Anda di halaman 1dari 31

KONSEP FITRAH MANUSIA DAN IMPLIKASI DALAM PENDIDIKAN

MAKALAH
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Ilmu Pendidikan Islam

Dosen Pengampu
Prof. Dr. H. Achmad Patoni, M.Ag.

Disusun oleh :
Kelompok 4
1. Qumala Nur Aini (12210183065)
2. Eni Kusuma Nafiah (12210183067)
3. Filisya Putri Anggraini (12210183064)
4. Aulia Nur Afifah (12210183066)

2B
JURUSAN TADRIS BAHASA INDONESIA
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat taufik
dan hidayah-Nya kepada kita melalui Baginda Rosulullah SAW yang membawa
kita dari zaman kegelapan menuju zaman terang-benderang, sholawat serta salam
senantiasa kita haturkan kepada beliau, semoga kita mendapatkan syafaatnya
dihari akhir nanti. Sehingga kami dapat menyusun makalah yang berjudul Konsep
Fitrah Manusia dan Implikasi dalam Pendidikan yang disusun berdasarkan
referensi dari perpustakaan yang relevan, agar makalah ini dapat di percaya
keakuratannya sebagai referensi penyusunan makalah yang baik dan dapat
diterima dengan baik disemua kalangan dan dapat memberi manfaat kepada
pembacanya. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan Makalah ini tidak lepas
dari bantuan berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini kamu menyampaikan
terima kasih setulus-tulusnya kepada:
1. Dr. Maftukhin, M. Ag. Selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri
Tulungagung.
2. Kedua Orang Tua kami, yang selalu memberikan kasih sayang, doa,
nasihat, serta kesabarannya yang selalu membimbing kami tanpa lelah.
3. Prof. Dr. H. Achmad Patoni, M.Ag. selaku dosen pengampu mata kuliah
Ilmu Pendidikan Islam yang selalu membimbing kami sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini.
4. Seluruh Civitas Akademik Institut Agama Islam Negeri Tulungagung
5. Serta semua pihak yang telah memberikan dorongan dan bantuan, baik
secara langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian makalah ini.
Dalam pengerjaan makalah ini, kami sudah berusaha sebaik mungkin, dan
semaksimal mungkin. tetapi mungkin dengan segala keterbatasan waktu,
kemampuan, dan pengetahuan.
Kami sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna karena
sepandai-pandainya tupai melompat pasti akan terjatuh juga. Maka dari itu, saran
dan kritik yang membangun dari berbagai pihak sangat diharapkan oleh penulis.

Tulungagung, 17 Maret 2019

Penulis

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ii


DAFTAR ISI ...................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................... 2
C. Tujuan ..................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Konsep Fitrah Manusia
1. Pengertian Fitrah .............................................................................. 3
2. Pengertian Manusia .......................................................................... 4
3. Fitrah manusia .................................................................................. 5
4. Kedudukan Manusia......................................................................... 6
B. Implementasi Pendidikan
1. Pengertian Pendidikan ..................................................................... 11
2. Implementasi Pendidikan Islam ...................................................... 12
BAB III PENUTUP
A. Simpulan ............................................................................................... 14
B. Saran ...................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
2

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kata “Islam” dalam “pendidikan Islam” menunjukkan warna pendidikan
tertentu, “yaitu pendidikan yang berwarna Islam, pendidikan yang Islami, yaitu
pendidikan yang berdasarkan Islam.1 Jadi dapat kami simpulkan bahwa
pendidikan Islam adalah pendidikan yang berdasarkan Islam. Misalnya, pada
sekolah diterapkan sholat dhuha pada hari-hari tertentu. Lalu, kemudian juga
diadakan baca tulis Al-Quran di sekolah setiap pulang sekolah.
Marimba menyebutkan bahwa pendidikan adalah bimbingan atau
pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan
rohani anak didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. 2 Jadi
maksutnya adalah para guru bertanggung jawab secara sadar terhadap
perkembangan anak didiknya akan pembelajaran akademik maupun etika yang
menuju lebih baik dari sebelumnya. Misalnya, anak didik sebelumnya tidak
hafal dengan doa-doa sehari-hari, maka guru bertanggung jawab untuk
mengajari serta membuat anak didik hafal dengan doa tersebut.
Menurut Islam, manusia adalah makhluk ciptaan Allah; ia tidaklah muncul
3
dengan sendirinya atau berada oleh dirinya sendiri. Maksud dari pernyataan
tersebut adalah manusia tidak secara langsung muncul dengan tiba-tiba atau
ada karena keinginannya sendiri. Manusia adalah ciptaan Allah yang
diciptakan oleh Allah untuk menyembah kepada Allah, menjaga serta
melestarikan alam dengan syariat yang sesuai dengan perintah Allah didalam
Al-Quran.

1
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2011), hal. 24.
2
Ibid, hal. 24.
3
Ibid, hal. 34
2

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian fitrah manusia?
2. Bagaimana kedudukan manusia dalam fitrah manusia?
3. Bagaimana implementasi pendidikan islam dalam konsep fitrah manusia?

