Anda di halaman 1dari 41

MAKALAH KEPANITERAAN KLINIK SENIOR

Patient Satisfaction and How To Measure It

OLEH
Cynthia
140100168

PEMBIMBING
DR. dr. Juliandi Harahap, MA

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT / ILMU


KEDOKTERAN KOMUNITAS / ILMU KEDOKTERAN
PENCEGAHAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019
MAKALAH KEPANITERAAN KLINIK SENIOR
Patient Satisfaction and How To Measure It

OLEH
Cynthia
140100168

PEMBIMBING
DR. dr. Juliandi Harahap, MA

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT / ILMU


KEDOKTERAN KOMUNITAS / ILMU KEDOKTERAN
PENCEGAHAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019

i
Patient Satisfaction and How To Measure It

“Makalah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memenuhi


persyaratan dalam mengikuti kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di
Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat/Ilmu Kedokteran Komunitas/Ilmu
Kedokteran Pencegahan, Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera
Utara.”

OLEH
Cynthia
140100168

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT / ILMU


KEDOKTERAN KOMUNITAS / ILMU KEDOKTERAN
PENCEGAHAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Patient Satisfaction and How To Measure It

Nama : Cynthia

NIM : 140100168

Medan, 12 Agustus 2019


Pembimbing

DR. dr. Juliandi Harahap, MA


NIP: 197007021998021001

iii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmat-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Patient
Satisfaction and How To Measure It”. Tujuan penulisan makalah ini adalah
untuk melengkapi persyaratan Program Pendidikan Profesi Dokter (P3D) di
Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara.

Dalam penyelesaian makalah ini, penulis banyak mendapat bimbingan dan


arahan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada
DR. dr. Juliandi Harahap, MA atas kesediaan beliau meluangkan waktu dan
pikiran untuk membimbing, mendukung, dan memberikan masukan kepada
penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan sebaik-baiknya.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang turut
membantu dalam menyelesaikan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari


kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya. Untuk itu, penulis
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai masukan dalam penulisan
makalah selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat. Akhir kata penulis
mengucapkan terima kasih.

Medan, 12 Agustus2019

Penulis

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ....................................................................................... i


LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................iii
KATA PENGANTAR ...................................................................................... iv
DAFTAR ISI ...................................................................................................... v

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1


1.1. Latar Belakang............................................................................. 1
1.2. Tujuan Makalah ........................................................................... 2
1.3. Manfaat Makalah ......................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 3


2.1. Rumah Sakit ................................................................................ 3
2.1.1. Pengertian Rumah Sakit .................................................... 3
2.1.2. Tugas dan Fungsi Rumah Sakit ......................................... 3
2.1.3. Jenis dan Klasifikasi Rumah Sakit .................................... 4
2.2. Akreditasi Rumah Sakit .............................................................. 5
2.2.1. Pengertian Akreditasi Rumah Sakit................................... 5
2.2.2. Tujuan Akreditasi Rumah Sakit ........................................ 6
2.2.3. Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit ........................ 6
2.2.4. Persyaratan Akreditasi Rumah Sakit ................................. 9
2.2.5. Survei Akreditasi Rumah Sakit ....................................... 11
2.2.6. Skor Penilaian Akreditasi Rumah Sakit .......................... 15
2.2.7. Kebijakan Pasca Survei ................................................... 17

BAB III KESIMPULAN ................................................................................. 18

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 19

v
2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Cakupan global layanan kesehatan berubah dari waktu ke waktu dan sistem
kesehatan beroperasi pada lingkungan yang semakin kompleks. Perawatan,
teknologi dan model perawatan baru mungkin menawarkan potensial terapi,
namun hal-hal ini juga menimbulkan ancaman baru terhadap keselamatan
perawatan. Keselamatan pasien kini diakui sebagai tantangan kesehatan
masyarakat yang semakin meningkat dan bertambah besar. Upaya global untuk
mengurangi beban bahaya pasien tidak mencapai perubahan yang substansial
selama 15 tahun terakhir meskipun telah diimbangi dengan pekerjaan perintis
dalam beberapa sarana kesehatan.1

Petugas kesehatan semakin dituntut untuk menggabungkan prinsip dan


konsep keselamatan pasien pada praktik sehari-hari. Pada tahun 2002, negara-
negara anggota WHO menyetujui suatu resolusi Majelis Kesehatan Dunia
mengenai keselamatan pasien karena mereka melihat perlunya tindakan
mengurangi bahaya dan penderitaan pasien serta keluarga pasien dan juga bukti
kuat dari manfaat ekonomi dalam meningkatkan keselamatan pasien.2

Studi literatur menunjukkan bahwa biaya tambahan rawat inap, biaya


litigasi, infeksi yang diperoleh di rumah sakit, kehilangan pendapatan, cacat dan
biaya pengobatan menyebabkan beberapa negara menghabiskan biaya antara 6
miliar sampai 29 miliar dollar Amerika per tahun. Sejumlah negara telah
mempublikasikan studi yang menyoroti bukti yang luar biasa yang menunjukkan
betapa signifikan jumlah pasien yang dirugikan karena perawatan kesehatan, baik
yang mengakibatkan cedera permanen, pemanjangan waktu rawat inap atau
bahkan kematian.2

Diperkirakan bahwa 64 juta tahun kehidupan produktif hilang akibat


kecacatan setiap tahun karena perawatan yang tidak aman di seluruh dunia. Hal ini
3

menunjukkan bahwa bahaya pasien akibat kejadian tidak diharapkan merupakan


salah satu dari 10 penyebab kematian dan kecacatan terbesar di dunia. Bukti yang
tersedia menunjukkan bahwa setiap tahun, 134 juta kejadian tidak diharapkan
akibat perawatan yang tidak aman terjadi di berbagai rumah sakit di negara
berpenghasilan rendah dan menengah yang berkontribusi terhadap 2,6 juta
kematian. Sekitar dua pertiga dari beban global kejadian tidak diharapkan yang
dihasilkan dari perawatan yang tidak aman, termasuk tahun-tahun kehidupan
produktif yang hilang akibat kecacatan, terjadi di negara berpenghasilan rendah
dan menengah. WHO menyatakan bahwa, sekitar 1 dari 4 pasien dirugikan saat
menerima perawatan rumah sakit dan kesalahan pengobatan menghabiskan biaya
42 miliar dollar Amerika per tahun.1,3

Kebutuhan untuk memastikan keselamatan pasien mencakup hampir


seluruh atribut sistem kesehatan, bidang perawatan, kelompok demografis dan
bidang tematik. Dengan demikian, pendekatan sistem untuk merancang dan
mengimplementasikan kebijakan keselamatan pasien, strategi dan rencana
keselamatan sangat penting dalam pengaturan dan tingkat yang berbeda.
Intervensi keselamatan pasien harus diselaraskan dengan tujuan sistem kesehatan
secara keseluruhan dan tertanam dalam semua program serta membentuk fondasi
yang akan memperkuat sistem kesehatan.1

1.2. Tujuan Makalah

Tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk menjelaskan mengenai


Keselamatan Pasien dan Cara Pengukurannya. Penyusunan makalah ini sekaligus
untuk memenuhi persyaratan kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di
Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat / Ilmu Kedokteran Komunitas / Ilmu
Kedokteran Pencegahan, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

1.3. Manfaat Makalah

Makalah ini diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dan


pemahaman penulis serta pembaca khususnya peserta P3D untuk lebih memahami
keselamatan pasien dan cara pengukurannya.
4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Patient Safety

2.1. Pengertian

Patient safety adalah pengurangan risiko dari bahaya yang tidak perlu yang
berkaitan dengan perawatan kesehatan sampai batas yang dapat diterima.4
Menurut WHO, keselamatan pasien didefinisikan sebagai penghindaran,
pencegahan dan perbaikan dari keselahan atau kejadian tidak diinginkan yang
berasal dari proses perawatan kesehatan dan tidak menyebabkan bahaya bagi
pasien. Pengertian lain tentang keselamatan pasien yaitu disiplin ilmu di sektor
perawatan kesehatan yang menerapkan metode ilmu kesehatan menuju tujuan
mendapai sistem penyampaian layanan kesehatan yang dapat dipercaya.5

Yang dimaksud dengan keselamatan pasien menurut penjelasan UU


44/2009 tentang RS pasal 43 adalah proses dalam suatu Rumah Sakit yang
memberikan pelayanan pasien yang lebih aman. Termasuk di dalamnya asesmen
risiko, identifikasi, dan manajemen risiko terhadap pasien, pelaporan dan analisis
insiden, kemampuan untuk belajar dan menindaklanjuti insiden, dan menerapkan
solusi untuk mengurangi serta meminimalisir timbulnya risiko.6

