Anda di halaman 1dari 180

LAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI

DI LABORATORIUM KUALITAS AIR FAKULTAS TEKNIK


LINGKUNGAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
Disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan
studi di SMK Negeri 13 Bandung Kompetensi Keahlian Analisis Kimia

Disusun oleh :

Anggriani Fadillah
NIS. 101515650
Indri Pebrianti
NIS. 101515714

PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT


DINAS PENDIDIKAN
SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI 13 BANDUNG
KOMPETENSI KEAHLIAN : 1. ANALISIS KIMIA; 2. TEKNIK KOMPUTER
DAN JARINGAN; 3. REKAYASA PERANGKAT LUNAK

Jl. Soekarno-Hatta KM.10 Bandung-40286; Telp/Fax (022)7318960 – Ext.


114.hub. Industri : Tlp./Fax.(022)7332252 – Bandung 40286 e-mail :
smkn13bdg@gmail.com Home page: www.smkn-13bdg.sch.id

2019
LEMBAR PENGESAHAN DARI PIHAK INDUSTRI
DI LABORATORIUM KUALITAS AIR FAKULTAS TEKNIK
LINGKUNGAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
Periode 01 November 2018 – 28 Februari 2019
Telah diperiksa dan disetujui oleh :

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 2

SMKN 13 Bandung
LEMBAR PENGESAHAN DARI SEKOLAH
PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

DINAS PENDIDIKAN

Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 13 Bandung


Jl. Soekarno-Hatta Km. 10 Telepon/Fax. +62-22-731-8960
Bandung 40286

Menyetujui :

Waka Hubin-Humas dan BKK Pembimbing Sekolah

Oman Somana, S.Pd Popong Wariawati, S.Pd


NIP.196608151991031009 NIP.196808171991032015

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 3

SMKN 13 Bandung
IDENTITAS SISWA PRAKERIN

Nama : Anggriani Fadillah


Nomor Induk Siswa : 101515650
Tempat, Tanggal Lahir : Lubuklinggau, 18 Juli 2000
Golongan Darah :O
Catatan Kesehatan : Baik
Nama Sekolah : SMK Negeri 13 Bandung
Alamat Sekolah : Jl. Soekarno-Hatta Km. 10
Bandung 40286
No. Telepon Sekolah : +62-22-731-8960
Nama Orang Tua / Wali : Dedi Hartono
Alamat Orang Tua / Wali : Jl.Puskesmas Taba No.31 RT.04
KEL.Cereme Taba Lubuklinggau
Timur II, Sumatra Selatan
No. Telp Orang Tua / Wali : 082127181026

Yang Bersangkutan,

Anggriani Fadillah

NIS 101515650

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 4

SMKN 13 Bandung
IDENTITAS SISWA PRAKERIN

Nama : Indri Pebrianti


Nomor Induk Siswa : 101515714
Tempat, Tanggal Lahir : Tanggerang, 8 Februari 2000
Golongan Darah :O
Catatan Kesehatan : Baik
Nama Sekolah : SMK Negeri 13 Bandung
Alamat Sekolah : Jl. Soekarno-Hatta Km. 10
Bandung 40286
No. Telepon Sekolah : +62-22-731-8960
Nama Orang Tua / Wali : Agus Suparman
Alamat Orang Tua / Wali : Bumi Puspiptek Asri Blok 3 V No
2 RT 06 RW 04 Desa
Pagedangan Kecamatan
Pagedangan Kabupaten
Tangerang
No. Telp Orang Tua / Wali : 082125631144

Yang Bersangkutan,

Indri Pebrianti.

NIS 101515714

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 5

SMKN 13 Bandung
KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirahim.
Assalamu’alaikum Wa Rahmatullah Wa Barakatuh.
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat
melaksanakan Praktik Kerja Industri (Prakerin) di Laboratorium
Kualitas Air Teknik Lingkungan ITB, dan menyelesaikan laporan
prakerin ini dengan baik. Laporan ini disusun untuk memenuhi salah
satu persyaratan dalam menyelesaikan studi di SMK Negeri 13
Bandung Kompetensi Keahlian Analisis Kimia.
Laporan Praktik Kerja Industri ini dapat disusun dengan baik
berkat bantuan dari pihak-pihak yang telah memberikan bimbingan
dan dukungan sebagai bahan masukan untuk kami. Untuk itu pada
kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih kepada:
1 Tuhan Yang Maha Esa, karena atas kehendak - Nya kami
dapat menyelesaikan prakerin hingga penyelesaian laporan ini.
2 Bapak Dr. Benno Rahardyan ST.MT, selaku Kepala Program
Studi Teknik Lingkungan ITB, Bapak Dr. Qomarudin Helmy,
S.Si MT. selaku kepala Laboratorium Kualitas Air Fakultas
Teknik Lingkungan ITB, Ibu Dr.Ing Prayatni Soewondo, selaku
Manager Teknis di Laboratorium Kualitas Air Fakultas Teknik
Lingkungan ITB, Bapak Drs. M. Irsyad, M.Si. selaku Manager
Mutu di Laboratorium Kualitas Air Fakultas Teknik Lingkungan
ITB yang telah menerima kami untuk melakukan prakerin di ITB
3 Ibu Lindarsih, Kang Andri Gumilar dan Kang Budi Setiadi
selaku pembimbing dari Teknik Lingkungan ITB, yang telah
memberikan kami arahan serta ilmu yang bermanfaat selama
prakerin berlangsung.

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 6

SMKN 13 Bandung
4 Bapak Jejen Suparjan, Bapak Dadan Sutisna dan Ibu Susan
selaku staf di Laboratorium Kualitas Air Teknik Lingkungan ITB
yang telah banyak membantu kami selama prakerin.
5 Kang Ghian, Kang Deden Maskur, Teh Virgiyan Hernawati dan
Teh Alina Utami Huta Galuh selaku analis di Laboratorium
Kualitas Air Lingkungan ITB yang banyak memberi kami
pembelajaran dan pengarahan selama prakerin.
6 Bapak Ino Soprano, S.Pd., M.M.Pd selaku Kepala Sekolah
SMK Negeri 13 Bandung, yang telah memberi kesempatan
kepada kami untuk melaksanakan kegiatan prakerin.
7 Bapak Oman Somana, S.Pd. selaku Waka Hubin-Humas dan
BKK SMK Negeri 13 Bandung yang telah brsedia
mengkoordinasi dan memberikan informasi terkait prakerin.
8 Ibu Popong Wariati, S.Pd selaku pembimbing dari SMK Negeri
13 Bandung yang telah memberikan bimbingan, waktu dan
saran selama kegiatan prakerin berlangsung. Kami menyadari
bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan
ini, baik dari segi materi maupun sistematika penulisan nya.
Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun. Semoga laporan praktik kerja industri ini dapat
memberi manfaat bagi semua pihak.

Bandung, Maret 2019

Penyusun,

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 7

SMKN 13 Bandung
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN DARI PIHAK INDUSTRI ........................... 2
LEMBAR PENGESAHAN DARI SEKOLAH ....................................... 3
IDENTITAS SISWA PRAKERIN ........................................................ 4
IDENTITAS SISWA PRAKERIN ........................................................ 5
KATA PENGANTAR .......................................................................... 6
DAFTAR ISI ....................................................................................... 8
BAB I................................................................................................ 13
PENDAHULUAN .............................................................................. 13
1.1 Latar belakang penyusunan laporan ...................................... 13
1.2 Tujuan pembuatan laporan..................................................... 13
1.3 Sistematika pembuatan laporan ............................................. 13
1.4 Manfaat Praktik Kerja Industri ............................................. 14
1.4.1 Manfaat Bagi Siswa ......................................................... 14
1.4.2 Manfaat Bagi Perusahaan ............................................ 14
1.4.3 Manfaat Bagi Sekolah .................................................. 14
BAB II ............................................................................................... 15
IDENTITAS PERUSAHAAN............................................................. 15
2.1 Riwayat Teknil Lingukngan ITB .......................................... 15
2.2 Laboratorium Kualitas Air.................................................... 16
2.2.1 Laboratorium Teknik Pengolahan Air ........................... 17
2.2.2 Laboratorium Kualitas Udara ........................................ 17
2.2.3 Laboratorium Buangan Padat dan B3 .......................... 17
2.2.4 Laboratorium Higiene Industri dan Toksikologi ............ 18
2.3 Struktur Organisasi Laboratorium Kualitas Air TLITB ......... 19
2.4 Manajemen Program Teknik Lingkungan ITB ..................... 20
2.4.1 Bidang Pendidikan ....................................................... 20
2.4.2 Bidang Penelitian ......................................................... 20
2.4.3 Bidang Pengabdian Masyarakat .................................. 20
2.5 Disiplin Kerja ....................................................................... 22
2.6 Keselamatan Kerja ............................................................. 22
BAB III .............................................................................................. 23
TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 23

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 8

SMKN 13 Bandung
3.1 Air ....................................................................................... 23
3.1.1 Manfaat Air ................................................................... 23
3.1.2 Sumber Air di Alam ...................................................... 24
3.2 Jenis-jenis Air ..................................................................... 25
3.2.1 Air Limbah .................................................................... 25
3.3.2 Air Minum ......................................................................... 32
3.3.3 Air Laut ............................................................................ 33
3.3 Metode Analisis .................................................................. 38
3.3.1 Derajat Keasaman (pH) ................................................ 38
3.3.2 Biochemical Oxygen Demand (BOD) ........................... 38
3.3.3 Fenol ............................................................................ 40
3.3.4 Ammonia.......................................................................... 41
3.3.5 Total Suspended Solid (TSS) ....................................... 41
3.3.6 Chemical Oxygen Demand (COD) ............................... 42
3.3.7 Minyak dan Lemak ....................................................... 42
3.3.8 Sulfida .......................................................................... 43
3.3.9 Analisa Klorida ................................................................ 44
3.3.10 Analisa Zat Organik .................................................. 45
3.3.11 Analisa Kesadahan ................................................... 47
3.3.12 Analisa Besi Total ..................................................... 50
3.3.13 Analisa Mangan ............................................................. 51
3.3.14 Analisa Sulfat ............................................................ 52
3.3.15 Analisa Fluorida ........................................................ 52
3.3.16 Analisa Nitrit .............................................................. 53
3.3.17 Analisa Nitrat ................................................................ 53
3.3.18 Surfaktan................................................................... 55
3.3.19 TDS (Total Dissolve Solid) ........................................ 58
3.3.20 Analisa Boron............................................................ 60
3.3.20 Silikat ............................................................................. 61
3.3.21 Logam Berat Dengan Menggunakan AAS ..................... 62
3.3.22 Spektrofotometri Vis dan UV/Vis ............................... 68
BAB IV ............................................................................................. 70
METODA ANALISIS ........................................................................ 70
4.1 Derajat Keasaman (pH) ...................................................... 70
4.2 Daya Hantar Listrik (DHL) ................................................... 71
4.3 Analisa Kekeruhan .............................................................. 73
LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 9

SMKN 13 Bandung
4.4 Warna ................................................................................. 74
4.5 Total Solid (TS) ................................................................... 77
4.6 Total Suspended Solid (TSS) ............................................. 78
4.7 Total Dissolved Solid (TDS) ................................................... 79
4.8 Penentuan Asiditas - Alkalinitas .......................................... 80
4.9 Analisis Fenol ..................................................................... 84
4.10 Analisis Detergen (MBAS) .................................................... 86
4.11 Analisis Sulfat .................................................................. 88
4.12 Analisis Fluorida .................................................................. 90
4.13 Analisis Nitrit ......................................................................... 92
4.14 Analisis Nitrat................................................................... 94
4.15 Analisis Ammonium – NH3 ................................................... 97
4.16 Analisis Zat Organik ........................................................ 99
4.17 Analisis Kesadahan Total dan Kesadahan Kalsium (Ca)
102
4.18 Analisis Besi Total ......................................................... 104
4.19 Analisis Mangan Total ........................................................ 106
4.20 Analisis Ammoniak – NH3................................................... 108
4.21 Analisis NTK (Nitrogen Total Kjeldahl) .............................. 111
4.22 Analisis Klorida .................................................................. 113
4.23 Analisis H2S sebagai Sulfida ......................................... 115
4.24 Analisis Orthophospat ........................................................ 117
4.25 Analisis Total Posfor ...................................................... 119
4.26 Analisis Biochemical Oxygen Demand (BOD) ............... 121
4.27 Analisis Chemical Oxygen Demand .............................. 125
4.28 Analisis Minyak dan Lemak ........................................... 127
BAB V ............................................................................................ 130
DATA PENGAMATAN ................................................................... 130
5.1 Hasil Analisa Air Limbah....................................................... 130
5.2 Hasil Analisa Air Bersih ........................................................ 131
5.3 Hasil Analisa Air Minum........................................................ 132
BAB VI ........................................................................................... 133
PEMBAHASAN .............................................................................. 133
6.1 pH ......................................................................................... 133
6.2 Daya Hantar Listrik ............................................................... 133
6.3 Warna ................................................................................... 134
LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 10

SMKN 13 Bandung
6.4 kekeruhan............................................................................. 134
6.5 Temperatur ........................................................................... 134
6.6 Asidi-Alkalinitas .................................................................... 135
6.7 Klorida .................................................................................. 135
6.8 Besi ...................................................................................... 135
6.9 Mangan ................................................................................ 136
6.10 Sulfat .................................................................................. 136
6.11 Kesadahan total dan kesadahan Ca .................................. 136
6.12 Zat Organik......................................................................... 137
6.13 Total Dissolved Solid (TDS) ............................................... 137
6.14 Total Suspended Solid (TSS) ............................................. 138
6.15 Nitrogen Total Kjedahl (NTK) ............................................. 138
6.16 Ammonium destilasi ........................................................... 138
6.17 Nitrat ................................................................................... 138
6.18 Ammonium Phenat ............................................................. 139
6.19 Nitrit .................................................................................... 139
6.20 Phospat dan Ortophospat................................................... 139
6.21 Oil and Grease ................................................................... 139
6.22 Dissolved Oxygen (DO) ...................................................... 140
6.23 Biochemical Oxygen Demand (BOD) ................................. 140
6.24 Chemical Oxyge Demand (COD) ....................................... 141
6.25 H2S sebagai sulfida ........................................................... 142
6.26 Flourida .............................................................................. 142
6.27 Fenol .................................................................................. 143
6.28 MBAS ................................................................................. 143
BAB VII .......................................................................................... 144
KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 144
7.1 Kesimpulan........................................................................... 144
7.2 Saran .................................................................................... 144
7.2.1 Kepada Pihak Sekolah................................................... 144
7.2.2 Kepada Pihak Industri .................................................... 144
LAMPIRAN I................................................................................... 147
DAFTAR HADIR PESERTA PRAKERIN DAN UJI KOMPETENSI 147
LAMPIRAN 2.................................................................................. 151
JURNAL HARIAN PESERTA PRAKERIN DAN UJI KOMPETENSI
....................................................................................................... 151
LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 11

SMKN 13 Bandung
LAMPIRAN 3.................................................................................. 165
PERALALATAN DI LABORATORIUM KUALITAS AIR .................. 165
LAMPIRAN 4.................................................................................. 170
TABEL KURVA KALIBRASI ........................................................... 170

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 12

SMKN 13 Bandung
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang penyusunan laporan
Praktik kerja industri merupakan suatu pembelajaran yang
dilakukan di suatu instansi atau perusahaan untuk memperluas
wawasan yang lebih juga sebagai bekal di dunia kerja di masa yang
akan datang. Dengan dilaksanakannya praktIk kerja industri siswa
mampu mengkaji pengaplikasian antara praktikum di industri dan di
sekolah juga mendapat wawasan baru yang tidak didapatkan di
sekolah.Untuk itu, laporan yang kami buat ini adalah bukti telah
selesainya pelaksanaan praktik kerja industri di suatu instansi atau
perusahaan selama waktu yang ditentukan dan disusun untuk
memenuhi salah satu syarat kelulusan tahun ajaran 2018/2019 di
Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 13 Bandung.
1.2 Tujuan pembuatan laporan
Pembuatan laporan ini dibuat sebagai bukti telah melakukan
praktik kerja industri dan juga bertujuan untuk pembahasan dan solusi
secara singkat, jelas, dan padat. Dengan adanya laporan praktIk kerja
industri ini kami menganalisa dan membahas berbagai jenis
parameter kualitas air.
1.3 Sistematika pembuatan laporan
Praktik kerja industri dilaksanakan mulai tanggal 1 November
2018 sampai dengan 28 Februari 2019. Pelaksanaan praktIk kerja
industri ini bertempat di Laboratorium Lembaga Pengabdian
Masyarakat Program Studi Teknik Lingkungan ITB yang berada di Jl.
Ganesha no.10 Bandung.
Laporan ini dibuat berdasarkan arahan dari para analis dan
pembimbing, dengan prosedur yang mengacu pada Standard
Methods forthe Examination of Water and Wastewater (SMEWW) dan
StandarNasional Indonesia.

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 13

SMKN 13 Bandung
1.4 Manfaat Praktik Kerja Industri
1.4.1 Manfaat Bagi Siswa
Manfaat Praktik Kerja Industri bagi siswa yakni terbentuknya
kemitraan selama mengikuti program Praktik Kerja Industri itu
sendiri, sehingga menjadi modal peluang dimasa depan sebagai
persiapan membangun karir dibidangnya. Selain itu juga sebagai
media penyalur ide, aspirasi, dan menunjukan prestasi pada
perusahaan tempat melaksanakan Praktik Kerja Industri. Manfaat
yang bisa didapat juga sebagai pengenalan, pemahaman,
berbagai aspek suatu perusahaan, seperti: standar kerja, dan hal
positif lainnya yang bermanfaat.
1.4.2 Manfaat Bagi Perusahaan
Manfaat Praktik Kerja Industri bagi perusahaan adalah
terbentuknya jaringan antara siswa, sekolah, dan perusahaan
untuk maju dan saling sinergis dengan tujuan institusi masing-
masing. Serta sebagai media pertukaran informasi dibidang
teknologi dan aplikasi keilmuan antara perusahaan sebagai
pengguna teknologi dengan sekolah sebagai pengembang studi
ilmu pengetahuan dan teknologi.
1.4.3 Manfaat Bagi Sekolah
Manfaat Praktik Kerja Industri bagi sekolah adalah sebagai
perwujudan program keterkaitan dan kesepadanan antara
sekolah dengan pihak industri. Juga sebagai umpan balik
penyempurnaan program Praktik Kerja Industri, sistem
pembelajaran, menyelaraskan kesepadanan dengan kebutuhan
pemakai/ pengguna lulusan dengan sistem pembelajaran di
Praktik Kerja Industri.

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 14

SMKN 13 Bandung
BAB II
IDENTITAS PERUSAHAAN
2.1 Riwayat Teknil Lingukngan ITB
De Technische Hoogesschool te Bandoeng yang merupakan
cikal bakal pendidikan tinggi teknik di Indonesia didirikan pada tahun
1920 di Bandung. Pada tahun 1959, lembaga tersebut menjadi
Fakultas Teknik di bawah Universitas Indonesia. Di dalam Fakultas
Teknik, terdapat Departemen Teknik Sipil yang terdiri atas Bagian
Teknik Sipil dan Bagian Teknik Geodesi. Pada tahun 1962
berkembang dengan berdirinya Bagian Teknik Penyehatan (yang kini
menjadi Departemen Teknik Lingkungan).
Dalam restrukturisasi ITB pada tahun 1973, terbentuk Fakultas
Teknik Sipil dan Perencanaan (FTSP) sebagai salah satu fakultas di
ITB yang terdiri dari Departemen Teknik Sipil dan Departemen
Perencanaan dan Seni Rupa. Saat itu FTSP mencakup Jurusan
Teknik Sipil; Jurusan Arsitektur; Jurusan Teknik Geodesi; Jurusan
Teknik Lingkungan; Jurusan Teknik Planologi, Jurusan Seni Murni dan
Desain. Pada Tahun 1985 Jurusan Seni Murni dan Desain
ditingkatkan statusnya menjadi Fakultas Seni Rupa dan Desain.
Seiring dengan perubahan status ITB, maka melalui SK Rektor ITB
No. 222/SK/K01/OT/2005 tgl. 29 Agustus 2005 Pengelolaan Satuan
Akademik yang semula 6 (enam) Fakultas/Sekolah menjadi 11
(sebelas) Fakultas/Sekolah.
Pada tanggal 10 Oktober 1962, tepatnya 45 tahun yang lalu
lahirlah Departemen Teknik Penyehatan ITB dibawah naungan
Fakultas Teknis Sipil dan Perencanaan. Sebagai yang pertama di
Indonesia, lahirnya Departemen Teknik Penyehatan ITB tahun 1962
ini merupakan tonggak resmi berdirinya pendidikan tinggi Teknik
Lingkungan di Indonesia.
Tahun 1984, namanya berubah menjadi Departemen Teknik
Lingkungan. Semenjak 2006, seiring dengan perubahan susunan
struktural akademik di ITB, Departemen Teknik Lingkungan,

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 15

SMKN 13 Bandung
berubahstatus menjadi Program Studi Teknik Lingkungan di bawah
naungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan.
Banyak sumbangsih yang telah diberikan oleh Prodi TL ITB.
Terutama dalam bentuk pengembangan ilmu, teknologi dan konsep –
konsep pembangunan dengan wawasan lingkungan yang kental.
Bidang yang dipegang kuat oleh TL ITB adalah bidang air bersih, air
buangan, pencemaran dan kualitas udara, persampahan, sanitasi
lingkungan, drainase, kesehatan lingkungan.
Dalam bentuk sumberdaya manusia, Prodi TL ITB telah
mencetak ribuan alumni. Sampai saat ini, sudah lebih dari 1500
lulusan Teknik Lingkungan ITB yang tersebar di berbagai perusahaan
dan institusi baik lokal, nasional maupun internasional. Sebagai
individu, alumni TL ITB telah banyak yang mencapai prestasi
gemilang, memberikan yang terbaik untuk bangsa, almamater, dan
tentunya untuk bidang keilmuan Teknik Lingkungan.
Departemen teknik lingkungan (TL) ITB memiliki beberapa
laboratorium, diantaranya adalah sebagai berikut.
2.2 Laboratorium Kualitas Air
Laboratorium Kualitas Air yang dibangun pada tahun 1935
merupakan laboratorium air tertua di Indonesia. Laboratorium ini
menyediakan layanan - layanan di bidang analisis kualitas air dan
penanganan air limbah. Laboratorium ini telah menjadi laboratorium
pengkajian kualitas air sejak tahun 2003 dan diakreditasi oleh Panitia
Akreditasi Nasional dimana parameter yang telah terakreditasi adalah
untuk parameter DHL, Kesadahan Total, Angka Klorida, pH, Asiditas,
Alkalinitas, Besi (Fe), Mangan (Mn), Ortophospat, Nitrat (NO 3), Nitrit
(NO2), Ammonium, Minyak dan Lemak, Tembaga (Cu), Seng (Zn),
Sulfat (SO4), Zat Organik, dan COD. Sejak 2007, laboratorium ini
memiliki dua divisi, yaitu Laboratorium Air dan Laboratorium
Mikrobiologi Lingkungan.

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 16

SMKN 13 Bandung
2.2.1 Laboratorium Teknik Pengolahan Air
Laboratorium Teknik Pengolahan Air yang sebelumnya bernama
Laboratorium Hidrolika dan Hidrologi Lingkungan berdiri sejak
tahun 1978. Pada mulanya laboratorium ini didirikan dengan
fungsi utama sebagai laboratorium pengajaran.
Seiring dengan perubahan keorganisasian di lingkungan ITB,
laboratorium ini berubah nama menjadi Laboratorium Teknik
Pengolahan Air untuk semakin mengembangkan kemampuan dan
bidang penelitiannya.
Laboratorium ini didukung oleh para staf pengajar dan peneliti di
Teknik Lingkungan, seorang teknisi dan beberapa asisten
laboratorium (sebagian besar adalah mahasiswa S1 tingkat akhir).
2.2.2 Laboratorium Kualitas Udara
Laboratorium ini berdiri sejak tahun 1976 dan berfungsi sebagai
laboratorium pendukung pendidikan melalui praktikum analisa
udara dan penelitian tugas akhir mahasiswa maupun staf
pengajar. Dalam perkembangannya selain melaksanakan fungsi
utama untuk tugas - tugas akademis seperti praktikum dan
penelitian, laboratorium ini juga memberikan pelayanan kepada
masyarakat.
2.2.3 Laboratorium Buangan Padat dan B3
Pada awalnya, laboratorium yang didirikan tahun 1987 ini
bernama Laboratorium Buangan Padat. Dapat dikatakan bahwa
Laboratorium Buangan Padat dan B3 di ITB ini merupakan
laboratorium perguruan tinggi pertama di Indonesia yang
mengkhususkan diri pada analisis buangan padat dan B3.
Awalnya laboratorium akademis ini mengkhususkan diri dalam
masalah persampahan, namun seiring dengan besarnya tuntutan
maka berkembang menjadi laboratorium yang bergerak dalam
analisa limbah padat, lumpur dan limbah B3 (sesuai PP 18/1999
No PP85/1999).

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 17

SMKN 13 Bandung
Selain untuk melaksanakan tugas - tugas akademis dan
penelitian, sesuai dengan Tridharma Perguruan Tinggi, maka
laboratorium ini juga memberikan pelayanan kepada pihak luar
dalam jasa analisa terkait dengan kompetensinya. Laboratorium
ini dilengkapi dengan alat-alat modern, tenaga analis dan teknisi
yang berpengalaman, yang didukung oleh tenaga - tenaga peneliti
yang khusus mendalami bidang limbah padat dan B3 yang
tergabung dalam Kelompok Keahlian (Research Group)
Pengelolaan Udara dan Limbah ITB.
2.2.4 Laboratorium Higiene Industri dan Toksikologi
Laboratorium Higiene Industri dan Toksikologi didirikan pada
tahun 1976 sebagai kompartemen laboratorium di lingkungan
Program Studi Teknik Lingkungan untuk menjawab tantangan
kebutuhan masyarakat akan keahlian dalam bidang identifikasi,
evaluasi dan pengendalian faktor fisik, kimia, biologi dan
ergonomik dalam lingkungan kerja beserta aspek toksikologinya.

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 18

SMKN 13 Bandung
2.3 Struktur Organisasi Laboratorium Kualitas Air TLITB

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 19

SMKN 13 Bandung
2.4 Manajemen Program Teknik Lingkungan ITB
2.4.1 Bidang Pendidikan
Dalam bidang pendidikan yaitu menghasilkan sarjana yang pada
dasarnya memiliki keahlian cukup dalam bidang:
 teknik penyediaan air minum
 teknik pengolahan air buangan
 pengolahan persampahan atau buangan padat
 Kesehatan lingkungan
 teknologi pengolahan lingkungan.
2.4.2 Bidang Penelitian
Menyediakan fasilitas dan bimbingan bagi penelitian yang
dilakukan oleh mahasiswa Teknik Lingkungan ITB.
2.4.3 Bidang Pengabdian Masyarakat
Memberikan pelayanan bagi masyarakat antara lain pemeriksaan
sampel – sampel, pelatihan yang menyangkut teknik analisis atau
pengolahan lingkungan dan mengadakan seminar
penanggulangan masalah lingkungan. Dibawah ini merupakan
urutan dari sebagian kecil analisis yang dilakukan di Laboratorium
Kualitas Air. Air yang akan digunakan maupun yang telah
digunakan harus memenuhi persyaratan tertentu. Untuk
mengetahui apakah suatu contoh air yang memenuhi syarat atau
tidak, maka air tersebut harus dianalis. Parameter analisis yang
biasa dilakukan tergantung terhadap permintaan konsumen,
diantaranya adalah sebagai berikut.
1) Parameter analisa air minum
2) Parameter analisa air bersih
3) Parameter analisa limbah tekstil

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 20

SMKN 13 Bandung
DIAGRAM ALIR SAMPEL AIR

Sampel Air

Penerimaan Sampel di Loket

Penyimpaan Sementara

Analisa

Analisa di Laboratorium

Perhitungan, Pengecekan Hasil Uji

Konsep Laporan

Pengeikan Laporan Hasil Uji

Koreksi Penyelia

Ditolak Diterima

Pengesahan Hasil uji oleh Manager

Loket Pengambilan Hasil Laporan

Konsumen

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 21

SMKN 13 Bandung
2.5 Disiplin Kerja
Jam Jam
Hari Kerja Jam Istirahat
Masuk Pulang
Senin 08.00 12.00 – 13.00 16.00
Selasa 08.00 12.00 – 13.00 16.00
Rabu 08.00 12.00 – 13.00 16.00
Kamis 08.00 12.00 – 13.00 16.00
Jumat 08.00 11.30 – 13.00 16.00

2.6 Keselamatan Kerja


 Memakai APD (Alat Pelindung Diri) saat bekerja seperti, masker,
sarung tangan, jas lab, dan lain - lain.
 Disiplin dan tepat waktu.
 Menjaga kebersihan meja lab setelah selesai bekerja.

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 22

SMKN 13 Bandung
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Air
Air merupakan cairan paling berlimpah di bumi. Air adalah
senyawa kimia yang merupakan hasil ikatan dari unsur hidrogen yang
bersenyawa dengan unsur oksigen, dalam hal ini membentuk
senyawa H2O. Fungsi air bagi kehidupan tidak dapat digantikan oleh
senyawa lain. Penggunaan air yang utama dan sangat vital bagi
kehidupan adalah sebagai air minum. Hal ini terutama untuk
mencukupi kebutuhan air di dalam tubuh manusia itu sendiri.
3.1.1 Manfaat Air
Secara garis besar banyak kegiatan manusia yang membutuhkan air,
yang diantaranya sebagai berikut :
 Keperluan rumah tangga, misalnya untuk minum, masak, mandi,
cuci, dan pekerjaan lainnya.
 Keperluan umum, misalnya untuk kebersihan jalan dan pasar,
pengangkutan air limbah hiasan kota, tempat rekreasi dan lain-
lainnya.
 Keperluan perdagangan, misalnya untuk hotel, restoran, dan lain-
lainnya.
 Keperluan pertanian, misalnya untuk irigasi.
 Keperluan peternakan
 Keperluan pelayaran
 Sebagai pembangkit tenaga listrik, dan lain sebagainya.
Manfaat air bagi hewan adalah sebagai berikut.
 Pengaturan suhu tubuh.
 Membantu proses pencernaan.
 Pengaturan tekanan osmosis darah.
 Transport nutrient, hormon dan zat lain yang diperlukan tubuh.
 Pertumbuhan fetus.
 Produksi susu, dan sebagainya.
Manfaat air bagi tanaman adalah sebagai berikut.
LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 23

SMKN 13 Bandung
 Penyusunan utama protoplasma. Molekul-molekul makro dalam
protoplasma seperti protein, karbohidrat, pektin, dan lain-lain
sehingga membentuk struktur yang unik berasosiasi dengan molekul
air dalam bentuk koloid.
 Menjadi pelarut bagi zat hara yang diperlukan tumbuhan.
 Menjadi alat transport untuk memindahkan zat hara. Bahan yang
diangkut dapat berupa bahan mineral dari dalam tanah, bahan-
bahan organik hasil fotosintesa, dan olahan sel lainnya.
 Menjadi medium berlangsungnya reaksi-reaksi biokimia. Kita tahu
terkadang proses reaksi terjadi dalam bentuk larutan dan air adalah
pelarut yang sangat baik.
 Menjadi bahan dasar untuk rekasi-reaksi biokimia. Seperti pada
fotosintesis,tanpa adanya air yang berperan sebagai donor elektron
, fotosintesis tidak dapat berlangsung
 Sebagai sistem hidrolik. Air dapat memberikan tekanan hidrolik pada
sel sehingga menimbulkan turgor pada dinding sel tumbuhan.
Memberikan kekuatan mekanik pada jaringan-jaringan yang tidak
memiliki sokongan struktur (zat kayu) pada dinding selnya, misalnya
pada parenkim. Sistem hidrolik juga dapat dijumpai pada membuka
dan menutupnya stomata.
3.1.2 Sumber Air di Alam
 Laut
Laut adalah kumpulan air asin yang luas dan berhubungan
dengan samudra. Air di laut merupakan campuran dari 96,5%
air murni dan 3,5% material lainnya seperti garam-garaman,
gas-gas terlarut, bahan-bahan organik dan partikel-partikel tak
terlarut.
 Danau
Danau adalah salah satu bentuk ekosistem yang menempati
daerah yang relatif kecil pada permukaan bumi dibandingkan
dengan habitat laut dan daratan. Keberadaan ekosistem danau

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 24

SMKN 13 Bandung
memberikan fungsi yang menguntungkan bagi kehidupan
manusia.
 Sungai
Sungai merupakan aliran air yang berasal dari hulu menuju hilir.
Dalam siklus hidrologi fungsi sungai sangat penting untuk
menampung air larian dan air hujan, dan dibeberapa tempat
tertentu dapat dijadikan sebagai sarana transportasi bagi
masyarakat sekitarnya.
 Air Bawah Tanah
Lebih dari 98% dari semua air di daratan tersembunyi dibawah
permukaan tanah dalam pori-pori batuan dan bahan-bahan
butiran. Sisanya 2% terlihat sebagai air sungai, danau, dan
reservoir. Setengah dari 2% ini disimpan di reservoir buatan
(1%). 98% dari air dibawah permukaan disebut air tanah dan
digambarkan sebagai air yang terdapat bahan yang jenuh
dibawah permukaan tanah. 2% sisanya adalah kelembaban
tanah .
3.2 Jenis-jenis Air
3.2.1 Air Limbah
Air limbah atau air buangan adalah sisa air yang dibuang dan tidak
dapat digunakan lagi dari suatu kegiatan Industri, rumah tangga
perkantoran, perdagangan, dsb. Sebagian besar air limbah pada
umumnya mengandung berbagai zat pencemar atau kontaminan
seperti padatan tersuspensi, padatan terlarut, logam berat, bahan
organik, dan bahan beracun yang dapat membahayakan bagi
kesehatan manusia serta menggangu lingkungan hidup.
Meskipun merupakan air sisa, namun air limbah memiliki volume
yang besar karena kurang lebih 80% dari air yang digunakan bagi
kegiatan manusia sehari-hari tersebut dibuang lagi dalam bentuk
yang sudah tercemar. Selanjutnya air limbah akan mengalir ke
sungai serta laut dan akan digunakan lagi oleh manusia.

