Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

CA NASOFARING

A. DEFINISI
Kanker nasofaring adalah kanker yang berasal dari sel epitel nasofaring di rongga
belakang hidung dan belakang langit-langit rongga mulut yang tumbuh dari jaringan epitel
yang meliputi jaringan limfoit dengan predileksi di fosa rossenmuller pada nasofaring yang
merupakan daerah transisional dimana epitel kuboid berubah menjadi skuamusa dan atap
nasofaring.
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang tumbuh di daerah nasofaring dengan
predileksi di fossa Rossenmuller dan atap nasofaring. Karsinoma nasofaring merupakan
tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak ditemukan di Indonesia.

B. ANATOMI FISIOLOGI

Nasofaring merupakan suatu ruangan yang berbentuk mirip kubus yang terletak di
belakang rongga hidung diatas tepi bebas palatum molle yang berhubungan dengan rongga
hidung dan ruang telinga melalui koana dan tuba eustasius. Atap nasofaring terbentuk dari
dasar tengkorak dan tempat keluar dan masuknya syaraf otak dan pembuluh darah.
Nasofaring diperadarahi oleh cabang arteri karotis eksterna, yaitu faringeal ascenden dan
descenden serta cabang faringeal arteri sfeno palatine. Darah vena dari pembuluh darah
balikfaring pada permukaanluar dinding muskulermenuju pleksus pterigoid dan vena
jugularis interna. Daerah nasofaring dipersyarafi oleh syaraf sensoris yang terdiri darinervus
glossofaringeus (N.IX) dan cabang maksila dari syaraf trigeminus (N.V2) yang menuju ke
anterior nasofaring.

C. ETIOLOGI
Terjadinya KNF mungkin multifaktorial, proses karsinogenesisnya mungkin mencakup
banyak tahap. Faktor yang mungkin terkait dengan timbulnya KNF adalah:
1. Kerentanan Genetik
Walaupun karsinoma nasofaring tidak termasuk tumor genetik, tetapi kerentanan
terhadap karsinoma nasofaring pada kelompok masyarakat tertentu relatif lebih menonjol
dan memiliki agregasi familial. Analisis korelasi menunjukkan gen HLA (human
leukocyte antigen) dan gen pengkode enzim sitokrom p4502E (CYP2E1) kemungkinan
adalah gen kerentanan terhadap karsinoma nasofaring, mereka berkaitan dengan
sebagian besar karsinoma nasofaring.
2. Infeksi Virus Eipstein-Barr
Banyak perhatian ditujukan kepada hubungan langsung antara karsinoma nasofaring
dengan ambang titer antibody virus Epstein-Barr (EBV). Serum pasien-pasien orang
Asia dan Afrika dengan karsinoma nasofaring primer maupun sekunder telah dibuktikan
mengandung antibody Ig G terhadap antigen kapsid virus (VCA) EB dan seringkali pula
terhadap antigen dini (EA); dan antibody Ig A terhadap VCA (VCA-Ig A), sering dengan
titer yang tinggi. Hubungan ini juga terdapat pada pasien di Amerika yang mendapat
karsinoma nasofaring aktif. Bentuk-bentuk anti-EBV ini berhubungan dengan karsinoma
nasofaring tidak berdifrensiasi (undifferentiated) dan karsinoma nasofaring non-
keratinisasi (non-keratinizing) yang aktif (dengan mikroskop cahaya) tetapi biasanya
tidak berhubung dengan tumor sel skuamosa atau elemen limfoid dalam limfoepitelioma.
3. Faktor Lingkungan
Penelitian akhir-akhir ini menemukan zat-zat berikut berkaitan dengan timbulnya
karsinoma nasofaring yaitu golongan Nitrosamin, diantaranya dimetilnitrosamin dan
dietilnitrosamin, Hidrokarbon aromatic dan unsur Renik, diantaranya nikel sulfat Selain
itu, kebiasaan mengonsumsi makanan yang diawetkan (daging dan ikan) terutama pada
musim dingin menyebabkan tingginya kejadian karsinoma nasofaring.
4. Iritasi menahun : nasofaringitis kronis disertai rangsangan oleh asap, alkohol dll.
5. Hormonal : adanya estrogen yang tinggi dalam tubuh.
Mediator yang berpengaruh untuk timbulnya Ca Nasofaring :
a. Ikan asin, makanan yang diawetkan dan nitrosamine.
b. Keadaan social ekonomi yang rendah, lingkungan dan kebiasaan hidup.
c. Sering kontak dengan Zat karsinogen ( benzopyrenen, benzoantrance, gas kimia,
asap industri, asap kayu, beberapa ekstrak tumbuhan).
d. Ras dan keturunan (Malaysia, Indonesia)
e. Radang kronis nasofaring
f. Profil HLA