C. Tujuan Pembahasan
1. Mengetahui pengertian fitrah manusia
2. Mengetahui kedudukan manusia dalam fitrah manusia
3. Mengetahui implementasi pendidikan islam dalam konsep fitrah manusia
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Fitrah Manusia


1. Pengertian Fitrah
Secara etimologis fitrah berasal dari “ciptaan” dan “penciptaan”.
Disamping itu juga kata fitrah juga berarti sebagai “sifat dasar atau
pembawaan”, berarti pula “potensi dasar yang alami atau natural
disposition”. Dengan demikian fitrah adalah sifat dasar atau potensi
pembawaan yang oleh Allah diberikan sebagai dasar suatu proses
penciptaan.4
Dari segi bahasa, kata fitrah terambil dari kata al-fathr yang berarti
belahan. Dan dari makna ini lahir makna-makna lain, seperti “penciptaan”
dan “kejadian”. Dengan demikian secara sederhana, fitrah manusia berarti
kejadiannya sejak semula, atau bawaannya sejak lahir.
Kata “fitrah” ini disebut dalam Surat ar-Rum: ayat 30 sebagai berikut:
ْ ِ‫ْفب ً ف‬١ِٕ‫ ِْٓ َح‬٠‫َهَ ٌٍِ ِّذ‬ٙ ْ‫ج‬َٚ ُْ ِ‫فَبَل‬
ِ ٍْ َ‫ ًَْ ٌِخ‬٠‫َب الَ حَ ْب ِذ‬ٙ١ْ ٍَ‫ فَطَ َش إٌَّبط َع‬ْٟ ِ‫ط َشحَبهللِ اٌَّخ‬
َ‫ك هللاِ رٌِه‬

ِ ٌَّٕ‫ٌَّ ِى َّٓ اَ ْوثَ َش ا‬َٚ ُُ ِّ١َ‫ ُْٓ ْاٌم‬٠‫اٌ ِّذ‬


َ(ْ ُّْٛ ٍَ‫َ ْع‬٠ َ‫بط ال‬
“Maka hadapkanlah wajahmu kepada agama dengan selurus-
lurusnya (sesuai dengan kecenderungan aslinya) itulah fitrah Allah,
yang Allah menciptakan manusia dia atas fitrah itu. Itulah agama
yang lurus. Namun kebanyakan orang tidak mengetahuinya. (Ar-
Rum:30)” 5

4
Muhammad Fathurrohman, Prinsip dan Tahapan Pendidikan Islam (Kajian Telaah Tafsir
Al-Qur’an), (Yogyakarta: Penerbit Garudhawaca, 2017), hal. 24.
5
Abuddin Nata, Perspektif Islam Tentang Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Kencana
Prenadamedia Group, 2009),hal. 73.

3
12

Dalam salah satu hadist Nabi disebutkan bahwa setiap anak


dilahirkan dalam keadaan fitrahnya (potensi untuk beriman-tauhid kepada
Allah dan kepada yang baik). Kedua orang tuanyalah yang menjadikan
anak itu menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi.6
ْ ِ‫ْ ٌَ ُذ َعٍَئ ْاٌف‬ُٛ٠‫ْ ٍد‬ٌُٛ َِْٛ ًُّ‫ُو‬
ِ َُٕ٠ َْٚ‫ُ َّ َّج َغبِٔ ِٗ ا‬٠ َْٚ‫دَأِ ِٗ ا‬َّٛ َُٙ٠ ُٖ‫ا‬َٛ َ‫ط َش ِة فَب َ ب‬
ِٗ ِٔ‫ص َشا‬
“Dari Abu Hurairah r.a berkata: Bersabda Nabi SAW; Tidak ada bayi
yang dilahirkan melainkan lahir diatas fitrah, maka ayah bundanya
yang mendidiknya menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi, bagaikan
lahirnya seekor binatang yang lengkap atau sempurna.” (HR Bukhari)

Fitrah yang disebutkan diatas mengandung implikasi pendidikan.


Oleh karena itu, kata fitrah mengandung makna “kejadian” yang
didalamnya berisi potensi dasar beragama yang benar dan lurus yaitu
islam. Potensi dasar ini tidak dapat diubah oleh siapa pun. Karena fitrah itu
merupakan ciptaan Allah yang tidak akan mengalami perubahan baik isi
maupun bentuknya dalam tiap pribadi manusia.
Louis Ma‟luf dalam kamus Al-Munjid, menyebutkan bahwa fitrah
adalah sifat yang ada pada setiap yang awal penciptaannya, sifat alami
manusia, agama, sunnah. Sedangkan Menurut imam Al-Maraghi (dalam
Azyumardi Azra dkk, 2002: 23) fitrah adalah kondisi dimana allah
menciptakan manusia yang menghadapkan dirinya kepada kebenaran dan
kesiapan untuk menggunakan pikirannya.7
Dari beberapa pengertian yang telah disebutkan tadi, dapat diambil
kesimpulan bahwa fitrah adalah sifat dasar atau potensi bawaan yang
diberikan oleh Allah SAW sebagai dasar suatu proses penciptaan manusia
sejak lahir yang menghadapkan dirinya kepada kebenaran dan kesiapan
untuk menggunakan pikirannya.

6
Novan Ardy W & Barnawi, Ilmu Pendidikan Islam (Rancang Bangun Konsep Pendidikan
Monokomatik-Holistik), (Yogyakarta: AR Ruzz Media, 2012), hal 40
7
Azyumardi Azra dkk, Pendidikan Agama Islam Pada Perguruan Tinggi Umum, (Jakarta:
Departemen Agama Republik Indonesia, 2002), hal. 23
5

2. Pengertian Manusia
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, „manusia‟ diartikan sebagai
makhluk yang berakal budi.8 Al-Qur‟an sebagai pedoman hidup manusia
telah cukup jelas mengetengahkan konsep manusia, yang untuk
memahaminya menurut Muin Salim (dalam Tedi Priatna, 2004: 85) dapat
menggunakan dua cara. Pertama, dengan menelusuri arti kata-kata yang
digunakan al-Qur‟an untuk menunjukkan makna manusia (kajian
terminologis). Kedua, menelusuri pernyataan al-Qur‟an yang berhubungan
dengan kedudukan manusia dan potensi yang dimilikinya.9
Dalam kajian terminologis diketahui istilah insân mengandung
makna konsep manusia sebagai makhluk yang memiliki sifat keramahan
dan kemampuan mengetahui yang sangat tinggi. Dalam ungkapan lain,
manusia merupakan makhluk sosial dan kultural. Istilah basyar
menunjukkan makna manusia dengan tekanan yang lebih pada hakikatnya
sebagai pribadi yang konkret, dan aspek lahiriah manusia. sedangkan
istilah banu adam dan dzurriyah adam merujuk pada pengertian manusia
karena dinisbahkan pada nama Adam sebagai manusia pertama.10
3. Fitrah Manusia
Dalam pendidikan Islam, fitrah penciptaan manusia merupakan
diskursus yang banyak dibahas oleh para ahli, mengingat salah satu aspek
pendidikan Islam adalah upaya menumbuh kembangkan potensi manusia
yang dibawa sejak lahir. Potensi inilah yang dalam konteks pendidikan
Islam disebut dengan fitrah.
Dalam konteks penciptaan manusia, fitrah banyak dimaknai sebagai
sebuah kecenderungan yang dimiliki oleh manusia untuk mempercayai
(iman) adanya Allah. Pendapat ini merujuk kepada ayat Al-Quran,