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 25

SMKN 13 Bandung
 Pengelompokan Air Limbah
Pada umumnya air limbah dikelompokan menjadi tiga bagian
yakni sebagai berikut.
a) Air limbah rumah tangga (domestic wastes water), yaitu air
limbah yang berasal dari pemukiman penduduk. Pada
umumnya air limbah ini terdiri dari ekskreta (tinja dan air
seni), air bekas cucian dapur dan kamar mandi, dan
umumnya terdiri dari bahan-bahan organik.
b) Air limbah industri, yaitu air limbah yang mengandung zat-
zat yang bervariasi sesuai dengan bahan baku yang
dipakai oleh masing - masing industri, antara lain Nitrogen,
Sulfida, Amonia, lemak, garam - garam, zat pewarna,
mineral, logam berat, zat pelarut, dan sebagainya. Oleh
sebab itu, pengolahan jenis air limbah ini perlu dilakukan,
agar tidak menimbulkan polusi lingkungan menjadi lebih
rumit.
c) Air limbah kotapraja (municipal wastes water), yaitu air
limbah yang berasal dari daerah perkantoran,
perdagangan, hotel, restoran, empat - tempat umum,
tempat ibadah, dan sebagainya. Pada umumnya zat - zat
yang terkandung dalam jenis air limbah ini sama dengan air
limbah rumah tangga.
 Karakteristik Air Limbah Secara Umum
Secara garis besar karakteristik air limbah ini digolongkan
sebagai berikut.
a. Karakteristik Fisik
 Kandungan Zat Padat
Umumnya air limbah terendap yang cukup tinggi apabila
diukur dari padatan terlarut dan padatan tersuspensi. Air
dikatakan keruh jika air tersebut mengandung bagitu
banyak partikel bahan yang tersuspensi sehingga
memberikan warna atau rupa yang berlumpur dan kotor.

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 26

SMKN 13 Bandung
Bahan-bahan yang menyebabkan kekeruhan ini yaitu
tanah liat, lumpur, bahan-bahan organik dan partikel -
partikel kecil yang tersuspensi lainnya. Kekeruhan
biasanya disebabkan karena butiran halus yang
melayang.
 Bau
Air limbah yang mengalami proses degradasi akan
menghasilkan bau. Hal ini disebabkan karena adanya zat
organik yang terurai secara tidak sempurna dalam air
limbah. Selain itu juga bau timbul karena adanya aktivitas
mikroorganisme yang menguraikan zat organik atau
reaksi kimia yang terjadi dan menghasilkan gas tertentu.
Bau biasanya timbul pada limbah yang sudah lama, tetapi
juga ada yang muncul pada limbah baru. Hal ini
dikarenakan sumber pencemar yang berbeda. Senyawa-
senyawa yang menghasilkan bau antara lain NH3 dan
Hidrogen Sulfida (H2S).
 Warna
Zat terlarut dalam air limbah dapat menimbulkan warna air
limbah. Berdasarkan sifat-sifat penyebabnya, warna
dalam air dibagi menjadi 2 jenis, yaitu warna sejati dan
warna semu.
Warna sejati disebabkan oleh koloida-koloida organik
atau zat - zat terlarut. Sedang warna semu disebabkan
oleh suspensi partikel - partikel penyebab kekeruhan.
Warna juga merupakan ciri kualitatif untuk mengkaji
kondisi umum air limbah. Jika coklat, umur air kurang dari
6 jam.
Warna abu-abu muda sampai abu - abu setengah tua
tandanya air sedang mengalami pembusukan oleh
bakteri. Jika abu-abu tua hingga hitam berarti sudah
busuk akibat bakteri.

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 27

SMKN 13 Bandung
 Karakteristik kimia
 Senyawa Organik
Air limbah pada umumnya mengandung senyawa
organik 40% total padatan yang tersusun dari unsur
unsur seperti H, N, O, P dan S yang bentuknya berupa
senyawa protein, karbohidrat, lemak,minyak, detergen
dan pestisida.
 Senyawa Anorganik
Keberadaan komponen-komponen anorganik dalam air
limbah perlu mendapat perhatian dalam menempatkan
kualitas air limbah sebagai bahan pembuangan, karena
keberadaan bahan - bahan organik ini tidak menutup
kemungkinan mengandung racun yang menambah
beban dan potensi bahaya air limbah.
Air yang mengandung bahan kimia yang berbahaya
dapat merugikan kehidupan manusia, hewan dan
binatang. Bahan organik terlarut dapat menghasilkan
oksigen dalam air serta akan menimbulkan rasa dan bau
yang tidak sedap pada air. Selain itu akan lebih
berbahaya apabila bahan terlarut merupakan bahan
yang beracun.
 Karakteristik Biologis
Keberadaan mikroorganisme dalam air limbah dapat
membantu proses pengolahan sendiri (self purification).
Namun bila mikroorganisme dalam air limbah tidak sesuai
dengan ketentuan yang ada, justru akan menimbulkan
gangguan bagi lingkungan. Berdasarkan kemampuan
mikroorganisme untuk menimbulkan gangguan terhadap
lingkungan, maka mikroorganisme dikelompokkan menjadi
dua yaitu mikroorganisme pathogen dan mikroorganisme
non patogen.

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 28

SMKN 13 Bandung
 Baku Mutu Air Limbah Industri
Dalam rangka mengendalikan pencemaran air oleh pelaku
usaha, pemerintah pusat dan daerah telah menetapkan
berbagai peraturan yang berkaitan dengan kulitas air
limbah, debit air limbah, dan beban maksimum air limbah
yang diperbolehkan untuk dibuang ke badan air. Peraturan
tersebut dikenal dengan peraturan Kep. Men. Neg. L.H. No:
KEP-51/MENLH/10/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair
Industri.
Penetapan baku mutu air limbah didasarkan pada dua
(2) aspek, yaitu:
1. Berdasarkan air limbah yang dihasilkan oleh setiap
industri disebut sebagai standar air limbah (Fluent
Standard).
2. Berdasarkan peruntukan dari badan air penerima
disebut sebagai standar air badan penerima (Stream
Standard).
Dalam penentuan baku mutu air limbah diperkenalkan
berbagai istilah, diantaranya adalah sebagai berikut.
a) Limbah cair, merupakan limbah dalam bentuk cair yang
dihasilkan suatu aktivitas yang dibuang ke lingkungan
hidup dan diduga dapat menurunkan kualitas lingkungan
hidup
b) aku mutu air limbah, adalah batas maksimum limbah cair
yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan.
c) Mutu air limbah, merupakan keadaan air limbah yang
dinyatakan dengan debit, kadar dan beberapa
pencemar.
d) Debit maksimum, merupakan debit tertinggi yang masih
diperbolehkan dibuang ke lingkungan hidup.
e) Kadar maksimum, merupakan kadar tertinggi yang
masih diperbolehkan dibuang ke lingkungan hidup.

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 29

SMKN 13 Bandung
f) Beban pencemaran maksimum, merupakan beban
pencemaran tertinggi yang masih diperbolehkan
dibuang ke lingkungan hidup.
Tabel 3.1 Model Baku Mutu Air Limbah Industri
Parameter Kadar Maks (mg/L)
BOD5 60
COD 150
TSS 50
Fenol 0,5
Ammonia Total (sebagai N) 8
pH 6–9
Debit limbah maksimum 100m3/ton bahan baku
(sumber: Kep. Men. Neg. L.H. No. : KEP-51/MENLH/10/1995
tentang Baku MutuLimbah Cair Industri)

Baku mutu air limbah umumnya akan mengalami


peninjauan setelah 5 tahun. Besaran nilai dan jenis
indikator setiap industri dalam baku mutu air limbah akan
selalu mengalami perubahan hal ini disebabkan oleh
kebijakan pemerintah pusat dan daerah. Berbagai jenis
industri mempunyai indikator baku mutu air limbah yang
berbeda - beda.
 Industri Tekstil
Industri tekstil merupakan salah satu penghasil utama
limbah cair, hal ini disebebkan dari proses penyempurnaan
tekstil yang menggunakan air sebagai bahan pembantu
utama dalam setiap tahapan prosesnya. Pencemaran air
dari industri tekstil berasal dari buangan air proses
produksi, buangan sisa-sisa pelumas dan minyak, buangan
bahan - bahan kimia sisa proses produksi, sampah
potongan kain, dan lainnya.

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 30

SMKN 13 Bandung
Limbah tekstil merupakan libah yang dihasilkan dalam
proses pengkanjian, proses penghilangan kanji,
penggelantangan, pemasakan, merserisasi, pewarnaan,
pencetakan dan proses penyempurnaan. Proses
penyempurnaan kapas menghasilkan limbah yang lebih
banyak dan lebih kuat daripada limbah dari proses
penyempurnaan bahan sintesis. Gabungan air limbah
pabrik tekstil di Indonesia rata-rata mengandung 750 mg/L
padatan tersuspensi dan 500 mg/L BOD. Perbandingan
COD : BOD adalah dalam kisaran 1,5 : 3 sampai 3 : 1.
 Sumber Limbah Tekstil
Larutan penghilang kanji biasanya langsung dibuang dan
iini mengandung zat kimia pengkanji dan penghilang kanji
pati, PVA, CMC, enzim, dan asam. Penghilang kanji
biasanya memberi BOD paling banyak dibanding dengan
prosesproses lain.
Pemasakan dan merserisasi kapas serta pemucatan
semua kain adalah sumber limbah cair yang penting yang
menghasilkan asam, basa, COD, BOD, padatan
tersuspensi, dan zat-zat kimia. Proses-proses ini
menghasilkan limbah cair dengan volume besar, pH yang
sangat bervariasi dan beban pencemaran yang tergantung
pada proses dan zat kimia yang digunakan. Pewarnaan
dan pembilasan menghasilkan air limbah yang berwarna
dengan COD tinggi dan bahan-bahan lain dari zat warna
yang dipakai, serta fenol dan logam.
 Parameter Air Buangan Industri Tekstil
Potensi pencemaran air buangan industri kain tekstil sangat
bervariasi tergantung dari macam proses yang dilakukan,
kapasitas produk, jenis bahan baku, bahan pewarna dan
bahan penolong yang digunakan serta kondisi Lingkungan
tempat pembuangannya.

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 31

SMKN 13 Bandung
Parameter yang digunakan untuk menunjukan karakter air
buangan industri tekstil yang meliputi parameter fisika
seperti zat padat, suhu, warna, dan bau. Parameter kimia
seperti lemak, minyak pelemas zat aktif permukaan, zat
warna, fenol, sulfur, pH, krom (Cr), tembaga (Cu), senyawa
racun, dan sebagainya.
3.3.2 Air Minum
Air minum adalah air yang digunakan untuk konsumsi manusia.
Menurut Departemen Kesehatan, syarat syarat air minum adalah
tidak berasa, tidak berbau, tidak berwarna, tidak mengandung
mikroorganisme berbahaya, dan tidak mengandung logam berat.
Air minum adalah air yang melalui proses pengolahan ataupun
tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan
dapat langsung diminum (Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
907 Tahun 2002).
Walaupun air dari sumber alam dapat diminum oleh manusia,
terdapat risiko bahwa air ini telah tercemar oleh bakteri (misalnya:
Escherichia coli) atau zat-zat berbahaya. Bakteri dapat dibunuh
denganmemasak air hingga 100°C, namun banyak zat berbahaya,
terutama logam, yang tidak dapat dihilangkan dengan cara ini.
 Baku Mutu Air Minum
Dalam upaya meningkatkan kualitas air minum pemerintah
pusat dan daerah telah menetapkan baku mutu air minum, yang
berisikan sebagai berikut.
Tabel 3.2 Model Baku Mutu Air Minum
Parameter Kadar Maks
Fisika
Jumlah zat padat terlarut 500 mg/L
(TDS)
Kekeruhan 5 NTU
Suhu Suhu udara ±3˚c
Warna 15 TCU

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 32

SMKN 13 Bandung
Kimia
Besi (Fe) 0,3 mg/L
Flourida (F) 1,5 mg/L
Kesadahan 500 mg/L
Klorida (Cl) 250 mg/L
Mangan (Mn) 0,4 mg/L
Natrium (Na) 200 mg/L
Nitrat (sebagai NO3) 50 mg/L
Nitrit (sebagai NO2) 3 mg/L
pH 6,5 – 8,5
Sulfat (SO4) 250 mg/L
Zat Organik 10 mg/L

(sumber: Permenkes No.: 492/MENKES/PER/IV/2010)


 Parameter Air Minum
Parameter yang digunakan untuk menunjukan karakter air
minum yang meliputi parameter fisika seperti bau, jumlah zat
padat terlarut, kekeruhan, rasa, suhu, warna, dan daya hantar
listrik. Parameter kimia seperti besi, fluorida, kesadahan,
klorida, mangan, natrium, nitrat, nitrit, pH, sulfat, kalium, zat
organik, keasaaman, dan kelindian.
3.3.3 Air Laut
Air laut adalah air dari laut atau samudera. Air laut memiliki kadar
garam ratarata 3,5% . Artinya dalam 1 liter air laut terdapat 35
gram garam (terutama garam dapur/NaCl, namun tidak
seluruhnya).
Air laut memiliki kadar garam karena bumi dipenuhi dengan garam
mineral yang terdapat didalam batuan-batuan dan tanah.
Contohnya natrium, kalium, kalsium, dan lain-lain. Apabila air
sungai mengalr ke lautan, air tersebut membawa garam. Ombak
laut yang memukul pantai juga dapat menghasilkan garam yang
terdapat pada batu - batuan. Lama kelamaan air laut menjadi asin

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 33

SMKN 13 Bandung
karena banyak mengandung garam. Air tawar lebih ringan dari air
asin.
Untuk mendapatkan air tawar dari air laut bisa dilakukan dengan
cara osmosis terbalik suatu proses penyaringan air laut dengan
menggunakan tekanan dialirkan melalui suatu membrane saring.
Sistem ini disebut SWRO (Seawater Reverse Osmosis) dan
banyak digunakan pada kapal laut atau instalasi air bersih dipantai
dengan bahan baku air laut.
 Karakteristik Air Laut
Pada karakteristik air laut terdapat beberapa sifat fisik air laut
seperti berikut.
 Temperatur
Perubahan temperatur air laut disebabkan oleh perpindahan
panas dari massa yang satu ke massa yang lainnya. Kenaikan
temperatur permukaan laut disebabkan oleh sebagai berikut.
a. Radiasi dari angkasa dan matahari
b. Konduksi panas dari atmosfir
c. Kondensasi uap air.
Penurunan temperatur permukaan laut disebabkan oleh
sebagai berikut :
a. Radiasi balik permukaan lau ke atmosfir.
b. Konduksi balik panas ke atmosfir.
c. Evaporasi (Penguapan).
d. Matahari mempunyai efek yang paling besar terhadap
perubahan suhu permukaan laut.
e. Variasi perubahan temperatur dipengaruhi juga oleh posisi
geografis wilayah perairan.
 Salinitas
Salinitas adalah jumlah total material terlarut (yang dinyatakan
dalam gram) yang terkandung dalam 1 kg air laut. Satuan
salinitas 0/00 (per mil). Faktor utama yang mempengaruhi
perubahan salinitas, yaitu sebagai berikut.

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 34

SMKN 13 Bandung
a. Evaporasi (penguapan) air laut.
b. Hujan.
c. Mencair / membekunya es.
d. Aliran sungai menuju laut.
Salinitas air laut di seluruh wilayah perairan di dunia berkisar
antara 33 - 37 0/00, dengan nilai median 34,7 0/00, namun di
Laut Merah dapat mencapai 40 0/00.
 Densitas
Densitas merupakan fungsi langsung dari kedalaman laut,
serta dipengaruhi juga oleh salinitas, temperatur, dan
tekanan. Densitas air laut merupakan jumlah massa air laut
per satu satuan volume.
Pada umumnya, nilai densitas (berkisar antara 1,02 1,07
gr/cm3) akan bertambah sesuai dengan bertambahnya
salinitas dan tekanan serta berkurangnya temperatur.
Perubahan densitas dapat disebabkan oleh proses - proses:
a. Evaporasi di permukaan laut
b. Massa air pada kedalaman < 100m sangat dipengaruhi
oleh angin dan gelombang, sehingga besarnya densitas
relative homogen.
 Baku Mutu Air Laut
Baku mutu air laut adalah ukuran batas atau kadar makhluk
hidup, zat energy, atau komponen yang ada atau harus ada dan
atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya didalam
air laut. Penetapan baku mutu air laut ini meliputi Baku Mutu Air
Laut untuk Perairan Pelabuhan, Wisata Bahari dan Biota Laut.
Kawasan perairan laut diluar perairan pelabuhan dan wisata
bahari mengacu kepada Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut.
Tabel 3.3 Baku Mutu Air Laut untuk Perairan Pelabuhan
Parameter Baku Mutu
FISIKA
Kecerahan >3 m

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 35

SMKN 13 Bandung
Kebauan Tidak berbau
Padatan Tersuspensi Total 80 mg/L
Suhu Alami
KIMIA
pH 6,5 – 8,5
Salinitas Alami
Ammonia Total 0,3 mg/L
Sulfida 0,03 mg/L
Hidrokarbon Total 1 mg/L
Senyawa Fenol Total 0,002 mg/L
Surfaktan 1 mg/L MBAS
Minyak dan Lemak 5 mg/L
TBT (tri Butyl Tin) 0,1µg/L
LOGAM TERLARUT
Raksa (Hg) 0,003 mg/L
Cadmium (Cd) 0,01 mg/L
Tembaga (Cu) 0,05 mg/L
Timbal (Pb) 0,05 mg/L
Seng (Zn) 0,1 mg/L
BIOLOGI
Coliform Total 1000 MPN/100 ml
(Sumber : Kepmen NLH No.51 Tahun 2004 Tentang Baku Mutu Air
Laut)
Tabel 3.4 Baku Mutu Air Laut untuk Wisata Bahari
Parameter Baku mutu

FISIKA
Warna 30 Pt.Co
Bau Tidak berbau
Kecerahan >6m
Kekeruhan 5 NTU
Padatan tersuspensi Total 20 mg/L

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 36

SMKN 13 Bandung
Suhu Alami
KIMIA
pH 7 – 8,5
Salinitas Alami
Oksigen terlarut (DO) >5 mg/L
BOD5 10 mg/L
Fosfat 0,15 mg/L
Nitrat 0,008 mg/L
PAH (Poliarimatik 0,003 mg/L
Hidrokarbon)
Surfaktan 0,001 mg/L MBAS
Minyak & lemak 1 mg/L
Logam terlarut
Raksa (Hg) 0,002 mg/L
Kromium Heksavalen 0,002 mg/L
Arsen (As) 0,025 mg/L
Cadmium (Cd) 0,002 mg/L
Tembaga (Cu) 0,050 mg/L
Timbal (Pb) 0,005 mg/L
Seng (Zn) 0,095 mg/L
Nikel (Ni) 0,075 mg/L
Biologi
E. Coliform (faecal) 200 MPN/100mL
Coliform (total) 1000 MPN/mL
Radio nuklida
Komposisi yang tidak 4Bq/L
diketahui
(sumber: Kepmen NLH No.51 Tahun 2004 Tentang Baku Mutu Air
Laut)

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 37

SMKN 13 Bandung
3.3 Metode Analisis
3.3.1 Derajat Keasaman (pH)
pH adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan
tingkat keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu zat atau
larutan. Air murni bersifat netral, dengan pH-nya pada suhu 25 °C
ditetapkan sebagai 7,0. Larutan dengan pH kurang daripada tujuh
disebut bersifat asam, dan larutan dengan pH lebih daripada tujuh
dikatakan bersifat basa atau alkali. pH 0 menunjukkan derajat
keasaman yang tinggi, dan pH 14 menunjukkan derajat kebasaan
tertinggi.
Nilai pH sering dipakai sebagai petunjuk untuk menyatakan baik
atau buruknya suatu perairan. Pengukuran pH secara kasar bisa
dilakukan dengan kertas pH indikator, pengukuran pH yang lebih
akurat biasa dilakukan dengan menggunakan pH meter.
pH meter adalah sebuah alat elektronik yang berfungsi untuk
mengukur pH (derajat keasaman atau kebasaan) suatu cairan
(ada elektroda khusus yang berfungsi untuk mengukur pH bahan
- bahan semi - padat). Sebuah pH meter terdiri dari sebuah
elektroda (probe pengukur) yang terhubung ke sebuah alat
elektronik yang mengukur dan menampilkan nilai pH.
3.3.2 Biochemical Oxygen Demand (BOD)
Biochemical Oxygen Demand menunjukkan jumlah oksigen dalam
satuan ppm yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk
memecahkan bahan-bahan organik yang terdapat di dalam air.
Pemeriksaan BOD diperlukan untuk menentukan beban
pencemaran akibat air buangan penduduk atau industri.
Penguraian zat organik adalah peristiwa alamiah, apabila suatu
badan air dicemari oleh zat oragnik, bakteri dapat menghabiskan
oksigen terlarut dalam air selama proses oksidasi tersebut yang
bisa mengakibatkan kematian ikan-ikan dalam air dan dapat
menimbulkan bau busuk pada air tersebut. Beberapa zat organik
maupun anorganik dapat bersifat racun misalnya sianida,

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 38

SMKN 13 Bandung
tembaga, dan sebagainya, sehingga harus dikurangi sampai
batas yang diinginkan.
Berkurangnya oksigen selama biooksidasi ini sebenarnya selain
digunakan untuk oksidasi bahan organik, juga digunakan dalam
proses sintesa sel serta oksidasi sel dari mikroorganisme. Oleh
karena itu uji BOD ini tidak dapat digunakan untuk mengukur
jumlah bahan-bahan organik yang sebenarnya terdapat di dalam
air, tetapi hanya mengukur secara relatif jumlah konsumsi oksigen
yang digunakan untuk mengoksidasi bahan organic tersebut.
Semakin banyak oksigen yang dikonsumsi, maka semakin banyak
pula kandungan bahan-bahan organik di dalamnya.
Oksigen yang dikonsumsi dalam uji BOD ini dapat diketahui
dengan menginkubasikan contoh air pada suhu 20 oC selama lima
hari. Untuk memecahkan bahan-bahan organik tersebut secara
sempurna pada suhu 20 oC sebenarnya dibutuhkan waktu lebih
dari 20 hari, tetapi untuk prasktisnya diambil waktu lima hari
sebagai standar. Inkubasi selama lima hari tersebut hanya dapat
mengukur kira-kira 68 persen dari total BOD (Sasongko, 1990).
Terdapat pembatasan BOD yang penting sebagai petunjuk dari
pencemaran organik. Apabila ion logam yang beracun terdapat
dalam sampel maka aktivitas bakteri akan terhambat sehingga
nilai BOD menjadi lebih rendah dari yang semestinya (Mahida,
1981). Pada Tabel di bawah. dapat dilihat waktu yang dibutuhkan
untuk mengoksidasi bahan organik di dalam air.
Pengujian BOD menggunakan metode Winkler-Alkali iodida azida,
adalah penetapan BOD yang dilakukan dengan cara mengukur
berkurangnya kadar oksigen terlarut dalam sampel yang disimpan
dalam botol tertutup rapat, diinkubasi selama 5 hari pada
temperatur kamar, dalam metode Winkler digunakan larutan
pengencer MgSO4, FeCl3, CaCl2 dan buffer fosfat. Kemudian
dilanjutkan dengan metode Alkali iodida azida yaitu dengan cara
titrasi, dalam penetapan kadar oksigen terlarut digunakan

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 39

SMKN 13 Bandung
pereaksi MnSO4, H2SO4, dan alkali iodida azida. Sampel dititrasi
dengan natrium tiosulfat memakai indikator amilum (Alaerts dan
Santika, 1984).

Gambar 3. 1 Waktu Yang Dibutuhkan Untuk Mengoksdasi Bahan –


Bahan Organic Pada Suhu 20oc

3.3.3 Fenol
Fenol atau asam karbolat atau benzenol adalah Kristal tak
berwarna yang memiliki bau khas. Rumus kimianya adalah
C6H5OH dan strukturnya memiliki gugus hidroksil (-OH) yang
berikatan dengan cincin fenil. Kata Fenol juga merujuk pada
beberapa zat yang memiliki cincin aromatic yang berikatan
dengan gugus hidroksil. Fenol memiliki sifat yang cenderung
asam, artinya dapat melepaskan ion H+ dari gugus hidroksilnya.
Pengeluaran ion tersebut menjadikan anion fenoksida yang dapat
dilarutkan dalam air.

Gambar 3. 2 Rumus Bangun Fenol

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 40

SMKN 13 Bandung
Senyawa fenol dapat ditemukan di perairan. Keberadaannya
dapat menjadi sumber pencemar yang membahayakan
kehidupan manusia maupun hewan air lainnya. Kadar fenol
maksimal yang diperbolehkan dalam air minum adalah 2 ppb dan
dalam air limbah adalah 0,1 - 1 ppm.
3.3.4 Ammonia
Ammonia adalah senyawa kimia dengan rumus NH3. Biasanya
senyawa ini didapati berupa gas tak berwarna dengan bau tajam
yang khas (disebut bau ammonia). Ammonia mempunyai titik
lebur -77,730C dan titik didih -33,340C. Ammonia umumnya
bersifat basa (pKb = 4,75), (pKa=9,25). Dalam wujud gas lebih
ringan dari udara, mudah mendidih dan mencampur, serta mudah
larut dalam air menjadi NH4OH dan terionisasi menjadi NH4+ dan
OH-.
Pada dasarnya, ammonia didalam air dapat berasal dari aktivitas
manusia seperti peternakan dan pertambangan batubara. Selain
itu juga berasal dari alam melalui proses biologis.
Ammonia didalam air merupakan racun bagi ikan dan plankton.
Selain itu dapat menaikan pH larutan, sehingga kehidupan
diperairan dapat mematikan hewan dan tumbuhan air pada
konsentrasi tinggi dapat menyebabkan eutrofikasi terhadap air.
3.3.5 Total Suspended Solid (TSS)
TSS (Total Suspended Solid) atau total padatan tersuspensi
adalah padatan yang tersuspensi di dalam air berupa bahan-
bahan organik dan anorganik yang dapat disaring dengan kertas
Millipore berpori - pori 0,45 μm atau lebih besar dari ukuran
partikel koloid.
Total suspended solid (TSS) dapat berupa komponen hidup
(biotik) seperti fitoplankton, zooplankton, bakteri, fungi, ataupun
komponen mati (abiotik) seperti detritus dan partikel - partikel
anorganik. Kandungan TSS dalam badan air sering menunjukan
konsentrasi yang lebih tinggi pada bakteri, nutrien, pestisida,

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 41

SMKN 13 Bandung
logam didalam air. Zat padat tersuspensi merupakan tempat
berlangsungnya reaksi - reaksi kimia yang heterogen, dan
berfungsi sebagai bahan pembentuk endapan yang paling awal
dan dapat menghalangi kemampuan produksi zat organik di suatu
perairan.
Materi yang tersuspensi mempunyai dampak buruk terhadap
kualitas air karena mengurangi penetrasi matahari ke dalam
badan air, kekeruhan air meningkat yang menyebabkan gangguan
pertumbuhan bagi organisme produser.
3.3.6 Chemical Oxygen Demand (COD)
Chemical oxygen Demand (COD) atau kebutuhan oksigen kimia
(KOK) merupakan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk
mengoksidasi zat - zat organik yang ada dalam sampel air atau
banyaknya oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat - zat
organik menjadi CO2 dan H2O.
COD sering dijadikan sebagai parameter penentu kualitas limbah.
Angka COD yang tinggi menunjukkan zat organik tinggi
menandakan pertumbuhan mikroorganisme tinggi yang berarti
dapat disimpulkan bahwa kualitas air semakin kurang baik. Selisih
nilai antara COD dan BOD memberikan gambaran besarnya
bahan organik yang sulit urai yang ada di perairan. Bisa saja nilai
BOD sama dengan COD, tetapi BOD tidak bisa lebih besar dari
COD. Jadi COD menggambarkan jumlah total bahan organik yang
ada.
3.3.7 Minyak dan Lemak
Lemak dan minyak adalah salah satu kelompok yang termasuk
pada golongan lipid, yaitu senyawa organik yang terdapat di alam
serta tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik non -
polar. Ekstraksi asam lemak yang terionisasi dapat dinetralkan
kembali dengan menambahkan asam sulfat encer sehingga
kembali menjadi tidak terionisasi dan kembali mudah diekstraksi
dengan pelarut non - polar. Lemak dan minyak merupakan

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 42

SMKN 13 Bandung
senyawaan trigliserida (3 molekul asam lemak dan 1 molekul
gliserol). Perbedaan antara lemak dan minyak yaitu:
1. Pada temperatur kamar lemak berwujud padat dan minyak
berwujud air.
2. Gliserida pada hewan berupa lemak (lemak hewani) dan
gliserida pada tumbuhan berupa minyak (minyak nabati).
3. Komponen minyak terdiri dari gliserida yang memiliki banyak
asam lemak tak jenuh sedangkan komponen lemak memiliki
asam lemak jenuh
3.3.8 Sulfida
Sulfida dalam air terbentuk dalam dua langkah reaksi ketika anion
sulfida (S2-) bereaksi secara reversible dengan air untuk
membentuk anion hidrosulfida (HS-) dan H2S terlarut.

Gambar 3. 3 Reaksi Sulfida Dalam Air

Dalam air yang kontak dengan udara beberapa H2S (aq) terlarut
akan terpartisi dengan udara sebagai H2S. Bau air dengan
minimal 0,5 ppm hidrogen sulfida terdeteksi seperti bau saluran
pembuangan. Pada konsentrasi 1 - 2 ppm, hidrogen sulfida
terlarut memberi bau telur busuk yang kuat di air dan membuat air
korosif terhadap logam dan semen.