D. KLASIFIKASI
1. Menurut bentuk dan cara tumbuh
a. ulseratif
b. Eksofilik : Tumbuh keluar seperti polip
c. Endofilik : Tumbuh dibawah mukosa, agar sedikit lebih tinggi dari jaringan sekitar
(creeping tumor)
2. Klasifikasi Histopatologi menurut WHO (1982)
a. Tipe WHO 1
1) Karsinoma sel skuamosa
2) Deferensiasi baik sampai sedang
3) Sering eksofilik (tumbuh dipermukaan)
b. Tipe WHO 2
1) Karsinoma non keratinisasi
2) Paling banyak pariasinya
3) Menyerupai transisional
4) Karsinoma
c. Tipe WHO 3
1) Karsinoma tanpa deferensiasi
2) Seperti antara lain limfoepitelioma. karsinoma anaplastik,”Clear Cell
Carsinoma”, varian sel spindle
3) Lebih radiosensitive, prognosis lebih baik
d. Penentuan stadium
TUMOR SIZE (T)
T Tumor primer
T0 Tidak tampak tumor
T1 Tumor terbatas pada satu lokasi saja
T2 Tumor terdapat pada dua lokalisasi atau lebih tetapi masih terbatas pada
rongga nasofaring
T3 Tumor lebih keluar dari rongga nasofaring
T4 Tumor telah keluar dari nasofaring dan telah merusak tulang tengkorak atau
saraf-saraf otak
Tx Tumor tidak jelas besarnya karena pemeriksaan tidak lengkap
REGIONAL LIMFE NODES (N)
N0 Tidak ada pembesaran
N1 Terdapat pembesaran tapi homolateral dan masih bisa digerakkan
N2 Terdapat pembesaran kontralateral/ bilateral dan masih dapat digerakkan
N3 Terdapat pembesaran, baik homolateral, kontralateral maupun bilateral,
yang sudah melekat pada jaringan
METASTASE JAUH (M)
M0 Tidak ada metastase jauh
M1 Metastase jauh

1) Stadium I : T1 N0 dan M0
sel-sel kanker masih beada dalam batas nasopaing, biasanya bisa disebut dengan
nasopharynx in situ
2) Stadium II : T2 N0 dan M0
sel kanker sudah menyebar pada lebih dari nasopharing ke rongga hidung. atau
dapat pula menyebar di kelenjar getah bening pada salah satu sisi leher
3) Stadium III : T1/T2/T3 dan N1 dan M0 atau T3 dan N0 dan M0
kanker ini sudah menyerang pada kelenjar getah bening di semua sisi leher
4) Stadium IV : T4 dan N0/N1 dan M0 atau T1/T2/T3/T4 dan N2/N3 dan M0 atau
T1/T2/T3/T4 dan N0/N1/N2/N3/N4 dan M1
kanker ini sudah menyebar di syaraf dan tulang sekitar wajah.

E. PATOFISIOLOGI
Keganasan pada umumnya dapat terjadi melalui dua mekanisme yaitu, pertama
pemendekan waktu siklus sel sehingga akan menghasilkan lebih banyak sel yang diproduksi
dalam satuan waktu. Kedua, penurunan jumlah kematian sel akibat gangguan pada proses
apoptosis. Gangguan pada berbagai protoonkogen dan gen penekan tumor (TSGs) yang
menghambat penghentian proses siklus sel.
Pada keadaan fisiologis proses pertumbuhan, pembelahan, dan diferensiasi sel diatur oleh
gen yang disebut protoonkogen yang dapat berubah menjadi onkogen bila mengalami
mutasi. Onkogen dapat menyebabkan kanker karena memicu pertumbuhan dan pembelahan
sel secara patologis.