Patient Safety berhubungan pula dengan Insiden Keselamatan Pasien (IKP),


Kejadian Tidak Diharapkan (KTD), Kejadian Nyaris Cedera (KNC), Kejadian
Tidak Cedera (KTC), Kejadian Potensial Cedera (KPC), dan Kejadian Sentinel
(Sentinel Event). Insiden Keselamatan Pasien (IKP) / Patient Safety Incident
adalah setiap kejadian atau situasi yang dapat mengakibatkan atau berpotensi
mengakibatkan harm (penyakit, cedera, cacat, kematian dan lain-lain) yang tidak
seharusnya terjadi. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) / Adverse Event adalah
suatu kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada pasien
karena suatu tindakan (“commission”) atau karena tidak bertindak (“omission”),
bukan karena “underlying disease” atau kondisi pasien. Kejadian Nyaris Cedera
5

(KNC) / Near Miss adalah suatu insiden yang belum sampai terpapar ke pasien
sehingga tidak menyebabkan cedera pada pasien. Kejadian Tidak Cedera (KTC)
adalah insiden yang sudah terpapar ke pasien, tetapi tidak menimbulkan cedera,
dapat terjadi karena “keberuntungan” (misal: pasien terima suatu obat kontra
indikasi tetapi tidak timbul reaksi obat), atau “peringanan” (suatu obat dengan
reaksi alergi diberikan, diketahui secara dini lalu diberikan antidotumnya).
Kondisi Potensial Cedera (KPC) / “reportable circumstance” adalah kondisi yang
sangat berpotensi untuk menimbukan cedera, tetapi belum terjadi insiden.
Kejadian Sentinel (Sentinel Event) yaitu suatu KTD yang mengakibatkan
kematian atau cedera yang diharapkan atau tidak dapat diterima seperti: operasi
pada bagian tubuh yang salah. Pemilihan kata “sentinel” terkait dengan keseriusan
cedera yang terjadi (misalnya Amputasi pada kaki yang salah, dan sebagainya)
sehingga pencarian fakta terhadap kejadian ini mengungkapkan adanya masalah
yang serius pada kebijakan dan prosedur yang berlaku.7

2.2. Insiden KTD

Diperkirakan bahwa 64 juta tahun kehidupan produktif hilang akibat kecacatan


setiap tahun karena perawatan yang tidak aman di seluruh dunia. Hal ini
menunjukkan bahwa bahaya pasien akibat kejadian tidak diharapkan merupakan
salah satu dari 10 penyebab kematian dan kecacatan terbesar di dunia. Bukti yang
tersedia menunjukkan bahwa setiap tahun, 134 juta kejadian tidak diharapkan
akibat perawatan yang tidak aman terjadi di berbagai rumah sakit di negara
berpenghasilan rendah dan menengah yang berkontribusi terhadap 2,6 juta
kematian. Sekitar dua pertiga dari beban global kejadian tidak diharapkan yang
dihasilkan dari perawatan yang tidak aman, termasuk tahun-tahun kehidupan
produktif yang hilang akibat kecacatan, terjadi di negara berpenghasilan rendah
dan menengah. WHO menyatakan bahwa, sekitar 1 dari 4 pasien dirugikan saat
menerima perawatan rumah sakit dan kesalahan pengobatan menghabiskan biaya
42 miliar dollar Amerika per tahun.1,3
6

Berbagai penelitian telah menyelidiki sejauh mana tingkat kejadian tidak


diinginkan yang terjadi. Studi Harvard menemukan bahwa 4% pasien menderita
beberapa jenis kecelakaan di rumah sakit; 70% dari kejadian tidak diinginkan
menyebabkan kecacatan sementara, tetapi 14% dari insiden tersebut menyebabkan
kematian. Institut Kedokteran melaporkan perkiraan bahwa "kesalahan medis"
menyebabkan antara 44.000 sampai 98.000 kematian setiap tahun di rumah sakit
di AS - lebih dari kecelakaan mobil, kanker payudara atau AIDS. Departemen
Kesehatan Inggris, dalam laporannya pada tahun 2000, memperkirakan bahwa
kejadian tidak diinginkan terjadi pada sekitar 10% dari rawat inap di rumah sakit
atau sekitar 850.000 kejadian tidak diingikan per tahun. Studi Kualitas dalam
Perawatan Kesehatan Australia (QAHCS), dirilis pada tahun 1995, menemukan
tingkat kejadian tidak diinginkan sebanyak 16,6% di antara pasien rumah sakit.
Rumah Sakit untuk Kelompok Kerja Eropa mengenai Kualitas Perawatan di
Rumah Sakit memperkirakan pada tahun 2000, bahwa setiap pasien kesepuluh di
rumah sakit di Eropa mengalami bahaya yang dapat dicegah dan kejadian tidak
diinginkan yang terkait dengan perawatannya. Studi Selandia Baru dan Kanada
juga menyatakan kejadian tidak diinginkan yang relatif tinggi yaitu sekitar 10%.8

2.3. Elemen yang Mempengaruhi Keselamatan

Vincent mengidentifikasi tujuh elemen yang mempengaruhi keselamatan:


1. Faktor organisasi dan manajemen.
2. Faktor lingkungan kerja.
3. Faktor tim.
4. Faktor individu
5. Karakteristik Pasien
6. Faktor lingkungan eksternal.

Faktor-faktor ini menyebar di antara tiga domain; Sistem untuk tindakan


terapeutik, orang-orang yang bekerja di bidang perawatan kesehatan, dan orang-
orang yang menerimanya atau memiliki saham dalam ketersediaannya.7
7

2.4. Standar Keselamatan Pasien

Setiap rumah sakit wajib menerapkan Standar Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
Standar ini disusun dengan merujuk pada “Hospital Patient Safety Standards”
yang dikeluarkan oleh “Joint Comission on Accreditation of Health
Organizations”, Illionis, USA, tahun 2002 dan di Indonesia sudah dijadikan
Permenkes 1691/Menkes/Per/VIII/2011 tentang keselamatan pasien rumah sakit.
Dalam penerapannya, standar ini akan dinilai menggunankan Instrumen
Akreditasi Rumah Sakit. Adapun standar tersebut adalah sebagai berikut8 :

1. Hak pasien
Standarnya adalah pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk
mendapatkan informasi tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk
kemungkinan terjadinya insiden.
Kriterianya terdiri dari :
a. Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan.
b. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan.
(Contohnya: dokter menulis pada asessmen medik atau catatan pasien
terintegrasi pada rekam medis pasien)
Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan secara
jelas dan benar kepada pasien dan keluarganya tentang rencana dan hasil
pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan
terjadinya insiden.

2. Mendidik pasien dan keluarga


Standarnya adalah fasilitas pelayanan kesehatan harus mendidik pasien dan
keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan
pasien.
Kriterianya adalah keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat
ditingkatkan dengan keterlibatan pasien yang merupakan partner dalam proses
pelayanan. Karena itu, di fasilitas pelayanan kesehatan harus ada sistem dan
mekanisme mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung
jawab pasien dalam asuhan pasien.
8

Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien dan keluarga dapat:


a. Memberikan informasi yang benar, jelas, lengkap dan jujur
b. Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab pasien dan keluarga
c. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti
d. Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan
e. Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan fasilitas pelayanan
kesehatan
f. Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa
g. Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati

3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan


Standarnya adalah fasilitas pelayanan kesehatan menjamin keselamatan pasien
dalam kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi antar tenaga dan
antar unit pelayanan.
Kriterianya terdiri dari :
a. Terdapat koordinasi pelayanan secara menyeluruh mulai dari saat pasien
masuk, pemeriksaan, diagnosis, perencanaan pelayanan, tindakan
pengobatan, rujukan dan saat pasien keluar dari fasilitas pelayanan
kesehatan.
b. Terdapat koordinasi pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien
dan kelayakan sumber daya secara berkesinambungan sehingga pada
seluruh tahap pelayanan transisi antar unit pelayanan dapat berjalan baik
dan lancar.
c. Terdapat koordinasi pelayanan yang mencakup peningkatan komunikasi
untuk memfasilitasi dukungan keluarga, pelayanan keperawatan,
pelayanan sosial, konsultasi dan rujukan, pelayanan kesehatan primer dan
tindak lanjut lainnya.
d. Terdapat komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan
sehingga dapat tercapainya proses koordinasi tanpa hambatan, aman dan
efektif.
9

4. Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi


dan program peningkatan keselamatan pasien.
Standarnya adalah fasilitas pelayanan keseharan harus mendesain proses baru
atau memperbaiki proses yang ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja
melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif insiden, dan
melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien.
Kriterianya adalah terdiri dari:
a. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus melakukan proses perancangan
(desain) yang baik, mengacu pada visi, misi, dan tujuan fasilitas pelayanan
kesehatan, kebutuhan pasien, petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis
terkini, praktik bisnis yang sehat dan faktor-faktor lain yang berpotensi
risiko bagi pasien sesuai dengan ”Tujuh langkah menuju keselamatan
pasien”
b. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus melakukan pengumpulan data
kinerja antara lain yang terkait dengan pelaporan insiden, akreditasi,
manajemen risiko, utilisasi, mutu pelayanan dan keuangan.
c. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus melakukan evaluasi intensif
terkait dengan semua insiden, dan secara proaktif melakukan evaluasi satu
proses kasus risiko tinggi.
d. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus menggunakan semua data dan
informasi hasil analisis untuk menentukan perubahan sistem yang di
perlukan, agar kinerja dan keselamatan pasien terjamin.