Gambar 3. 4 Reaksi Hidrogen Sulfida Ang Terpartisi Dengan Udara

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 43

SMKN 13 Bandung
Tabel 3.6 Pembentukan Sulfida pada pH Tertentu

3.3.9 Analisa Klorida


Klorida dalam air biasanya terdapat sebagai garamnya. Dalam air
buangan, klorida tersebut biasanya berasal dari industri kertas
yang berupa gas klor. Banyaknya klor dalam air akan
menyebabkan kandungan garam dalam air meningkat, dan
meningkatnya kandungan garam dalam air dapat menyebabkan :
1. Air menjadi lebih sukar diproses osmosis.
2. Kematian kehidupan air karena hewan dan tumbuhan tidak
dapat menyerap air dengan proses osmosis.
3. Kematian tanaman pertanian apabila air itu dipergunakan untuk
mengairi tanaman air pertanian. Sebabnya, juga karena
tanaman itu tidak dapat menyerap air melalui proses osmosis.
Klorida dalam air ditetapkan secara argentometri, yaitu penentuan
kadar suatu zat dalam suatu larutan berdasarkan presipitasi
dengan larutan standar AgNO3. Ada 3 metoda yang dapat
dilakukan:
1. Metoda Mohr
2. Metoda Fajans
3. Metoda Volhard
Namun untuk penetapan klorida ini biasanya dilakukan dengan
metoda Mohr. Dasar titrasi pada metoda Mohr ini adalah
presipitasi bertingkat dari perak klorida dan perak kromat. Yaitu
perak klorida akan mengendap lebih dahulu sampai praktis semua

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 44

SMKN 13 Bandung
ion klorida habis terendapkan oleh ion perak dan baru kemudian
perak kromat mengendap. Ini dapat terjadi karena ksp AgCl lebih
kecil dari ksp Ag2CrO4.
Batas kandungan klorida dalam air yang diperbolehkan adalah
200 mg/L dan maksimum 600 mg/L. Apabila kadar klorida dalam
air tinggi kemungkinan air tersebut telah terkena kotoran, dan
dapat mengganggu indera rasa kita.
Senyawa halida, klorida dan fluorida merupakan senyawa -
senyawa umum yang terdapat pada perairan alami. Senyawa -
senyawa tersebut mengalami proses disosiasi dalam air
membentuk ion - ionnya. Ion klorida pada tingkat sedang relatif
mempunyai pengaruh kecil terhadap sifat - sifat kimia dan biologi
perairan. Kation dari garam-garam klorida dalam air terdapat
dalam keadaan mudah larut, dan ion klorida secara umum tidak
membentuk senyawa kompleks yang kuat dengan ion-ion logam.
Ion ini juga tidak dapat dioksidasi dalam keadaan normal dan tidak
bersifat toksik. Tetapi kelebihan garam-garam klorida ini dapat
menyebabkan penurunan kualitas air yang disebabkan oleh
tingginya Salinitas. Air ini tidak layak untuk air pengairan dan
keperluan rumah tangga.
3.3.10 Analisa Zat Organik
Senyawa organik adalah senyawa yang terdiri dari atom C, H, O,
N, S, P dan X, dengan atom karbon sebagai tulang punggungnya,
dan atom lain akan berikatan dengan atom karbon melalui ikatan
kovalen. Senyawa organik di dalam air banyak sekali jenisnya dari
mulai senyawa organik dengan rantai karbon pendek (seperti
trihalometan, metanol) sampai rantai panjang (seperti karbohidrat,
asam humat, dan sebagainya). Jenis dan banyaknya senyawa
organik sangat tergantung dari sumber pencemarnya, apakah
berasal dari kegiatan alamiah seperti penguraian dedaunan atau
dari kegiatan industri seperti pada zat organik dari warna tekstil.

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 45

SMKN 13 Bandung
Untuk mengetahui komposisi zat organik di dalam air atau
mengidentifikasinya tidak mudah, diperlukan prosedur analisis
yang tidak sederhana juga peralatan yang canggih, biaya yang
cukup mahal dan waktu pengerjaannya yang relatif lebih lama.
Oleh sebab itu pengukuran zat organik di dalam air lebih banyak
dilakukan pengukuran secara agregrat (umum), sedangkan untuk
pengukuran jenis senyawa organik individual hanya ditujukan
untuk pengukuran zat organik yang bersifat toksik seperti
pengukuran pestisida, triklormetan, polisklik aromatik, PCB dan
sebagainya.
Pengukuran zat organik secara umum ditujukan untuk mengetahui
konsentrasi zat organik di dalam air secara umum tanpa
mengetahui jenis senyawanya. Dasar pengukuran secara umum
adalah berdasarkan sifat atau karakteristik senyawa organik
secara umum. Contohnya senyawa organik, selalu mengandung
atom karbon sebagai tulang punggungnya dimana atom yang lain
akan berikatan dengan atom karbon secara kovalen. Berdasarkan
sifat tersebut, maka dilakukan pengukuran atom karbon dari
senyawa organiknya dan dikenal dengan parameter TOC (Total
Organic Carbon).
Secara umum, hampir semua senyawa organik bisa dioksidari
oleh oksidator kuat (KMnO4, K2Cr2O7). Maka berdasarkan sifat
tersebut dikenal parameter COD dan angka permanganat, yaitu
banyaknya oksidator yang diperlukan untuk mengoksidasi
senyara organik di dalam air. Dengan demikian parameter COD
digunakan untuk menunjukkan banyaknya zat organik di dalam
air (tanpa diketahui jenisnya) yang dapat dioksidasi oleh K 2Cr2O7
pada kondisi tertentu.
Sebagian dari zat organik dapat digunakan sebagai sumber energi
oleh sel mikroorganisme, seperti karbohidrat, lemak, dan protein.
Dengan demikian sebagian zat organik di dalam air dapat
diuraikan oleh mikroorganisme sebagai energi. Berdasarkan sifat

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 46

SMKN 13 Bandung
tersebut, maka dikembangkan prinsip pengukuran senyawa
organik di dalam air yang hanya ditujukan untuk pengukuran zat
organik yang dapat terurai (biodegradable) oleh mikroorganisme
pada kondisi tertentu, dikenal dengan parameter BOD
(Biochemical Oxygen Demand).
Pengukuran angka permanganat adalah pengukuran zat organik
dalam air dimana zat organik di dalam air dioksidasi oleh oksidator
kuat KMnO4 pada temperatur mendidik (±100oC) selama 10 menit.
Semakin banyak zat organik dalam air semakin banyak pula
oksidator KMnO4 yang dibutuhkan untuk mengoksidasi senyawa
organik.
Satuan yang digunakan untuk menyatakan banyaknya zat organik
adalah mg/L KMnO4 artinya yang dihitung adalah banyaknya mg
KMnO4 yang dibutuhkan untuk mengoksidasi senyawa organik
dalam 1 liter air, hal ini disebabkan karena tidak diketahui jenis
senyawa organik dalam air tersebut digunakan satuan mg/L
KMnO4 agar lebih praktis.
Kelemahan metoda ini adalah untuk senyawa organik yang
mudah menguap, tidak akan terukur karena akan menguap pada
pemanasan di dalam labu erlenmeyer terbuka. Adanya senyawa
anorganik yang dapat teroksidasi oleh KMnO4 akan terukur
sebagai senyawa organik seperti klorida, nitrit, sulfida, dan lain -
lain.
3.3.11 Analisa Kesadahan
Kesadahan air adalah kandungan mineral-mineral tertentu di
dalam air, umumnya ion kalsium (Ca) dan magnesium (Mg) dalam
bentuk garam karbonat. Air sadah atau air keras adalah air yang
memiliki kadar mineral yang tinggi, sedangkan air lunak adalah air
dengan kadar mneral yang rendah. Selain ion kalsium dan
magnesium, penyebab kesadahan juga bisa merupakan ion
logam lain maupun garam-garam bikarbonat dan sulfat. Metode
paling sederhana untuk menentukan kesadahan air adalah

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 47

SMKN 13 Bandung
dengan sabun. Dalam air lunak, sabun akan menghasilkan busa
yang banyak. Pada air sadah, sabun tidak akan menghasilkan
busa atau menghasilkan sedikit busa . Kesadahan air total
dinyatakan dalam satuan ppm berat per volume (w/v) dari CaCO3.
Kemudian untuk mengetahui jenis kesdahan ai adalah dengan
pemanasan. Jika ternyata setelah dilakukan pemanasan, sabun
tetap sukar berbuih, berarti air yang digunakan adalah air sadah
tetap.
Air sadah tidak begitu berbahaya untuk diminum, namun dapat
menyebabkan beberapa masalah. Air sadah dapat menyebabkan
pengendapan mineral, yang menyebabkan pengendapan mineral,
yang menyumbat saluran pipa dan kran. Air sadah juga
menyebabkan pemborosan sabun di rumah tangga, dan air sadah
yang bercampur sabun tidak dapat membentuk busa, tetapi malah
mengendap membentuk gumpalan soap scum (sampah sabun)
yang sukar dihilangkan. Efek ini timbul karena ion 2+
menghancurkan sifat surfaktan dari sabun dengan membentuk
endapan padat (sampah sabun).
Dalam industri, kesadahan air yang digunakan diawasi dengan
ketat untuk mencegah kerugian. Pada industri yang menggunakan
ketel uap, air yang digunakan harus terbebas dari kesadahan. Hal
ini dikarenakan kalsium dan magnesium karbonat cendeerung
mengendap pada permukaan pipa dan permukaan penukaran
panas.

 Jenis – Jenis Kesadahan Air


Pengembangan jenis kesadahan air digolongkan menjadi 2
berdasarkan anion yang diikat oleh kation (ca2+ atau Mg2+),

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 48

SMKN 13 Bandung
yaitu air sadah sementara dan air sadah tetap. Berdasarkan
sifatnya, kesadahan dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
1. Air Sadah Sementara
Air sadah sementara adalah air sadah yang mengandung
ion bikarbonat (HCO3-), atau boleh jadi air tersebut
mengandung senyawa kalsium bikarbonat (Ca(HCO3)2)
dan atau magnesium bikarbonat (Mg(HCO3)2). Air yang
mengandung ion atau senyawa – senyawa tersebut disebut
air sadah sementara karena kesadahannya dapat
dihilangkan dengan pemanasan air, sehingga air tersebut
terbebas dari ion Ca2+ dan Mg2+.
2. Air Sadah Tetap
Air sadah tetap adalah air sadah yang mengandung anion
selain anion bikarbonat, misalnya dapat berupa ion Cl-,
NO3- dan SO42-. Berarti senyawa yang terlarut boleh jadi
berupa kalsium klorida (CaCl2). Kalsium nitrat Ca(NO3)2),
kalsium sulfat (CaSO4), magnesium klorida (MgCl2),
magnesium nitrat (Mg(NO3)2), dan magnesium sulfat
(MgSO4). Air yang mengandung senyawa-senyawa
tersebut disebut air sadah tetap, karena kesadahannya
tidak bisa dihilangkan dengan pemanasan. Untuk
membebaskan air tersebut dari kesadahan, harus
dilakukan dengan cara kimia, yaitu dengan mereakskan air
tersebut dengan zat-zat kimia tertentu. Pereaksi yang
digunakan adalah larutan karbonat yaitu Na2CO3 atau
K2CO3. Penambahan larutan karbonat diimaksudkan
untuk mengendapkan ion Ca2+ dan Mg2+. Dengan reaksi:
CaCl2 + Na2CO3 CaCO3 + 2NaCl
Mg(NO3)2 + K2CO3 MgCO3 + 2KNO3
Dengan terbentuknya endapan CaCO3 atau MgCO3 berarti
air tersebut telah terbebas dari ion Ca2+ dan Mg2+.

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 49

SMKN 13 Bandung
Air yang mengandung ion-ion kalsium dan magnesium
dalam jumlah lebih dari 17,1 ppm disebut sebagai air
sadah. Adanya ion-ion tersebut dalam air sadah dapat
mengganggu kesehatan seperti terjadinya endapan kapur
pada ginjal atau saluran kencing. Proses ini tidak lepas dari
siklus hidrologi, Air hujan yang sampai ke bumi ada yang
melimpas ada juga yang meresap ketanah. Ketika
mengalir di lapisan tanah atas, di dalam air terjadi aktivitas
mikroba yang menghasilkan karbondioksida (CO2). Air dan
Karbondioksida ini lantas membentuk asam karbonat
(H2CO3). Asam inilah yang bereaksi dengan batu kapur,
gamping (CaCO3, MgCO3) menjadi kalsium bikarbonat
(CaHCO3)2 dan magnesium karbonat (Mg(HCO3)2.
3.3.12 Analisa Besi Total
Besi merupakan unsur yang banyak terdapat dalam tanah, tetapi
hanya sedikit yang yang terlarut dalam air. Bentuk besi dalam air
dalam bentuk valensi 2+ dan valensi 3+ , tergantung pada pH dan
kondisi potensial redoks dalam air.
Air tanah pada umumnya mengandung Fe2+ yang terlarut dalam
air, jika air sumur tersebut berkontak dengan oksigen di atmosfer
maka potensial elektroda dalam air akan meningkat, sehingga
Fe2+ akan teroksidasi membentuk Fe3+, yang terhidrolisa menjadi
Fe(OH)3 yang tersuspensi dalam air, sehingga air tanah yang
semula jernih berubah menjadi keruh dan berwarna kekuning-
kunigan.
Adanya besi dalam air akan mengganggu dalam penggunaan air
tersebut, misalnya jika digunakan dalam mencuci pakaian maka
akan terjadi noda - noda dipermukaan kain dari endapan besi.
Pada air permukaan jarang ditemui kadar Fe lebih besar dari 1
mg/L, tetapi di dalam air tanah kadar Fe dapat jauh lebih tinggi.
Konsentrasi Fe yang tinggi ini dapat dirasakan dan dapat menodai
kain dan perkakas dapur. Adanya besi yang terlalu banyak akan

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 50

SMKN 13 Bandung
menimbulkan masalah dalam pemakaian, misalnya menyebabkan
noda - noda pada pakaian, kertas atau peralatan serta berasa
logam dan air dapat berbau amis atau anyir.
Sebenarnya zat besi adalah zat yang bukan bersifat racun, tapi
jika kadar besi dalam air itu mengandung lebih dari 1 mg/L maka
air itu berbahaya jika digunakan sebagai air minum. Kadar besi
dalam air minum dianjurkan tidak melebihi 1 mg/L.
Sifat kimia air dari besi adalah sifat redoks, pembentukan
kompleks, metabolisme oleh mikroorganisme dan pertukaran dari
besi antara fasa padat yang mengandung besi karbonat,
hidroksida dan sulfida.
3.3.13 Analisa Mangan
Mangan dalam tanah, kebanyakan dalam bentuk mangan
dioksida yang sukar larut dalam air. Tetapi karena dalam kondisi
anaerobik maka mangan dioksida tersebut dapat direduksi
menjadi mangan bervalensi 2+ yang larut dalam air. Di dalam air
tanah juga mengandung mangan, hal ini dibantu oleh adanya
penguraian zat organik oleh mikroorganisme, sehingga terbentuk
CO2 dan kondisi anaerobik, sehingga mangan dioksida dapat larut
dalam air tanah sebagai mangan bervalensi 2+.
Mangan sifatnya hampir sama dengan besi. Mn dalam air bila
teroksidasi akan menimbulkan endapan kecokelatan dari MnO 2.
Bila kadar Mn dalam air lebih dari 0,5 ppm akan menimbulkan
noda pada pakaian/kertas berupa titik cokelat yang sukar
dihilangkan. Dalam konsentrasi yang lebih tinggi akan bersifat
racun.
Toksisitas Mangan (Mn), relatif sudah tampak pada konsentrasi
rendah. Dengan demikian tingkat kandungan Mn yang diizinkan
dalam air yang digunakan untuk keperluan domestik sangat
rendah, yaitu dibawah 0,05 mg/L. Dalam kondisi aerob mangan
dalam perairan terdapat dalam bentuk MnO2 dan pada dasar
perairan tereduksi menjadi Mn2+ atau dalam air yang kekurangan

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 51

SMKN 13 Bandung
oksigen (DO rendah). Oleh karena itu pemakaian air yang berasal
dari dasar suatu sumber air, sering ditemukan mangan dalam
konsentrasi tinggi. Air yang berasal dari sumber tambang asam
dapat mengandung mangan terlarut dan pada konsentrasi ± 1
mg/L dapat ditemukan pada perairan dengan aliran yang berasal
dari tambang asam. Pada pH yang agak tinggi dan kondisi aerob
terbentuk mangan yang tidak larut seperti, MnO2, Mn3O4 atau
MnCO3 meskipun oksidasi dari Mn2+ itu berjalan relatif lambat.
3.3.14 Analisa Sulfat
Ion sulfat dalam air merupakan salah satu dari anion major yang
umum terdapat di air alam. Dalam penyediaan air minum, sulfat
merupakan parameter penting, karena dampak dari anion sulfat
bersifat laxative, dapat mengganggu pencernaan, jika dalam
konsentrasi berlebih. Oleh sebab itu, konsentrasi sulfat dalam air
minum dibatasi maksimum 250 mg/L. Adanya sulfat yang tinggi di
dalam air untuk keperluan industri akan menyebabkan
pembentukan kerak di dalam boiler atau heat exchanger.
Sulfat di dalam air sering dihubungkan dengan masalah
pengelolaan air limbah, dimana sulfat dengan konsentrasi tinggi
dalam air limbah dalam suasana anaerobik dan dengan bantuan
mikroorganisme akan tereduksi membentuk hidrogen sulfida yang
berbau dan bersifat korosif.
Sulfat di dalam air dapat berasal dari mineral tanah yang larut
dalam air, atau dapar berasal dari mineral sulfida dalam tanah
yang akan teroksidasi oleh oksigen dan bantuan bakteri
membentuk sulfat, yang akan terbawa oleh air hujan dalam bentuk
asam sulfat, dan menyebabkan air bersifat asam, hal ini sering
terjadi di dalam dunia pertambangan sebagai pembentukan air
asam tambang.
3.3.15 Analisa Fluorida
Banyaknya fluorida dalam air diperbolehkan antara 1 - 1,5 mg/L.
Jika lebih besar dari itu maka fluorida itu bersifat racun, dan juga

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 52

SMKN 13 Bandung
akan menyebabkan penyakit gigi, yang biasa disebut fluorosa
atau motle enamal. Tanda - tanda penyakit ini mula - mula gigi
kelihatan putih seperti kapur tapi tidak seluruhnya atau berupa flek
- flek putih saja. Semakin hebat serangannya gigi menjadi coklat,
kalau lebih hebat lagi gigi menjadi hitam. Disamping perubahan
warna, juga email gigi menjadi sangat keras hingga mudah patah
atau rapuh/getas.
Kadar fluorida lebih kecil dari 0,5 mg/L maka akan menyebabkan
penyakit gigi yang dinamakan carries, yaitu penyakit gigi akibat
kekurangan fluorida. Tanda - tanda penyakit ini adalah gigi
menjadi berlubang.
3.3.16 Analisa Nitrit
Nitrit adalah bentuk tingkat oksidasi menengah, baik dalam
oksidasi amoniak menjadi nitrat atau dalam reduksi nitrat.
Oksidasi dan reduksi seperti ini dapat terjadi dalam instalasi
pengolahan air limbah, sistem distribusi air dan air alam. Nitrit
dapat memasuki system penyediaan air melalui penggunaannya
sebagai inhibitor korosi dalam industri proses air. Nitrit adalah
agen etimologis aktual dari metoglobinemia.
Asam Nitrous, yang terbentuk dari Nitrit dalam larutan asam,
dapat bereaksi dengan amina sekunder (RR’NH) membentuk
(RR’N-NO), yang diketahui bersifat karsinogenik. Signifikasi sifat
toksikologi dari reaksi nitrosasi inviro dan dalam lingkungan alami
adalah subjek dari perhatian dan penelitian saat ini.

3.3.17 Analisa Nitrat


Nitrat (NO3) ion anorganik alami, yang merupakan bagian dari
siklus nitrogen. Aktifitas mikroba di tanah atau air menguraikan
sampah yang mengandung nitrogen organik pertama - pertama
menjadi amonia, kemudian dioksidasikan menjadi nitrit dan nitrat.
Oleh karena nitrit dapat dengan mudah dioksidasikan menjadi
nitrat, maka nitrat adalah senyawa yang paling sering ditemukan
di dalam air bawah tanah maupun air yang terdapat di permukaan.

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 53

SMKN 13 Bandung
Pencemaran oleh pupuk nitrogen, termasuk ammonia anhidrat
seperti juga sampah organik hewan maupun manusia, dapat
meningkatkan kadar nitrat di dalam air.
Nitrat menyebabkan kualitas air menurun, menurunkan oksigen
terlarut, penurunan populasi ikan, bau busuk, rasa tidak enak.
Analisis kadar nitrat dalam air dilakukan berdasarkan metoda
kolorimetri, yaitu berdasarkan pengukuran panjang gelombang
senyawa kompleks berwarna yang terbentuk antara senyawa
nitrat dan senyawa kimia lainnya sebagai sebagai pereaksi
pembentuk kompleks. Dalam analisis ini senyawa kompleks kimia
yang terbentuk berwarna ungu.
Untuk reduksi nitrat perlu untuk mengaktifkan logam awal dengan
penambahan sebuah logam yang bertindak sebagai promotor.
Logam yang sering digunakan sebagai promotor katalis palladium
dalam reaksi denitrifikasi adalah Cu, Sn, In dan Zn. (Prüse, 2000;
Pintar, 2004; Strukul, 2000). Promotor terbaik untuk reaksi reduksi
nitrat dalam pola selektivitas adalah timah. Selain penggunaan
logam promotor, aktivitas suatu katalis dapat ditingkatkan dengan
cara memberikan pendukung (support).
Senyawa nitrat dalam contoh uji direduksi menjadi nitrit oleh
butiran kadmium (Cd) yang dilapisi dengan tembaga (Cu) dalam
suatu kolom. Agar reduksi berjalan dengan baik, maka kecepatan
tetes 100 mL pada contoh air berkisar antara 8 - 12 menit, jika
kecepatan tetes lebih dari 100 mL/12 menit, maka butir kadmium
perlu dipadatkan. Jika kecepatan tetesan kurang dari 100 mL/8
menit maka butir cadmium pada kolom reduksi harus dikurangi
kepadatannya, kemudian kolom tersebut diisi lagi dengan larutan
NH4Cl, dan siap untuk digunakan.
Efisiensi (kemampuan reduksi) kolom reduksi, sangat tergantung
pada kebersihan kadmium/kuper(II) sulfat – 5 - hidrat, pemakaian
yang berulang ulang dari kolom reduksi akan menyebabkan

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 54

SMKN 13 Bandung
cadmium/kuper(II) sulfat – 5 - hidrat jenuh, sehingga
kemampuannya untuk mereduksi nitrat semakin kecil dan lamban.
Unsur Ca, Fe, dan logam lainnya dengan kadar lebih besar dari 5
mg/L dapat menggangu proses reduksi nitrat menjadi nitrit. Selain
ion - ion logam tersebut pengganggu lain dapat berupa minyak
dan dapat dihilangkan dengan ekstraksi pada contoh air tersebut.
Klor aktif dapat mengoksidasikan permukaan butir Cd, maka klor
aktif perlu dihilangkan melalui penambahan zat pereduksi seperti
Na2S2O3.
3.3.18 Surfaktan
Surfaktan (surface active agent) merupakan zat aktif permukaan
yang mempunyai gugus yang berbeda yaitu hidrofilik (suka air),
gugus yang tertarik pada senyawa polar dan hidrofobik (suka
lemak), gugus yang tertarik pada senyawa non polar, Surfaktan
berfungsi menghilangkan atau mengendapkan kotoran dalam
larutan dan sebagai pengemulsi (Timurti Betty Cahya dkk. 2009).
Surfaktan yang digunakan pada deterjen adalah jenis surfaktan
anionik yaitu LAS (Linier Alkil Benzena Sulfonat). Surfaktan
anionik dalam deterjen ini berfungsi sebagai zat pembasah yang
akan masuk ke dalam ikatan antara serat kain dan kotoran yang
menyebabkan kotoran menjadi menggulung sehingga menjadi
besar dan akhirnya terlepas dari serat kain.
Deterjen biasanya menggunakan jenis surfaktan alkylbenzene
sulphonate (ABS) yang bersifat resisten terhadap dekomposisi
biologis. Hal ini bisa berarti jika ABS atau alkilbenzene sulfonat ini
sukar diuraikan secara biologis oleh bakteri. Dewasa ini, surfaktan
jenis ABS telah digantikan oleh linear alkyl sulphonate (LAS) yang
dapat diuraikan oleh bakteri secara biologis (biodegradeble). LAS
memiliki tingkat biodegradasi sebesar 90% sedangkan ABS hanya
sebesar 50 - 60%. Surfaktan juga memiliki dampak negatif antara
lain:

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 55

SMKN 13 Bandung
• Mengganggu transfer gas di dalam sel. Jika surfaktan bereaksi
dengan seldan membran sel maka surfaktan akan menganggu
pertukaran gas yang berlangsung antar sel. Pertukaran oksigen
yang tidak berlangsung dengan lancar akan mengakibatkan
pertumbuhan sel terhambat.
• Surfaktan dapat menyebabkan permukaan kulit kasar, hilangnya
kelembaban alami kulit, dan meningkatkan permeabilitas
permukaan luar.
• Derajat keasaman (pH) deterjen yang tinggi menyebabkan
tangan iritasi (panas, gatal, dan mengelupas).
Selain surfaktan deterjen juga mengandung builder (bahan
pembentuk). Builder berfungsi meningkatkan efisiensi pencuci
dari surfaktan dengan cara menonaktifkan mineral penyebab
kesadahan air. Contoh dari builder adalah Sodium tri
polyphosphate (STPP), Nitril tri acetate (NTA), Ethylene diamine
tetra acetate (EDTA), zeolit, dan asam sitrat. Air yang
mengandung fosfat dapat menyebabkan keracunan apabila
terminum oleh manusia. Menurut Damin Sumardjo (2008:630),
persenyawaan fosfat anorganik yang dipakai sebagai builder
(bahan pengawet busa) ternyata dapat mencemari air seperti
persenyawaan fosfat anorganik yang terdapat pada pupuk.
Pencemaran ini membuat air di sungai menjadi bau. Bau busuk ini
berasal dari gas NH3 dan H2S yang berasal dari peruraian bakteri
anaerob. Air sungai yang tercemar sulit dimanfaatkan oleh
masyarakat untuk memenuhi kebutuhan air sehari - hari.
Menurut Petra Widmer dan Heinz Frick (2007:42), deterjen terurai
dalam hitungan minggu hingga bulanan sedangkan persyaratan
ekolabel memberikan jangka waktu peruraian limbah deterjen di
lingkungan alam hanya dua hari. Deterjen dalam air buangan
dapat meresap ke air tanah atau sumur - sumur di masyarakat. Air
yang tercemar limbah deterjen tidak baik bagi kesehatan karena

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 56

SMKN 13 Bandung
dapat menyebabkan kanker. Kanker ini diakibatkan oleh
menumpuknya surfaktan di dalam tubuh manusia.
Analisis kadar kandungan surfaktan anionik pada detergen yang
terdapat dalam air detergen dapat dilakukan dengan
menggunakan metode spektrofotometri. Pereaksi yang digunakan
untuk analisis sulfaktan anionik secara spektrofotometri adalah
metilen biru atau malasit hijau. Metilen biru dan malasit hijau
merupakan senyawa organik hidrofob dan mempunyai gugus
ammonium kwartener yang memungkinkan lebih selektif dan
kuantitatif untuk membentuk suatu asosiasi ion dengan sulfaktan
yang mempunyai hidrokarbon yang panjang, karena semakin
panjang rantai hidrokarbon suatu senyawa, makin hidrofob
senyawa tersebut dan semakin kuat tambatannya dengan ion
lawan yang mempunyai hidrofobilitas yang besar. Sehingga
memungkinkan sulfaktan anionik akan memiliki selektifitas yang
tinggi dengan menggunakan pengompleks malasit hijau
membentuk suatu asosiasi ion. Reaksi yang terjadi antara
sulfaktan dan metilen biru atau malasit hijau merupakan reaksi
pasangan ion yang terjadi akibat gaya elektrostatis antara ion
logam dengan counter ion (ion lawan). Reaksi asosiasi ion dalam
proses ekstraksi pelarut berdasarkan pada interaksi elektrostatis
antara komponen penyusunnya dan sifat hidrofobik kompleks
assosiasi ion. Semakin besar gaya elektrostatis antara komponen
- komponen penyusun kompleks asosiasi ion semakin dekat
jaraknya dan kompleks asosiasi ion yang terbentuk semakin kuat.
Kompleks asosiasi ion cukup stabil dalam pelarut kurang polar.
Jika berada dalam pelarut polar seperti air, komponen penyusun
dari kompleks pasangan ion berada dalam bentuk ionik dan ion
lawan dan tidak dapat dideteksi sebagai satu kasatuan. Kompleks
pasangan ion akan terjadi apabila senyawa ionik dan ion lawan
berada dalam pelarut organik dengan adanya gaya elektrostatik
(Dewi, 2010).

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 57

SMKN 13 Bandung
Prinsip dari prosedur analisis ini adalah Surfaktan anionik bereaksi
dengan warna biru metilen membentuk pasangan ion baru yang
terlarut dalam pelarut organik, Intensitas warna biru yang
terbentuk diukur dengan spektrofotometer dengan panjang
gelombang terntentu. Serapan yang terukur setara dengan kadar
surfaktan anionik.
3.3.19 TDS (Total Dissolve Solid)
TDS (Total Dissolve Solid) yaitu ukuran zat terlarut (baik itu zat
organik maupun anorganik) yang terdapat pada sebuah larutan.
Umumnya berdasarkan definisi di atas seharusnya zat yang
terlarut dalam air (larutan) harus dapat melewati saringan yang
berdiameter 2 mikrometer. Total padatan terlarut merupakan
bahan - bahan terlarut dalam air yang tidak tersaring dengan
kertas saring millipore dengan ukuran pori 0,45 μm. Padatan ini
terdiri dari senyawa - senyawa anorganik dan organik yang terlarut
dalam air, mineral dan garam-garamnya. Penyebab utama
terjadinya TDS adalah bahan anorganik berupa ion - ion yang
umum dijumpai di perairan. Sebagai contoh air buangan sering
mengandung molekul sabun, deterjen dan surfaktan yang larut air,
misalnya pada air buangan rumah tangga dan industri pencucian.

Banyak zat terlarut yang tidak diinginkan dalam air. Mineral, gas,
zat organik yang terlarut mungkin menghasilkan warna, rasa dan
bau yang secara estetis tidak menyenangkan. Beberapa zat kimia
mungkin bersifat racun, dan beberapa zat organik terlarut bersifat
karsinogen. Cukup sering, dua atau lebih zat terlarut khususnya
zat terlarut dan anggota golongan halogen akan bergabung
membentuk senyawa yang bersifat lebih dapat diterima daripada
bentuk tunggalnya (Misnani, 2010).

Konduktivitas listrik air atau DHL (Daya Hantar Listrik) secara


langsung berhubungan dengan konsentrasi padatan terlarut yang

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 58

SMKN 13 Bandung
terionisasi dalam air. Ion dari konsentrasi padatan terlarut dalam
air menciptakan kemampuan pada air untuk menghasilkan arus
listrik yang dapat diukur menggunakan konduktometer. Elektrikal
konduktiviti ini adalah mengukur konduktivitas listrik bahan -
bahan yang terkandung dalam air. Semakin banyak bahan
(mineral logam maupun nonlogam) dalam air, maka hasil
pengukuran akan semakin besar pula. Sebaliknya, bila sangat
sedikit bahan yang terkandung dalam air maka hasilnya
mendekati nol, atau yang kita sebut dengan air murni (pure water)
(Insan, 2008).
3.2.20 Fosfat dan Orthophospat
Fosfat adalah unsur dalam suatu batuan beku (apatit) atau
sedimen dengan kandungan fosfor ekonomis. Biasanya,
kandungan fosfor dinyatakan sebagai bone phosphate of lime
(BPL) atau triphosphate of lime (TPL), atau berdasarkan
kandungan P2O5. Fosfat apatit termasuk fosfat primer karena
gugusan oksida fosfatnya terdapat dalam mineral apatit
(Ca10(PO4)6.F2) yang terbentuk selama proses pembekuan
magma. Kadang kadang, endapan fosfat berasosiasi dengan
batuan beku alkali kompleks, terutama karbonit kompleks dan
sienit.
Fosfor tidak terdapat dalam bentuk elemen bebas di alam, tetapi
terdistribusi secara luas dalam batuan, mineral, tumbuhan, dan
makhluk hidup lainnya. Fosfor yang terdapat bebas di alam,
terutama di air, dominan berada di dalam bentuk senyawa PO43-
(phosphate; fosfat). Karena itu penggunaan istilah ‘fosfat’ lebih
umum digunakan. Fosfat terdapat dalam jumlah yang signifikan
pada efluen pengolahan air buangan domestik. Komposisi dari
input fosfor dapat berasal dari, Industri 7,3 %, Derivasi deterjen 40
%, Buangan manusia 44 % dan Pembersih rumah 6,7 %. (Sumber
: Dojlido dan Best, 1993).

