Anda di halaman 1dari 18

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK

DENGAN DEMAM THYPOID

Disusun Oleh :

Miftakhul Jannah
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Demam thypoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh
Salmonella thypi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang yang
terutama terletak di daerah tropis dan subtropis. Penyakit ini juga merupakan masalah
kesehatan masyarakat yang penting karena penyebarannya berkaitan erat dengan urbanisasi,
kepadatan penduduk, kesehatan lingkungan, sumber air dan sanitasi yang buruk serta standar
higiene industri pengolahan makanan yang masih rendah (Simanjuntak, C. H, 2009. Demam
Tifoid, Epidemiologi dan Perkembangan Penelitian. Cermin Dunia Kedokteran No. 83.)
Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan jumlah kasus demam tifoid, Diseluruh
dunia mencapai 16-33 juta dengan 500-600 ribu kematian setiap tahunnya. Demam tifoid
merupakan penyakit infeksi menular yang dapat terjadi pada anak maupun dewasa. Anak
merupakan yang paling rentan terkena demam tifoid, walaupun gejala yang dialami anak
lebih ringan dari pada dewasa. Hampir disemua daerah endemik, insiden demam tifoid
banyak terjadi pada anak usia 5-19 tahun (Nugroho, Susilo, 2011. Pengobatan
Demam Tifoid. Yogyakarta: Nuha Medika)
Berdasarkan laporan Ditjen Pelayanan Medis Depkes RI, pada tahun 2008, demam
tifoid menempati urutan kedua dari 10 penyakit terbanyak pasien rawat inap di rumah sakit
di Indonesia dengan jumlah kasus 81.116 dengan proporsi 3,15%, urutan pertama ditempati
oleh diare dengan jumlah kasus 193.856 dengan proporsi 7,52%, urutan ketiga ditempati
oleh DBD dengan jumlah kasus 77.539 dengan proporsi 3,01% (Departemen Kesehatan RI.
2009. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2008. Depkes RI, Jakarta)
Didunia pada tanggal 27 September 2011 sampai dengan 11 Januari 2012 WHO
mencatat sekitar 42.564 orang menderita Typhoid dan 214 orang meninggal. Penyakit ini
biasanya menyerang anak-anak usia pra sekolah maupun sekolah akan tetapi tidak menutup
kemugkinan juga menyerang orang dewasa. Demam Typhoid atau tifus abdominalis banyak
ditemukan dalam kehidupan masyarakat kita, baik di perkotaan maupun di pedesaan.
Penyakit ini sangat erat kaitannya dengan kualitas kebersihan pribadi dan sanitasi
lingkungan seperti lingkungan kumuh, kebersihan tempat-tempat umun yang kurang serta
perilaku masyarakat yang tidak mendukung untuk hidup sehat. Di Indonesia penyakit ini
bersifat endemik. Telaah kasus di rumah sakit besar di Indonesia kasus Demam Typhoid
menunjukan kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun. ( Sudoyo, 2006 ) Kasus tertinggi
Demam typhoid adalah di Kota Semarang yaitu sebesar 4.973 kasus (48,33%) dibanding
dengan jumlah keseluruhan kasus demam typoid di kabupaten atau kota lain di Jawa Tengah.
Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk mengambil kasus Demam typhoid ini
sebagai bahan studi pembuatan laporan kasus.

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan ini adalah agar perawat dapat menerapkan asuhan
keperawatan yang tepat bagi klien demam thypoid.
2. Tujuan Khusus
a) Penulis mampu mendeskripsikan pengkajian data pada klien dengan demam thypoid.
b) Mendeskripsikan diagnosa keperawatan pada klien dengan demam thypoid.
c) Mendeskripsikan intervensi keperawatan pada klien dengan demam thypoid.
d) Mendeskripsikan implementasi pada klien dengan demam thypoid.
e) Mendeskripsikan evaluasi keperawatan pada klien dengan demam thypoid.

