OLEH:
Pembimbing :
Dr. dr. F. Hamido Hutahuruk, Sp.OG
dr. Febriani, Sp.OG
rahmat dan karunia Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
“Solusio Plasenta dengan Preeklamsi Berat”. Penulis menyusun laporan kasus ini
untuk memahami lebih dalam mengenai solusio plasenta dengan preeklamsi berat
khususnya definisi, etiologi, diagnosis, terapi dan pengaplikasian teori dalam klinis
sehari-hari serta sebagai salah satu syarat dalam menempuh ujian Kepaniteraan
Universitas Riau - Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad Provinsi Riau – Dr.
dr. F. Hamido Hutahuruk, Sp.OG dan dr. Febriani, Sp.OG atas saran dan
Penulis sadar pembuatan laporan kasus ini memiliki kekurangan. Saran dan
mengharapkan semoga laporan kasus ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita
semua.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
penghasil hormone yang berguna selama kehamilan dan sebagai barrier. Melihat
pentingnya peranan plasenta, maka bila terjadi kelainan pada plasenta dapat
maternal plasenta dari tempat implantasinya yang normal pada lapisan desidua
Kesehatan Republik Indonesia tahun 2015, solusio plasenta merupakan salah satu
di Indonesia. 1
mengalami berbagai komplikasi seperti hipoksia, gawat janin, berat badan lahir
rendah (BBLR), kelahiran prematur, asfiksia dan intrauterine fetal death (IUFD).
Sedangkan dampak maternal dapat berupa anemia, syok hipovolemik dan gagal
LAPORAN KASUS
No MR : 00 80 04 44
Airway : Clear
(+1), MgSO4 loading dose 4gr dalam 15-20 menit (sudah diberikan
2.3 ANAMNESIS
pukul 21.10 WIB, dirujuk dari RSIA Z dengan G3P2A0H3 gravid 33-34 minggu
inpartu kala I fase laten, BSC 1X, impending eclamsi, HELLP Sindrom, plasenta
previa.
Keluhan utama
didiagnosa G3P2A0H2 gravid 33-34 minggu inpartu kala I fase laten, BSC
infus RL 500cc ditambah MgSO4 40% loading dose dan maintenance dose,
RSUD Arifin Achmad. Riwayat trauma disangkal, coitus (-) gigi berlubang
(-) demam selama hamil (-) keputihan (-) keluar air-air (-) keluar lendir
darah (-)
bidan sebanyak 2 kali dan dikatakan janin dalam keadaan baik. Pasien
disangkal.
keadaan baik dan pernah USG di dokter spesialis kandungan 3 kali dan
Riwayat hipertensi (-), asma (-), diabetes mellitus (-), penyakit jantung (-),
Hipertensi (-), asma (-), diabetes mellitus (+), penyakit jantung (+), kelainan
Riwayat Menstruasi
Menarche berusia 12 tahun, siklus haid teratur, lama haid 3-4 hari, ganti
pembalut 2-3 kali setiap harinya dan tidak ada keluhan nyeri pada saat haid.
Riwayat Perkawinan
Riwayat Obstetri
1. 2003, usia 16 tahun, perempuan, BBL 2800 gram, lahir spontan di klinik,
3. Hamil ini
Riwayat KB
KB suntik 2 bulan.
Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga dengan pendidikan terakhir SMA
dan suami pasien bekerja sebagai security dengan pendidikan terakhir SMA
Vital sign
Nadi : 88x/m
Pernapasan : 24 x/m
Suhu : 36,60 C
Gizi : baik
TB : 148 cm
BBSH : 55 kg
BBH : 58 kg
Status Generalis
ditemukan
), gallop(-)
Paru : Simetris, tidak ada bagian yang tertinggal, vesikuler (+/+),
Status obstetrikus
Mammae
kulit jeruk.
Abdomen
bokong.
Pemeriksaan Genitalia
Genitalia eksterna
Genitalia interna
Inspekulo : portio licin, livide, OUE tertutup, fluor (-) fluksus (-),
valsava (-).
VT : tidak dilakukan.
Makroskopis pH : 6,5
2.6 DIAGNOSIS
G3P2A0H3 gravid 31-32 minggu inpartu kala I fase laten, BSC 1X,
5. Nivedipin 3 x 10 mg
6. Rencana ICU
2.8 PROGNOSIS
Dubia
2.9 Laporan operasi
Yuni
DIAGNOSIS PRA OPERASI : G3P2A0H2 gravid 33-34 minggu inpartu kala I fase
laten, BSC 1X, impending eclamsi, HELLP Sindrom, plasenta previa, IUFD.
dipasang mulai setinggi simpisis pubis sampai kebawah menutupi ujung kaki,
duk kedua dipasang setinggi pusat sampai menutupi kepala, dua buah duk
- Saat peritoneum Tampak adhesi plika vesica uterine dan dinding SBR
- Insisi SBR di atas plika, ditembus dan dilebarkan secara tumpul arahnya kiri
cukup,warna sanguilenta
- Dengan tarikan ringan pada tali pusat, plasenta dikeluarkan lengkap, dengan
berat 300 gr
darah.
