Anda di halaman 1dari 69

BUKU PRAKTIS

Panduan Magang Dokter Hewan


di Lapangan

JILID 1

Himpunan Mahasiswa Profesi Ruminansia


Fakultas Kedokteran Hewan
Institut Pertanian Bogor
PENDAHULUAN

Dunia peternakan yang sedang


berkembang di Indonesia ini tidak dapat
dipisahkan dari dunia kedokteran hewan, yang
tidak hanya menangani kesehatan hewan tetapi
juga pencegahan penularan penyakit,
penyebaran penyakit, pengobatan, serta
rehabilitasi. Atas dasar itu, mahasiswa
kedokteran hewan sebagai calon generasi
penerus di dunia kesehatan hewan merupakan
bagian penting yang tidak dapat dipisahkan
dari pengembangan peternakan di Indonesia.
Mahasiswa kedokteran hewan yang nantinya
akan terjun langsung dalam dunia kesehatan
hewan dan salah satunya dalam bidang
peternakan, dituntut berbagai kesiapan untuk
dapat berperan secara aktif, yang memerlukan
kemampuan hardskill maupun softskill.

Fakultas Kedokteran Hewan IPB


merupakan salah satu wadah pembentuk
sumber daya manusia yang kompeten dalam
dunia kesehatan hewan. Untuk menjadi dokter
hewan yang profesional, ilmu dan
keterampilan yang didapat di bangku kuliah
harus mampu diterapkan dalam kehidupan
nyata. Oleh karena itu, mahasiswa
memerlukan beberapa praktik kerja lapang
(magang) dengan tujuan menambah
pengalaman dan kemampuan bekerja nyata,
serta meningkatkan pemahaman tentang dunia
peternakan.
Himpunan Mahasiswa Profesi (Himpro)
Ruminansia sebagai salah satu fasilitas
pengembangan skill keprofesian mahasiswa
kedokteran hewan, memandang perlu untuk
memfasilitasi mahasiswa yang tergabung
dalam Himpro Ruminansia dalam kegiatan
Get Closer to Our Profession (GCTP)–
Ruminansia.
GCTP merupakan rangkaian kegiatan
yang diharapkan menjadi salah satu rangkaian
proses pendidikan yang dapat ditempuh oleh
mahasiswa sebagai salah satu sumber
pengalaman kerja di dunia peternakan
ruminansia. Kegiatan ini juga diharapkan
menjadi salah satu solusi dari minimnya
kegiatan lapang secara akademik karena
keterbatasan waktu dan materi. Melalui “Buku
Praktis Panduan Magang Dokter Hewan di
Lapangan” ini diharapkan dapat menjadi
pedoman dan penuntun saat mengabdi di
lapangan demi memperluas pengetahuan yang
dapat diajdikan sebagai sumber peningkatan
kompetensi peserta kegiatan ini terutama
dalam hal teknologi reproduksi.

Tim Penulis
DAFTAR ISI

PENDAHULUAN................................ i
Penurunan Libido................................. 1
Abses.................................................... 2
Scabies................................................. 5
Ektoparasit........................................... 9
Kesulitan Partus................................... 13
Terhimpit.............................................. 17
Pink Eye............................................... 19
Diare.................................................... 24
Bovine Ephemeral Fever...................... 28
Anoreksia............................................. 31
Gertak Birahi Inseminasi Buatan.......... 32
Kepincangan......................................... 34
Mastitis................................................. 35
Digestive Problem................................ 38
Left Displacement Abomasum............. 41
Metritis................................................. 42
Sapi Freemartin.................................... 44
Prolaps Cerviks.................................... 45
Tympani atau Kembung....................... 46
Retensi Plasenta................................... 50
Infeksi Tali Pusar.................................. 51
Balanopostitis....................................... 52
Footrot.................................................. 58
DAFTAR PUSTAKA........................... 61
Catatan
PENURUNAN LIBIDO
Libido merupakan nafsu birahi yang
bersifat naluri. Faktor-faktor yang
mempengaruhi libido adalah kadar hormon
testosteron dalam tubuh, kondisi fisik, diet,
exercise, stress, dan penyakit kardiovaskular.
Sebagai evaluasi atas kejadian ini, secara
rutin dilakukan pengecekan libido. Libido
seekor pejantan dapat dicek melalui frekuensi
berkopulasi ataupun berejakulasi secara
normal dalam satuan waktu tertentu. Frekuensi
berkopulasi ataupun berejakulasi bervariasi
antara spesies dan bangsa ternak,
perbandingan jantan dan betina, periode
istirahat kelamin, iklim dan rangsangan
seksual alami. Treatment yang dilakukan
berupa:
1. Physical examination 2. Exercise

3. Perbaikan diet
ABSES
Abses adalah penumpukkan nanah pada
suatu daerah tubuh. Nanah adalah

cairan yang kaya dengan protein dan


mengandung sel darah putih yang telah mati
dan dapat berwarna kuning atau putih.
Berdasarkan hasil analisa faktor resiko, kasus
abses terjadi karena persembuhan luka yang
kurang maksimal diikuti dengan infeksi
bakteri pada lokasi perlukaan. Faktor-faktor
lain yang dapat mempengaruhi tingkat
keparahan abses diantaranya yaitu kotoran
atau benda asing di daerah terjadinya infeksi,
daerah yang terinfeksi mendapatkan aliran
darah yang kurang serta terdapat gangguan
pada sistem kekebalan hewan.
Pilihan pengobatan untuk abses adalah
sebagai berikut:
1. Antibiotik – Tujuan utama dari antibiotik
adalah untuk membantu mengontrol dan
akhirnya menghilangkan bakteri yang
dapat menyebabkan infeksi pada abses.
2. Penghilang rasa sakit (Analgesik) – Obat
ini bertujuan untuk mengurangi
pembengkakan, kemerahan, nyeri, dan
rasa sakit yang terkait dengan abses.
3. Drainase – Drainase mengacu pada
proses pembuatan sayatan kecil pada
abses untuk memungkinkan nanah atau
cairan mengalir, yang secara signifikan
dapat mengurangi rasa sakit.
4. Operasi – Tindakan ini lebih cocok
ketika drainase biasa tidak mungkin
dilakukan atau ketika abses memiliki
risiko.

Pengobatan abses

SCABIES
Scabies adalah penyakit kulit yang
sering dijumpai pada ternak di Indonesia dan
cenderung sulit disembuhkan. Penyakit ini
disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei,
yang menyerang hewan terutama pada bagian
kulit yang dapat menurunkan produksi daging,
kualitas kulit, dan mengganggu kesehatan
masyarakat. Penyakit ini lebih banyak
dijumpai pada kambing dibandingkan pada
domba.