8
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional,Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Pusat Bahasa, 2008), hal 197.
9
Tedi Priatna, Reaktualisasi Paradigma Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Bani Quraisy,
2004), hal 85-86
10
Ibid, hal 96
12

surat Al-A‟Raf ayat 172:


ُ ‫ ُْ اٌََغ‬ِٙ ‫َ َذُ٘ ُْ َعٍَئ اَ ْٔفُ ِغ‬ٙ‫اَ ْش‬َٚ ُْ َُٙ‫َّخ‬٠‫ْ ِسَ٘ ُْ ُر ِّس‬ُُٛٙ‫ ا َد ََ ِِ ْٓ ظ‬ْٟ َِٕ‫اِ ْراَ َخ َز َسبُّهَ ِِ ْٓ ب‬َٚ
ُْ ‫ْج بِ َشبِّ ُى‬
َٓ١ْ ٍِِ‫َب َِ ِت أَِّب ُوَّٕبع َْٓ َ٘ َزا َغبف‬١ِ‫ْ ََ ْاٌم‬َٛ٠‫ْ ا‬ٌُٛ ُْٛ‫ ْذَٔب اَ ْْ حَم‬ِٙ ‫ْ بٍََئ َش‬ٌُٛ‫لَب‬
Yang artinya:
“Dan ingatlah ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak
Adam dari tulang sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian
terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): „Bukanlah Aku ini
Tuhanmu?”. Mereka menjawab : “Betul (Engkau Tuhan kami), kami
menjadi saksi”.11

Fitrah merupakan keutamaan yang diberikan oleh Allah SWT kepada


manusia yang menjadi potensi mausia yang educable. Potensi tersebut
bersifat kompleks yang terdiri atas: ruh, hati, akal, dan jiwa. Potensi-
potensi tersebut bersifat ruhaniah atau mental-psikis. Selain itu manusia
juga dibekali potensi fisik-sensual berupa seperangkat alat indra yang
berfungsi sebagai instrumen untuk memahami alam luar dan berbagai
peristiwa yang terjadi dilingkungannya.12
Fitrah manusia yang bersifat potensial harus dikembangkan secara
faktual dan aktual. Islam memberikan prinsip-prinsip dasar berupa nilai-
nilai islami sehingga pertumbuhan potensi manusia terbimbing dan
terarah. Dalam proses inilah, faktor pendidikan sangat besar peranannya,
bahkan menentukan bentuk corak kepribadian seseorang.13
4. Kedudukan Manusia
Kesatuan wujud manusia antara fisik dan psikis serta didukung oleh
potensi-potensi yang ada membuktikan bahwa manusia sebagai ahsan al-
taqwim. Dalam hubungannya dengan Pendidikan Islam, menempatkan
manusia pada posisi yang strategis, yaitu:

11
Mohammad Muchlis Solichin, “Fitrah; Konsep Dan Pengembangannya Dalam
Pendidikan Islam”, Vol. 2 No.2, Tadris, 2007, 242-243..
12
Novan Ardy W & Barnawi…, hal 41
13
Ibid,
7

a. Manusia sebagai makhluk yang mulia


Manusia adalah makhluk yang memiliki potensi untuk beragama
sesuai dengan fitrahnya. Manusia adalah hamba Allah (abd Allah).
Esensi dari ketaatan seorang hamba adalah ketaatan, ketundukan dan
kepatuhan terhadap Tuhannya. Sebagai hamba Allah manusia tidak
bisa lepas dari kekuasaan-Nya karena fitrah untuk beragama.
Berdasarkan surat Ar-Rum ayat 30,
ْ ِ‫ْفب ً ف‬١ِٕ‫ ِْٓ َح‬٠‫َهَ ٌٍِ ِّذ‬ٙ ْ‫ج‬َٚ ُْ ِ‫فَبَل‬
ِ ٍْ َ‫ ًَْ ٌِخ‬٠‫َب الَ حَ ْب ِذ‬ٙ١ْ ٍَ‫ فَطَ َش إٌَّبط َع‬ْٟ ِ‫ط َشحَبهللِ اٌَّخ‬
َ‫ك هللاِ رٌِه‬

ِ ٌَّٕ‫ٌَّ ِى َّٓ اَ ْوثَ َش ا‬َٚ ُُ ِّ١َ‫ ُْٓ ْاٌم‬٠‫اٌ ِّذ‬


َ(ْ ُّْٛ ٍَ‫َ ْع‬٠ َ‫بط ال‬
menjelaskan bahwa bagaiamana pun primitifnya suku bangsa
manusia, mereka akan mengakui adanya Zat Yang Maha Kuasa di
luar dirinya.14
Dalam surat al-Isra` ayat 70 ditegaskan oleh Allah bahwa:

