Anda di halaman 1dari 4

Perkusi

Hal yang perlu diperhatikan dan dicatat dalam pemeriksaan perkusi adalah : nyeri terhadap
pukulan (tenderness to percussion) dan bunyi (redup/dull dan nyaring/solid metalic)

Perkusi dilakukan dengan cara memberi pukulan cepat tetapi tidak keras dengan
menggunakan ujung jari, kemudian intensitas pukulan ditingkatkan. Selain menggunakan
ujung jari pemeriksaan ini juga sering dilakukan dengan menggunakan ujung instrumen.
Terkadang pemeriksaan ini mendapatkan hasil yang bias dan membingungkan penegakan
diagnosa. Cara lain untuk memastikan ada tidaknya kelainan yaitu dengan mengubah arah
pukulannya yaitu mula-mula dari permukaan vertikal-oklusal ke permukaan bukal atau
horisontal-bukolingual mahkota.

Gigi yang memberikan respon nyeri terhadap perkusi vertikal-oklusal menunjukkan kelainan
di periapikal yang disebabkan oleh lesi karies. Gigi yang memberikan respon nyeri terhadap
perkusi horisontal-bukolingual menunjukkan kelainan di periapikal yang disebabkan oleh
kerusakan jaringan periodontal. Gigi yang dipukul bukan hanya satu tetapi gigi dengan jenis
yang sama pada regio sebelahnya. Ketika melakukan tes perkusi dokter juga harus
memperhatikan gerakan pasien saat merasa sakit (Grossman, dkk, 1995).

Bunyi perkusi terhadap gigi juga akan menghasilkan bunyi yang berbeda. Pada gigi yang
mengalami ankilosis maka akan terdengar lebih nyaring (solid metalic sound) dibandingkan
gigi yang sehat. Gigi yang nekrosis dengan pulpa terbuka tanpa disertai dengan kelainan
periapikal juga bisa menimbulkan bunyi yang lebih nyaring dikarenakan resonansi di dalam
kamar pulpa yang kosong. Sedangkan pada gigi yang menderita abses periapikal atau kista
akan terdengar lebih redup (dull sound) dibandingkan gigi yang sehat. Gigi yang sehat juga
menimbulkan bunyi yang redul (dull sound) karena terlindungi oleh jaringan periodontal.
Gigi multiroted akan menimbulkan bunyi yang lebih solid daripada gigi berakar tunggal
(Miloro, 2004)

Sondasi

Sondasi merupakan pemeriksaan menggunakan sonde dengan cara menggerakkan sonde pada
area oklusal atau insisal untuk mengecek apakah ada suatu kavitas atau tidak. Nyeri yang
diakibatkan sondasi pada gigi menunjukkan ada vitalitas gigi atau kelainan pada pulpa. Jika
gigi tidak memberikan respon terhadap sondasi pada kavitas yang dalam dengan pulpa
terbuka, maka menunjukkan gigi tersebut nonvital (Tarigan, 1994).

Probing

Probing bertujuan untuk mengukur kedalaman jaringan periodontal dengan menggunakan


alat berupa probe. Cara yang dilakukan dengan memasukan probe ke dalam attached gingiva,
kemudian mengukur kedalaman poket periodontal dari gigi pasien yang sakit (Grossman,
dkk, 1995).

Tes mobilitas – depresibilitas

Tes mobilitas dilakukan untuk mengetahui integritas apparatus-aparatus pengikat di


sekeliling gigi, mengetahui apakah gigi terikat kuat atau longgar pada alveolusnya. Tes
mobilitas dilakukan dengan menggerakkan gigi ke arah lateral dalam soketnya dengan
menggunakan jari atau tangkai dua instrumen. Jumlah gerakan menunjukkan kondisi
periodonsium, makin besar gerakannya, makin jelek status periodontalnya. Hasil tes
mobilitas dapat berupa tiga klasifikasi derajat kegoyangan. Derajat pertama sebagai gerakan
gigi yang nyata dalam soketnya, derajat kedua apabila gerakan gigi dalam jarak 1 mm bahkan
bisa bergerak dengan sentuhan lidah dan mobilitas derajat ketiga apabila gerakan lebih besar
dari 1 mm atau bergerak ke segala arah. Sedangkan, tes depresibilitas dilakukan dengan
menggerakkan gigi ke arah vertikal dalam soketnya menggunakan jari atau instrumen (Burns
dan Cohen, 1994).

Tes vitalitas

Tes vitalitas merupakan pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui apakah suatu gigi
masih bisa dipertahankan atau tidak. Tes vitalitas terdiri dari empat pemeriksaan, yaitu tes
termal, tes kavitas, tes jarum miller dan tes elektris.

