Anda di halaman 1dari 27

TUGAS KEPERAWATAN GERONTIK

MAKALAH PERUBAHAN PSIKOLOGIS FISIK PADA LANSIA

OLEH: KELOMPOK 2

1. WARDATUL JANNAH
2. SURYA NINGSIH
3. SRI MURNIATI
4. TITIN INDRIANI
5. ZULHAN

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN PROGRAM B

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STIKES MATARAM

TAHUN AJARAN 2018/2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan berkah dan
hidayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang
berjudul, “ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK DENGAN PERUBAHAN
PSIKOLOGIS FISIK PADA LANSIA” sebagai bentuk tugas dari mata pelajaran
bimbingan karir. Kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun
untuk makalah ini. Akhir kata, semoga segala informasi yang terdapat di dalam
makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Mataram, 25 Agustus 2019

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap manusia pasti mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan
mulai dari bayi sampai menjadi tua. Masa tua merupakan masa hidup manusia
yang terakhir, pada masa ini seseorang mengalami kemunduran fisik, mental
dan sosial sedikit demi sedikit sehingga tidak dapat melakukan tugasnya
sehari-hari lagi. Lansia banyak menghadapi berbagai masalah kesehatan yang
perlu penanganan segera dan terintegrasi.
Pertumbuhan dan perkembangan psikologi pada manusia pada umumnya
terbagi ke dalam cakupan-cakupan khusus. Yang biasanya dibagi berdasarkan
umur mulai dari masa bayi, kanak-kanak, anak-anak, remaja, dewasa, sampai
kepada lansia. Dalam makalah ini pembahasan lebih ditekankan pada
perkembangan masa dewasa. Yang didalamnya akan dibahas sub-sub
kategorinya, tugas-tugas perkembangannya, dan perubahan yang minat yang
terjadi. Setiap individu adalah unik dengan bakat dan potensinya masing-
masing. Individu adalah hasil interaksi dari nature dan nurture, menjadi dengan
caranya masing-masing. Lingkungan yang bijak akan mendukung
kemungkinan seseorang untuk menjadi walau tidak mutlak menjamin.
Lansia atau lanjut usia adalah periode dimana manusia telah mencapai
kematangan ukuran dan fungsi. Selain itu lansia juga masa dimana seseorang
akan mengalami kemunduran seiring dengan berjalannya waktu. Ada beberapa
pendapat mengenai usia seseorang dianggap memasuki masa lansia, yaitu ada
yang menetapkan pada umur 60 tahun, 65 tahun, dan ada juga yang 70 tahun.
Santrock (2012:224) mengemukakan bahwa usia 65 tahun merupakan usia
penuaan bagi yang berlangsung secara nyata dan seseorang itu telah disebut
lansia. Menurut ilmu gerontologi orang yang berusia lebih dari 65 tahun dibagi
menjadi 3 kelompok: usia tua awal, yaitu mereka yang berusia antara 64
hingga 74 tahun; usia tua menengah yaitu mereka yang berusia antara 75
hingga 84 tahun; dan usia akhir yaitu mereka yang berusia ditas 85 tahun.
Kesehatan masing-masing berbeda dalam berbagai cara (Davison, Neale, dan
Kring, 2014:743).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis merumuskan masalah
sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan lansia?
2. Bagaimana permasalahan psikologi lansia?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan dalam makalah ini sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian dari lansia.
2. Untuk mengetahui permasalahan psikologi lansia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian lansia
Masa lanjut usia adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang.
Masa ini dimulai dari umur enam puluh tahun sampai meninggal, yang ditandai
dengan adanya perubahan yang bersifat fisik dan psikologis yang semakin
menurun. Proses menua (lansia) adalah proses alami yang disertai adanya
penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu
sama lain. Menurut Hurlock (2002), tahap terakhir dalam perkembangan ini
dibagi menjadi usia lanjut dini yang berkisar antara usia enam puluh sampai
tujuh puluh tahun dan usia lanjut yang dimulai pada usia tujuh puluh tahun
hingga akhir kehidupan seseorang. Orangtua muda atau usia tua (usia 65
hingga 74 tahun) dan orangtua yang tua atau usia tua akhir (75 tahun atau
lebih) dan orang tua lanjut (85 tahun atau lebih) dari orang-orang dewasa lanjut
yang lebih muda.
J.W. Santrock (Santrock, 2002:190) mengemukakan bahwa ada dua
pandangan tentang definisi orang lanjut usia atau lansia, yaitu menurut
pandangan orang barat dan orang Indonesia. Pandangan orang barat yang
tergolong orang lanjut usia atau lansia adalah orang yang sudah berumur 65
tahun keatas, dimana usia ini akan membedakan seseorang masih dewasa atau
sudah lanjut. Sedangkan pandangan orang Indonesia, lansia adalah orang yang
berumur lebih dari 60 tahun. Lebih dari 60 tahun karena pada umunya di
Indonesia dipakai sebagai usia maksimal kerja dan mulai tampaknya ciri-ciri
ketuaan.
Dari berbagai penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa lanjut usia
merupakan periode di mana seorang individu telah mencapai kemasakan dalam
proses kehidupan, serta telah menunjukan kemunduran fungsi organ tubuh
sejalan dengan waktu, tahapan ini dapat mulai dari usia 55 tahun sampai
meninggal. Tetapi bagi orang lain, periode ini adalah permulaan kemunduran.
Usia tua dipandang sebagai masa kemunduran, masa kelemahan manusiawi
dan sosial sangat tersebar luas dewasa ini. Pandangan ini tidak

3
memperhitungkan bahwa kelompok lanjut usia bukanlah kelompok orang yang
homogen . Usia tua dialami dengan cara yang berbeda-beda.