F. MANIFESTASI KLINIS
Gejala dan tanda yang sering ditemukan pada penderita kanker nasofaring, antaralain:
a) Gelaja telinga
 Sumbatan pada tuba eustachius atau kataralis
Pasien sering mengeluh rasa penuh ditelinga, rasa kadang-kadang berdengung
disertai dengan gangguan pendengaran. Gejala ini merupakan gejala awal.
 Radang telinga tengah sampai perforasi membrane timpani
Keadaan ini merupakan kelainan lanjutan yang terjadi akibat penyumbatan
muara tuba dimana rongga telinga maka terisi cairan yang semakin lama
makin banyak, sehingga dapat menyebabkan perforasi gendang telinga dengan
akibat gangguan pendengaran.
b) Gejala hidung
 Epiktasis
Dinding tumor biasanya rapuh sehingga oleh rangsangan dan sentuhan dapat
terjadi perdarahan hidung yang ditunjukan dengan keluarnya darah secara
berulang-ulang dengan jumlah yang sedikit dan kadang-kadang bercampur
dengan ingus, sehingga berwarna kemerahan
 Sumbatan hidung
Sumbatan hidung yang menetap terjadi akibat pertumbuhan tumor ke dalam
rongga hidung dan menutupi koana.gejala menyerupai pilek kronis,kadang-
kadang disertai dengan ganggguan penciuman dan ingus kental.
c) Gejala lanjutan
 Pemberasaran kelenjar limfe leher
Sel-sel kanker dapat berkembang terus, menembus kelenjar dan mengenai otot
dibawahnya. Kelenjar yang terus melekat pada otot dan sulit untuk digerakan.
Gejala ini dapat menjadi gejala yag lebih lanjut.
 Gejala akibat perluasan tumor ke jaringan sekitar
Dikarenakan nasofaring berhubunga dengan rongga terngkorak melalui
beberapa lubang, maka gangguan syaraf dapat juga terganggu. Jika tumor
menjalar melalui foramen laserum akan memgenai syaraf otak ke III,IV,VI
dan dapat mengenai syaraf tak ke V, sehingga dapat terjadi penglihatan ganda
(diplopia). Proses karsinima lebih lanjut akan mengenai syaraf otak IX,X,XI
jika menjalar melalui foramen jugular dan menyebabkan syndrome
Jackson.bila sudah mengenai seluruh syaraf otak disebut sindrom unilateral
dapat juga disertai dengan destruksi tulang tengkorak. Jika keadaannya seperti
itu menjadikan prognosis menjadi buruk.
 Gejala akibat metastasis
Sel-sel kanker dapat ikut bersama aliran darah dan mengenai bagian organ
tubuh yang jauh dari nasofaring.Organ yang paling seting terkena adalah
tulang, hati dan paru.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Nasofaringoskopi
2. Rinoskopi posterior dengan atau tanpa kateter
3. Biopsi multiple
4. Radiologi : Thoraks PA, Foto tengkorak, Tomografi, CT Scan, Bone scantigraphy (bila
dicuragai metastase tulang)
5. Pemeriksaan Neuro-oftalmologi : untuk mengetahui perluasan tumor kejaringan sekitar
yang menyebabkan penekanan atau infiltrasi kesaraf otak, manifestasi tergantung dari
saraf yang dikena.
H. PENATALAKSANAAN
Radioterapi masih merupakan pengobatan utama dan ditekankan pada penggunaan
megavoltage. Pengobatan tambahan yang diberikan dapat berupa diseksi leher, pemberian
tetrasiklin, faktor transfer, interferon, kemoterapi, seroterapi, vaksin dan anti virus. Semua
pengobatan tambahan ini masih dalam pengembangan, sedangkan kemoterapi masih tetap
terbaik sebagai terapi adjuvant (tambahan).
Pengobatan pembedahan diseksi leher radikal dilakukan terhadap benjolan di leher yang
tidak menghilang pada penyinaran (residu) atau timbul kembali setelah penyinaran selesai,
tetapi dengan syarat tumor induknya sudah hilang yang dibuktikan dengan pemeriksaan
radiologi dan serologi. Operasi sisa tumor induk (residu) atau kambuh (residif)
diindikasikan, tetapi sering timbul komplikasi yang berat akibat operasi.
Perawatan paliatif harus diberikan pada pasien dengan pengobatan radiasi. Mulut rasa
kering disebakan oleh keusakan kelenjar liur mayor maupun minor sewaktu penyinaran.
Tidak banyak yang dilakukan selain menasihatkan pasien untuk makan dengan banyak
kuah, membawa minuman kemanapun pergi dan mencoba memakan dan mengunyah bahan
yang rasa asam sehingga merangsang keluarnya air liur. Gangguan lain adalah mukositis
rongga mulut karena jamur, rasa kaku di daerah leher karena fibrosis jaringan akibat
penyinaran, sakit kepala, kehilangan nafsu makan dan kadang-kadang muntah atau rasa
mual.
PATHWAY
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
CA NASOFARING