Gejala Klinis :
Kambing penderita skabies
memperlihatkan gejala gatal-gatal pada kulit,
kemudian kulit akan melepuh terutama di
daerah muka dan punggung, akhirnya cepat
meluas ke seluruh tubuh. Kambing yang
terinfeksi penyakit skabies menunjukkan
gejala kekurusan, penurunan

kualitas kulit, di samping itu dapat


menimbulkan kematian. Jika daerah muka
terutama sudut mulut terserang maka akan
terjadi kesulitan dalam mengambil dan
mengunyah pakan sehingga menjadi hewan
kurus, serta dapat menurunkan produksi
daging. Skabies menyebabkan kualitas kulit
menurun dan dapat menimbulkan kematian.
Pengobatan dan Pencegahan :
Kambing yang terserang skabies dapat
diobati dengan :
1. Ivermectin dengan dosis 0,2 mg/kg berat
badan secara subkutan dengan ulangan 2
kali setiap 21 hari.
2. Asuntol 0,1% dalam air dengan cara
dimandikan sebanyak 5 kali dengan
selang waktu 10 hari. Pengobatan
alternatif pada kambing dapat
menggunakan salep belerang,

campuran bawang merah, cuka dan oli


bekas, biasa digunakan peternak.
3. Heyne (1987) melaporkan campuran
daun delima dan jeruk nipis digunakan
peternak mengobati skabies pada
kambing.
Dalam melakukan pencegahan dan
pengendalian penyakit skabies perlu
diperhatikan pola hidup, sanitasi, pemindahan
hewan, karantina, dan pengobatan. Pola dan
kebiasaan hidup yang kurang bersih dan
kurang benar memungkinkan berlangsungnya
siklus hidup skabies dengan baik. Sanitasi
termasuk kualitas penyediaan air yang kurang
dan jumlah ternak yang terlalu padat dalam
suatu kandang perlu dihindari. Pemindahan
hewan dari satu tempat ke tempat lain perlu
penanganan yang serius. Mengingat masa
inkubasi yang lama, maka semua ternak yang
sudah berkontak

dengan hewan penderita perlu diobati


meskipun tidak ada gejala klinis atau hewan
penderita sudah diisolasi. Skabies yang disertai
infeksi sekunder dapat diterapi dengan
antibiotika (Hill, 1995).

Treatment scabies
Hal-hal yang mungkin dapat menjadi
penyebab kegagalan pengobatan adalah:
1. Adanya reinfeksi.
2. Pengobatan tidak dilakukan dengan
baik.
3. Adanya resistensi tungau terhadap
obat, adanya imunosupresi.

EKTOPARASIT
1. Kutu
Jenis kutu yang biasa terdapat pada
kambing yaitu kutu penggigit dan kutu
pengisap. Kutu penggigit memakan sel-sel
kulit mati pada kambing dan membuat gatal.
Sedangkan kutu pengisap tidak hanya
menyebabkan gatal, tetapi juga mengisap
darah yang dapat menyebabkan anemia.
Kutu cenderung hinggap di kambing
pada bulan musim dingin (bisa musim hujan
atau daerah dengan suhu yang cukup dingin).
Kemungkinan keberadaan kutu dapat diketahui
dengan memperhatikan kambing yang
menunjukkan tanda-tanda gatal. Bulu-bulu
yang mungkin mulai terlihat kasar, dan
kambing akan gosokkan pada pagar atau
dinding kandang (lebih dari biasanya),
memiliki ketombe,

kehilangan rambut, dan mengunyah bulu pada


dirinya sendiri.
Kita dapat melihat kutu atau telur keabu-
abuan (disebut nits) dengan memeriksa bagian
atas punggung kambing (dapat menggunakan
kaca pembesar supaya lebih jelas). Sedangkan
untuk menentukan kutu penghisap atau
penggigit, diperlukan pemeriksaan
mikroskopis. Kutu pengisap memiliki kepala
besar, dan kutu penggigit memiliki kepala
kecil.
Kepala kutu penggigit lebih kecil
dibandingkan dengan kutu pengisap.
Keberadaan kutu dapat dikontrol dengan
teratur menyikat kambing atau menjemur
kambing ketika cuaca lebih hangat. Jika kutu
kambing tidak parah - mengalami rasa gatal
dan rambut rontok - bahkan tanpa perawatan,
kutu akan pergi sendiri ketika cuaca hangat
dan kambing menghabiskan

lebih banyak waktu di bawah sinar matahari.


Untuk kasus yang lebih parah, kambing dapat
diobati denganproduk yang
mengandung paramethrin.

Gambaran klinis terkena kutu


2. Tungau
Seperti kutu, tungau kambing hinggap
terutama selama bulan-bulan dingin. Lapisan
kulit berkerak dan rambut rontok dapat terlihat
pada kambing saat tungau menyerang. Salah
satu contohnya adalah Sarcoptes scabiei dapat
menyebabkan terjadinya skabies sebagaimana
telah dijelaskan diatas.
3. Keds
Keds (juga disebut kutu lalat) adalah
kutu yang bersayap, serangga melompat yang
dapat mendiami kambing, biasanya pada
musim semi atau musim panas. Semua dari
mereka adalah pengisap darah, dan bisa
menyebabkan masalah yang serius. Untuk
mengetahui jenis kutu apakah itu, dapat
dilakukan pengambilan kutu lalu dimasukkan
ke dalam botol berisi alkohol untuk nantinya
diperiksa agar dapat diketahui jenis obat yang
tepat. Pour-on atau semprot yang berisi
insektisida permethrin alami dapat dilakukan
untuk mengusir ektoparasit ini.

Treatment Kutu dan Caplak

KESULITAN PARTUS
Terkadang di lapangan ditemukan kasus
betina yang mengalami kejadian kelahiran
yang tidak normal dikarenakan posisi fetus
yang salah. Kaki depan fetus tidak berada pada
ujung uterus sehingga perlu bantuan untuk
mengeluarkan fetus karena induk sudah tidak
kuat untuk merejang.
Posisi kelahiran normal pada kambing
yaitu posisi anterior (ke depan) dan posisi
posterior (ke belakang). Posisi anterior (ke
depan) yaitu posisi kepala diletakkan pada
kaki depan. Posisi posterior (ke belakang)
yaitu kedua kaki belakang masuk dalam
saluran peranakan dan bagian punggungnya
mengarah ke punggung induk. Pada posisi ini
biasanya memerlukan waktu lebih lama.
Langkah-langkah dalam membantu
kelahiran adalah sebagai berikut:

1. Bersihkan vulva (bibir kemaluan induk)


dan daerah sekitarnya dengan sabun dan
air.
2. Cucilah tangan dan lengan anda lulur
dengan sabun yang lunak sebagai
pelicin.
3. Masukkan tangan pelan-pelan dengan
posisi menguncup ke dalam lubang
kelahiran.
4. Rasakan dan pastikan bagian-bagian
tubuh anak seperti kaki, kepala, dan
bagian lainnya dari satu atau dua anak
(kembar).
5. Jika posisi anterior (ke depan) harus
merasakan kaki depan dan kepala, bila
salah satu kaki belum ketemu maka
harus dicari yang satunya lagi, kemudian
tarik dengan lembut dan hati-hati ke
posisi yang normal untuk mengeluarkan
anaknya.