5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien.


a. Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program keselamatan
pasien secara terintegrasi dalam organisasi melalui penerapan ”Tujuh
langkah menuju keselamatan pasien”.
b. Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif untuk identifikasi
risiko keselamatan pasien dan program menekan atau mengurangi insiden.
c. Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan koordinasi antar
unit dan individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang
keselamatan pasien.
10

d. Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengkaji,


mengukur, dan meningkatkan kinerja fasilitas pelayanan kesehatan serta
meningkatkan keselamatan pasien.
e. Pimpinan mengkaji dan mengukur efektifitas kontribusinya dalam
meningkatkan kinerja fasilitas pelayanan kesehatan dan keselamatan
pasien.
Kriterianya adalah terdiri dari :
a. Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan pasien.
b. Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan
program meminimalkan insiden.
c. Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari
fasilitas pelayanan kesehatan terintegrasi dan berpartisipasi dalam program
keselamatan pasien.
d. Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden, termasuk asuhan
kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain
dan penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk keperluan analisis.
e. Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan
insiden termasuk penyediaan informasi yang benar dan jelas tentang
analisis akar masalah (RCA) “Kejadian Nyaris Cedera” (KNC/Near miss)
dan “Kejadian sentinel” pada saat program keselamatan pasien mulai di
laksanakan.
f. Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden, misalnya
menangani “Kejadian sentinel” (Sentinel Event) atau kegiatan proaktif
untuk memperkecil risiko, termasuk mekanisme untuk mendukung staf
dalam kaitan dengan “Kejadian sentinel”.
g. Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit dan
antar pengelola pelayanan di dalam fasilitas pelayanan kesehatan dengan
pendekatan antar disiplin.
h. Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan dalam
kegiatan perbaikan kinerja fasilitas pelayanan kesehatan dan perbaikan
11

Keselamatan Pasien, termasuk evaluasi berkala terhadap kecukupan


sumber daya tersebut.
i. Tersedia sasaran terukur dan pengumpulan informasi menggunakan
kriteria objektif untuk mengevaluasi efektifitas perbaikan kinerja fasilitas
pelayanan kesehatan dan keselamatan pasien, termasuk rencana tindak
lanjut dan implementasinya.

6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien.


Standarnya adalah terdiri dari :
a. Fasilitas pelayanan kesehatan terutama rumah sakit memiliki proses
pendidikan, pelatihan dan orientasi untuk setiap jabatan mencakup
keterkaiatan jabatan dengan keselamatan pasien secara jelas.
b. Fasilitas pelayanan kesehatan terutama rumah sakit menyelenggarakan
pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan untuk meningkatkan dan
memelihara kompetensi staf serta mendukung pendekatan interdisiplin
dalam pelayanan pasien.
Kriterianya adalah terdiri dari :
a. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan terutama rumah sakit harus memiliki
program pendidikan, pelatihan dan orientasi bagi staf baru yang memuat
topik keselamatan paien sesuai dangan tugasnya masing- masing.
b. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan terutama rumah sakit harus
mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap kegiatan
inservice training dan memberi pedoman yang jelas tentang pelaporan
insiden.
c. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan terutama rumah sakit harus
menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama kelompok (teamwork)
guna mendukung pendekatan interdisiplin dan kolaboratif dalam rangka
melayani pasien.

7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien.


Standarnya adalah terdiri dari :
12

a. Fasilitas pelayanan kesehatan merencanakan dan mendesain proses


manajemen informasi keselamatan pasien untuk memenuhi kebutuhan
informasi internal dan eksternal.
b. Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat.
Kriterianya adalah terdiri dari :
a. Perlu disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses
manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang hal-hal terkait
dengan keselamatan pasien.
b. Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk
merevisi manajemen informasi yang ada.

2.5. Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien

Mengacu kepada standar keselamatan pasien di atas, maka rumah sakit harus
merancang proses baru atau memperbaiki proses yang ada, memonitoring dan
mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisa secara intensif
Kejadian Tidak Diharapkan, dan melakukan perubahan untuk meningkatkan
kinerja serta Keselamatan pasien. Proses perancangan tersebut harus mengacu
pada visi, misi dan tujuan rumah sakit, kebutuhan pasien, petugas pelayanan
kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik bisnis yang sehat, dan faktor – faktor lain
yang berpotensi risiko bagi pasien sesuai dengan “Tujuh Langkah Keselamatan
Pasien Rumah Sakit”. Berkaitan hal tersebut di atas maka perlu ada kejelasan
perihal tujuh langkah keselamatan pasien rumah sakit tersebut.8

Uraian Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit adalah


sebagai berikut :

1) Bangun Kesadaran Akan Nilai Keselamatan Pasien


Ciptakan kepemimpinan dan budaya yang terbuka dan adil.
Langkah penerapan :
a) Bagi Rumah Sakit
Pastikan rumah sakit memiliki kebijakan yang menjabarkan apa yang
harus dilakukan staf segera setelah terjadi insiden, bagaimana langkah –
13

langkah pengumpulan fakta harus dilakukan dan dukungan apa yang harus
diberikan kepada staf, pasien dan keluarga.
i) Pastikan rumah sakit memiliki kebijakan yang menjabarkan peran dan
akuntabilitas individual bilamana ada insiden.
ii) Tumbuhkan budaya pelaporan dan belajar dari insiden yang terjadi di
rumah sakit.
iii) Lakukan asessment dengan menggunakan survei penilaian
keselamatan pasien
b) Bagi Unit/ Tim
i) Pastikan rekan sekerja anda merasa mampu untuk berbicara mengenai
kepedulian mereka dan berani melaporkan bilamana ada insiden.
ii) Demonstrasikan kepada tim anda ukuran – ukuran yang dipakai di
rumah sakit anda untuk memastikan semua laporan dibuat secara
terbuka dan terjadi proses pembelajaran serta pelaksanaan
tindakan/solusi yang tepat.
2) Pimpin dan Dukung Staf Anda
Bangunlah komitmen dan fokus yang kuat dan jelas tentang Keselamatan
Pasien di rumah sakit anda.
Langkah penerapan :
a) Untuk Rumah Sakit
i) Pastikan ada anggota Direksi atau Pimpinan yang bertanggungjawab
atas keselamatan.
ii) Identifikasi di tiap bagian rumah sakit, orang – orang yang dapat
diandalkan untuk menjadi “penggerak” keselamatan pasien.
iii) Prioritaskan keselamatan pasien dalam agenda rapat direksi/pimpinan
maupun rapat – rapat manajemen rumah sakit.
iv) Masukkan keselamatan pasien dalam semua program latihan staf
rumah sakit anda dan pastikan pelatihan ini diikuti dan diukur
efektifitasnya
b) Untuk Unit/Tim
14

i) Nominasikan “penggerak” dalam tim anda sendiri untuk memimpin


Gerakan Keselamatan Pasien.
ii) Jelaskan kepada tim anda relevansi dan pentingnya serta manfaat bagi
mereka dengan menjalankan gerakan Keselamatan Pasien.
iii) Tumbuhkan sikap kesatria yang menghargai pelaporan insiden
3) Integrasikan Aktivitas Pengelolaan Risiko
Kembangkan sistem dan proses pengelolaan risiko, serta lakukan identifikasi
dan assesmen hal yang paling potensial bermasalah.
Langkah Penerapan :
a) Untuk Rumah sakit
i) Telaah kembali struktur dan proses yang ada dalam manajemen risiko
klinis dan non klinis, serta pastikan hal tersebut mencakup dan
terintegrasi dengan keselamatan pasien kembangkan indikator –
indikator kinerja bagi sistem pengelolaan risiko yang dapat dimonitor
oleh direksi/pimpinan rumah sakit.
ii) Gunakan informasi yang benar dan jelas yang diperoleh dari sistem
pelaporan insiden dan asesmen risiko untuk dapat secara proaktif
meningkatkan kepedulian terhadap pasien
b) Untuk Unit/Tim
i) Bentuk forum – forum dalam rumah sakit untuk mendiskusikan isu –
isu keselamatan pasien guna memberikan umpan balik kepada
manajemen yang terkait.
ii) Pastikan ada penilaian risiko pada individu pasien dalam proses
asesmen risiko rumah sakit.
iii) Lakukan proses asesmen risiko secara teratur, untuk menentukan
akseptibilitas setiap risiko dan ambillah langkah – langkah yang tepat
untuk memperkecil risiko tersebut.
iv) Pastikan penilaian risiko tersebut disampaikan sebagai masukan ke
proses asesmen dan pencatatan risiko rumah sakit
4) Kembangkan sistem pelaporan
15