B. Masalah Psikologi Lansia


1. Demensia
a. Pengertian dimensia
Davison, Neale, dan Kring (2014:742) mengemukakan bahwa
dimensia merupakan istilah yang umum digunakan untuk menjelaskan
kemunduran intelektual hingga ketitik melemahkan fungsi sosial dan
pekerjaan. Liftiah (2009:218) mengemukakan bahwa demensia
merupakan gangguan kognitif, meliputi berkurangnya ingatan secara
bertahap, ketidakmampuan mempelajari informasi baru, kemampuan
berkomunikasi, berpendapat, dan koordinasi motorik. Sunberk,
Winebarge, dan Taplin (2007:304) mengemukakan bahwa demensia
merupakan gangguan kompeks yang mencakup beberapa entitas
penyakit yang khas. Dimensia ditandai dengan berkurangnya fungsi
kognitif sehingga mempengaruhi kegiatan sehari hari.
b. Penyebab demensia
Sunberk, Winebarge, dan Taplin (2007:304) mengemukakan
bahwa dimensia disebabkan oleh perubahan pada otak yang tidak dapat
dipulihkan meliputi penyakit dan kematian jaringan otak. Papalia dan
Feldman (2014:242) mengemukakan bahwa dimensia timbul disebabkan
oleh penyebab fisiologis. Penyebab fisiologis utama dimensia yaitu
penyakit alzheimer dan parkinson.
c. Gejala dimensia
Davison, Neale, dan Kring (2014:743) mengemukakan bahwa
simtom utama penyakit demenisa yaitu kesulitan dalam mengingat
banyak hal dan peristiwa baru. Dimensia mengakibatkan penderitanya
mengalami kesulitan dalam memahami pemikiran abstrak, dan
gangguan emosi menjadi hal umum, termasuk simtom depresi, afek
datar, dan ledakan emosional secara berkala.
Davison, Neale, dan Kring (2014:743) mengemukakan bahwa
individu yang menderita demensia memiliki kemungkinan gangguan
pola bicara yang membingungkan. Meskipun sistem motorik tetap
berfungsi namun penderita demensia mengalami kesulitan berbagai
aktivitas motorik, seperti mengosok gigi, melambaikan tangan, dan
berpakaian. Davison, Neale, dan Kring (2014:743) mengemukakan
bahwa lebih dari 50 persen penderita demensia mengalami delusi dan
halusinasi.
2. Alzheimer
a. Pengertian alzheimer
Davison, Neale, dan Kring (2014:743) mengemukan bahwa
alzheimer merupakan pengklasifikasian paling umum dari dimensia.
Davison, Neale, dan Kring (2014:743) mengemukakan bahwa alzheimer
istilah untuk rusaknya jaringan otak yang tidak dapat diperbaiki.
Sunberk, Winebarge, dan Taplin (2007:304) mengemukakan bahwa
penyakit alzheimer disebabkan oleh perubahan besar pada otak yaitu
pembentukan daerah yang mengeras pada bagian otak. Plak merupakan
bagian yang mengeras pada otak. Letak dari plak mempengaruhi gejala
yang muncul. Davison, Neale, dan Kring (2014:743) mengemukakan
bahwa penyakit alzheimer lebih umum terjadi pada perempuan. Papalia
dan Feldman (2014:242) mengemukakan bahwa penyakit alzheimer
secara perlahan merampas kecerdasan, keawasan, dan bahkan
kemampuan penderitanya untuk mengontrol fungsi tubuh mereka dan
pada akhirnya menyebabkan kematian.
b. Gejala alzheimer
Papalia dan Feldman (2014:243) mengemukakan bahwa gejala
klasik dari alzheimer berupa kerusakan memori, kemunduran bahasa,
kekurangan dalam pemrosesan visual dan ruangan. Salah satu gejala
yang paling jelas adalah ketidakmampuan mengingat kejadian baru atau
memproses informasi baru. Gejala lain yang cenderung muncul diawal
penyakit yaitu gangguan kepribadian secara cepat menjadi kaku, apatis,
egosentris, dan kontrol emosi yang terganggu.
Papalia dan Feldman (2014:243) mengemukakan bahwa semakin
banyak gejala yang mengikuti seperti mudah tersinggung, cemas,
depresi, delusi, delirium, dan berkeliaran, mengakibatkan kerusakan
pada ingatan jangka panjang, penilaian, konsentrasi, dan orientasi serta
gangguan bicara. Individu yang mengalami alzheimer mengalami
kesulitan melakukan aktivitas rutin dikehidupan sehari-hari. Cummings
(Papalia dan Feldman, 2014:244) mengemukakan bahwa pada akhirnya
individu tidak bisa memahami atau menggunakan bahasa, tidak
mengenali anggota keluarga, tidak bisa makan tanpa bantuan, tidak bisa
mengatur kapan buang air, dan kehikangan kemampuan untuk berjalan,
duduk dan menelan makanan padat. Kematian biasanya datang sekitar 8
samapai 10 tahun setelah gejala muncul.
c. Penyebab alzheimer
Papalia dan Feldman (2014:244) mengemukakan bahwa penyebab
utama perkembangan penyakit alzheimer yaitu kekusustan neurofibriler
(massa neuron mati yang terpelintir) dan sejumlah lilin plak amiloid
(jaringan yang tidak berfungsi). Otak manusia tidak dapat
membersihkan plak karena plak tersebut tidak dapat larut. Lama
kelamaan jaringan tersebut akan mengeras / membaur dan
menghancurkan neuron disekitarnya.
3. Gangguan anxitas
a. Pengertian anxietas
Liftiah (2009:63) mengemukakan bahwa anxietas merupakan
perasaan khawatir yang tidak nyata, tidak masuk akal, tidak sesuai, yang
berlangsung intens, atas dasar prinsip yang terjadi dan nyata. Davidson
dan Neale (Liftiah, 2009:63) mengemukakan bahwa anxietas juga dapat
diartikan sebagai kondisi mood yang negatif yang ditandai dengan
simtom simptom tubuh, ketegangan fisik, dan keakutan terhadap
kejadian yang akan datang.
b. Penyebab anxietas
Anxietas pada individu berusia lansia merupakan kecemasan yang
umumnya khawatir pada munculnya berbagai macam penyakit dan
mengalami kelemahan fisik dan khawatir tidak mampu berperan penting
sehingga akan tersingkir dari kehidupan sosial. Davison, Neale, dan
Kring (2014:764) mengemukakan bahwa masalah kecemasan lansia
sering kali dihubungkan dengan penyakit medis.orang orang yang
mengidap demensia seperti alzheimer mungkin mencerminkan
kecemasan yang timbul akibat kebingungan dan frustasi saat mereka
tidak mampu melakukan hal yang tampak kecil seperti memakai jaket.
4. Parkinson
Santrock (2012:197) mengemukakan bahwa parkinson merupakan
penyakit kronis dan progresif yang ditandai oleh gemetar pada otot,
gerakan yang melambat, kelumpuhan sebagian wajah. Papalia dan
Feldman (2014:242) mengemukakan parkinson merupakan penyakit yang
melibatkan degenerasi neurologis yang progresif, ditandai dengan tremor,
kekakuan, pergerakan lambat dan postur tubuh yang tidak stabil.
Penyakit parkinson ditangani dengan memberikan obat yang
meningkatkan dopamin kepada penderita yang berada ditahap awal
penyakit, dan L-dopa, yang dapat diubah menjadi dopamin oleh otak.
Penanganan lainnya yaitu dengan menstimulasi otak secara mendalam
yang mencakup implantasi elektroda di dalam otak. Elektroda tersebut di
stimulasi oleh alat yang mirip alat pacu jantung (Santrock, 2012:198)
5. Delirium
Davison, Neale, dan Kring (2014:752) mengemukakan bahwa
delirium merupakan penggambaran untuk kondisi kaburnya kesadarana.
Individu yang menderita delirium kadang secara mendadak mengalami
kesulitan untuk berkonsentrasi dan memusatkan perhatian serta tidak
mampu mempertahankan alur pemikiran yang teratur dan terarah. Liftiah
(2009:219) mengemukakan bahwa delirium merupakan keadaan
kebingungan mental yang mengakibatkan penderitanya sulit
berkonsentrasi dan berbicara secara jelas dan masuk akal.
Individu yang menderita deirium tidak mungkin dapat terlibat
dalam percakapan karena perhatian mereka yang tidak dapat terfokus pada
satu hal dan pikirannya terpecah-pecah. Pada kondisi parah, cara berbicara
menjadi parah dan tidak karuan. Delisah dan bingung, penderita delirium
dapat mengalami disorientasi waktu, tempat, dan kadang diri yaitu mereka
tidak dapat mengetahui dengan pasti hari apa sekarang dan dimana mereka
sekarang (Davison, Neale, dan Kring, 2014:753). Penderita delirium sering
mengalami gangguan perseptual dengan menganggap bedara dalam rumah
bukan dalam rumah sakit. Halusinasi umum terjadi, namun delusi tidak
selalu terjadi dan cenderung berubah ubah, tidak terlalu nyata, dan singkat.