َِِٓ ُْ ُ٘ ‫ َس َص ْلَٕب‬َٚ ‫ ْاٌبَحْ ِش‬َٚ ‫ ْاٌبَ ِّش‬ْٟ ِ‫ َح َّ ٍَْٕب ُ٘ ُْ ف‬َٚ ََ ‫ ا َد‬ْٟ َِٕ‫ٌَمَ ْذاَسْ َو َّش َِْٕب ب‬َٚ
ِ ‫ ٍْش ِِ َّّ ْٓ َخٍَ ْمَٕب حَ ْف‬١ِ‫ َوث‬ٍَٝ‫فَع ٍََّْٕبُ٘ ُْ َع‬َٚ ‫ث‬
ً‫ل‬١ْ ‫ع‬ ِ ‫ِّبَب‬١َّ‫اٌط‬
“manusia adalah makhluk yang mulia dengan kemuliaan berupa
kemudahan dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi,
rezeki dan kelebihan-kelebihan lain dari makhluk lain.”
Jadi, konsep manusia menurut Alquran dan hadis adalah makhluk
jasmani dan rohani, atau materi dan immateri dalam arti luas. Unsur
jasmani yang berasal dari tanah di bumi, dan unsur ruh yang berasal
dari substansi immateri di alam gaib. Unsur jasmani pada akhirnya
akan kembali menjadi tanah, dan rohani akan kembali pula ke alam
gaib yang menjadi milik dan kekuasaan Allah SWT sebagai dikatakan
Alquran dalam surat Al-Fajr ayat 27-30, menerangkan:

- ً‫َّت‬١‫ظ‬
ِ ْ‫َتً َِش‬١‫ظ‬
ِ ‫ه َسا‬ ْ ُّ ٌ‫َبإٌَّ ْفظُ ا‬ُٙ‫َّخ‬٠َ‫َبا‬٠
ِ ِّ‫ َسب‬ٌَِٝ‫ ا‬ٝ‫ اسْ ِج ِع‬- ُ‫ط َّ ِئَّٕت‬
ِٝ‫ َجَّٕخ‬ٍِٝ‫ا ْد ُخ‬َٚ - ٜ‫ ِعبَب ِد‬ْٟ ِ‫ ف‬ٍٍِٝ‫فَب ْد ُخ‬
14
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Kalam Mulia, 2010, cet. VIII), hal 8.
12

“Hai nafsu mutmainah ! Kembalilah kepada Tuhanmu (Allah


SWT) dengan hati yang ridha dan diridhai-Nya. Lalu masuklah
ke dalam golongan hamba-hamba-Ku dan surgaKu.” 15

Allah SWT Menciptakan manusia dengan memberikan kelebihan


dan keutamaan yang tidak diberikan kepada makhluk lainya.
Kelebihan dan keutamaan itu berupa potensi dasar. Dimana, baik
potensi internal (yang terdapat dalam dirinya) dan potensi ekstrnal
(potensi yang disertakan Allah SWT untuk membimbingnya). Potensi
ini adalah modal utama bagi manusia untuk melaksanakan tugas dan
memikul tanggung jawabnya. Oleh karena itu, ia harus diolah dan
didaya gunakan dengan sebaik-baiknya, sehingga ia dapat menunaikan
tugas dan tanggung jawab dengan sempurna.16
b. Manusia sebagai Khalifah Allah di muka bumi
Fungsi kekhalifahan manusia di muka bumi ini, dijelaskan oleh
Al-Qur‟an berikut;
Surat Al-Baqarah ayat 30
ُ ِ‫َ ْغف‬٠َٚ ‫َب‬ٙ١ْ ‫ُ ْف ِغ ُذ ِف‬٠ ْٓ َِ ‫َأ‬ٙ١ْ ِ‫ْ اَحَجْ َع ًُ ف‬ٌُٛ‫فَتً لَب‬١ْ ٍِ‫ض َخ‬
‫ه‬ ِ ْ‫ ْاالَس‬ْٟ ِ‫ه ٌٍِ َّ َل ِء َو ِت َجب ِع ًٌ ف‬ َ ُّ‫اِ ْرلٍََ َشب‬َٚ
َْ ُّْٛ ٍَ‫ اَ ْعٍَ ُُ َِ َبالحَ ْع‬ْٟ ِِّٔ‫ه لَب َي ا‬َ ٌَ ُ‫ُٔمَ ِّذط‬َٚ ‫ن‬
َ ‫َٔحْ ُٓ ُٔ َغبِّ ُح ِب َح ّْ ِذ‬َٚ ‫اٌ ِّذ َِب َء‬
Artinya:
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat:
“Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka
bumi.” (QS. Al-Baqarah 30),

Surat Al-An‟am ayat 165;

ْٟ ِ‫ ُو ُْ ف‬َٛ ٍُ‫َ ْب‬١ٌِ ‫ث‬


ٍ ‫ْط َد َس َجب‬ َ َْٛ‫ع ُى ُْ ف‬
ٍ ‫ق بَع‬ َ ‫ َسفَ َع بَ ْع‬َٚ ‫ض‬ ِ ْ‫ْ َج َعٍَ ُى ُْ َخ َل ِءفَ ْاالَس‬ٞ‫ اٌَّ ِز‬َٛ َُ٘ٚ
ِ ‫ ُع ْاٌ ِعمَب‬٠ْ ‫ه َع ِش‬
‫ ٌّض‬١ْ ‫ْ س ٌَس ِح‬ُٛ‫ أَُِّٗ ٌَ َغف‬َٚ ‫ة‬ َ َّ‫َِب احَب ُو ُْ اِ َّْ َسب‬
15
Dinasril Amir,” Konsep Manusia dalam Sistem Pendidikan Islam”, Jurnal Al-Ta’lim, Jilid
1, November 2012, hal 191.
16
Adzikra Ibrahim, “Pengertian Manusia Menurut Para Ahli”, (Online)
http://pengertiandefinisi.com/pengertian-manusia-menurut-para-ahli/ diakses pada tanggal 16
Maret 2019 pukul 08:03 WIB.
9