6. Jika posisi posterior (ke belakang),


kedua kaki belakang harus sejajar.
Perbedaan kaki depan dan belakang
adalah arah telapak kaki. Kaki depan
mengarah ke bawah, sedangkan kaki
belakang mengarah ke atas.
7. Apabila sebagian tubuh anak tidak
terletak pada posisi yang normal maka
harus dibetulkan ke posisi yang benar
(reposisi), kemudian tariklah dengan
lembut untuk mengeluarkan anaknya.
8. Untuk membantu pernafasan setelah
anak keluar, maka bersihkanlah lendir
yang terdapat di dalam hidung dengan
cara menggelitik bagian dalam hidung
dengan seutas jerami atau mengayunkam
tubuhnya ke atas dan ke bawah dengan
hati-hati.
9. Terakhir, jika anak sudah bisa bernafas,
dekatkanlah dengan

induknya untuk dijilati sampai kering


dan disusui. Jaga sampai anak kambing
bias berdiri sendiri selama 3-6 jam.

Membantu kesulitan partus pada kambing


Kelahiran sapi bisa normal, tetapi untuk
beberapa kasus seperti oversize maka harus
diberi perlakuan yang berbeda. Fetus ditarik
keluar, jika perlu liang vagina diinsisi.
Kesusahan dalam melahirkan disebut distokia.
Situs habitus ada dua yaitu posterior dan
anterior. Habitus adalah bagian tubuh selain
kaki yang terpegang seperti perut atau organ
lain saat palpasi. Untuk itu, dilakukan
retropulsi

yaitu tindakan pengembalian kondisi organ


secara normal.

Membantu Partus pada Sapi

TERHIMPIT
Cukup banyak kasus kambing yang
kakinya terhimpit alas kandang yang rusak.
Penanggulangan :
Penanganan kasus ini cukup mudah yaitu
dengan mengangkat bagian yang terhimpit.
Namun bila kasus ini terjadi terjadi terus-
menerus dikhawatirkan meningkatkan angka
kematian pada

kambing sehingga dapat menimbulkan


kerugian ekonomi. Controlling dalam setiap
kandang perlu dilakukan selama 24 jam untuk
mencegah kejadian ini terulang kembali dan
perbaikan fasilitas kandang segera dilakukan
untuk menghindari kejadian tersebut. Kambing
akan mengalami shock beberapa menit apabila
terhimpit alas kandang ataupun tali tambang.
Aliran darah terhenti sesaat karena tercekik
tersebut dan memungkinkan terjadi kelemahan
pada kambing yang menyebabkan kambing
lemah hingga ambruk. Penanggulangan
kambing yang tercekik dilakukan dengan cara
melakukan pijatan pada seluruh badan
kambing untuk mengurangi shock serta
memberikan air minum melalui mulut
secukupnya menggunakan spoit karena
kambing tersebut mengalami kelelahan dan
dehidrasi. Kambing akan berdiri

kembali beberapa menit ataupun jam setelah


kondisi tubuh kembali normal.

PINK EYE (Keratitis Infeksius pada Sapi,


Blight)
Penyakit ini biasanya ditemukan pada
sapi perah dan kambing, juga dapat menyerang
semua jenis ternak pada semua tingkat umur,
tetapi hewan muda lebih peka dibandingkan
dengan hewan tua. Penyakit ini
menggambarkan lesio yang terbentuk yaitu
kemerahan pada mata yang disebabkan oleh
bakteri.

Penularan :
Pink eye disebut juga penyakit endemik,
karena ditempat yang telah terinfeksi dapat
berjangkit kembali setiap tahunnya. Penyakit
ini sering timbul dengan tiba-tiba terutama
pada hewan

dalam keadaan lelah. Faktor-faktor yang


mempengaruhi timbulnya infeksi pink eye
yaitu lalat, debu, kelembaban, musim, iklim,
kepadatan hewan di dalam kandang, serta
kualitas makanan. Infeksi pink eye lebih
banyak berjangkit pada peralihan musim
kemarau dibandingkan dengan musim
penghujan. Tetapi pada kasus yang kronis
dapat berlangsung sepanjang tahun.

Gejala Klinis :
 Pada tahap awal : satu atau dua dapat
terkena infeksi, dengan masa inkubasi
2 – 3 hari, terjadi pembesaran
pembuluh darah vena cornea, odema
konjungtiva, mata kotor disertai
discharge (keluaran), bleparospasmus
dan takut pada sinar matahari.
 Demam ringan, kurang nafsu makan,
produksi susu kadang-kadang turun.
 Saat hari ketiga, beberapa hewan yang
terkena dapat sembuh spontan, luka
menyebar ke daerah kornea, terbentuk
lapisan bulat berwarna putih
kekuningan dapat sembuh secara
sempurna dalam waktu 3 – 5 minggu.
 Pada tahap selanjutnya, luka
mengering berwarna putih di bagian
pusat mata, kemudian mata
berkembang menjadi lebih runcing
(mengecil) oleh karena pengumpulan
nanah berwarna kuning di bagian
konjungtiva, aliran darah menjadi lebih
aktif, terjadi arytrema di sekitar lesio,
ulserasi pada pusat lesio dapat

diikuti dengan kesobekan pada bagian


mata.

Pengobatan :
 Pada kasus akut segera diobati dengan
salap mata atau larutan yang
dimasukan ke bagian atas dan bawah
dari selaput mata (conjunctiva), obat-
obatan tersebut mengandung
furazolidone, oxytetracycline,
peniciline streptomycin, dan
benzanthene cloxacilin. Pengobatan
sekali sehari, 3 kali sehari jauh lebih
baik, pindahkan sapi dari kandang
yang gelap dan lembab.
 Apabila penderita mengalami
peningkatan vaskularisasi, suntikkan
langsung pada bagian conjunctiva
dengan Dexamethazone 1 mg,
peniciline

streptomycin atau preparat yang sama.


 Kesembuhan dapat terjadi 3 – 4
minggu kemudian, penyuntikan
diulangi bila diperlukan.
 Pemberian obat secara sistemik
diperlukan antara lain dengan :
R/sulfamidine 100 mg/kg BB/hari,
selama 3 hari untuk infeksi tunggal
dapat diberikan R/oxytetracycline 20
mg/kg BB.