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 59

SMKN 13 Bandung
Selain itu di air limbah domestik murni, jumlah fosfor total dapat
berkisar antara 15 mg P/L, sedangkan pada air limbah tercampur,
antara domestic dan industri, konsentrasi fosfor dapat mencapai
50 mg P/L. Jenis analisa yang akan diuraikan disini cukup
sederhana dan terdiri dari 4 langkah bertahap yang dapat
digabungkan, sehingga setiap unsur fosfat dapat ditentukan.
Langkah tersebut antara lain adalah:
 Penyaringan pendahuluan pada filter membran untuk
memisahkan fosfat terlarut yang tersuspensi;
 Hidrolisa pendahuluan untuk merubah polifosfat menjadi
ortofosfat;
 Peleburan pendahuluan dengan asam sulfat untuk merubah
semua polifosfat serta fosfat organis menjadi ortofosfat;
3.3.20 Analisa Boron
Boron adalah merupakan unsur kimia dalam unsur berkala yang
mempunyai simbol B dan nomor atom 5. Boron memiliki massa
atom sebesar 10.81 g/mol, titik lebur 2076 °C dan titik didih 3927
°C. Boron merupakan unsur non-logam dan merupakan satu-
satunya non-logam dari golongan IIIA tabel periodik unsur. Boron
berada dalam kondisi kekurangan elektron karena memiliki p-
orbital kosong. Unsur ini memiliki beberapa bentuk, dengan yang
paling umum adalah boron amorf berwujud bubuk gelap, tidak
reaktif terhadap oksigen, air, asam dan basa. Boron bereaksi
dengan logam untuk membentuk borida. Pada suhu kamar, boron
adalah konduktor listrik yang buruk tetapi merupakan konduktor
yang baik pada suhu tinggi.
Di alam banyak ditemukan dikombinasikan dengan oksigen dan
unsur lainnya, unsur-unsur pembentuk yang berbeda senyawa
yang disebut borat. Borat didistribusikan secara luas di alam,
terdapat di lautan, batuan sedimen, batubara, serpih dan
beberapa tanah. Rata-rata konsentrasi boron dalam batuan

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 60

SMKN 13 Bandung
bervariasi dari 5 mg/ Kg pada basal sampai 100 mg/ Kg pada
serpih. Di laut, konsentrasi boron adalah sekitar 4,5 mg/ L.
Salah satu contoh senyawa dari boron adalah natrium tetraborat
dekahidrat Na2B4O7.10H2O, atau boraks. Boraks digunakan untuk
isolasi fiberglass dan pemutih natrium perborate. Senyawa boron
juga dapat digunakan dalam sintesis organik, dalam pembuatan
suatu jenis kaca, dan sebagai pengawet kayu.
Boron (B) adalah mikronutrien, tetapi juga dapat menjadi racun
bagi tanaman dan hewan pada konsentrasi tinggi. Boron juga
merupakan limbah beracun yang berdampak buruk bagi
lingkungan.
Analisis boron dalam air dapat menggunakan metode
spektrofotometri dengan pereaksi kurkumin, atom boron akan
bereaksi dengan kurkumin pada suasana asam membentuk
kompleks stabil boro-kurkumin yang berwarna coklat merah.
Larutan yang terbentuk dapat diukur serapannya pada panjang
gelombang tertentu
3.3.20 Silikat
Silikon (Si) tidak terdapat bebas di alam, melainkan sebagai silikat
(SiO2) dalam bentuk kristal kasar (kuarsa, batu kristal, amethyst,
dan lain-lain) dan mikrokristal kuarsa (flint, chert, jasper, dan lain-
lain) yang merupakan komponen utama penyusun pasir dan batu
pasir. Si ditemukan dalam bentuk kombinasi dengan unsur-unsur
lain dalam silikat seperti feldspar, hornblende, mika, asbes, dan
mineral liat lainnya. Silikat juga terikat pada batu seperti granit,
basalt, dan shale. Dalam analisis sedimen, tanah, dan air, Si
umumnya dilaporkan sebagai SiO2. Kelimpahan silika pada batuan
bervariasi mulai dari 7-80 %, di tanah 50-80 %, dan pada air
permukaan atau air tanah kelimpahan silika mencapai 14 mg/L.

Silika terlarut umumnya dalam bentuk H4SiO4 dan H3SiO4-. Garam


tersebut dapat bereaksi dengan magnesium (Mg) membentuk

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 61

SMKN 13 Bandung
endapan pada mesin boiler atau turbin uap. Silika merupakan
unsur yang tidak terlalu penting bagi tanaman tetapi sangat
penting bagi sebagian besar hewan. Paparan kronis debu silika
sangat beracun bagi tubuh. US EPA menysaratkan agar air
minum tidak boleh mengandung silika.
Prosedur ini memberikan penjelasan mengenai analisis silika
menggunakan amonium molibdat. Metode ini direkomendasikan
untuk air murni/perairan alami yang mengandung 0,4-25
mgSiO2/L. Rentang metode dapat diperluas dengan
menggunakan teknik pengenceran sampel atau penggunaan
kuvet yang lebih besar.
Tabel 1. Ukuran Kuvet disesuaikan dengan Konsentrasi Silika
Ukuran Kuvet Konsentrasi Silika
(cm) (µg/L)
1 200 - 1300
2 100 – 700
5 40 – 250
10 20 – 130

Metode analisis ini cukup sederhana dan cepat, namun, warna


kuning yang dihasilkan dari metode ini memiliki stabilitas yang
rendah. Metode ini juga dipengaruhi oleh gangguan tanin, warna,
dan kekeruhan. Gangguan tersebut dapat dihilangkan sesuai
langkah pada poin 3.
3.3.21 Logam Berat Dengan Menggunakan AAS
 AAS
Spektrofotometri Serapan Atom (AAS) adalah suatu metode
analisis yang didasarkan pada proses penyerapan energi
radiasi oleh atom-atom yang berada pada tingkat energi dasar
(ground state). Penyerapan tersebut menyebabkan
tereksitasinya elektron dalam kulit atom ke tingkat energi yang
lebih tinggi. Keadaan ini bersifat labil, elektron akan kembali ke

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 62

SMKN 13 Bandung
tingkat energi dasar sambil mengeluarkan energi yang
berbentuk radiasi.
Dalam AAS, atom bebas berinteraksi dengan berbagai bentuk
energi seperti energi panas, energi elektromagnetik, energi
kimia dan energi listrik. Interaksi ini menimbulkan proses-
proses dalam atom bebas yang menghasilkan absorpsi dan
emisi (pancaran) radiasi dan panas. Radiasi yang dipancarkan
bersifat khas karena mempunyai panjang gelombang yang
karakteristik untuk setiap atom bebas (Basset, 1994).
Spektrofotometri molekuler pita absopsi inframerah dan UV-
tampak yang di pertimbangkan melibatkan molekul poliatom,
tetapi atom individu juga menyerap radiasi yang menimbulkan
keadaan energi elektronik tereksitasi. Spectra absorpsi lebih
sederhana dibandingakan dengan spectra molekulnya karena
keadaan energi elektronik tidak mempunyai sub tingkat vibrasi
rotasi. Jadi spectra absopsi atom terdiri dari garis-garis yang
jauh lebih tajam daripada pita-pita yang diamati dalam
spektrokopi molekul (Underwood, 2001).
Spektrrofotometer serapan atom (AAS) merupakan teknik
analisis kuantitatif dari unsur-unsur yang pemakaiannya sangat
luas, diberbagai bidang karena prosedurnya selektif,
spesifik, biaya analisa relatif murah, sensitif tinggi (ppm-ppb),
dapat dengan mudah membuat matriks yang sesuai dengan
standar, waktu analisa sangat cepat dan mudah dilakukan.
Analisis AAS pada umumnya digunakan untuk analisa unsur,
teknik AAS menjadi alat yang canggih dalam analisis.ini
disebabkan karena sebelum pengukuran tidak selalu
memerluka pemisahan unsur yang ditetukan karena
kemungkinan penentuan satu logam unsur dengan kehadiran
unsur lain dapat dilakukan, asalkan katoda berongga yang
diperlukan tersedia. AAS dapat digunakan untuk mengukur
logam sebanyak 61 logam. Sember cahaya pada AAS adalah

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 63

SMKN 13 Bandung
sumber cahaya dari lampu katoda yang berasal dari elemen
yang sedang diukur kemudian dilewatkan ke dalam nyala api
yang berisi sampel yang telah terakomisasi, kemudian radiasi
tersebut diteruskan ke detektor melalui monokromator.
Chopper digunakan untuk membedakan radiasi yang berasal
dari nyala api. Detektor akan menolak arah searah arus ( DC )
dari emisi nyala dan hanya mnegukur arus bolak-balik dari
sumber radiasi atau sampel. Atom dari suatu unsur
padakeadaan dasar akan dikenai radiasi maka atom tersebut
akan menyerap energi dan mengakibatkan elektron pada kulit
terluar naik ke tingkat energi yang lebih tingi atau tereksitasi.
Atom-atom dari sampel akan menyerpa sebagian sinar yang
dipancarkan oleh sumber cahaya. Penyerapan energi cahaya
terjadi pada panjang gelombang tertentu sesuai dengan energi
yang dibutuhkan oleh atom tersebut (Basset, 1994). Hubungan
kuantitatif antara intensitas radiasi yang diserap dan
konsentrasi unsur yang ada dalam larutan cuplikan menjadi
dasar pemakaian SSA untuk analisis unsur-unsur logam. Untuk
membentuk uap atom netral dalam keadaan/tingkat energi
dasar yang siap menyerap radiasi dibutuhkan sejumlah energi.
Energi ini biasanya berasal dari nyala hasil pembakaran
campuran gas asetilen-udara atau asetilen-N2O, tergantung
suhu yang dibutuhkan untuk membuat unsur analit menjadi uap
atom bebas pada tingkat energi dasar (ground state). Disini
berlaku hubungan yang dikenal dengan hukum Lambert-Beer
yang menjadi dasar dalam analisis kuantitatif secara SSA.
Hubungan tersebut dirumuskan dalam persamaan sebagai
berikut (Ristina, 2006).
I = Io . a.b.c
Atau,
Log I/Io = a.b.c
A = a.b.c

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 64

SMKN 13 Bandung
dengan,
A = absorbansi, tanpa dimensi
a = koefisien serapan, L2/M
b = panjang jejak sinar dalam medium berisi atom penyerap,
L
c = konsentrasi, M/L3
Io = intensitas sinar mula-mula
I = intensitas sinar yang diteruskan
Pada persamaan diatas ditunjukkan bahwa besarnya
absorbansi berbanding lurus dengan konsentrasi atom-atom
pada tingkat tenaga dasar dalam medium nyala. Banyaknya
konsentrasi atom-atom dalam nyala tersebut sebanding
dengan konsentrasi unsur dalam larutan cuplikan. Dengan
demikian, dari pemplotan serapan dan konsentrasi unsur dalam
larutan standar diperoleh kurva kalibrasi. Dengan
menempatkan absorbansi dari suatu cuplikan pada kurva
standar akan diperoleh konsentrasi dalam larutan cuplikan.
Bagian-bagian AAS adalah sebgai berikut (Day, 1986).
a. Lampu katoda
Lampu katoda merupakan sumber cahaya pada AAS.
Lampu katoda memiliki masa pakai atau umur pemakaian
selama 1000 jam. Lampu katoda pada setiap unsur yang
akan diuji berbeda-beda tergantung unsur yang akan diuji,
seperti lampu katoda Cu, hanya bisa digunakan untuk
pengukuran unsur Cu. Lampu katoda terbagi menjadi dua
macam, yaitu : Lampu Katoda Monologam : Digunakan
untuk mengukur 1 unsur. Lampu Katoda Multilogam :
Digunakan untuk pengukuran beberapa logam sekaligus.

b. Tabung gas
Tabung gas pada AAS yang digunakan merupakan tabung
gas yang berisi gas asetilen. Gas asetilen pada AAS

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 65

SMKN 13 Bandung
memiliki kisaran suhu ± 20000 K, dan ada juga tabung gas
yang berisi gas N2O yang lebih panas dari gas asetilen,
dengan kisaran suhu ± 30000 K. Regulator pada tabung
gas asetilen berfungsi untuk pengaturan banyaknya gas
yang akan dikeluarkan, dan gas yang berada di dalam
tabung. Spedometer pada bagian kanan regulator
merupakan pengatur tekanan yang berada di dalam
tabung. Gas ini merupakan bahan bakar dalam
Spektrofotometri Serapan Atom.
c. Burner
Burner merupakan bagian paling terpenting di dalam main
unit, karena burner berfungsi sebagai tempat pancampuran
gas asetilen, dan aquabides, agar tercampur merata, dan
dapat terbakar pada pemantik api secara baik dan merata.
Lobang yang berada pada burner, merupakan lobang
pemantik api.
d. Monokromator
Monokromator Berkas cahaya dari lampu katoda berongga
akan dilewatkan melalui celah sempit dan difokuskan
menggunakan cermin menuju monokromator.
Monokromator dalam alat SSA akan memisahkan,
mengisolasi dan mengontrol intensitas energi yang
diteruskan ke detektor. Monokromator yang biasa
digunakan ialah monokromator difraksi grating.
e. Detektor
Detektor merupakan alat yang mengubah energi cahaya
menjadi energi listrik, yang memberikan suatu isyarat listrik
berhubungan dengan daya radiasi yang diserap oleh
permukaan yang peka. Fungsi detektor adalah mengubah
energi sinar menjadi energi listrik, dimana energi listrik yang
dihasilkan digunakan untuk mendapatkan data. Detektor
AAS tergantung pada jenis

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 66

SMKN 13 Bandung
 Logam Berat
Logam berat sejatinya unsur penting yang dibutuhkan setiap
makhluk hidup.Logam berat yang termasuk elemen mikro
merupakan kelompok logam berat yang non-esensial yang
tidak mempunyai fungsi sama sekali dalam tubuh. Logam
tersebut bahkan sangat berbahaya dan dapat menyebabkan
keracunan (toksik) pada manusia yaitu timbal (Pb), merkuri
(Hg), arsenik (As) dan cadmium (Cd) (Agustina, 2010).
Menurut Widowati, et al., (2008), penggunaan logam sebagai
bahan baku berbagai jenis industri untuk memenuhi kebutuhan
manusia akan mempengaruhi kesehatan manusia melalui 2
jalur, yaitu:
1. Kegiatan industri akan menambah polutan logam dalam
lingkungan udara, air, tanah, dan makanan.
2. Perubahan biokimia logam sebagai bahan baku berbagai
jenis industri bisa mempengaruhi kesehatan manusia.
Pencemaran logam berat dalam lingkungan bisa
menimbulkan bahaya bagi kesehatan, baik pada manusia,
hewan, tanaman, maupun lingkungan.
Terdapat 80 jenis logam berat dari 109 unsur kimia di muka
bumi ini. Logam berat dibagi ke dalam 2 jenis, yaitu :
1. Logam berat esensial, yaitu : logam dalam jumlah tertentu
yang sangat dibutuhkan oleh organisme. Dalam jumlah
yang berlebihan, logam tersebut bisa menimbulkan efek
toksik. Contohnya adalah Zn, Cu, Fe, Co, Mn, dan lain
sebagainya.
2. Logam berat tidak esensial, yaitu : logam yang ke
beradaannya dalam tubuh masih belum diketahui
manfaatnya, bahkan bersifat toksik, seperti Hg, Cd, Cr, dan
lain-lain.
Logam berat dapat menimbulkan efek gangguan terhadap
kesehatan manusia, tergantung pada bagian mana dari logam

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 67

SMKN 13 Bandung
berat tersebut yang terikat dalam tubuh serta besarnya dosis
paparan. Efek toksik dari logam berat mampu menghalangi
kerja enzim sehingga mengganggu metabolisme tubuh,
menyebabkan alergi, bersifat mutagen, teratogen, atau
karsinogen bagi manusia maupun hewan. Tingkat toksisitas
logam berat terhadap manusia dari yang paling toksik adalah
Hg, Cd, Ag, Ni, Pb, As, Cr, Sn, Zn (Widowati, et al., 2008).
3.3.22 Spektrofotometri Vis dan UV/Vis
Spektrofotometri merupakan salah satu metode dalam kimia
analisis yang digunakan untuk menentukan komposisi suatu
sampel baik secara kuantitatif dan kualitatif yang didasarkan pada
interaksi antara materi dengan cahaya. Peralatan yang digunakan
dalam spektrofotometri disebut spektrofotometer. Cahaya yang
dimaksud dapat berupa cahaya visibel, UV dan inframerah,
sedangkan materi dapat berupa atom dan molekul namun yang
lebih berperan adalah elektron valensi. Sinar atau cahaya yang
berasal dari sumber tertentu disebut juga sebagai radiasi
elektromagnetik. Radiasi elektromagnetik yang dijumpai dalam
kehidupan sehari-hari adalah cahaya matahari.

Gambar 3.2 Spektrum Sinar VIS (sumber: Flow Analysis


with Spectrophotometric and Luminometric Detection)
Ke - 4 jenis spektrofotometri (UV, Vis, UV-Vis dan Ir) memiliki
prinsip kerja yang sama yaitu adanya interaksi antara materi
dengan cahaya yang memiliki panjang gelombang tertentu.
Perbedaannya terletak pada panjang gelombang yang digunakan.
Secara sederhana Instrumen spektrofotometri yang disebut
spektrofotometer terdiri dari:

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 68

SMKN 13 Bandung
Gambar 3.3 Prinsip Kerja Spektrofotometri UV/Vis (sumber: Flow
Analysis with Spectrophotometric and Luminometric Detection)

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 69

SMKN 13 Bandung
BAB IV
METODA ANALISIS

4.1 Derajat Keasaman (pH)


 Metoda
Potensiometri
 Prinsip Analisis
pH menyatakan suatu keasaman air, menyatakan banyaknya
ion H+ di dalam air, semkain banyak ion H+ semakin tinggi
keasamannya. Pengukuran aktivitas ion hidrogen secara
elektrometri atau potensiometri dengan menggunakan pH
meter.
 Alat & Bahan
Alat :
- Botol Semprot
- Tissue
- pH Meter Sartorius PP 20
- Penampung
Bahan :
- Sampel Air
- Aqua Dest
- Buffer pH 4,00
- Buffer pH 7,00
- Buffer pH 10,00
 Prosedur
Kalibrasi Alat
1) Hubungkan pH meter dengan sumber arus.
2) Tekan tombol ‘Mode’.
3) Tekan tombol ‘1’ (option 1>pH).
4) Tekan tombol ‘Standardize’.
5) Tekan tombol ‘2’ (option2>Manual Buffer entry).
6) Siapkan larutan Buffer pH 7,00; 4,00; dan 10,00.

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 70

SMKN 13 Bandung
7) Celupkan elektroda ke dalam Buffer pH 7,00.
8) Masukkan angka 7,00 lalu tekan ‘enter’.
9) Tunggu beberapa saat hingga pembacaan stabil dan tekan
‘enter’.
10) Bilas elektroda dengan aquades.
11) Lakukan langkah 7 – 10 dengan larutan Buffer pH 4,00 dan
10,00.
Pengukuran Sampel
1) Celupkan elektroda ke dalam larutan yang akan di ukur pH-
nya.
2) Baca pH larutan setelah layar menunjukkan pembacaan
yang stabil.
3) Bilas elektroda dengan aquades.
4) Lakukan langkah 1 – 3 jika ada sampel lain yang akan di
ukur.
4.2 Daya Hantar Listrik (DHL)
 Metoda
Konduktometri
 Prinsip Analisis
Pengukuran daya hantar listrik berdasarkan kemampuan kation
dan anion menghantarkan arus listrik yang dialirkan ke dalam
air menggunakan konduktivitas. Elektroda di celupkan di aliri
arus dan di pengaruhi oleh temperatur.
 Alat dan Bahan
Alat:
- Botol semprot
- Tissue
- Konduktometer Mettler Toledo Seven Go Pro
- Penampung
Bahan:
- Sampel air
- Aquades

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 71

SMKN 13 Bandung
- KCl 0,01 N (1413 µs/cm dalam suhu 25 0C)
 Prosedur Analisis
a. Pembuatan Pereaksi Pembuatan larutan KCl 0,01 N
1. Timbang teliti 0,7456 gram KCl anhydrous.
2. Larutkan dengan aquades ke dalam labu ukur 1 liter
secara kuantitatif, encerkan hingga tanda batas.
Tabel 4. 1 Nilai Konduktivitas Larutan KCl
Konsentrasi Konduktivitas
KCL (M) (µS/cm (250
C))
0.1 12900
0.05 6668
0.02 2767
0.01 1413
0.005 717.8
0.001 147.0
b. Kalibrasi Alat
1. Tekan tombol ‘Power’ untuk menyalakan alat.
2. Tekan tombol ‘Mode’ sampai mode pembacaan berada
pada mode konduktifitas (dalam satuan µs /cm).
3. Bilas elektroda dengan aquades, lalu keringkan dengan
tissue.
4. Celupkan elektroda ke dalam larutan KCl 0,01 N.
5. Tekan tombol ‘Cal’ pada alat, tunggu sampai pembacaan
stabil.
6. Tekan tombol ‘END’ untuk mengakhiri kalibrasi lalu tekan
‘SAVE’ untuk menyimpan data kalibrasi.
7. Bilas elektroda dengan aquades lalu keringkan dengan
tissue.
c. Pengukuran sampel
1. Celupkan elektroda ke dalam sampel yang akan diukur
konduktifitasnya, lalu tekan ‘READ’.

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 72

SMKN 13 Bandung
2. Titik desimal pada nilai konduktifitas yang ditunjukkan alat
akan berkedip selama pembacaan berlangsung.
3. Setelah stabil, titik desimal pada nilai konduktifitas yang
ditunjukkan alat akan berhenti berkedip. Catat nilai
konduktifitasnya.
4. Bilas elektroda dengan aquades lalu keringkan dengan
tissue.
4.3 Analisa Kekeruhan
 Metoda
Turbidimetri
 Prinsip Analisis
Kekeruhan dalam air diukur berdasarkan pengukuran intensitas
cahaya yang dibaurkan oleh zat – zat tersuspensi dalam air.
Melewatkan sejumlah cahaya kedalam air dengan ketebalan
tertentu. Banyaknya sinar yang dipendarkan oleh partikel –
partikel tersuspensi diukur dan dinyatakan sebagai kekeruhan
dalam air. Semakin tinggi sinar yang dipendarkan, semakin
tinggi kekeruhannya.
 Alat dan Bahan
Alat:
- Botol semprot
- Tissue
- Cyberscan WL Turbidimeter TB1000
- Penampung
Bahan:
- Sampel air
- Aquades
- Larutan blanko
- Larutan 0,2 NTU, 10 NTU, dan 100 NTU
 Prosedur Analisis
a. Kalibrasi Alat
1. Tekan tombol ‘ON/OFF’ pada alat turbidimeter.

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 73

SMKN 13 Bandung
2. Tekan tombol ‘CAL’.
3. Pada layar akan muncul angka ‘100 NTU’, masukkan
larutan dengan konsentrasi kekeruhan 100 NTU.
4. Jika layar menunjukkan angka 100 NTU setelah larutan
tersebut dimasukkan, segera tekan ‘ENTER’, secara
otomatis alat turbidimeter akan meminta larutan
konsentrasi kekeruhan lainnya.
5. Lakukan langkah 3 – 4 pada larutan dengan konsentrasi
kekeruhan 10 NTU dan 0,2 NTU.
b. Pengukuran Sampel
1. Bilas dengan aquades dan keringkan bagian luar tabung
kekeruhan yang sudah bersih kemudian bilas kembali
dengan larutan contoh air yang akan di ukur.
2. Masukkan contoh air yang sudah di kocok ke dalam
tabung kekeruhan hingga tanda batas.
3. Masukkan ke dalam alat lalu ukur dan catat. Jika
kekeruhan air melebihi dari kemampuan alat maka
contoh air diencerkan dengan aquades, lalu hasil
kekeruhan di kali dengan faktor pengenceran.
4.4 Warna
 Metoda
Visual
 Prinsip Analisis
Contoh air dibandingkan dengan larutan standar yang
terbuat dari K2PtCl6 dan Cobalt yang suda diketahui
konsentrasinya.
 Alat dan Bahan
Alat:
- Botol semprot
- Tissue
- Alas putih
- Tabung Nessler

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 74

SMKN 13 Bandung
Bahan:
- Sampel air
- Aquades
- Larutan standar 5, 10, 15, 20 dan 25 ppm
 Prosedur Analisis
a. Pembuatan Pereaksi
1. Larutan Stock Standar Warna Pt – Co 500 unit Pt - Co
a) Larutkan 1,246 gram K2PtCl6 ekivalen, 500 mg Platina,
1 gram Kristal CoCl.6H2O ekivalen, 250 mg logam
Kobalt dengan aquades.
b) Tambahkan 100 mL HCl pekat.
c) Encerkan dengan aquades hingga volume 1 liter.
Larutan standar ini mengandung 500 unit Pt – Co.
d) Bila K2PtCl6 tidak ada, dapat di gunakan logam Pt
dengan cara melarutkan 500 mg Platina murni dengan
aqua regia dengan bantuan panas. Hilangkan HNO3
dengan penguapan berulang.
Tambahakan HCl pekat dengan porsi baru dan larutkan
dengan 1 gram kristal CoCl2.6H2O seperti yang di sebut
diatas.
2. Larutan standar Pt – Co
a) Buat sederet larutan standar warna Pt – Co dalam
tabung Nessler dengan cara mengencerkan larutan
stock warna Pt – Co yang dapat dilihat pada tabel.
b) Larutan warna standar tersebut dimasukkan ke dalam
tabung Nessler 50 mL. Jenis tabung Nessler yang di
gunakan harus sejenis baik bahan gelasnya, tinggi
dan volumenya. Larutan harus terlindung dari debu
dan penguapan.

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 75

SMKN 13 Bandung
Tabel 4. 2 Deret Larutan Standar Warna
Larutan Stok
Unit Pt – Co
No Warna 500 Aquadest (ml)
(Unit Warna)
Unit (ml)
1 0.5 49.5 5
2 1.0 49 10
3 1.5 48.5 15
4 2.0 48 20
5 2.5 47.5 25
6 3.0 47 30
7 3.5 46.5 35
8 4.0 46 40
9 4.5 45.5 45
10 5.0 45 50
11 6.0 44 60
12 7.0 43 70

b. Pengukuran Sampel
1. Bilas tabung Nessler khusus contoh air dengan aquades
kemudian dengan bilas lagi dengan larutan contoh air.
2. Masukkan contoh air hingga tanda batas.
3. Dengan alas putih, bandingkan contoh air dengan standar
yang tersedia. Jika larutan contoh air lebih pekat dari
standar dengan konsentrasi paling tinggi yang tersedia
maka dilakukan pengenceran.
c. Pengukuran Sampel
1. Bilas tabung Nessler khusus contoh air dengan aquades
kemudian dengan bilas lagi dengan larutan contoh air.
2. Masukkan contoh air hingga tanda batas.
3. Dengan alas putih, bandingkan contoh air dengan standar
yang tersedia. Jika larutan contoh air lebih pekat dari

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 76

SMKN 13 Bandung
standar dengan konsentrasi paling tinggi yang tersedia
maka dilakukan pengenceran.
4.5 Total Solid (TS)
 Metoda
Gravimetri
 Prinsip Analisa
Sejumlah tertentu sampel diukur dan ditampung ke cawan
penguapan yang telah diketahui beratnya kemudian dikisatkan.
Selanjutnya sampel dipanaskan di dalam oven dan didinginkan
pada eksikator, lalu ditimbang.
 Alat Dan Bahan
Alat:
- Botol semprot
- Cawan penguapan
- Eksikator
- Penangas air
- Oven
- Neraca analitik
Bahan:
- Sampel air
- Aquades
 Prosedur Analisis
1. Bersihkan cawan kosong yang akan digunakan, lalu
panaskan di dalam oven pada suhu 105 0C selama 1 jam.
2. Diamkan cawan di udara terbuka selama 5 menit, lalu
dinginkan dalam desikator selama 1 jam.
3. Timbang sebagai berat cawan kosong.
4. Tampung 100 mL sampel yang akan ditentukan total solid
nya dengan cawan penguapan yang sebelumnya ditimbang
lalu kisatkan di penangas air.
5. Jika sudah kisat, panaskan cawan penguapan dan sampel
di oven pada suhu 105 0C selama 1 jam.

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 77

SMKN 13 Bandung
6. Diamkan cawan penguapan dan sampel di udara terbuka
selama 5 menit, lalu dinginkan ke dalam eksikator selama 1
jam.
7. Timbang sebagai berat cawan penguapan dan residu.
 Perhitungan
((cawan kosong+residu)−cawan kosong)𝑥 1000
𝑇𝑆 = volume sampel (mL)

4.6 Total Suspended Solid (TSS)


 Metoda
Gravimetri
 Prinsip Analisa
Sejumlah tertentu sampel diukur dan disaring dengan kertas
saring yang telah diketahui beratnya kemudian residu
dipanaskan dalam oven, didinginkan pada eksikator lalu
ditimbang.
 Alat Dan Bahan
Alat:
- Botol semprot
- Cawan penguapan
- Eksikator
- Oven
- Neraca analitik
- Penjepit cawan
- Kertas saring
- Pompa vakum
Bahan:
- Sampel air
- Aquades
 Prosedur Analisis
1. Panaskan kertas saring dalam oven selama 1 jam.
2. Dinginkan kertas saring dalam eksikator, ditimbang, dan
catat beratnya.

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 78

SMKN 13 Bandung
3. Kocok sampel terlebih dahulu, diukur 100 mL sampel
kemudian disaring dengan pompa vakum. Namun, volume
sampel dapat disesuaikan dengan perkiraan nilai TSS jika
diperkirakan mengandung TSS yang tinggi, maka jumlah
sampel dapat diukur lebih sedikit dari seharusnya.
4. Dipanaskan kertas saring dan residu dalam oven selama 1
jam.
5. Dinginkan kembali dalam desikator, ditimbang, dan catat
beratnya.
6. Hitung kadar TSS dalam sampel air.
 Perhitungan
((berat cawan+residu)−cawan kosong) 𝑥 1000
𝑇𝑆𝑆 =
volume sampel (mL)

4.7 Total Dissolved Solid (TDS)


 Metoda
Gravimetri
 Prinsip Analisa
Sejumlah tertentu sampel diukur dan disaring, kemudian
filtratnya ditampung kecawan penguapan yang telah diketahui
beratnya kemudian dikisatkan. Selanjutnya sampel dipanaskan
didalam oven dan didinginkan pada eksikator, lalu ditimbang.
 Alat Dan Bahan
Alat:
- Botol semprot
- Cawan penguapan
- Eksikator
- Penangas air
- Oven
- Neraca analitik
- Pompa vakum
- Kertas saring
Bahan:
- Sampel air
LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 79

SMKN 13 Bandung
- Aquades
 Prosedur Analisis
1. Bersihkan cawan kosong yang akan digunakan, lalu
panaskan di dalam oven pada suhu 180 0C selama 1 jam.
2. Diamkan cawan di udara terbuka selama 5 menit, lalu
dinginkan dalam desikator selama 1 jam.
3. Timbang sebagai berat cawan kosong.
4. Kocok sampel terlebih dahulu, diukur 100 mL sampel
kemudian disaring dengan pompa vakum. Kemudian
tampung filtrat ke cawan penguapan yang sebelumnya
ditimbang lalu kisatkan di penangas air.
5. Jika sudah kisat, panaskan cawan penguapan dan sampel
di oven pada suhu 180 0C selama 1 jam.
6. Diamkan cawan penguapan dan sampel di udara terbuka
selama 5 menit, lalu dinginkan dalam desikator selama 1
jam.
7. Timbang sebagai berat cawan penguapan dan residu.
 Perhitungan
((Cawan kosong + residu) − cawan kosong) 𝑥 1000
𝑇𝐷𝑆 =
volume sampel (mL)
4.8 Penentuan Asiditas - Alkalinitas
 Metoda
Titrasi Asam-Basa
 Prinsip Analisis
Asiditas: H+ dan CO2 dalam air di titrasi dengan larutan NaOH
menggunakan indikator phenolphthalein sampai berwarna
merah sangat muda, hasil titrasi dinyatakan sebagai asiditas
Phenolphthalein (asiditas total).
Alkalinitas: HCO3-, CO32-, dan OH- dalam air dititrasi oleh
H2SO4 menggunakan indikator Methyl orange sampai berwarna
jingga merah, hasil titrasi dinyatakan sebagai alkalinitas Methyl
orange (alkalinitas total).