Artinya:
“Dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi
dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain)
beberapa derajat” (QS Al-An‟am 165)
Ayat-ayat di atas disamping menjelaskan kedudukan manusia di
alam raya ini sebagai khalifah, juga memberi isyarat tentang perlunya
sikap moral atau etika yang harus ditegakkan dalam melaksanakan
fungsi kekhalifahannya.
Untuk melaksanakan tugasnya sebagai khalifah, Allah telah
memberikan kepada manusia seperangkat potensi (fitrah) berupa aql,
qalb, dan nafs. Namun demikian, aktualisasi fitrah itu tidaklah
otomatis berkembang melainkan tergantung pada manusia itu sendiri.
Untuk itu, Allah SWT menurunkan wahyu-Nya kepada para Nabi dan
Rosul, agar menjadi pedoman bagi manusia dalam meng-
aktualisasikan fitrahnya secara utuh, selaras dengan tujuan
penciptaanya, sehingga manusia dapat tampil sebagai makhluk Allah
yang tinggi martabatnya.17
c. Manusia sebagai makhluk paedagogik
Makhluk paedagogik ialah makhluk Allah yang dilahirkan
membawa potensi dapat dididik dan dapat mendidik.18 Manusia
adalah makhluk paedagogik, karena memiliki potensi dapat dididik
dan mendidik sehingga mampu menjadi khalifah di bumi. Manusia
dilengkapi dengan fitrah Allah, berupa bentuk atau wadah yang dapat
diisi dengan berbagai kecakapan dan keterampilan yang dapat
berkembang, sesuai dengan kedudukannya sebagai makhluk yang
mulia. Pikiran, perasaan dan kemampuannya berbuat merupakan
komponen dari fitrah itu.

17
Ibid, hal, 10.
18
Zakiah Darajat, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Ditjen Binbaga Islam Depag, 1992), hal. 16.
12

Manusia adalah makhluk yang dapat berpikir, merasa dan


bertindak dan terus berkembang. Fitrah inilah yang membedakan
manusia dengan makhluk lainnya. Dari sinilah semakin jelas bahwa
manusia adalah makhluk paedagogik. Namun, potensi itu bila tidak
dikembangkan, niscaya ia akan kurang bermakna dalam kehidupan.
Oleh karena itu perlu dikembangkan dan pengembangan itu
senantiasa dilakukan dalam usaha dan kegiatan pendidikan.19
d. Manusia sebagai makhluk yang bertanggung Jawab
Allah SWT dengan kehendak kebijaksanaan-Nya telah mencipta
makhluk-makhluk yang di tempatkan di alam penciptaNya. Manusia
di antara makhluk Allah dan menjadi Hamba Allah SWT. Sebagai
hamba Allah tanggung jawab manusia adalah amat luas di dalam
kehidupannya, meliputi semua keadaan dan tugas yang ditentukan
kepadanya.Manusia mempunyai tanggung jawab kepada Allah SWT
yaitu mengabdi, taat kepada Allah, ketundukan dan kepatuhan
manusia hanya layak diberikan kepada Allah SWT karena selaku
pencipta dan hak Allah untuk di sembah dan tidak di sekutukan.20
Seluruh perbuatan manusia akan dicatat amalnya, apabila berbuat
baik akan mendapatkan paahala sedangkan apabila berbuat buruk
mendapatkan dosa. Tanggung jawab sebagai hamba Allah meliputi
tanggung jawab terhadap diri sendiri, keluarga, bangsa, dan negara.
Rasulullah SAW menyebutkan bahwa muslim yang berakhlak mulia
adalah manusia terbaik. Beliau bersabda;

‫بس ُو ُْ اَحْ َغُٕ ُى ُْ اَ ْخ َللًب‬


ِ َ١‫اِ َّْ ِِ ْٓ ِخ‬

19
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya,cet.
VII 2007), hal, 35-36
20
Yusuf Qardhawi, Pendidikan dan Madrasah Hasan al-Banna, (Jakarta: Bulan Bintang,
1994), hal. 135
11

Yang artinya
“sesungguhnya yang terbaik di antara kalian adalah yang paling
baik ahklaknya.” (HR al-Bukhari dan Muslim).21
Allah mencipta manusia ada tujuan-tujuannya yang tertentu.
Manusia dicipta untuk dikembalikan semula kepada Allah dan setiap
manusia akan ditanya atas setiap usaha dan amal yang dilakukan
selama ia hidup di dunia. Apabila pengakuan terhadap kenyataan dan
hakikat wujudnya hari pembalasan telah dibuat maka tugas yang
diwajibkan ke atas dirinya perlu dilaksanakan.22

B. Implementasi Pendidikan
1. Pengertian Pendidikan
Dari segi morfologi, kata pendidikan merupakan kata benda,
sedangkan kata kerjanya adalah “mendidik”. Dalam kamus pendidikan,
pendidikan atau mendidik diartikan sebagai upaya membantu peserta didik
untuk mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan, nilai, sikap, dan
pola tingkah laku yang bermanfaat bagi kehidupan.
Lanveld (dalam Fauzi Saleh, 2017: 143) memberikan definisi
pendidikan dengan mengemukakan aspek tujuan yang singkat namun
bermakna padat, yaitu: dewasa, dalam hal ini ia menjelaskan bahwa:
“pendidikan atau mendidik adalah mempengaruhi anak dalam
membimbingnya supaya menjadi dewasa”.
S. A. Branata (dalam Fauzi Saleh, 2017: 143) juga memberikan
definisi pendidikan yang searah dengan Lanveld, “pendidikan adalah
usaha yang sengaja diadakan, baik langsung maupun secara tidak
langsung, untuk membantu anak dalam perkembangannya mencapai
kedewasaan”.23

21
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran, (Bandung: Mizan, 1994,) hal. 162
22
Siti Khasinah, “Hakikat Manusia Menurut Pandangan Islam dan Barat”, volume XIII no 2,
2013, hal 302
23
Fauzi Saleh, Konsep Pendidikan dalam Islam, (Banda Aceh: Pena Banda Aceh, 2017), hal
143
12

