaat bagi
semuanya.
Wa allahu a‘lam.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Nur‘aini, Jurnal Pendidikan Islam: Pendidikan Akhlak Menurut


Pandangan Al-Ghazali.
Agil Husin, Said, Aktualisasi Nilai-nilai Qur‟ani Dalam Sistem Pendidikan
Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2005)
Al-Qurthubi, Imam, Tafsir Al-Qurthubi, (Jakarta: Pustaka AZZAM, 2009.
Sugiyono, Metode Penelitian Penelitian Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan
R&D,(Bandung: Alfabeta, 2008), cet. IV.
Anshori, Tafsir Bil Ra‟yi Menafsirkan Al-Qur‟an dengan Ijtihad, (Jakarta: Gaung
Persada Press,2010), cet. I.
Arief, Armai, Pembaharuan Pendidikan Islam di Minangkabau, (Jakarta: Suara
ADI, 2009).
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka
Cipta, 1990).
Asmaran, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1994).
Athiyah, Muhammad, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1990)
-------------, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1990),
Daradjat, Zakiah, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996).
Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2006).
Hamka, Tafsir Al Azhar, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 2000).
Husaeri, Abdulloh, ―Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam al-Qur‘an: Kajian Tafsir
Tentang Surat al-Hujurat ayat 11-13,‖ Skripsi pada Perpustakaan Utama UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta, 2008.
Ismail, Aktualisasi Akhlak Dalam Mencapai Humanisme-Pluralis, (Pamekasan:
Tadris Jurnal Pnedidikan Islam, 2009).
Ilyas, Yunahar, Kuliah Akhlaq, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 1999).
Miskawaih, Ibnu, Menuju Kesempurnaan Akhlak, (Bandung: Mizan, 1998).
Musthafa Maraghi, Ahmad, Tafsir al-Maraghiy, Jilid X, (Beirut: Dar al-Fikr, tp. Th.).
Muhammad al-Ghazali, Berdialog dengan al-Qur‟an, (Bandung : Mizan, 1999), Cet. IV.
Nata, Abuddin, Akhlak tasawuf , (Jakarta: Rajawali Pers, 1996).
--------------, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998).
--------------, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2009).
Nurchaili. Membentuk Karakter Siswa melalui Keteladanan Guru. (Jurnal
Pendidikan dan Kebudayaan) Vol. 16 Edisi Khusus III, Oktober 2010.
Quraish Shihab, Muhammad, Tafsir Al-Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2003).
Ramayulis, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam, (Ciputat: Ciputat Press Group,
2005).
Susanto, Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: Amzah, 2009).
Said Agil Husin al-Munawwar, Aktualisasi Nilai-nilai Qur‟ani Dalam Sistem
Pendidikan Islam (Jakarta: Ciputat Press, 2005).
Salman Harun, Materi Perkuliahan Tafsir II (Tarbawi) Tafsir al-Misbah dan
Tafsir al-Maraghi, (Jakarta).
Zaini, Syahminan, Tinjauan Analisis Tentang Iman, Islam dan Amal, (Jakarta:
Kalam Mulia, 1984), cet 1.

Anda mungkin juga menyukai