Anda di halaman 1dari 17

Clinical Science Session

PERDARAHAN POST PARTUM

Oleh:

Mahaletchemy Balu 1110311401


Rana ZaraAthaya 1110313069
Virista Calista 1110311204
Alan Mustaqim 1210311019
Ardila Arsa 1210311023
Fisthazakia 1210313051
Radhiatul Mardiah 1210312070
Talsi Transino 1210313072

Preseptor:
dr. H. Syahredi SA, Sp.OG (K)

BAGIAN OBSTETRI & GINEKOLOGI RSUP DR. M. DJAMIL PADANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2017
2.8 Robekan Jalan Lahir
2.8.1 Robekan Perineum
Tempat yang paling sering mengalami robekan dan menimbulkan
perdarahan adalah perineum. Robekan perineum terjadi hampir pada
semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan
berikutnya. Robekan perineum umunya terjadi di garis tengah dan bisa
menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis
lebih kecil daripada biasa, kepala janin melewati panggul dengan ukuran
yang lebih besar.40

Ada beberapa penyebab robekan pada perineum, antara lain:

1. Kepala janin terlalu cepat lahir,


2. Persalinan tidak dipimpin sebagaimana mestinya,
3. Sebelumnya pada perineum terdapat banyak jaringan parut,
4. Pada persalinan dengan distosia bahu.

Menurut Sarwono, 2006, Robekan perineum dibedakan menjadi beberapa


tingkat (grade)yaitu40
1. Robekan perineum tingkat 1
Apabila hanya kulit perineum dan mukosa vagina yang robek dan biasanya
tidak memerlukan penjahitan.
2. Robekan perineum tingkat 2
Pada robekan tingkat 2 ada robekan yang lebih mendalam dan luas ke
vagina dan perineum dengan melukai fasia serta otot-otot diafragma
urogenitalis. Pada robekan ini, setelah diberi anastesi local otot-otot
diafragma urogenitalis dihubungkan di garis tengah dengan jahitan dan
kemudian luka pada vagina dan kulit perineum ditutup dengan
mengikutsertakan jaringan-jaringan di bawahnya.
3. Robekan perineum tingkat 3
Pada robekan tingkat 3 atau robekan total muskulus sfingter ani eksternum
ikut terputus dan kadang-kadang dinding depan rectum ikut robek pula.
Menjahit robekan tingkat 3 harus dilakukan dengan teliti, mula-mula
dinding depan rectum yang robek dijahit , kemudian fasia-prasektal ditutup
dan muskulus sfingter ani eksternum yang robek dijahit. Selanjutnya
dilakukan penutupan robekan dengan mengikutsertakan jaringan-jaringan
di bawahnya.
Perlukaan perineum umumnya terjadi unilateral, namun dapat juga bilateral.
Perlukaan pada diafragma urogenitalis dan muskulus levator ani yang
terjadi pada waktu persalinan normal atau persalinan dengan alat dapat
terjadi tanpa luka pada kulit perineum atau pada vagina, sehingga tidak
kelihatan dari luar. Perlukaan demikian dapat melemahkan dasar panggul
sehingga mudah terjadi prolapsus genitalia.
Umumnya perlukaan perineum terjadi pada tempat dimana muka janin
menghadap. Robekan perineum dapat mengakibatkan pula robekan jaringan
pararektal sehingga rectum terlepas dari jaringan sekitarnya. Diagnose rupture
perineum ditegakkan dengan pemeriksaan langsung. Pada tempat terjadinya
robekan akan timbul perdarahan yang bersiafat arterial.40

Laserasi vagina dan perineum diklasifikasikan menjadi derajat I-IV.

1. Laserasi derajat I melibatkan fourchette, kulit perineum, dan membran


mukosa vagina tapi tidak mengenai fascia dan otot.

Gambar 2.3 : Laserasi Derajat Satu


2. Laserasi derajat II melibatkan fascia dan otot (muskulus perinei transversalis)
dari badan perineum tapi tidak mengenai sfinkter anus. Robekan ini biasanya
melebar ke atas pada salah satu atau kedua sisi vagina, membentuk luka
segitiga yang ireguler.