I. PENGKAJIAN
1. Identitas klien
Nama, umur, jenis kelamin, agama, alamat, pendidikan, pekerjaan, tgl MRS, diagnosa
medis, suku bangsa, status perkawinan. Biasanya ca nasofaring meningkat setelah
umur 30 tahun, puncaknya pada umur 40-59 tahun dan menurun setelahnya. bagi
orang yang tempat kerjaannya sering kontak dengan zat karsinogen dan penghasilan
kurang sehingga kebutuhan sosial ekonomi rendah maka akan menyebabkan dan
memperparah penyakit ini
2. Keluhan utama
Biasanya didapatkan adanya keluhan suara agak serak, kemampuan menelan terjadi
penurunan dan terasa sakit waktu menelan dan terdapat kekakuan dalam menelan.
3. Upaya yang telah dilakukan
Tindakan apa saja yang sudah dilakukan oleh klien untuk mengatasi keluhan yang
dirasakan.
4. Terapi / operasi yang pernah dilakukan
Menanyakan kepada klien apakah pernah operasi atau terapai. Jika iya, terapi / operasi
apa yang dilakukan.
5. Riwayat kesehatan
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Merupakan informasi sejak timbulnya keluhan sampai klien dirawat di RS.
Menggambarkan keluhan utama klien, kaji tentang proses perjalanan penyakit
sampai timbulnya keluhan, faktor apa saja memperberat dan meringankan keluhan
dan bagaimana cara klien menggambarkan apa yang dirasakan, daerah terasanya
keluhan, semua dijabarkan dalam bentuk PQRST.
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Observasi tentang penyakit yang pernah dialami klien sebelumnya yang ada
hubungannya dengan penyakit keturunan dan kebiasaan atau gaya hidup, misalnya
pada penderita Ca tonsil adanya kebiasaan merokok, minum alkohol, terpapar zat-
zat kimia, riwayat stomatitis yang lama, oral hygiene yang jelek, dan yang lainnya.
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Observasi apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama
dengan klien atau adanya penyakit keturunan yang berhubungan dengan Ca
Nasofaring
6. Pola – pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Pada klien ca nasofaring terjadi perubahan persepsi dan tata laksana hidup sehat
karena kurangnya pengetahuan tentang dampak sehingga menimbulkan presepsi
yang negatif terhadap dirinya dan kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur
pengobatan dan perawatan yang lama, oleh karena itu perlu adanya penjelasan
yang benar dan mudah dimengerti pasien.
b. Pola nutrisi dan metabolisme
Akibat adanya pembekakan pada saluran pernafasan atas shingga menimbulkan
keluahan nyeri pada leher, susah menelan, berat badan menurun dan lemas.
Keadaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan
metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan penderita.
c. Pola eliminasi
Akibat kurangnya konsumsi air putih menyebabkan volume kencing berkurang,
susah kencing. Pada eliminasi alvi terdapat gangguan, klien buang air besar tidak
teratur.
d. Pola tidur dan istirahat
Adanya Ca nasofaring membuat klien mengalami perubahan pada pola tidur. Klien
kurang tidur baik pada waktu siang maupun malam hari. Klien tampak tergangu
dengan kondisi ruang perawatan yang ramai. Dan adanya faktor-faktor yang
mempengaruhi tidur misalnya nyeri, ansietas, berkeringat malam.
e. Pola aktivitas
Adanya Ca Nasofaring menyebabkan penderita tidak mampu melaksanakan
aktivitas sehari-hari secara maksimal, penderita mudah mengalami lemah dan letih.
Klien biasanya bekerja diluar rumah, tapi saat ini klien hanya beristirahat di Rumah
Sakit.
f. Pola persepsi konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita
mengalami gangguan pada gambaran diri. Lamanya perawatan, banyaknya biaya
perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan
gangguan peran pada keluarga. Klien mengalami cemas karena kurangnya
pengetahuan tentang sifat penyakit, pemeriksaan diagnostik dan tujuan tindakan
yang diprogramkan.
g. Pola hubungan dan peran
Bagimana peran klien dalam keluarga dimana meliputi hubungan klien dengan
keluarga dan orang lain, apakah mengalami perubahan karena penyakit yang
dideritanya.
h. Pola sensori dan kognitif
Klien mampu menerima Pengetahuan, ide persepsi, dan bahasa. Klien mampu
melihat, mendengar, mencium, meraba, dan merasa dengan baik.
i. Pola reproduksi
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi sehingga
menyebabkan gangguan potensi seksual, gangguan kualitas maupun ereksi, serta
memberi dampak pada proses ejakulasi serta orgasme. Selama dirawat di rumah
sakit klien tidak dapat melakukan hubungan seksual seperti biasanya.
j. Pola penanggulangan stress
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit kronik, perasaan tidak berdaya
karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa marah,
kecemasan, mudah tersinggung, kehilangan kontrol, dan menarik diri dapat
menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang
konstruktif/adaptif. Klien merasa sedikit stress menghadapi tindakan
kemoterapi/sitotraktika karena kurangnya pengetahuan.
k. Pola tata nilai dan kepercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta Ca
nasofaring tidak menghambat penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi
mempengaruhi pada ibadah penderita.
7. Observasi dan pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Meliputi tanda – tanda vital berisi tingkat kesadaran, tekanan darah, suhu, nadi, dan
pernapasan
b. Sistem respirasi
Jika Ca sudah membesar dan menyumbat jalan nafas maka klien akan mengalami
kesukaran bernafas, apalagi klien dilakukan Trakheostomi, produksi sekret akan
menumpuk dan mengakibatkan jalan nafas tidak efektif dengan adanya perubahan
frekuensi nafas dan stridor.
c. Sistem cardiovaskuler
Ca nasofaring dengan pemasangan Trakheostomi dan produksi sekret meningkat,
bila dilakukan suction yang berlebihan dalam satu waktu dapat merangsang reflek
nerves sehingga mengakibatkan bradikardi dan biasanya terjadi peningkatan JVP.
d. Sistem gastrointestinal
Dapat ditemukan adanya mukosa dan bibir kering, nafsu makan menurun,
penurunan berat badan. Jika Ca sudah menyumbat saluran pencernaan dapat
dilakukan tindakan Gastrostomy.
e. Sistem muskuloskeletal
Kekuatan otot mungkin penuh atau bisa juga terjadi kelemahan dalam mobilisasi
leher karena adanya pembengkakan bila Ca sudah terlalu parah.
f. Sistem endokrin
Mungkin ditemukan adanya gangguan pada hormonal apabila ada metastase pada
kelenjar tiroid.
g. Sistem persyarafan
Biasanya ditemukan adanya gangguan pada nervus III, IV, dan VI yaitu syaraf
yang mempersyarafi otot-otot mata, nervus IX, X, XI dan XII yang mempersyarafi
glosofaringeal, vagus, asesorius dan hipoglosus. Biasanya bila ada nyeri yang
dirasakan klien dapat merangsang pada sistem RAS di formatio retikularis
sehingga menyebabkan klien terjaga.
h. Sistem urinaria
Biasanya tidak ditemukan adanya masalah, bila ada metastase ginjal, akan terjadi
penurunan fungsi ginjal.
i. Sistem wicara dan pendengaran
Dapat terjadi gangguan pendengaran yang disebabkan adanya sumbatan pada tuba
eustacius sehingga menggangu saluran pendengaran. Bila Ca sudah bermetastase
pada pita suara, maka klien tidak dapat berkomunikasi secara verbal.
j. Sistem integumen
Klien yang mendapat terapi radiasi atau kemoterapi akan terjadi perubahan warna
hiperpigmentasi pada area penyianaran.
k. Sistem reproduksi
Biasanya dengan adanya perasaan nyeri, maka dapat menyebabkan gangguan pada
sexualitas.