Pengendalian :
Kontrol terhadap serangan lalat.
Vaksinasi dapat dilakukan, namun
masih kurang efektif.
Lakukan surveilance dan pengobatan
secara dini.
Hewan yang dianggap sebagai sumber
infeksi segera diisolasi dari kawanan
ternak untuk

menghindari kontak dengan hewan


yang sehat baik secara langsung atau
tidak langsung melalui dinding
kandang dan air minum.
Sanitasi yaitu dengan menjaga
kebersihan kandang serta lingkungan
yang bersih.
Mengurangi jumlah hewan di dalam
kandang. Akibat terlalu padat hewan
didalam kandang dapat menyebabkan
kontaminasi sesama.
Pemberian makanan yang cukup
mengandung vitamin A atau
pengembalaan yang baik sehingga
dapat terhindar timbulnya infeksi.

DIARE
Diare adalah gejala abnormalitas sistem
pencernaan dan sering terjadi pada anak
kambing. Gejala ini tidak hanya

menyebabkan kekurangan penyerapan sari-sari


makanan, tetapi ternak juga akan mengalami
kehilangan cairan dalan jumlah banyak. Diare
yang terjadi pada anak kambing (minggu-
minggu pertama kelahiran) dapat
menyebabkan dehidrasi dan kematian
(Thompson 2004). Secara garis besar,
penyebab diare dapat digolongkan menjadi
dua bentuk, yaitu non infeksi dan agen infeksi
(bakteri, protozoa atau virus). Umumnya
kejadian non infeksi dikarenakan pakan
pengganti air susu yang berlebihan atau
konsentrasi pakan yang tidak tepat, daun-daun
dengan kadar protein yang tinggi dan kualitas
pakan yang rendah. Pada kejadian infeksi,
biasanya disebabkan oleh Escherichia coli,
Cryptospridia, Eimerria sp. dan cacing.
Colibacillosis (E. coli) biasanya terjadi pada
minggu pertama, terutama pada anak kambing
yang tidak cukup menerima

kolostrum. Cryptosporidiasis dapat


menyebabkan diare pada anak kambing umur
2-3 minggu. Beberapa penyebab kasus diare
yang menyebutkan bahwa Cryptosporidia, E.
coli dan virus mampu menyerang secara
bersama-sama sehingga menyebabkan diare
yang hebat. Pada umur 1 bulan, biasanya diare
yang terjadi akibat infeksi Eimerria sp.
(koksidiosis) dan infestasi cacing nematoda.
Walaupun infeksi bekteri sangat jarang terjadi
pada umur 1 bulan, tetapi infeksi Yersinia
dapat menyebabkan diare yang berakhir
kematian. Yersiniosis sering sekali terjadi dan
berhubungan dengan koksidiosis dan infestasi
parasit lainnya.
Pencegahan :
Pencegahan dapat dilakukan dengan cara
:

1. Memisahkan ternak yang diare


unntuk menghindari terjadinya
kontaminasi lingkungan dengan agen
penyakit (bakter, parasit dan virus).
2. Kandang selalu diusahakan dalam
keadaan kering dan hangat.
3. Antibiotika tidak dianjurkan untuk
diberikan pada anak kambing karena
dapat mematikan bakteri normal
yang terdapat di dalam saluran
pencernaan.
4. Jika anak kambing dikandangkan
maka diusahakan agar kandang
selalu bersih, kering dan hangat
dengan ventilasi udara yang baik.
5. Pakan disediakan dalam kontainer
yang tidak terkontaminasi oleh feses.
6. Anak-anak kambing harus dijaga
agar tidak masuk ke dalam
lingkungan yang terkontaminan oleh
Cryptosporidia dan Eimerria sp.
Stadium infektif Cryptosporidia
sangat resisten, tetapi dapat dirusak
dengan 10% formalin atau 5-10%
ammonia.

BOVINE EPHEMERAL FEVER (BEF)


Bovine Ephemeral Fever (BEF) adalah
salah satu penyakit virus arbo pada sapi dan
kerbau, seperti Bos taurus, Bos indicus dan
Bos javanicus. Pada ruminansia lainnya infeksi
BEF biasanya tidak menimbulkan gejala
klinis. Penyakit BEF sering juga disebut `three
days sickness', stiff sickness, dengue fever of

cattle, bovine epizootic fever dan lazy man's


disease.

Gejala Klinis :
Penyakit ini ditandai dengan demam
selama tiga hari, kekakuan dan kelumpuhan,
namun demikian dapat sembuh spontan dalam
waktu tiga hari. Oleh karena itu, nama BEF
atau demam tiga hari lebih sering digunakan.

Diagnosis :
Diagnosis BEF dapat dilakukan dengan
melihat gejala klinis, uji serologis, virologist
dan pemeriksaan patologis. Beberapa uji
serologis yang dapat dilakukan antara lain uji
serum netralisasi, ELISA dan Complemen
fiksasi. Selain uji serologis, isolasi virus atau
deteksi virus BEF sering dilakukan. Beberapa
macam uji deteksi virus dapat dilakukan

diantaranya uji Real-time PCR (q-PCR), loop-


mediated isothermal amplification
(RTLAMP).

Pengendalian :
Pemberian vaksin BEF dapat
mengurangi kasus yang ada, namun perlu
dipelajari epidemiologi daerah setempat.
Pengobatan tidak efektif, namun pemberian
antibiotik, antiinflamasi, pemberian cairan
dinilai cukup efektif untuk mengurangi
terjadinya infeksi sekunder, yang dapat
memperparah kondisi hewan, dan dapat
berakibat fatal. Selain pemberian vaksin BEF,
manajemen yang baik perlu diterapkan dimana
sanitasi kandang dan lingkungan perlu
diperhatikan.

ANOREKSIA
Anoreksia adalah tidak adanya selera
makan atau hewan tidak tertarik untuk
menelan pakan. Pada istilah klinik, anoreksia
total adalah hilangnya rasa lapar yang
patologik. Anoreksia berkaitan dengan banyak
proses penyakit yang secara langsung
menghambat atau menekan aktivitas pusat
lapar atau merangsang aktivitas pusat kenyang.
Anoreksia bisa bersifat parsial atau total,
patologik, fisiologik, atau psikologik. Oleh
karena anoreksia berkaitan dengan banyak
proses penyakit, maka tugas utama seorang
klinikus adalah menentukan apakah anoreksia
yang terjadi pada pasiennya bersifat patologik
atau fisiologik/psikologik, dan mengoreksi
penyebab utamanya. Banyak penyakit atau
gangguan mengakibatkan anoreksia. Pada
gangguan tertentu, misalnya kanker,

mekanisme sesungguhnya tidak diketahui


secara keseluruhan. Untuk tujuan diagnosis,
anoreksia dikatagorikan menjadi: primer,
skunder, atau semu (pseudo).