Gambar 2.4 : Laserasi Derajat Dua

3. Laserasi derajat III meluas melewati kulit, membran mukosa, dan badan
perineum, dan melibatkan sfinkter anus.

Gambar 2.5 : Laserasi Derajat Tiga


4. Laserasi derajat IV meluas sampai mukosa rektum sampai ke lumen rektum.
Robekan di daerah uretra dengan perdarahan hebat bisa menyertai laserasi
tipe ini.

Gambar 2.6 : Laserasi Derajat Empat

Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan langsung. Secara klinis akan


terdapat perdarahan yang bersifat arterial atau yang merembes. Penanganan
robekan perineum adalah:

1. Robekan perineum tingkat I

Penjahitan robekan perineum tingkat I dapat dilakukan dengan memakai


catgut yang dijahitkan secara jelujur atau dengan cara jahitan angka
delapan (figure of eight).

2. Robekan perineum tingkat II

Sebelum dilakukan penjahitan pada robekan perineum tingkat I atau


tingkat II, jika dijumpai pinggir robekan yang tidak rata atau bergerigi,
maka pinggir yang bergerigi tersebut harus diratakan terlebih dahulu.
Pinggir robekan sebelah kiri dan kanan masing-masing dijepit dengan
klem terlebih dahulu, kemudian digunting. Setelah pinggir robekan rata,
baru dilakukan penjahitan luka robekan. Mula-mula otot-otot dijahit
dengan catgut, kemudian selaput lendir vagina dijahit dengan catgut secara
terputus-putus atau delujur. Penjahitan mukosa vagina dimulai dari puncak
robekan. Sampai kulit perineum dijahit dengan benang catgut secara
jelujur.

3. Robekan perineum tingkat III

Pada robekan tingkat III mula-mula dinding depan rektum yang robek
dijahit, kemudian fasia perirektal dan fasial septum rektovaginal dijahit
dengan catgut kromik, sehingga bertemu kembali. Ujung-ujung otot
sfingter ani yang terpisah akibat robekan dijepit dengan klem / pean lurus,
kemudian dijahit dengan 2 – 3 jahitan catgut kromik sehingga bertemu
lagi. Selanjutnya robekan dijahit lapis demi lapis seperti menjahit robekan
perineum tingkat II.

4. Robekan perineum tingkat IV

Pada robekan perineum tingkat IV karena tingkat kesulitan untuk


melakukan perbaikan cukup tinggi dan resiko terjadinya gangguan berupa
gejala sisa dapat menimbulkan keluhan sepanjang kehidupannya, maka
dianjurkan apabila memungkinkan untuk melakukan rujukan dengan
rencana tindakan perbaikan di rumah sakit kabupaten/kota.

