Anda di halaman 1dari 8

Seminar Ikatan Peneliti Lingkungan Binaan Indonesia (IPLBI) 3, A015-022, Oktober 2018

https://doi.org/10.32315/sem.3.a015

Konsep Kantong Pedestrian sebagai Jaringan Sel pembentuk


Kota Hijau
La Ode Abdul Rachmad Sabdin Andisiri1, Arman Faslih2, Muhammad Arsyad3
1,2
BARATA, D3 Arsitektur, Program Pendidikan Vokasi, Universitas Halu Oleo.
3
BARATA, S1 Arsitektur, Fakultas Tekniki, Universitas Halu Oleo.
Korespondensi: sabdinrachmad@gmail.com

Abstrak

Penelitian ini bertujuan (1) mendokumentasikan factor-faktor yang menyebabkan dinamika


keruangan kota Kendari dan konsekuensi - konsekuensi spasial yang ditimbulkannya (2) menemukan
rumusan model kantong pedestrian sebagai rekomendasi dalam menyelesaikan masalah perkotaan.
Penelitian ini diselenggarakan di Kota Kendari dan metode penelitian ini berlandaskan pada
paradigma post-positivisme yakni metode studi kasus pendekatan kualitatif dimana aspek-aspek
yang dianalisis (1) Kekuatan sentrifugal dan sentripetal yang membentuk ekspresi keruangan kota
Kendari (2) zonasi ruang kantong pedestrian dan fasilitas pendukung kawasan dengan pendekatan
tropis. Peneitian ini menemukan dua temuan yakni (1) deskripsi ekspresi keruangan kota Kendari
seperti ekspresi spasial lompat katak, ekspresi spasial memanjang, dan penambahan ruang kekotaan
secara vertikal, (2) rumusan model kawasan kantong pedestrian dengan fasilitas terpadu yang
membentuk jejaring sel kota hijau sebagai gagasan orientasi perencanaan kota masa depan yang
kontekstual dengan iklim.

Kata-kunci : kantong, pedestrian, kota, hijau, kendari

Pengantar

Mari kita kembali merenungkan tentang tujuan sebuah kota dibangun. Kita memahami bahwa kota
adalah bagian dari alam yang direkayasa demi eksistensi manusia. Pada dasarnya alam ini, tidak
membutuhkan manusia untuk terus ber-eksistensi tetapi, manusia tidak dapat hidup tanpa alam atau
kita dapat memaknai manusia adalah bagian dari alam ini. Sehingga, bijaksana kiranya jika alam
sebaiknya diperlakukan secara adil dengan tidak merusaknya. Kota-kota pada dasarnya, terbentuk
secara organis. Mula-mula manusia menjamah alam hanya untuk kebutuhan pangan, papan (hunian),
dan pakaian. Kira-kira kebutuhan itu yang utama dalam menjaga eksistensi manusia di bumi ini.
Kodrat manusia sebagai makhluk sosial yang tak dapat hidup sendiri kemudian membuat manusia
hidup berkelompok hingga, terciptalah permukiman. Dalam kehidupan sosial, sering kali ada konflik
dalam komunitas hingga, diperlukannya sebuah pemerintahan dan sistem untuk mengatur dan
melindungi hak-hak setiap individu atau komunitas. Desa-desa dalam pengertian kekinian kemudian
terus tumbuh dan berkembang dipengaruhi oleh kualitas manusianya sehingga, terbentuklah kota-
kota sampai dengan hari ini. Uraian pada paragraf ini, mengandung makna bahwa, kota adalah alam
yang direkayasa oleh manusia demi pemenuhan kebutuhan hidup. Jadi, kota merupakan produk dari
manusia baik terencana atau tidak terencana hingga, dapat dipahami bahwa mula-mula kota
dibangun hanyalah sebagai sarana keberlangsungan hidup. Dinamika kota dipengaruhi oleh faktor
manusianya. Setiap manusia memiliki potensi untuk menjadi serakah. Saat kebutuhan primer
terpenuhi kemudian, menginginkan sesuatu yang lebih bahkan pada taraf anarkis tidak memiliki rasa
puas. Manusia tidak memiliki sumber kekayaan material dan bumi lah yang memiliki hal itu akhirnya,
bumi terus dirambah baik yang ada di atas sampai di bawah terus dieksplorasi demi pemenuhan

Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin Prosiding Seminar Archimariture IPLBI | A 015
ISBN XXX E-ISBN XXX
Konsep Kantong Pedestrian sebagai Jaringan Sel Pembentuk Kota Hijau

nafsu. Kemajuan peradaban dalam pengertian material dimotori oleh sains dimana teknologi
ditemukan. Teknologi bagai dua sisi koin yangmana memiliki kekuatan konstruktif dan destruktif.
Kekuatan konstruktif dari teknologi sangat bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari. Tetapi,
kekuatan destruktif-nya juga tidak kalah merusaknya. Produk-produk pabrik kemudian terus
berlomba di pasar-pasar hingga, dari mulanya kebutuhan berubah menjadi gaya hidup. Demi
mewujudkan keinginan-keinginan material manusia saling bersaing bahkan Ernest Burgess dalam
penelitiannya mengenai kota Chicago (Yunus, 2012) menyebut bahwa kota ibarat sebuah ekosistem
dimana manusia saling bersaing bagai segitiga mata rantai makanan. Yang kuat akan memangsa
yang lemah dan kemudia kota akan membentuk zona konsentris. Jika kita kembali pada paragraf
pertama, kita akan menemukan sebuah perbedaan dimana pada awalnya kota dibangun sebagai
sarana pemenuhan kebutuhan hidup kemudian berubah menjadi sarana pemenuhan nafsu material.
Persaingan manusia dalam perbendaharaan materi kemudian, mengobok-obok alam sampai pada
merusaknya sebagaimana pemadatan bangunan di perkotaan dimana nyaris tidak ada ruang untuk
aliran udara yang cukup. Penempatan pusat-pusat perbelanjaan di titik-titik strategis yang
berkontribusi pada kongesti, betonisasi pada ruang luar, perumahan yang tersebar secara sporadis
tanpa koneksi publik transport, jumlah kendaraan bermotor yang kian meningkat, permasalahan
banjir serta segudang persoalan lain yang menggunung terjadi di perkotaan. Sebagian besar kota -
kota memiliki dua wajah. Wajah rupawan dengan kecanggihan dan kemegahan bangunan-bangunan
moderen yang kontras dengan iklim serta wajah buruk dengan pemandangan permukiman liar dan
kumuh. Ada beberapa pandangan yang cukup menganggu pikiran kami semisal citra mutu perkotaan
dinilai dari penampakan fisikalnya sebagaimana beberapa kalangan berpendapat kota semestinya
memiliki bangunan dan hunian yang canggih serta moderen seperti tidak boleh ada tempat bagi
bangunan sederhana. Kota seolah-olah dipersepsikan hanyalah bagi kalangan atas dan menengah
hal ini tentu, bertolak belakang dengan tujuan dan norma masyarakat nusantara. Seharusnya, kota
merupakan wadah bagi semua kalangan.

Kota hanyalah ruang geografis semata dimana faktor manusia yang membuatnya menjadi ruang
sosial, dan ruang ekonomi. Secara garis besar dimana fungsi kota sebagai ruang geografis, sosial,
dan ekonomi tidak dapat dipisah-pisahkan. Ruang geografis sebagaimana bentuknya, ruang sosial
sebagaimana menjadi ruang interaksi sesama manusia, ruang ekonomi sebagai pemenuhan
kebutuhan hidup. Kota dalam defenisi sebagai ruang geografis mengharuskan manusia untuk
merawat dan melestarikannya demi keberlanjutan eksistensi sebuah kota. Kota sebagai ruang sosial
dimana kota sebagai wadah sosialisasi untuk saling bantu membantu, gotong royong dalam
membangun manusia yang beradab. Kota sebagai ruang ekonomi dimana menjadi sarana bagi
manusia untuk bekerja dalam memenuhi kebutuhan hidup. Olenya, konsep green city bagi kami
bukanlah hanya upaya menghijaukan fisik kota semata tetapi, harus mampu menjadi sebuah ruang
hijau yang beradab dan berkeadilan.