GERTAK BIRAHI INSEMINASI BUATAN


Inseminasi buatan atau disebut juga
dengan kawin suntik adalah memasukkan
sperma jantan ke dalam organ reproduksi
betina yang sedang birahi dengan alat bantu.
Alat yang dibutuhkan adalah gun, plastic
sheat, straw, gloves, air hangat, termos dan
gunting. Inseminasi buatan dilakukan dengan
pendekatan palpasi rektal dan vagina. Cara
melakukan IB adalah pertama, straw
dikeluarkan dari termos nitrogen cair.
Kemudian, straw dimasukkan ke dalam air
hangat (thawing) sekitar 36 derajat Celsius
selama 10-20

detik. Setelah itu, straw dimasukkan dalam


gun, ujungnya dipotong dan dimasukkan
kedalam plastic sheat. Shoot gun telah siap
digunakan untuk menginseminasi. Palpasi
rektal digunakan untuk memandu shoot gun,
jika ada kotoran maka dikeluarkan terlebih
dahulu. Palpasi serviks hingga menemukan
cincin ke empat. Shoot gun dimasukkan
melalui vagina dipandu dengan palpasi rektal
oleh tangan kanan atau tangan kiri. Sapi
minimal 20 bulan boleh diinseminasi buatan.
Handling sapi dengan badan menyamping.
Prostaglandin disuntik untuk merangsag
birahi. Gertak birahi dapat dilakukan dengan
penyuntikan hormone PGF2-alfa. Jika dalam
jangka waktu dua minggu, hewan tidak
mengalami birahi maka hewan diduga
mengalami gangguan reproduksi yang
berhubungan dengan keadaan ovarium.
Ovarium dapat

mengalami hipofungsi sehingga folikel tidak


dapat diproduksi.

Gertak Birahi Inseminasi Buatan

KEPINCANGAN (POTONG KUKU


LOCOMOTION CONDITION SCORE)
Locomotion Condition Score berfungsi
sebagai deteksi dini kepincangan pada Sapi.
Parameter untuk melihat kesehatan kuku,
yaitu:
1. Ketika sapi berdiri, tulang punggung
masih lurus. Tetapi ketika berjalan agak
melengkung.
2. Ketika sapi berdiri agak melengkung
3. Ketika sapi berdiri sudah sangat
melengkung.
Alat pemotong kuku disebut rennet.
Bagian terluar kaki disebut white line yang
berguna untuk menapak. Ketika sapi
mengalami kepincangan, hal pertama yang
dilakukan yaitu memotong kuku dan lihat
apakah ada infeksi atau tidak. Jika setelah
pemotongan ditemukan luka maka pengobatan
dilakukan dengan cara memberikan “Gusanex”
yaitu obat anti larva agar luka tersebut tidak
dihinggapi lalat dan ditumbuhi larva yang akan
mengakibatkan myasis.

MASTITIS
Mastitis adalah suatu peradangan dari
kelenjar susu yang dapat mengakibatkan
kerusakan-kerusakan pada jaringan kelenjar
susu, air susu menjadi kental atau bisa seperti
kental bercampur

nanah ataupun bercampur darah. Mastitis


umumnya terdapat pada sapi dewasa dan yang
sedang laktasi. Pemicu mastitis yang
disebakan oleh bakteri berada di alveol
kelenjar ambing. Mastitis pada satu ambing
dapat menular ke ambing yang lain. Faktor
yang dapat merangsang penyebaran mastitis
adalah higienitas dan pemerasan susu yang
tidak tuntas. Tingkatan mastitis adalah T1, T2,
T3, change, dan watery. Tingkatan keparahan
mastitis bisa gabungan dari beberapa
tingkatan.

Gejala Klinis :
Gejala klinis dari mastitis adalah puting
bengkak, merah, ambing keras, susu
menggumpal berwarna kuning.

Pengobatan :
Pengobatan mastitis dapat dilakukan
ketika masih terlihat gejala subklinis dengan
pemberian antibiotic, umumnya digunakan
penicillin streptomycin. Sedangkan,
pengobatan dengan gejala klinis bisa diobati
dengan obat mastitis. Ketika gejala
menunjukkan ambing keras, dapat diberikan
obat analgesic yang dapat meringankan rasa
nyeri dan ambing cepat terasa empuk.
Pengobatan dapat dilakukan dengan
intramuscular dan intramammae.

Kasus Mastitis

DIGESTIVE PROBLEM
Indigesti merupakan sindrom gangguan
pencernaan yang berasal dari rumen atau
retikulum, ditandai dengan menurun atau
hilangnya gerak rumen, lemahnya tonus kedua
lambung tersebut, hingga ingesta tertimbun
didalamnya dan disertai pula dengan sembelit.
Indigesti sederhana merupakan gangguan
minor yang terjadi pada gastrointestinal
ruminansia terutama pada sapi. Hal ini
biasanya berhubungan dengan perubahan
kualitas ataupun kuantitas pakan. Penyebab
indigesti sederhana antara lain perubahan
pakan tiba-tiba, pemberian pakan beku atau
masak, pengenalan pada ransum yang
mengandung urea, pemberian konsentrat
setelah lama tidak diberikan, dan pengenalan
sapi dengan ransum tinggi konsentrat. Selain
itu, indigesti sederhana

dapat disebabkan oleh sapi memakan plasenta


post partus.

Gejala Klinis :
Gejala klinis yang terlihat tergantung
pada penyebab dari gangguan pencernaan
tersebut. Pemberian silase yang berlebihan
akan menyebabkan sapi perah mengalami
anoreksia dan penurunan produksi susu. Pada
saat palpasi rumen terasa penuh dan padat,
motilitas rumen pada kejadian ini akan
menurun. Temperatur, frekuensi jantung, dan
frekuensi pernafasan tetap normal. Feses
berbentuk normal namun berkurang.
Persembuhan dapat terjadi secara spontan
dalam waktu 24-48 jam. Sedangkan indigesti
yang disebabkan oleh pemberian konsentrat
yang berlebihan akan menunjukkan keadaan
anoreksia dan stasis rumen. Saat palpasi rumen
tidak terlalu penuh dan mungkin saja

mengandung cairan yang berlebihan. Feses


akan tampak lembek dengan bau yang sangat
khas.

Pengendalian :
Pemberian makanan penguat atau
makanan kasar perlu dihentikan. Sebaiknya,
pakan hijauan yang segar akan lebih menarik
bagi penderita. Air minum harus disediakan
secara berlebih (ad libitum), bila perlu dapat
diberikan garam dapur.
Obstruksi adalah penyumbatan.
Obstruksi pada sapi terjadi karena tali, kain,
dan tampar termakan secara tidak sengaja.
Sehingga, menghambat pergerakan pada organ
pencernaan terutama reticulum. Gejala klinis
obstruksi yaitu nafsu makan sapi berkurang,
feses sedikit, dan terkadang demam.
Pengobatan

pada obstruksi dapat dilakukann dengan


operasi.