6. Hipokonriasis
Siegler dan Costa (Davison, Neale, dan Kring, 2014:774)
mengemukakan bahwa secara luas hipokondriasis sangat umum terjadi
dalam populasi lansia. Lansia dapat mengalami berbagai macam masalah
fisik, diantaranya sakit pada kaki dan punggung, pencernaan yang buruk,
sembelit, sesak napas dan keinginan yang amat sangat.secara kelompok
para lansia cenderung kurang melaporkan simpom somatik yang ia derita,
sekali lagi mungkin karena permasalahan kekhawatiran.
Davison, Neale, dan Kring (2014:774) mengemukakan bahwa para
ahli klinis setuju bahwa secara umum tidak ada gunanya meyakinkan
orang yang bersangkutan bahwa ia sehat karena orang tersebut tidak peduli
dengan hasil tes laboratorium yang negatif atau pendapat otoritatif dari
berbagai sumber resmi. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan
mengajaknya berjalanmjalan dan membantunya mengalihkan pikirnnya
dari rasa sakit. Pengalihan aktivitas dapat membuat para individu bekerja
lebih baik terlepas dari penyakitnya dan lebih memperoleh kepuasan.
7. Gangguan tidur
Davison, Neale, dan Kring (2014:774) mengemukakan bahwa
insomnia merupakan gangguan yang umum terjadi pada lansia. Miles dan
Dement (Davison, Neale, dan Kring, 2014:774) mengemukakan bahwa
masalah tidur yang paling sering dialami oleh lansia adaah sering terjaga
pada malam hari, sering terbangun pada dini hari, sulit untuk tidur, dan
rasa lelah yang amat sangat di siang hari. Waktu tidur lansia agak singkat
dan sering terputus secara spontan. Selain itu lansia membutuhkan waktu
yang lebih lama untuk dapat tertidur setelah mereka terbangun.
Gangguan tidur pada lansia disebabkan oleh penyakit, obat-obatan,
kafein, stres, kecemasan, depresi, kurang beraktivitas, dan kebiasaan tidur
yang buruk. Prinz dan Raskin (Davison, Neale, dan Kring, 2014:775)
mengemukakan bahwa rasa sakit terutama arthritis merupakan penyebab
utama gangguan tidur pada lansia. Penanganan insomnia pada lansia dapat
melalui pemberian obat obatan, namun obat-obatan juga memiliki efek
samping berupa ketergantungan. Davison, Neale, dan Kring (2014:776)
mengemukakan bahwa penggunaan obat tidur secara terus menerus dapat
mengakibatkan berkurangnya kefektifitasan obat dan bahkan
mengakibatkan tidur cenderung terputus putus dan terganggunya tidur
dalam kondisi REM.