Permasalahan

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, ditemui permasalahan sebagai berikut:

1. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan dinamika keruangan kota kendari dan bagaimana
konsekuensi-konsekuensi spasialnya?
2. Bagaimana rumusan model kantong pedestrian sebagai rekomendasi dalam menyelesaikan
masalah perkotaan?

A 016 | Prosiding Seminar Archimariture IPLBI


La Ode Abdul Rachmad Sabdin Andisiri
Tujuan

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mendokumentasikan factor-faktor yang menyebabkan dinamika keruangan kota kendari dan


konsekuensi-konsekuensi spasial yang ditimbulkannya.
2. Menemukan rumusan model kantong pedestrian sebagai rekomendasi dalam menyelesaikan
masalah perkotaan.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode studi kasus pendekatan kualitatif (Sugiyono, 2014). Pemilihan
metode ini didasarkan pada tujuan dari penelitian dimana obyek penelitian mengenai dinamika kota
Kendari serta konsekuensi-konsekuensi keruangannya dan berdasarkan kasus tersebut dirumuskan
model kantong-kantong pedestrian sebagai jaringan sel pembentuk green city.

Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data adalah langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan
utama dalam penelitialah mendapatkan data dan untuk mendapatkan gambaran yang lengkap
mengenai obyek yang diteliti, maka pengumpulan data dilakukan dengan: Dokumentasi, berupa
pengambilan gambar obyek, buku, dan data-data hasil penelitian sebelumnya yang mendukung
pencapaian tujuan penelitian ini. Rekaman arsip, berupa peta wilayah sebagaimana penelitian ini
diselenggarakan di Kota Kendari sehingga, peta kota sangat dibutuhkan dalam menganalisis.
Observasi Kegiatan observasi diperlukan untuk melihat secara langsung obyek penelitian seperti
kenampakan fisikal bangunan dan infrastruktur Kota Kendari. Wawancara, data primer diperoleh
melalui wawancara mendalam menggunakan pedoman wawancara terhadap stakeholders.

Tabel 1. Kebutuhan Data

No Kebutuhan Data Variabel I Variabel II


1 Mendokumentasikan faktor - • Kependudukan • Kekuatan Sentrifugal
faktor yang menyebabkan • Jenis Kegiatan • Kekuatan Sentripetal
dinamika keruangan kota
kendari dan konsekuensi -
konsekuensi spasial yang
ditimbulkannya.

2 Menemukan rumusan model • Kenyamanan Audial • Zonasi Kawasan


kantong pedestrian sebagai • Kenyamanan Termal • RTH
rekomendasi dalam • Kenyamanan Visual • Aksebilitas
menyelesaikan masalah • Transportasi
perkotaan. • Hunian dan Bangunan Tropis
• Keterhubungan Sistem Jaringan
Kantong Pedestrian

Metode Analisis Data

Adapun metode analisis data pada peneltian ini dimulai dengan mengorganisasi informasi,
mempelajari informasi dan melakukan kodefikasi, mengurai kasus dan konteksnya, melakukan
interpretasi gambar dan menyajikan secara naratif.