LEFT DISPLACEMENT ABOMASUM


Left displacement abomasum pada
umumnya terjadi pada hewan produksi tinggi.
Left displacement abomasum adalah dislokasi
abomasum dalam rongga pencernaan.

Gejala Klinis :
Gejala dari reposisi abomasum yaitu
hilangnya nafsu makan dan produksi menurun.
Disposisi abomasum pada abomasum
menimbulkan rasa sakit yang luar biasa
sehingga hewan terbaring dan enggan berdiri.
Diagnosa kelainan ini akan terdengar “ping
ping ping” di daerah legok lapar hewan ketika
diauskultasi. Berbeda jika terjadi infeksi
karena masuknya benda

asing seperti kawat, ketika aukultasi denyut


jantung terdengar “sorr..sorr..”.

METRITIS
Metritis merupakan peradangan pada
endometrium (dinding rahim). Uterus (rahim)
sapi biasanya terkontaminasi dengan berbagai
mikroorganisme (bakteri) selama masa
puerpurium (masa nifas).
Gejala Klinis :
Gejalanya meliputi : leleran berwarna
jernih keputihan sampai purulen(kekuningan)
yang berlebihan, uterus mengalami
pembesaran (peningkatan ukuran). Penderita
bisa nampak sehat, walaupun dengan leleran
vulva purulen dan dalam uterusnya tertimbun
cairan. Pengaruh endometritis terhadap
fertilitas (pembuahan) adalah dalam jangka
pendek, menurunkan kesuburan, Calving
Interval dan S/C naik,

sedangkan jangka panjang menyebabkan


sterilitas(kemajiran) karena terjadi perubahan
saluran reproduksi. Faktor predisposisi
(pendukung) terjadinya endometritis adalah
distokia, retensi plasenta, musim, kelahiran
kembar, infeksi bakteri serta penyakit
metabolit.

Penanganan dan Pengobatan :


Penanganannya dengan injeksi
antibiotik, hormon (PGF2α) dan irigasi/
pemasukan antiseptik intra uterina.
Pengobatan yang dilakukan paramedik
di lapang dilakukan dengan cara intramuscular
dan intrauterina. Obat yang diberikan secara
intrauterina yaitu, alamycin yang digunakan
untuk irigasi uterus dan colibact. Sedangkan
obat yang diberikan secara intramuscular
yaitu, biosan yang berfungsi meningkatkan
ATP sehingga dapat memperkuat otot, vetadril
untuk merangsang nafsu makan, dan anoldon
sebagai antihistamin analgesik.

SAPI FREEMARTIN
Kelahiran kembar pedet jantan dan
betina pada umumnya (lebih dari 92%)
mengalami abnormalitas yang disebut dengan
freemartin. Abnormalitas ini terjadi pada fase
organogenesis (pembentukan organ dari
embrio di dalam kandungan), kemungkinan
hal ini disebabkan oleh adanya migrasi
hormon jantan melalui anastomosis
vascular(hubungan pembuluh darah) ke pedet
betina dan karena adanya intersexuality
(kelainan kromosom). Organ betina sapi
freemartin tidak berkembang (ovaria
hipoplastik) dan ditemukan juga organ jantan
(glandula vesikularis). Sapi betina nampak
kejantanan seperti tumbuh rambut kasar di

sekitar vulva, pinggul ramping dengan hymen


persisten.

PROLAPS VAGINA CERVIKS


Merupakan pembalikan uterus, vagina
dan servik, menggantung keluar melalui vulva.
Penyebabnya adalah hewan selalu
dikandangkan, tingginya estrogen, tekanan
intra abdominal saat berbaring maupun
genetik. Pada keadaan prolaps partial, organ
masuk ke saluran reproduksi seperti semula
saat berdiri namun bila terjadi secara total
maka organ akan tetap menggantung keluar
meskipun dalam keadaan berdiri.

Penanggulangan :
Penanggulangan secara teknis yaitu
dengan ditempatkan di kandang dengan
kemiringan 5 –15 cm lebih tinggi di bagian
belakang. Secara medis dapat dilakukan

dengan reposisi ke posisi semula, irigasi


(pemasukan dilanjutkan dengan pengeluaran)
antiseptik (povidon iodine) dan injeksi dengan
antibiotika spektrum luas (oxytetracycline).
Prolaps Vagina Cerviks

TYMPANI ATAU KEMBUNG


Bloat atau tympani merupakan penyakit
alat pencernaan yang disertai penimbunan gas
dalam lambung akibat proses fermentasi
berjalan cepat. Pembesaran rumenoretikulum
oleh gas yang terbentuk, bisa dalam bentuk
busa persisten yang bercampur isi rumen
(kembung primer) dan gas bebas yang

terpisah dari ingesta (kembung sekunder).


Bloat atau kembung perut yang diderita sapi,
dapat menyebabkan kematian, dimana pada
sapi, jantungnya terletak disebelah kanan
perut, bukan dibagian dada seperti halnya
manusia. Hal tersebut akhirnya menyebabkan
jantung sapi terhimpit oleh angin dan asam
lambung saat menderita kembung. Karena
kembung yang terjadi, mendesak dan
mengakibatkan perut sapi membesar
kesamping.
Kembung (bloat) adalah akumulai gas
pada organ pencernaan, sehingga volume
organ membesar dan tidak berfungsi
sebagaimana mestinya. Penyebabnya antara
lain ; memakan banyak tanaman polong-
polongan, rumput muda, atau rumput yang
dipupuk dengan nitrogen secara intensif,
pergantian pakan secara tiba-tiba, memakan
banyak pakan

yang mudah terfermentasi, memakan tanaman


beracun atau mengandung sisa bahan kimia,
serta kelumpuhan syaraf dan infeksi
(Hemoragi Septicemia).

Gejala Klinis :
Gejala sapi yang mengalami kembung
yaitu nafsu makan menurun, rumen membesar,
air liur mengental dan berbusa, napas cepat,
gelisah, dan bila diuskultasi akan terdenngar
“bung bung bung”.

Pengendalian :
Pertolongan pertama untuk kembung
pada ruminansia adalah pemberian soda dan
minyak goreng (300-500 ml) sekali sehari
selama 2 – 3 hari, dan ulangi pengobatan
sekali setelah kembung hilang. Selanjutnya
dapat pula dilakukan dengan memberikan
obat-obatan seperti Anti Bloat

(bahan aktif: Dimethicone), dosis sapi/ kerbau:


100 ml obat diencerkan dengan 500 ml air,
sedang untuk kambing/ domba: 25 ml obat
diencerkan dengan 250 ml air, kemudian
diminumkan. Wonder Athympanicum, dosis:
sapi/ kerbau: 20 – 50 gram, sedang untuk
kambing/ domba: 5 – 20 gram, dicampur air
secukupnya, kemudian diminumkan. Apabila
keadaan ternak sudah parah maka upaya
pengeluaran gas dengan cara menusuk perut
ternak sebelah kiri dengan trocoar dan
cannula.
Pencegahan :
 Jangan memberikan air minum pada
hewan sebelum atau sesudah
digembalakan di padang rumput yang
basah.
 Jemur rumput yang basah di bawah sinar
matahari 2 – 3 jam sebelum diberikan.
 Jika ingin mengganti pakan,campur dan
beri pakan separuhnya dengan
perbandingan pakan lama dan separuh lagi
pakan yang baru.