C. Periode Menopause/ Klimakterium Dan Tanda-Tandanya


Sehubungan dengan faktor usia, kapasitas untuk reproduksi yang
berlangsung selama menstruasi atau haid pertama itu masih terus
berlangsung secara teratur. Dengan berhentinya fungsi ini akan berkahir
pula fungsi pelayanan, pengabdian, dan pengekalan species manusia.
Sebab dengan berakhirnya haid, proses ovulasi atau pembuahan sel telur
juga jadi terhenti oleh karenanya. Lalu segenap aparat kelenjar mengalami
hambatan dan pengurangan aktivitasnya. Ditambah lagi, organ kelamin
turut mengalami proses atrofi, yaitu menjadi lisut dan mundur fungsinya.
Akhirnya, segenap bagian pada tubuh secara lambat laun
menampakkan gejala-gejala ketuaan. Fase sedemikian ini pada diri wanita
disebut sebagai menopause.
(menopause, men = bulan, pause = pausa, pausis, pauoo= periode atau
tanda berhenti, menopause= berhentinya secara definitif menstruasi)
Fase menopause disebut pula sebagai periode klimakterium
(climacter = tahun perubahan, pergantian tahun yang berbahaya). Pada
saat inilah terjadi banyak perubahan dalam fungsi-fungsi psikis dan fisik.,
sedang vitalitasnnya jadi semakin mundur dan berkurang. Periode
klimakterium ini disebut pula sebagai : periode kritis. Sebabnya ialah :
perubahan-perubahan dalam sistem hormonal itu mempengaruhi segenap
konstitusi psikosomatis (rohani dan jasmani), sehingga berlangsungnya
proses kemunduran yang progresif dan total. Oleh banyaknya perubahan
dan kemunduran tersebut terjadilah kemudian krisis-krisis dalam
kehidupan psikis pribadi yang bersangkutan.
Menopause merupakan suatu gejala dalam kehidupan wanita yang
ditandai dengan berhentinya siklus menstruasi. Menopause adalah fase
alami dalam kehidupan setiap wanita yang menandai berakhirnya masa
subur. Menopause seperti halnya menarche dan kehamilan dianggap
sebagai peristiwa yang sangat berarti bagi kehidupan wanita. Menarche
pada remaja wanita, menunjukkan mulai diproduksinya hormon estrogen,
sedang menopause terjadi karena ovarium tidak menghasilkan atau tidak
memproduksi hormon estrogen.
Sejalan dengan proses ketuaan yang pasti dialami setiap orang,
terjadi pula kemunduran fungsi organ-organ tubuh termasuk salah satu
organ reproduksi wanita, yaitu ovarium. Terganggunya fungsi ovarium
menyebabkan berkurangnya produksi hormon estrogen, dan ini akan
menimbulkan beberapa penurunan atau gangguan pada aspek fisik-
biologis – seksual. Pada sebagian wanita, munculnya gejala atau gangguan
fisik sebagai akibat dari berhentinya produksi hormon estrogen, juga akan
berpengaruh pada kondisi psikologis, dan sosialnya.
Pada umumnya, klimakterium ini di awali dengan satu fase
pendahuluan atau fase preliminer, yang menandai suatu proses
“pengakhiran”. Maka muncullah kemudian tanda-tanda antara lain;
a. Menstruasi menjadi tidak lancar dan tidak teratur, biasanya datang
dalam interval waktu yang lebih lambat atau lebih awal dari
biasanya.
b. “ Kotoran” haid yang keluar banyak sekali, ataupun sangat sedikit.
c. Muncul gangguan-gangguan vasomotoris berupa penyempitan atau
pelebaran pada pembuluh-pembuluh darah
d. Merasa pusing-pusing saja, disertai sakit kepala terus-menerus
e. Berkeringat tidak hentinya.
f. Neuralgia atau gangguan/ sakit syaraf, dan lain-lain

Semua keluhan ini disebut fenomena klimakteris, sebagai akibat


dari timbulnya modifikasi atau perubahan fungsi kelenjar-kelenjar.
Sehubungan dengan perubahan-perubahan fisik tersebut, terjadi pula
“pergeseran” atau erosi dalam kehidupan psikis pribadi yang
bersangkutan. Pergeseran dan perubahan-perubahan psikis ini
mengakibatkan timbulnya satu krisis, dan memanifestasikan diri dalam
simptom-simptom psikologis, antara lain ialah :

Depresi-depresi (kemurungan), mudah tersinggung dan mudah jadi


marah, mudah curiga, diliputi banyak kecemasan, insomnia atau tidak bisa
tidur karena sangat bingung atau gelisah, dan lain-lain. Simptom-simptom
psikologis klimakterium ini dapat di anggap sebagai “jeritan minta
tolong”, agar wanita tersebut masih di perbolehkan meneruskan
aktivitasnya. Proses yang progresif menuju pada kelayuan dan ketuaan itu
selalu dibarengi denagn penaampakkan yang regresif (mundur atau surut
fungsi-fungsi jasmaniah dan rohaniah).
Klimakterium itu sendiri dapat kita bagi menjadi dua tahapan, yaitu :

1. Tahun-tahun dimana saat haid/ menstruasi sudah tidak teratur, sering


terganggu, atau sudah tehenti sama sekali. Namun demikian, aparat
endokrin seksual masih terus berfungsi. Periode ini disebut sebagai
masa pra-klimakteris
2. Tahap kedua menampilkan gejala keberhentian secara definitif
organisme yang membentuk sel-sel telur, yaitu berhentinya organisme
tersebut sebagai lembaga kehidupan.

Tahap pertama yang disebut sebagai masa pra-klimakteris biasanya


dibarengi dengan meningkatnya aktivitas-aktivitas pra klimakteris, yang
ditandai oleh gejala meningkatnya rangsangan seksual. Pada masa ini ada
timbul nafsu yang besar untuk melakukan hubungan seksual. Sekaligus
muncul kegairahan berjuang yang menyala-nyala bagaikan di masa puber.
Oleh karena itu pada usia ini sering muncul tingkah laku yang aneh-aneh
dan kurang mapan, bahkan timbul tingkah laku yang tidak sesuai dengan
atribut ketuaan.