Prosiding Seminar Archimariture IPLBI | A 017


Konsep Kantong Pedestrian sebagai Jaringan Sel Pembentuk Kota Hijau

HASIL DAN PEMBAHASAN

Secara umum, dinamika kota dipengaruhi oleh faktor kependudukan dan jenis kegiatan. Jumlah
penduduk kota Kendari saat ini 359.371 jiwa dengan pertumbuhan penduduk lebih kurang 10.000
jiwa pertahun (BPS, 2017). Sulawesi Tenggara terdiri dari lima belas Kabupaten dan dua kota
(Kendari, dan Bau - Bau) sebagai ibu kota Provinsi, Kota Kendari adalah tujuan utama migrasi dari
penduduk Sultra. Dimana, mereka datang untuk kepentingan melanjutkan pendidikan di Universitas
atau untuk mencari pekerjaan. Lonjakan penduduk di Kota Kendari kemudian menimbulkan
konsekuensi - konsekuensi keruangan baik itu secara fisikal, atau secara administratif. Pembahasan
ini akan dibatasi pada konsekuensi fisikal kota Kendari yang disebabkan oleh faktor kependudukan
dan jenis kegiatan. Berangkat dari permasalahan-permasalahan yang kerap terjadi di kota-kota
besar di Indonesia sehingga, diperlukan sebuah langkah preventif dalam bentuk rumusan kawasan
binaan yang kontekstual dengan iklim dan karakeristik manusia tropis dalam bentuk green city
sebagai rekomendasi perencanaan kota masa depan. Olehnya, pada pembahasan ini akan kami urai
pada dua bagian (1) konsekuensi spasial fisikal, (2) rumusan kawasan kantong pedestrian sebagai
jaringan sel green city. Ditinjau dari prosesnya, perkembangan spasial secara fisikal tampak
ada dua macam bentuk perkembangan yang dapat diidentifikasi, yaitu (a) proses perkembangan
secara horizontal dan (b) perkembangan spasial secara vertikal. Proses perkembangan horizontal
adalah proses bertambahnya ruang kekotaan yang berjalan ke arah luar daerah kekotaan yang
sudah terbangun dan mengambil tempat di daerah pinggiran kota sedangkan, perkembangan spasial
secara vertikal adalah proses penambahan ruang kota dengan menambahkan jumlah lantai
bangunan pada bangunan tertentu sehingga luas lantai bangunan akan semakin luas seiring dengan
bertembah banyaknya lantai bangunan tersebut (Yunus, 2005). Proses perkembangan spasial secara
horizontal menurut Yunus (2005) proses ini dapat diklasifikasi menjadi dua (1) proses perkembangan
spasial sentrifugal, (2) proses perkembangan spasial sentripetal. Sentrifugal adalah proses
perkembangan fisikal kekotaan menjauhi pusat kota. Ada beberapa faktor yang menyebabkan
proses ini di kota Kendari seperti: tingginya harga lahan di daerah pusat kota, kebisingan,
kemacetan, fenomena urban heat Island, dan prakarsa pengembang. Umumnya perkembangan
fisikal ini didominasi oleh perumahan. Kekuatan sentrifugal tercitra pada ekspresi keruangan lompat
katak, dan ekspresi keruangan memanjang.

Gambar 1. Ekspresi Spasial Lompat Katak


Keterangan:
Garis merah = Jalan tidak terkoneksi transportasi umum
Garis biru = Sirkulasi transportasi umum
Bulatan Ungu = Perumahan

A 018 | Prosiding Seminar Archimariture IPLBI


La Ode Abdul Rachmad Sabdin Andisiri
Gambar 1 adalah ekspresi keruanga lompak katak yang kami ambil pada Kecamatan Kambu dan
Poasia. Perumahan tersebar secara sporadis akibat lonjakan penduduk di kota Kendari dan faktor pra
karsa pengembang. Perumahan - perumahan tersebut tidak terkoneksi dengan sistem transportasi
umum sehingga, penduduk pada kawasan perumahan wajib memiliki kendaraan bermotor dan
berdampak pada jumlah kendaraan pribadi yang semakin meningkat seperti pada tabel 2.

