Oleh:
Preseptor:
dr. H. Syahredi SA, Sp.OG (K)
PADANG
2017
2.8 Robekan Jalan Lahir
2.8.1 Robekan Perineum
Tempat yang paling sering mengalami robekan dan menimbulkan
perdarahan adalah perineum. Robekan perineum terjadi hampir pada
semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan
berikutnya. Robekan perineum umunya terjadi di garis tengah dan bisa
menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis
lebih kecil daripada biasa, kepala janin melewati panggul dengan ukuran
yang lebih besar.40
3. Laserasi derajat III meluas melewati kulit, membran mukosa, dan badan
perineum, dan melibatkan sfinkter anus.
Pada robekan tingkat III mula-mula dinding depan rektum yang robek
dijahit, kemudian fasia perirektal dan fasial septum rektovaginal dijahit
dengan catgut kromik, sehingga bertemu kembali. Ujung-ujung otot
sfingter ani yang terpisah akibat robekan dijepit dengan klem / pean lurus,
kemudian dijahit dengan 2 – 3 jahitan catgut kromik sehingga bertemu
lagi. Selanjutnya robekan dijahit lapis demi lapis seperti menjahit robekan
perineum tingkat II.
Kalau hanya fundus menekuk ke dalam dan tidak keluar ostium uteri,
disebut inversio uteri incompleta.Kalau uterus yang berputar balik itu keluar dari
vulva, disebut inversio prolaps.
2.9.2. Epidemiologi
Inversio uteri adalah suatu kejadian emergency obstetrik yang sangat
jarang terjadi. Insiden dalam terjadinya inversio uteri adalah sebanyak 1 : 20.000
persalinan. Jika ianya tejadi haruslah di tangani dengan cepat karena dapat
menyebabkan terjadinya kematian akibat pendarahan yang banyak.42,43 Walaupun
kejadian inversio uteri sangat jarang, tetapi merupakan komplikasi persalinan
yang serius. Hal ini terjadi karena inversio uteri dapat mengancam kehidupan
dengan adanya perdarahan sampai syok, sepsis, bahkan kematian. Dilaporkan
90% kematian terjadi dalam 2 jam post partum akibat perdarahan atau syok.41
2.9.3. Etiologi
Etiologi inversio uteri terbanyak adalah kombinasi antara implantasi
plasenta di fundus yang abnormal dan atoni uterus. Faktor-faktor predisposisinya
adalah: plasenta akreta, tali pusat pendek, implantasi plasenta di fundus,
penekanan pada fundus sewaktu melahirkan plasenta, tarikan berlebihan pada tali
pusat, gangguan kontraksi uterus, kelainan kongenital uterus. Banyak klasifikasi
inversio uteri yang dikemukakan penulis, akan tetapi umumnya klasifikasi
berdasarkan waktu kejadian dan derajat kelainannya.
1. Pada grandemultipara karena terjadi atonia uteri
2. Tali pusat terlalu pendek
3. Tarikan tali pusat terlalu keras , sedangkan kontraksi uterus belum siap
untuk melahirkan plasenta.
4. Pelaksanaan perasat Crede, saat kontraksi uterus belum siap untuk
mendorong plasenta lahir.
5. Plasenta terlalu erat melekat pada tempat implantasinya
2.9.4. Klasifikasi
Berdasarkan derajat kelainan :41
Derajat Keterangan
Pertama - Inversio uteri hanya sampai ostium uteri internum.
- Masih teraba sedikit fundus uteri atau terdapat lekukan.
Kedua - Seluruh endometrium terbalik tetapi tidak sampai di luar perineum
- Sewaktu palpasi tinggi fundus uteri sudah tidak dapat di raba/
hilang
Ketiga - Seluruh dinding endometrium terbalik sampai tampak di luar
perineum.
- Fundus uteri sama sekali tidak dapat di raba.
Keempat - Vagina juga ikut keluar bersama inversio uteri yaitu keluar
bersama melalui vulva.
2.9.5. Patofisiologi
Mekanisme patofisiologis yang mendasari inversio uteri yang sebenarnya
masih belum diketahui. Secara klinis, faktor utama yang mempengaruhi untuk
inversi uteri adalah plasenta yang berimplantasi di fundus, lemah dan lunaknya
endometrium di lokasi implantasi plasenta, serta dilatasi serviks segera post
partum. Dalam beberapa kasus, terdapatnya tali pusat yang pendek dan tarikan tali
pusat yang berlebihan juga berkontribusi untuk inversi uteri.43
Inversio uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian atau
seluruhnya masuk.Ini adalah merupakan komplikasi kala III persalinan yang
sangat ekstrem. Inversio uteri terjadi dalam beberapa tingkatan, mulai dari bentuk
ekstrem berupa terbaliknya terus sehingga bagian dalam fundus uteri keluar
melalui servik dan berada diluar seluruhnya ke dalam kavum uteri.44
Untuk menghasilkan suatu inversi, uterus harus melanjutkan kontraksi
pada waktu yang tepat untuk memaksa fundus sebelumnya terbalik atau massa
fundus plasenta, terbalik ke arah segmen bawah uterus. Jika serviks berdilatasi
kekuatan kontraksi cukup dan cukup kuat, dinding endometrium melalui itu,
menghasilkan inversi lengkap.Jika situasi kurang ekstrem dari dinding itu, fundus
sendiri terjebak dalam rongga rahim, menghasilkan inversi parsial.43,44
Dalam inversi lengkap pada fundus melalui serviks, jaringan serviks
berfungsi sebagai band konstriksi dan edema cepat bentuk. Massa kemudian
tumbuh semakin prolaps dan akhirnya menghalangi aliran vena dan arteri,
menyebabkan terjadinya edema. Jadi, penanganan inversi uteri menjadi lebih sulit.