- Tindakan selesai
- Rawat ICU
post partum
Follow up Post OP
H Kontraks Perdarah
Jam TD RR T TFU Urin
R i an
2.10 Follow up
/-)
Leher: Tidak teraba pembesaran KGB dan Tranfusi PRC
detik 4 x 500mg
St. Lokalis :
baik
N : asistole masing-masing 1
ampul
- Dilanjutkan RJP 1
siklus dan 1
ampul epinefrin
Akral dingin
14/5/19 S: - - Loading
40cc/menit
11.00 O: hingga Hb ≥ 10
Kesadaran : coma
TD : 105/64 mmHg
N : 101 dpm
detik
St. Lokalis :
Abdomen : Tampak luka bekas operasi tertutup
TINJAUAN PUSTAKA
plasenta dari tempat implantasinya yang normal pada lapisan desidua endometrium
sebelum waktunya yakni sebelum anak lahir. Secara difinitif diagnosisnya baru bisa
plasenta.3,4
3.1.1 Klasifikasi
Plasenta dapat terlepas hanya pada pinggirnya saja (ruptur sinus marginalis),
dapat pula terlepas lebih luas (solusio plasenta totalis). Perdarahan yang terjadi
dalam banyak kejadian akan merembes antara plasenta dan miometrium untuk
ke kanalis servikalis dan keluar melalui vagian (revealed hemorrhage). Akan tetapi,
ada kalanya perdarahan tersebut tidak keluat melalui vagina (concealed hemorrage)
jika:3
karenanya.
d. Bagian terbawah janin umumnya kepala menempel ketat pada pada segmen
bawah rahim.
Secara klinis solusio plasenta dibagi kedalam berat ringannya gambaran klinik
sesuai dengan luasnya permukaan plasenta yang terlepas, yaitu solusio plasenta
ringan, solusio plasenta sedang, dan solusio plasenta berat. Yang ringan biasanya
baru diketahui setalah plasenta lahir dengan adanyab hematoma yang tidak luas
pada permukan maternal atau ada ruptura sinus marginalis. Pembagian secara klinik
ini baru definitif bila ditinjau secara retrospektif karena solusio plasenta sifatnya
menjadi lebih berat dari waktu ke waktu. Keadaan umum penderita bisa menjadi
Solusio plasenta ringan dimana luas plasenta yang terlepas tidak sampai
25% atau kurang dari 1/6 bagian. Jumlah darah yang keluar biasanya kurang
dari 250 ml. Tumpahan dari yang keluar bervariasi mulai dari sedikit hingga
kecuali warna darah yang kehitaman. Komplikasi terhadap ibu dan janin
belum ada.
Solusio plasenta sedang dimana luas plasenta yang terlepas telah melebihi
25%, tetapi belum mencapai separuhnya (50%). Jumlah darah yang keluar
lebih banyak dari 250 ml tetapi belum mencapai 1000 ml. Umumnya
Gejala-gejala dan tanda-tanda yang muncul sudah lebih jelas seperti rasa
nyeri pada perut yang terus-menerus, denyut jantung janin menjadi cepat,
Solusio plasenta berat dimana luas plasenta yang terlepas sudah melebihi
50% dan jumlah darah yang keluar telah mencapai 1000 ml atau lebih.
Penumpahan darah bisa terjadi keluar dan ke dalam atau secara bersamaan.
koagulopati dan gagal ginjal yang ditandai dengan oligouri biasanya telah
ada.
3.1.2 Etiologi
Sebab primer dari solusio plasenta tidak diketahui, tetapi terdapat beberapa
keadaan patologik yang terlihat lebih sering bersama atau menyertai solusio
plasenta dan dianggap sebagai faktor resiko. Usia ibu dan paritas yang tinggi
Merokok/nikotin 1,4-1,9
tinggi untuk solusio plasenta. Dalam kategori sosioekonomi termasuk keadaan yang
tidak terlalu bermakna dibandingkan usia muda, primiparitas, dan solusio plasenta
rekurens. Dalam kategori fisik termasuk trauma tumpul pada perut, umumnya
karena kekerasan dalam rumah tangga atau kecelakaan dalam berkendara. Kategori
plasenta atau uterus berseptum. Kategori penyakit ibu sendiri memegang peran
penting seperti penyakit tekana darah tinggi dan kelainan sistem pembekuan darah
seperti trombofilia. Yang terakhir adalah termsuk kategori sebab iatrogenik seperti
3.1.3 Patofisiologi
basalis dan terbentuknya hematom subkharionik yang dapat berasal dari pembuluh
terjadi penekanan dan perluasan pelepasan plasenta dari dinding uterus, sehingga
solusio plasenta merupakan hasil akhir dari suatu proses yang bermula dari suatu
kematian sel (apoptosis) yang disebabkan oleh iskemia dan hipoksia. Semua
darah desidua atau dalam vaskular vili dapat berujung kepada iskemia dan hipoksia
kecuali selapis tipis yang tetap melekat pada myometrium. Dengan demikian, pada
tingkat permulaan terdiri dari proses atas pembentukan hematom, kompresi dan
kerusakan hematom yang bisa menyebabkan pelepasan yang lebih luas, serta
kompresi dan kerusakan pada bagian plasenta sekelilingnya yang berdekatan dapat
menyebabkan pelepasan dari plasenta yang lebih luas. Pada awalnya mungkin
belum ada gejala kecuali terdapat hematom pada bagian belakang plasenta yang
sirkulasi janin. Apabila perdarahan sedikit, hematom yang kecil hanya akan sedikit
serta gejala dan tandanya pun belum jelas. Kejadian akan baru diketahui setelah
Hematoma yang terbentuk dengan cepat meluas dan melepaskan plasenta lebih
selaput ketuban dan miometrium untuk selanjutnya keluar melalui serviks ke vagina
(reavealed hemorrhage). Perdarahan tidak bisa berhenti karena uterus yang sedang
bertambah besar dan kemudian akan mendesak sebagian plasenta dan akhirnya
seluruh plasenta akan terlepas dari implantasinya di dinding uterus. Sebagian akan
menyelundup di bawah selaput ketuban keluar dari vagina atau menembus selaput
serabut otot uterus. Bila ekstravasasi berlangsung hebat, maka seluruh permukaan
uterus akan berbercak ungu atau biru dan terasa sangat tegang serta nyeri. Hal ini
Trombin yang terbentuk dipakai untuk mengubah fibrinogen menjadi fibrin untuk
membentuk lebih banyak bekuan darah terutama pada solusio plasenta berat.