Pastikan staf dengan mudah dapat melaporkan kejadian/insiden, serta rumah


sakit mengatur pelaporan kepada Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit
(KKPRS)
Langkah penerapan :
a) Untuk rumah sakit
Lengkapi rencana implementasi sistem pelaporan insiden ke dalam
maupun ke luar, yang harus dilaporkan ke KKPRS – PERSI
b) Untuk Unit/Tim Berikan semangat kepada rekan sekerja untuk secara aktif
melaporkan setiap insiden yang terjadi dan insiden yang telah dicegah
tetapi tetap terjadi juga, karena mengandung bahan pelajaran yang penting
5) Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien
Kembangkan cara – cara komunikasi yang terbuka dengan pasien
Langkah penerapan :
a) Untuk rumah sakit
i) Pastikan rumah sakit memiliki kebijakan yang secara jelas
menjabarkan cara – cara komunikasi terbuka selama proses asuhan
tentang insiden dengan para pasien dan keluarganya.
ii) Pastikan pasien dan keluarga mereka mendapat informasi yang benar
dan jelas bilamana terjadi insiden.
iii) Berikan dukungan, pelatihan dan dorongan semangat kepada staf agar
selalu terbuka kepada pasien dan keluarganya
b) Untuk Unit/Tim
i) Pastikan tim menghargai dan mendukung keterlibatan pasien dan
keluarganya bilamana telah terjadi insiden.
ii) Prioritaskan pemberitahuan kepada pasien dan keluarga bilamana
terjadi insiden dan segera berikan kepada mereka informasi yang jelas
dan benar secara tepat.
iii) Pastikan segera setelah kejadian tim menunjukkan empati kepada
pasien dan keluarganya
6) Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien
16

Dorong staf untuk melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana
dan mengapa kejadian itu timbul
Langkah penerapan :
a) Untuk rumah sakit
i) Pastikan staf yang terkait telah terlatih untuk melakukan kajian insiden
secara tepat, yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi penyebab.
ii) Kembangkan kebijakan yang menjabarkan dengan jelas kriteria
pelaksanaan Analisis Akar Masalah (Root cause Analysis/RCA)yang
mencakup insiden yang terjadi dan minimum satu kali per tahun
melakukan Failure Modes and Effects Analysis (FMEA) untuk proses
risiko tinggi.
b) Untuk Unit/Tim
i) Diskusikan dalam tim tentang pengalaman dari hasil analisis insiden.
ii) Identifikasi unit atau bagian lain yang mungkin terkena dampak di
masa depan dan bagilah pengalaman tersebut secara lebih luas
7) Cegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien
Gunakan informasi yang ada tentang kejadian/masalah untuk melakukan
perubahan pada sistem pelayanan
Langkah penerapan :
a) Untuk Rumah Sakit
i) Gunakan informasi yang benar dan jelas yang diperoleh dari sistem
pelaporan, asesmen risiko, kajian insiden, dan audit serta analisis untuk
menentukan solusi setempat.
ii) Solusi tersebut dapat mencakup penjabaran ulang sistem (struktur dan
proses), penyesuaian pelatihan staf dan/atau kegiatan klinis termasuk
pengguanaan instrumen yang menjamin keselamatan pasien.
iii) Lakukan asesmen risiko untuk setiap perubahan yang direncanakan.
iv) Sosialisasikan solusi yang dikembangkan oleh KKPRS – PERSI.
v) Beri umpan balik kepada staf tentang setiap tindakan yang diambil atas
insiden yang dilaporkan
b) Untuk Unit/Tim
17

i) Libatkan tim dalam mengembangkan berbagai cara untuk membuat


asuhan pasien menjadi lebih baik dan lebih aman.
ii) Telaah kembali perubahan – perubahan yang dibuat tim dan pastikan
pelaksanaannya.
iii) Pastikan tim menerima umpan balik atas setiap tindak lanjut tentang
insiden yang dilaporkan

Tujuh langkah keselamatan pasien rumah sakit merupakan panduan yang


komprehensif untuk menuju keselamatan pasien, sehingga tujuh langkah tersebut
secara menyeluruh harus dilaksanakan oleh setiap rumah sakit. Dalam
pelaksanaan tujuh langkah tersebut tidak harus berurutan dan tidak harus serentak.
Pilihlah langkah – langkah yang paling strategis dan paling mudah dilaksanakan
di rumah sakit. Bila langkah – langkah ini berhasil maka kembangkan langkah –
langkah yang belum dilaksanakan. Bila tujuh langkah ini telah dilaksanakan
dengan baik, maka rumah sakit dapat menambah metode – metode lainnya.

2.6. Sasaran Keselamatan Pasien

Sasaran Keselamatan Pasien merupakan syarat untuk diterapkan di semua rumah


sakit yang diakreditasi oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit. Penyusunan sasaran
ini mengacu kepada Nine Life-Saving Patient Safety Solutions dari World Health
Organization (WHO) Patient Safety yang digunakan juga oleh Komite
Keselamatan Pasien Rumah Sakit PERSI (KKP-RS, PERSI), dan dari Joint
Comission International (JCI). Maksud dari Sasaran Keselamatan Pasien adalah
mendorong perbaikan spesifik dalam keselamatan pasien. Sasaran menyoroti
bagian-bagian yang bermasalah dalam pelayanan kesehatan dan menjelaskan
bukti serta solusi dari konsensus berbasis bukti keahliaan atas permasalahan ini.
Diakui bahwa desain sistem yang baik secara intrinsik adalah untuk memberikan
pelayanan kesehatan yang aman dan bermutu tinggi, sedapat mungkin sasaran
secara umum difokuskan pada solusi – solusi yang menyeluruh. Enam sasaran
keselamatan pasien adalah tercapainya hal – hal sebagai berikut8 :

1) Sasaran I : Ketepatan Identifikasi Pasien


18

Standar SKP I :

Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk memperbaiki/


meningkatkan ketelitian identifikasi pasien.

Maksud dan tujuan sasaran I :


Kesalahan karena keliru dalam mengidentifikasi pasien dapat terjadi di
hampir semua aspek/ tahapan diagnosis dan pengobatan. Kesalahan identifikasi
pasien bisa terjadi pada pasien yang dalam keadaan terbius/ tersedasi, mengalami
disorientasi, tidak sadar, bertukar tempat tidur/kamar/lokasi di rumah sakit,
adanya kelainan sensori, atau akibat situasi lain. Maksud sasaran ini adalah untuk
melakukan dua kali pengecekan yaitu: pertama, untuk identifikasi pasien sebagai
individu yang akan menerima pelayanan dan pengobatan, dan kedua, untuk
kesesuain pelayanan atau pengobatan terhadap individu tersebut. Kebijakan dan/
atau prosedur yang secara kolaboratif dikembangkan untuk memperbaiki proses
identifikasi, khususnya pada proses untuk mengidentifikasi pasien ketika
pemberian obat, darah, atau produk darah, pengambilan darah dan spesimen lain
untuk pemeriksaan klinis, atau pemberian pengobatan atau tindakan lain.
Kebijakan dan/ atau prosedur memerlukan sedikitnya dua cara untuk
mengidentifikasi seorang pasien, seperti nama pasien, nomor rekam medis,
tanggal lahir, gelang identitas pasien dengan barcode, dan lain - lain. Nomor
kamar pasien atau lokasi tidak bisa digunakan untuk identifikasi. Kebijakan dan
atau prosedur juga menjelaskan penggunaan dua identitas berbeda dilokasi yang
berbeda dirumah sakit, seperti di pelayanan rawat jalan, unit gawat darurat, atau
ruang operasi termasuk identifikasi pada pasien koma tanpa identitas. Suatu
proses kolaboratif digunakan untuk mengembangkan kebijakan dan/ atau prosedur
agar dapat memastikan semua kemungkinan situasi untuk dapat diidentifikasi.

Elemen Penilaian Sasaran I :


a. Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien misalnya nama
dan tanggal lahir pasien. Tidak boleh menggunakan nomor kamar atau
lokasi pasien.
b. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau produk darah.
19

c. Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen lain untuk


pemeriksaan klinis.
d. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan dan tindakan/
prosedur.
e. Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan identifikasi yang
konsisten pada semua situasi dan lokasi.

2) Sasaran II : Peningkatan Komunikasi Yang Efektif Standar

SKP II :

Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk meningkatkan efektivitas


komunikasi antar pemberi layanan.