2. Implementasi Pendidikan Islam


Potensi dasar manusia atau fitrah manusia harus ditumbuh
kembangkan secara optimal dan terpadu melalui proses pendidikan
sepanjang hayatnya. Pertumbuhan dan perkembangan fitrah manusia
dipengaruhi oleh, faktor-faktor hereditas, lingkungan alam dan geografis,
lingkungan sosio-kultural, sejarah dan faktor-faktor temporal.
Dalam ilmu pendidikan islam, faktor-faktor yang menentukan
keberhasilan pelaksanaan pendidikan itu ada lima macam, yang saling
berkaitan dan saling berpengaruh antara satu faktor dengan faktor lainnya,
yaitu faktor tujuan, pendidik, peserta didik, alat pendidikan dan milieu atau
lingkungan. Karena itulah minat, bakat dan kemampuan, skill dan sikap
yang diwujudkan dalam kegiatan ikhtisarnya dan hasil yang dicapai dari
kegiatan ikhtisarnya tersebut bermacam-macam.24
fitrah harus dikembalikan dalam bentuk-bentuk keahlian, laksana
emas atau minyak bumi yang terpendam di perut bumi, tidak ada gunanya
kalau tidak digali dan diolah untuk manusia. Di sinilah letak tugas utama
pendidikan. Sedangkan pendidikan sangat dipengaruhi oleh factor
pembawaan dan lingkungan (nativisme dan empirisme). Namun ada
perbedaan antara pendidikan Islam dengan pendidikan umum. Pendidikan
Islam berangkat dari filsafat pendidikan theocentric, sedangkan pendidikan
umum berangkat dari filsafat anthropocentric.
Theocentric memandang bahwa semua yang ada diciptakan oleh
Tuhan, berjalan menurut hukum-Nya. Filsafat ini memandang bahwa
manusia dilahirkan sesuai dengan fitrah-Nya dan perkembangan
selanjutnya tergantung pada lingkungan dan pendidikan yang diperoleh.
Sedang seorang guru hanya bersifat membantu, serta memberikan
penjelasan-penjelasan sesuai dengan tahap perkembangan pemikiran serta
peserta didik sendirilah yang harus belajar. Sedangkan filsafat

24
Uci Sanusi dan Rudi Ahmad Suryani, Ilmu Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Deepublish, 2018), hal.
131-132
13

anthropocentric lebih mendasarkan ajaran pada hasil pemikiran manusia


dan berorientasi pada kemampuan manusia dalam hidup keduniawian.
Dalam pendidikan Islam hidayah Allah menjadi sumber spiritual yang
menjadi penentu keberhasilan akhir dari proses ikhtisyariah manusia
dalam pendidikan.25
Jadi dapat kami ambil kesimpulan bahwa, pada pendidikan islam
menggunakan filsafat Theocentric, dimana semua yang diciptakan oleh
Allah SWT, berjalan menurut hukum yang diperintahkan oleh-Nya.
Dimana sebagai makhluk hidup kita diberi bekal sesuai dengan fitrah-Nya
yang kemudian bagaimana kita berkembang, sesuai dengan pendidikan
serta dimana lingkungan kita beradaptasai. Bila kita mengikuti yang baik,
mengamalkan perintah-Nya serta menjauhi segala larangan-Nya,
perkembangan kita akan menuju yang baik.

25
Muis Said Iman, Pendidikan Partisipatif, (Yogyakarta: Safiria Insania Press, 2004), hal. 27.
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
1. Fitrah yang disebutkan diatas mengandung implikasi pendidikan.
Oleh karena itu, kata fitrah mengandung makna “kejadian” yang
didalamnya berisi potensi dasar beragama yang benar dan lurus yaitu
islam. Potensi dasar ini tidak dapat diubah oleh siapa pun. Karena fitrah itu
merupakan ciptaan Allah
2. makna manusia dengan tekanan yang lebih pada hakikatnya sebagai
pribadi yang konkret, dan aspek lahiriah manusia. sedangkan istilah banu
adam dan dzurriyah adam merujuk pada pengertian manusia karena
dinisbahkan pada nama Adam sebagai manusia pertama.
3. Fitrah merupakan keutamaan yang diberikan oleh Allah SWT kepada
manusia yang menjadi potensi mausia yang educable. Potensi tersebut
bersifat kompleks yang terdiri atas: ruh, hati, akal, dan jiwa. Potensi-
potensi tersebut bersifat ruhaniah atau mental-psikis.
4. Kesatuan wujud manusia antara fisik dan psikis serta didukung oleh
potensi-potensi yang ada membuktikan bahwa manusia sebagai ahsan al-
taqwim. Dalam hubungannya dengan Pendidikan Islam, menempatkan
manusia pada posisi yang strategis
5. Pendidikan atau mendidik diartikan sebagai upaya membantu peserta
didik untuk mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan, nilai, sikap,
dan pola tingkah laku yang bermanfaat bagi kehidupan.
6. faktor-faktor yang menentukan keberhasilan pelaksanaan pendidikan
itu ada lima macam, yang saling berkaitan dan saling berpengaruh antara
satu faktor dengan faktor lainnya, yaitu faktor tujuan, pendidik, peserta
didik, alat pendidikan dan milieu atau lingkungan.
15

B. Saran
1. Fitrah manusia sebagai potensi dasar wajib lebih dikembangkan lagi,
dalam proses pengembangangnya. Sebab pada saat ini masih banyak anak
kurang dapat mengembangkan potensinya secara maksimal.
2. Manusia sebagai khalifah dimuka bumi yang seharusnya menjaga
kelestarian alam, pada saat banyak yang merusak atau kurang menjaga
kelestarian alam dan keseimbangan. Jadi perlunya adanya peningkatan
moral serta pendidikan, agar manusia paham akan tugasnya dimuka bumi.
3. Implementasi pendidikan pada saat ini masih perlu adanya
peningkatan, agar implementasi pendidikan lebih berjalan secara
maksimal.
DAFTAR PUSTAKA