2.8.2 Robekan Serviks


Persalinan selalu mengakibatkan robekan serviks sehinggga serviks
seorang multipara berbeda daripada yang belum pernah melahirkan per vaginam.
Robekan serviks yang luas menimbulkan perdarahan dan dapat menjalar ke
segmen bawah uterus. Kebanyakan persalinan pervaginam akan mengakibatkan
perobekan pada serviks, namun yang harus menjadi perhatian adalah robekan
serviks yang mencapai forniks. Apabila terjadi perdarahan yang tidak berhenti
meskipun plasenta sudah lahir lengkap dan uterus berkontraksi baik, perlu
dipikirkan perlukaan jalan lahir, khusunya robekan serviks uteri. Dalam keadaan
ini serviks harus diperiksa dengan spekulum. Apabila ada robekan, serviks perlu
ditarik keluar dengan beberapa cunam ovum supaya batas antara robekan dapat
dilihat dengan baik. Jahitan pertama dilakukan pada ujung atas luka baru
kemudian diadakan jahitan terus ke bawah.40
Bibir serviks uteri merupakan jaringan yang mudah mengalami perlukaan
pada waktu persalinan. Karena perlukaan itu porsio vaginalis uteri pada seorang
multipara terbagi dalam bibir depan dan belakang. Robekan serviks bisa
menimbulkan perdarahan banyak khususnya bila jauh ke lateral sebab ditempat itu
terdapat ramus desendens dari arteri uterine. Robekan ini dapat terjadi pada
persalinan normal tetapi yang paling sering ialah akibat tindakan- tindakan pada
persalinan buatan dengan pembukaan yang belum lengkap. Selain itu, penyebab
lain robekan serviks adalah partus preipitatus. Pada partus ini kontraksi uterus
kuat dan sering sehingga janin didorong keluar kadang-kadang sebelum
pembukaan lengkap. 40
Diagnosis perlukaan serviks dapat diketahui dengan pemeriksaan
speculum. Bibir serviks dijepit dengan cunam atraumatik, kemudian diperiksa
secara cermat. Bila ditemukan robekan serviks yang memanjang maka luka dijahit
dari ujung yang paling atas terus ke bawah. Pada robekan serviks yang berbentuk
melingkar diperiksa dahulu apakah sebagian besar dari serviks sudah lepas atau
tidak. Jika belum lepas bagian yang belum lepas itu dipotong dari serviks, jika
yang lepas hanya sebagian kecil saja maka itu dijahit lagi pada serviks. Perlukaan
dirawat untuk menghentikan perdarahan. 40
2.8.3 Robekan Vulva dan Vagina
Robekan pada dinding depan vagina sering kali terjadi di sekitar orifisium
uretra eksternum dan klitoris. Robekan pada klitoris dapat menimbulkan
perdarahan banyak. Kadang-kadang perdarahan tersebut tidak dapat diatasi hanya
dengan penjahitan, tetapi diperlukan penjepitan dengan cunam selama beberapa
hari. Robekan pada vagina dapat bersifat luka tersendiri, atau merupakan lanjutan
robekan perineum. Robekan vagina sepertiga bagian atas umumnya merupakan
lanjutan robekan serviks uteri. Pada umunya robekan vagina terjadi karena
regangan jalan lahir yang berlebihan dan tiba-tiba ketika janin dilahirkan. Bila
terjadi robekan pada dinding vagina akan timbul perdarahan segera setelah janin
lahir. Diagnose ditegakkan dengan mengadakan pemeriksaan langsung dengan
menggunakan speculum. 40
2.9. Inversio Uteri
2.9.1. Defenisi41
Inversio uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian atau
seluruhnya masuk ke dalam kavum uteri. dapat keluar melalui kanalis servikalis
sehingga menonjol ke dalam vagina.
Pada inversio uteri, uterus terputar balik sehingga fundus uteri terdapat
dalam vagina dengan selaput lendirnya sebelah luar. Keadaan ini disebut inversio
uteri komplet.Jika hanya fundus menekuk ke dalam dan tidak ke luar ostium uteri,
disebut inversiouteri inkomplet. Jika uterus yang berputar balaik itu keluar dari
vulva, disebut inversio prolaps.Inversio uteri jarang terjadi, tetapi jika terjadi,
dapat menimbulkan syok yang berat.51 (Sastrawinata,2003)

Gambar 20. Tingkatan Inversio Uteri

Kalau hanya fundus menekuk ke dalam dan tidak keluar ostium uteri,
disebut inversio uteri incompleta.Kalau uterus yang berputar balik itu keluar dari
vulva, disebut inversio prolaps.
2.9.2. Epidemiologi
Inversio uteri adalah suatu kejadian emergency obstetrik yang sangat
jarang terjadi. Insiden dalam terjadinya inversio uteri adalah sebanyak 1 : 20.000
persalinan. Jika ianya tejadi haruslah di tangani dengan cepat karena dapat
menyebabkan terjadinya kematian akibat pendarahan yang banyak.42,43 Walaupun
kejadian inversio uteri sangat jarang, tetapi merupakan komplikasi persalinan
yang serius. Hal ini terjadi karena inversio uteri dapat mengancam kehidupan
dengan adanya perdarahan sampai syok, sepsis, bahkan kematian. Dilaporkan
90% kematian terjadi dalam 2 jam post partum akibat perdarahan atau syok.41
2.9.3. Etiologi
Etiologi inversio uteri terbanyak adalah kombinasi antara implantasi
plasenta di fundus yang abnormal dan atoni uterus. Faktor-faktor predisposisinya
adalah: plasenta akreta, tali pusat pendek, implantasi plasenta di fundus,
penekanan pada fundus sewaktu melahirkan plasenta, tarikan berlebihan pada tali
pusat, gangguan kontraksi uterus, kelainan kongenital uterus. Banyak klasifikasi
inversio uteri yang dikemukakan penulis, akan tetapi umumnya klasifikasi
berdasarkan waktu kejadian dan derajat kelainannya.
1. Pada grandemultipara karena terjadi atonia uteri
2. Tali pusat terlalu pendek
3. Tarikan tali pusat terlalu keras , sedangkan kontraksi uterus belum siap
untuk melahirkan plasenta.
4. Pelaksanaan perasat Crede, saat kontraksi uterus belum siap untuk
mendorong plasenta lahir.
5. Plasenta terlalu erat melekat pada tempat implantasinya