Maksud dan Tujuan Sasaran II :

Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan yang
dipahami oleh pasien, akan mengurangi kesalahan, dan menghasilkan peningkatan
keselamatan pasien. Komunikasi dapat berbentuk elektronik, lisan, atau tertulis.
Komunikasi yang mudah terjadi kesalahan kebanyakan terjadi pada saat perintah
diberikan secara lisan atau melalui telepon. Komunikasi yang mudah terjadi
kesalahan yang lain adalah pelaporan kembali hasil pemeriksaan kritis, seperti
melaporkan hasil laporan laboratorium klinik cito melalui telepon ke unit
pelayanan. Rumah sakit secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan
atau prosedur untuk perintah lisan dan telepon termasuk : mencatat (atau
memasukkan ke komputer) perintah yang lengkap atau hasil pemeriksaan oleh
penerima perintah, kemudian penerima perintah membacakan kembali (read back)
perintah atau hasil pemeriksaan, dan mengkonfirmasi bahwa apa yang sudah
dituliskan dan dibaca ulang adalah akurat. Kebijakan dan atau prosedur
pengidentifikasian juga menjelaskan bahwa diperbolehkan tidak melakukan
pembacaan kembali (read back) bila tidak memungkinkan seperti di kamar
operasi dan situasi gawat darurat di Instalasi Gawat Darurat atau Intensive Care
Unit.

Elemen Penilaian Sasaran II :


20

Perintah lengkap secara lisan dan melalui telepon atau hasil pemeriksaan
dituliskan secara lengkap oleh penerima perintah.

a. Perintah lengkap lisan dan telepon atau hasil pemeriksaan dibacakan


kembali secara lengkap oleh penerima perintah.
b. Perintah atau pemeriksaan dikonfirmasi oleh pemberi perintah atau yang
menyampaikan hasil pemeriksaan.

c. Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan verifikasi keakuratan


komunikasi lisan atau melalui telepon secara konsisten.

3) Sasaran III : Peningkatan Keamanan Obat Yang Perlu Diwaspadai (High –


Alert).

Standar SKP III :

Rumah Sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memperbaiki


keamanan obat – obat yang perlu diwaspadai (High – Alert).

Maksud dan Tujuan Sasaran III :

Bila obat – obatan menjadi bagian dari rencana pengobatan pasien


manajemen harus berperan secar kritis untuk memastikan keselamatan pasien.
Obat – obatan yang perlu diwaspadai (High Alert Medications) adalah obat yang
sering menyebabkan terjadi kesalahan - kesalahan serius (Sentinel Event), obat
yang berisiko tinggi menyebabkan dampak yang tidak diinginkan (adverse
outcome) seperti obat – obat yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip (Nama
Obat, Rupa, dan Ucapan Mirip/ NORUM, atau Look Alike SoundAlike/ LASA).
Obat – obatan yang sering disebutkan dalam isu keselamatan pasien adalah
pemberian elektrolit konsentrat. Secara tidak sengaja (misalnya, kalium klorida 2
meq/ ml atau yang lebih pekat, kalium fosfat, natrium klorida lebih pekat dari
0,9%, dan magnesium sulfat sama dengan 50% atau lebih pekat). Cara yang
paling efektif untuk mengurangi atau mengeliminasi kejadian tersebut adalah
dengan meningkatkan proses pengelolaan obat – obat yang perlu diwaspadai
termasuk memindahkan elektrolit konsentrat dari unit pelayanan pasien ke
farmasi. Rumah sakit secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/
21

atau prosedur untuk membuat daftar obat – obat yang perlu diwaspadai
berdasarkan data yang ada dirumah sakit. Kebijakan dan/ atau prosedur juga
mengidentifikasi area mana saja yang membutuhkan elektrolit konsentrat, seperti
di Instalasi Gawat Darurat atau kamar operasi, serta pemberian label secara benar
pada elektrolit yang benar dan bagaimana penyimpanannya di area tersebut
sehingga membatasi akses, untuk mencegah pemberian yang tidak sengaja/
kurang hati – hati.

Elemen Penilaian Sasaran III :

a. Kebijakan dan/ atau prosedur dikembangkan agar memuat proses


identifikasi, menetapkan lokasi, pemberian label, dan penyimpanan
elektrolit konsentrat.
b. Implementasi kebijakan dan prosedur.
c. Elekrolit konsentrat tidak berada di unit pelayanan pasien kecuali jika
dibutuhkan secara klinis dan tindakan diambil untuk mencegah pemberian
yang kurang hati – hati diarea tersebut sesuai kebijakan.
d. Elektrolit konsentrat yang disimpan pada unit pelayanan pasien harus
diberi label yang jelas, dan disimpan pada area yang dibatasi ketat
(restricted).
4) Sasaran IV : Kepastian Tepat – Lokasi, Tepat – Prosedur, Tepat – Pasien
Operasi.

Standar SKP IV :

Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memastikan tepat -


lokasi, tepat – prosedur, tepat – pasien operasi.

Maksud dan Tujuan Sasaran IV :

Salah – lokasi, salah – prosedur, salah - pasien pada operasi, adalah sesuatu
yang mengkhawatirkan dan tidak jarang terjadi di rumah sakit. Kesalahan ini
adalah akibat dari komunikasi yang tidak efektif atau yang tidak adekuat antara
anggota tim bedah, kurang/ tidak melibatkan pasien di dalam penandaan lokasi
(site marking) dan tidak ada prosedur verifikasi lokasi operasi. Disamping itu,
22

asesmen pasien yang tidak adekuat, penelaahan ulang catatan medis tidak adekuat,
budaya yang tidak mendukung komunikasi terbuka antar anggota tim bedah,
permasalahan yang berhubungan dengan tulisan tangan yang tidak terbaca
(illegible hand writing) dan pemakaian singkatan adalah faktor – faktor kontribusi
yang sering terjadi. Rumah sakit perlu untuk secara kolaboratif mengembangkan
suatu kebijakan dan/ atau prosedur yang efektif didalam mengeliminasi masalah
yang mengkhawatirkan ini. Digunakan juga praktek berbasis bukti, seperti yang
digambarkan di Surgical Safety Checklist dari WHO Patient Safety (2009), juga
The Joint Commitions Universal Protocol for Preventing Wrong Site, Wrong
Procedure, Wrong Person Surgery. Penandaan lokasi operasi perlu melibatkan
pasien dan dilakukan atas satu tanda yang dapat dikenali. Tanda itu harus
digunakan secara konsisten di rumah sakit dan harus dibuat oleh operator/ orang
melakukan tindakan, dilaksanakan saat pasien terjaga dan sadar jika
memungkinkan, dan harus terlihat sampai saat akan disayat. Penandaan lokasi
operasi dilakukan pada semua kasus termasuk sisi (laterality), multiple struktur
(jari tangan, jari kaki lesi), atau multiple level (tulang belakang).

Maksud proses verifikasi praoperatif adalah untuk :

a. Memverifikasi lokasi, prosedur, dan pasien yang benar.


b. Memastikan bahwa semua dokumen, foto (imaging), hasil pemeriksaan
yang relevan yang tersedia, diberi label dengan baik dan dipampang.
c. Verifikasi ketersediaan peralatan khusus dan/ atau inplant – inplant yang
dibutuhkan. Tahap “sebelum insisi” (time out) memungkinkan semua
pertanyaan atau kekeliruan diselesaikan. Time out dilakukan ditempat
dimana tindakan akan dilakukan tepat sebelum tindakan dimulai dan
melibatkan seluruh tim operasi. Rumah sakit menetapkan bagaimana
proses itu didokumentasikan secara ringkas, misalnya menggunakan
checklist.

Elemen Penilaian Sasaran IV :


23

1) Rumah sakit menggunakan suatu tanda yang jelas dan dimengerti untuk
identifikasi lokasi operasi dan melibatkan pasien didalam proses
penandaan.
2) Rumah sakit menggunakan suatu checklist atau proses lain untuk
memverifikasi saat praoperasi tepat – lokasi, tepat – prosedur, tepat –
pasien operasi dan semua dokumen serta peralatan yang diperlukan
tersedia tepat dan fungsional.
3) Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat prosedur “sebelum
insisi” (time out). Tepat sebelum dimulainya suatu prosedur/ tindakan
pembedahan.

4) Kebijakan dan prosedur dikembangkan untuk mendukung proses yang


seragam untuk memastikan tepat – lokasi, tepat – prosedur, tepat – pasien,
termasuk prosedur medis dan dental yang dilaksanakan diluar kamar
operasi.

5) Sasaran V : Pengurangan Risiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan

Standar SKP V :

Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi risiko


infeksi yang terkait pelayanan kesehatan.