Namun, di lain pihak penghancuran fibrin oleh plasmin memicu perombakan lebih
banyak fibrinogen menjadi fibrin agar darah bisa membeku. Dengan jalan ini pada
solusio palenta berat dimana telah terjadi perdarahan melebihi 2.000 ml dapat
darah) dan terjadi hipofibrinogenemia. Pada kadar ini telah terjadi gangguan
memanjangnya waktu pembekuan melebihi 6 menit dan bekuan darah yang telah
terbentuk mencair kembali. Pada keadaan yang lebih parah darah tidak mau
membeku sama sekali apabila kadar fibrinogen turun dibawah 100 mg%.
darah pada uterus maupun alat-alat tubuh lainnya. Nasib janin tergantung dari
luasnya plasenta yang lepas. Apabila sebagian besar atau seluruhnya terlepas,
anoksia akan mengakibatkan kematian janin. Apabila sebagian kecil yang lepas,
Gejala klinis solusio plasenta bervariasi sesuai dengan berat ringanya atau
luasnya permukaan maternal plasenta yang terlepas. Gejala dan tanda klinis yang
klasik dari solusio plasenta adalah terjadinya perdarahan yang berwarna tua keluar
dari vagina (80% kasus), rasa nyeri perut dan uterus tegang terus-menerus mirip his
partus prematurus.2,3
Solusio plasenta ringan ini disebut juga ruptura sinus marginalis, dimana
mengeluarkan darah. Pada keadaan yang sangat ringan tidak ada gejala kecuali
plasenta. Ini dapat diketahui secara retrospektif pada inspeksi plasenta setelah
partus. Rasa nyeri pada perut masih ringan dan darah yang keluar masih sedikit,
sehingga belum keluar melalui vagina. Nyeri yang belum terasa menyulitkan
membedakannya dengan plasenta previa kecuali darah yang keluar bewarna merah
segar pada plasenta previa. Tanda-tanda vital dan keadaan umum ibu maupun janin
masih baik. Pada inspeksi dan auskultasi tidak dijumpai kelainan kecuali pada
palpasi sedikit terasa nyeri lokal pada tempat terbentuk hematom dan perut sedikit
tegang tapi bagian-bagian janin masih dapat dikenal. Kadar fibrinogen darah dalam
segera, keadaan yang ringan ini perlu dimonitor terus sebagai upaya mendeteksi
kehitam-hitaman.3,7
Dalam hal ini plasenta telah terlepas lebih dari satu per empat
bagian, tetapi belum dua per tiga luas permukaan. Gejala-gejala dan tanda-
tanda sudah jelas seperti rasa nyeri pada perut yang terus menerus, dan denyut
jantung janin biasanya telah menunjukkan gawat janin, perdarahan yang tampak
keluar lebih banyak, takikardia, hipotensi, kulit dingin, dan keringatan, oliguria
mulai ada, kadar fibrinogen berkurang antara 150 samapai 250 mg/100 ml, dan
mungkin kelainan pembekuan darah dan gangguan fungsi ginjal sudah mulai ada.
Rasa nyeri dan tegang perut jelas sehingga palpasi bagian-bagian anak sukar. Rasa
nyeri datangnya akut kemudian menetap tidak bersifat hilang timbul seperti pada
his yang normal. Perdarahan pervaginam jelas dan bewarna kehitaman, penderita
pucat karena mulai ada syok sehingga keringat dingin. Keadaan janin biasanya
sudah gawat. Pada stadium ini bisa jadi telah timbul his dan persalinan telah mulai.