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 80

SMKN 13 Bandung
 Alat dan Bahan
Alat:
- Erlenmeyer 250 mL
- Buret
- Gelas ukur 100 mL
- Corong pendek
- Batang pengaduk
- Pipet tetes
- Neraca analitik
Bahan:
- Methyl orange
- Phenolptalein
- Larutan Standar H2SO4 0,02 N
- Larutan Standar NaOH 0,02 N
- Padatan Na2CO3
- Padatan Kalium biftalat (KHC8H4O4)
- Sampel air
 Prosedur Analisis
a. Pembuatan Pereaksi
1. Larutan Baku H2SO4 0,02 N
1,12 mL larutan H2SO4 95% diencerkan hingga 2 L
dengan aquades menggunakan labu ukur.
2. Larutan Indikator Methyl Orange 0,05% dalam Air
Timbang 0,05 gram Methyl orange dan larutkan dalam
100 mL aquades.
3. Larutan Baku NaOH 0,02 N
Timbang 1,6 gram NaOH dan larutkan dalam aquades
bebas CO2 dalam labu ukur 2 L. Kemudian tetapkan
konsentrasi larutan baku NaOH dengan Kalium biftalat.
4. Larutan Indikator Phenolphthalein 0,5% dalam Alkohol

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 81

SMKN 13 Bandung
Timbang 0,5 gram phenolphthalein dan larutkan dalam
100 mL etanol 95%. Tambahkan tetes demi tetes NaOH
0,02 N hingga larutan berwarna merah sangat muda.
b. Standarisasi Larutan Baku
1. Standarisasi Larutan H2SO4
a)Siapkan 5 mL larutan Na2CO3 0,05 N dimasukkan ke
Erlenmeyer secara duplo, lalu tambahkan dengan
aquades sebanyak 60 mL dan 3 tetes indikator Methyl
red. Titrasi dengan larutan H2SO4 0,02 N sampai pH
5,0 (warna larutan jingga).
b)Catat volume pemakaian larutan baku H2SO4.
c) Bila volume titrasi yang dilakukan secara duplo
berbeda dengan selisih lebih dari 0,10 mL maka ulangi
pengujian. Apabila kurang atau sama dengan 0,10 mL
maka rata – ratakan hasilnya.
2. Standarisasi Larutan NaOH
a. Siapkan 10 mL larutan Kalium biftalat (KHC8H4O4)
0,05 N secara duplo dan masukkan ke dalam labu
erlenmeyer 50 mL.
b. Tambahkan 3 tetes indikator Phenolphthalein 0,5%.
c. Titrasi dengan larutan baku NaOH 0,02 N hingga pH
8,3 (warna merah muda).
d. Catat volume larutan NaOH yang diperlukan.
e. Apabila perbedaan pemakaian larutan baku NaOH
secara duplo lebih dari 0,10 mL, ulangi pengujian,
apabila kurang dari 0,1 mL maka rata – ratakan
hasilnya.
f. Simpan dalam botol polietilen yang tertutup rapat.
c. Penentuan Asiditas - Alkalinitas
1. Penentuan Alkalinitas dengan Indikator Methyl Orange.
a) 100 mL sampel air dalam Erlenmeyer 250 mL
ditambahkan indikator Methyl orange 3 tetes.

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 82

SMKN 13 Bandung
b) Titrasi dengan larutan baku H2SO4 0,02 N sampai
warna jingga.
c) Apabila perbedaan pemakaian volume H2SO4 secara
duplo lebih dari 0,01 mL maka ulangi pengujian,
apabila volume pemakaian kurang atau sama dengan
0,01 mL maka rata – ratakan hasilnya.
2. Penentuan Asiditas dengan Indikaor Phenolpthalein
a) 100 mL sampel air dalam Erlenmeyer 250 mL
ditambahkan indikator Methyl orange 3 tetes.
b) Titrasi dengan larutan baku H2SO4 0,02 N sampai
warna jingga.
c) Apabila perbedaan pemakaian volume H2SO4 secara
duplo lebih dari 0,01 mL maka ulangi pengujian, apabila
volume pemakaian kurang atau sama dengan 0,01 mL
maka rata – ratakan hasilnya.
 Persamaan reaksi
a. Asiditas
H+ + OH- H2O
CO2 + OH- HCO3
HCO3- + H+ H2O + CO2
b. Alaklinitas
OH- + H+ H2O
CO32- + H+ HCO3
HCO3- + H+ H2O + CO2
 Perhitung
a) Standarisasi Larutan Baku
massa KHC8H4O4 dalam 1L x V KHC8H4O4
[NaOH] = = N
204,2 𝑥 𝑉 𝑁𝑎𝑂𝐻
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 Na2CO3 dlm aquadest x V Na2CO3
[H2SO4] = = N
53 𝑥 H2SO4

b) Penentuan Asiditas – Alkalinitas


𝑉 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑥 [𝑁𝑎𝑂𝐻]𝑥 1000 𝑥 50 mg/
Asiditas = = L
𝑉 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
𝑉 H2SO4 x [H2SO4]𝑥 1000 𝑥 50 mg/
Alkalinitas = = L
𝑉 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 83

SMKN 13 Bandung
4.9 Analisis Fenol
 Metoda
Chloroform Extraction
 Prinsip Analisis
Fenol dalam air membentuk senyawa kompleks berwarna
kuning dengan penambahan pereaksi Amino antipirin dan
Kalium ferri sianida dalam suasana sedikit basa. Intensitas
warna yang terjadi diukur dengan spektrofotometer pada
panjang gelombang tertentu.
 Alat dan Bahan
Alat:
- Corong pisah
- Corong pendek
- Gelas ukur 10 mL
- Kapas
- Tissue
- Batang pengaduk
- Tabung reaksi
- Kuvet
- Spektronik JSCO
- Neraca analitik
Bahan:
- Aquades
- Chloroform
- Kalium ferri sianida
- Amino antipirin
- Buffer pH 10
- Sampel air limbah tekstil
 Prosedur Analisis
a. Pembuatan Pereaksi
1. Larutan Amino Antipirin

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 84

SMKN 13 Bandung
Timbang 0,2 gram 4 - Amino antipirin dan larutkan dalam
10 mL aquades.
2. Larutan Kalium Ferri Sianida
Timbang 0,8 gram K2Fe(CN)6 dan larutkan dalam 10 mL
aquades.
3. Larutan Buffer pH 10
136 gram NH4Cl ditambah 1340 mL NH4OH pekat lalu
encerkan hingga 2000 mL dengan aquades.
b. Pengukuran Sampel
1. Pastikan alat-alat yang di gunakan sudah bersih dan
kering.
2. Masukkan 50 mL contoh air ke dalam corong pisah.
3. Tambahkan 0,5 mL Buffer pH 10; 0,3 mL Amino Antipirin;
0,3 mL Kalium ferri sianida, kocok pelan dan diamkan ± 5
menit.
4. Ekstraksi dengan 5 mL Chloroform, tampung lapisan
bawah pada gelas ukur (lakukan sebanyak 2 kali).
5. Tanda bataskan volume hasil ekstraksi hingga 10 mL
dengan Chloroform.
6. Lakukan hal yang sama pada blanko.
Intensitas warna yang terbentuk diukur dengan
spektrofotometer Jika sampel limbah yang berwarna maka
dilakukan destilasi terlebih dulu dengan langkah sebagai
berikut :
1. 100 mL contoh air yang di kocok ditambahkan 5 tetes
Methyl orange 5 hingga larutan berwarna jingga.
2. Check pH dan atur hingga pH mencapai 4,3 dengan pH
meter, jika sampel terlalu basa maka asamkan dengan
H2PO4 (1:9).
3. Tambahkan 2,5 mL CuSO4, lakukan destilasi dan
tampung dengan erlenmeyer.

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 85

SMKN 13 Bandung
 Perhitungan
Menggunakan Persamaan Kurva Kalibrasi y = 5,2454x
(Halaman 178)
4.10 Analisis Detergen (MBAS)
 Metoda
Chloroform Extraction
 Prinsip Analisis
Prinsip dari prosedur analisis ini adalah sulfaktan anionik
bereaksi dengan warna biru metilen membentuk pasangan ion
baru yang terlarut dalam pelarut organik, intensitas warna biru
yang terbentuk diukur dengan spektrofotometer dengan
panjang gelombang tertentu. Serapan yang terukur setara
dengan kadar sulfaktan anionik.
 Alat dan Bahan
Alat:
- Pipet tetes
- Gelas ukur 10 mL
- Corong pendek
- Corong pisah
- Tabung reaksi 50 mL dan penutup
- Pipet ukur 10 mL dan 25 mL
- Kapas
- Tissue
- Kuvet 1 cm
- Spektrofotometer JSCO
Bahan:
- Contoh air
- Chloroform
- Phenolphthalein
- NaOH 0,1 N
- Larutan Pencuci MBAS
- Methylene blue

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 86

SMKN 13 Bandung
 Prosedur Analisis
a. Pembuatan Pereaksi
1. Methylene Blue
a) Larutkan 100 mg methylene Blue dalam 100 mL
aquades.
b) Ambil 30 mL lalu tambahkan 500 mL aquades, 6,8 mL
H2SO4 pekat dan 50 mg NaH2PO4.H2O, diencerkan
hingga volume 1 liter dengan aquades.
2. Larutan Pencuci MBAS
a) Larutkan 50 gram NaHPO4.H2O dengan aquades.
b) Tambahakan 6,8 mL H2SO4 pekat, encerkan hingga
volume 1 liter dengan aquades.
b. Pengukuran Sampel
1. Sediakan dua buah (A dan B) corong pisah yang bersih
dan kering.
2. 25 mL contoh air dimasukkan ke dalam corong pisah A
kemudian tambahkan beberapa tetes phenoptalein dan
netralkan sampel dengan NaOH atau H2SO4. Tambahkan
lagi 6,25 mL Methylene blue dan 10 mL Chloroform.
3. Pada corong pisah B masukkan 12,5 mL larutan pencuci
MBAS.
4. Corong pisah A di kocok kuat, biarkan membentuk 2 fasa.
5. Keluarkan fasa yang paling bawah ke dalam corong pisah
B.
6. Corong pisah B di kocok kuat, biarkan membentuk 2 fasa.
Fasa yang paling bawah di tamping pada gelas ukur.
7. Lakukan ekstraksi sebanyak 2 kali lalu tanda bataskan
hingga volume 25 mL.
8. Lakukan hal yang sama pada blanko.
9. Pindahkan pada tabung bertutup, ukur absorban
menggunakan spektrofotometer JSCO pada panjang
gelombang tertentu.

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 87

SMKN 13 Bandung
 Perhitungan
Menggunakan persamaan kurva kalibrasi y = 0,2543x
(Halaman 170)
4.11 Analisis Sulfat
 Metoda
Turbidimetri – Spektrofotometri
 Prinsip Analisis
Sejumlah tertentu sampel yang mengandung sulfat direaksikan
dengan barium klorida dalam suasana asam membentuk
endapan putih yaitu BaSO4. Suspensi BaSO4 yang terbentuk
diukur intensitas kekeruhan dengan spektrofotometer.
 Alat dan Bahan
Alat:
- Botol semprot
- Penampung
- Spektrofotometer Jsco
- Kuvet 4 cm
- Pipet ukur 10 mL
- Gelas ukur 100 mL
- Spatula
- Corong pendek
- Tabung reaksi 50 mL
- Rak tabung
- Pipet seukuran 5 mL
Bahan:
- Aquades
- Contoh air
- Larutan Buffer asetat SO4
- Kristal BaCl2.2H2O
- Larutan Standar SO4 10 ppm
- Sampel Quality Control
- Padatan Na2SO4

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 88

SMKN 13 Bandung
 Prosedur Analisis
a. Pereaksi
1. Buffer Asetat SO4
30 gram MgCl2.6H2O + 5 gram CH3COONa + 1 gram
KNO3 + 20 mL CH3COOH glacial, dilarutkan dalam 1 liter
aquades.
2. Larutan Standar Induk SO4 200 ppm
0,2960 gram Na2SO4 dilarutkan dalam labu ukur 1000 mL
dengan aquades.
3. Larutan Standar SO4 10 ppm
Larutkan 12,5 mL larutan standar induk SO4 200 ppm
dalam labu ukur 250 mL dengan aquades.
b. Pengukuran Sampel
1. Siapkan tabung reaksi yang telah bersih.
2. Masukkan 25 mL contoh air jernih (yang sudah di saring)
ke dalam tabung reaksi 50 mL.
3. Tambahkan 5 mL Buffer asetat SO4 dan 1 spatula
BaCl2.2H2O, diamkan ± 5 menit.
4. Lakukan hal yang sama pada blanko dan sampel Quality
Control.
5. Ukur intensitas kekeruhan sebelum 30 detik dengan
spektrofotometer jenway pada panjang gelombang
tertentu.
6. Jika contoh air nilai kekeruhannya melebihi batas atas
limit deteksi maka di lakukan pengenceran.
 Persamaan Reaksi
SO42-(aq) + BaCl2(s) BaSO4(s) + Cl-(aq)
 Perhitungan
Menggunakan persamaan kurva kalibrasi y = 0,0423x
(Halaman 175)

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 89

SMKN 13 Bandung
4.12 Analisis Fluorida
 Metoda
SPADNS - Spektrofotometri
 Prinsip Analisis
SPADNS yang berwarna merah pekat, akan semakin terang
warnanya apabila dalam air banyak mengandung fluorida dan
sebaliknya jika kandungan fluorida dalam air sedikit maka
warna merah dari SPADNS akan lebih pekat. Peristiwa ini
disebut fluorences.
 Alat dan Bahan
Alat
- Botol semprot
- Penampung
- Spektrofotometer JSCO
- Kuvet 1 cm
- Pipet ukur 10 mL
- Gelas ukur 100 mL
- Spatula
- Corong pendek
- Tabung reaksi 50 mL
- Rak tabung
Bahan:
- Aquades
- Contoh air
- Larutan Buffer zirkonil – SPADNS
- Larutan Reference solution
- Larutan standar Fluor 0,2 ppm; 0,5 ppm; dan 1 ppm
 Prosedur Analisis
a. Pereaksi
1. Larutan SPADNS
0,9772 gram SPADNS dilarutkan dalam 510 mL aquades.
2. Larutan Reference Solution

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 90

SMKN 13 Bandung
Encerkan 10 mL SPADNS sampai dengan 100 mL + 7 mL
HCl pekat yang diencerkan sampai 10 mL dengan
aquades.
3. Larutan Asam Zirkonil
0,1330 gram ZrOCl2 di larutkan dalam 25 mL aquades +
350 mL HCl pekat. encerkan dengan aquades sampai 500
mL
4. Larutan Asam zirkonil – SPADNS
Campurkan larutan Asam zirkonil dan larutan SPADNS
1:1
b. Pengukuran Sampel
1. Masukkan 25 mL contoh air jernih ke dalam tabung reaksi
50 mL.
2. Tambahkan 5 mL Zirkonil acid – SPADNS.
3. Diamkan selama 15 menit.
4. Ukur intensitas warna yang terbentuk pada
Spektrofotometer JSCO pada panjang gelombang
tertentu dan gunakan larutan Reference solution sebagai
blanko.
5. Lakukan langkah 1 – 4 terhadap larutan standar Fluor 0,2
ppm; 0,5 ppm; 1 ppm; dan aquades.
 Persamaan Reaksi

Gambar 4. 1 Reaksi Pembentukan Kompleks Warna SPADNS -


ZrOCl2

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 91

SMKN 13 Bandung
Gambar 4. 2 Reaksi Pembentukan Zirkonil – Fluorida dan Penurunan
Intensitas Warna

 Perhitungan
Menggunakan Persamaan Kurva Kalibrasi
y = -0,2028 + 0,2646 (Halaman 177)
4.13 Analisis Nitrit
 Metoda
Kolorimetri – Spektrofotometri
 Prinsip Analisis
Nitrit dengan asam sulfanilat dan N-(1-Napthtyl ethylene
diamine) dihidrocloride dalam suasana asam (pH 2 - 2,5)
membentuk senyawa kompleks berwarna ungu. Intensitas
warna yang terjadi diukur dengan Spektronik JSCO pada
panjang gelombang tertentu.
 Alat dan Bahan
Alat:
- Botol semprot
- Penampung
- Spektrofotometer JSCO
- Kuvet 1cm
- Pipet ukur 10 mL
- Gelas ukur 100 mL
- Corong pendek
- Tabung reaksi 50 mL
- Rak tabung
Bahan:
- Aquades

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 92

SMKN 13 Bandung
- Contoh air
- Padatan NaNO2
- Larutan Standar Nitrit 0,1 ppm
- Larutan pereaksi pewarna NO3 - NO2
 Prosedur Analisis
a. Pembuatan Pereaksi
1. Pereaksi Pewarna NO3 – NO2
0,1 gram Napthyl Ethylene diamine dihydrochloride + 75
mL aquades + 10 mL H3PO4 + 1 gram sulfanilamide
kemuadian diencerkan sampai 100 mL.
2. Larutan Standar Induk Nitrit 250 ppm
Timbang 0,3076 gram NaNO2 lalu dilarutkan dalam 250
mL aquades. 50 mL KMnO4 ± 0,05 N, tambahkan H2SO4
pekat, tambahkan 50 mL larutan standar induk Nitrit ± 250
ppm lalu panaskan hingga hampir mendidih. Tambahkan
10 mL H2C2O4.2H2O ± 0,05 N dan titrasi dengan KMnO4
± 0,05 N. Catat volume titrasinya dan hitung kadar Nitrit.
3. Larutan Standar Nitrit 0,1 ppm
Pipet 10 mL larutan standar induk NO2 lalu encerkan
dengan aquades hingga 100 mL dengan labu ukur (20
ppm).
Pipet kembali 10 mL larutan standar NO2 20 ppm lalu
encerkan hingga 250 mL dengan aquades (1 ppm).
Pipet kembali 25 mL larutan standar NO2 1 ppm lalu
encerkan hingga 250 mL.
b. Pengukuran Sampel
1. Masukkan 25 mL sampel air jernih (saring bila keruh atau
kotor) ke dalam tabung reaksi 50 mL.
2. Tambahkan 1 mL pereaksi pewarna NO3 – NO2, kocok
dan biarkan selama 15 menit (paling lama 2 jam setelah
di beri Pereaksi Pewarna NO3 – NO2).

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 93

SMKN 13 Bandung
3. Lakukan hal yang sama pada blanko dan sampel Quality
Control.
4. Ukur intensitas warna yang terbentuk dengan Spektronik
JSCO pada panjang gelombang tertentu.
 Persamaan Reaksi

Gambar 4. 3 Pembentukan Senyawa Kompleks Nitrit Dengan Asam

Sulfanilat Dan N-(1-Napthtyl Ethylene Diamin) Dihidrocloride

 Perhitungan
Menggunakan persamaan kurva kalibrasi y= 2,9617x (Halaman
172)
4.14 Analisis Nitrat
 Metoda
Cd - reduksi – Spektrofotometri
 Prinsip Analisis
Senyawa nitrat dalam contoh uji direduksi menjadi nitrit total
oleh Cadmium (Cd) yang dilapisi dengan tembaga (Cu) dalam
suatu kolom. Nitrit total yang terbentuk bereaksi dengan
sulfanilamida dalam suasana asam menghasilkan senyawa
diazonium. Senyawa diazonium kemudian bereaksi dengan N -
(1 - Napthyl) ethylene diamine dihydrocloride yang berrwarna
ungu. Intensitas warna yang terbentuk diukur dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang tertentu.

 Alat dan Bahan

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 94

SMKN 13 Bandung
Alat:
- Botol semprot
- Penampung
- Spektrofotometer JSCO
- Kuvet 1cm
- Pipet ukur 10 mL
- Gelas ukur 100 mL
- Corong pendek
- Tabung reaksi besar
- Rak tabung
- Kolom Cadmium (Cd)
Bahan:
- Aquades
- Contoh air
- Padatan KNO3
- Larutan Standar Nitrat 0,2 ppm
- Larutan Buffer NH4Cl – EDTA
- Larutan pereaksi pewarna NO3 – NO2
 Prosedur Analisis
a. Pembuatan Pereaksi
1. Buffer NH4Cl – EDTA
52 gram NH4Cl – EDTA + 6,8 gram Na2EDTA dilarutkan
dalam 3600 mL aquades lalu diatur pH sampai 8,5 dengan
NH4OH pekat lalu diencerkan sampai 4000 mL dengan
aquades.
2. Pereaksi Pewarna NO3 – NO2
0,1 gram Napthyl Ethylene diamine dihydrochloride
dilarutkan dalam 75 mL aquades + 1 gram sulfanilamide
yang dilarutkan dalam 10 mL H3PO4, kemuadian
diencerkan sampai 100 mL.

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 95

SMKN 13 Bandung
3. Larutan Standar Induk Nitrat 100 ppm
Timbang 0,1827 gram KNO3 lalu larutkan dalam 250 mL
aquades dengan labu ukur.
4. Larutan Standar Nitrat 0,2 ppm
Pipet 10 mL larutan standar induk Nitrat 100 ppm lalu
encerkan dalam 100 mL aquades dengan labu ukur (10
ppm). Pipet kembali 2 mL larutan standar Nitrat 10 ppm
lalu encerkan dalam 100 mL aquades dengan labu ukur.
b. Pengukuran Sampel
1. Masukkan 25 mL sampel jernih ke dalam gelas ukur 100
mL.
2. Tambahkan 75 mL NH4Cl – EDTA.
3. Masukkan ke dalam kolom Cd dan biarkan sampel
tereduksi sampai volume ± 25 mL lalu buang.
4. Lanjutkan kembali proses reduksi sampel hingga ± 75
mL
5. Tanda bataskan dengan NH4Cl - EDTA hingga tepat 100
mL bila volume sampel yang direduksi berkurang.
6. Ambil 25 mL, masukkan ke dalam tabung reaksi 50 mL.
7. Tambahkan 1 mL pereaksi pewarna, kocok dan diamkan
15 menit (paling lama di diamkan 4 jam).
8. Lakukan hal yang sama pada sampel Quality Control.
Blanko cukup dengan 25 mL aquades ditambahkan 1 mL
pereaksi pewarna dan diamkan 15 menit.
9. Ukur intensitas warna yang terbentuk dengan
Spektrofotometer JSCO pada panjang gelombang
tertentu.
 Perhitungan
Menggunakan persamaan kurva kalibrasi y = 0,7477x
(Halaman 176)

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 96

SMKN 13 Bandung
4.15 Analisis Ammonium – NH3
 Metode
Spektrofotometri – Phenat
 Prinsip Analisis
Ammonia bereaksi dengan hipoklorit dan phenol, dengan
katalis Sodium nitroprusside, membentuk senyawa indophenol
berwarna biru. Warna biru yang terbentuk diukur dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang tertentu.
 Alat dan Bahan
Alat:
- Spektrofotometer JSCO
- Tabung reaksi 50 mL dan tutupnya
- Pipet ukur 10 mL
- Gelas ukur 100 mL
- Batang pengaduk
- Botol semprot
- Kuvet
Bahan:
- Alkaline citrate
- Pereaksi Phenol
- Sodium nitroprusside
- Larutan pengoksidasi
- Natrium hipoklorit
- Sampel air
- Padatan NH4Cl
- Larutan Standar NH4 0,1 ppm
- Aquades
 Prosedur Analisis
a. Pembuatan Pereaksi
1. Pereaksi Phenol
11,2 mL larutan stock phenol dilarutkan dalam 89 mL
alkohol 95%.

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 97

SMKN 13 Bandung
2. Sodium Nitroprusside
0,5 gram Sodium nitroprusside dilarutkan dalam 100 mL
aquades.
3. Alkaline citrate
20 gram Tri Sodium citrate dan 0,1 gram NaOH dilarutkan
dalam 100 mL Aquades.
4. Larutan Pengoksidasi
4 mL larutan Alkaline citrate dicampur dengan larutan
Natrium hipoklorit.
5. Larutan Standar Induk NH4 1000 ppm
Timbang 0,3845 gram NH4Cl lalu dilarutkan dalam 100
mL aquades.
6. Larutan Standar NH4 0,1 ppm
Pipet 10 mL larutan standar induk NH4 1000 ppm lalu
dilarutkan dalam 100 mL aquades (100 ppm).
Pipet kembali 10 mL larutan standar NH4 100 ppm lalu
dilarutkan dalam 100 mL aquades (10 ppm).
Pipet kembali 10 mL larutan standar NH4 10 ppm lalu
dilarutkan dalam 100 mL aquades (0,1 ppm).
b. Pengukuran Sampel
1. Siapkan 25 mL sampel dalam tabung reaksi.
2. Tambahkan masing – masing 1 mL larutan Phenol, 1 mL
larutan Natrium Nitroprusside dan 2,5 mL larutan
pengoksidasi.
3. Simpan ditempat gelap selama satu jam, warna akan
bertahan selama 24 jam.
4. Lakukan hal yang sama pada blanko dan sampel Quality
Control.
5. Ukur warna yang terbentuk dengan menggunakan
Spektrofotometer JSCO dengan panjang gelombang
tertentu.

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 98

SMKN 13 Bandung
 Persamaan Reaksi
NH4+ (aq) + NaOCl (aq) + OH-→ Indophenol (biru)
 Perhitungan
Menggunakan persamaan kurva kalibrasi y = 1,251x (Halaman
174)
4.16 Analisis Zat Organik
 Metoda
Titrimetri – Permanganometri
 Prinsip Analisis
Sejumlah tertentu sampel yang mengandung zat organik
dioksidasi oleh KMnO4 berlebih dalam suasana asam dan
panas. Kelebihan KMnO4 di reduksi oleh asam oksalat
berlebih. Kelebihan asam oksalat dititrasi kembali oleh larutan
KMnO4.
 Alat dan Bahan
Alat:
- Botol semprot
- Penampung
- Buret 50 mL
- Buret gelap/coklat 50 mL
- Pipet tetes
- Pipet ukur 10 mL
- Gelas ukur 100 mL
- Klem dan statif
- Alas putih/tehel
- Hot plate
- Labu Erlenmeyer 250 mL
- Gelas kimia 100 mL
Bahan:
- Aquades
- Contoh air
- Larutan standar KMnO4 0,01 N

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 99

SMKN 13 Bandung
- Larutan standar H2C2O4 0,01 N
- Larutan H2SO4 8 N
 Prosedur Analisis
a. Pembuatan Pereaksi dan Standar
1. Larutan Standar Induk KMnO4 0,1 N
3,16 gram KMnO4 dilarutkan dalam 1000 mL aquades,
didihkan selama 10 menit lalu diamkan di tempat gelap
selama 3 malam, lalu di saring dan di tetapkan
konsentrasinya dengan Asam oksalat 0,1 N.
2. Larutan Standar KMnO4 0,01 N
Pipet 100 mL larutan standar induk KMnO4 0,1 N, lalu
dilarutkan dalam aquades 1000 mL dengan labu ukur
1000 mL. Tetapkan konsentrasinya dengan Asam
oksalat 0,01 N.
3. H2SO4 8 N
111 mL H2SO4 pekat diencerkan hingga volume 1000
mL dengan aquades, lalu didihkan dan ditambahkan
KMnO4 sampai warna merah tidak berubah selama 10 -
15 menit.
4. Larutan Standar Induk H2C2O4.2H2O 0,1 N
6,302 gram H2C2O4.2H2O ditambahkan 50 mL H2SO4
pekat lalu dilarutkan dalam 1000 mL aquades.
5. Larutan Standar H2C2O4.2H2O 0,01 N
Pipet 100 mL larutan standar induk H2C2O4.2H2O 0,1 N,
lalu dilarutkan dalam aquades 1000 mL dengan labu
ukur 1000 mL.
b. Pengukuran Sampel
1. Pembebasan Labu Erlenmeyer dari Zat Organik
 Masukkan 100 mL air keran ke dalam labu Erlenmeyer
250 mL dan tambahkan batu didih.
 Tambahkan 5 mL H2SO4 8 N dan beberapa tetes
KMnO4 hingga berwarna ungu.

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 100

SMKN 13 Bandung
 Panaskan di atas hot plate biarkan mendidih selama 10
menit. Jika selama pemanasan warna hilang,
tambahkan lagi KMnO4 hingga warna tidak berubah
lagi.
 Buang larutan dalam erlenmeyer dan cepat masukkan
contoh air baru yang akan dianalisa.
2. Pengujian Zat Organik
 100 mL sampel yang dikocok di masukkan ke dalam
Erlenmeyer 250 mL bebas zat organik.
 Tambahkan 5 mL H2SO4 8N dan beberapa tetes
KMnO4 0,01N hingga berwarna merah sangat muda.
 Panaskan diatas hot plate sampai hampir mendidih dan
warna tidak berubah.
 Tambahkan 10 mL KMnO4 0,01 N lalu biarkan
mendidih selama 10 menit.
 Tambahkan 10 mL H2C2O4 0,01 N (warna KMnO4 akan
hilang). Titrasi balik dengan KMnO4 0,01N hingga
berwarna merah sangat muda.
 Catat volume titrasi
3. Penentuan Faktor Ketelitian KMnO4 Zat Organik
 Masukkan 100 mL aquades ke dalam labu erlenmeyer
bebas zat organik
 Tambahkan 5 mL H2SO4 8N + 10 mL H2C2O4 buret).
 Didihkan 10 menit di atas hot plate.Titrasi dengan
KMnO4 0,01 N sampai cairan berwarna merah sangat
muda.
 Catat volme titrasi.
 Persamaan reaksi
Zat organik + KMNO4(aq) CO2(g) +H2O(l)
MnO4- (aq) + 8H+ (aq) + 5e- Mn2+(aq) + 4H2O(l) X2
C2O42- (aq) CO2(g) + 2e- X5
2MnO4-(aq)+C2O42-(aq)+16H+ 2Mn2+(aq)+5CO2(g)+8H2O(l)

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 101

SMKN 13 Bandung
 Perhitungan
1000 𝑚𝑔
AP = x [{(10+a) x F} – 10] x 0,01 x 31,6 = ⁄𝐿
100

a = ml KMNO4 Titrasi
f = Faktor KMNO4
4.17 Analisis Kesadahan Total dan Kesadahan Kalsium (Ca)
 Metoda
Titrimetri – Kompleksometri
 Prinsip Analisis
Sejumlah tertentu sampel yang mengandung Ca dan Mg di
titrasi oleh larutan EDTA standar yang akan membentuk
kompleks pada pH 10 dengan menggunakan indikator EBT
hingga terjadi perubahan warna dari merah ungu menjadi biru
jelas (kesadahan total) dan pada pH 12 menggunakan indikator
Murexide hingga terjadi perubahan warna dari merah anggur
menjadi ungu (Ca).
 Alat dan Bahan
Alat:
- Botol semprot
- Buret bening 50 mL
- Pipet ukur 10 mL
- Alas putih/tehel
- Klem dan statif labu Erlenmeyer 250 mL
- Gelas kimia 100 mL
- Spatula
Bahan:
- Aquades
- Contoh air
- Indikator EBT
- Indikator Murexide
- Buffer pH 10
- Buffer pH 12
- Larutan KCN 10%

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 102

SMKN 13 Bandung
- Larutan standar EDTA 0,01 M
 Prosedur Analisis
a. Pembuatan Pereaksi
1. Larutan standar EDTA 0,01 M
11,76 gram EDTA di larutkan dalam 3000 mL aquades lalu
tetapkan konsentrasinya dengan CaCO3 0,01 M.
2. Indikator EBT
0,5 gram padatan EBT digerus bersamaan dengan 100
gram NaCl hingga halus.
3. Buffer pH 10
136 gram NH4Cl ditambah 1340 mL NH4OH pekat lalu
encerkan hingga 2000 mL dengan aquades.
4. Buffer pH 12
120 gram NaOH dilarutkan dalam aquades dan encerkan
hingga volumenya tepat 1 liter.
5. Larutan KCN 10%
20 gram KCN dilarutkan dengan 180 mL aquades.
b. Pengukuran Sampel
1. Kesadahan Total
a) Masukkan 50 mL contoh air yang di kocok ke dalam
labu Erlenmeyer 250 mL (jika sampel keruh dan
terdapat gangguan beri 0,5 mL KCN 10%).
b) Tambahkan 2,5 mL Buffer pH 10 dan 0,5 gram indikator
EBT.
c) Titrasi dengan larutan EDTA standar 0,01 M hingga
terjadi perubahan warna dari merah anggur menjadi
biru.
d) Catat volume EDTA yang di gunakan
2. Kesadahan Kalsium (Ca)
a) Masukkan 50 mL contoh air yang di kocok ke dalam
labu Erlenmeyer 250 mL (jika sampel keruh dan
terdapat gangguan beri 0,5 mL KCN 10%).