Maksud dan Tujuan Sasaran V :

Pencegahan dan Pengendalian Infeksi merupakan tantangan terbesar dalam


tatanan pelayanan kesehatan, dan peningkatan biaya untuk mengatasi infeksi yang
berhubungan dengan pelayanan kesehatan merupakan keprihatinan besar bagi
pasien maupun para profesional pelayanan kesehatan. Infeksi biasanya dijumpai
dalam semua bentuk pelayanan kesehatan termasuk infeksi saluran kemih, infeksi
pada aliran darah (bloodstream infections) dan pneumonia (sering kali
dihubungkan dengan ventilasi mekanis). Pusat dari eliminasi infeksi ini maupun
infeksi – infeksi lain adalah Cuci Tangan (hand hygiene yang tepat). Pedoman
hand hygiene bisa dibaca dikepustakan WHO dan berbagai organisasi Nasional
maupun Internasional. Rumah sakit mempunyai proses kolaboratif untuk
24

mengembangkan kebijakan dan atau prosedur yang menyesuaikan atau


mengadopsi petunjuk hand hygiene yang diterima secara umum dan untuk
implementasi sebagai petunjuk di rumah sakit.

Elemen Penilaian Sasaran V :

a. Rumah sakit mengadopsi dan mengadaptasi pedoman hand hygiene


terbaru yang diterbitkan dan sudah diterima secara umum (antara lain dari
WHO Patient Safety).
b. Rumah sakit menerapkan hand hygiene yang efektif.
c. Kebijakan dan atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan
pengurangan secara berkelanjutan risiko dari infeksi yang terkait
pelayanan kesehatan.
6) Sasaran VI : Pengurangan Risiko Pasien Jatuh

Standar SKP VI :

Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi risiko


pasien dari cedera karena jatuh.

Maksud dan Tujuan Sasaran VI :

Jumlah kasus jatuh cukup bermakna sebagai penyebab cedera bagi pasien
rawat inap. Dalam konteks populasi atau masyarakat yang dilayani, pelayanan
yang disediakan fasilitasnya, rumah sakit perlu mengevaluasi risiko pasien jatuh
dan mengambil tindakan untuk mengurangi risiko cedera bila pasien jatuh.
Evaluasi bisa termasuk riwayat jatuh, obat dan telaah terhadap konsumsi obat,
gaya jalan dan keseimbangan, serta alat bantu yang digunakan oleh pasien.
Program tersebut harus diterapkan oleh rumah sakit.

Elemen Penilaian Sasaran VI :

Rumah sakit merupakan proses assesmen awal atas pasien terhadap risiko
jatuh dan melakukan asessment ulang pasien bila diindikasikan terjadi perubahan
kondisi atau pengobatan, dan lain – lain.
25

a. Langkah – langkah diterapkan untuk mengurangi risiko jatuh bagi mereka


yang pada hasil asessment berisiko jatuh.
b. Langkah – langkah dimonitor hasilnya, baik keberhasilan pengurangan
cedera akibat jatuh dan dampak dari kejadian yang tidak diharapkan.
c. Kebijakan dan atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan
pengurangan berkelanjutan risiko pasien cedera akibat jatuh dirumah sakit.

2.7. Nine Life Saving Patient Safety Solutions

WHO Collaborating Centre for Patient Safety pada tahun 2007 resmi menerbitkan
“Nine Life Saving Patient Safety Solutions” (Sembilan Solusi Keselamatan Pasien
Rumah Sakit). Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) mendorong
rumah sakit di Indonesia untuk menerapkan “Sembilan Solusi Keselamatan Pasien
Rumah Sakit”, langsung atau bertahap, sesuai dengan kemampuan dan kondisi
rumah sakit masing-masing yaitu7 :

1. Perhatikan Nama Obat, Rupa dan Ucapan Mirip (NORUM/Look-Alike, Sound-


Alike Medication Names).
Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip (NORUM) yang membingungkan staf
pelaksana, adalah salah satu penyebab yang paling sering dalam kesalahan
obat (medication error) dan ini merupakan suatu keprihatinan di seluruh dunia.
Dengan puluhan ribu obat yang ada saat ini di pasar, maka sangat signifikan
potensi terjadinya kesalahan, akibat bingung terhadap nama merek atau
generik serta kemasan. Solusi NORUM ditekankan pada penggunaan protokol
untuk pengurangan risiko dan memastikan terbacanya resep, label, atau
penggunaan perintah yang dicetak lebih dulu, maupun pembuatan resep
Contoh: SPO penyimpanan obat NORUM /LASA dimana harus diselang 2
obat lain, Pemberian Label LASA, mengeja nama obat dan dosis NORUM/
LASA pada komunikasi.

2. Pastikan Identfikasi Pasien.


Kegagalan yang meluas dan terus-menerus untuk mengidentifikasi pasien
secara benar, sering mengarah pada kesalahan pengobatan, transfusi maupun
26

pemeriksaan; pelaksanaan prosedur yang keliru orang; penyerahan bayi


kepada yang bukan keluarganya, dan sebagainya. Rekomendasi ditekankan
pada metode untuk verifikasi terhadap identitas pasien, termasuk keterlibatan
pasien dalam proses ini; standarisasi dalam metode identifikasi di semua
rumah sakit dalam suatu sistem layanan kesehatan; dan partisipasi pasien
dalam konfirmasi ini; serta penggunaan SPO untuk membedakan identifikasi
pasien dengan nama yang sama.
Pemasangan gelang identifikasi dan penanda pada pasien, cara identifikasi
sebelum:
 Pemberian obat, darah, atau produk darah.
 Pengambilan darah dan specimen lain untuk pemeriksaan klinis.
 Pemberian pengobatan, dan tindakan / prosedur

3. Komunikasi secara benar saat serah terima/pengoperan pasien.


Kesenjangan dalam komunikasi saat serah terima/pengoperan pasien antara
unit-unit pelayanan, dan didalam serta antar tim pelayanan, bisa
mengakibatkan terputusnya kesinambungan layanan, pengobatan yang tidak
tepat, dan potensial dapat mengakibatkan cedera terhadap pasien, rekomendasi
ditujukan untuk memperbaiki pola serah terima pasien termasuk penggunaan
SPO untuk mengkomunikasikan informasi yang bersifat kritis; memberikan
kesempatan bagi para praktisi untuk bertanya dan menyampaikan
pertanyaanpertanyaan pada saat serah terima.
Contoh : Komunikasi dengan SBAR

4. Pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar.


Penyimpangan ini seharusnya dapat dicegah. Kasus-kasus dengan pelaksanaan
prosedur yang keliru atau pembedahan sisi tubuh yang salah sebagian besar
adalah akibat dan miskomunikasi dan tidak adanya informasi atau
informasinya tidak benar. Faktor yang paling banyak kontribusinya terhadap
kesalahan macam ini adalah tidak ada atau kurangnya proses pra-bedah yang
distandardisasi. Rekomendasinya adalah untuk mencegah jenis-jenis
kekeliruan yang tergantung pada pelaksanaan proses verifikasi
27

prapembedahan; pemberian tanda pada sisi yang akan dibedah oleh petugas
yang akan melaksanakan prosedur; dan adanya tim yang terlibat dalam
prosedur, sesaat sebelum memulai prosedur untuk mengkonfirmasikan
identitas pasien, prosedur dan sisi yang akan dibedah.
Contoh : penandaan lokasi operasi pada lokasi tubuh yang ada lateralisasi dan
adanya sign in, time out, dan sign out.

5. Kendalikan cairan elektrolit pekat (concentrated)


Sementara semua obat-obatan, biologis, vaksin dan media kontras memiliki
profil risiko, cairan elektrolit pekat yang digunakan untuk injeksi khususnya
adalah berbahaya. Rekomendasinya adalah membuat standarisasi dari dosis,
unit ukuran dan istilah; dan pencegahan atas penyimpanan , pelabelan dan
pengenceran cairan elektrolit pekat yang spesifik.
Contoh : penyimpanan elektrolit pekat, pemberian label high allert, instruksi
yang jelas untuk pengenceran, SPO pemberian obat high allert dengan double
check

6. Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan.


Kesalahan medikasi terjadi paling sering pada saat transisi/pengalihan.
Rekonsiliasi (penuntasan perbedaan) medikasi adalah suatu proses yang
didesain untuk mencegah salah obat (medications error) pada titik-titik
transisi pasien. Rekomendasinya adalah menciptakaan suatu daftar yang
paling lengkap dan akurat dan seluruh medikasi yang sedang diterima pasien
juga disebut sebagai “home medication list”, sebagai perbandingan dengan
daftar saat administrasi, penyerahan dan/ atau perintah pemulangan bilamana
menuliskan perintah medikasi; dan komunikasikan daftar tersebut kepada
petugas layanan yang berikut dimana pasien akan ditransfer atau dilepaskan.
Contoh : adanya formulir transfer pasien pada rekam medis yang berisi
catatan tentang obat yang diberikan bila pasien dipindahkan keruangan rawat
lain/ transfer .