Tabel 2. Data Jenis dan Jumlah Kendaraan Bermotor

No Jenis Kendaraan Pribadi Umum


1 Mini Bus 2.601 119
2 Jeep 170 -
3 Pick Up 591 2
4 Double Cabin 12 -
5 Motor 13.028 1

Tabel 2 memperlihatkan bagaimana kesenjangan jumlah kendaraan pribadi dan kendaraan umum.
Dengan terus meningkatnya jumlah kendaraan bermotor juga berdampak pada penggunaan bagan
bakar yang tinggi, pencemaran udara, kebisingan, kemacetan, serta mengancam keberadaan hutan
kota Kendari. Perlu diketahui bahwa lokasi perumahan - perumahan yang ada di Kecamatan Poasia
dan Kambu sebagian besar dibangun pada lokasi yang sebelumnya merupakan kawasan hijau kota
Kendari. Pada gambar 2. Ekspresi keruangan memanjang terjadi akibat pemadatan bangunan di
sepanjang jalur transportasi utama. Di Kota Kendari sepanjang jalur utama trasportasi kota
didominasi oleh bangunan ruko, pusat perbelanjaan, perhotelan, dan hiburan. Bangunan
disepanjang jalur transportasi utama berderet nyaris tanpa ada jarak terkecuali oleh lorong - lorong
kecil serta bangunan memanjang ke belakang nyaris tidak ada ruang aliran udara.sehingga, untuk
penghawaan dan pencahayaan mesti menggunakan energi listrik. Ruang luar di sepanjang CBD kota
menggunakan material keras tak berongga, vegetasi yang sangat minim mengakibatkan suhu udara
sangat tinggi di sepanjang jalur ini. Penduduk kota yang melewati jalur ini jika menggunakan
kendaraan roda empat mesti menggunakan AC jadi, begitu banyak pemborosan energi akibatnya.
Faktor - faktor di atas adalah penyebab timbulnya fenomena urban heat island di Kota Kendari. Hal
ini pula yang menyebabkan penduduk kota bermukim menjauhi CBD meskipun tidak terkoneksi
dengan transportasi umum.

Gambar 2. Ekspresi Spasial Memanjang

Keterangan :
Garis merah = Jaringan Jalan
Garis Kuning = Central Business District
Garis Putus = Batas Administrasi kota Kendari

Prosiding Seminar Archimariture IPLBI | A 019


Konsep Kantong Pedestrian sebagai Jaringan Sel Pembentuk Kota Hijau

Perkembangan spasial secara vertikal adalah proses penambahan ruang fisikal kota dengan
penambahan jumlah lantai pada bangunan. Umumnya, proses ini didominasi oleh bangunan –
bangunan komersial seperti hotel, mall, dan lainnya. bangunan – bangunan ini akan menempati
lokasi – lokasi strategis pada jalur utama transportasi yang menimbulkan konsekuensi – konsekuensi
seperti kemacetan. Masalah ini kerap terjadi di Kota Kendari sebagai contoh Lippo Plaza yang
dibangun pada bekas gedung Pramuka mengakibatkan kemcetan yang cukup parah pada Jalan M.T.
Haryono Kota Kendari terutama pada hari – hari libur. Dimana Lippo merupakan pusat dari aktifitas
perbelanjaan, dan hiburan sehingga, masyarakat kota Kendari terkonsentrasi pada akhir pekan.

(Gambar 3. Kemacetan Jalan M.T. Haryono)

Rumusan kawasan kantong pedestrian sebagai jaringan sel kota hijau

Ada beberapa variabel yang perlu dijadikan pedoman dalam merancang kantong pedestrian agar
mampu mengakomodir komponen dalam mewujudkan sebuah kota hijau yang layak huni
diantaranya; (1) kenyaman termal, (2) kenyamanan audial, (3) kenyamanan visual, (4) hemat energi.