Tafsir, Ahmad. 2011. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Fathurrohman, Muhammad. 2017. Prinsip dan Tahapan Pendidikan Islam
(Kajian Telaah Tafsir Al-Qur‟an). Yogyakarta: Penerbit Garudhawaca.
Nata, Abuddin. 2009. Perspektif Islam Tentang Strategi Pembelajaran. Jakarta:
Kencana Prenadamedia Group.
Barnawi & Ardy W, Novan. 2012. Ilmu Pendidikan Islam (Rancang Bangun
Konsep Pendidikan Monokomatik-Holistik). Yogyakarta: AR Ruzz Media.
Azra, Azyumardi dkk. 2002. Pendidikan Agama Islam Pada Perguruan Tinggi
Umum. Jakarta: Departemen Agama Republik Indonesia.
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Bahasa Indonesia.
Jakarta: Pusat Bahasa.
Priatna, Tedi. 2004. Reaktualisasi Paradigma Pendidikan Islam. Bandung:
Pustaka Bani Quraisy.
Muchlis Solichin, Mohammad. Fitrah; Konsep Dan Pengembangannya Dalam
Pendidikan Islam. Vol. 2 No.2, Tadris, 2007, 242-243.
Ramayulis. 2010. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta : Kalam Mulia,.
Amir, Dinasril. Konsep Manusia dalam Sistem Pendidikan Islam. Jurnal Al-
Ta‟lim, Jilid 1, November 2012, 191.
Ibrahim, Adzikra. 2008. Pengertian Manusia Menurut Para Ahli, (Online)
(http://pengertiandefinisi.com/pengertian-manusia-menurut-para-ahli/),
diakses 16 Maret 2019 pukul 08:03 WIB.
Darajat, Zakiah. 1992. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Ditjen Binbaga Islam
Depag.
Tafsir, Ahmad. 2007. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Qardhawi, Yusuf. 1994. Pendidikan dan Madrasah Hasan al-Banna. Jakarta:
Bulan Bintang.
Shihab, M. Quraish. 1994. Wawasan Al-Quran. Bandung: Mizan.
Khasinah, Siti. Hakikat Manusia Menurut Pandangan Islam dan Barat, volume
XIII no 2, 2013, hal 302.
Saleh, Fauzi. 2017. Konsep Pendidikan dalam Islam. Banda Aceh: Pena Banda
Aceh.
Ahmad Suryani, Rudi dan Sanusi, Uci. 2018. Ilmu Pendidikan Islam. Yogyakarta:
Deepublish.
Said Iman, Muis. 2004. Pendidikan Partisipatif. Yogyakarta: Safiria Insania
Press.
LAMPIRAN I