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 103

SMKN 13 Bandung
b) Tambahkan 2,5 mL Buffer pH 12 + 0,5 gram indikator
Murexide.
c) Titrasi dengan larutan EDTA standar 0,01 M hingga
terjadi perubahan warna dari merah anggur menjadi
ungu.
d) Catat volume EDTA yang di gunakan.
 Persamaan Reaksi

Mg
2+
(aq) + HIn2- (aq) ↔ MgIn- (aq) + H+ (aq)

Ca2+ (aq) + H2Y2- (aq) ↔ CaY2- (aq) +2H+ (aq)


Mg2+ (aq) + H2Y2-(aq) ↔ MgY2-(aq) + 2H+(aq)
H2Y2- (aq) + MgIn- (aq) ↔ MgY2-(aq) + HIn2- (aq) + H+ (aq)

 Perhitungan
Kesadahan Total
1000 1 100
x mL EDTA x 28x (Faktor EDTA – EBT)x = mg/
L
100 2

Kesadahan Kalsium
1000 1 100 mg/
xmL EDTA x 28x(Faktor EDTA-murexide)x = L
100 2

Kesadahan Magnesium
Kesadahan total – kesadahan kalsium

4.18 Analisis Besi Total


 Metoda
Phenantrolin – Spektrofotometri
 Prinsip Analisis
Sejumlah tertentu sampel yang mengandung besi direduksi
dengan Hidroksilamine membentuk Fe2+ dalam suasana asam.
Fe yang terbentuk direaksikan dengan senyawa 1,10 -
Phenantroline membentuk senyawa kompleks yang berwarna
jingga merah. Intensitas warna yang terbentuk diukur dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang tertentu.

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 104

SMKN 13 Bandung
 Alat dan Bahan
Alat:
- Botol semprot
- Penampung
- Spektrofotometer JSCO
- Kuvet 4 cm
- Pipet ukur 10 mL
- Labu Erlenmeyer 100 mL
- Corong pendek
- Gelas ukur 100 mL
- Hot plate
Bahan:
- Aquades
- Contoh air
- Larutan Buffer asetat Fe
- Larutan Hidroksilamin
- Larutan HCL pekat
- Larutan NH4 - Phenantroline
- Larutan Standar Fe
- Padatan Ammonium ferro sulfat (NH4Fe(SO4)2.10H2O)
 Prosedur Analisis
a. Pembuatan Pereaksi
1. Larutan Buffer Asetat Fe
125 gram Ammonium asetat + 75 mL aquades lalu
diencerkan sampai 350 mL dengan asam asetat glasial.
2. Larutan Hidroksilamin
10 gram Hidroksilamin dilarutkan dengan 100 mL
aquades.
3. Larutan NH4 – Phenantroline
0,5 gram Phenantroline dilarutkan dalam 500 mL aquades
dan 2 tetes HCl pekat
b. Pengukuran Sampel

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 105

SMKN 13 Bandung
1. Masukkan 25 mL sampel yang dikocok ke erlenmeyer.
2. Tambahkan 1 mL HCl pekat dan 0,5 mL Hidroksilamin.
3. Panaskan sampai volume ± 10 mL, lalu dinginkan. Bila
sampel keruh setelah dipanaskan maka saring dahulu.
4. Tambahkan 5 mL Buffer asetat Fe dan tambahkan 2 mL
NH4 – Phenantroline.
5. Encerkan sampai volume 25 mL dengan aquades.
6. Lakukan hal yang sama pada blanko dan sampel Quality
Control.
7. Ukur intensitas warna yang terbentuk dengan
spekfotometer JSCO pada panjang gelombang tertentu.
 Persamaan Reaksi
Fe3+(aq) +e- Fe2+(aq) 4x
2NH2OH.HCl(aq) N2O (aq)+ H2O(l)+6H+(aq)+2Cl-(aq)+4e- 1x
4Fe3+(aq)+2NH2OH.HCl(aq 4Fe2++N2O(aq)+H2O(l)+6H+(aq)+2Cl(aq)
Fe2+(aq) + 3Ph(aq) [Fe(Ph)3]2+
Jingga merah
 Perhitungan
Menggunakan persamaan kurva kalibrasi y = 0,6225x
(Halaman 173)
4.19 Analisis Mangan Total
 Metode
Persulfat – Spektrofotometri
 Prinsip Analisis
Mn2+ dalam sampel dioksidasi dengan K2S2O8 dalam
suasana asam dan panas membentuk KMnO4 berwarna ungu.
Warna ungu yang terbentuk diukur dengan spektrofotometer
pada panjang gelombang tertentu.
 Alat dan Bahan
Alat:
- Erlenmeyer 100 mL
- Buret coklat 50 mL
- Spatula
LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 106

SMKN 13 Bandung
- Gelas ukur 100 mL dan 25 mL
- Pipet ukur 10 mL
- Spektrofotometer JSCO
- Kuvet 4 cm
- Hot plate
- Penjepit erlenmeyer
- Botol semprot
- Corong pendek
Bahan:
- Padatan K2S2O8
- HNO3 pekat
- AgNO3 0,0140 N
- Pereaksi Khusus
- Kertas saring
- Aquades
- Sampel air
- Sampel Quality Control
- Larutan Standar Mn 5 ppm
 Prosedur Analisis
a. Pembuatan Pereaksi
1. AgNO3 0,0140 N
4,79 gram AgNO3 dilarutkan dalam aquades, lalu
encerkan dengan aquades hingga volumenya 2 liter.
Larutan ini harus di simpan dalam botol berwarna coklat
dan di simpan pada tempat yang gelap.
2. Pereaksi Khusus
7,5 gram HgSO4 dilarutkan dalam 40 HNO3 pekat dan 20
mL aquades. Tambahkan 20 mL H3PO4 85% dan 3,5 mg
AgNO3, lalu tanda bataskan hingga 100 mL
b. Pengukuran Sampel
1. 50 mL sampel dimasukkan ke erlenmeyer.

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 107

SMKN 13 Bandung
2. Tambahkan 3 tetes HNO3 pekat dan larutan AgNO3
0,0140 N sesuai dengan volume titrasi Cl-.
3. Panaskan sampel hingga mendidih. Bila sampel keruh,
maka saring terlebih dulu lalu lanjutkan kembali
pemanasan hingga mendidih.
4. Tambahkan 1 sendok spatula K2S2O8. Tunggu sampai 1
menit sambil dipanaskan. Untuk memastikan apakah
semua Mn2+ sudah teroksidasi semuanya atau belum,
maka tambahkan kembali 1 sendok spatula K2S2O8. Bila
terbentuk warna ungu maka menandakan adanya Mn, bila
tidak ada perubahan warna, maka tudak ada Mn dalam
sampel.
5. Diamkan sampel hingga dingin lalu tanda bataskan
kembali volume sampel hingga 50 mL dengan gelas ukur.
6. Lakukan hal yang sama pada blanko dan sampel Quality
Control.
7. Ukur warna yang terbentuk dengan Spektrofotometer
JSCO pada panjang gelombang tertentu.
 Persamaan Reaksi
Mn2+(aq) + 4H2O(aq) MnO4-(aq) + 8H+(aq) + 5e-
S2O82-(s) + 2e- 2SO42-(aq)
2Mn2+(aq) + 5S2O82-(s)+8H2O(l) MnO4-(aq) +5SO42-(aq) +6H+(aq) +
H2SO42-(aq)
 Perhitungan
Menggunakan persamaan kurva kalibrasi y = 0,1916x
(Halaman 169)
4.20 Analisis Ammoniak – NH3
 Metoda
Destilasi – Titrimetri
 Prinsip Analisis
Sejumlah tertentu sampel dibasakan dengan NaOH, kemudian
didestilasi sehingga NH3 yang menguap akan ditangkap

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 108

SMKN 13 Bandung
dengan penangkap destilat yaitu Asam borat. NH3 yang
tertangkap dititrasi dengan asam sulfat hingga larutan berwarna
violet (ungu).
 Alat dan Bahan
Alat:
- Botol semprot
- Sirkulator
- Labu Erlenmeyer 250 mL
- Gelas ukur 100 mL
- Buret 50 mL
- Pipet tetes
- Destilator Vapodest
Bahan:
- Aquades
- Contoh air limbah textile
- Indikator Methylen blue
- Indikator Methyl red
- NaOH 50%
- Asam Borat jenuh (H3BO3 jenuh)
- Buffer Borat
- Larutan Standar H2SO4 0,02 N
 Prosedur Analisis
a. Pembuatan Pereaksi
1. Asam Borat Jenuh (H3BO3 jenuh)
20 gram Asam borat dilarutkan dalam 1000 mL aqua
bidest atau aquades.
2. Buffer Borat
2,5 gram Na2B4O7 dilarutkan dalam 500 mL aqua bidest
atau aquades, kemudian tambahkan 88 mL larutan NaOH
0,1 N homogenkan.
3. NaOH 50%

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 109

SMKN 13 Bandung
100 gram NaOH p.a dilarutkan dalam 200 mL aqua bidest
atau aquades.
4. Indikator Methyl red
0,2 gram padatan indikator Methyl red dilarutkan dalam
100 mL alkohol 95%.
5. Indikator Methylen blue
0,2 gram padatan indikator Methylen blue dilarutkan
dalam 100 mL alkohol 95%.
6. Larutan Standar H2SO4 0,02 N
1,12 mL larutan H2SO4 95% diencerkan hingga 2 L
dengan aquades menggunakan labu ukur.
b. Pengukuran Sampel
1. Untuk Penangkap Destilat
25 mL Asam borat jenuh dituangkan dalam erlenmeyer
250 mL lalu ditambahkan 2 tetes indikator Methyl red dan
2 tetes indikator Methylen blue.
2. Untuk di Destilasi
Ukur 100 mL sampel tuangkan dalam labu destilasi.
Tambahkan 50 mL Buffer Borat dan masukkan ke alat
Destilator Vapodest.
3. Proses Destilasi
Nyalakan alat Destilator Vapodest lalu tunggu sampai
terdapat tulisan ‘Ready’ pada layar. Atur ke ‘Method’ lalu
tekan. Pilih ‘Methode – 01’ lalu tekan, dan pilih option ‘yes’
lalu tekan. Alat secara otomatis melakukan destilasi dan
otomatis akan berhenti bila selesai.
4. Proses Titrasi
Hasil destilasi ditampung di erlenmeyer dan larutan
berwarna hijau. Segera dititrasi denggan larutan H2SO4
0,02 N sampai warna ungu (TA). Catat volume titrasi.

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 110

SMKN 13 Bandung
 Perhitungan
𝑉 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 H2SO4 x [H2SO4]𝑥 𝐵𝐸 𝑁 (14) 𝑥 1000
Ammonia di Destilat = 𝑉 𝐷𝑒𝑠𝑡𝑖𝑙𝑎𝑡 (𝐿)

= mg/L
4.21 Analisis NTK (Nitrogen Total Kjeldahl)
 Metode
Kjeldahl Makro
 Prinsip Analisis
Didestruksi dengan garam Kjeldahl sebagai katalis dalam
suasana asam dan panas. Kemudian sampel hasil destruksi
dibasakan dengan NaOH, kemudian didestilasi sehingga NH3
yang menguap akan ditangkap dengan penangkap destilat
yaitu Asam borat. NH3 yang tertangkap dititrasi dengan Asam
sulfat hingga larutan berwarna violet (ungu).
 Alat dan Bahan
Alat:
- Botol semprot
- Labu Erlenmeyer 250 mL
- Gelas ukur 100 mL
- Buret 50 mL
- Pipet tetes
- Mortar
- Sirkulator
- Hot plate
- Labu Kjeldahl
- Labu destruksi
- Destilator Vapodest
Bahan:
- Aquades
- H2SO4 pekat
- Sampel air
- Indikator Methylen blue
- Indikator Methyl red

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 111

SMKN 13 Bandung
- NaOH 50%
- Garam Kjeldahl
- Asam Borat jenuh (H3BO3 jenuh)
- Buffer Borat
- Larutan Standar H2SO4 0,02 N
 Prosedur Analisis
a. Pembuatan Pereaksi
1. Garam Kjeldahl
30 gram CuSO4 dan 90 gram K2SO4 digerus.
2. Buffer Borat
2,5 gram Na2B4O7 dilarutkan dalam 500 mL aqua bidest
atau aquades, kemudian tambahkan 88 mL larutan NaOH
0,1 N homogenkan.
3. Asam Borat jenuh (H3BO3 jenuh)
20 gram Asam borat dilarutkan dalam 1000 mL aqua
bidest atau aquades.
4. Indikator Methylen Blue
0,2 gram padatan indikator Methylen blue dilarutkan
dalam 100 mL alkohol 95%.
5. Indikator Methyl Red
0,2 gram padatan indikator Methyl red dilarutkan dalam
100 mL alkohol 95%.
6. NaOH 50%
100 gram NaOH p.a dilarutkan dalam 200 mL aqua bidest
atau aquades.
7. Larutan Standar H2SO4 0,02 N
1,12 mL larutan H2SO4 95% diencerkan hingga 2 L
dengan aquades menggunakan labu ukur.
b. Pengukuran Sampel
1. Proses Destruksi
a) 100 mL sampel ditambah 10 mL H2SO4 pekat, Garam
Kjeldahl 1 sendok atau lebih, dan batu didih 3 butir.

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 112

SMKN 13 Bandung
b) Lakukan destruksi hingga larutan yang tersisa adalah
larutan menjadi jernih.
c) Dinginkan, lalu dilakukan destilasi.
2. Proses Destilasi
a) Dipastikan yang ada di dalam labu destruksi adalah
larutan. Jika memadat, dilarutkan dengan aquades, bila
perlu sambil dipanaskan.
b) Larutan di dalam labu destruksi dimasukkan ke dalam
labu Kjeldahl, labu destruksi lalu dibilas 3 kali. Lalu
sampel ditambahkan 50 mL Buffer Borat.
c) Larutan penampung NH3 disiapkan H3BO3 jenuh 25 mL
dan campuran Methyl red dan Methylen blue hingga
terbentuk warna ungu ke dalam erlenmeyer 250 mL.
d) Lakukan destilasi dengan pengaturan Alat Destilasi
Vapodest untuk pengerjaan destilasi mode NTK.

3. Proses Titrasi
Destilat dititrasi dengan H2SO4 0,02 N hingga terjadi
perubahan warna dari hijau menjadi ungu.
 Perhitungan
1000 𝑥 𝑚𝐿 𝐻𝐶𝑙 𝑥 𝑁 𝐻𝐶𝑙 𝑥 14 mg N/
NTK = = L
𝑚𝐿 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

4.22 Analisis Klorida


 Metoda
Titrimetri – ArgentometrI
 Prinsip Analisis
Klorida dalam suasana netral diendapkan dengan AgNO 3
membentuk AgCl. Kelebihan sedikit Ag+ dengan adanya
indikator K2CrO4 akan membentuk endapan merah bata pada
titik akhir titrasi.

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 113

SMKN 13 Bandung
 Alat dan Bahan
Alat:
- Botol semprot
- Labu Erlenmeyer 250 mL
- Gelas ukur 100 mL
- Buret 50 mL
- Pipet tetes
Bahan:
- Aquades
- Larutan Standar NaCl
- Padatan NaCl
- Padatan AgNO3
- Contoh air
- AgNO3 0,01 N
- Larutan K2Cr2O4 10%
- Serbuk Kristal ZnO atau MgO
 Prosedur Analisis
a. Pembuatan Pereaksi
1. Larutan AgNO3 0,0140 N
4,79 gram AgNO3 dilarutkan dalam aquades, lalu
encerkan dengan aquades hingga volumenya 2 liter.
Larutan ini harus di simpan dalam botol berwarna coklat
dan simpan pada tempat yang gelap.
2. Larutan standar NaCl
0,0824 gram NaCl dilarutkan dalam aquades, pindahkan
ke dalam labu ukur 100 mL secara kuantitatif, encerkan
dengan aquades sampai tanda batas.
3. Larutan K2CrO4 10 %
10 gram K2CrO4 dilarutkan dalam aquades hingga 100
mL.
4. Standarisasi Larutan AgNO3

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 114

SMKN 13 Bandung
a) 10 mL larutan standar NaCl 0,1 N di pipet dan
dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer.
b) Tambahkan 2 - 3 tetes HNO3 pekat dan 3 - 5 tetes
larutan indikator K2CrO4 10%.
c) Tambahkan sedikit demi sedikit serbuk ZnO atau MgO
sambil di kocok hingga cairan berwarna kuning
kehijauan.
d) Titrasi dengan larutan AgNO3 ± 0,0140 N hingga terjadi
endapan merah bata. Catat volume AgNO3 yang
digunakan.
b. Pengukuran Sampel
1. 50 mL contoh ar dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer.
2. Tambahkan 2 tetes HNO3 pekat dan 3 - 5 tetes K2CrO4
10%.
3. Titrasi dengan larutan AgNO3 0,0140 N hingga terjadi
endapan merah bata.
4. Catat volume AgNO3 yang di gunakan.
 Persamaan Reaksi
Cl- (aq) + Ag+ (aq) AgCl (s) ↓putih
CrO4 (aq) + 2Ag+(aq) Ag2CrO4 (s) merah
 Perhitungan
1
1000 𝑋( 𝑚𝑙 𝐴𝑔𝑁𝑂3−0,3)𝑋 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑘𝑒𝑡𝑒𝑙𝑖𝑡𝑖𝑎𝑛 𝑋 𝑋 35,45
35,45
Klorida = 100
𝑚𝑔
= ⁄𝐿

4.23 Analisis H2S sebagai Sulfida


 Metoda
Spektrofotometri
 Prinsip Analisis
Sulfida dalam air direaksikan dengan Amine test akan menjadi
jernih dan ditambahkan FeCl3 sebagai pereaksi pewarnanya.
Intensitas warna yang terbentuk diukur pada panjang
gelombang tertentu.

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 115

SMKN 13 Bandung
 Alat dan Bahan
Alat:
- Alat Aerasi
- Tabung reaksi besar
- Spektrofotometer
- Pipet ukur 10 mL
Bahan:
- Larutan CdSO4
- Larutan CH3COOH glacial
- Larutan Amine test
- Larutan FeCl3
- Larutan (NH4)2HPO4
- N.N – dimethyl – p – phenylenediamine chloride
- H2SO4 pekat
- Aquades
- Contoh air
 Prosedur Analisis
a. Pembuatan Pereaksi
1. Amine – Sulfuric Acid Stock
2,7 gram N.N – dimethyl – p – phenylenediamine chloride
dilarutkan dalam campuran 5 mL H2SO4 pekat dan 2 mL
aquades. Jika sudah dingin, tanda bataskan hingga 10 mL.
2. Amine Test
Pipet 2,5 mL Amine – Sulfuric Acid Stock lalu larutkan
dengan H2SO4 1 : 1 sebanyak 97,5 mL.
3. Larutan FeCl3
Larutkan 100 gram FeCl3 ke dalam 40 mL air aquades.
4. Larutan (NH4)2HPO4
Larutkan 75 gram (NH4)2HPO4 ke dalam 150 mL aquades.
5. Larutan CdSO4
1,0750 gram CdSO4 dan 0,0750 gram NaOH dilarutkan
dalam 250 mL aquades.

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 116

SMKN 13 Bandung
b. Pengukuran Sampel
1. Masukkan 7,5 mL sampel air yang jernih (bila keruh harus
disaring terlebih dahulu) ke dalam tabung reaksi.
2. Tambahkan 0,5 mL Amine test, lalu tambahkan 3 tetes FeCl3
dan tambahkan 1,6 mL (NH4)2HPO4.
3. Setiap penambahan pereaksi harus di kocok. Bila setelah
penambahan (NH4)2HPO4 masih keruh maka tambahkan
lagi 0,5 mL Amine test lalu kocok hingga endapan larut.
4. Ukur intensitas warna yang terbentuk pada panjang tertentu
dengan spektrofotometer Jasco.
Untuk sampel air limbah yang keruh dan berwarna dilakukan
proses aerasi-adsorbsi.
1. Masukkan 50 mL sampel air ke dalam labu erlenmeyer
khusus proses adsorbsi.
2. Tambahkan 5 mL CH3COOH glacial. Segerakan menutup
erlenmeyer setelah penambahan.
3. Masukkan 10 mL CdSO4 ke dalam tabung penangkap
sulfida.
4. Pasang alat dan nyalakan hingga terdapat gelembung pada
larutan sampel, biarkan selama 10 menit.
 Perhitungan
Menggunakan persamaan kurva kalibrasi y = 0,4821x
(Halaman 179)

4.24 Analisis Orthophospat


 Metode
SnCl – Spektrofotometri
 Prinsip Analisis
Orthophospat direaksikan dengan Ammonium molibdat dalam
suasana asam membentuk Asam molibdophospat yang
terlarut dan direduksi dengan SnCl2 menghasilkan senyawa
berwarna biru. Warna biru yang terbentuk diukur dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang tertentu.

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 117

SMKN 13 Bandung
 Alat dan Bahan
Alat:
- Gelas ukur 100 mL
- Erlenmeyer
- Pipet ukur 10 mL
- Botol semprot
- Spektrofotometer JSCO
- Kuvet 4 cm
Bahan:
- Kertas saring
- Aquades
- Larutan Ammonium Molibdat
- Larutan SnCl2
- Sampel air
 Prosedur Analisis
a. Pembuatan Pereaksi
1. Larutan Ammonium Molibdat
6,25 gram Ammonium molibdat dilarutkan dalam 43,75
mL aquades dan tambahkan H2SO4 70%. Dinginkan dan
encerkan hingga 250 mL.
2. Larutan SnCl2
2,5 gram padatan SnCl2 dalam 100 mL Gliserol, panaskan
sampai larut.
b. Pengukuran Sampel
1. Masukkan 25 mL sampel jernih ke dalam erlenmeyer.
2. Tambahkan 1 mL larutan Ammonium molibdat dan 1 tetes
larutan SnCl2.
3. Diamkan sampel selama 5 menit.
4. Lakukan hal yang sama pada blanko.
5. Ukur dengan Spektrofotometer Jasco pada panjang
gelombang tertentu. Batas waktu sampel untuk diukur
setelah terbentuknya warna yaitu 1 menit.

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 118

SMKN 13 Bandung
 Perhitungan
Menggunakan persamaan kurva kalibrasi y = 1,0949x
(Halaman 171)

4.25 Analisis Total Posfor


 Metode
Spektrofotometer
 Prinsip Analisis
Posfor dalam sampel air dioksidasi menjadi orthophospat
dalam suasana asam dengan K2S2O8. Kemudian Orthophospat
yang terbentuk direaksikan dengan Ammonium molibdat dalam
suasana asam membentuk Asam molibdophospat yang terlarut
dan direduksi dengan SnCl2 menghasilkan senyawa berwarna
biru. Warna biru yang terbentuk diukur dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang tertentu.
 Alat dan Bahan
Alat:
- Gelas ukur 100 mL
- Erlenmeyer
- Pipet ukur 10 mL
- Botol semprot
- Spektrofotometer Jenway
- Kuvet 4 cm
- Corong
- Labu ukur 100 mL
- Kertas saring
- Gelas kimia 100 mL
- Hot Plate
- pH Meter Sartorius PP 20
Bahan:
- Aquades
- Sampel air
- Larutan Standar Phospat

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 119

SMKN 13 Bandung
- H2SO4 pekat
- Padatan K2S2O8 (Kalium peroksonisulfat)
- Larutan Ammonium Molibdat
- Larutan SnCl2
 Prosedur Analisis
a. Pembuatan Pereaksi
1. Larutan Ammonium Molibdat
6,25 gram Ammonium molibdat dilarutkan dalam 43,75
mL aquades dan tambahkan H2SO4 70%. Dinginkan dan
encerkan hingga 250 mL.
2. Larutan SnCl2
2,5 gram padatan SnCl2 dalam 100 mL Gliserol,
panaskan sampai larut.
b. Pengukuran Sampel
1. Masukkan 100 mL sampel dikocok ke dalam gelas kimia.
2. Tambahkan 1 mL H2SO4 pekat dan 1 sendok spatula
K2S2O8.
3. Kisatkan sampai volume sampel ± 10 mL. Lakukan di
ruang asam.
4. Biarkan hingga dingin namun jangan dikeluarkan dari
ruang asam.
5. Netralkan sampel pada pH 6,5 - 8,5.
6. Tambahkan volume sampel dengan aquades hingga ke
volume awal dengan labu ukur 100 mL. Bila sampel keruh,
lakukan pengenceran sambil disaring.
7. Ambil 25 mL sampel tersebut lalu masukkan ke
erlenmeyer.
8. Tambahkan 1 mL larutan Ammonium molibdat dan 1 tetes
SnCl2.
9. Diamkan sampel selama 5 menit.
10. Buat blanko dengan 25 mL sampel dari langkah 8.

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 120

SMKN 13 Bandung
11. Ukur dengan spektrofotometer jenway pada panjang
gelombang 695 nm. Batas waktu sampel untuk diukur
setelah terbentuknya warna yaitu 1 menit.
 Perhitungan
Menggunakan persamaan kurva kalibrasi y = 1,0949x
(Halaman 171)

4.26 Analisis Biochemical Oxygen Demand (BOD)


 Metode
5 - Day BOD Test – Iodometri
 Prinsip Analisis
Mengukur kandungan oksigen terlarut awal (DO 0) dari sampel
segera setelah pengambilan contoh, kemudian mengukur
kandungan oksigen terlarut pada sampel yang telah di
inkubasi selama 5 hari pada kondisi gelap dan suhutetap (20oC)
yang sering di sebut DO 5. Selisih DO 0 dan DO 5 (DO 0 – DO
5) merupakan nilai BOD yang dinyatakan dalam milligram
oksigen per liter (mg/L).
 Alat dan bahan
Alat:
- Botol Winkler
- Pipet ukur
- Gelas ukur 1000 mL
- Penampung
- Gelas ukur 100 mL
- Buret 50 mL
- Labu ukur 250 mL
- Corong pendek
- Batang pengaduk
- Sirkulator
- Labu Erlemeyer 250 mL
Bahan:
- Aquades

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 121

SMKN 13 Bandung
- K2Cr2O7
- Buffer Phosfat MgSO4
- Larutan CaCl2
- Larutan FeCl3
- Nutrient bakteri
- Larutan MnSO4
- Larutan Alkali iodida
- Amilum
- Larutan Standar K2Cr2O7 0,025 N
- Padatan Na2S2O3
- Larutan Na2S2O3 0,025 N
- Sampel air
 Prosedur Analisis
a. Pembuatan Pereaksi
1. Larutan Pengencer
 liter air yang tidak mengandung desinfektan (air sumur,
sungai, dan lain - lain) jika tidak tersedia boleh juga
memakai air PAM tetapi harus diaerasi terlebih dahulu
untuk menghilangkan kaporitnya dimasukan ke dalam
ember besar.
 Tambahkan nutrisi (volume menyesuaikan dengan
volume larutan pengencer, yaitu 1 mL FeCl3 , 1 mL
MgSO4, 1 mL CaCl2, 1 mL Buffer Phosfat, dan 1 mL air
seeding (air berbakteri), kemudian diaerasi.
2. Larutan Buffer Phosfat
Larutkan 0,85 g KH2PO4; 0,285 g K2HPO4.3H2O; 3,34 g
Na2HPO.7H2O dan 0,17 NH4Cl dalam aquades.
Dinetralkan dengan HCl 0,1 N atau NaOH 0,1 N (pH 7,2).
Kemudian tanda bataskan hingga 100 mL.
3. Larutan MgSO4
Larutkan 2,25 gram MgSO4 .7H2O dalam aquades.
Kemudian di tanda bataskan hingga 100 mL.

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 122

SMKN 13 Bandung
4. Larutan CaCl2
Larutkan 3,6419 gram CaCl2.2H2O dengan aquades.
Kemudian ditanda bataskan hingga 100 mL.
5. Larutan FeCl3
Larutkan 36,4 gram MnSO4.H2O dalam aquades.
Kemudian ditanda bataskan hingga 100 mL
6. Larutan MnSO4
Larutkan 36,4 gram MnSO4.7H2O dalam aquades.
Kemudian ditanda bataskan hingga 100 mL.
7. Larutan Alkali Iodida
Larutkan 250 gram NaOH atau 350 gram KOH dan 67,5
gram NaI atau 75 gram KI dengan aquades, kemudian
diencerkan hingga 500 mL.
8. Larutan Kanji (Amilum)
Larutkan 1 gram amilum (Starch) dalam 100 mL aquades
sambil dipanaskan.
9. Larutan Standar Induk Na2S2O3.5H2O 0,125 N
Timbang 31,026 gram Na2S2O3.5H2O dalam 1 L aquades
panas dengan labu ukur.
10. Larutan Standar Na2S2O3 0,0125 N
Pipet 100 mL larutan standar induk Na2S2O3 0,125 N lalu
dilarutkan dalam 1000 mL aduadest dengan labu ukur
1000 mL. Tetapkan konsentrasinya dengan K2Cr2O7
0,0125 N.
11. Larutan Standar K2Cr2O7 0,0125 N
Timbang 0,1531 gram K2Cr2O7 dan larutkan dalam 250
mL aquades dengan labu ukur.
b. Penentuan Konsentrasi Na2S2O3 0,0125 N
 Pipet 10 mL larutan standar K2Cr2O7 0,0125 N ke
erlenmeyer.
 Tambahkan 1 mL H2SO4 pekat dan 1 sendok spatula KI.

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 123

SMKN 13 Bandung
 Titrasi dengan larutan standar Na2S2O3 0,0125 N sampai
warna kuning jerami.
 Tambahkan 1 mL amilum lalu lanjutkan titrasi sampai
warna biru tepat menghilang.
 Catat volume titrasi.
c. Pengukuran BOD sampel air
1. Sebelum melakukan analisa BOD, terlebih dahulu
ditentukan angka COD dari sampel.
2. Buat 2 blanko dan variasi 3 pengenceran untuk setiap
sampel dengan cara membagi angka permanganat
sampel dengan variasi 3x, 5x dan 7x atau lebih, hitung
volume air pengencer yang di butuhkan.
3. Buat air pengencer sesuai yang di butuhkan.
4. Isi botol winkler dengan masing masing variasi
pengenceran sampel, kemudian tutup rapat dan pastikan
tidak ada gelembung udara di dalamnya.
5. Untuk DO 5 hari, simpan masing-masing variasi
pengenceran sampel kedalam inkubator selama 5 hari
pada suhu berdasarkan 20oC.
6. Untuk DO 0 hari, tambahkan 1 mL MnSO4 dan 1 mL Alkali
iodida ke dalam botol berisi sampel dan blanko dengan
masing – masing variasi pengenceran, kocok kemudian
pisahkan larutan dari supernatannya.
7. Ke dalam erlenmeyer berisi larutan sampel, tambahkan 5
tetes H2SO4 pekat dan 1 mL amilum lalu titrasi dengan
larutan standar Na2S2O3
0,0125 N sampai dengan biru tepat menghilang dan catat
volume titrasi.
8. Ke dalam botol winkler berisi supernatan, tambahkan 20
tetes H2SO4 pekat, titrasi dengan larutan standar Na2S2O3
0,0125 N sampai kuning jerami. Tambahkan beberapa 1

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 124

SMKN 13 Bandung
mL amilum, lanjutkan titrasi sampai dengan biru tepat
menghilang dan catat volume titrasi gabungan.
9. Lakukan langkah 6-8 terhadap sampel DO 5 hari.
10. Hitung kadar BOD sampel air.
 Perhitungan
BOD = {(DO 0 – DO 5) – (V blanko DO 0 – V blanko DO 5)} x f x fp
= mg/L
Keterangan
F Seeding = 1
Fp = Faktor Pengenceran

4.27 Analisis Chemical Oxygen Demand


 Metoda
COD - Refluks Terbuka
 Prinsip Analisis
Senyawa organik dalam air dioksidasi oleh larutan Kalium
dikromat dalam suasana asam pada temperature 150oC.
Kelebihan Kalium dikromat dititasi oleh larutan Ferro
ammonium sulfat (FAS) dengan indikator ferroin.
 Alat dan Bahan
Alat:
- Erlenmeyer asah 250 mL
- Pipet seukuran 10 mL dan 20 mL
- Pipet ukur 10mL
- Hot Plate
- Kondensor
- Botol semprot
- Pipet tetes
- Buret 50 mL
- Gelas kimia 100 mL
- Klem
- Statif
- Sirkulator

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 125

SMKN 13 Bandung
Bahan:
- Larutan K2Cr2O7 0,25 N
- Asam COD
- Larutan H2SO4 pekat
- Padatan AgSO4
- Indikator Ferroin
- Larutan standar FAS 0,25 N
- Padatan HgSO4
- Aquades
 Prosedur Analisis
a. Pembuatan Pereaksi
1. Larutan Standar K2Cr2O7 0,25 N
12,2590 g K2Cr2O7 p.a yang telah dipanaskan pada
temperatur 105oC selama 1 jam ditimbang dengan teliti
dan diencerkan dengan aquades hingga volume 1L.
2. Pereaksi Asam COD (Pereaksi Asam Sulfat - Perak
Sulfat)
10 gram AgSO4 dimasukkan kedalam 1 L H2SO4 pekat
dan dibiarkan selama 1 atau 2 hari untuk melarutkan
serbuk tersebut.
3. Larutan Indikator Ferroin
1,485 gram 1,1 – Phenantroline monohidrate dan 695 mg
FeSO4.7H2O dilarutkan dalam aquades dan diencerkan
hingga volumenya 100 mL.
4. Larutan Ferro Ammonium Sulfat 0,25 N (FAS)
24,5 gram Fe(NH4)2(SO4).6H2O dilarutkan dalam aquades
ditambah 10 mL H2SO4 pekat dan diencerkan hingga
volumenya 250 mL dengan labu ukur.
5. Penetapan Konsentrasi FAS 0,25 N
a) Pipet 10 mL larutan standar K2Cr2O7 0,25 N ke
erlenmeyer.