RETENSI PLASENTA
Merupakan suatu kondisi selaput fetus
menetap lebih lama dari 8 –12 jam di dalam
uterus setelah kelahiran. Pada dasarnya retensi
plasenta adalah kegagalan pelepasan plasenta
anak (vili kotiledon) dan plasenta induk
(krypta caruncula).

Penyebabnya adalah infeksi (yang


menyebabkan uterus lemah untuk
berkontraksi), pakan (kekurangan karotin,
vitamin A) dan kurangnya exercise (sapi
diumbar) sehingga otot uterus tidak kuat untuk
bekontraksi.

Penanganan :
Penanganan yang dapat dilakukan
dengan pelepasan selaput fetus secara manual,
pemberian preparat antibiotika spektrum luas
(oxytetracyclin, Chlortetracyclin atau
Tetracyclin). Pengobatan secara tradisional
dapat dilakukan dengan pemberian daun waru
dan bambu dengan cara diberikan langsung
lewat pakan.

INFEKSI TALI PUSAR


Penyakit ini biasanya disebabkan karena
alat pemotong pusar yang d

digunakan tidak steril atau tali pusar tercemar


oleh bakteri. Biasanya penyakit ini menyerang
ternak umur 2 sampai 7 bulan.

Gejala Klinis :
Gejala yang terjadi antara lain terjadinya
pembengkakan dan jika disentuh akan terasa
keras.

Pengobatan :
Pengobatan dilakukan dengan cara
pemberian antibiotik.

BALANOPOSTITIS
Balanitis merupakan radang pada gland
penis. Postitis merupakan radang pada
preputium. Penyakit ini disebabkan oleh virus
IBR (Infectious Bovine Rhinotracheitis) atau
IPV (Infectious Pustular Vulvovaginitis).
Virion beramplop berdiameter 120-200 nm.
Kapsid ikosaheral dengan 162
kapsomer.Genom DNA dibungkus oleh inti
fibrosa serupa kumparan yang berbentuk busur
dan tampak dikelilingi oleh serabut berpangkal
pada bagian dalam dari kapsid yang
mengelilinginya dan melewati lubang dari
busur.

Patogenesis :
Pada keadaan yang berat balanopostitis
dapat diikuti oleh perlekatan antara
penisdengan preputium sehingga berakibat
ereksi tidak sempurna khususnya pada sapi
pejantan muda.Infeksi yang terjadi pada penis
dan preputium dapat disebabkan oleh trauma
dan gangguan mekanis lainnya. Pada
kebanyakan kasus prognosa
balanopostitisadalah fausta, akan tetapi
kesembuhan secara sempurna tidak mungkin
terjadi.

Kerusakan yang berat menyebabkan sikatrik


pada lapisan mukosa preputium maupun
penis.Perlekatan penis dengan preputium yang
ditimbulkan oleh keadaan ini barakibat pada
hilangnya kemampuan pejantan untuk
berkopulasi.Pada kejadian kasus yang berat
preputium disayat sehingga nanah dan urin
yang menumpuk dapat dikeluarkan.

Gejala Klinis :
Terdapat cairan mukopurulen dari
preputium. Dua sampai tiga hari pasca
penularan timbul banyak lepuh (pustule)
berwarna putih keabu-abuan di permukaan
penis. Permukaan tersebut akan mengelupas,
mengalami erosi, kemudian menghilang.
Kesembuhan terjadi setelah 5-6 hari pasca
penularan. Secara mikroskopis, lepuh yang
ditimbulkan menghasilkan reruntuhan dari
lapisan

epitel dari permukaan penis dan preputium,


serta akumulasi dari sel-sel radang dengan
kumpulan partikel virus (inclusion body) dari
jaringan di sekitarnya.Pada infeksi kronis,
lepuh jarang ditemukan.
Infeksi penis oleh kuman campylobacter
tidak mengakibatkan perubahan yang spesifik
pada mukosanya, sedangkan infeksi
trichomonas fetus pada hewan jantan dapat
menimbulkan abses ringan pada epitel mukosa
penis. Balanopostitis akibat penyakit
tuberkulosa bersifat spesifik karena adanya
tuberkel-tuberkel yang berdiameter 1-2 mm,
berwarna cokelat kemerahandi dalam lapisan
epitel dan subkutan yang mengelilingi
permukaan glans penis.
Dari lepuh yang serupa pernah dapat
diisolasi Corinebacterium renale. Dua bentuk
balanopostitis ulcerative sudah

lama dikenal pada domba-domba di Australia.


Bentuk eksternal biasanya terjadi lebih dahulu
dan selanjutnya bentuk-bentuk ini akan
menyebabkan penyempitan pada mulut
preputium. Bentuk eksternal biasanya lebih
ringan dan terjadi pada ujung penis dan di
sekitar lubang preputium.Bentuk interna dari
balanopostitis adalah bila bagian yang terkena
terjadi pada permukaan dalam preputium dan
seluruh permukaan penis. Pada kasus ini
diameter serta panjang penis dan preputium
dapat bertambah,dan mulut preputium dapat
mengalami luka bernanah disertai
adanyakumpulan yang terdiri dari jaringan
nekrotik, nanah, sperma, urine dan kotoran
yang menumpuk dalam rongga preputium.

Diagnosa :
Diagnosa dilakukan berdasarkan gejala
klinis yang terjadi.

Terapi :
Dilakukan pencucian penis dan
preputium secara berkala dengan cairan
antiseptic ringan 2-3 kali sehari. Pemberian
antibiotik secara lokal umumnya memberikan
kesembuhan karena balanopostitis seringkali
disebabkan oleh infeksi lebih dari satu
mikroorganisme.
Pencegahan dan pengendalian :
Dapat dilakukan dengan menjaga
sanitasi kandang, kebersihan alat dan bahan
yang digunakan, kualitas air minum, nutrisi
seimbang, desinfeksi kandang, pencegahan
penularan agen

penyakit saat pengkoleksian semen dan


inseminasi buatan.

FOOTROT

Penyakit Footrot sering disebut


dengan penyakit busuk kuku atau busuk jari.
Penyakit ini disebabkan oleh infeksi
bakteri Fusobacterium necro-phorum
atau Fusiformisnecrophorus atau
Sphaerophorus necrophorus. Bakteri ini
muncul akibat terjadi luka pada kaki ternak.
Luka tersebut umumnya karena permukaan
atau lantai kandang yang terlalu kasar atau
terlalu basah. Penyakit ini pada umumnya
menyerang pada semua ternak ruminansia.