Kenyamanan termal adalah salah satu variabel penting dalam konsep kota hijau, bangunan yang
tidak memberi kenyaman termal membuat manusia di dalamnya tidak nyaman dan pada akhirnya
terpaksa menggunakan AC sebagai modifikator iklim. Standar kenyaman termal dalam buku Standar
Tata Cara Perencanaan Teknis Konservasi Energi pada Bangunan Gedung yang diterbitkan oleh
LPMB-PU dalam (Karyono, 2013) berada pada angka 20, 5 – 27,1°C ET. Hal ini dapat dicapai dengan
lima hal yakni; (1) penanaman pohon dapat menurunkan suhu hingga 3°C, (2) penggunaan material
bangunan dengan masa berat (beton, bata), (3) meminimalkan perolehan panas dari radiasi
matahari pada bangunan dengan cara membuat dinding lapis, menempatkan ruang servis pada sisi-
sisi jatuhnya radiasi matahari langsung, menggunakan ventilasi atap, (4) penggunaan ventilasi silang,
(5) rancangan kota tropis (Karyono, 2013). Kenyaman audial merupakan hak yang wajib
didapatkan oleh penghuni kota. Sering kali, demi mendapatkan kenyamanan audial penghuni harus
mengeluarkan biaya besar untuk memasang sistem akustik pada hunian atau gedung padahal, ini
merupakan hak bagi manusia untuk nyaman dari kebisingan saat bekerja atau beristirahat di rumah.
Ada beberapa yaitu; (1) pembatasan jumlah kendaraan bermotor dengan pembangunan jalur-jalur
pedestrian bagi pejalan kaki, dan lintasan bagi pesepeda, (2) akses mudah ke fasilitas kota bagi
penduduk dengan jarak yang ideal, (3) konsekuen dalam menjalankan perturan pemerintah
mengenai garis sepadan jalan, (4) penanaman pohon untuk memfilter kebisingan, (5) rancangan
kota tropis. Kenyamanan visual seringkali merupakan penilaian utama seseorang dalam melihat
baik dan buruknya sebuah bangunan atau perkotaan olehnya, kami merasa perlu memasukan
A 020 | Prosiding Seminar Archimariture IPLBI
La Ode Abdul Rachmad Sabdin Andisiri
variabel ini dalam rancangan kantong pedestrian. Menurut Santosa, Martiningrum dkk. 2016.
Estetika dapat dikur dengan kriteria sebagai berikut; (1) seimbang, (2) selaras, (3) simetri, (4)
terpadu, (5) proporsional, (6) menyatu, (7) sederhana, (8) pejal, (9) keteraturan. Berdasarkan
variabel – variabel dan uraian di atas kami menemukan rumusan model kawasan kantong pedestrian
pada gambar 4.

Gambar 4. Model Kantong Pedestrian


Keterangan :
1 = Fasilitas Pendidikan
2= Fasilitas Kesehatan
3= RTH, Fas. Olaharaga dan Rekreasi
4= Perumahan
5= Perkantoran
6= fas. Perbelanjaan, dan Hiburan