Penurunan kadar estrogen, menyebabkan periode menstruasi yang


tidak teratur, dan ini dapat dijadikan petunjuk terjadinya menopause. Ada
tiga periode menopause, yaitu:

Klimakterium, yaitu merupakan masa peralihaan anatara masa


reproduksi dan masa senium. Biasanya periode ini disebut
juga dengan pramenopause.
1. Masa Klimakterium
Fase klimakterium adalah masa peralihan yang dilalui seorang wanita
dari periode reproduktif ke periode non reproduktif. Tanda, gejala atau
keluhan yang kemudian timbul sebagai akibat dari masa peralihan ini
disebut tanda atau gejala menopouse. Periode ini dapat berlangsung
antara 5 sebelum dan sesudah menopause. Pada fase ini fungsi
reproduksi wanita menurun.
2. Fase klimakterium berlangsung bertahap sebagai berikut :
a. Sebelum menopause adalah Masa sebelum berlangsungnya saat
menopouse, yaitu fungsi reproduksinya mulai menurun, sampai
timbulnya keluhan atau tanda-tanda menopouse.
b. Saat menopause adalah Periode dengan keluhan memuncak, rentangan
1-2 tahun sebelum dan 1-tahun sesudah menopouse. Masa wanita
mengalami akhir dari datangnya haid sampai berhenti sama sekali.
Pada masa ini menopouse masih berlangsung.
c. Setelah menopause adalah Masa setelah perimenopouse sampai
munculnya perubahan-perubahan patologic secara permanen disertai
dengan kondisi memburuknya kondisi badan pada usia lanjut
(Senilitas). (Kasdu, 2002 : 67)

1. Menopause, adalah saat haid terakhir, dan bila sesudah manopause


disebut pasca menopause.
2. Senium adalah periode sesudah pasca menopause, yaitu ketika individu
telah mampu menyesuaikan dengan kondisinya sehingga tidak
mengalami gangguan fisik
Masa klimkateris ini mirip sekali dengan masa pra pubertas. Oleh
karena itu masa ini disebut pula sebagai pubertas kedua. Sedang periiode
klimakterium sendiri banyak kemiripannya dengan periode pubertas. Tingkah
laku orang pada periode pubertas kedua ini sifatnya sering lucu-lucu, aneh-
aneh, janggal, dan tidak pada tempatnya. Misalnya, pada umur lebih dari
limapuluh tahun, seorang wanita kaya dan gemuk memakai rok panjang
mewah berwarna merah jambu di siangg bolong, menyusuri lorong kompleks
pertokoan, sambil memakai perhiasan emas yang berwaarna-warni.

Tampaknya saja tingkah laku wanita yang “berlebih-lebihan” tersebut


bermaksud untuk :

1. Mengingkari ketuaannya, dan ingin mengulangi kembali pla kebiasaan


di masa muda.
2. Menimbuni dirinya dengan pakaian dan perhiasan warna-warni serta
macam-macam bahan kosmetik, agar kelihatan masih “remaja”.

Sekalipun tingkah laku wanita-wanita setengah tua ini kadang-


kadang kelihatan komis lucu, namun biasanya kebiasaan tersebut
mengakibatkan akibat-akibat yang cukup tragis. Maka oleh manifestasi
yang janggal dan aneh-aneh itu, klimakterium disebut pula sebagai “usia
berbahaya”(the dangerous age).

Dengan berhentinya aktivias indung telur, maka sistem endokrin


(kelenjar atnpa pembuluh-bunga) menjadi kacau balau fungsinya sehingga
mengakibatkan kekecauan pula pada fungsi-fungsi organis dan fingsi
psikis lainnya. Namun demikian manifestasi individual periode
klimakterium tersebut sebgaian besar dipengaruhi oleh kepribadian
masing-masing individu Sabab struktur kepribadian yang terintegrasi
dengan baik akan mempengaruhi secara positif proses gangguan-gangguan
kelenjar. Artinya sebagai berikut:

a. Kepribadian tadi bisa mengkompensasikan gangguan-gangguan


fisiologis dan gangguan-gangguan fisiologis dan gangguan psikis
dalam bentuk perbuatan-perbuatan yang intelligen.
b. Ini berarti, bahwa individu tersebut mampu mengendalikan diri, dan
mampu mnegatasi gangguan-gangguan psikosomatis jika hal ini
muncul, dengan jalan menyalurkan keresahan batinnya pada
perbuatan-perbuatan yang intelligent, produktif atau kreatif.

Dengan terjadinya proses retrogresi genital (retro=surut, susut gressus=


langkah, genital= alat kelamin penghasil), maka aktivitas pencipta
keindahan dari sekresi-sekresi kelenjar intern yang membuat wanita
tampak ayu remaja dan awet muda, menjadi semakin mundur fungsinya.
Sehingga ciri-ciri kelamin sekunder jadi terpengaruh. Juga ciri-ciri
feminitas yang memekar, serta semua unsur keindahan yang diperoleh
selama masa puber, sedikit demi sedikit menjadi pudar. Dan pada akhirnya
akan punah habis sama sekali, lalu pribadinya tampak tua dan layu.
Secara perlahan-laham proses pra klimakterium berubah menjadi
klimakterium sebenarnya. Selaput lendir di dalam rahim tidak berproduksi
lagi. Untuk beberapa waktu lamanya memang masih terbentuk benih-
telur, akan tetapi benih ini tidak pernah mencapai kematangan. Dan dalam
waktu relatif pendek (tapi kadang-kadang juga bisa agak lama, biasanya
ssesudah beberapa tahun)semua tanda-tanda genetis dan smeua sel-sel
kelamin jadi hilang sama sekali, seolah-olah tanda-tanda tersebut tidak
pernah ada sebelumnya. Dan indung telur kini berubah menjadi satu
gumpalan jaringan yang keras massif. Lalu sedikit demi sedikit alat
kelamin wanita itu ditramnsformasikan seluruhnya menjadi struktur yang
tidak aktif tidak berguna lagi atau dianggap berlebihan.

Perubahan-perubahan yang sama beruapa kemunduran-kemunduran,


juga terjadi pada aktivitas organ-organ endokrin lainnya. Lapisan lemak di
bawah kulit jadi menebal dan kulit-kulit kehilangan gaya tegangnya, serta
menjadi lisut berkeriputan. Tidak hanya pada segi organik dan jasmaniah
saja terjadi kemunduran, akan tetapi juga pada segi psikis dan sifat-sifat
kepribadiannya. Kualitas-kualitas feminin yang individual sifatnya,
kecantikan dan charme, vitalitas, daya ingatan, daya pendengaran, daya
berpikir dan fungsi-fungsi psikis lainnya, semuanya juga mengalami
proses kemunduran yang progresif. Semua kemekaran dan ciri-cirii
keindahan feminin yang diperoleh pada usia puber dan usia muda., mulai
susut dan menghilang sedikit demi sedikit. Pendek kata, dengan terjadinya
dekadensi atau kemunduran fungsi reproduktif, mulai hilang pula
kecantikan dirinya. Biasanya hilang pula kehidupan emosional feminin
yang hangat mesra.