Dalam kasus-kasus kronis atau yang lambat ditangani, bisa menyebabkan nekrosis
jaringan.44
Oleh karena servik mendapatkan pasokan darah yang sangat banyak, maka
inversio uteri yang total dapat menyebabkan renjatan vasovagal dan memicu
terjadinya perdarahan pasca persalinan yang masif akibat atonia uteri yang
menyertainya. Inversio Uteri dapat terjadi pada kasus pertolongan persalinan kala
III aktif khususnya bila dilakukan tarikan talipusat terkendali pada saat masih
belum ada kontraksi uterus dan keadaan ini termasuk klasifikasi tindakan
iatrogenik.43,44
2.9.6. Gejala Klinis 43
Inversio uteri sering kali tidak menampakkan gejala yang khas, sehingga
diagnosis sering tidak dapat ditegakkan pada saat dini.Syok merupakan gejala
yang sering menyertai suatu inversio uteri.
Syok atau gejala-gejala syok terjadi tidak sesuai dengan jumlah
perdarahan yang terjadi, oleh karena itu sangat bijaksana bila syok yang terjadi
setelah persalinan tidak disertai dengan perdarahan yang berarti untuk
memperkirakan suatu inversio uteri. Syok dapat disebabkan karena nyeri
hebat,akibat ligamentum yang terjepit di dalam cincin serviks dan rangsangan
serta tarikan pada peritoneum atau akibat syok kardiovaskuler.
Perdarahan tidak begitu jelas, kadang-kadang sedikit, tetapi dapat pula
terjadi perdarahan yang hebat, menyusul inversio uteri prolaps dimana bila
plasenta lepas atau telah lepas perdarahan tidak berhenti karena tidak ada
kontraksi uterus.Perdarahan tersebut dapat memperberat keadaan syok yang telah
ada sebelumnya bahkan dapat menimbulkan kematian. Dilaporkan 90% kematian
terjadi dalam dua jam postpartum akibat perdarahan atau syok.
Pada pemeriksaan palpasi, didapatkan cekungan pada bagian fundus uteri,
bahkan kadang-kadang fundus uteri tidak dijumpai dimana seharusnya fundus
uteri dijumpai pada pemeriksaan tersebut.Pada pemeriksaan dalam teraba tumor
lunak di dalam atau di luar serviks atau di dalam rongga vagina, pada keadaan
yang berat (komplit).tampak tumor berwarna merah keabuan yang kadang-kadang
plasenta masih melekat dengan ostium tuba dan endometrium berwarna merah
muda dan kasar serta berdarah.
Tetapi hal ini dibedakan dengan tumor / mioma uteri submukosa yang
terlahir, pada mioma uteri.fundus uteri masih dapat diraba dan berada pada
tempatnya serta jarang sekali mioma submukosa ditemukan pada kehamilan dan
persalinan yang cukup bulan atau hampir cukup bulan. Pada kasus inversio uteri
yang kronis akan didapatkan gangren dan strangulasi jaringan inversio oleh cincin
serviks.
2.9.7. Diagnosis43
Untuk menegakkan diagnosis inversio uteri dilakukan palpasi abdomen
dan pemeriksaan dalam.
1. Dijumpai pada kala III atau post partum dengan gejala nyeri yang hebat,
perdarahan yang banyak sampai syok. Apalagi bila plasenta masih melekat
dan sebagian sudah ada yang terlepas dan dapat terjadi strangulasi dan
nekrosis.
2. Pemeriksaan dalam :
- Bila masih inkomplit maka pada daerah simfisis uterus teraba fundus uteri
cekung ke dalam.
- Bila komplit, fundus uteri tidak dapat diraba, di atas simfisis uterus teraba
kosong dan dalam vagina teraba tumor lunak.
- Kavum uteri sudah tidak ada (terbalik).
2.9.8. Penatalaksanaan43
Tindakan yang dapat dilakukan sebagi berikut:
1. Memanggil bantuan anestesi dan memasang infus untuk cairan/darah penganti
dan pemberian obat.