Berdasarkan waktu kejadian :42


1. Inversio akut, terjadi segera setelah persalinan.
2. Inversio subakut, terbentuknya cincin kontriksi pada servik.
3. Inversio kronik, lebih dari 4 minggu pasca persalinan.
Berdasarkan Penyebab :41
1. Inversio Uteri Non Obstetri
Biasanya disebabkan oleh mioma uteri submukosum atau neoplasma yang
lain
2. Inversio Uteri Obstetri
Merupakan inversio uteri tersering yang terjadi setelah persalinan.
3. Spontan : grande multipara, atoni uteri, kelemahan alat kandungan,
tekanan intra abdominal yang tinggi (mengejan dan batuk).
4. Tindakan : cara Crade yang berlebihan, tarikan tali pusat, manual plasenta
yang dipaksakan, perlekatan plasenta pada dinding rahim.

2.9.4. Klasifikasi
Berdasarkan derajat kelainan :41

Derajat Keterangan
Pertama - Inversio uteri hanya sampai ostium uteri internum.
- Masih teraba sedikit fundus uteri atau terdapat lekukan.
Kedua - Seluruh endometrium terbalik tetapi tidak sampai di luar perineum
- Sewaktu palpasi tinggi fundus uteri sudah tidak dapat di raba/
hilang
Ketiga - Seluruh dinding endometrium terbalik sampai tampak di luar
perineum.
- Fundus uteri sama sekali tidak dapat di raba.
Keempat - Vagina juga ikut keluar bersama inversio uteri yaitu keluar
bersama melalui vulva.