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan terdapat benda asing di
jalan nafas.
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane kapiler-alveolar
4. Nyeri akut berhubungan dengan penekanan jaringan saraf oleh tumor
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan pemasukan nutrisi
6. Gangguan presepsi sensori pendengaran berhubungan dengan perubahan resepsi,
transmisi, dan/ integrasi sensori
7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan dan keletihan
8. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan defek anatomis pita suara.
9. Risiko infeksi berhubungan dengan tindakan infasif, imunitas tubuh menurun
10. Resiko cedera berhubungan dengan disfungsi sensori.
III. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan terdapat benda asing di
jalan nafas.
Tujuan :
Tidak terjadi gangguan bersihan jalan nafas
Kriteria hasil :
a. Menunjukkan jalan nafas paten (irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang
normal, tidak ada suara nafas abnormal)
b. Klien dapat mendemonstrasikan batuk efektif
Intervensi :
1) Instruksikan kepada pasien tentang batuk dan teknik napas dalam.
R/ memudahkan pengeluaran sekret.
2) Atur posisi pasien dengan bagian kepala tempat tidur dtitinggikan 450.
R/ Memungkinkan untuk pengembangan maksimal rongga dada.
3) Penghisapan nasofaring untuk mengeluarkan sekret.
R/ Mempermudah pengeluaran sekret.
4) Observasi frekuensi, kedalamaan, dan upaya pernapasan.
R/ Takipneu biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada
penerimaan/selama stress/adanya proses infeksi akut.
5) Berikan oksigen yang telah dihumidifikasi sesuai dengan kebijakan institusi.
R/ Kelembaban menurunkan kekentalan sekret mempermudah pengeluaran dan
dapat membantu menuerunkan/mencegah pembentukan mukosa tebal pada
nasofaring.