D. Perilaku yang aneh pada periode kelimakterium


Oleh karena sel-sel indung telur sudah tidak diprodusir lagi, maka semua
proses organik untuk pengabdian dan pengawetan spesies manusia menjadi
terhenti pula. Dan berakhirlah keberadaannya (eksistensi dirinya) sebagai
pendungkung kehidupan baru. Sampailah wanita itu pada batas akhir yang
alamiah yaitu kematian parsiil sebagai pengabdi pada spesiesnya. Sehubungan
dengan hal ini, mulailah ia sibuk bergulat melawan proses dekadensi atau
kemunduran, melawan usia tua.
Satu tipe wanita-wanita klimakteris ada yang memperlihatkan aktivitas
hypomanis semu. Wanita tersebut merasakan seolah-olah vitalitas hidupnya
jadi bertambah. Jika ia dahulu menghindari pengalamn-pengalaman yang
menggunakan kekerasan atau kesembronoan, maka sekarang ini seakan-akan
ia dikejar-kejar oleh nafsu untuk menyerempet-nyerempet bahaya, guna
memperkaya pengalaman hidupnya. Ia merasa muda bagaikan gadis remaja
dan selalu meyakinkan diri sendiri bahwa ia berambisi atau mampu memulai
kehidupannya dari awal lagi.
Ia mulai membuat catatan-catatan harian, ingin melakukan perjalanan
jauh, dan menjalin kisah-kisah hidup baru. Dia menjadi sangat enthusiast
tentang ide-ide dan paham politik tertentu. Ia mengubah sikapnya terhadap
keluarga sendiri, dan seringkali meninggalkan rumah dengan alasan-alasan
yang sama seperti alasan gadis-gadis puber. Dengan enthusiasme yang
menyala-nyala, bahkan sering melebihi anak-anaknya sendiri, wanita
klimakteris tersebut menjadi sangat tertarik pada ideologi-ideologi politik
tertentu.
Pada usia 50 tahun itu, ia sama sekali tidak bersedia meninggalkan segala
macam kegiatan. Dengan semangat yang berkobar-kobar ia berusaha
meneruskan perjuangannya melawan proses ketuaan dan proses biologis dari
feminitasnya dengan jalan “berlindung” di balik macam-macam kegiatan
psikis. Ia merasa senang dan bangga bahwa ia mendapatkan kemajauan-
kemajuan dalam mencobakan potensinya sebagai wanita. Sebab, ibunya
sendiri, menurut anggapan wanita tadi, sudah menjadi nenek-nenek tua yang
loyo pada usia yang sama dengan dirinya sekarang. Maka oleh kegiatan yang
berkobar-kobar dari para wanita usia klimakteris ini, ada kalanya kegiatan-
kegiatan kaum pria menjadi sedikit tersisih.
Mode-mode paling baru, alat-alat kosmetik yang mahal-mahal dan
kekayaan yang cukup, rupa-rupanya banyak mendorong wanita-wanita usia
setengah tua ini bertingkah laku bagaikan anak puber. Delusi diri (gambaran
kegila-gilaan, kecohan diri, tipuan diri sendiri) yang narsistis seakan-akan
menampilkan “keremajaan wajahnya” pada cermin kaca. Maka sikap
memberontak terhadap proses ketuaan tadi membuat dirinya jadi naif, dan
menjadikan dirinya lupa daratan, melupakan pengalaman-pengalaman positif
dimasa lalu yang membuat ia jadi bijaksana.
Ada pula wanita-wanita usia ini yang di kala mudanya menunjukkan
tingkah laku halus dan terhormat, kini mulai bergaul dengan dan
mengumpulkan anak-anak muda serta kaum pria yang jauh lebih inferior
daripada dirinya. Lalu ia berilusi bahwa dirinya dikagumi dan dicintai oleh
banyak pria muda. Pada zaman sekarang, kerap klai kita menjumpai wanita
semacam ini yang dikenal sebagai tante-tante girang atau nenek-nenek lincah.
Bagaikan gadis puber, wanita klimakteris tersebut membuat tentang
kemampuan dan kepribadiannya. Maka sesudah 25-30 tahun perkawinannya
yang sukses dan bahagia, kini ia dijangkiti pikiran aneh-aneh, yaitu ilusi,
apakah suaminya cukup berharga bagi dirinya? Dan apakah perkawinannya
sekarang ini bukannya merupakan tindak salah langkah.
Kadangkala, ada wanita setengah baya yang secraa sentimentil banyak
melamun tentang masa-masa mudanya. Mereka ingin mengulang kembali
pengalaman-pengalaman lama, dengan menjalin hubungan cinta mesra baru,
atau mencari pengalaman baru yang belum pernah dialaminya pada masa lalu.
Ia menjalin persahabatan dengan pria-pria muda yang dubious dan
mencurigakan sifatnya, yang cuma tertarik pada harta kekayaannya bagaikan
tertarik pada cahaya lampu di malam hari kenalan-kenalan lama yang
terhormat (respectable) dari kalangan atas dan kelas menengah, dimatanya
kini tampak menjemukan, dan tidak berharga lagi baginya . dia menunjukkan
minat besar terhadap wanita-wanita pelacur dan wanita-wanita yang
mempunyai reputasi buruk. Ia jadi iri terhadap “kebahagiaan serta kekayaan
pengalaman” para wanita reputasi buruk tadi.
Bahkan ada pula wanita-wanita setengah umur yang tergoda ikut-ikutan
melakukan perbuatan yang kurang terhormat, misalnya melakukan relasi seks
bebas, dengan alasan yang sama seperti motif-motif gadis prapuber atau
pubertas yang tengah salah langkah.Biasanya faktor sugestibilitas para wanita
setenngah umur ini menjadi makin besar, karena nalar pertimbangannya
menjadi semakin berkurang. Ia mengira, bahwa gairah keremajaannya masih
tetap membara seperti pada usia puber. Oleh karena itu, wanita-wanita
semacam ini sering tertipu, dan menjadi “makanan empuk” bagi para
penasehat dan konsultan-konsultan yang jahat.