2.9.5. Patofisiologi
Mekanisme patofisiologis yang mendasari inversio uteri yang sebenarnya
masih belum diketahui. Secara klinis, faktor utama yang mempengaruhi untuk
inversi uteri adalah plasenta yang berimplantasi di fundus, lemah dan lunaknya
endometrium di lokasi implantasi plasenta, serta dilatasi serviks segera post
partum. Dalam beberapa kasus, terdapatnya tali pusat yang pendek dan tarikan tali
pusat yang berlebihan juga berkontribusi untuk inversi uteri.43
Inversio uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian atau
seluruhnya masuk.Ini adalah merupakan komplikasi kala III persalinan yang
sangat ekstrem. Inversio uteri terjadi dalam beberapa tingkatan, mulai dari bentuk
ekstrem berupa terbaliknya terus sehingga bagian dalam fundus uteri keluar
melalui servik dan berada diluar seluruhnya ke dalam kavum uteri.44
Untuk menghasilkan suatu inversi, uterus harus melanjutkan kontraksi
pada waktu yang tepat untuk memaksa fundus sebelumnya terbalik atau massa
fundus plasenta, terbalik ke arah segmen bawah uterus. Jika serviks berdilatasi
kekuatan kontraksi cukup dan cukup kuat, dinding endometrium melalui itu,
menghasilkan inversi lengkap.Jika situasi kurang ekstrem dari dinding itu, fundus
sendiri terjebak dalam rongga rahim, menghasilkan inversi parsial.43,44
Dalam inversi lengkap pada fundus melalui serviks, jaringan serviks
berfungsi sebagai band konstriksi dan edema cepat bentuk. Massa kemudian
tumbuh semakin prolaps dan akhirnya menghalangi aliran vena dan arteri,
menyebabkan terjadinya edema. Jadi, penanganan inversi uteri menjadi lebih sulit.
Dalam kasus-kasus kronis atau yang lambat ditangani, bisa menyebabkan nekrosis
jaringan.44
Oleh karena servik mendapatkan pasokan darah yang sangat banyak, maka
inversio uteri yang total dapat menyebabkan renjatan vasovagal dan memicu
terjadinya perdarahan pasca persalinan yang masif akibat atonia uteri yang
menyertainya. Inversio Uteri dapat terjadi pada kasus pertolongan persalinan kala
III aktif khususnya bila dilakukan tarikan talipusat terkendali pada saat masih
belum ada kontraksi uterus dan keadaan ini termasuk klasifikasi tindakan
iatrogenik.43,44
2.9.6. Gejala Klinis 43
Inversio uteri sering kali tidak menampakkan gejala yang khas, sehingga
diagnosis sering tidak dapat ditegakkan pada saat dini.Syok merupakan gejala
yang sering menyertai suatu inversio uteri.
Syok atau gejala-gejala syok terjadi tidak sesuai dengan jumlah
perdarahan yang terjadi, oleh karena itu sangat bijaksana bila syok yang terjadi
setelah persalinan tidak disertai dengan perdarahan yang berarti untuk
memperkirakan suatu inversio uteri. Syok dapat disebabkan karena nyeri
hebat,akibat ligamentum yang terjepit di dalam cincin serviks dan rangsangan
serta tarikan pada peritoneum atau akibat syok kardiovaskuler.
Perdarahan tidak begitu jelas, kadang-kadang sedikit, tetapi dapat pula
terjadi perdarahan yang hebat, menyusul inversio uteri prolaps dimana bila
plasenta lepas atau telah lepas perdarahan tidak berhenti karena tidak ada
kontraksi uterus.Perdarahan tersebut dapat memperberat keadaan syok yang telah
ada sebelumnya bahkan dapat menimbulkan kematian. Dilaporkan 90% kematian
terjadi dalam dua jam postpartum akibat perdarahan atau syok.
Pada pemeriksaan palpasi, didapatkan cekungan pada bagian fundus uteri,
bahkan kadang-kadang fundus uteri tidak dijumpai dimana seharusnya fundus
uteri dijumpai pada pemeriksaan tersebut.Pada pemeriksaan dalam teraba tumor
lunak di dalam atau di luar serviks atau di dalam rongga vagina, pada keadaan
yang berat (komplit).tampak tumor berwarna merah keabuan yang kadang-kadang
plasenta masih melekat dengan ostium tuba dan endometrium berwarna merah
muda dan kasar serta berdarah.
Tetapi hal ini dibedakan dengan tumor / mioma uteri submukosa yang
terlahir, pada mioma uteri.fundus uteri masih dapat diraba dan berada pada
tempatnya serta jarang sekali mioma submukosa ditemukan pada kehamilan dan
persalinan yang cukup bulan atau hampir cukup bulan. Pada kasus inversio uteri
yang kronis akan didapatkan gangren dan strangulasi jaringan inversio oleh cincin
serviks.

2.9.7. Diagnosis43
Untuk menegakkan diagnosis inversio uteri dilakukan palpasi abdomen
dan pemeriksaan dalam.
1. Dijumpai pada kala III atau post partum dengan gejala nyeri yang hebat,
perdarahan yang banyak sampai syok. Apalagi bila plasenta masih melekat
dan sebagian sudah ada yang terlepas dan dapat terjadi strangulasi dan
nekrosis.
2. Pemeriksaan dalam :
- Bila masih inkomplit maka pada daerah simfisis uterus teraba fundus uteri
cekung ke dalam.
- Bila komplit, fundus uteri tidak dapat diraba, di atas simfisis uterus teraba
kosong dan dalam vagina teraba tumor lunak.
- Kavum uteri sudah tidak ada (terbalik).