 Tes termal, merupakan tes kevitalan gigi yang meliputi aplikasi panas dan dingin pada
gigi untuk menentukan sensitivitas terhadap perubahan termal (Grossman, dkk, 1995).

 Tes dingin, dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai bahan, yaitu etil klorida,
salju karbon dioksida (es kering) dan refrigerant (-50oC). Aplikasi tes dingin
dilakukan dengan cara sebagai berikut.
o Mengisolasi daerah gigi yang akan diperiksa dengan menggunakan cotton roll
maupun rubber da
o Mengeringkan gigi yang akan dites.
o Apabila menggunakan etil klorida maupun refrigerant dapat dilakukan dengan
menyemprotkan etil klorida pada cotton pellet.
o Mengoleskan cotton pellet pada sepertiga servikal gigi.
o Mencatat respon pasien.

Apabila pasien merespon ketika diberi stimulus dingin dengan keluhan nyeri tajam yang
singkat maka menandakan bahwa gigi tersebut vital. Apabila tidak ada respon atau pasien
tidak merasakan apa-apa maka gigi tersebut nonvital atau nekrosis pulpa. Respon dapat
berupa respon positif palsu apabila aplikasi tes dingin terkena gigi sebelahnya tau mengenai
gingiva (Grossman, dkk, 1995). Respon negatif palsu dapat terjadi karena tes dingin
diaplikasikan pada gigi yang mengalami penyempitan (metamorfosis kalsium).

 Tes panas, pemeriksaan ini jarang digunakan karena dapat menyebabkan vasodilatasi
pembuluh darah apabila stimulus yang diberikan terlalu berlebih. Tes panas dilakukan
dengan menggunakan berbagai bahan yaitu gutta perca panas, compound panas, alat
touch and heat dan instrumen yang dapat menghantarkan panas dengan baik
(Grossman, dkk, 1995). Gutta perca merupakan bahan yang paling sering digunakan
dokter gigi pada tes panas. Pemeriksaan dilakukan dengan mengisolasi gigi yang akan
di periksa. Kemudian gutta perca dipanaskan di atas bunsen. Selanjutnya gutta perca
diaplikasikan pada bagian okluso bukal gigi. Apabila tidak ada respon maka oleskan
pada sepertiga servikal bagian bukal. Rasa nyeri yang tajam dan singkat ketika diberi
stimulus gutta perca menandakan gigi vital, sebaliknya respon negatif atau tidak
merasakan apa-apa menandakan gigi sudah non vital (Walton dan Torabinejad, 2008).
 Tes kavitas, bertujuan untuk mengetahui vitalitas gigi dengan cara melubangi gigi.
Alat yang digunakan bur tajam dengan cara melubangi atap pulpa hingga timbul rasa
sakit. Jika tidak merasakan rasa sakit dilanjutkan dengan tes jarum miller. Hasil vital
jika terasa sakit dan tidak vital jika tidak ada sakit (Grossman, dkk, 1995).
 Tes jarum miller, diindikasikan pada gigi yang terdapat perforasi akibat karies atau tes
kavitas. Tes jarum miller dilakukan dengan cara memasukkan jarum miller hingga ke
saluran akar. Apabila tidak dirasakan nyeri maka hasil adalah negatif yang
menandakan bahwa gigi sudah nonvital, sebaliknya apabila terasa nyeri menandakan
gigi masih vital (Walton dan Torabinejad, 2008).
 Tes elektris, merupakan tes yang dilakukan untuk mengetes vitalitas gigi dengan
listrik, untuk stimulasi saraf ke tubuh. Alatnya menggunakan Electronic pulp tester
(EPT). Tes elektris ini dilakukan dengan cara gigi yang sudah dibersihkan dan
dikeringkan disentuh dengan menggunakan alat EPT pada bagian bukal atau labial,
tetapi tidak boleh mengenai jaringan lunak. Sebelum alat ditempelkan, gigi yang
sudah dibersihkan diberi konduktor berupa pasta gigi. Tes ini dilakukan sebanyak tiga
kali supaya memperoleh hasil yang valid. Tes ini tidak boleh dilakukan pada orang
yang menderita gagal jantung dan orang yang menggunakan alat pemacu jantung.
Gigi dikatakan vital apabila terasa kesemutan, geli, atau hangat dan gigi dikatakan
non vital jika sebaliknya. Tes elektris tidak dapat dilakukan pada gigi restorasi, karena
stimulasi listrik tidak dapat melewati akrilik, keramik, atau logam. Tes elektris ini
terkadang juga tidak akurat karena beberapa faktor antara lain, kesalahan isolasi,
kontak dengan jaringan lunak atau restorasi., akar gigi yang belum immature, gigi
yang trauma dan baterai habis (Grossman, dkk, 1995).

Anda mungkin juga menyukai