7. Hindari salah kateter dan salah sambung selang (tube).


28

Selang, kateter, dan spuit (syringe) yang digunakan harus didesain sedemikian
rupa agar mencegah kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian Tidak
Diharapkan) yang bisa menyebabkan cedera atas pasien melalui
penyambungan slang dan spuit yang salah, serta memberikan medikasi atau
cairan melalui jalur yang keliru. Rekomendasinya adalah menganjurkan
perlunya perhatian atas medikasi secara detail/rinci bila sedang mengerjakan
pemberian medikasi serta pemberian makan (misalnya slang yang benar, dan
bilamana menyambung alat-alat kepada pasien, misalnya menggunakan
sambungan dan slang yang benar).
Contoh : SPO pemasangan NGT, SPO pemasangan kateter urine

8. Gunakan alat injeksi sekali pakai


Salah satu keprihatinan global terbesar adalah penyebaran HIV, HBV, dan
HCV yang diakibatkan oleh pakai ulang (reuse) dari jarum suntik.
Rekomendasinya adalah perlunya melarang pakai ulang jarum difasilitas
layanan kesehatan; pelatihan periodik para petugas di lembaga-lembaga
layanan kesehatan khususnya tentang prinsip-prinsip pengendalian infeksi,
edukasi terhadap pasien dan keluarga mereka mengenai penularan infeksi
melalui darah; dan praktek jarum suntik sekali pakai yang aman.
Contoh : Kebijakan single use untuk jarum suntik

9. Tingkatkan kebersihan tangan (hand hygiene) untuk pencegahan infeksi.


Diperkirakan bahwa pada setiap saat lebih dari 1,4 juta orang di seluruh dunia
menderita infeksi yang diperoleh di rumah-sakit. Kebersihan tangan yang
efektif adalah ukuran preventif yang primer untuk menghindarkan masalah ini.
Rekomendasinya adalah mendorong implementasi penggunaan cairan, seperti
alkohol, hand-rubs, dan sebagainya. Yang disediakan pada titik-titik
pelayanan tersedianya sumber air pada semua kran, pendidikan staf mengenai
teknik kebersihan tangan yang benar, mengingatkan penggunaan tangan bersih
ditempat kerja; dan pengukuran kepatuhan penerapan kebersihan tangan
melalui pemantauan/ observasi dan tehnik yang lain.
Contoh: Kebijakan dan SPO tentang hand hygiene
29

Sembilan Solusi ini merupakan panduan yang sangat bermanfaat membantu


Rumah Sakit, memperbaiki proses asuhan pasien, dan meningkatkan
profesionalitas petugas kesehatan. Hal ini bertujuan agar sesuai dengan standar
operasional prosedur yang telah ditetapkan guna menghindari cedera maupun
kematian yang dapat dicegah serta untuk meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan.7

2.8. Delapan Langkah Untuk Mengembangkan Budaya Keselamatan Pasien

1. Put the focus back on safety (kembali fokus ke keselamatan pasien)


Setiap staf yang bekerja di Rumah Sakit pasti ingin memberikan yang terbaik dan
teraman untuk pasien. Tetapi supaya keselamatan pasien ini bisa dikembangkan
dan semua staf merasa mendapatkan dukungan, patient safety ini harus menjadi
prioritas strategis dari rumah sakit atau unit pelayanan kesehatan lainnya. Empat
CEO Rumah Sakit yang terlibat dalam safer patient initiatives di Inggris
mengatakan bahwa tanggung jawab untuk keselamatan pasien tidak bisa
didelegasikan dan mereka memegang peran kunci dalam membangun dan
mempertahankan fokus patient safety di dalam Rumah Sakit.

2. Think small and make the right thing easy to do (berpikir mudah dan membuat
langkah mudah untuk peningkatan pelayanan)
Memberikan pelayanan kesehatan yang aman bagi pasien mungkin membutuhkan
langkahlangkah yang agak kompleks. Tetapi dengan memecah kompleksitas ini
dan membuat langkahlangkah yang lebih mudah mungkin akan memberikan
peningkatan yang lebih nyata.

3. Encourage open reporting (mendorong sistem pelaporan terbuka)


Belajar dari pengalaman, meskipun itu sesuatu yang salah adalah pengalaman
yang berharga. Koordinator patient safety dan manajer RS harus membuat budaya
yang mendorong pelaporan. Mencatat tindakan-tindakan yang membahayakan
pasien sama pentingnya dengan mencatat tindakan-tindakan yang menyelamatkan
pasien. Diskusi terbuka mengenai insiden-insiden yang terjadi bisa menjadi
pembelajaran bagi semua staf.
30

4. Make data capture a priority (membuat sistem pencatatan sebagai prioritas)


Dibutuhkan sistem pencatatan data yang lebih baik untuk mempelajari dan
mengikuti perkembangan kualitas dari waktu ke waktu. Misalnya saja data
mortalitas. Dengan perubahan data mortalitas dari tahun ke tahun, klinisi dan
manajer bisa melihat bagaimana manfaat dari penerapan patient safety.

5. Use systems-wide approaches (gunakan pendekatan sistem yang menyeluruh


bukan individual)
Keselamatan pasien tidak bisa menjadi tanggung jawab individual. Pengembangan
hanya bisa terjadi jika ada sistem pendukung yang adekuat. Staf juga harus dilatih
dan didorong untuk melakukan peningkatan kualitas pelayanan dan keselamatan
terhadap pasien. Tetapi jika pendekatan patient safety tidak diintegrasikan secara
utuh kedalam sistem yang berlaku di RS, maka peningkatan yang terjadi hanya
akan bersifat sementara.

6. Build implementation knowledge ( mengembangkan sistem berpikir dan


implementasi program)
Staf juga membutuhkan motivasi dan dukungan untuk mengembangkan
metodologi, sistem berfikir, dan implementasi program. Pemimpin sebagai
pengarah jalannya program disini memegang peranan kunci. Di Inggris,
pengembangan mutu pelayanan kesehatan dan keselamatan pasien sudah
dimasukkan ke dalam kurikulum kedokteran dan keperawatan, sehingga
diharapkan sesudah lulus kedua hal ini sudah menjadi bagian dalam budaya kerja.

7. Involve patients in safety efforts (melibatkan pasien dalam usaha keselamatan)


Keterlibatan pasien dalam pengembangan patient safety terbukti dapat
memberikan pengaruh yang positif. Perannya saat ini mungkin masih kecil, tetapi
akan terus berkembang. Dimasukkannya perwakilan masyarakat umum dalam
komite keselamatan pasien adalah salah satu bentuk kontribusi aktif dari
masyarakat (pasien). Secara sederhana pasien bisa diarahkan untuk menjawab
ketiga pertanyaan berikut: apa masalahnya? Apa yang bisa kubantu? Apa yang
tidak boleh kukerjakan?
31

8. Develop top-class patient safety leaders (mengembangkan kepemimpinan


keselamatan pasien yang berkualitas)
Prioritisasi keselamatan pasien, pembangunan sistem untuk pengumpulan data-
data berkualitas tinggi, mendorong budaya tidak saling menyalahkan, memotivasi
staf, dan melibatkan pasien dalam lingkungan kerja bukanlah sesuatu hal yang
bisa tercapai dalam semalam. Diperlukan kepemimpinan yang kuat, tim yang
kompak, serta dedikasi dan komitmen yang tinggi untuk tercapainya tujuan
pengembangan budaya patient safety. Seringkali RS harus bekerja dengan
konsultan leadership untuk mengembangkan kerjasama tim dan keterampilan
komunikasi staf. Dengan kepemimpinan yang baik, masing-masing anggota tim
dengan berbagai peran yang berbeda bisa saling melengkapi dengan anggota tim
lainnya melalui kolaborasi yang erat.7

2.2. Cara Mengukur Patient Safety

2.2.1 Pendekatan Terhadap Keselamatan Pasien

Beberapa pertanyaan dasar yang dapat diuraikan ketika menentukan apakah suatu
organisasi kesehatan aman atau tidak yaitu9 :

1) Has patient care been safe in the past?


2) Are our clinical systems and processes reliable?
3) Is care safe today?
4) Will care be safe in the future?
5) Are we responding and improving?

2.2.2 Dimensi Monitoring dan Pengukuran Keselamatan Pasien

Menanyakan apakah sebuah organisasi aman membawa kita ke sejumlah


pertanyaan yang membahas aspek keselamatan yang berbeda ini. Hal ini pada
gilirannya telah mendorong kita untuk merenungkan informasi seperti apa yang
idealnya kita butuhkan untuk memberi gambaran menyeluruh tentang keamanan
organisasi secara menyeluruh dan menyeluruh. Vincent, Burnett, & Cartney
mengelompokkannya menjadi lima dimensi, yaitu7:
32

1) Kerusakan masa lalu: mencakup tindakan psikologis dan fisik.


2) Keandalan: mencakup ukuran perilaku dan sistem.
3) Sensitivitas terhadap operasi: informasi dan kapasitas untuk memantau
keselamatan setiap jam atau setiap hari.
4) Antisipasi dan kesiapan: kemampuan mengantisipasi, dan bersiap
menghadapi, masalah.
5) Integrasi dan pembelajaran: kemampuan untuk merespon dan memperbaiki,
informasi keselamatan.