2.9.8. Penatalaksanaan43
Tindakan yang dapat dilakukan sebagi berikut:
1. Memanggil bantuan anestesi dan memasang infus untuk cairan/darah penganti
dan pemberian obat.
2. Beberapa memberikan tokolitik/MgSO4 untuk melemaskan uterus yang
terbalik sebelum dilakukan reposisi manual yaitu-mendorong endometrium ke
atas masuk ke dalam vagina dan terus melewati serviks sampai tangan masuk
ke dalam uterus pada posisi normal. Hai itu dapat dilakukan sewaktu plasenta
sudah terlepas atau tidak.

Gambar 22. Reposisi Inversio Uteri


( a ) Inversio uteri total ( b ) Reposisi uterus melalui servik. ( c ) Restitusi uterus

3. Di dalam uterus plasenta dilepaskan secara manual dan bila berhasil


dikeluarkan dari rahim dan sambil memberikan uterotonika lewat infus atau
i.m tangan tetap diperthankan agar konfigurasi uterus kembali normal dan
tangan operator baru dilepaskan.
4. Pemberian antibiotika dan tranfusi darah sesuai dengan keperluannya.
5. Intervensi bedah dilakukan bila karena jepitan serviks yang keras
menyebabkan maneuver di atas tidak bias dikerjakan, maka dilakukan
laparotomi untuk reposisi dan kalau terpaksa dilakukan histerektomi bila
uterus sudah mengalami infeksi dan nekrosis
Dalam memimpin persalinan harus dijaga kemungkinan terjadinya
inversio uteri.Tarikan pada tali pusat sebelum plasenta benar-benar lepas
sebaiknya tidak dilakukan apabila dicoba melakukan perasat Crede harus
diindahkan sepenuhnya syarat-syaratnya. Pendorongan rahim juga tidak
dibenarkan.42,45
Apabila terjadi inversio uteri dengan gejala-gejala syok, yang pertama
dilakukan adalah memperbaiki keadaan umumnya, dengan memberikan oksigen,
infus intravena cairan elektrolit dan transfusi darah.Segera sesudah itu dilakukan
reposisi dengan anestesi umum. Caranya yaitu dengan memasukkan satu tangan
seluruhnya ke dalam vagina sedangkan jari-jari tangan dimasukkan ke dalam
kavum uteri melalui serviks uteri, telapak tangan menekan korpus perlahan-lahan
tetapi terus menerus ke arah atas agak ke depan sampai korpus uteri melewati
serviks dan inversio ditiadakan. Kemudian dilakukan tamponade vagina.41,42,45
2.9.9. Komplikasi
a. Keratinisasi mukosa vagina dan portio uteri
b. Dekubitis
c. Hipertropi serviks uteri dan elongasioa
d. Gangguan miksi dan stress inkontenensia
e. Infeksi saluran kencing
f. Infertilitas
g. Gangguan partus
h. Hemoroid
i. Inkarserasi usus.