Slide 1

Slide 2 a

Slide 2 b
Slide 3

Slide 4

Slide 5
Slide 6

Slide 7

Slide 8
Slide 9
LAMPIRAN II

Sesi tanya jawab, kelompok 4 makalah Ilmu Pendidikan Islam


1. Moderator : Nevita Wahyu Ary. S.
2. Penanya dan pertanyaan sesi pertama:
a. (Arifuna Masfirotu A.)
Apa saja potensi internal dan potensi eksternal manusia?
 Jawaban
1. Pemateri 1 (Filisha Putri A.)
Potensi eksternal manusia menurut kelompok kami ada dua, yaitu
potensi huda, yang merupakan petunjuk Allah SWT yang
mempertegas nilai kebenaran yang Allah SWT turunkan kepada
Rosul-Nya untuk membimbing manusia menuju jalan yang lurus.
Yang kedua adalah potensi alam, yang merupakan potensi untuk
membimbing umat mausia melaksanakan fungsinya. Sedangkan
potensi internal manusia adalah potensi fitriyah dan potensi
ruhiyah.
2. Pemateri 2 (tambahan) (Eni Kusuma N.)
Dari jawaban pemateri sebelumnya, saya menambahkan dimakalah
juga sudah disebutkan bahwa potensi internal dan eksternal
manusia ada potensi yang bersifat kompleks, yang meliputi: ruh,
hati, akal, dan jiwa. Potensi tersebut bersifat ruhaniah atau mental
psikis. Selain itu manusia juga potensi fisik-sensual berupa alat
indra yang berfungsi sebagai instrument untuk memahami alam
luar dan berbagai peristiwa yang terjadi dilingkungannya.
3. Pemateri 2 (Eni Kusuma N.) Menjawab sanggahan dari penyimak
(Nuril Hidayah)
Bahwa yang disampaikan oleh pemateri pertama dan kedua, sama
benarnya sebab dalam potensi yang disampaikan oleh pemateri
pertama dengan pemateri kedua serta dimakalah saling
berhubungan.
b. (Halimatus Sa‟diyah)
Bagaimana jika seorang anak dilahirkan dalam keadaan Nasrani atau
Yahudi apakah tetap menjadi fitrah seorang manusia?
 Jawaban
1. Pemateri (Eni Kusuma N.)
Kalau menurut kelompok kami, manusia tersebut lahir tetap
menjadi fitrah manusia, sebab seperti yang dijelaskan dalam hadist
HR. Bukhori, yang sudah di sebutkan dimakalah bahwa setiap
manusia dilhirkan dalam keadaan fitrahnya tetapi kedua orang
tuanyalah yang menjadikan mereka majusi, nasrani, dan yahudi.
Jadi sudah jelas kalau anakkan waktu kecil belum bisa memilih
agama apa yang akan dianut, tapi ketika sudah dewasalah anak
dapat membedakan yang baik dan yang buruk, sehingga mereka
banyak yang menjadi muallaf atau menjadi muslim ketika dewasa.
2. Pertanyaan kembali dari penanya (Halimatus Sa‟diya)
Lalu bagaimana bila anak tersebut ketika dewasa tetap tidak
merubah keyakinannya menjadi muslim
3. Pemateri (Eni Kusuma N.) Menjawab bertanyaan dari penanya
Ya, anak tersebut mungkin belum mendapat hidayah, sebab seperti
yang dijelaskan kemarin dalam Filsafat Pendidikan Islam bahwa,
seseorang itu mendapat hidayah dengan cara yang berbeda-beda,
misalnya ada orang barat yang mempelajari buku-buku karya
orang muslim, yang kemudian mereka merasa tertarik dengan
Islam kemudian menjadi muallaf, jadi mungkin saja orang yang
belum menjadi muslim, mungkin mereka belum mendapat
hidayah.
c. (Muhamad Faizul M.)
Apa sajakah filsafat anthropocentric?
 Jawaban
1. Pemateri pertama (Qumala Nur Aini)
Yaitu paham bahwa manusia adalah spesies paling utama dan
penting daripada spesies hewan atau penilaian kenyataan melalui
sudut pandang manusia yang eksklusif. Dan anthropocentric ini
dibidang etika lingkungan dan filsafat lingkungan.
2. Pemateri kedua (Eni Kusuma N.)
Dari jawaban pemateri sebelumnya, saya menambahkan jawaban,
disini dalam makalah sudah dijelaskan filsafat anthropocentric
lebih mendasarkan ajaran pada hasil pemikiran manusia dan
berorientasi pada kemampuan manusia dalam hidup keduniawian.
Jadi filsafat anthropocentric itu tidak mengandung unsur
ketuhanan atau keyakinan dasar manusia sehingga berorientasi
pada hasil pikiran manusia. Biasanya filsafat ini terdapat pada
pendidikan di dunia Barat.
3. Penanya dan pertanyaan sesi kedua:
a. (Arum Rosiana D.)
Faktor hereditas, lingkungan alam dan geografis, lingkungan sosio-
kultural, menurut pemakalah bagian yang paling utama mempengaruhi
perkembangan fitrah manusia yang mana? Jelaskan!
 Jawaban
1. Pemateri kedua (Eni Kusuma N.)
Menurut kelompok kami, yang paling berpengaruh adalah
lingkungan sosio-kultural, karena kepribadian seseorang itu
tergantung dari lingkungan serta budaya masyarakatnya. Mengapa
demikian, karena banyak dalam lingkungan yang baik, suka pergi
ke masjid maka seseorang itu akan akan merasa malu atau tidak
mau kalah dengan yang lain. Tapi bila lingkungan seseorang itu
suka melakukan hal-hal tercela maka seseorng itu akan
terpengaruh dengan lingkungannya, meskipun tidak semua orang
seperti itu.
b. (Munip Mudhario)
Ditumbuh kembangkan secara optimal dan terpadu melaui proses
pendidikan sepanjang hayat itu seperti apa dan berikan contohnya?
 Jawaban
1. Pemateri (Eni Kusuma N.)
Kalau menurut kelompok kami, secara optimal itu seseorang
berusaha dengan sungguh-sungguh dan tidak mudah menyerah,
misalnya terus belajar tanpa lelah dan putus asa sekalipun pernah
mengalami kegagalan. Sedangkan secara terpadu itu dengan secara
terus-menerus seperti pendidikan saat ini yang dimulai dari
PAUD, RA, MI, MTS, MA, dan perguruan tinggi. Tetapi tidak
hanya sampai disitu karena dalam islam ada hadist yang
menyebutkan carilah ilmu dari buaian hingga ke liang lahat. Jadi
belajar it uterus-menerus tidak terbatas oleh usia.
4. Daftar penambah jawaban:
a. Akbar Riziq
Menambahkan jawaban soal pertama sesi pertama, saya setuju dengan
yang disampikan oleh pemateri, bahwa manusia itu dibekali dengan
potensi internal maupun eksternal tersebut untuk dapat dikembangkan
dengan baik, sesuai bakatnya.
b. Budi Laksono
Menambahkan jawaban soal pertama sesi pertama dari pemateri, bahwa
potensi manusia juga dapat berupa keyakinan tauhid manusia untuk
mempercayai adanya tuhan yang berasal dari hati atau dari dalam.
Sedangkan potensi eksternal manusia digunakan untuk saling melengkapi
potensi dasar atau potensi internal yang dimiliki manusia.
c. Faruq Abdillah
Menambahkan jawaban dari pertanyaan kedua sesi pertama, (menyebut-
kan hadist HR. Bukhori) dari hadist tersebut sudah jelas yang menjadikan
mereka selain islam adalah kedua orangtuanya.
d. Azza Habibah H.
Menambahkan jawaban dari pertanyaan kedua sesi pertama.
e. Sindi Yanuari
Menambahkan jawaban dari pertanyaan kedua sesi pertama.
f. Nuril Hidayah
Menambahkan jawaban dari pertanyaan ketiga sesi pertama.
g. Krisna Dian R.
Menambahkan jawaban dari pertanyaan kedua sesi kedua.
h. Niswatul Azizah L.F
Menambahkan jawaban dari pertanyaan pertama sesi kedua.
5. Daftar penyanggah jawaban:
a. Nuril Hidayah
Menyanggah jawaban dari pemateri, yang disebutkan oleh pemateri
pertama dengan yang disampaikan pemateri kedua, serta perbedaan
jawaban pemateri satu dengan di makalah apakah semuanya benar, atau
jawaban dari pemateri pertama salah?
b. Nuril Hidayah
Menyanggah jawaban dari pemateri, soal pertama sesi kedua, kalau
menurut saya semua faktor tersebut sangat berpengaruh pada
perkembangan sesorang.

Anda mungkin juga menyukai