2. Beberapa memberikan tokolitik/MgSO4 untuk melemaskan uterus yang
terbalik sebelum dilakukan reposisi manual yaitu-mendorong endometrium ke
atas masuk ke dalam vagina dan terus melewati serviks sampai tangan masuk
ke dalam uterus pada posisi normal. Hai itu dapat dilakukan sewaktu plasenta
sudah terlepas atau tidak.
DAFTAR PUSTAKA
29. Memon SR, Talpur NN, Korejo RK. Rawal Medical Journal Volume 36
Number 4 : Outcome of Patients Presenting With Retained Placenta.
Pakistan: Departemen of Obstetrics and Ginecology; 2011. Diakses pada
tanggal 24 September 2013 dari
www.scopemed.org/fulltextpdf.php?mno=12733
30. DeCherney AH, Nathan L. Curren. Obstetric & Gynecologic Diagnosis &
Treatment, Ninth Edition: Postpartum Hemorrhage & Abnormal
Puerperium: Retained Placenta Tissue. California: The McGraw-Hill
Companies, Inc; 2003. 28:323-327.
31. Hill M. Placental Development. UNSW Embryology; 2013. Diakses pada
tanggal 27 September 2013
darihttp://php.med.unsw.edu.au/embryology/index.php?title=Placenta_Deve
lopment
32. Sastrawinata S, Martaadisoebrata D, Wirakusumah FF. Obstetri Patologi
Ilmu Kesehatan Reproduksi Edisi 2. Jakarta: EGC; 2004.
33. Anonim. Perdarahan Post Partum Akibat Plasenta Rest. 2012. Diakses
pada tanggal 28 September 2013 dari
http://www.scribd.com/doc/135982233/Plasenta-Rest-Edit
34. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap III LG, Hauth JC,
Wenstrom KD. Obstetri Williams Volume 1 Edisi 21. Jakarta: EGC; 2005.
35. Prabowo E. Retensio Plasenta. Jakarta:
http://samoke2012.files.wordpress.com/2012/10/retensio-plasenta.pdf
36. Weeks AD. The Retained Placenta. USA: National Center for
Biotechnology Information, U.S. National Library of Medicine from
African Health Sciences Makerere Medical School; 2001. Diakses pada
tanggal 28 September 2013 dari
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2704447/
37. Pernoll ML. Benson & Pernonoll’s Handbook of Obstetrics & Gynecology
Tenth Edition. New York: McGraw-Hill; 2001. 6:173-177; 11:341-342.
38. Memon SR, Talpur NN, Korejo RK. Rawal Medical Journal Volume 36
Number 4 : Outcome of Patients Presenting With Retained Placenta.
Pakistan: Departemen of Obstetrics and Ginecology; 2011. Diakses pada
tanggal 24 September 2013 dari
www.scopemed.org/fulltextpdf.php?mno=12733
39. Committee Opinion. Placenta Accreta. Washington DC: American
Congress of Obstetricians and Gynecologists; 2012. Diakses pada tanggal
26 September 2013 dari
http://www.acog.org/Resources%20And%20Publications/Committee%20O
pinions/Committee%20on%20Obstetric%20Practice/Placenta%20Accreta.a
spx
40. Anonim. Buku Acuan Pelayanan Obstetri Emergensi Dasar: Retensio
Plasenta. Bab 4-10.
41. Sarwono 2006
42. KA. Rana, P.S. Patel. Complete uterine inversion. American Institute of
Ultrasound in Medicine .J Ultrasound Med 2009; 28:1719–1722
43. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, et all. Obstetrical Hemorrhage.
Dalam: Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, et all. Williams Obstetrics.
Edisi ke-23. New York. McGraw Hill,2010; 757 – 801
44. MK Karkata. Pendarahan Pasca Persalinan. Dalam: Prawihardjo S. Ilmu
Kebidanan. Edisi ke-4. Jakarta. PT Bima Pustaka,2010; 522 – 29
45. JP O’Grady, ME Rivlin. Uterine Inversion, Malposition of the Uterus.
Dalam :Obstetric Syndromes and Conditions. New York, NY: Parthenon;
2006
46. RS Gibbi, BY Karlan, AF Harney et all. Post Partum Hemorrhage. Dalam :
RS Gibbi, BY Karlan, AF Harney et all. Danforth's Obstetrics and
Gynecology. Edisi ke-10. New York. Lippincott Williams & Wilkins, 2008
47. Hanretty,ed.Obstetrics illustrated.London: Churchill; 2003.
48. ITP.Availablefrom:URL:http://www.forbetterhealth.wordpress.com
49. JohnR.SindromHELLP.Cerminduniakedokteran.[online].2006.[cited2012Fe
bruari20]:Volume151.Hal.24.Availablefrom:URL:http://www.googlecom
50. DIC.Available from: URL:http://www.medicastore.com
51. Sastrawinata, sulaiman.dkk. 2005. Obstetri patologi edisi 2. Buku
kedokteran EGC. Jakarta