E. Kondisi Psikis Wanita Setengah Baya


Relasi persahabatan wanita-wanita klimakteris ini sering kali juga
mengalami perubahan. Persahabatan yang dahulunya bersifat loyal dan
harmonis, menjadi retak berantakan oleh rasa iri hati, keemasan ketakutan,
serta panik tanpa sebab-sebab yang jelas. Wanita- wanita ini jadi cerewet,
menjadi sangat gila, suka mencari setori, dan mengguagah pertengkaran
dimana-mana. Relasi sosialnya menjadi patologis sifatnya. Ada kalanya
terjadi ledakan-ledakan emosional yang paranoid, sebagai produk dari
semakin intensifnya konflik-konflik batin/ psikis pada periode klimaktteris.
Baik di masa pubertas maupun pada periode klimakteris. Selama dua
periode ini anak gadis dan wanita setengah baya tadi berusaha
mengkonstruksikan “dunia masa sekarang” atau das Sein. Namun jika gadis
puber mengarahkan pandangannya pada masa depan, maka wanta setengah
tua itu justru menengokkan pandangannya pada masa lampau dengan rasa-
rasa kerinduan (nostalgia).
Pada anak-anak gadis yang mempunyai predisposisi neurotisobsesif,
gejala-gejala ini segera lenyap, kemudian digantikan dengan tendens
maskulinitas yang kuat dan proses intelektualisasi. Pada umumnya mereka
bersifat sangat maskulin, kejantan-jantanan, sangat ambisius, sangat intelek,
namun miskin kehidupan emosionalnya.
Selama periode produktif sampai masa klimakteris, maskulinitas wanita
tersebut dengan sukses tersublimasikan dan pribadinya tidak menampilkan
gejala-gejala neuortis. Akan tetapi pada periode klimakteris, tendens-tendens
feminitaas yang selalu ditekan kuat-kuat dan biasanya sukses, kini mulai
menampilkan “haknya”. Lalu terjadilah konflik-konflik batin di antara
tendens feminitas melawan keenderungan-kecenderungan hypermaskulin.
Jika pertentangan di antara dua tendens itu pada usia pubertas dengan sukses
bisa disublimasikan, atau bisa diselesaikan dengan baik, maka biasanya pada
usia setengah tua itu wanita tersebut justru gagal dalam perjuangan psikis
tersebut., lalu jatuh sakit karena ia tidak memiliki daya tahan, sedangkan
kondisi fisik dan psikis sudah menjadi lemah. Jelasnya, ia tidak mampu
menerima dengan hati yang pasrah. Sifat-sifat femininnya yang sejati yang
kini muncul secara spontan.
Hampir semua wanita usia klimakteris mengalami dalam tempo yang
relatif pendek atau relatif panjang suasana hati depresif dan melankolis.
Sebab utamanya adalah:

1. Karena ia ingin mengingkari dan memproses proses biollogis


mengarah pada ketuaan
2. Ia terlampau melebih-lebihkan keadaan dirinya, serta terlalu
menganggap dramatis proses ketuaannya.
3. Kemunduran jasmaniah itu dirasakan sebagai kemungkinan dan
mendekatnya kematian juga sebagai tidak ada gunanya lagi untuk terus
hidup.
4. Hidupnya kini dianggap tidak mengandung harapan, penuh kepedihan
dan pribadinya dilupakan oleh semua orang.
Banyaknya rasa depresi pada usia menjelang tua ini memang berkaitan
dengan kepahitan dan kepedihan hati, karena wanita yang bersangkutan
merasa kehilangan “dunia remaja” indah yang sudah lampau. Dan seperti
depresi anak gadis puber yang kadang kala diselingi dengan perasan-perasaan
extatis (gelora semangat yang menyala-nyala), demikian pula kondisi-kondisi
depresif wanita setengah baya ini kerap kali diselingi dengan cinta birahi dan
kegairahan hati, bagaikan kelip gemerlapnya cahaya pelita yang hampir
redup kehabisan minyak. Maka kondisi “ senja hari” pada wanita setengah
umur ini masih memberikan berkas-berkas pancanaran sinar-sinar indah
dalam ketidaksadarannya. Devaluasi (adanya kemunduran nilai dan
kerusakan) pada organ-organ vital, mengakibatkan munculnya perasaan
destruksi atau kerusakan pada fungsinya. Kemudian mengakibatkan
perubahan-perubahan berupa kemunduran pada kemampuan psikisnya.
Dengan sendirinya, kondisi psikis wanita setengah umur ini juga sangat
dipengaruhi oleh kondisi lingkungan sosialnya di masa lampau. Wanita-
wanita feminin yang selalu hidup dalam suasana harmonis, ekonomis
berkecukupan, bahagia dan selalu mendapatkan kepuasan seksual, pasti bisa
menghayati badai-badai terakhir dalam kehidupannya dengan rasa tenang,
bagaikan berlayar dalam sebuah perahu di teluk yang teduh. Maka banyak
pasangan tua yang ingin mengalami lagi bulan-bulan madu kedua pada usia
sudah lanjut ini.
Wanita-wanita yang mempunyai masa lampau penuh kenangan cinta indah
dan bahagia, kewanitaan dan kecantikannya akan tetap awet bertahan lama.
Tampaknya, faktor cinta itu merupakan resep bagi rahasia kecantikan dan
keremajannya. Wanita-wanita yang sangat erotis feminin dan berpengalaman
dalam hal cinta, akan menerima dengan rasa tenang dan penuh kemartabatan
diri segala nasib serta proses ketuaannya. Berbeda sekali dengan reaksi
seorang perawan tua yang banayk mengalami frustasi, dan selalu merasa
tertipu di masa mudanya. Maka dalam periode istirahat di masa tua ini,
banyak wanita setengah umur merasakan nostalgia (kerinduan) pada masa-
masa mudanya yang cemerlang, lalu mencoba menjalin dunia fantasi pribadi
dalam lamunan di hari-hari tuanya.
Wanita-wanita cantik yang narsisitis, yang menganggap kecantikan
wajahdan tubuhnya sebagai pusat dari eksistensinya, dan mempunyai harga
diri serta cinta diri yang besar, biasanya mencoba mengkompensasikan
ketuaannya dengan suatu pekerjaan atau profesi. Dia berusaha membuat
dirinya tetap berguna dan tetap penting sambil mencoba melupakan bahwa
kini ia mulai jadi tua. Sebab proses ketuaan tersebut benar-benar
menyinggung perasaan narsismenya.
Sebenarnya, reaksi-reaksi psikis wanita pada usia klimakteris itu sangat
bergantung pada pandangan hidup atau lebensanschauungnya dan terhadap
eksistensi diri sendiri. Jika ia tidak bisa menemukan harmoni dan
keseimbangan maka terjadilah trauma biologis dan trauma psikis. Terjadi
pula perasaan degradasi diri, disertai tingkah laku yang aneh-aneh. Dengan
demikian psikoterapi yang diterapkan pada usia klimakterium ini menjadi
sulit sebab:
a. Orang tidak bisa berbuat sesuatupun untuk mencegah proses ketuaan
yang progresif, sebab proses ketuaan itu merupakan proses biologis
yang alami.
b. Biasanya orang tidak bisa berbuat banyak untuk menciptkan pengganti
bagi penugasan fantasi-fantasi pada usia klimakteris ini. Kegiatan
berfantasi itu tidak bisa dicegah.