Morbiditas penyakit footrot rendah, tetapi


kejadiannya tinggi pada kawanan ternak di
daerah dengan tanah permukaan kasar,
berbatu, lumpur dan kotoran yang tergenang
air. Umumnya lesi terjadi kira-kira lima hari
setelah infeksi, tetapi kejadiannya dipengaruhi
oleh integritas jaringan.

Penanganan :
Pada beberapa kasus, footrot dapat
sembuh sendiri, tetapi kebanyakan tidak dapat
sembuh sendiri dan kejadiannya sering
terulang kembali. Penanganan penyakit ini
harus dilakukan dengan teliti, yaitu kaki yang
terinfekasi dibersihkan dengan air. Kulit yang
telah mati dikelupas dan dibersihkan. Secara
tradisional dapat dilakukan dengan cara
menggunakan kapur barus dan minyak tanah
atau air tembakau.
Untuk menghindari lalat, dapat dispray
menggunakan obat anti lalat. Pemberian
suntikan antibiotika dapat dilakukan selama 3-
5 hari. Ternak penderita sebaiknya
dipindahkan ke tempat yang kering. Penyakit
footrot dapat dicegah dengan selalu
memperhatikan kondisi kandang. Ternak
diusahakan selalu berada di lantai yang kering
dan dilakukan pemotongan kuku. Lumpur dan
kotoran sebagai pemicu penyakit ini, selalu
dibersihkan agar tidak terselip diantara kuku.
Untuk pencegahan dapat dilakukan dengan
menjaga kebersihan kandang, gunakan alas
lantai kandang yang lunak. Di area kandang
harus ada saluran pembuangan kotoran atau
drainase agar kotoran dan air kencingnya dapat
langsung teraliri.
DAFTAR PUSTAKA
Affandhy L. 2001. Pengobatan Alternatif pada
Ternak Ruminansia dengan
Pemanfaatan Tanaman Keluarga dan
Jamu Tradisional. Jurnal
Pengembangan Peternakan Tropis
(Journal of Tropical Animal
Development): 286-296.
Boden E. 2005. Black’s Veterinary Dictionary
21st. London: A&C Black.
Braverman Y, Rechtman S, Frish A,
Braverman R. 2003. Dynamics of
biting activity
Ettinger, S. J. dan E. C. Feldman. 2005.
Textbook of Veterinary Internal
Medicine Vol. 1. 6Th Ed. St. Louis,
Missouri: Elsevier Inc.
Iskandar T. 1982. Invasi ulang skabies
(Sarcoptes scabiei) pada kerbau

lumpur (Bos bubalus) dengan


pengobatan salep asuntol 50 WP
konsentrasi 2% dan perubahan
patologik kulit. Penyakit Hewan. 23:
2123.
Iskandar T. 1989. Pemeriksaan penyakit
(tinjauan patologi) pada domba dan
kambing di Rumah Potong Hewan
Klender, Tanah Abang dan Bogor. Pros.
Pertemuan Ilmiah Ruminansia Kecil.
Pusat Penelitian dan Pengembangan
Peternakan. Departemen Pertanian.
Bogor. hal. 135-139.
Manurung J, Beriajaya, S Partoutomo, dan
Knox. 1986. Pengobatan kudis kambing
yang disebabkan oleh tungau Sarcoptes
scabiei dengan ivermectin dan asuntol.
Penyakit Hewan. 18(31): 59-62.
Manurung J, P Stevenson, Beriajaya, dan
Knox. 1990. Use of ivermectin to
control sarcoptic mange in goats in
Indonesia. Trop. Anim. Health Prod.
22: 206-210.
Manurung J, T Iskandar, dan Beriajaya. 1999.
Penanggulangan kudis pada kambing
di Kecamatan Cigudeg, Tenjo dan
Parung Panjang Kabupaten Bogor.
Pros. Seminar Nasional Peternakan
dan Veteriner. Pusat Penelitian dan
Pengebangan Peternakan. Departemen
Pertanian. hal. 999-1003.
Momtaz H, Nejat S, Moazeni M, Riahi M.
2012. Molecular epidemiology of
Bovine Ephemeral Fever virus in

cattle and buffaloes in Iran. Revue Méd Vét.


163:415-418.
Pamungkas FA. 2006. Respon Fisiologi Tiga
Jenis Kambing Boer Di Musim
Kemarau Pada Dataran
Rendah.LokaPenelitian Kambing
Potong Sei Putih. Sumatra Utara.
Plumb DC. 2005. Veterinary Drug Handbook
5thedition. USA: Blackwell Publishing.
Ratnawati D, Pratiwi WC, Affandhy SL. 2007.
Petunjuk Teknis Penanganan
Gangguan Reproduksi Pada Sapi
Potong. Bogor (ID): Pusat Penelitian
dan Pengembangan Peternakan.
Saleh E. 2004. Dasar pengolahan susu dan
hasil ikutan ternak [artikel]. Medan
(ID): Universitas Sumatera Utara.

Saputro. 2015. Penyakit Bloat. [internet].


[diunduh pada 2016 Okt 07]. Tersedia
pada:
http://www.ilmuternak.com/2015/01/p
enyakit-bloat-tympani-kembung
perut.html.
Sitepoe, M. 2008. Cara Memelihara Domba
dan Kambing Organik. Jakarta (ID):
Indeks.
Thomson K. 2004. Goat Health And
Management. Boer Briefs: 1-2.
Tomaszewska, M. W., I. M. Mastika., A.
Djajanegara., S.Gardiner Dan T.
R.Wiradarya. 1993. Produksi Kambing
Dan Domba Di Indonesia. Surakarta
(ID) : Sebelas Maret University Press.
Yeruham I, Gur Y, Braverman Y. 2007.
Retrospective epidemiological
investigation of an outbreak of

bovine ephemeral fever in 1991


affecting dairy cattle herds on the
Mediterranean coastal plain. Vet
J.173:190-193.
Zaghloul AH, Mahmoud A, Hassan HY,
Hameida AA, Nayel MA, Zaghawa
AA. 2012. Establishement of dot-blot
hybridization for diagnosis of Bovine
Ephemeral Fever virus in Egypt. Int J
Virol. 8:271-278.
Zheng FY, Lin GZ, Zhou JZ, Wang GH, Cao
XA, Gong XW, Qiu CQ. 2011. A
reverse-transcription, loop-mediated
isothermal amplification assay for
detection of Bovine Ephemeral Fever
virus in the blood ofinfected cattle. J
Virol Methods. 171:306-309.

Catatan :
Catatan :
Catatan :
Catatan :

Anda mungkin juga menyukai