Pada pemantauan keadaan janin dengan kardiotokografi bisa jadi telah ada
deselarasi lambat. Perlu dilakukan tes gangguan pembekuan darah. Bila terminasi
Terjadi sangat tiba-tiba.Biasanya ibu telah jatuh dalam keadaan syok dan
janinnya telah meninggal. Uterusnya sangat tegang seperti papan dan sangat
nyeri. Fundus uteri lebih tinggi daripada yang seharusnya oleh karena telah terjadi
penumpukan darah di dalam rahim pada kategori concealed hemorrhage. Jika dalam
masa observasi tinggi fundus bertambah lagi berarti perdarahan baru masih
berlangsung. Pada inspeksi rahim kelihatan membulat dan kulit diatasnya kencang
dan berkilat. Pada auskultasi denyut jantung janin tidak terdengar lagi akibat
gangguan anatomik dan fungsi dari plasenta. Keadaan umum menjadi buruk disertai
syok. Adakalanya keadaan umum ibu jauh lebih buruk dibandingkan perdarahan
yang tidak seberapa keluar dari vagina. Hipofibrinogenemia dan oliguria boleh jadi
telah ada sebagai akibat komplikasi pembekuan darah intravaskular yang luas
fibrinogen darah rendah yaitu kurang dari 150 mg% dan telah ada
trombositopenia.4,7
3.1.6 Diagnosis
tanda klinis berupa perdarahan (≥20 minggu), nyeri pada uterus, dan adanya
kontraksi pada uterus. Namun adakalanya pasien datang dengan gejala mirip
persalinan prematur, ataupun datang dengan perdarahan tidak banyak dengan perut
tegang, tetapi janin telah meninggal. Diagnosis definitif hanya bisa ditegakkan
retroplasenta. 11,12
dengan plasenta previa, tetapi pada solusio plasenta pemeriksaan dengan USG tidak
desidua dan mioma semuanya bisa mirip dengan solusio plasenta dan memberikan
hasil pemeriksaan positif palsu. Disamping itu, solusio plasenta sulit dibedakan
dengan plasenta itu sendiri. Pemeriksaan ulang pada perdarahan baru sering bisa
membantu karena gambaran ultrasonografi dari darah yang telah membeku akan
berubah menurut waktu menjadi lebih ekogenik pada 48 jam kemudian menjadi
mana tidak terdapat sirkulasi darah yang aktif padanya, sedangkan pada
hipoekok seperti mioma dan kontraksi uterus, terdapat sirkulasi darah yang aktif
padanya. Pada kontraksi uterus terdapat sirkulasi aktif didalamnya, pada mioma
sirkulasi aktif terdapat lebih banyak pada bagian perifer daripada bagian
tengahnya.11,12,13
3.1.7 Terapi
Semua pasien yang tersangka menderita solutio plasenta harus dirawat inap
di rumah sakit yang berfasilitas cukup. Ketika masuk segera dilakukan pemeriksaan
darah lengkap termasuk kadar Hb dan golongan darah serta gambaran pembekuan
darah dengan memeriksa Bleeding Time (BT), Clotting Time (CT), Partial
kehamilan kurang dari 36 minggu dan bila ada perbaikan (perdarahan berhenti,
perut tidak sakit, uterus tidak tegang, janin hidup) dengan tirah baring observasi
berlangsung, gejala solusio plasenta makin jelas, pada pemantauan dengan USG
daerah solusio plasenta bertambah luas), maka kehamilan harus segera diakhiri.
Bila janin hidup, lakukan seksio sesaria. Bila janin mati lakukan amniotomi disusul
infus oksitosin untuk mempercepat persalinan. Solusio plasenta sedang dan berat apabila
tanda dan gejala klinis solusio plasenta jelas ditemukan, penanganan di rumah sakit
meliputi transfusi darah, amniotomi, infus oksitosin dan jika perlu seksio sesaria. Operasi Sectio
Caesar dilakukan bila serviks masih panjang dan tertutup, setelah pemecahan
ketuban dan pemberian oksitosin dalam 2 jam belum juga ada his. Apabila janin
mati, ketuban segera dipecahkan untuk mengurangi regangan dinding uterus disusul
mempercepat persalinan. Pada kasus dimana telah terjadi kematian janin dipilih
persalinan pervaginam kecuali ada perdarahan berat yang tidak teratasi dengan
transfusi darah yang banyak atau ada indikasi obstetrik lain yang menghendaki
Apabila persalinan tidak selesai atau diharapkan tidak akan selesai dalam waktu 6
jam setelah pemecahan selaput ketuban dan infus oksitosin, satu-satunya cara
3.1.8 Komplikasi
berlangsung sehingga menimbulkan berbagai akibat pada ibu seperti anemia, syok
fungsi plasenta pada janin berupa angka kematian perinatal yang tinggi. Sindoma
Sheehan terdapat pada beberapa penderita yang terhindar dari kematian setelah
menderita syok yang berlangsung lama yang menyebabkan iskemia dan nekrosis
komplikasi yang paling sering pada solusio plasenta. Solusio plasenta berulang
dilaporkan juga bisa terjadi pada 25% perempuan yang pernah menderita solusio
plasenta sebelumnya. Solusio plasenta kronik dilaporkan juga terjadi dimana proses
terutama pada solusio plasenta berat. Melalui mekanisme ini, apabila pelepasan
di lain pihak penghancuran fibrin oleh plasmin memicu perombakan lebih banyak
fibrinogen menjadi fibrin agar darah bisa membeku. Dengan jalan ini, pada solusio
plasenta berat dimana terlah terjadi perdarahan melebihi 2.000 ml dapat dimengerti
persediaan fibrinogen lambat laun mencapai titik kritis (<= 150 mg/100 ml darah)
dan terjadi hipofibrinogemia. Pada kadar ini telah terjadi gangguan pembekuan
memanjangnya waktu pembekuan melebihi 6 menit dan bekuan darah yang telah
Pada keadaan yang lebih parah darah tidak mau membeku sama sekali.