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 126

SMKN 13 Bandung
b) Tambahkan 1 mL H2SO4 pekat dan 3 - 5 tetes indikator
Ferroin.
c) Titrasi dengan larutan FAS 0,25 N sampai warna coklat
kemerahan.
d) Catat volume titrasi.
b. Penentuan Sampel
1. 20 mL sampel air dimasukkan ke dalam erlenmeyer
asah, tambahkan 1 spatula padatan HgSO4.
2. Tambahkan 10 mL larutan K2Cr2O7 0,25 N dan 25 mL
pereaksi asam COD.
3. Erlenmeyer asah dipasang pada kondensor dan
dipanaskan selama 2 jam mendidih. Setelah dingin,
kondensor dibilas dengan aquades. Labu refluks dilepas
dari kondensor kemudian dinginkan.
4. Setelah dingin, titrasi dengan larutan FAS standar 0,25N
menggunakan indikator Ferroin hingga terjadi
perubahan warna dari kuning menjadi coklat kemerahan.
5. Diperlukan percobaan blanko dengan aquades sebagai
sampel, dengan cara kerja diatas.
 Perhitungan
(𝑉 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜−𝑉 𝐹𝐴𝑆)𝑥 [𝐹𝐴𝑆] 𝑥 𝐵𝐸 O2 x 1000
COD = 𝑉 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

= mg/L

4.28 Analisis Minyak dan Lemak


 Metode
Ekstraksi Soxhlet - Gravimetri
 Prinsip Analisis
Sejumlah tertentu sampel air dipisahkan residunya dalam
keadaan asam dengan kertas saring. Kemudian residu tersebut
diekstraksi dengan alat soxhlet dan pelarut N – Hexane ke
dalam labu dasar bulat yang telah diketahui beratnya. Residu

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 127

SMKN 13 Bandung
hasil ekstraksi dipanaskan, didinginkan, kemudian ditimbang
beratnya.
 Alat dan Bahan
Alat:
- Labu dasar bulat
- Soxhlet
- Pompa vakum
- Kapas
- Tali kasur
- Gelas ukur 1000 mL
- Silica gel
- Eksikator
- Waterbath
- Kertas saring
- Neraca analitik
- Oven
- Gelas kimia
Bahan:
- Aquades
- HCl 1 : 1
- Sampel air
- N – Hexane
 Prosedur Analisis
a. Pembuatan Pereaksi Larutan HCl 1 : 1
250mL HCl pekat dicampurkan dengan 250 mL aquades.
b. Penentuan Minyak dan Lemak
1. Labu dasar bulat yang bersih dan kering dipanaskan di
dalam oven selama 1 jam di suhu 105OC, lalu didinginkan
dalam eksikator selama 30 menit. Kemudian timbang
sebagai berat labu dasar bulat kosong.
2. 1 liter sampel dikocok kemudian dimasukkan ke gelas
kimia.

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 128

SMKN 13 Bandung
3. Tambahkan 5 mL HCl 1 : 1 ke dalam sampel. Saring
sampel dengan kertas saring dan kapas menggunakan
pompa vakum (usahakan padatan atau endapan berada
di atas kapas).
4. Jika kertas saring basah, keringkan dulu di oven.
Usahakan tidak ada air sedikitpun pada saat proses
ekstraksi.
5. Lipat kertas saringnya dan diikat, kemudian masukkan ke
dalam soxhlet.
6. Pasangkan alat soxhlet dengan labu dasar bulat yang
sudah diketahui beratnya dan masukkan N – Hexane dari
atas soxhlet sebanyak 1,5 siklus.
7. Lakukan ekstraksi selama 4 jam, dimana 1 jamnya
dilakukan 20 kali siklus.
8. Jika sudah 4 jam, keluarkan kertas saring dari soxhlet lalu
pisahkan antara N – Hexane dengan minyak dan lemak
hasil ekstraksi. N – Hexane yang sudah terpisah
dimasukkan ke penampungnya.
9. Panaskan labu dasar bulat berisi minyak dan lemak hasil
ekstraksi ke dalam oven dalam suhu 105OC selama 1 jam.
Lalu dinginkan labu dasar bulat tersebut di dalam
eksikator selama 30 menit, kemudian timbang beratnya.
 Perhitungan
{(𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑙𝑎𝑏𝑢+𝑟𝑒𝑠𝑖𝑑𝑢)−𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑙𝑎𝑏𝑢 𝑘𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔}𝑥 1000
Minyak & lemak = 𝑉 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

= mg/L

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 129

SMKN 13 Bandung
BAB V
DATA PENGAMATAN

5.1 Hasil Analisa Air Limbah

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 130

SMKN 13 Bandung
5.2 Hasil Analisa Air Bersih

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 131

SMKN 13 Bandung
5.3 Hasil Analisa Air Minum

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 132

SMKN 13 Bandung
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 pH
 Pengukuran pH dapat dilakukan dengan tiga metide, yaitu : kertas
indikator pH, larutan indikator pH, dan pH meter.
 Sebelum menggunakan pH mete harus di kalibrasi terlebih dahulu
dengan menggunakan larutan Buffer pH 4,0 untuk mewakili pH asam,
Buffer pH 7,0 untuk mewakili pH netral, dan Buffer pH 10,0 untuk
mewakili pH basa.
 Sebelum mengukur pH suatu larutan, elektroda dibersihkan telebih
dahulu agar sisa-sisa larutan yang masih menempel tidak tercampur
dengan larutan yang akan diukur.
 Setelah digunakan, pH meter harus di bilas dengan aquadest. Lalu
rendam elektoda dengan aquadest.
 Prinsip kerja potensiomete yang dapat digunakan sebagai pH meter
adalah dengan cara membandingkan nilai potensial H + di sekitar
elektroda tersebut.
6.2 Daya Hantar Listrik
 Tujuan dari pengukuran kondiktivitas untuk mengetahui banyak ion-
ion yang telarut dalam air atau banyak mineral yang telarut.
 Pada saat pengukuran DHL suhu larutan ±25°C. Karena jika suhu
tinggi akan membuat nilai DHL semakin besar, pergerakan iion dan
interaksi antar ion semakin cepat dan mengakibatkan aliran listrik
besar.
 Satuan yang digunakan untuk menyatakan konduktivity adalah µS/cm
( 1mS/m = mili Siemen/m= 10 µS/cm = 10 µ mhous/cm ).
 Selain banyaknya ion, DHL juga dipengaruhi oleh suhu dan CO2 dalam
air.
 Sebelum menggunakan alat, harus di kalibrasi telebih dahulu dengan
menggunakan larutan KCl 0,01N ( larutan KCl 0,01N = 1413 µS/cm
pada 25°C )

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 133

SMKN 13 Bandung
 Absorbansi CO2 dari udara oleh air dapat menyebabkan nilai DHL
bertambah. Karena CO2 dengan air membentuk ion H+ dan HCO3-
6.3 Warna
 Larutan standar yang mengandung 1mg/L platina sebagai K2PtCl6
setara dengan 1 unit warna air.
 Satuan yang menyatakan warna dalam air adalah TCU (True Color
Unit)
 Metode pengukurannya adalah metode visual, dengan
membandingkan warna air dengan larutan standar yang terbuat dari
K2PtCl6 dan Cobalt.
 Jika sampel keruh, maka sempel harus di saring terlebih dahulu.
Untuk mencegah terjadinya kesalaham pada saat pengamatan.
Karena yang di bandingkan adalah warna sejati.
 Jika warna sampel melebihi standar terbesar, maka sampel di
encerkan.
6.4 kekeruhan
 Satuan yang digunakan untuk menyatakan kekeruhan dalam air
adalah NTU ( Nephelometric Turbidity Unit ).
 Sampel air dikocok terlebih dahulu karena dikhawatirkan tidak
menunjukan hasil kekeruhan yang sebenarnya.
 Alat turbidimeter dikalibrasi terlebih dahulu dengan larutan standar
yang tersedia yang terbuat dari Hydrazine sulfat dan
hexamethylenetetramine.
 Jika kekeruhan air lebih tinggi dari kemampuan alat, maka contoh air
diencerkan dengan aquadest.
6.5 Temperatur
 Temperatur air harus diukur di lapangan atau tempat pengambilan
contoh air, karena temperatur air akan berubah menyesuaikan dengan
temperatur urdara sekitar.
 Pengukuran temperatur menggunakan thermometer gelas yang diisi
oleh alkohol atau merkuri dengan ketelitian 0,1˚C

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 134

SMKN 13 Bandung
6.6 Asidi-Alkalinitas
 Pengukuran asidi-alkalinitas dilakukan sesegera mungkin
 Untuk gas CO2 harus dilakukan pada saat smpling karena gas CO2
mudah berubah.
 Jika sampel air berwarna dan sulit dilakukan titasi asam basa, maka
dapat dilakukan dengan metode titrasi potensiometri.
 Prinsip kerja asiditas yaitu sampel ditambah indikator phenolftalein
dan dititrasi dengan larutan NaOH sampai terjadi perubahan warna
menjadi merah muda.
 Prinsip kerja alkalinitas yaitu sampel ditambah indikator Methyl orange
dan titrasi dengan H2SO4 sampai terjadi perubahan warna menjadi
jingga.
6.7 Klorida
 Konsentrasi klorida maksimun yang di perbolehkan untuk air minum
adalah 250 mg/L, lebih besar dari baku mutu tersebut air akan berasa.
 Prinsip pengukuran klorida dengan metode mohr adalah klorida dalam
suasana netral diendapkan dengan AgNO3 membentuk AgCl.
Kelebihan sedikit Ag+ dengan adanya indikator K2CrO4 akan
membentuk endapan merah bata pada TA.
 Jika suasana terlalu basa , maka Fe atau Mn pada sampel akan
membentuk endapan coklat yang mengganggu TA atau Ag pada titran
mengendap menjadi AgOH sehingga volume titrasi menjadi lebih
banyak dari yang seharusnya.
 Metode lain yang dapat digunakan untuk pengukuran klorida adalah
metode dengan elektroda selektif untuk Cl- . Tetapi ketelitiannya lebih
rendah dibandingkan dengan metode titrasi mhor.
6.8 Besi
 Prinsip pengukuran besi berdasarkan metode phenantroline adalah
Fe3+ dalam suasana asam dan panas, direduksi oleh hidroksilamin
membentuk Fe2+, selanutnya ion ferro direaksikan dengan senyawa
1,10-phenantroline membentuk senyawa kompleks berwarna merah.

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 135

SMKN 13 Bandung
 Fungsi penambahan hidroksilamin untuk mereduksi Fe 3+ menjadi Fe2+
. Besi dalam keadaan Fe2+ lebih stabil dibandingkan dengan Fe3+.
 Jika hanya ingin mengukur Fe2+ maka tidak perlu di panaskan dan
ditambahkan hidroksilamin.
6.9 Mangan
 Prinsip pengukuran mangan dengan metode persulfate adalah
oksidasi mangan dalam air oleh persulfat dalam suasana asam dan
panas membentuk MnO4- yang berwarna merah.
 Metode ini di ganggu oleh adanya Cl-. Untuk menghilangkan
gangguan Cl- dapat dilakukan dengan penambahan AgNO3 sehingga
Cl- akan mengendap sebagai AgCl.
 Sedikit kelebihan AgNO3 berfungsi sebagai katalis.
 Jika contoh air berwarna, pengukuran dapat dilakukan dengan metode
AAS.
6.10 Sulfat
 Fungsi penambahan Buffer asetat untuk memberikan suasana asam.
 Setelah menambahkan BaCl2, sampel harus didiamkan selama 5
menit agar terbentuk endapan BaSO4 sempurna.namun batas
pengukurannya adalah 30 detik. Karena dikhawatirkan bila sampel
mengandung banyak SO4 maka endapan BaSO4 yang terbentuk akan
mengalami presipitasi atau larut kembali.
6.11 Kesadahan total dan kesadahan Ca
 Sebelum titasi kesadahan Ca total, larutan di tambahkan Buffer pH 10
karena indikator EBT dapat menunjukan warna TA yang jelas pada pH
tersebut.
 Sebelum titrasi kesadahan total, larutan di tambahkan Buffer pH 12
karena Mg dalam air dibuat mengendap pada pH 12 sebagai Mg(OH) 2.
Ion Ca2+ yang tidak ikut mengendap di titrasi dengan EDTA standar
dengan indikator Murexide sampai terjadi perubahan warna dar merah
menjadi ungu.
 Fungsi penambahan KCN 10% untuk mengurangi pengotor yang akan
mengganggu proses titrasi.

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 136

SMKN 13 Bandung
6.12 Zat Organik
 Penambahan KMnO4 tepat 10mL, dimaksudkan agar KmnO4 berlebih
bereraksi sempurna dengan zat organik. Karena zat organik dan
KmnO4 bereaksi lamban pada suhu ruangan, maka reaksi dibantiu
dengab pendidihan tepat 10 menit.
 Kandungan Cl- yang tinggi dapat mengganggu karena Cl- bersifat
reduktor kuat yang akan bereaksi dengan KmnO 4 sehingga volume
akhir titrasi akan lebih banyak dari yang seharusnya.
 Erlenmeyer yang digunakan harus bebas zat organik, agar zat organik
yang menempel pada labu tidak akan menambah nilai zat organik
pada sampel.
 Proses oksidasi dilakukan oleh KmnO4 berlebih dan terukur 10mL
dalam suasana asam dan panas.
 Pengukuran zat organik disebut juga pengukuran angka
permanganat, dimana zat organik dalam sampel dioksidasi oleh
oksidator kuat KmnO4 pada temperatur mendidih selama 10 menit.
Semakin banyak zat organik maka semakin banyak oksidator KmnO4
yang dibutuhkan untuk mengoksidasi senyawa organik.
 Kelemahan menggunakan metode angka permanganat adalah untuk
jenis senyawa organik yang mudah menguap, tidak akan terukur
karena akan menguap pada pemanasan di dalam labu erlemeyer
yang terbuka.
6.13 Total Dissolved Solid (TDS)
 Pada sampel yang kemungkinan mengandung banyak dissolved solid
ataupun garam terlarut (terutama air laut) ketia proses pengisatan
sering menyebabkan adanya sisa-sisa aira yang terperangkap tidak
bisa dikisatkan, yang terjadi berat TDS bertambah dari yang
seharusnya oleh air yang tersisa.
 Setelah dilakukan penyaringan, dilakukan pembilasan. Untuk
menghindari dissolved solid yang tersisa dalam corong.
 TDS menyatakan banyaknya senyawa-senyawa organik atau
anorganik yang larut dalam air.

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 137

SMKN 13 Bandung
6.14 Total Suspended Solid (TSS)
 Suhu pada saat pemanasan dioven adalah 105˚C untuk
mengeringkan sampel dari sisa-sisa air agar menguap.
6.15 Nitrogen Total Kjedahl (NTK)
 Garam kjedahl berfungsi sebagai katalis pada saat proses destruksi.
 H2SO4 (p) berfungsi sebagai pendestruksi sampel menjadi unsur-
unsurnya. Hasil destruksi akan menjadi warna hijau kebiruan sebagai
hasil dari penambahan garam kjedahl.
6.16 Ammonium destilasi
 Pada metode destilasi, sampel ditambahkan buffer borat dan NH 3
dalam sampel akan terdesak saat penambahan NaOH dan memaksa
NH3 keluar dan menguap yang selanjutnya akan ditampung Asam
Borat jenuh, hasil destilasi dititrasi dengan H2SO4 standar.
 Metode ini dilkukan pada sampel dengan nilai besar atau sampel yang
memiliki pH asam dapat dilakukan dengan metode destilasi.
6.17 Nitrat
 NO3 dalam smapel direduksi menjadi NO2 dalam kolom Cd berisi Cu-
Cd granular yang berfungsi sebagai reduktor.
 Cu-cd granular dapat digunakan sebagai reduktor bila berwarna
perak. Jika Cu-Cd granular dalam kolom berubah menjadi coklat maka
harus direndam dengan HCl 1:1, kemudian Cu-Cd granular tersebut
dimasukan kedalan larutan CuSO4 2% dan aduk dengan stearer.
Lakukan hingga warna Cu-Cd granular menjadi perak.
 Hasil reduksi harus segera ditambahkan reagen karena kemungkinan
NO2 yang terbentuk teroksidasi kembali.
 Kolom Cd harus direndam dengan NH4Cl-EDTA agar Cu-Cd granular
yang berada dalam kolom tidak teroksidasi. Jika teroksidasi, proses
reduksi tidak berjalan dengan baik.
 Fungsi NH4Cl untuk menaikan pH sampel menjadi netral.
 Fungsi EDTA untuk mengikat senyawa logam dalam sampel
membentuk kompleks logam terlarut sehingga tidak menyumbat
kapas gelas yang berada di bawah logam Cu-Cd granular.

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 138

SMKN 13 Bandung
 pH sampel tidak boleh terlalu asam ataupun basa karena
mengakibatkan warna yang terbentuk menjadi jingga bukan ungu.
6.18 Ammonium Phenat
 Metode ini digunkan terhadap sampel yang mengandung NH3 dengan
kadar yang kecil.
 Dalam proses pembilasan atau pembuatan reaksi, aqua DM yang
digunakan karena tidak mengandung NH3 yang dapat mengakibatkan
bertambahnya kadar NH3.
6.19 Nitrit
 Reagen Griess saltman mengandung asam slfinat dan N-(1- Napthyl)
Ethylene Diamine Dihidrocloride yang jika bereaksi dengan sampel
NO2 membentuk senyawa berwarna ungu.
6.20 Phospat dan Ortophospat
 Senyawa-senyawa polisulfat dalam air akan terhidrolisa menjadi
ortophospat, demikian pula senyawa organik phospat
denganbbantuan mikroorganisme akan terurai dan hasil akhirnya
adalah ortophospat.
 Metode pengukuran phospat yang paling umum digunakan adalah
metode ammonium molibdate-spektrofotometri, kemudian direduksi
dengan reduktor SnCl2.
 Metode hanya untuk pengukuran senyawa phospat yang reaktif yaitu
senyawa ortophospat. Hal tersebut menjadi salah satu pertimbangan
mengapa sampel untuk penentuan total P di destruksi menjadi
ortophospat dan dihitung sebagai total P.
 Untuk jenis senyawa phospat lainnya dapat di destruksi dengan
K2S2O8.

6.21 Oil and Grease


 Alat-alat yang akan digunakan harus bebas lemak dan minyak, karena
akan mempengaruhi hasil pengujian.
 Setelah sampel di saring, harus dikeringkan terlebih dahulu agar tidak
ada air yang masuk pada soxhlet pada saat estraksi.

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 139

SMKN 13 Bandung
6.22 Dissolved Oxygen (DO)
 Adanya biota air, bakteri akan mempengaruhi konsentrasi oksigen
terlarut. Semakin banyak senyawa organik di dalam air, maka semakin
berkembang biak mikroorganisme yang menguraikan zat organik
tersebut dalam suasana aerobik, sehingga konsentrasi oksigen
semakin kecil.
 Prinsip pengukuran dengan DO meter berdasarkan kemampuan
membrane melewatkan molekul oksigen, atau berdasarkan laju
diffuse gas oksigen melalui membrane yang terdapat dalam elektroda.
 Sebelum alat DO meter digunakan harus dikalibrasi terlebih dahulu
dengan larutan DO 0 sampai layar DO meter menunjukan 0.
6.23 Biochemical Oxygen Demand (BOD)
 Percobaan BOD harus bebas dari zat-zat yang bersifat toksik
terhadap mikroorganisme, seperti klor, pestisida. Tetapi harus
mengandung elemen esensial (besi, magnesium,dll) yang di perlukan
oleh bakteri, sehingga pertumbuhan mikroorganisme tidak terganggu.
 Reaksi yang terjadi pada percobaan BOD adalah hasil aktifitas
mikroorganisme, kecepatan reaksi penguraian sangat di pengaruhi
oleh konsentrasi zat organik.
 Temperatur percobaan BOD sangat mempengaruhi kecepatan
penguraian zat organik. Temperatur diinkubasi pada suhu 20˚C.
 Secara teoritis, waktu yang dibutuhkan untuk menguraikan senyawa
organik secara sempurna membutuhkan waktu kira-kira 20 hari.
Ternyata dalam waktu 5 hari, kira-kira 70-80% zat organik telah
teruari. Besarnya persen dangat mempengaruhi oleh zat organik dan
jenis mikroorganisme yang terdapat pada BOD. Selain itu, alasa dipilih
waktu 5 hari untuk mengurangi gangguan dari senyawa nitrogen oleh
mikroorganisme.
 Metode pengencer merupakan metode yang paling sering digunakan
terutama untuk limbah industri dan domestik. Karena limbah tersebut
mengandung zat organik yang tinggi.

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 140

SMKN 13 Bandung
 Air keran dapat digunakan sebagai air pengencer, tetapi air keran
mengandung klor yang bersifat toksik untuk mikroorganisme. Dengan
penambahan nutrisi seperti FeCl3, MgSO4, dan NH4Cl dan juga
sebagai unsur Fe, S dan N yang diperlukan untuk pertumbuhan
mikroorganisme.
 pH air pengencer harus berkisar antara 6,5-8,5. Untuk menjaga agar
pH air pengencer stabil, ditambahkan buffer fosfat.
 Mikroorganisme ditambahkan kedalam ke dalam air pengencer
sebanyak 2mL air limbah domestik untuk setiap 1L air pengencer.
 Air pengencer harus di aerasi untuk mejamin persediaan oksigen yang
cukup lama selama percobaan BOD.
 Jika pengenceran contoh air terlalu tinggi, maka dikhawatirkan
penurunan DO selama percobaan terlalu kecil sehingga diperoleh
hasil pengukuran BOD yang kurang valid.
 Botol yang digunakan untuk BOD harus dilengkapi dengan tutup untuk
mencegah masuknya udara dari liar selama inkubasi berlangsung.
6.24 Chemical Oxyge Demand (COD)
 Oksidator yang dipilih untuk parameter COD adalah K 2Cr2O7 karena
hampir semua senyawa organik dapat dioksidasi dalam suasana
asam dan panas.
 Penambahan HgSO4 bertujuan untuk menghilangkangangguan dari
adanya senyawa halida (Cl, Br dan I2) yang akan ikut teroksidasi
K2Cr2O7 sehingga terlihat seolah sampel mengandung senyawa
organik yang kadarnya tinggi. Sehingga larutan ammonium ferro sulfat
yang digunakan untuk mentitrasi kelebihan K2Cr2O7 lebih sedikit dari
yang seharusnya.
 Asam COD ditambahkan untuk memberikan suasana asam karena
K2Cr2O7 bersifat oksidator pada suasana asam.
 Ag2SO4 dalam asam COD berfungsi sebagai katalis untuk proses
oksidasi senyawa alfatik rantai lurus yang sulit dioksidasi sempurna.
 Refluks bertujuan untuk mempercepat proses reaksi senyawa
orrganik.

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 141

SMKN 13 Bandung
 Kondensor berfungsi sebagai pendingin agar senyawa organik ketika
menguap akan kembali menjadi embun pada dinding kondensor saat
didinginkan dan kebali lagi ke dalam erlenmeyer.
 Setelah proses refluks selesai, kondensor dibilas terlebih dahulu agar
uap senyawa organik yang menempel pada dinding kondensor turun
kedalam erlenmeyer. Kemudian tidak boleh langsung dititrasi tetapi
harus didinginkan karena dikhawatirkan akan ada uap air yang akan
mengganggu pengujian.
 Pengerjaan COD juga disertai dengan pengerjaan terhadap blanko
untuk mengtahui faktor banyaknya volume kalium dikromat yang
tereduksi oleh zat pereduksi dalam sampel.
6.25 H2S sebagai sulfida
 Pada pengerjaan H2S harus pada tabung reaksi yang tertutup, karena
kemungkinan pada saat pengerjaan ada gas H2S yang keluar
sehingga hasil pengukuran lebih kecil dari yang seharusnya.
 Sampel yang mengandung banyak pengotor atau sampel limbah yang
berwarna akan mengganggu pengukuran, maka dilakukan aerasi. H 2S
pada sampel akan terdesak dengan penambahan asam asetat pekat
dengan bantuan alat aerasi, H2S akan tertampung pada CdSO4.
6.26 Flourida
 Pengukuran flor menggunakan penambahan SPADNS dengan blanko
reference solution.
 Pereaksi pewarna asam zirkonil dan reference solution harus dibuat
bersamaan karena berasal dari larutan yang sama yaitu SPADNS
untuk meminimalisir kesalahan pereaksi.
 Semakin banyaknya kandungan flour dalam sampel, maka warna
merah yang terbentuk akan semakin pudar. Hal ini disebut dengan
flourences.
 Pengukuran standar dilakukan tiap kali mengukur sampel. Ini
bertujuan untuk membuat kurva kalibrasi dan didapatkan oersamaan
untuk menghitung kadar floue dalam sampel.

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 142

SMKN 13 Bandung
6.27 Fenol
 Pada saat proses testraksi, dibutuhkan waktu 5 menit untuk
pembentukan warna yang sempurna.
 Jika sampel yang akan di ekstraksi berwarna, maka di lakukan
destilasi hingga mendapat larutan yang tidak berwarna. Karena jika
larutan yang di ekstraksi berwarna, maka akan mengganggu hasil
analisa.
 Phenol akan bereaksi dengan amino antipirin membentuk senyawa
kompleks berwarna kuning. Larutan amino antipirin-phenol akan
membentuk warna merah dalam larutan Kalium hheksasianoferrat.
6.28 MBAS
 Surfakan dalam detergen pencuci dapat membuat warna biru pada
hasil estraksi menjadi lebih pekat, maka pencucian alat yang di pakai
dilarang memakai sabun.
 Semua alat yang digunakan harus dipastikan kering karena CHCl 3
yang tidak dapat tercampur dengan air.

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 143

SMKN 13 Bandung
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan
Dari hasil kegiatan selama Praktek Kerja Industi di
Laboraturium Kualitas Air Teknik Lingkungan ITB. Dapat di tarik
kesimpulan bahwa dalam menganalisa sampel air, terdapat baku
mutu yang menjadi standar acuan dalam menganlisa sampel,
khususnya sampel air. Standar baku mutu tersebut diantaranya: Air
Minum No.492/MENKES/PER/IV/2010. Air Bersih
No.416/MENKES/PER/IX/1990. Air Laut No.02/MENKLH/I/1988. Air
Sungai mengacu pada Baku Mutu Peraturan Pemerintah No. 82
Tahun 2001 kelas I. Air Limbah Tekstil mengacu pada Baku Mutu SK
GUB – JABAR No.6 Tahun 1999 & KEP MENLH No.
KEP51/MENLH10/1995 AMDK. Baku Mutu mengacu pada Peraturan
Air Mineral Dalam Kemasan (SNI 01-3553-2006). Air Limbah
Domestik mengacu pada Baku Mutu KEP MENLH No. 112 tahun 2003
Tanggal 10 Juli 2003.

7.2 Saran

7.2.1 Kepada Pihak Sekolah


Selama kegiatan prakerin berlangsung, diharapkan pembimbing
dari pihak sekolah lebih sering memonitoring para siswanya di
lingkungan prakrein secara langsung, paling tidak satu bulan
sekali. Sehingga siswa dapat berkonsultasi mengenai informasi-
informasi terbaru dari sekolah. Dan juga pembimbing selalu
memberikan motivasi kepada siswa yang sedang melakukan
prakerin.

7.2.2 Kepada Pihak Industri


Pihak Industri diharapkan agar kerjasama antara sekolah dengan
perusahaan lebih di tingkatkan dengan memberi peluang kepada
siswa SMK untuk prakerin. Hubungan karyawan dengan siswa

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 144

SMKN 13 Bandung
prakerin diharapkan selalu terjaga keharmonisannya agar dapat
tercipta suasana kerjasama yang baik. Untuk efisiensi kerja dan
waktu, dimohon untuk menambah hotplate karena banyak
parameter yang harus menggunakan hotplate, serta memperbaiki
neraca analitik.

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 145

SMKN 13 Bandung
DAFTAR PUSTAKA
Awwa, Standart Methods For The Examination of Water and
WasteWater, 20 th Edition 2002.
Awwa, Introduction to Water Quality Analyses , 1997.
Damanhuri Tri Padmi dan Irsyad, Moh. (2010) Modul Praktikum
Laboraturium Lingkungan TL-3103. Bandung: Program Studi
Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, ITB
Eugene R.Weiner. Application of Environmental Aquaic Cheistry for
Practical Guide. Third edition. CRC Press
Adinanta, H. 2012. Penentuan Kandunan fosfat, sulfat dan sulfida Air
sungai Siak dan Sungai Kampar dari Hasil Penyaringan
Konvensial yang Dimodifikasi untuk Mendapatkan Air Baku Air
Minum, Pekanbaru: FMIPA-UR.
Khopkar, S.M. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta:UI-Pres
Aprianti, M. 2008. Analisis Kandungan Boron, Seng, Mangan dan
Sulfat dalam Air Sungai Mesjid Sebagai Air Baku PDAM
Dumai, pekanbaru: FMIPA-UR
Riskanita, S. 2012. Analisis Kandungan Seng, Sulfat dan Sulfida
dalam Air Lindi TPA Muara Fajar Pekanbaru: FMIPA-UR
Budiawan, Fatisa, Y, Kharani, N. 2009. Optmasi Biodegradabilitas dan
Uji Toksisitas Hasil Degradasi Surfaktan Linier Alkilbenzena
Sulfonat (LAS) Sebagai Bahan Deerjen Pembersih. Jurnal
Makara Sains v0.13 no.2 November 2009:125-133
Spektrofotometri.
Sonila Duka and Alqi Cullaj. An Optimal Procedure for Ammonical
Nitrogen Analysis in Natural Waters Using Indophenol Blue
Method. Natura Montenegrina, Podgorica, 9 (3): 743-751.