2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi


Tujuan :
Ventilasi tidak terganggu
Kriteria hasil :
a. Tanda tanda vital dalam rentang normal
b. Menunjukkan jalan nafas paten
Intervensi :
1) Auskultasi dada secara periodic catat adanya/tak adanya dan kualitas bunyi nafas,
bunyi nafas tambahan, juga simestrisitas gerakan dada.
R/ Memberikan informasi tentang aliran udara melalui trakeao bronkeal dan
adanya/tak adanya cairan, obstruksi mukosa.
2) Observasi etiologi gagal pernafasan
R/ Pemahaman penyebab masalah pernafasan penting untuk perawatan pasien
contoh: keputusan tentang kemampuan pasien yang akan datang/kebutuhan
ventilasi dan tipe paling tepat dukungan ventilator.
3) Observasi pola nafas. Catat adanya/tak adanya dan kualitas bunyi nafas,bunyi
nafas tambahan juga simetrisitas gerakan dada.
R/ Pasien pada ventilator dapat mengalami hiperventilasi/hipoventilasi, dyspnea /
lapar udara dan berupaya memperbaiki kekurangan dengan bernapas berlebihan.
4) Catat tekanan jalan nafas.
R/ Tekanan jalan nafas harus tetap relative konstan. Peningkatan tekanan yang
terbaca di alarm menunjukkan peningkatan jalan nafas seperti dapat terjadi pada
spasme bronkus, secret tetahan atau penurunan complain paru.
5) Kolaborasi pemberian oksigen terapi
R/ untuk mempertahankan jalan nafas paten

3. Gangguan pertukann gas berhubungan dengan perubahan membrane kapiler-alveolar


Tujuan :
Pertukaran gas tidak terganggu
Kriteria hasil :
a. Mendemonstrasika peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat
b. Memelihara kebersihan paru paru dan bebas dari tanda distress nafas
c. Tanda – tanda vital dalam batas normal
Intervensi :
1) Ajarkan kepada pasien teknik bernafas dan relaksasi.
R/ Membantu pasien agar tidak terjadi sesak dan pasien bisa bernafas dengan
normal.
2) Dorong pengeluaran sputum : pengisapan bila diindikasikan.
R/ Kental, tebal, dan banyaknya sekresi adalah sumber utama gangguan pertukan
gas pada jalan nafas kecil. Pengisap dibutuhkaan bila batuk tidak efektif.
3) awasi tingkat kesadaran atau status mental selidiki adanya perubahan.
R/ Gelisah dan asietas adalan manisfestasi umum pada hipoksia.
4) Observasi frekuensi, kedalam pernafasan. Catat penggunaan otot aksesori, nafas
bibir, ketidak mampuan bicara/berbincang.
R/ Berguna dalam evaluasi derajat distress pernafasan dan/ atau kronisnya proses
penyakit.
5) Monitor respirasi dan status O2
R/ untuk mengetahui kadar oksigen dalam darah

4. Nyeri akut berhubungan dengan penekanan jaringan saraf oleh tumor


Tujuan :
Nyeri hilang atau terkontrol
Kriteria hasil :
b. Skala nyeri 0
c. Tanda - tanda vital dalam batas normal
d. Klien dapat mengidentifikasi penyebab nyeri
Intervensi :
1) Anjurkan untuk beristirahat
R/ Menurunkan stimulasi yang berlebihan yang dapat mengurangi sakit kepala.
2) Berikan kompres dingin pada bagian yang nyeri.

R/ Meningkatkan rasa nyaman dengan menurunkan vasodilatasi.

3) Ajarkan teknik relaksasi dengan distraksi dan napas dalam.


R/ Membantu mengendalikan nyeri dan mengalihkan perhatian dari rasa nyeri.
4) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.
R/ Nyeri merupakan pengalaman subyektif dan harus dijelaskan oleh pasien,
mengidentifikasi nyeri untuk memilih intervensi yang tepat.
5) Kolaborasi medis, berikan analgesik untuk mengurangi nyeri.
R/ Analgesik mampu menekan saraf nyeri.