apabila kadar fibrinogen turun di bawah 100 mg%. Pada keadaan yang berat ini
telah terjadi kematian janin dan pemeriksaan laboratorium dijumpai kadar hancuran
450 mg% turun menjadi 100 mg% atau lebih rendah. Untuk menaikkan kembali
kadar fibrinogen ke tingkat di atas nilai kritis lebih disukai memberikan transfuse
darah segar sebanyak 2.000 ml sampai 4.000 ml karena setiap 1.000 ml darah segar
Kegagalan fungsi ginjal akut bisa terjadi apabila keadaan syok hipovolemik
Penyebab kegagalan fungsi ginjal pada solusio plasenta belum jelas, tetapi beberapa
faktor dikemukakan sebagai peran utama dalam kejadian ini. Curahan jantung yang
menurun dan kekejangan pembuluh darah ginjal akibat tekanan intrauterine yang
hipertensi akut atau kronik yang sering bersama atau bahkan sebagai penyebab
solusio plasenta berperan memperburuk fungsi ginjal pada waktu yang sama.
Keadaan yang umum terjadi adalah nekrosis tubulus-tubulus ginjal secara akut yang
menyebabkan kegagalan fungsi ginjal (acute tubular renal failure). Apabila korteks
ginjal ikut menderita anoksia karena iskemia dan nekrosis yang menyebabkan
kegagalan fungsi ginjal (acute cortical renal failure) maka prognosisnya sangat
buruk. karena pada keadaan yang demikian angka kematian (case specific mortality
rate) bisa mencapai 60%. Tranfusi darah yang cepat dan banyak serta pemberian
infus cairan elektrolit seperti ringer laktat dapat mengatasi komplikasi ini dengan
mengatasi oliguria dan uji coba fungsi ginjal lain sangat berperan dalam menilai
kemajuan penyembuhan. Pengeluaran urin 30 ml atau lebih dalam satu jam
latum, ke bawah perisalping dan ke dalam ovarium bahkan bisa mengalir sampai
ke rongga peritonei. Keadaan peritoneum yang telah mengalami infiltrasi darah ini
kemudian disebut uterus Couvelaire. Uterus Couvelaire yang tidak sangat berat
masih dapat berkontraksi dengan baik jika isinya telah keluar, dan akan
umumnya tidak akan menyebabkan perdarahan berat dalam kala tiga dan kala
empat dan oleh karena itu bukan semua uterus Couvelaire merupakan indikasi
histerektomi.3,7
ibu mengalami perdarahan banyak dan akutseperti pada syok. Peredaran darah ke
plasenta juga menurun apabila telah terbentuk hematom retroplasenta yang luas.
Pada keadaan yang begini, darah dari arteriola spiralis tidak bisa lagi mengalir ke
oksigen oleh darah janin yang berada dalam kapiler vili berkurang yang pada
plasenta yang punya kontribusi besar dalam proses terjadinya sindroma insufisiensi
fungsi plasenta yang mengakibatkan gawat janin dan kematian janin tanoa terduga.
Gawat janin oleh hipoksia disebabkan oleh insufisiensi fungsi plasenta yang
umumnya sudah terjadi pada solusio pasenta sedang dan pada solusio plasenta berat
3.1.9 Prognosis
Solusio plasenta mempunyai prognosis yang buruk baik baik bagi ibu hamil
dan lebih buruk lagi bagi janin jika dibandingkan dengan plasenta previa. Solusio
plasenta ringan masih mempunya prognosis yang baik bagi ibu dan janin karena
tidak ada kematian dan morbiditasnya rendah. Solusio plasenta sedang mempunyai
prognosis yang lebih buruk terutama pada janinnya karena mortalitas dan
morbiditas perinatal yang tinggi di samping morbiditas ibu, yang lebih berat.