Pada masa setengah baya wanita mengalami kecemasan menghadapi


menopause.

1. Pengertian kecemasan menghadapi menopause


a. Pengertian kecemasan.
Salah satu gejala yang dialami oleh semua orang dalam hidup
adalah kecemasan.
 Menjadi cemas pada tingkat tertentu dapat dianggap sebagai bagian
dari respon normal untuk mengatasi masalah sehari-
hari.Bagaimanapun juga bila kecemasan ini berlebihan dan tidak
sebanding dengan suatu situasi,hal itu dianggap sebagai hambatan dan
dikenal sebagai masalah klinis.
 Menurut Bryne (1966) bahwa kecemasan adalah suatu perasaan yang
dialami individu,seperti apabila ia mengalami ketakutan.Pada
kecemasan perasaan ini bersifat kabur, tidak realistis atau tidak jelas
obyeknya sedangkan pada ketakutan obyeknya jelas.
 Menurut Hurlock (1990), kecemasan adalah bentuk perasaan
khawatir,gelisah dan perasaan-perasaan lain yang kurang
menyenangkan.Biasanya perasaan-perasaan ini disertai oleh rasa
kurang percaya diri tidak mampu merasa rendah diri dan tidak mampu
menghadapi suatu masalah.
 Menurut Kartono (1997), Ketidak beranian individu dalam
menghadapi suatu masalah dan ditambah dengan adanya kerisauan
terhadap hal-hal yang tidak jelas merupakan tanda-tanda kecemasan
pada individu.
 Pendapat ahli lain Havary (1997), berpendapat bahwa kecemasan
merupakan reaksi psikis terhadap kondisi mental individu yang
tertekan.Apabila orang menyadari bahwa hal-hal yang tidak bisa
berjalan dengan baik pada situasi tertentu akan berakhir tidak enak
maka mereka akan cemas. Kondisi-kondisi atau situasi yang menekan
akan memunculkan kecemasan.
Dari uraian di atas diambil suatu kesimpulan bahwa kecemasan adalah
suatu kondisi psikologis individu yang berupa ketegangan,
kegelisahan,kekhawatiran sebagai reaksi terhadap adanya sesuatu yang
bersifat mengancam.dan meningggalkannya.
b. Masa Nenek-nenek
Dengan berhentinya fungsi reprduksi pada seorang wanita itu
bukan berarti keberhentian hidupnya. Jika fungsi keibuan untuk melayani
dan mengabdi pada species manusia itu sudah berhenti. Wanita tersebut
masih bisa melanjutkan fungsi keibuannya dengan jalan mencari
pengalaman-pengalaman individual yang baru. Pada masa ini wanita
cenderung masuk ke masa tua. Serta mengalami perubahan-perubahan
fisik pada usia tua dan mempengaruhi psikologis mereka.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Pertumbuhan dan perkembangan psikologi pada manusia pada umumnya


terbagi ke dalam cakupan-cakupan khusus. Yang biasanya dibagi berdasarkan
umur mulai dari masa bayi, kanak-kanak, anak-anak, remaja, dewasa, sampai
kepada lansia. Dalam makalah ini pembahasan lebih ditekankan pada
perkembangan masa dewasa. Yang didalamnya akan dibahas sub-sub
kategorinya, tugas-tugas perkembangannya, dan perubahan yang minat yang
terjadi. Setiap individu adalah unik dengan bakat dan potensinya masing-
masing. Individu adalah hasil interaksi dari nature dan nurture, menjadi
dengan caranya masing-masing. Lingkungan yang bijak akan mendukung
kemungkinan seseorang untuk menjadi walau tidak mutlak menjamin.
Lansia merupakan fase kemasakan fungsi sekaligus kemunduran pada
manusia. Berbagai macam permaslahan mulai berdatangan terutama dalam
aspek psikologis. Setiap lansia memiliki permasalahan yang berbeda sehingga
penanggulangannya juga berbeda. Perhatian yang lebih dibutuhkan oleh lansia
sebagai motivasi untuk tetap aktif dan memiliki gairah hidup.

B. Saran
Bagi penulis
Bagi penyusun makalah dapat dijadikan sebagai pengalaman dan
perbandingan antara teori yang di dapat dengan kasus nyata yang ada di
lapangan.
DAFTAR PUSTAKA

Davison, G. C., Neale, J. M., Kring A. M. (2014). Psikologi abnormal (9th ed.).
Depok: Kharisma Putra Utama.

Hurlock, E. B. (2002). Psikologi Perkembangan. (5th ed.). Erlanga: Jakarta.


Litfiah (2009). Psikologi abnormal. Semarang: Widya Karya.
Santrock, J. W. (2012). Perkembangan masa hidup. Indonesia: PT Gelora Aksara
Pratama

Sunberk, N. D., Winebarge, A. A., Taplin, J. R. (2007). Psikologi klinis (4th ed.).
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Anda mungkin juga menyukai