5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


ketidakmampuan pemasukan nutrisi
Tujuan :
Menunjukkan status nutrisi adekuat
Kriteria hasil :
a. Berat badan stabil dalam batas normal
b. Terjadi peningkatan nafsu makan
c. Tidak terjadi malnutrisi / mual munta
Intervensi :
1) Motivasi pasien untuk makan sedikit tapi sering.
R/ Kebutuhan sehari-hari dapat terpenuhi dengan baik.
2) Observasi pola makan klien
R/ Mengidentifikasi defisiensi nutrisi.
3) Identifikasi pasien yang mengalami mual/muntah yang diantisipasi.
R/ Mual/muntah psikogenik terjadi sebelum kemoterapi, mual secara umum
tidak berespons terhadap obat antiemetik.
4) Kolaborasi medis dengan pemberian aniemetik pada jadwal reguler sebelum atau
selama dan setelah pemberian agen antineoplastik dengan sesuai.
R/ Mual/muntah paling menurunkan kemampuan dan efek samping psikologis
kemoterapi yang menimbulkan stress.

5) Kolaborasi dengan ahli gizi dalam menentukan kebutuhan protein untuk pasien
dengan ketidakadekuatan asupan protein atau kehilangan
R/ Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi

6. Gangguan presepsi sensori pendengaran berhubungan dengan perubahan resepsi,


transmisi, dan/ integrasi sensori
Tujuan :
Klien dapat berkompensasi terhadap gangguan pendengaran
Kriteria hasil :
a. Pendengaran  gangguan ringan
b. Komunikasi dapat tersalurkan
c. Klien berkompensasi terhadap penurunan pendengaran
d. Orientasi kognitif  gangguan ringan
Intervensi :
1) Lakukan BHSP
R/ Hubungan saling percaya meningkatkan komunikasi dengan baik
2) Tentukan ketajaman pendengaran
R/ Menggali fungsi salah satu telinga
3) Observasi tanda-tanda disorientasi
R/ Memantau keadaan Klien
4) Orientasikan Klien terhadap lingkungan
R/ Mencegah Klien mendapatkan cedera
5) beri informasi pada sisi telinga yang sehat
R/ Informasi dapat tersampaikan
6) Berikan HE tentang komplikasi KNF pada alat indra pendengaran
R/ Klien mampu berkompensasi terhadap perubahan

7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan dan keletihan


Tujuan :
Kebutuhan beraktifitas pasien terpenuhi secara adekuat
Kriteria hasil :
a. Menunjukkan peningkatan dalam beraktifitas.
b. Kelemahan dan kelelahan berkurang.
c. Kebutuhan ADL terpenuhi secara mandiri atau dengan bantuan.
d. frekuensi jantung/irama dan Td dalam batas normal.
Intervensi :
1) Observasi toleransi pasien terhadap aktifitas menggunakan parameter berikut: nadi
20/mnt di atas frek nadi istirahat, catat peningaktan TD, dispnea, nyeri dada,
kelelahan berat, kelemahan, berkeringat, pusing.
R/ Parameter menunjukkan respon fisiologis pasien terhadap stres aktifitas dan
indikator derajat penagruh kelebihan kerja jnatung.
2) Tingkatkan istirahat, batasi aktifitas pada dasar nyeri/respon hemodinamik, berikan
aktifitas senggang yang tidak berat.
R/ Menurunkan kerja miokard/komsumsi oksigen , menurunkan resiko komplikasi.
3) Observasi kesiapan untuk meningkatkan aktifitas contoh: penurunan
kelemahan/kelelahan, TD stabil/frek nadi, peningaktan perhatian pada aktifitas dan
perawatan diri.
R/ Stabilitas fisiologis pada istirahat penting untuk menunjukkan tingkat aktifitas
individu.
4) Mostivasi klien memajukan aktifitas/toleransi perawatan diri.
R/ Komsumsi oksigen miokardia selama berbagai aktifitas dapat meningkatkan
jumlah oksigen yang ada. Kemajuan aktifitas bertahap mencegah peningkatan tiba-
tiba pada kerja jantung.
5) Anjurkan keluarga untuk membantu pemenuhan kebutuhan ADL pasien.
R/ Teknik penghematan energi menurunkan penggunaan energi dan membantu
keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
6) Anjurkan pasien menghindari peningkatan tekanan abdomen, mengejan saat
defekasi.
R/ Aktifitas yang memerlukan menahan nafas dan menunduk (manuver valsava)
dapat mengakibatkan bradikardia, menurunkan curah jantung, takikardia dengan
peningaktan TD.
7) Jelaskan pola peningkatan bertahap dari aktifitas, contoh: posisi duduk ditempat
tidur bila tidak pusing dan tidak ada nyeri, bangun dari tempat tidur, belajar berdiri
dst.
R/ Aktifitas yang maju memberikan kontrol jantung, meningaktkan regangan dan
mencegah aktifitas berlebihan.

8. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan defek anatomis pita suara dan
penurunan fungsi pendengaran.
Tujuan :
Menunjukkan komunikasi verbal
Kriteria hasil :
a. Komunikasi : penerimaan, interpretasi dan ekspresi pesan lisan, tulisan, dan non
verbal meningkat
b. Komunikasi ekspresif (kesulitan berbicara) : ekspresi pesan verbal dan atau non
verbal bermakna
c. Komunikasi reseptif (kesulitan mendengar) : penerimaan komunikasi dan
interpretasi pesan verbal dan atau non verbal bermakna
Intervensi :
1) Gunakan bahasa tubuh dan artikulasi yang jelas untuk berkomunikasi dengn klien.
R/ untuk memudahkan klien memahami
2) Jelaskan kepada klien dan keluarga mengapa klien tidak dapat berbicara atau
memahami, jika perlu.
R/ Agar mengetahui keadaan klien dan tidak berfikir lain tentang dirinya.
3) Observasi dan dokumentasikan kemampuan untuk berbicara, mendengar, menulis,
membaca dan memahami.
R/untuk mengetahui tingat kemampuan dan ketidakmampuan pasien dalam
berkomunikasi.
4) Berikan kontinuitas dalam melaksanakan tugas keperawatan.
R/ Untuk memelihara kepercayaan dan mengurangi frustasi

9. Risiko infeksi berhubungan dengan tindakan infasif, imunitas tubuh menurun


Tujuan :
Tidak terjadi infeksi
Kriteria hasil :
a. klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
b. Menunjukkan perilaku hidup sehat
c. Jumlah leukosit dalam batas normal
Intervensi :
1. Anjurkan klien untuk menjaga personal hygiene terutama gigi dan mulut
R / untuk mencegah berkembangnya kuman
2. Pantau hasil lab leukosit
R/ mengetahui kadar leukosit dalam batas normal
3. Observasi adanya tanda-tanda infeksi.
R/ Untuk memudahkan memberikan intervensi kepada pasien.
4. Observasi tanda-tanda vital.
R/ Merupakan tanda adanya infeksi apabila terjadi peradangan.
5. Kolaborasi medis dengan pemberian antibiotik.
R/ Antibiotik dapat mencegah sekaligus membunuh kuman penyakit untuk
berkembang biak
10. Resiko cedera berhubungan disfungsi sensori.
Tujuan :
Tidak terjadi cedera
Kriteria hasil :
a. Klien terbebas dari cedera
b. Klien mengetahui faktor penyebab cedera
Intervensi :
1) Orientasikan klien terhadap ruang rawat.
R/ untuk mengoptimalisasi persepsi sendori
2) Letakkan alat yang sering digunakan di dekat klien
R/ untuk memudahkan klien beraktivitas
3) Hindarkan benda tajam dan alat pecah belah dari klien
R/ mengurasi risiko cedera pada klien
4) Anjurkan keluarga klien untuk selalu menemani didekat klien
R/ untuk membantu klien beraktivitas dan mengurangi risiko cedera
5) Observasi risiko jatuh menggunakan skala morse
R/ untuk membantu memudahkan memilih intervensi selanjutnya

IV. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN


Implementasi adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk
membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang
lebih baik. Implementasi akan dilaksanakan sesuai perencanaan dan didokumentasikan
sesuai urutan jam pelaksanaan serta sesuai sop dan bagaimana respon klien.

V. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi merupakan sebagai keputusan dari efektifitas asuhan keperawatan antara dasar
tujuan keperawatan pasien yang telah diterapkan dengan respon perilaku klien yang
tampil. Evalauasi ada dua macam yaitu
1. Evaluasi formatif
adalah hasil observasi dan analisa perawat terhadap respon pasien segera pada
saat/setelah dilakukan tindakan keperawatan
2. Evaluasi Sumatif
adalah rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisa status kesehatan sesuai
waktu pada tujuan
DAFTAR PUSTAKA

Roezin, A. dan Anida, S. 2007. Karsinoma Nasofaring. Disunting oleh Efiaty Arsyad Soepardi
dan Nurbaiti Iskandar. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala
& Leher, Edisi Keenam. Jakarta : FKUI.

Maitra, dkk. 2007. Paru dan Saluran Napas Atas. Disunting oleh Vinay Kumar Ramzi S Cotran,
dan Stanley L. Robbins. Buku Ajar Patologi Robbins, Ed. 7, Vol.2. Jakarta : EGC.

Amin, huda. Hardi, kusuma. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis Berdasarkan Diagnosa Nanda,
NIC, NOC Dalam Berbagai Kasus. Yogyakarta; media action.

Anda mungkin juga menyukai