2.2.3 Sistem Pelaporan

Sistem pelaporan dalam perawatan kesehatan pada awalnya ditujukan untuk


menyediakan sarana pengukuran dan pembelajaran baik dari kejadian buruk
maupun masalah keselamatan lainnya. Yang menjadi pertanyaan adalah
“Dapatkah kita menggunakan sistem pelaporan untuk menghasilkan ukuran
kerugian yang dapat diandalkan?”
Hasil penelitian Vincent, Burnett, & Cartney menunjukkan bahwa sistem
pelaporan rutin yang diterapkan di rumah sakit besar ini melewatkan sebagian
besar insiden keselamatan pasien yang diidentifikasi berdasarkan catatan kasus
dan hanya mendeteksi 5% insiden yang mengakibatkan kerusakan pada pasien.
Juga diketahui bahwa sistem pelaporan kejadian sangat buruk dalam mendeteksi
kejadian buruk.
a) Pelaporan kejadian yang ditargetkan
Beberapa organisasi menggunakan laporan kejadian prospektif atau tertarget,
seringkali untuk jangka waktu tertentu, untuk mengatasi masalah keamanan
yang diketahui. Misalnya, dalam beberapa praktik perawatan primer ada
minggu-minggu tertentu ketika setiap kejadian buruk dicatat. Dari sini, staf
mungkin diminta untuk melaporkan masalah spesifik seperti kehilangan hasil
tes berdasarkan target untuk bulan berikutnya
b) Pelaporan wajib ‘tidak pernah kejadian’
Beberapa kejadian keselamatan jarang terjadi namun memiliki konsekuensi
tragis, misalnya, kematian karena menyuntikkan obat intravena ke sumsum
33

tulang belakang. Ini adalah peristiwa keselamatan yang paling menonjol dan
paling mengganggu yang sesuai dengan 'kecelakaan' domain lainnya.
Peristiwa-peristiwa tersebut dituangkan dalam daftar 28 'tidak pernah kejadian'
yang disusun oleh Forum Mutu Nasional Inggris pada tahun 2004 dan sejak
diadopsi oleh banyak organisasi sebagai target keselamatan. Identifikasi
kejadian langka namun mengerikan ini selalu bergantung pada pelaporan,
setidaknya sampai cara yang dapat diandalkan untuk mencari rekam medis
elektronik muncul.

Tabel 2.1. Contoh list “Tidak pernah kejadian” dari NHS Tahun 2012/2013
Pembedahan
Salah letak atau salahnya operasi implan
Tertinggalnya benda asing pasca operasi
Pemberian obat
Obat penyuntikan beresiko tinggi yang dipersiapkan dengan baik
Maladministrasi larutan mengandung potassium
Rute salah administrasi kemoterapi
Pemberian obat epidural intravena
Pemberian methotrexate oral yang tidak tepat
Kesehatan mental
Bunuh diri menggunakan rel yang tidak bisa dilipat
Melarikan diri dari tahanan yang ditransfer
Perawatan kesehatan umum
Jatuh dari jendela tak terbatas
Transfusi komponen darah ABO-tidak kompatibel
Saluran naso atau oro-lambung yang salah letak
Kesalahan identifikasi pasien
Maternitas
Kematian maternal akibat perdarahan pascapersalinan setelah operasi caesar
elektif

Dampak mendefinisikan beberapa jenis kejadian serius karena tidak pernah


kejadian saat ini tidak jelas, namun jelas merupakan pergeseran dari perspektif
pembelajaran ke salah satu tata kelola dan akuntabilitas. Ini memiliki manfaat
yang tidak diragukan lagi untuk memberi prioritas keselamatan yang sangat tinggi
di dalam organisasi, namun mungkin juga memiliki efek yang tidak diharapkan
untuk membatasi fokus pada berbagai isu keselamatan yang sempit. Tidak pernah
34

kejadian juga menandai pernyataan standar keselamatan minimum yang baru dan
agak kuat dalam perawatan kesehatan yang mungkin, dalam jangka panjang,
membuktikan perkembangan yang lebih penting.

Mengukur keselamatan, bagaimanapun, bukan semata-mata mengukur


bahaya. Menilai keselamatan dengan apa yang telah terjadi di masa lalu, meski
informatif, tidak dengan sendirinya memberi tahu Anda betapa berbahayanya saat
ini atau akan berada di masa depan. Pengukuran dalam praktek klinis cenderung
diterima secara tidak kritis sebagai cerminan sejati fenomena minat. Tes darah,
tanda vital dan hasil patologi adalah semua indeks terpercaya, meskipun
interpretasi dan makna mereka bagi pasien individual mungkin sangat sulit.
Namun, definisi tindakannya jelas dan metode pengukurannya tidak ambigu.
Sebaliknya, ukuran keselamatan adalah, seperti yang telah kita diskusikan, sulit
didefinisikan dengan akurat. Selain itu, bahkan ketika ukurannya tampaknya
cukup jelas, ada banyak pengaruh di tempat kerja dalam proses pengukuran dan
pengumpulan data.
BAB III

KESIMPULAN

Patient safety adalah pengurangan risiko dari bahaya yang tidak perlu yang
berkaitan dengan perawatan kesehatan sampai batas yang dapat diterima.4
Menurut WHO, keselamatan pasien didefinisikan sebagai penghindaran,
pencegahan dan perbaikan dari keselahan atau kejadian tidak diinginkan yang
berasal dari proses perawatan kesehatan dan tidak menyebabkan bahaya bagi
pasien. Pengertian lain tentang keselamatan pasien yaitu disiplin ilmu di sektor
perawatan kesehatan yang menerapkan metode ilmu kesehatan menuju tujuan
mendapai sistem penyampaian layanan kesehatan yang dapat dipercaya.

Setiap rumah sakit wajib menerapkan Tujuh Standar Keselamatan Pasien


Rumah Sakit, merancang Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien,
menerapkan Enam Sasaran Keselamatan Pasien, Nine Life Saving Patient Safety
Solutions, dan Delapan Langkah Mengembangkan Budaya Keselamatan Pasien
untuk menghindari insiden dan menjaga patient safety.

Pengukuran patient safety dilakukan melalui pendekatan yang berupa 5


pertanyaan dasar dan lima dimensi monitoring dan pengukuran keselamatan
pasien. Selain itu, sistem pelaporan berupa pelaporan kejadian yang ditargetkan
dan pelaporan wajib ‘tidak pernah kejadian’ juga dipakai meskipun melewatkan
sebagian besar insiden yang terjadi. Ukuran keselamatan pasien sampai saat ini
sulit didefinisikan dengan akurat. Selain itu, bahkan ketika ukurannya tampaknya
cukup jelas, ada banyak pengaruh di tempat kerja dalam proses pengukuran dan
pengumpulan data.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. WHO. Patient Safety: Global Action on Patient Safety [Internet]. United


States: WHO; 2018 December 12 [cited 2019 August 12]. Available from:
https://apps.who.int/gb/ebwha/pdf_files/EB144/B144_29-en.pdf
2. WHO. WHO Patient Safety Curriculum Guide for Medical Schools [Internet].
United Kingdom: WHO; 2009 [cited 2019 August 12]. Available from:
http://www.who.int/patientsafety/activities/technical/medical_curriculum/en/in
dex.html
3. WHO. Patient Safety [Internet]. United States: WHO; 2018 [cited 2019 August
17]. Available from : https://www.who.int/patientsafety/en/
4. WHO. Definitions of Key Concepts from the WHO Patient Safety Curriculum
Guide. United States: WHO; 2011 [cited 2019 August 12].
5. Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS). Standar akreditasi rumah
sakit. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI. 2011. Available at :
http://www.dinus.ac.id/repository/docs/ajar/STANDAR_AKREDITASI_RS_2
012.pdf
6. Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS). Standar nasional akreditasi rumah
sakit edisi 1. 2017. Available at : http://www.pdpersi.co.id/kanalpersi/
manajemen_mutu/data/snars_edisi1.pdf
7. Tutiany, Lindawati, Krisanti P. Manajemen Keselamatan Pasien. Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2017.
8. Hasibuan D.C. Peran Perawat Dalam Penerapan Keselamatan Pasien (Patient
Safety) di Rumah Sakit Umum Daerah Dr.H. Kumpulan Pane Tebing Tinggi
[thesis]. Sumatera Utara: Repository Usu; 2016. 111p.
9. The Health Foundation. The Measurement and Monitoring of Safety [Internet].
United Kingdom: The Health Foundation; 2013 [cited 2019 August 17]. Available
from:https://www.health.org.uk/sites/default/files/TheMeasurementAndMonitorin
gOfSafety_fullversion.pdf

19

Anda mungkin juga menyukai