kawasan kantong pedestrian ini adalah sebuah kawasan terpadu dengan ukuran lebih kurang 20
Hektar dimana terdiri dari perumahan, fasilitas pendidkan, kesehatan, ruang terbuka hijau, olahraga,
rekreasi, perkatoran, perbelanjaan, dan hiburan terpadu berada dalam satu kawasan. Dalam
kawasan ini jumlah kendaraan akan dibatasi karena dalam satu kawasan kantong pedestrian dapat
ditempuh dengan berjalan kaki tanpa perlu kendaraan bermotor. Sebagai contoh di kota Milton
Keynes menurut Karyono (2013) dari jumlah tiga kepala keluarga hanya memiliki satu mobil.
Pendekatan spasial ini mengganti penggunaan kendaraan bermotor dengan jalan kaki atau sepeda
sebagai alat transportasi, jalan raya diganti dengan jalur pedestrian, fisik kota didesa-kan dengan
ruang terbuka hijau dan hutan kota serta bangunan juga hunian berbasis tropis. Sehingga, dengan
sendirinya permasalahan seperti kemacetan, kebisingan, boros energi, pencemaran udara, urban
heat island, dan sebagainaya diharapkan dapat teratasi. Kawasan kantong pedestrian pada konsep
kota hijau menurut kami dapat berjumlah banyak yang membentuk jaringan sel sebagai sebuah
kesatuan dalam kota hijau. Jadi, kami berpandangan bahwa kota hijau mesti dibentuk oleh kantong-
kantong pedestrian yang berukuran kecil dengan jarak antara satu dengan lainnya dibatasi oleh
hutan-hutan alami. Konsep kota hijau ini juga merupakan upaya desentralisasi fungsi kota kepada
kantong-kantong pedestrian. Contoh rumusan model kota hijau dapat dilihat pada gambar 5.

Prosiding Seminar Archimariture IPLBI | A 021


Konsep Kantong Pedestrian sebagai Jaringan Sel Pembentuk Kota Hijau

Gambar 5. Rumusan Model Kota Hijau


Kesimpulan

Berdasarkan uraian singkat hasil dan temuan penelitian ini, dapat ditarik kesimpulan dan saran
sebagai berikut:

1. Faktor kependudukan dan jenis kegiatan adalah penyebab dinamika keruangan yang berakibat
pada ekspresi keruangan dengan segala konsekuensi-konsekuensi fisikalnya. Perumahan di kota
Kendari tersebar secara sporadis dan tidak terkoneksi dengan transportasi umum yang berakibat
pada peningkatan jumlah kendaraan pribadi yang tajam sehingga berdampak pada kemacetan,
peningkatan konsumsi energi, polusi udara, polusi suara, dan pada akhirnya penurunan kualitas
lingkungan.
2. Perkembangan kota secara fisikal yang tidak terkendali merupakan konsekuensi dari pemaknaan
kota dengan fungsi perdagangan. Hal itu berakibat pada dominasi bangunan komersil yang
berderet sepanjang jalur transportasi utama kota Kendari. Bangunan komersil mengandalkan
tekonologi untuk keperluan pencahayaan, tata udara, dan penggunaan material keras pada
ruang luar secara masif nyaris tanpa vegetasi semakin memperbesar perbendaharaan masalah
kota. Olehnya, diperlukan sebuah konsep perencanaan kota di masa depan yang berbasis pada
lingkungan dan kontekstual dengan iklim serta karakteristik manusia tropis.
3. Rumusan model kawasan binaan kantong-kantong pedestrian sebagai jaringan sel yang
membentuk kota hijau merupakan rekomendasi konseptual sebagai pedoman perencanaan kota
masa depan yang berbasis pada lingkungan dan kontekstual dengan iklim serta karakteristik
manusia tropis.

Daftar Pustaka

BPS, 2017, Kota Kendari Dalam Angka 2017, Kendari: Badan Pusat Statistik Kota Kendari
Karyono, T. H., 2013, Arsitektur dan Kota Tropis Dunia Ke Tiga, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
Santosa, dkk., 2016, Penilaian Estetika Fasade Bangunan Pertokoan melalui Pendekatan Environmental
Aesthetics dan Computational Aesthetics di Kota Malang: IPLBI
Sugiyono, 2014, Skripsi Tesis dan Disertasi, Bandung: Alfabeta
Yunus, H.S., 2012, Struktur Tata Ruang Kota , Yogyakarta: Pustaka
Yunus, H.S., 2005, Manajemen Kota, Yogyakarta: Pustaka Pelajar

A 022 | Prosiding Seminar Archimariture IPLBI

Anda mungkin juga menyukai