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 146

SMKN 13 Bandung
LAMPIRAN I
DAFTAR HADIR PESERTA PRAKERIN DAN UJI KOMPETENSI
TAHUN AJARAN 2017/2018

Institusi Pasangan Sekolah


Nama LPM Kualitas Air Nama SMKN 13 Bandung
ITB
Pembimbing Lindarsih Pembimbing Popong Wariati, S.Pd
Nama Siswa : Anggriani Fadillah
Tempat Prakerin : LPM Kualitas Air ITB

TGL BULAN

NOVEMBER DESEMBER JANUARI FEBRUARI

1 √ Libur Libur √

2 √ Libur √ Libur

3 Libur √ √ Libur

4 Libur √ √ √

5 √ √ Libur Libur Imlek

6 √ √ Libur √

7 √ √ √ √

8 √ Libur √ izin

9 √ Libur Sakit Libur

10 Libur √ √ Libur

11 Libur Sakit √ √

12 √ √ Libur √

13 √ √ Libur √

14 √ √ √ √

15 √ Libur √ √

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 147

SMKN 13 Bandung
16 √ Libur √ Libur

17 Libur √ √ Libur

18 Libur √ √ √

19 √ Sakit Libur √

20 Libur Maulid √ Libur √


Nabi
21 izin √ √ √

22 √ Libur √ √

23 √ Libur √ Libur

24 Libur Cuti √ Libur


Bersama
25 Libur Libur Natal √ Izin

26 √ √ Libur Uji
Kompetensi
27 √ √ Libur Uji
Kompetensi
28 √ √ √ √

29 sakit Libur √

30 √ Libur sakit

31 Libur √

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 148

SMKN 13 Bandung
Mengetahui Bandung, Maret 2019

Pembimbing SMKN 13 Bandung Pembimbing IP

Popong Wariati, S.Pd Lindarsih

DAFTAR HADIR PESERTA PRAKERIN DAN UJI KOMPETENSI


TAHUN AJARAN 2018 / 2019

Institusi Pasangan Sekolah


Nama LPM Kualitas Air Nama SMKN 13 Bandung
ITB
Pembimbing Lindarsih Pembimbing Popong Wariati, S.Pd

Nama Siswa : Indri Pebrianti


Kompetensi Keahlian : Analis Kimia

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 149

SMKN 13 Bandung
BULAN
TGL
NOVEMBER DESEMBER JANUARI FEBRUARI

1 √ Libur Libur √

2 √ Libur √ Libur

3 Libur √ √ Libur

4 Libur √ √ Izin

5 √ √ Libur Libur Imlek

6 √ √ Libur √

7 √ √ √ √

8 √ Libur √ √

9 √ Libur √ Libur

10 Libur √ √ Libur

11 Libur √ √ √

12 √ √ Libur √

13 √ √ Libur √

14 √ √ √ √

15 √ Libur √ Izin

16 √ Libur √ Libur

17 Libur √ √ Libur

18 Libur √ √ √

19 √ √ Libur √
Libur Maulid
20 √ Libur √
Nabi

21 √ √ √ √

22 √ Libur √ √

23 √ Libur √ Libur

24 Libur Cuti Bersama √ Libur

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 150

SMKN 13 Bandung
25 Libur Libur Natal √ √

26 Libur Uji
√ √
Kompetensi
27 Libur Uji
√ √
Kompetensi
28 √ √ √ √

29 √ Libur √ -

30 √ Libur √ -

31 - Libur √ -

Mengetahui Bandung, Maret 2019

Pembimbing SMKN 13 Bandung Pembimbing IP

Popong Wariati, S.Pd Lindarsih

LAMPIRAN 2
JURNAL HARIAN PESERTA PRAKERIN DAN UJI KOMPETENSI
TAHUN AJARAN 2018/2019
Nama Siswa : Anggriani Fadillah
Tempat Prakerin : LPM Kualitas Air ITB
No Hari Tanggal Kegiatan
1 Kamis 01 November 2018 - Pengarahan Pembimbing
- Kalibrasi pH meter, DHL,
Salinitas
2 Jumat 02 November 2018 - Analisa Flourida
- Analisa BOD
3 Senin 05 November 2018 - Analisa pH

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 151

SMKN 13 Bandung
- Analisa DHL
- Analisa Warna
4 Selasa 06 November 2018 - Analisa Mangan
- Analisa Sulfat
5 Rabu 07 Nobember 2018 - Analisa Flourida
- Analisa Besi
6 Kamis 08 November 2018 - Analisa Zat Organik
- Analisa warna
7 Jumat 09 November 2018 - Analisa TSS
- Analisa BOD
8 Senin 12 November 2018 - Analisa Nitrat
- Analisa Nitrit
- Analisa Warna
9 Selasa 13 November 2018 - Analisa Fenol
- Analisa DHL
- Analisa TSS
10 Rabu 14 November 2018 - Analisa Besi
- Membuat pereaksi Buffer
asetat
- Kalibrasi Sulfat
11 Kamis 15 November 2018 - Analisa Flourida
- Analisa Besi
12 Jumat 16 November 2018 - Analisa Warna
- Analisa TSS
13 Senin 19 November 2018 - Kalibrasi Mangan
- Analisa pH
- Analisa DHL
- Analisa Nitrat
- Annalisa Nitrit
14 Selasa 20 November 2018 Cuti Bersama
15 Rabu 21 November 2018 Izin
16 Kamis 22 November 2018 - Analisa TSS
- Analisa TDS
- Analisa Mangan
- Analisa MBAS
17 Jumat 23 November 2018 - Analisa Besi
- Analisa MBAS
- Analisa Flourida
- Analisa Fenol
- Titrasi COD
18 Senin 26 November 2018 - Analisa Boron
- Analisa Mangan
- Analisa warna
19 Selasa 27 November 2018 - Membuat standar
Mangan
- Analisa Kekeruhan
- Analisa Bebas Cl-
- Analisa Mangan
LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 152

SMKN 13 Bandung
20 Rabu 28 November 2018 - Analisa Warna
- Analisa PH
- Analisa DHL
- Analisa Flourida
- Analisa Besi
- Analisa Mangan
21 Kamis 29 November 2018 Sakit
22 Jumat 30 November 2018 - Analisa Flour
- Membuat pereaksi Buffet
Asetat
- Analisa Zat Organik
23 Senin 3 Desember 2018 - Analisa Nitrat Nitrit
- Analisa Warna
- Analisa Sulfida
- Analisa Boron
24 Selasa 4 Desember 2018 - Analisa Nitrat Nitrit
- Analisa Ammonium
Phenat
- Mengukur DO
- Analisa Logam Cu
- Analisa Logam Zn
25 Rabu 5 Desember 2018 - Analisa Nitrat Nitrit
- Analisa TSS
- Analisa NTK
- Kalibrasi Fenol
26 Kamis 6 Desember 2018 - Analisa Nitrat Nitrit
- Analisa NTK
- Analisa Ammonium
Destilasi
- Analisa Total Phospat
27 Jumat 7 Desember 2018 - Mengukur COD
- Melanjutkan Total
Phospat
- Analisa Zat Organik
28 Senin 10 Desember 2018 - Analisa Besi
- Analisa Kekeruhan
29 Selasa 11 Desember 2018 Sakit
30 Rabu 12 Desember 2018 - Analisa Ammonium
- Analisa Zat Organik
31 Kamis 13 Desember 2018 - Analisa Minyak
- Analisa TSS
32 Jumat 14 Desember 2018 - Analisa Besi
- Analisa Nitrat Nitrit
33 Senin 17 Desember 2018 - Analisa Besi
- Analisa Flour
34 Selasa 18 Desember 2018 - Analisa COD
- Analisa Nitrat Nitrit
- Analisa PH
LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 153

SMKN 13 Bandung
- Analisa DHL
35 Rabu 19 Desember 2018 Sakit
36 Kamis 20 Desember 2018 - Analisa Flour
- Analisa Besi
37 Jumat 21 Desember 2018 - Analisa Warna
- Analisa Kekeruhan
- Analisa Total Phosphat
38 Senin 24 Desember 2018 Libur Nasional
39 Selasa 25 Desember 2018 Libur Nasional
40 Rabu 26 Desember 2018 - Analisa Besi
- Analisa Logam Na
- Analisa Logam Mn
41 Kamis 27 Desember 2018 - Analisa Boron
- Analisa Asiditas
Alkalinitas
42 Jumat 28 Desember 2018 - Analisa Phosphat
- Analisa Ammonium
- Analisa Mangan
43 Senin 31 Desember 2018 Libur Nasional
44 Selasa 1 Januari 2019 Libur Nasional
45 Rabu 2 Januari 2019 - Kalibrasi Neraca
- Kalibrasi Flourida
46 Kamis 3 Januari 2019 - Kalibrasi Besi
- Analisa Klorida
- Analisa Minyak
47 Jumat 4 Januari 2019 - Analisa Warna
- Analisa Kekeruhan
48 Senin 7 januari 2019 - Kalibrasi Nitrat Nitrit
- Analisa Ammonium
49 Selasa 8 Januari 2019 - Kalibrasi Fenol
50 Rabu 9 Januari 2019 Sakit
51 Kamis 10 januari 2019 - Analisa Boron
- Analisa Kesadahan
52 Jumat 11 Januari 2019 - Analisa Klorida
- Analisa Warna
53 Senin 14 Januari 2019 - Analisa Mangan
- Analisa Kesadahan
54 Selasa 15 januari 2019 -Analisa Ammonium
- Analisa Orto Phosphat
55 Rabu 16 Januari 2019 - Analisa Warna
- Analisa Kekeruhan
56 Kamis 17 Januari 2019 - Analisa Orto Phosphat
- Analisa Warna
57 Jumat 18 Januari 2019 - Analisa Flour
- Membuat buffet asetat
58 Senin 21 Januari 2019 - Analisa Flour
- Analisa TSS

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 154

SMKN 13 Bandung
59 Selasa 22 Januari 2019 - Analisa MBAS
- Analisa Klorida
- Analisa fenol
60 Rabu 23 Januari 2019 - Analisa Zat Organik
- Analisa Mangan
61 Kamis 24 Januari 2019 - Analisa BOD
- Analisa Logam Mn
- Analisa Logam Na
- AnalisaLogam Cu
- Analisa logam Zn
62 Jumat 25 Januari 2019 - Analisa Kekeruhan
- Analisa Warna
- Analisa DHL
- Analisa TDS
- Analisa Zat Organik
- Analisa Ammoniak
63 Senin 28 Januari 2019 - Analisa Ammoniak
- Analisa TSS
- Analisa PH
- Analisa DHL
- Analisa Total Phosphat
64 Selasa 29 Januari 2019 - Analisa Total Phosphat
- Analisa Nitrat Nitrit
65 Rabu 30 Januari 2019 - Analisa Total Phosphat
- Analisa Ammonium

66 Kamis 31 Januari 2019 - Analisa Total Phosphat


- Analisa TSS
67 Jumat 1 Februari 2019 - Analisa Total Phosphat
- Analisa TSS
68 Senin 4 Februari 2019 - Analisa Total Phosphat
- Analisa Zat Organik
-Analisa Sulfat
69 Selasa 5 Februari 2019 Libur Nasional
70 Rabu 6 Februari 2019 - Analisa Total Phosphat
- Analisa NTK
71 Kamis 7 Februari 2019 - Analisa Ammoniak
- Analisa Minyak
72 Jumat 8 Februari 2019 Izin
73 Senin 11 Februari 2019 - Kalibrasi Silika
- Analisa Nitrat Nitrit
74 Selasa 12 Februari 2019 - Analisa Ammoniak
- Analisa Kesadahan
- Analisa PH
75 Rabu 13 Februari 2019 - Analisa Nitrat Nitrit
- Analisa TSS
76 Kamis 14 Februari 2019 - Analisa Sulfida

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 155

SMKN 13 Bandung
- Analisa TSS
- Analisa Nitrat Nitrit
78 Jumat 15 Februari 2019 - Analisa Boron
- Analisa Nitrat Nitrit
79 Senin 18 Februari 2019 - Analisa Nitrat Nitrit
- Analisa TSS
80 Selasa 19 Februari 2019 - Analisa Flour
- Analisa TSS
- Analisa NTK
- Analisa Ammoniak
81 Rabu 20 Februari 2019 - Analisa Total Phosphat
82 Kamis 21 Februari 2019 - Analisa Klorida
- Analisa Kesadahan
83 Jumat 22 Februari 2019 - Analisa Total Phosphat
- Analisa Ammoniak
84 Senin 25 Februari 2019 Izin
85 Selasa 26 Februari 2019 - Uji Kompetensi Praktek
- Analisa Besi
- Analisa TSS
86 Rabu 27 Februari 2019 - Uji Kompetensi Tulis
- Analisa Nitrat Nitrit
87 Kamis 28 Februari 2019 - Analisa Ammonium
- Analisa BOD
- Analisa Total Phosphat
- Analisa Mangan
Mengetahui Bandung,Maret 2019

Pembimbing SMKN 13 Bandung Pembimbing IP

Popong Wariati, S.Pd Lindarsih


JURNAL / KEGIATAN HARIAN SISWA
PRAKTEK KERJA INDUSTRI TAHUN AJARAN 2018 / 2019

Nama Siswa : Indri Pebrianti


Tempat Prakerin : LPM Kualitas Air ITB
Hari / TGL Kegiatan
Kamis, 1 - Pengarahan Pembimbing
Nov 2018 - Pengenalan Laboratorium
- Mengkalibrasi Alat PH, DHL, Salinitas

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 156

SMKN 13 Bandung
- Mengerjakan DHL, Salinitas, PH
Jumat, 2 - Mengkalibrasi Alat PH, DHL, Salinitas
Nov 2018 - Mengerjakan Sulfat
- Mengerjakan BOD
Senin, 5 - Mengkalibrasi Alat PH, DHL, Salinitas
Nov 2018 - Mengerjakan Salinitas
- Menetralkan PH Sampel Total Phospat
- Membantu Destilasi
Selasa, 6 - Mengkalibrasi Alat PH, DHL, Salinitas
Nov 2018 - Mengerjakan Nitrat & Nitrit
- Mengerjakan Total Phospat
Rabu, 7 - Mengkalibrasi Alat PH, DHL, Salinitas
Nov 2018 - Mengerjakan Total Phospat
- Mengerjakan Kekeruhan
- Mengerjakan BOD
Kamis, 8 - Mengkalibrasi Alat PH, DHL, Salinitas
Nov 2018 - Mengerjakan Total Phospat
- Mengerjakan Ortho Phospat
Jumat, 9 - Mengkalibrasi Alat PH, DHL, Salinitas
Nov 2018 - Mengerjakan Ortho Phospat
- Mengerjakan Mangan
- Mengerjakan Boron
- Mengerjakan Ammonia
Senin, 12 - Mengkalibrasi Alat PH, DHL, Salinitas
Nov 2018 - Menyaring Sampel Minyak
Selasa, 13 - Mengkalibrasi Alat PH, DHL, Salinitas
Nov 2018 - Mengerjakan Kekeruhan
- Mengekstraksi Sampel Minyak
Rabu, 14 - Mengkalibrasi Alat PH, DHL, Salinitas
Nov 2018 - Membuat Pereaksi Sulfida
- Mengerjakan Mangan

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 157

SMKN 13 Bandung
Kamis, 15 - Mengkonstankan Labu Minyak
Nov 2018 - Mengerjakan Sulfida
- Mengerjakan Total Phospat
Jumat, 16 - Mengkalibrasi Alat PH, DHL, Salinitas
Nov 2018 - Mengerjakan Sulfida
- Mengerjakan Total Phospat
Senin, 19 - Mengkalibrasi Alat PH, DHL, Salinitas
Nov 2018 - Mengkalibrasi Phospat
Rabu, 21 - Mengkonstankan Labu Minyak
Nov 2018 - Mengerjakan Zat Organik
- Mengerjakan PH & DHL
Kamis, 22 - Mengerjakan Zat Organik
Nov 2018 - Mengerjakan Warna
Jumat, 23 - Mengerjakan Mangan
Nov 2018 - Mengkonstabkan Labu Minyak
- Titrasi COD
Senin, 26 - Mengkalibrasi Alat PH, DHL, Salinitas
Nov 2018 - Mengerjakan Mangan
- Mengkonstankan Labu Minyak
Selasa, 27 - Mengkalibrasi Alat PH, DHL, Salinitas
Nov 2018 - Mengerjakan Warna
Rabu, 28 - Mengkalibrasi Alat PH, DHL, Salinitas
Nov 2018 - Mengerjakan DHL
- Mengerjakan Sulfat
- Membuat Standar Nitrit
Kamis, 29 - Mengkalibrasi Alat PH, DHL, Salinitas
Nov 2018 - Membuat Standar Nitrat
- Membuat Larutan NH4Cl – EDTA
- Membuat Larutan Buffer Asetat (Pro Fe)
- Mengerjakan Besi
Jumat, 30 - Mengkalibrasi Alat PH, DHL, Salinitas
Nov 2018 - Mengerjakan MBAS

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 158

SMKN 13 Bandung
Senin, 3 - Mengkalibrasi Alat PH, DHL, Salinitas
Des 2018 - Mengerjakan Mangan
- Mengerjakan Kalium
Selasa, 4 - Mengkalibrasi Alat PH, DHL, Salinitas
Des 2018 - Mengerjakan TSS
- Memasukan Data Kekomputer
Rabu, 5 - Mengkalibrasi Alat PH, DHL, Salinitas
Des 2018 - Mengerjakan PH & DHL
- Mengerjakan MBAS
Kamis, 6 - Mengkalibrasi Alat PH, DHL, Salinitas
Des 2018 - Membuat Larutan Buffer Asetat (pro SO4)
- Mengerjakan Sulfat
- Mengerjakan TSS
Jumat, 7 - Mengkalibrasi Alat PH, DHL, Salinitas
Des 2018 - Mengerjakan Warna
Senin, 10 - Memasukan Data Kekomputer
Des 2018 - Menimbang kertas Saring Untuk TSS
- Mengkonstankan Labu Minyak
- Mengkalibrasi Nitrat
Selasa, 11 - Mengkalibrasi Alat PH, DHL, Salinitas
Des 2018 - Mengkonstankan Labu Minyak
- Mengkalibrasi Nitrat
Rabu, 12 - Mengkalibrasi Alat PH, DHL, Salinitas
Des 2018 - Mengerjakan Besi
- Mengerjakan Flour
Kamis, 13 - Mengkalibrasi Alat PH, DHL, Salinitas
Des 2018 - Mengerjakan Nitrat
- Mengerjakan Sulfat
Jumat, 14 - Mengerjakan Nitrat
Des 2018 - Mengkalibrasi Mangan
Senin, 17 - Mengkalibrasi Alat PH, DHL, Salinitas
Des 2018 - Mengerjakan PH &DHL

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 159

SMKN 13 Bandung
- Mengerjakan Nitrat
Selasa, 18 - Mengkalibrasi Alat PH, DHL
Des 2018 - Mengerjakan Kekeruhan
- Mengerjakan Warna
Rabu, 19 - Mengkalibrasi Alat PH, DHL
Des 2018 - Mengerjakan Sulfat
- Mengerjakan Fenol
- Mengerjakan Nitrat
- Mengerjakan Nitrit
Kamis, 20 - Mengkalibrasi Alat PH, DHL
Des 2018 - Mengerjakan Nitrat
- Mengerjakan Nitrit
- Mengkonstankan Labu Minyak
Jumat, 21 - Mengkalibrasi Alat PH, DHL
Des 2018 - Mengerjakan Nitrat
- Mengerjakan Nitrit
- Mengkonstankan Labu Minyak
Rabu, 26 - Mengkalibrasi Alat PH, DHL
Des 2018 - Mengerjakan Sufat
- Mengkalibrasi Nitrat
Kamis, 27 - Mengkalibrasi Alat PH, DHL
Des 2018 - Menyiapkan Standar Untuk Kalibrasi Nitrat
- Mengerjakan Warna
Jumat, 28 - Mengkalibrasi Alat PH, DHL
Des 2018 - Mengklibrasi Nitrat
- Mengerjakan Nitrat
- Mengerjakan Nitrit
- Mengerjakan Mangan
Rabu, 2 - Mengkalibrasi Alat PH, DHL
Jan 2019 - Mengerjakan Validasi Sulfat
Kamis, 3 - Mengkalibrasi Alat PH, DHL
Jan 2019 - Membuat Standar Nitrit

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 160

SMKN 13 Bandung
Jumat, 4 - Mengkalibrasi Alat PH, DHL
Jan 2019 - Mengkalibrasi Nitrit
- Mengerjakan Validasi Nitrit Blanko & 0,002
ppm
- Membuat Larutan NH4CL – EDTA
Senin, 7 - Mengkalibrasi Alat PH, DHL
Jan 2019 - Mengerjakan Validasi Nitrit 0,005 ppm
- Mengerjakan Nitrat
- Membuat Pereaksi SnCl2 (Phospat)
- Membuat Buffer Asetat (Fe)
Selasa, 8 - Mengkalibrasi Alat PH, DHL
Jan 2019 - Mengerjakan PH & DHL
- Mengerjakan Validasi Nitrit 0,010 ppm
Rabu, 9 - Mengkalibrasi Alat PH, DHL
Jan 2019 - Mengerjakan Sulfat
- Menyaring Sampel Untuk Minyak
- Mengerjakan Flour
Kamis, 10 - Mengekstraksi Sampel Minyak
Jan 2019 - Mengerjakan Kalibrasi Ammonium
- Mengerjakan PH & DHL
- Mengerjakan Titrasi Klorida
Jumat, 11 - Mengkalibrasi Alat PH, DHL
Jan 2019 - Mengerjakan Ammonium
- Mengerjakan Nitrat
- Mengerjakan Nitrit
- Mengekstraksi Sampel Minyak
- Mengkonstankan Labu Minyak
- Mengerjakan Titrasi Klorida
- Mengerjakan Titrasi Alkalinitas
Senin, 14 - Mengkalibrasi Alat PH, DHL
Jan 2019 - Mengerjakan Nitrat
- Mengerjakan Nitrit

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 161

SMKN 13 Bandung
- Mengekstraksi Minyak
- Mengkonstankan Labu Minyak
- Membuat KMnO4 0,05 N
Selasa, 15 - Mengekstraksi Sampel Minyak
Jan 2019 - Mengkonstankan Cawan
- Mengukur Boron
- Mengerjakan Nitrat
- Mengerjakan Nitrit
Rabu, 16 - Mengkalibrasi Alat PH, DHL
Jan 2019 - Mengerjakan Nitrat
- Mengerjakan Nitrit
- Mengekstraksi Sampel Minyak
- Mengerjakan MBAS
Kamis, 17 - Mengkalibrasi Alat PH, DHL
Jan 2019 - Mengerjakan Sulfat
- Mengkonstankan Labu Minyak
- Mengekstraksi Sampel Minyak
Jumat, 18 - Mengkalibrasi Alat PH, DHL
Jan 2019 - Mengerjakan Mangan
- Mengerjakan Ortho Phospat
Senin, 21 - Mengkalibrasi Alat PH, DHL
Jan 2019 - Mengerjakan Mangan
- Mengerjakan Besi
- Menyiapkan Sampel Untuk Cu, Zn
- Mengukur Zn Pada Sampel Di AAS
Selasa, 22 - Mengerjakan Sulfida
Jan 2019 - Menyiapkan Sampel untuk Na, K
- Mengukur Cu pada Sampel Di AAS
- Membuat Standar Cu
Rabu, 23 - Mengkalibrasi Alat PH, DHL
Jan 2019 - Mengerjakan Zat Organik

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 162

SMKN 13 Bandung
Kamis, 24 - Mengkalibrasi Alat PH, DHL
Jan 2019 - Membuat Standar MBAS
- Mengekstraksi Standar MBAS
Jumat, 25 - Mengkalibrasi PH & DHL
Jan 2019 - Mengkalibrasi MBAS
- Mengerjakan Zat Organik
Senin, 28 - Mengkalibrasi Alat PH, DHL
Jan 2019 - Mengerjakan Titrasi Kesadahan
- Mengerjakan Titrasi Asiditas
- Membuat Larutan EDTA
Selasa, 29 - Mengkalibrasi Alat PH, DHL
Jan 2019 - Mengerjakan Mangan
- Mengerjakan Titrasi Kesadahan
- Menetapkan Larutan EDTA
Rabu 30 - Mengkalibrasi Alat PH, DHL
Jan 2019 - Mengerjakan Titrasi Kesadahan
- Mengerjakan Titrasi Asiditas
- Mengerjakan Titrasi Alkalinitas
- Mengerjakan Titrasi Klorida
Kamis, 31 - Mengkalibrasi Alat PH, DHL
Jan 2019 - Mengerjakan Besi
- Menetralkan PH Sampel Untuk Phospat
Jumat, 1 - Mengkalibrasi Alat PH, DHL
Feb 2019 - Mengerjakan PH & DHL
- Belajar Sampling
Rabu, 6 - Mengkalibrasi Alat PH, DHL
Feb 2019 - Mengerjakan Warna
- Mengerjakan Boron
- Mengerjakan Besi
Kamis, 7 - Mengkalibrasi Alat PH, DHL
Feb 2019 - Mengukur Besi
- Mengerjakan MBAS

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 163

SMKN 13 Bandung
Jumat, 8 - Mengkalibrasi Alat PH, DHL, Salinitas
Feb 2019 - Mengerjakan PH, DHL, TDS, Salinitas
- Mengerjakan Titrasi Kesadahan
- Mengerjakan Titrasi Asiditas
- Mengerjakan Titrasi Alkalinitas
- Mengerjakan Titrasi Klorida
- Mengerjakan Besi
Senin, 11 - Mengkalibrasi Alat PH, DHL, Salinitas
Feb 2019 - Mengerjakan PH, DHL, TDS
- Mengerjakan Mangan
Selasa, 12 - Mengkalibrasi Alat PH, DHL, Salinitas
- Mengerjakan Mangan
Feb 2019
- Mengerjakan Sulfida
Rabu, 13 - Mengkalibrasi Alat PH, DHL, Salinitas
Feb 2019 - Mengerjakan PH
- Mengerjakan Mangan
- Mengerjakan Sulfida
- Membuat Pereaksi Phenantroline (Fe)
Kamis, 14 - Membuat Larutas FAS
Feb 2019 - Membuat pereakasi Asam COD
- Mengerjakan Boron
Senin, 18 - Mengkalibrasi Alat PH, DHL, Salinitas
Feb 2019 - Mengerjakan Warna
- Mengerjakan Kekeruhan
Selasa, 19 - Mengkalibrasi Alat PH, DHL, Salinitas
Feb 2019 - Mengerjakan PH, DHL, TDS
- Mengerjakan Mangan
Rabu, 20 - Mengkalibrasi Alat PH, DHL, Salinitas
Feb 2019 - Mengerjakan Sulfat
- Mengerjakan Zat Organik
Kamis, 21 - Mengkalibrasi Alat PH, DHL, Salinitas
Feb 2019 - Mengerjakan Mangan

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 164

SMKN 13 Bandung
- Mengkalibrasi Silika
Jumat, 22 - Mengkalibrasi Alat PH, DHL, Salinitas
Feb 2019 - Mengerjakan Silika
- Mengerjakan Boron
Senin, 25 - Uji Kompetensi Praktek
Feb 2019
Selasa, 26 - Uji Kompetensi Tulis
Feb 2019 - Mengerjakan Boron
- Mengerjakan MBAS
- Mengerjakan Sulfat
Rabu, 27 - Mengkalibrasi Alat PH, DHL, Salinitas
Feb 2019 - Mengerjakan PH, DHL, TDS
- Mengerjakan Besi
Kamis, 28 - Mengkalibrasi Alat PH, DHL, Salinitas
Feb 2019 - Mengerjakan Zat Organik
- Mengerjakan Boron

Mengetahui Bandung, Maret 2019


Pembimbing SMKN 13 Bandung Pembimbing IP

Popong Wariati, S.Pd Lindarsih

LAMPIRAN 3
PERALALATAN DI LABORATORIUM KUALITAS AIR

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 165

SMKN 13 Bandung
Gambar 1. Komperator untuk Gambar 2. Kolom Cu-Cd
Sisa Klor

Gambar 3. Spektrofotometer Thermo Gambar 4. Alat Destilasi

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 166

SMKN 13 Bandung
Gambar 5 Alat pH meter Gambar 6 TSS Alat

Gambar 7. Alat Konduktometer Gambar 8. Alat Turbidimeter

Gambar 9. Alat Oven Gambar 10. Standar Warna

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 167

SMKN 13 Bandung
Gambar 11. Corong Pisah Gambar 12. Corong pisah
untuk fenol untuk MBAS

Gambar 13. Corong Butchner Gambar 14. Alat Destilasi

Gambar 15. Rangkaian Refluks Gambar 16. Botol Winkler untuk


Analisa BOD

Gambar 17. Rangkaian Proses Gambar 18. Alat Sampling


LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 168

SMKN 13 Bandung
Reduksi Dengan Lbau Kjedahl

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 169

SMKN 13 Bandung
LAMPIRAN 4
TABEL KURVA KALIBRASI

KURVA KALIBRASI MANGAN


0.25
y = 0.1916x
0.2 R² = 0.9974
ABSORBANSI

0.15

0.1

0.05

0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
KONSENTRASI

No Konsentrasi Absorbansi
(ppm)
1 0 0
2 0,05 0,0059

3 0,1 0,0180

4 0,2 0,0338
5 0,5 0,0964

6 0,75 0,1490
7 1 0,1885

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 170

SMKN 13 Bandung
0.9
KURVA KALIBRASI MBAS
0.8 y = 0.2543x
R² = 0.9834
0.7
0.6
ABSORBANSI

0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5
KONSENTRASI

No Konsentrasi (ppm) Absorbans


1 0 0
2 0,01 0,0254
3 0,05 0,0489
4 0,1 0,0690
5 0,2 0,1117
6 0,5 0,1571
7 1 0,2339
8 2 0,5089
9 3 0,7584

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 171

SMKN 13 Bandung
KURVA KALIBRASI PHOSPAT
0.9
y = 1.0949x
0.8 R² = 0.9779

0.7

0.6
ABSORBANS

0.5

0.4

0.3

0.2

0.1

0
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8
KONSENTRASI

No Konsentrasi Absorbansi
(ppm)
1 0 0
2 0,01 0,0450

3 0,05 0,0838

4 0,125 0,2241
5 0,25 0,2841

6 0,5 0,5685
7 0,75 0,7867

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 172

SMKN 13 Bandung
KURVA KALIBRASI NITRIT
0.16
y = 2.9617x
0.14 R² = 0.9976

0.12
ABSORBANS

0.1
0.08
0.06
0.04
0.02
0
0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06
KONSENTRASI

No Konsentrasi (ppm) Absorbans

1 0 0

2 0,002 0,0086

3 0,005 0,0144

4 0,01 0,0299

5 0,14 0,0431

6 0,02 0,0638

7 0,04 0,1264

8 0,051 0,1471

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 173

SMKN 13 Bandung
KURVA KALIBRASI BESI
0.7
y = 0.6225x
0.6 R² = 0.9979

0.5
ABSORBANS

0.4

0.3

0.2

0.1

0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
KONSENTRASI

No Konsentrasi (ppm) Absorbans

1 0 0

2 0,01 0,0202

3 0,05 0,0404

4 0,1 0,0771

5 0,2 0,1325

6 0,5 0,3158

7 1 0,6165

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 174

SMKN 13 Bandung
KURVA KALIBRASI AMMONIUM
PHENAT
1.4
y = 1.251x
1.2 R² = 0.9907

1
ABSORBANS

0.8

0.6

0.4

0.2

0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
KONSNETRASI

No Konsentrasi Absorbans

1 0 0

2 0,01 0,0643

3 0,05 0,1303

4 0,1 0,1862

5 0,4 0,5353

6 0,5 0,6487

7 0,8 0,9772

8 1 1,2344

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 175

SMKN 13 Bandung
2
KURVA KALIBRASI SULFAT
1.8 y = 0.0423x
R² = 0.9934
1.6
1.4
ABSORBAN

1.2
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
0 10 20KONSENTRASI30 40 50

No
Konsentrasi (ppm) Absorban
1
0 0
2
1 0.0164
3
2 0.0317
4
5 0.1310
5
10 0. 3415
6
20 0.8302
7
30 1.2840
8
40 1.7200

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 176

SMKN 13 Bandung
KURVA KALIBRASI NITRAT
0.8

0.7 y = 0.7477x
R² = 0.9833

0.6

0.5
ABSORBAN

0.4

0.3

0.2

0.1

0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
KONSENTRASI

No Konsentrasi (ppm) Absorban

1 0 0

2 0.1 0.0930

3 0.2 0.1916

4 0.4 0.3455

5 0.6 0.4487

6 0.8 0.5798

7 1 0.7335

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 177

SMKN 13 Bandung
0.3
KURVA KALIBRASI FLOUR

0.25

0.2
ABSORBAN

0.15

0.1
y = -0.2028x + 0.2646
R² = 0.9784
0.05

0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
KONSENTRASI

No Konsentrasi (ppm) Absorban

1 0 0.2610

2 0.2 0.2387

3 0.5 0.1471

4 1 0.0670

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 178

SMKN 13 Bandung
KURVA KALIBRASI FENOL
0.6

y = 5.2454x
0.5 R² = 0.9802

0.4
ABSORBAN

0.3

0.2

0.1

0
0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12
KONSENTRASI

No Konsentrasi Absorban
(ppm)
1 0 0

2 0,0626 0,3828

3 0,0834 0,4134

4 0,1043 0,533

5 0,001 0,0257

6 0,004 0,0333

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 179

SMKN 13 Bandung
KURVA KALIBRASI SULFIDA
0.5
0.45
y = 0.4821x
0.4 R² = 0.9828
0.35
ABSORBANS

0.3
0.25
0.2
0.15
0.1
0.05
0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1
KONSENTRASI

No Konsentrasi
Absorban
(ppm)
1 0 0
2 0,0517 0,0067

3 0,1034 0,0242

4 0,1499 0,044

5 0,2819 0,1301

6 0,4698 0,1984

7 0,7046 0,354

8 0,8925 0,4444

LPM Teknik Lingkungan ITB | Laporan Praktik Kerja Industri 180

SMKN 13 Bandung

Anda mungkin juga menyukai