BAB II

KONSEP DASAR
A. MEDIS
1. DEFINISI
Demam thypoid adalah merupakan penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai
saluran percenaan dan gangguan kesadaran (Ngastiah, 2005).
Demam typhoid adalah penyakit infeksi yang biasanya mengenai saluran cerna
dengan gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan pada sluran cerna dan ganggun
kesadaran (Mansjoer, 2003:432) Typhus abdominalis adalah infeksi bakteri hebat yang
diawali selaput lender usus jika diobati, secara progresif menyerbu seluruh tubuh
(Tambayong, 2003:143)
Demam typhoid adalah penyakit menular yang bersifat akut,yang ditadai dengan
bakterimia, perubahan pada system retikuloendoteliel yang bersifat difus, pembentukan
mikroabses dan ulserasi nodus peyer di distal ileum. (Soegianto; 2002)
Tifus abdominalis adalah suatu infeksi sistem yang ditandai demam, sakit kepala,
kelesuan, anoreksia, bradikardi relatif, kadang-kadang pembesaran dari
limpa/hati/kedua-duanya. (Samsuridjal D dan heru S, 2003)
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa typhoid abdominalis atau demam
typhoid adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri Salmonella parathypi
A, B, C yang mengenai saluran cerna khususnyadaerah ileum dengan gejala demam
lebih dari 7 hari, penularan terjadi secara fekal oral melalui makanan yang
terkontaminasi dan jika tidak diobati , secara progresif menyerbu jaringan seluruh tubuh.

2. ETIOLOGI
Penyebab dari penyakit thypoid adalah Salmonellla thyposa dan Salmonella
parathypi A, B, C. Kuman salmonella termasuk golongan bakteri berbentuk batang, basil
negative, mempunyai flagel yang memungkinkan kumanini dapat bergerak, tidak
berspora dan mempunyai 3 jenis antigen yaitu Antigen O ( Ag O) yang merupakan
antigen pada bagian soma ( badan ), Antigen H (Ag H) yang merupakan antigen pada
bagaian flagel (alat gerak ) dan Antigen Vi (Ag Vi) yang merupakan antigen bagian
kapsul (pembungkus soma), (Supridjadi, 2004:75).
Kuman salmonella thypi A, B, dan C ini banyak terdapat di kotoran,tinja
manusia dan makanan atau minuman yang terkena kuman yang dibawa oleh lalat.
Sumber utama dari penyakit ini adalah lingkungan yang kotor dan tidak sehat. Tidak
seperti virus yang dapat beterbangan di udara, bakteri ini hidup di sanitasi yang buruk
seperti lingkungan kumuh, makanan dan minuman yang tidak higienis “kuman ini masuk
ke dalam tubuh manusia melalui mulut, lalu menyerang tubuh, terutama saluran cerna”.
3. TANDA GEJALA/ GEJALA KLINIS
Masa tunas kuman Salmonella thypi adalah 7-14 hari (rata-rata 3-30 hari), selama
masa inkubasi ditemukan gejala prodo normal berupa rasa tidak enak badan.biasanya
menurun pada pagi hari dan meningkat pada malam hari,dalam minggu kedua pasien
terus dalam keadaan demam,yang turun secara berangsur-angsur pada minggu ketiga.
Pada pasien dengan thypoid juga terdapat atau muncul tanda lidah kotor yang ditutupi
selaput kecoklatan kotor, ujung dan tepi kemerahan jarang disertai tremor, hati dan limpa
membesar yang nyeri pada perabaan,biasanya timbul konstipasai maupun diare
(Mansjoer, 2003:432-433).
Selain tanda /keluhan yang sering terjadi pada penderita thypoid yaitu: demam
yang meningkat sementara penderita merasa dingin, nyeri kepala/pusing, nyeri otot,
anoreksia, mual, muntah,obstipasi, perasaan tidak enak di perut/nyeri, lidah kotor, batuk,
badan terasa lemah (FKUI, 2002:436).Komplikasi yang dapat terjadi antara lain:
perforasi usus, perdarahan , toksmia, dan kematian (Ranuh dan dkk.2005)

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Leukosit
Pada kebanyakan kasus demam thypoid, jumlah leukosit pada sedian darah tepi
berada dalam batas normal, kadang-kadang terdapat leukositas walaupun tidak ada
komplikasi atau infeksi sekunder, oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit
berguna untuk diagnosis demam thypoid.