Solusio plasenta berat mempunyai prognosis paling buruk baik terhadap ibu, lebih-
lebih terhadap janinnya. Umumnya pada keadaan yang demikian janin telah mati
dan mortalitas maternal meningkat akibat salah satu komplikasi. Pada solusio
plasenta sedang dan berat prognosisnya juga bergantung pada keepatan dan
ketepatan bantuan medic yang diperoleh pasien. Tranfusi darah yang banyak
dengan segera dan terminasi kehamilan tepat waktu sangat menurunkan morbiditas
3.2.1 Definisi
160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg. Proteinuria berat ditetapkan
bila ekskresi protein dalam urin ≥ 5 g/24 jam atau tes urin dipstik ≥ positif 2.
bergantung pada beberapa faktor, termasuk jumlah urin. Selain itu juga dapat
disertai dengan keterlibatan organ lain. Kriteria lain preeklampsia berat yaitu bila
ditemukan gejala dan tanda disfungsi organ, seperti kejang, edema paru, oliguria,
trombositopeni, peningkatan enzim hati, nyeri perut epigastrik atau kuadran kanan
atas dengan mual dan muntah, serta gejala serebral menetap (sakit kepala,
kesadaran).5
3.2.2 Etiologi
Terdapat beberapa teori yang diduga sebagai etiologi dari preeklampsia, meliputi:6
Invasi tropoblas yang tidak terjadi atau kurang sempurna, maka akan terjadi
Produk dari kerusakan vaskuler selanjutknya akan terlepas dan memasuki darah ibu
Berawal pada awal trimester kedua pada wanita yang kemungkinan akan
terjadi preeklampsia, Th1 akan meningkat dan rasio Th1/Th2 berubah. Hal ini
dan adiposit.
kehamilan normal
epigenetik.
interaksi dari ratusan gen yang diwariskan baik secara maternal ataupun paternal
yang mengontrol fungsi enzimatik dan metabolism pada setiap sistem organ. Faktor
preeklampsia bisa terjadi 20 sampai 40 persen pada anak perempuan yang ibunya
meningkat dua kali pada wanita yang mengkonsumsi asam askorbat kurang dari 85
mg.
3.2.3 Faktor Risiko
1. Primigravida
2. Primipaternitas
Berdasarkan teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin dinyatakan bahwa ibu
multipara yang menikah lagi mempunyai risiko lebih besar untuk terjadinya
usia ibu yang ekstrim yaitu kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun. Menurut
Potter (2005), tekanan darah meningkat seiring dengan pertambahan usia sehingga
4. Hiperplasentosis
maka bila ditelusuri ke belakang ia memiliki 7 kali risiko lebih besar untuk memiliki
riwayat preeklampsia pada kehamilan pertamanya bila dibandingkan dengan wanita
meningkatkan risiko sebesar 3 kali lipat bagi ibu hamil. Wanita dengan
kehamilannya terdahulu.
desain penelitian case control study dikemukakan bahwa pada populasi yang
diselidikinya wanita dengan hipertensi kronik memiliki jumlah yang lebih banyak
penyakit ini.
8. Obesitas
Indikator yang paling sering digunakan untuk menentukan berat badanlebih dan
obesitas pada orang dewasa adalah indeks massa tubuh (IMT). Seseorang dikatakan
risiko terjadinya preeklampsia meningkat dua kali setiap peningkatan indeks massa
tubuh ibu 5-7 kg/m2, terkait dengan obesitas dalam kehamilan, dengan
didapatkan ibu hamil dengan obesitas memiliki risiko 3,9 kali lebih besar untuk
menderita preeklampsia.
3.2.4 Diagnosis preeklampsia
1. Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110
mmHg. Tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah dirawat di
6. Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen (akibat
8. Hemolisis mikroangiopatik
dengan cepat
Komplikasi terberat adalah kematian ibu dan janin. Usaha utama ialah melahirkan
bayi hidup dari ibu yang menderita preeklampsia dan eklampsia. Komplikasi
dibawah ini yang biasanya terjadi pada preeklampsia berat dan eklampsia :18
1. Solusio plasenta
Komplikasi ini terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut dan lebih sering
2. Hipofibrinogenemia
Biasanya terjadi pada preeklampsia berat. Oleh karena itu dianjurkan pemeriksaan
3. Hemolisis
klinis hemolisis yang dikenal dengan ikterus. Belum diketahui dengan pasti apakah
ini merupakan kerusakan sel hati atau destruksi eritrosit. Nekrosis periportal hati
tersebut.
4. Perdarahan otak
eklampsia.
5. Kelainan mata
dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina. Hal ini merupakan
7. Nekrosis hati
vasospasme arteriole umum. Kelainan ini diduga khas untuk eklampsia, tetapi
ternyata juga ditemukan pada penyakit lain. Kerusakan sel-sel hati dapat diketahui
platelets. Merupakan sindrom kumpulan gejala klinis berupa gangguan fungsi hati,
lelah, mual, muntah dan nyeri epigastrium]), hemolisis akibat kerusakan membran
eritrosit oleh radikal bebas asam lemak jenuh dan tak jenuh. Trombositopenia
9. Kelainan ginjal
endhotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur yang lainnya. Kelainan lain yang
Lidah tergigit, trauma dan fraktur karena jantung akibat kejang-kejang, pneumonia
PEMBAHASAN
riwayat preeklampsia berat sebelumnya dan riwayat melahirkan bayi kembar. Hal
ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa ibu hamil dengan riwayat
pada kehamilan berikutnya dan ibu hamil dengan riwayat kehamilan kembar
mata yang kabur, dan nyeri ulu hati. Hal ini sesuai dengan kriteria diagnosis
impending eklamsia yaitu PEB disertai dengan gejala-gejala subyektif berupa nyeri
kepala hebat occipital atau frontal, mata kabur, photophobia, mual muntah, nyeri
kabur. Spasme pembuluh darah arteriol otak menyebabkan anemia jaringan otak,
sebagai penyulit kehamilan sering ditemukan dan merupakan satu dari tiga besar
yang masih menjadi penyebab utama kematian ibu di dunia, selain perdarahan dan
infeksi. Preeklampsia menyebabkan 16% kematian maternal dan 45% kematian
perinatal baik secara langsung maupun tidak langsung. Komplikasi pada ibu berupa
bahkan kematian ibu. Komplikasi pada bayi dapat dpat berupa kelahiran prematur
preeklampsia merupakan faktor penyakit yang diderita oleh ibu. Pada preeklampsia
terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Jika semua
arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tekanan darah akan naik, sebagai
usaha untuk mengatasi kenaikan tekanan perifer agar oksigen jaringan dapat
pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen terjadi gawat janin.22 Menurut
disebabkan oleh terlepasnya hampir seluruh plasenta dari tempat insersinya yang
pandangan kabur, dan nyeri perut. Hal ini sesuai dengan teori manifestasi klinis
Hellp syndrome yang menyatakan bahwa pasien dengan Hellp Syndrome akan
mengalami nyeri epigastrium atau nyeri perut (90%), mengeluh mual dan muntah
(50%). Mual muntah dan nyeri epigastrium diperkirakan akibat obstruksi aliran
trombositopenia, hal ini sesuai dengan hasil lab trombosit pasien yang didapatkan
dari:26
tanda-tanda adanya plasenta previa pada pasien, serta tidak dilakukan pemeriksaan
USG. Kelemahannya, saat tiba di RSUD Arifin Achmad juga tidak dilakukan USG
operasi, namun pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan adanya gejala dan tanda
klinis dari solusio plasenta. Solusi plasenta merupakan terpisahnya sebagian atau
Gejala dan tanda klinis yang klasik dari solusio plasenta adalah terjadinya
perdarahan yang berwarna tua keluar dari vagina, rasa nyeri perut dan uterus tegang
terus menerus. Namun adakalanya pasien datang dengan gejala mirip partus
prematurus ataupun datang dengan perdarahan tidak banyak dengan perut tegang,
preeklampsia berat dan usia ibu 35 tahun. Menurut Dr. Don McIntire risiko
terjadinya solusio plasenta pada kelompok umur 25-34 tahun meningkat 0,6%.
menjadi penyebab utama terjadinya solusio plasenta, hal ini diperberat oleh
preeklmpsia berat pada pasien ini tidak teratasi secara adekuat. Karena hal tersebut
Pada beberapa kasus darah tidak keluar melalui vagina, akan tetapi plasenta
sudah lepas sepenuhnya sehingga janin mati, kasus ini merupakan solusio plasenta
tersembunyi (concealed abruption placentae). Dalam satu kasus yang tidak biasa,
seorang wanita multipara dirawat di Rumah Sakit Parkland yang datang dengan
keluhan mimisan. Dia tidak memiliki sakit perut, rahim, nyeri, atau pendarahan
vagina. Namun janinnya sudah mati dan darahnya tidak menggumpal. Tingkat
plasenta total dikonfirmasi saat persalinan.26 Sesuai dengan pasien ini, tidak ada
perdarahan yang keluar dari vagina, namun janinnya sudah mati dan saat operasi
tampak uterus couvelaire, sehingga yang terjadi pada pasien ini adalah solusio
jika:30
karenanya.
sehingga bahaya ibu dan janin jauh lebih besar. Dengan pendarahan tersembunyi,
kemungkinan koagulopati konsumtif juga lebih besar. Hal ini karena peningkatan
thrombosis pada pembuluh darah berukuran kecil dan sedang di seluruh tubuh.31,32
merupakan gambaran dari ekstravasasi darah yang luas ke dalam otot-otot rahim
dan di bawah serosa sehingga uterus tampak kebiruan atau keunguan.26,27 Pada
sela serabut miometrium dan bahkan bisa sampai ke bawah perimetrium dan ke
Akibat dari uterus couvelaire yang ditemukan saat operasi, terjadi atonia uteri.
Dimana keadaan miometrium yang yang telah mengalami infiltrasi darah dapat
jarang.19 Selanjutnya dilakukan histerektomi pada pasien ini. Tidak semua uterus
couvelaire diindikasikan untuk histerektomi. Jika uterus couvelaire tidak begitu
berat, maka uterus masih dapat berkontraksi jika isinya telah dikeluarkan dan jika
diberi oksitosin. Namun pada pasien ini sudah terjadi atonia uteri, sehingga
pasien dirawat di ICU. Penurunan kesadaran pada pasien ini dapat terjadi akibat
perdarahan yang dialami oleh pasien sehingga terjadi syok hipovolemik dan
diperberat dengan faktor PEB pada pasien. Dalam laporan sebelumnya dari Rumah
Sakit Parkland, Pritchard dan Brekken menggambarkan 141 wanita dengan solusio
yang sangat parah hingga dapat membunuh janin. Kehilangan darah pada wanita-
wanita ini sering berjumlah setidaknya setengah dari volume darah hamil mereka.
Sangat penting untuk diketahui bahwa kehilangan darah dan syok yang masif dapat
jantung dan disseminated intravascular coagulation (DIC). Pada pasien terjadi DIC,
dimana DIC muncul ketika proses hemostasis yang seharusnya terkontrol dengan
baik menjadi terganggu karena satu dan lain hal. Akibat gangguan kontrol
hemostasis ini respons koagulasi yang awalnya bersifat protektif bagi tubuh
10 kasus per 100.000 kelahiran. Abruptio placenta muncul pada sekitar 0,2-0,%
kehamilan tetapi hanya 10% dari kasus ini yang diasosiasikan dengan DIC.33
Mortalitas ibu terkait DIC diperkirakan sekitar 6-24%.31 Pada kasus ini, DIC terjadi
akibat solusio plasenta, preeklampsia dan Hellp Syndrome. Penyebab DIC dalam
d. perlemakan hati akut pada kehamilan (acute fatty liver of pregnancy) (8%);
jantung paru (RJP). Resusitasi jantung paru (RJP) dilakukan dengan cara kompresi
dada pasien, sehingga dapat menyebabkan terjadinya trauma pada rongga dada.
jantung adalah sindrom klinik dimana terjadi penekanan yang cepat atau lambat
terhadap jantung akibat akumulasi cairan, nanah, darah atau gas di perikardium,
sebagai akibat adanya efusi, trauma atau ruptur jantung. Tamponade jantung terjadi
apabila rongga perikardial terisi dengan cairan dalam waktu yang lebih cepat
meningkat secara pelan kantong perikardial dapat melebar dan berisi satu liter
a. Penyakit ganas
b. Perikarditis pasca-infektif
d. Uremia
f. Trauma dada
g. Radiasi
h. Hipotiroidisme
j. Sindrom pasca-perikardiotomi
k. Sindrom dressler
m. Idiopati
pada thoraks, namun juga dapat diakibatkan oleh trauma tumpul pada thoraks.
Trauma tumpul akan menyebabkan perikardium terisi darah, baik dari jantung,
terdiri dari struktur jaringan ikat yang kaku dan walaupun relative sedikit darah
yang terkumpul, namun sudah bisa menghambat aktivitas jantung dan mengganggu
pengisian jantung.30
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
2. Faktor risiko terjadinya solusio plasenta pada kasus ini adalah adanya
5.2 Saran
pasien sebaik – baiknya dan mengenali penyulit – penyulit yang ada pada
pasien tersebut.
18. Zeeman GG, Cunningham FG. Blood volume expansion in women with
antepartum eclampsia. J. Soc Gynecol Investig 9; 112A, 2002.
21. Aziz R, Mahboob T. Pre-eclampsia and lipid profile. Pak J Med Sci. 2007; 23
(5): 751 – 4.
22. Sofian A. Rustam Mochtar Sinopsis Obstetri Fisiologi Patologi. 3rd ed. Jakarta:
EGC; 2011.
23. McDonald SD, Vermeulen MJ, Ray JG. Risk of fetal death associated with
maternal drug dependence and placental abruption a population-based study.
JOGC. 2007; 29 (7): 556 – 9.
24. Jayakusuma A. Sindrom Hellp Parsial Pada Kehamilan Prematur. FK-UNUD.
2005; 25-43
25. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Dashe JS, Hoffman BL, Casey BM,
Spong CY. Obstetrical Hemorrhage. Williams Obstetrics. 25th ed. New York:
McGraw-Hill; 2018. p. 767 – 94.
26. Beckmann CRB, Ling FW, Barzansky BM, Herbert WNP, Laube DW, Smith
RP. Third trimester bleeding. Obstetrics and Gynecology. 6th ed. Philadephia:
Lippincott Williams & Wilkins; 2010. p. 207 – 11.)
27. Chalik TMA. Perdarahan pada kehamilan lanjut dan persalinan. In: Saifuddin
AB, Rachimhadhi T, Wiknjosastro GH, editors. Ilmu Kebidanan Sarwono
Prawirohardjo. 4th ed. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2016. p.
503 – 13
28. South Australian Maternal & Neonatal Clinical Network. South Australian
Perinatal Practice Guidelines Antepartum haemorrhage or bleeding in the second
half of pregnancy. 2013; 1 – 17.
29. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY.
Obstetrical Hemorrhage. Williams Obstetrics. 23rd ed. New York: McGraw-Hill;
2018. p. 761 – 9.
36. Spodick, DH. Acute Cardiac Tamponade. NEJM. 2003; 349(7): 684-90.
38. Yarlagadda C, O’brien TX, Kelly RF, Oudiz RJ, Talavera F. Cardiac temponade
[internet]. 2018. [Diakses tanggal 19 Mei 2019]
https://emedicine.medscape.com/article/152083-overview#a6
39. American Collage of Surgeons. Advanced trauma life support (ATLS). 9th ed.
2012.