DAFTAR PUSTAKA

1. Hanifa W. Ilmu Bedah Kebidanan Edisi Keempat Cetakan Ketiga. Jakarta:


Yayasan Bina Pustaka sarwono Prawirohardjo; 2013.
2. Parisei, Maryam, Shailendra, Archana, Dutta, Ruma, Broadbent, J A Mark.
2008. Obstetrics and gynecology. Ed 2. Elsevier.
3. Gondo, Harry Kurniawan.Penanganan Perdarahan Post Partum, Lecturer
4. Faculty of Medicine, University of Wijaya Kusuma Surabaya.2010
5. Shane,B.MencegahPcrdarahanPascaPersalinan:MenanganiPersalinanKalaTig
a.Outlook,[online].2002.Juni.[cited2012Januari28].Volume19,Hal.1-
9.Availablefrom:URL:http://www.path.org.
6. HanifaWiknjosastro.GangguandalamkalaIIIpersalinan.Dalam:Abdul,Trijatm
o,eds.IlmuKebidanan.Jakarta:YayasanBinaPustakaSarwonoPrawirohardjo;
1999. Hal. 653.
7. Joko, ed.Dasar-dasar obstetri danginekologiJakarta:Hipokrates; 2001.
8. Mike,ed.Bukupanduan highrisks obstetrics:
firedrillsandworkshop.Jakarta:the RoyalCollege
ofObstetriciansandGynaecologists; 2001.
9. Badriyah.PengaruhfaktorresikoterhadapperdarahanibupostpartumdiRSSyarif
ahAmbamiRatoEbuBangkalan.Jurnalpenelitiankesehatansuaraforikes.[online
].2011.Januari.[cited2012Januari30].Volume11.Hal.31.Availablefrom.URL:
http://www. google.com
10. Angka Kematian Ibu. 2012. Available in URL: www.menegpp.go.id
11. Emilia,O.EtiologidanFaktorResikoPPH.[online]2011.[cited2012Maret15].Av
ailablefrom:https://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:ri08yAqykogJ:ob
ginugm.com/index.php
12. Smith,J.R.,Brerman,B.G.,PostpartumHemorrhage,[online].2004.[cited2012
Januari 30]. Availablefrom:URL:http://www.emedicine.com
13. Alan,Lauren,eds.Postpartumhemorrhage.UnitedStatesofAmerica:McGrawHi
ll Company;2007.
14. Errol,ed.Obstetricsandgynecologyat aglance.Oxford:Blackwell; 2001.
15. Geoffrey,ed.Obstetricsbytenteachers.London:OxfordUniversityPress;1995.
16. Cunningham FG etc, editor. Williams Obstetrics 20th edition. Connecticut:
Applenton Lange. 1998.
17. Febrianto H.N. Perdarahan Pasca Persalinan. Fakultas Kedokteran.
Universitas Sriwijaya. 2007.
18. Anderson J, Etches DJ. Prevention and Management of Postpartum
Hemorrage. Am Fam physician. 2007. 558: 75 – 82.
19. Pelatihan Pelayanan Obstetri Emergensi Dasar. Atonia Uteri. Bagian
Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Makassar.2008
20. C. V-Lynch, L. G. Keith,A. B. Lalonde, and M. Karoshi, Eds. A Textbook of
Postpartum Hemorrhage. A Comprehensive Guide to Evaluation,
Management and Surgical Intervention. Sapiens Publishing. 2006.
21. Mochtar R. Sinopsis Obstetri Jilid I Edisi 2. Jakarta: EGC; 1998.
22. Sastrawinata S, Martaadisoebrata D, Wirakusumah FF. Obstetri Patologi
Ilmu Kesehatan Reproduksi Edisi 2. Jakarta: EGC; 2004.
23. Rohani, Sasmita R, Marisah. Asuhan Kebidanan Pada Masa Persalinan.
Jakarta: Salemba Medika; 2011.
24. Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan Edisi Keempat Cetakan Ketiga. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka sarwono Prawirohardjo; 2010.
25. Heller L. Gawat Darurat Ginekologi dan Obstetri (Emergencies in
Gynecology and Obstetrics). Jakarta: EGC; 1997.
26. Hanifa W. Ilmu Bedah Kebidanan Edisi Pertama Cetakan Ketujuh. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka sarwono Prawirohardjo; 2007.
27. Jevuska. Patofisiologi Retensio Plasenta. 2013 Diakses pada tanggal 28
September 2013 dari http://www.jevuska.com/2011/09/10/patofisiologi-
retensio-plasenta
28. Weeks AD. The Retained Placenta. USA: National Center for
Biotechnology Information, U.S. National Library of Medicine from
African Health Sciences Makerere Medical School; 2001. Diakses pada
tanggal 28 September 2013 dari
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2704447/