b. Pemeriksaan SGOT dan SGPT


SGOT dan SGPT sering meningkat tetapi kembali normal setelah sembuhnya
demam, kenaikan SGOT dan SGPT tidak memerlukan pembatasan pengobatan.
c. Biakan darah
Biakan darah positif memastikan demam thyoid, tetapi biakan darah negative tidak
menyingkirkan demam thypoid.
d. Uji widal
Uji widal adalah suatu reaksi antigen dan antibody/agglutinin. Aglutinin yang
spesifik terhadap Salmonella terdapat dalam serum pasien demam thypoid, juga pada
orang yang pernah tertular Salmonella. Antigen yang digunakan pada uji widal
adalah suspense Salmonella yang sudah dimatikan dan telah diolah di
laboratorium.Maksud uji widal ini adalah untuk menentukan adanya agglutinin
dalam serum pasien yang disangka menderita demam thypoid. Pada keadaan normal
uji widal negative (FKUI, 2002:436-437).

5. PATOFISIOLOGI
Makanan dan minuman yang terkontaminasi Salmonella thyposa dan Salmonella
prathypi A, B, C masuk lambung dan di dalam lambung kuman tersebut ada yang mati
dan ada yang hidup, dengan adanya kuman–kuman tersebut lambung mengadakan
pertahanan dengan peningkatan pengeluaran asam lambung sehingga menyebabkan mual
muntah. Kuman yang masih hidup masuk usus halus kemudian menuju lamina propia/
saluran limpa dan bisa menyebabkan splenomegali, dari saluran limfe kuman masuk
aliran darah melalui ductus thoracocicus dan masuk lagi ke sirkulasi portal yang bisa
menyebabkan hepatomegali, dari hati kuman bisa masuk ke kandung empedu yang bisa
menyebabkan koleosistisis Di sirkulasi darah, kuman mengeluarkan endotoksin yang
merangsang pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada daerah yang meradang sehingga
terjadi inflamasi usus. Dengan aadanya peradangan maka akan meningkatkan/
merangasng peristaltik sehingga menyebabkan diare, dan juga akan menimbulkan nyeri
pada daerah epigastrik, peradangan tersebut merangsang hipotalamus yang disebabkan
adanya sintesis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit yang meningkatkan set poin
temperature dan menyebabkan hipertermi (Supridjadi, 2004:75-76 dan FKUI, 2002:436).
6. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan demam thypoid menurut (Hasan R, Alatas 2002) yaitu :
a. Perawatan
Penderita thypoid perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi, observasi dan pengobatan.
Penderita harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari. Besar demam / kurang lebih
selama 14 hari. Maksud tirah baring adalah untuk mencegah komplikasi perdarahan/
perforasi usus. Penderita dengan kesadaran menurun, posisi tubuhnya harus diubah-ubah
pada waktu tertentu untuk menghindari komplikasi pneumonia hipostaltik dan
dekubitus.
b. Diit
Makanan harus mengandung cukup cairan, kalori, dan tinggi protein, tidak boleh
mengandung banyak serat, tidak merangsang maupun menimbulkan banyak gas,
makanan yang banyak menkonsumsi vitamin c dan b kompleks. Pada penderita yang
akut diberi bubur saring setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu
nasi tim dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari
demam selama 7 hari.
c. Pengobatan
Obat –obat anti mikroba yang sering dipergunakan ialah:
1) Kloramfenikol
Belum ada obat anti mikroba yang dapat menurunkan demam lebih cepat
dibandingkan dengan kloramfenikol. Dosis untuk orang dewasa 4x.500 mg sehari
oral atau intravena sampai 7 hari bebas demam. Dengan penggunan kloramfenikol,
demam pada demam tifoid turun rata-rata setelah 5 hari.
2) Tiamfenikol
Dosis dan efektivitas tiamfenikol pada demam thypid sama dengan kloramfenikol
komplikasi pada hematologis pada penggunan tiamfenikol lebih jarang dari pada
kloramfenikol. Dengan tiamfemikol demam pada demam tifoid turun setelah rata-
rata 5-6 hari.
3) Ko-trimoksazol (kombinasi dan sulfamitoksasol)
Dosis itu orang dewasa, 2 kali 2 tablet sehari, digunakan sampai 7 hari bebas demam
(1 tablet mengandung 80 mg trimitropin dan 400 mg sulfametoksazol). Dengan
kontrimoksazol demam pada demam tifoid turun rata-rata setelah 5-6 hari.
4) Ampicillin dan Amoksilin
Indikasi mutlak pengunaannya adalah pasien demam thypid dengan leokopenia.
Dosis yang dianjurkan berkisar antara 75-150 mg/kg berat badan sehari,
digunakan sampai 7 hari bebas demam. Dengan ampicillin dan amoksisilin
demam pada demam tifoid turun rata-rata setelah 7-9 hari.
5) Sefalosforin generasi ketiga
Beberapa uji klinis menunjukan sefalosporin generasi ketiga amtara lain
sefiperazon, seftriakson dan cefotaksim efektif untuk demam thypoid, tatapi dan
lama pemberian yang oktimal belum diketahui dengan pasti.
6) Fluorokinolon
Fluorokinolon efektif untuk untuk demam thypoid, tetapi dosis dan lama
pemberian yang optimal belum diketahui dengan pasti.

Obat-obat Simtomatik:
1) Antipiretika
Antipiretika tidak perlu diberikan secara rutin pada setiap pasien demam thypoid,
karena tidak dapat berguna.
2) Kortikosteroid
Pasien yang toksik dapat diberikan kortikosteroid oral atau parenteral dalam dosis
yang menurun secara bertahap (Tapering off) selama 5 hari. Hasilnya biasanya
sangat memuaskan, kesadaran pasien menjadi jernih dan suhu badan cepat turun
sampai normal. Akan tetapi kortikosteroid tidak boleh diberikan tanpa indikasi,
karena dapat menyebabkan perdarahan intestinal dan relaps.

B. KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Pengkajian adalah langkah awal dalam proses keperawatan yang meliputi aspek bio,
psiko, sosial dan spiritual secara komprehensif. Adapun yang perlu dikali adalah:
a. Identitas pasien, meliputi nama, jenis kelamin, umur, agama, alamat rumah
b. Keluhan utama : Pada pasien Thypoid biasanya mengeluh perut merasa mual dan
kembung, nafsu makan menurun, panas dan demam.
c. Riwayat kesehatan keluarga : apakah ada keluarga lain yang menderita thypoid
d. Riwayat kesehatan lingkungan : apakah lingkungan tempat tinggal pasien dekat
dengan lingkungan yang mengandung asap, debu, apakah lingkungan tempat tinggal
pasien dekat dengan pembuangan sampah
e. Psikologis : kaji apakah penyakit ini berdampak pada psikologis pasien
f. Pemenuhan kebutuhan dasar
1) Pola nutrisi: Apakah nafsu makan berkurang? makan apa yang tidak disukai
pasien? Apakah ada makanan dipantang?
2) Pola tidur: Apakah ada keluhan saat tidur? Berapa lama tidur? Apakah ada
kebiasaan sebelum tidur?
3) Pola eliminasi: Apakah menggunakan pencahar? Adakah kesulitan saat
eliminasi?
g. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan Umum
Biasanya pada pasien thypoid mengalami badan lemah, panas, pucat, mual, perut
tidak enak, anorexia.
2) TTV : peningkatan suhu,perubahan nadi, respirasi
3) Kepala dan leher
Biasanya pada pasien thypoid yang ditemukan adanya konjungtiva anemia, mata
cowong, bibir kering, lidah kotor ditepi dan ditengah merah.
4) Mata
Kebersihan mata cukup, bentuk mata simetris kiri dan kanan, sclera tidak ikterik
konjungtiva kemerahan / tidak anemis.Reflek pupil terhadap cahaya baik.
5) Telinga
Kebersihan telinga bersih, bentuk tidak ada kelainan, tidak terdapat peradangan.
6) Hidung
Kebersihan hidung cukup, bentuk tidak ada kelainan, tidak terdapat tanda-tanda
peradangan pada mocusa hidung.Tidak terlihat pernafasan cuping hidung taka
ada epistaksis.
7) Mulut dan gigi
Kebersihan mulut kurang dijaga, lidah tampak kotor, kemerahan, mukosa
mulut/bibir kemerahan dan tampak kering.
8) Leher
Kebersihan leher cukup, pergerakan leher tidak ada gangguan.
9) Dada dan abdomen
Didaerah abdomen ditemukan nyeri tekan.
10) Sistem integument
Kulit bersih,turgor kulit menurun, pucat, berkeringat banyak.
h. Pemeriksaan penunjang, pada pemeriksaan penunjang yang dilakukan seperti
laboratorium (darah, feses, urin).

2. MASALAH/ DIAGNOSA KEPERAWATAN BERDASARKAN PATOFLOW


TEORI
a. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual muntah, nafsu
makan menurun.
b. Defisit volume cairan berhubungan dengan output yang berlebihan.
c. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan nyeri tekan (peradangan pada
usus).
d. Gangguan eliminasi BAB : konstipasi berhubungan dengan penurunan absorpsi
dinding usus.
e. Gangguan eliminasi BAB : diare berhubungan dengan absorbsi dinding usus
sekunder, infeksi salmonella thyposa.
f. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses peradangan pada usus halus.
g. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik.

3. RENCANA TINDAKAN DAN RASIONAL


a. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual muntah, nafsu
makan menurun.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 3x24 jam pemenuhan kebutuhan nutrisi pasien
terpenuhi.
Kriteria Hasil : BB stabil / peningkatan BB, tidak ada tanda malnutrisi, nafsu makan
meningkat.
Intervensi :
1) Kaji nutrisi pasien
Rasonal: mengetahui langkah pemenuhan nutrisi.
2) Timbang berat badan tiap hari.
Rasional : Memberikan informasi tentang kebutuhan diet/ keefektifan therapi.
3) Dorong tirah baring / pembatasan aktivitas selama fase sakit akut.
Rasional : Menurunkan kebutuhan metabolik untuk mencegah penurunan kalori
dan simpanan energi.
4) Anjurkan klien istirahat sebelum makan.
Rasional : Menenangkan peristaltik dan meningkatkan energi untuk makan.
5) Sediakan makanan dalam ventilasi yang baik, lingkungan menyenangkan, dengan
situasi tidak terburu-buru.
Rasional : Lingkungan yang menyenangkan menurunkan stress dan lebih
kondusif untuk makan.
6) Beri makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering.
Rasional : Untuk menghindari mual dan muntah
7) Melibatkan keluarga untuk membantu pasien melakukan oral hygiene dan
anjurkan klien menggosok gigi setiap hari
Rasional : Dapat mengurangi kepahitan selera dan menambah rasa nyaman di
mulut
8) Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang manfaat makanan/nutrisi.
Rasional: Untuk meningkatkan pengetahuan klien tentang nutrisi sehingga
motivasi makan meningkat.
9) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antasida dan pemberian nutrisi
parenteral
Rasional: Antasida mengurangi rasa mual dan muntah. Nutrisi
parenteral dibutuhkan terutama jika kebutuhan nutrisi per oral sangat kurang.
b. Defisit volume cairan berhubungan dengan output yang berlebihan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam kebutuhan cairan terpenuhi.
Kriteria Hasil : Mempertahankan volume cairan adekuat.
Intervensi :
1) Kaji tanda-tanda vital
Rasional : Hipotensi, takikardi, demam, dapat menunjukkan respon terhadap efek
kehilangan cairan.
2) Observasi kulit kering berlebihan dan membran mukosa, penurunan turgor kulit.
Rasional : Dapat mengetahui kehilangan cairan berlebihan atau dehidrasi.
3) Observasi perdarahan dan tes feses tiap hari untuk adanya darah samar.
Rasional : Diet tak adekuat dan penurunan absorbsi dapat memasukan defisiensi
vitamin K dan merusak koagulasi, potensial resiko perdarahan.
4) Pertahankan pembatasan per oral, tirah baring, hindari kerja / batasi aktifitas.
Rasional : Kolon diistirahatkan untuk penyembuhan dan untuk menurunkan
kehilangan cairan usus.
5) Pantau pemasukan dan pengeluaran cairan
Rasional: Untuk mengetahui keseimbangan cairan.
6) Anjurkan pasien utuk minum 2.5 liter/24 jam
Rasional: Untuk pemenuhan kebutuhan cairan
7) Melibatkan keluarga untuk memotivasi dan memberikan pasien banyak minum
Rasional: untuk membantu pemenuhan kebutuhan cairan pada pasien
8) Berikan penjelasan tentang pentingnya kebutuhan cairan pada pasien dan
keluarga.
Rasional: untuk mempermudah pemberian cairan (minum) pada pasien.
9) Kolaborasi dengan dokter untuk terapi cairan (oral / parenteral)
Rasional: untuk pemenuhan kebutuhan cairan yang tidak terpenuhi (secara
parenteral)
c. Gangguan rasa nyaman, nyeri berhubungan dengan nyeri tekan (peradangan pada usus).
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri hilang / berkurang.
Kriteria Hasil : Klien hilang / berkurang. Klien tampak rileks.
Intervensi :
1) Kaji tingkat nyeri klien, Kaji laporan kram abdomen / nyeri, catat lokasi,
lamanya intensitas (skala 0-10). Selidiki dan laporkan perubahan karakteristik
nyeri.
Rasional : Mengetahui karakteristik nyeri dan sebagai indikator dalam intervensi
selanjutnya. Nyeri selama defekasi seiring terjadi pada klien dengan tiba-tiba
dimana dapat berat dan tidak dimana dapat berat dan terus menerus. Perubahan
pada karakteristik nyeri dapat menunjukkan penyebaran penyakit / terjadi
komplikasi.
2) Observasi TTV klien
Rasional : Nyeri adalah rangsangan sensori yang dapat mempengaruhi TTV
terutama nadi dan suhu tubuh
3) Anjurkan tekhnik relaksasi napas dalam
Rasional : Dapat mengurangi nyeri secara non farmakologi
4) Berikan posisi yang nyaman sesuai keinginan klien.serta anjurkan klien istirahat /
tidur yang cukup.
Rasional : Posisi yang nyaman akan membuat klien lebih rileks sehingga
merelaksasikan otot-otot. Kelelahan karena penyakit cenderung menjadi masalah
berarti, mempengaruhi kemampuan mengatasinya.
5) Melibatkan keluarga dalam memotivasi pasien untuk melakukan tehnik
penanganan nyeri saat nyeri muncul.
Rasional : meningkatkan relaksasi dan meningkatkan kemampuan koping.
6) Jelaskan tentang pentingnya tehnik relaksasi misalnya nafas dalam, visualisasi,
aktivitas hiburan yang tepat
Rasional: meningkatkan pengetahuan pada pasien dan keluarga, sehingga dapat
mengatasi nyeri saat nyeri muncul
7) Berikan obat analgetik sesuai indikasi.
Rasional : Dapat mengurangi nyeri secara farmakologi
d. Gangguan eliminasi BAB : konstipasi berhubungan dengan penurunan absorpsi dinding
usus.
Tujuan : Selama dalam perawatan kebutuhan eliminasi terpenuhi.
Kriteria Hasil : Tidak terjadi gangguan pada eliminasi, BAB kembali normal.
Intervensi :
1) Kaji pola BAB pasien.
Rasional : Untuk mengetahui pola BAB pasien.
2) Pantau dan catat BAB setiap hari.
Rasional : Mengetahui konsistensi dari feses dan perkembangan pola BAB pasien.
3) Pertahankan intake cairan 2-3 liter / hari.
Rasional : Memenuhi kebutuhan cairan dan membantu memperbaiki konsistensi
feses.
4) Melibatkan keluarga untuk memberikan dan memotivasi pasien untuk memberikan
pasien banyak minum
Rasional : Membantu dalam pemantauan kebutuhan cairan pada pasien sehingga
membantu memperbaiki konsistensi feses.
5) Berikan pendidikan kesehatan tentang pentingnya cairan dalam proses eliminasi.
Rasional : meningkatkan pengetahuan pada keluarga dan pasien.
6) Kolaborasi dengan ahli gizi pemberian diet tinggi serat tapi rendah lemak.
Rasional : Serat menahan enzim pencernaan dan mengabsorbsi air dalam alirannya
sepanjang traktus intestinal.
7) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat pencahar.
Rasional : Obat itu untuk melunakkan feses yang keras sehingga pasien dapat
defekasi dengan mudah.
e. Gangguan eliminasi BAB : diare berhubungan dengan absorbsi dinding usus sekunder,
infeksi salmonella thyposa.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam klien tidak
mengalami diare, BAB normal.
Kriteria Hasil : BAB normal 1-2x/hari, konsistensi berbentuk, perut tidak mulas.
Intervensi :
1) Kaji frekuensi, bau, warna feses.
Rasional : Untuk mengetahui adakah perdarahan.
2) Observasi tanda dehidrasi.
Rasional : Untuk mengetahui tanda dehidrasi.
3) Observasi peristaltik usus.
Rasional : Untuk mengetahui perubahan peristaltik usus.
4) Observasi / monitor intake output cairan.
Rasional : Untuk mengetahui balance cairan.
5) Berikan klien untuk banyak minum.
Rasional : Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang melalui diare.
6) Melibatkan keluarga untuk memotivasi pasien untuk banyak minum
Rasional : Meningkatkan peran keluarga dalam membantu pasien untuk mengganti
cairan tubuh yang hilang melalui diare.
7) Jelaskan cara pembuatan larutan oralit atau larutan gula garam.
Rasional : Dapat mengurangi masalah diare
8) Hindarkan pemberian makanan / minuman yang dapat menimbulkan diare.
Rasional : Mengurangi resiko diare.
f. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses peradangan pada usus halus.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan suhu tubuh normal.
Kriteria Hasil : Suhu tubuh normal (36-37 oC).
Intervensi :
1) Kaji peningkatan suhu.
Rasional : Suhu 38,9 menunjukkan proses penyakit infeksi akut.
2) Kaji pengetahuan pasien tentang hipertermi
Rasional : Pemahaman tentang hipertermi membantu memudahkan tindakan.
3) Anjurkan klien menggunakan pakaian tipis dan menyerap keringat
Rasional : untuk menjaga agar klien merasa nyaman, pakaian tipis akan
membantu mengurangi penguapan tubuh.
4) Berikan kompres air hangat, hindari penggunaan air es.
Rasional : Membantu mengurangi demam (penggunaan air es menyebabkan
peningkatan suhu secara actual).
5) Libatkan keluarga dalam penanganan demam pada anak, dengan melakukan
kompres air hangat.
Rasional : meningkatkan peran keluarga serta membantu pasien dalam
penanganan demam
6) Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang penigkatan suhu tubuh.
Rasional : agar klien dan keluarga mengetahui sebab dari peningkatan suhu dan
membantu mengurangi kecemasan yang timbul
7) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi antibiotik dan antipiretik
Rasional : antibiotik untuk mengurangi infeksi dan antipiretik untuk mengurangi
panas.
g. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan aktifitas seharihari kembali
normaldan mengharapkan penurunan rasa letih.
Kriteria Hasil : Klien melaporkan kemampuan untuk melakukan aktifitas sehari-hari
dan mengharapkan penurunan rasa letih.
Intervensi :
1) Kaji derajat kelemahan, perhatikan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam
aktivitas sehari-hari.
Rasional : Untuk mengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan
aktivitas.
2) Berikan lingkungan tenang dan periode istirahat tanpa gangguan, dorong istirahat
sebelum makan.
Rasional : Menghemat energi untuk istirahat dan regenerasi seluler /
penyambungan jaringan.
3) Dekatkan alat yang dibutuhkan klien dalam tempat yang mudah dijangkau.
Rasional : Untuk menghemat energi klien.
4) Berikan latihan mobilisasi secara bertahap sesudah demam hilang.
Rasional : Untuk menghindari kekakuan sendi dan mencegah adanya dekubitus.
5) Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan pasien
Rasional : mencukupi kebutuhan pasien
6) Libatkan keluraga dalam memberi motivasi pada pasien untuk melakukan
mobilisasi sebatas kemampuan (misalnya miring kanan, miring kiri).
Rasional : membantu pasien dalam mobilisasi saat bedrest.
7) Jelaskan tentang pentingnya teknik penghemat energi, misal lebih baik duduk
daripada berdiri, penggunaan kursi untuk mandi, dsb.
Rasional : Memaksimalkan sediaan energi untuk tugas perawatan diri.
8) Kolaborasi/ melanjutkan pemberian obat, nama, dosis, waktu, cara, rute
Rasional : mempercepat penyembuhan

BAB III

LAPORAN KASUS
BAB IV

PEMBAHASAN
BAB V

PENUTUP

Anda mungkin juga menyukai