29. Memon SR, Talpur NN, Korejo RK. Rawal Medical Journal Volume 36
Number 4 : Outcome of Patients Presenting With Retained Placenta.
Pakistan: Departemen of Obstetrics and Ginecology; 2011. Diakses pada
tanggal 24 September 2013 dari
www.scopemed.org/fulltextpdf.php?mno=12733
30. DeCherney AH, Nathan L. Curren. Obstetric & Gynecologic Diagnosis &
Treatment, Ninth Edition: Postpartum Hemorrhage & Abnormal
Puerperium: Retained Placenta Tissue. California: The McGraw-Hill
Companies, Inc; 2003. 28:323-327.
31. Hill M. Placental Development. UNSW Embryology; 2013. Diakses pada
tanggal 27 September 2013
darihttp://php.med.unsw.edu.au/embryology/index.php?title=Placenta_Deve
lopment
32. Sastrawinata S, Martaadisoebrata D, Wirakusumah FF. Obstetri Patologi
Ilmu Kesehatan Reproduksi Edisi 2. Jakarta: EGC; 2004.
33. Anonim. Perdarahan Post Partum Akibat Plasenta Rest. 2012. Diakses
pada tanggal 28 September 2013 dari
http://www.scribd.com/doc/135982233/Plasenta-Rest-Edit
34. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap III LG, Hauth JC,
Wenstrom KD. Obstetri Williams Volume 1 Edisi 21. Jakarta: EGC; 2005.
35. Prabowo E. Retensio Plasenta. Jakarta:
http://samoke2012.files.wordpress.com/2012/10/retensio-plasenta.pdf
36. Weeks AD. The Retained Placenta. USA: National Center for
Biotechnology Information, U.S. National Library of Medicine from
African Health Sciences Makerere Medical School; 2001. Diakses pada
tanggal 28 September 2013 dari
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2704447/
37. Pernoll ML. Benson & Pernonoll’s Handbook of Obstetrics & Gynecology
Tenth Edition. New York: McGraw-Hill; 2001. 6:173-177; 11:341-342.
38. Memon SR, Talpur NN, Korejo RK. Rawal Medical Journal Volume 36
Number 4 : Outcome of Patients Presenting With Retained Placenta.
Pakistan: Departemen of Obstetrics and Ginecology; 2011. Diakses pada
tanggal 24 September 2013 dari
www.scopemed.org/fulltextpdf.php?mno=12733
39. Committee Opinion. Placenta Accreta. Washington DC: American
Congress of Obstetricians and Gynecologists; 2012. Diakses pada tanggal
26 September 2013 dari
http://www.acog.org/Resources%20And%20Publications/Committee%20O
pinions/Committee%20on%20Obstetric%20Practice/Placenta%20Accreta.a
spx
40. Anonim. Buku Acuan Pelayanan Obstetri Emergensi Dasar: Retensio
Plasenta. Bab 4-10.
41. Sarwono 2006
42. KA. Rana, P.S. Patel. Complete uterine inversion. American Institute of
Ultrasound in Medicine .J Ultrasound Med 2009; 28:1719–1722
43. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, et all. Obstetrical Hemorrhage.
Dalam: Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, et all. Williams Obstetrics.
Edisi ke-23. New York. McGraw Hill,2010; 757 – 801
44. MK Karkata. Pendarahan Pasca Persalinan. Dalam: Prawihardjo S. Ilmu
Kebidanan. Edisi ke-4. Jakarta. PT Bima Pustaka,2010; 522 – 29
45. JP O’Grady, ME Rivlin. Uterine Inversion, Malposition of the Uterus.
Dalam :Obstetric Syndromes and Conditions. New York, NY: Parthenon;
2006
46. RS Gibbi, BY Karlan, AF Harney et all. Post Partum Hemorrhage. Dalam :
RS Gibbi, BY Karlan, AF Harney et all. Danforth's Obstetrics and
Gynecology. Edisi ke-10. New York. Lippincott Williams & Wilkins, 2008
47. Hanretty,ed.Obstetrics illustrated.London: Churchill; 2003.
48. ITP.Availablefrom:URL:http://www.forbetterhealth.wordpress.com
49. JohnR.SindromHELLP.Cerminduniakedokteran.[online].2006.[cited2012Fe
bruari20]:Volume151.Hal.24.Availablefrom:URL:http://www.googlecom
50. DIC.Available from: URL:http://www.medicastore.com
51. Sastrawinata, sulaiman.dkk. 2005. Obstetri patologi edisi 2. Buku
kedokteran EGC. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai