Anda di halaman 1dari 24

Analisis Genealogi Kuasa Michel Foucault atas Wacana Radikalisme Agama di Indonesia

ABDULLAH ARIF
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Radikalisme agama dalam beberapa waktu belakangan ini gencar

dibicarakan. Radikalisme menjadi sebuah isu yang sering dikaitkan dengan

kelompok muslim. Keterkaitan antara radikalisme agama dan terorisme

dikarenakan keterkaitan antara term terorisme dengan term jihad yang sejak

beberapa dekade menjadi dua isu besar yang satu sama lain tidak terpisahkan

dan mewarnai perkembangan dunia geopolitik global (Arubusman dalam Rosa-

Nasution, 2011: 1). Terlebih pasca tragedi Bom Bali pada tahun 2002 yang

semua pelakunya beragama Islam.

Keterpautan antara radikalisme agama dengan terorisme semakin terlihat

dengan merujuk pada ungkapan Kepala Badan Nasional Penanggulangan

Terorisme, Suhardi Alius saat berpendapat tentang revisi Undang-undang

Nomor 15 Tahun 2003 yang bertujuan memasifkan pemberantasan tindak pidana

terorisme. Menurut Alius, revisi undang-undang perlu segera dilakukan, karena

paparan radikalisme saat ini sudah masuk ke semua lini. Sehingga, perlu segera

dicegah “ini berjalan terus paparan radikal. Masuk ke semua lini. Anak-anak

kita, keluarga besar kita. Harus segera kita selesaikan”

(www.nasional.kompas.com, 25 Agustus 2016 ).

Hasilnya, radikalisme agama dipandang sebagai hal yang mengancam

keamanan, bahkan kesatuan negara yang harus diantisipasi keberadaannya,

1
Analisis Genealogi Kuasa Michel Foucault atas Wacana Radikalisme Agama di Indonesia
ABDULLAH ARIF 2
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

sebagaimana yang dilakukan pemerintah melalui Peraturan Pemerintah

Pengganti Undang-undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2002 tentang

pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dan Perpu Nomor 2 Tahun 2002

tentang Pemberlakuan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang

Republik Indonesia tersebut. Peraturan pemerintah pengganti Undang-undang

No. 1 Tahun 2001 tersebut kemudian ditetapkan menjadi Undang-undang

Nomor 15 Tahun 2003 (Agus SB, 2014: 73).

Pada perkembangan selanjutnya, tahun 2010 pemerintah mengeluarkan

Perpres No. 46 Tahun 2010 tentang pembentukan Badan Nasional

Penanggulangan Terorisme (BNPT) sebagai pengembangan dari Desk

Koordinasi Pemberantasan Terorisme (DKPT) yang dibentuk pada tahun 2002

(Agus SB, 2014: 74). Desk Koordinasi Pemberantasan Terorisme menetapkan

penggabungan antara kesatuan Antiteror Polri dengan tiga organisasi antiteror

angkatan dan intelejen, kemudian melebur menjadi Satuan Tugas Antiteror. Pada

tahun 2003, lahirlah UU Nomor 15 tahun 2003 Tentang Tindak Pidana

Terorisme (UU Anti Terorisme). Undang-undang ini mempertegas kewenangan

Polri sebagai unsur utama dalam pemberantasan tindak pidana terorsiem. Senada

dengan hal itu, terbitlah Skep Kapolri Nomor 30/VI/2003 tertanggal 20 Juni

2003 yang menjadi landasan dibentuknya Datasemen Khusus 88 Anti Teror

Polri, atau yang lebih dikenal dengan sebutan Densus 88 AT Polri. Densus 88

inilah yang kemudian menjadi satuan elit dalam penanggulanagan terorisme di

Indonesia (Al Banna, 2011: 148).


Analisis Genealogi Kuasa Michel Foucault atas Wacana Radikalisme Agama di Indonesia
ABDULLAH ARIF 3
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Melalui Badan Penanggulangan Terorisme, radikalisme agama mengalami

intensionalisasi sebagaimana yang terkandung dalam salah satu dari lima misi

utama Badan Nasional Penanggulangan Terorisme yaitu, melakukan

deradikalisasi dan melawan propoganda ideologi radikal. Kemudian, misi

tersebut diturunkan menjadi salah satu fungsi BNPT yaitu, pelaksanaan

deradikalisasi (Agus SB, 2014: 75-76).

Tidak hanya pemerintah dan aparaturnya (Polri dan TNI), perhatian

kepada radikalisme agama juga dilakukan oleh kalangan akademisi melalui

program riset. Petualangan pencarian akar radikalisme agama pun dimulai,

seperti pada sebuah laporan riset oleh Ahmad Rizky Mardhatillah Umar yang

berjudul Melacak Akar Radikalisme Islam di Indonesia dalam Jurnal Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik Volume 14, Nomor 2, 2010. Penelitian ini selain melacak akar

radikalisme Islam di Indonesia, juga mencoba membaca relasinya dengan

terorisme. Hasilnya, kesimpulan yang dapat diambil adalah: bahwa radikalisme

di Indonesia berakar dari adanya kesenjangan-kesenjangan di masyarakat.

Kesenjangan tersebut, disikapi dengan langkah-langkah yang radikal dan

berkarakter militeristik oleh Kelompok Islam Politik. Sementara itu, pada basis

struktural, dapat dilihat bahwa adanya oligarki elit yang menguasai sumber daya

politik dan ekonomi. Sehingga, memunculkan kelompok-kelompok yang

termarjinalkan dan termiskinkan secara struktural. Pada akhir kesimpulannya,

Umar (Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, No. 2, November 2010: 184)

menegaskan bahwa persoalan radikalisme agama/radikalisme Islam tidak dapat

dilepaskan pada usaha negara mengentaskan kemiskinan.


Analisis Genealogi Kuasa Michel Foucault atas Wacana Radikalisme Agama di Indonesia
ABDULLAH ARIF 4
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

“Perburuan” radikalisme agama pun dilakukan pada kalangan mahasiswa

yang pada akhirnya berkesimpulan bahwa salah satu faktor merebaknya

kelompok radikal Islam dikalangan mahasiswa tidak terlepas dari upaya

kaderisasi kelompok intelektual kalangan fundamentalis Islam. Sedangkan

strategi yang digunakan oleh “kelompok radikal” adalah indoktrinasi ideologis

yang membuat mahasiswa sulit berpisah dari kelompoknya (Saifuddin, 2011:

17).

Intensionalitas para akademisi kepada radikalisme agama tidak hanya

ditujukan kepada kalangan mahasiswa, tetapi juga kepada LSM seperti Front

Pembela Islam (FPI), dengan menempatkan radikalisme agama pada statusnya

sebagai perilaku menyimpang. Hasil yang ditemukan, bahwa FPI merupakan

kelompok subculture deviance yang melakukan perbuatan melanggar norma

legal yang berlaku dalam masyarakat. Dengan mengacu pada KUHP,

disimpulkan perbuatan FPI menyimpang dari nilai-nilai yang berlaku umum

dalam masyarakat (Damyanti dkk. 2003: 55).

Dekonstruksi tafsir ayat-ayat Kitab Suci Al Quran yang disinyalir sebagai

sumber motivasi radikalisme agama juga dilakukan oleh banyak akademisi dari

lembaga perguruan tinggi agama. Karena ayat-ayat tentang jihad-sebagai sumber

nilai luhur perjuangan-bersumber dari teks-teks dalam Al Quran. Dekonstruksi

tafsir ayat-ayat Al Quran bertujuan meluruskan pemahaman yang “salah”

tentang firman Tuhan (Abdillah, 2014: 281). Tidak hanya dekonstruksi tafsir,

akademisi muslim juga mencoba menggali konsep-konsep para pemikir muslim,


Analisis Genealogi Kuasa Michel Foucault atas Wacana Radikalisme Agama di Indonesia
ABDULLAH ARIF 5
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

seperti konsep makrifat Al Ghazali dan Ibnu Arabi, dengan asumsi, dapat

menjadi solusi antisipatif radikalisme keagamaan (Dahlan dkk. 2013: 68).

Anak-anak dan remaja juga mendapat porsi dalam intensionalisasi

terhadap radikalisme agama melalui penyusunan program bimbingan konseling

berbasis pendidikan multikulturalisme. Melihat bahwa anak-anak dan remaja

adalah generasi penerus sehingga harus dilindungi dengan penanganan yang

tepat. Keadaan psikologis anak-anak dan remaja diupayakan selalu dalam

pendidikan multikultural, yaitu dengan membentuk sebuah komunitas lintas

agama yang akan dijadikan dunia bermain untuk anak-anak dan suasana santai

bagi para remaja (Nuriyanto, 2014: 19). Hasilnya, dari konstelasi kerja

pemerintah, hukum dan akademisi disusunlah sebuah program nasional dalam

rangka “menjinakan” dan mengantisipasi masyarakt yang sudah dinyatakan

terpapar paham radikal, maupun masyarakat yang dinyatakan bebas/belum

terkena paparan tersebut.

Negara berperang melawan “virus” radikalisme. Seolah wabah yang

mematikan, Agus SB (2016: 96) menggambarkan pertumbuhan radikalisme

agama dengan peribahasa “patah tumbuh hilang berganti, esa hiang dua

berbilang”. Hal ini didasari atas keyakinan bahwa ideologi merupakan bahan

bakar utama dari terorisme yang dapat bersumber dari agama, terlebih ketika

merujuk pada fenomena Bom Bali. Ketika para pelaku ditangkap, bahkan

dibunuh, tetapi keyakinanya (ideologi) tidak mudah untuk ditaklukkan. Ideolgi

inilah yang menyebar dan untuk mengatasinya perlu melakukan vaksinisasi

berupa deradikalisasi.
Analisis Genealogi Kuasa Michel Foucault atas Wacana Radikalisme Agama di Indonesia
ABDULLAH ARIF 6
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Namun, gagasan deradikalisasi pada akhirnya menimbulkan resistensi, salah

satunya datang dari Muhammadiyah, dengan gagasan moderasi yang diposisikan

sebagai antitesa dari deradikalisasi. Gagasan moderasi Muhammadiyah

mengusung sebuah konsep yang memiliki inti bahwa penanganan radikalisme

tidak dapat dilakukan dengan radikalisme juga, terlebih program deradikalisasi

disinyalir terkait dengan sumber pendanaan dan sponsor yang menghendaki

keberlangsungan programnya, meskipun tidak selalu dilatarbelakangi dengan

adanya fenomena terorisme yang seringkali dikaitkan dengan radikalisme

(www.republika.co.id, 1 Maret 2016). Memang diakui, bahwa salah satu faktor

terorisme adalah karena motivasi yang bersumber dari nilai-nilai agama

(ideologi), yaitu karena hasil dari proses penafsiran teks kitab suci. Sehingga,

menghasilkan sosok muslim “fundamentalis”. Namun, pelabelan seseorang yang

melakukan sebuah kejahatan dan terorisme atas motivasi agama dengan term

radikal, sedikit “menganggu” ketika term fanatisme masih tersedia, bahkan

ekstrimisme yang berkonotasi pada kedangkalan pemahaman penganutnya;

berbeda dengan radikal yang memiliki konotasi pada pemahaman yang

mengakar/mendalam (Haryatmoko, 2014: 74 dan 113). Bahkan, Ancok (2008: 1-

8) dalam makalahnya menyebutkan bahwa ketidakadilanlah sebagai sumber

radikalisme dalam agama. Ketidakadilan yang dimaksud adalah ketidakadilan

distributif, ketidakadilan prosedural dan ketidakadilan interaksional.

Pertanyaannya mengapa wacana radikalisme dipilih untuk menerangkan realitas

tertentu; misalnya terorisme? Ketika wacana “penuntut keadilan” masih tersedia.

Pemilihan wacana yang dipakai akan menentukan respon dan penanganannya;


Analisis Genealogi Kuasa Michel Foucault atas Wacana Radikalisme Agama di Indonesia
ABDULLAH ARIF 7
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

juga akan menentukan efektifitas penyelesaiannya. Terlebih, menurut Ponto

(2016: 2) terdapat sembilan unsur pembentuk terorisme yaitu: 1) pemimpin, 2)

tempat latihan, 3) jaringan, 4) dukungan logistik, 5) dukungan keuangan, 6)

pelatihan, 7) komando, 8) rekrutmen, 9) daya pemersatu atau keyakinan atau

ideologi. Pertanyaan menariknya adalah: mangapa hanya radikalisme agama yang

mendapat perhatian paling besar? Terlebih banyak pendapat bahwa akar dari

radikalisme adalah ketidakadilan.

Radikalisme, dengan mengacu pengertiannya pada semangat penegakkan

syariat Islam, sesungguhnya telah muncul pada ruang publik ketika awal Negara

Indonesia berdiri (Yusran R (ed), 2001: 77). Pada masa Orde Baru, pemikiran

radikal dimaknai sebagai anti pemerintah yang berarti juga anti Pancasila. Jika

melihat fenomena saat ini, radikalisme secara maknawi telah bergeser, dari sikap

melawan pemerintah yang juga berarti menolak Pancasila pada masa Orde Baru –

yang sesungguhnya merupakan sikap perlawanan kepada pemerintahan otoriter –

menjadi sebuah sikap yang meresahkan dan mengganggu stabilitas, kemanan dan

kesatuan. Lebih dari itu, radikalisme sering diartikan sebagai sikap anti Barat

yang ingin menegakkan nilai-nilai Islam dan memiliki hubungan dengan Al

Qaeda (Zen, 2012: 24).

Hal ini menjadi daya tarik tersendiri untuk melihat radikalisme agama

sebagai wacana yang mampu memengaruhi perilaku manusia pada tempat dan

waktu tertentu (Jones, 2010: 174); seperti deklarasi antiradikalisme yang

dilakukan oleh Kaum Santri (mediamadura.com, 10 Oktober 2016 dan

www.nu.or.id, 15 Juni 2016). Lebih dari sekadar melihat radikalisme agama


Analisis Genealogi Kuasa Michel Foucault atas Wacana Radikalisme Agama di Indonesia
ABDULLAH ARIF 8
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

sebagai sebuah fenomena sosial, dengan menggunakan teori genealogi kekuasaan

Michel Foucault, penelitian ini mencoba melihat jaringan genealogi yang

membangun wacana radikalisme agama di Indonesia yang sejatinya menempatkan

agama sebagai unsur penting dalam konstitusinya. Penelusuran genealogi wacana

itu sendiri tidak lain adalah penelusuran atas genealogi kekuasaan. Artinya,

kekuasaan baru dapat dilihat ketika menyadari akibat yang menunjukkan posisi

yang didominasi (Haryatmoko, 2014: 241).

Kekuasaan memiliki mekanisme melalui kehadiran secara terus menerus

dan wacana penuh perhatian, ingin tahu dan merayu. Pandangan ini memiliki

asumsi adanya konspirasi kekuasaan-pengetahuan. Sehingga, kuasa dapat

menjangkau sampai pada perilaku yang paling individual dan intim, yaitu perilaku

untuk mengetahui dan memperoleh pengetahuan (agama) secara “radikal”

(Haryatmoko, 2013: 46). Sosialisasi Anti Radikalisme oleh Markas Besar Polri ke

beberapa wilayah dan lembaga pendidikan Islam seperti pesantren, yang turut

membangun stigma; bahwa program anti radikalisme mengarah pada kelompok

muslim. Meskipun demikian, pihak Polri yang diwakili AKP Imron

mengungkapkan “kepolisian menindak orangnya, bukan agamanya”

(www.republika.co.id, 16 Maret 2016) . Namun, bisakah memisahkan begitu saja

agama dari pemeluknya? Sebagaimana pertanyaan yang diajukan oleh

Haryatmoko (2014: 69), padahal menurutnya agama baru menjadi konkret sejauh

dihayati pemeluknya. Artinya, stigma menyudutkan agama tertentu dapat

terbangun tanpa perlu menjurus pada ajarannya, cukup “menyentuh” pemeluknya

(institusi, kelompok, masyarakat), stigma penyudutan agama dapat terbangun.


Analisis Genealogi Kuasa Michel Foucault atas Wacana Radikalisme Agama di Indonesia
ABDULLAH ARIF 9
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Kekuasan sendiri bekerja “bergandengan” dengan banyak disiplin dari ilmu

pengetahuan, khususnya ilmu-ilmu humaniora. Selain hukum sebagai alat disiplin,

pengetahuan menjadi alat investigasi seperti diterapkan dalam psikologi,

psrikiatri, pedagogi, kriminologi dan pengetahuan lainnya; tidak ubahnya seperti

kekuasaan penyelidikan yang dimiliki ilmu terhadap binantang, tumbuhan dan

tanah (Haryatmoko, 2013: 47), sebagaimana yang diungkapkan oleh Foucault

(2002: 162):

“saya yakin, hal terpenting disini adalah bahwa kebenaran tidak pernah
berada di luar kekuasaan, atau tidak memiliki kekuasaan: berlawanan
dengan mitos di mana sejarah dan fungsi-fungsinya harus membayar
kembali untuk studi yang lebih jauh, maka kebenaran bukanlah seperti
penghargan atas semangat-semangat yang bebes, seorang anak dibiarkan
kesepian terus, atau pemberian hak-hak istimewa bagi mereka yang berhasil
membebaskan dirinya sendiri”.
Kebenaran menururt Foucault (2002: 162) tidak dapat dilepaskan dengan

konteks sosial-politik:

“Setiap masyarakat memiliki rezim kebenarannya sendiri, suatu “politik


umum” kebenaran: yakni tipe-tipe wacana yang diterima dan difungsikan
sebagai sesuatu yang benar; berbagai mekanisme dan instansi yang
memampukan orang membedakan pernyataan-pernyataan yang benar dan
keliru, di mana setiap penilaian itu memiliki sanksinya sendiri-sendiri;
teknik-teknik dan prosedur-prosedur yang mencatat nilai dalam buku besar
kebenaran; memberikan status bagi mereka yang berani mengatakan sesuatu
yang dianggap benar”
Foucault (2013: 164) juga berpendapat bahwa kebenaran/kekuasaan harus

dimengerti sebagai sebuah sistem dari prosedur-prosedur yang telah diatur utuk

memberikan penjelasan-penjelasan mengenai produksi, regulasi, distribusi, sirkulasi dan

operasi.

Fenomena perbincangan radikalisme agama di Indonesia tersebut, dalam

banyak bentuknya, menjadi daya tarik tersendiri bagi penelitian ini untuk melihat
Analisis Genealogi Kuasa Michel Foucault atas Wacana Radikalisme Agama di Indonesia
ABDULLAH ARIF 10
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

radikalisme agama sebagai wacana/diskursus yang mampu membentuk sebuah

episteme, sehingga mampu memengaruhi sebuah tindakan individual maupaun

sosial dalam tempat dan waktu tertentu. Perbincangan tentang radikalisme agama

dapat ditemukan dalam banyak varian, seperti dalam bentuk program riset;

seminar; pelatihan; imbauan di tempat umum dalam bentuk poster dan spanduk;

berita di media online dan cetak; dan pemberitaan di televisi. Lebih dari sekadar

melihat radikalisme agama sebagai fenomena sosial, dengan menggunakan teori

genealogi kuasa Michel Foucault, penelitian ini mencoba menelusuri jaringan

genealogi kekuasaan yang membangun wacana radikalisme agama di Indonesia.

Penelusuran genealogi wacana radikalisme itu sendiri tidak lain adalah

penelusuran atas genealogi kekuasaan wacana atas kelompok atau individu yang

dilabeli radikal dalam beragama.

1. Rumusan Masalah

Dari latarbelakang yang telah dikemukakan, maka rumusan masalah dari

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apa hakikat kekuasaan menurut Michel Foucault?

2. Bagaimana strategi bio-politik yang diterapkan dalam wacana radikalisme

agama di Indonesia?

3. Apa dampak yang dihasilkan dari praktik strategi bio-politik wacana

radikalisme agama di Indonesia?

2. Keaslian Penelitian

Sejauh penelusuran yang dilakukan oleh peneliti, belum ada yang

mengulas tentang analisis genelogi kuasa Michel Foucault atas wacana


Analisis Genealogi Kuasa Michel Foucault atas Wacana Radikalisme Agama di Indonesia
ABDULLAH ARIF 11
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

radikalisme agama di Indonesia. Namun ada beberapa penelitian yang memiliki

kesamaan pada objek formal dan objek material:

a. Penelitian dengan Kesamaan Pada Objek Formal

1) Arkeologi Pengetahuan (Studi tentang Epistemologi pada Filsafat

Strukturalisme Michel Foucault (1985). Skripsi Program Studi Ilmu Filsafat

Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada karya C.F. Suryo Laksono. Skripsi

ini fokus pada konsep arkeologi pengetahuan Michel Foucault dan dilihat pada

fungsinya sebagai pembentuk dasar pengetahuan manusia (epistemologi).

Dengan demikian, penelitian ini memiliki objek material berupa persoalan

mengenai pengetahuan sebagaimana diuraikan dalam karya-karya Michel

Foucault. Studi ini bersifat bibliografis.

2) Sejarah Pasar Tinjauan Metode Arkeologi-Genealogi Michel Foucault (2015).

Skripsi Program Studi Ilmu Filsafat Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada

yang ditulis oleh Sri Hartini Puspitasari tersebut menggunakan metode

arkeologi-genealogi Michel Foucault dalam melacak sejarah pasar, guna

menemukan diskontinuitas sejarah dan dapat menangkap perubahan makna

atas pasar dan menemukan relasi kuasa dalam membangun wacana pasar.

Penelitian ini berpusat pada sejarah pasar.

3) Fenomena Homoseksual di Kalangan Mahasiswa dalam Perspektif Teori Seks

dan Kekuasaan Michel Foucault (2015). Skripsi karya Annisa Filania pada

Program Studi Filsafat Universitas Gadjah Mada ini mengangkat fenomena

homoseksualitas dilingkungan mahasiswa dan menggunakan teori seks dan


Analisis Genealogi Kuasa Michel Foucault atas Wacana Radikalisme Agama di Indonesia
ABDULLAH ARIF 12
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

kekuasaan Michel Foucault guna mengidentifikasi dan mengungkap wacana

kekuasaan yang berkerja dalam lingkup kehidupan manusia yang

mempengaruhinya dalam mengambil keputusan hidup terkait identitasnya

sebagai kaum homoseksual.

b. Penelitian dengan Kesamaan pada Objek Material

1) Radikalisme Islam di Kalangan Mahasiswa (Sebuah Metafora Baru), 2011.

Sebuah penelitian pada Jurnal Analisis, Volume XI, Nomor 1 oleh Saifuddin.

Penelitian ini menaruh fokus pembahasannya pada fenomena merebaknya

kelompok radikal Islam di kalangan mahasiswa dan melihat lebih jauh terkait

strategi yang dilakukan oleh kelompok-kelompok tersebut.

2) Radikalisme Islam di Kalangan Mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri di

Banjarmasin, 2015. Sebuah penelitian pada jurnal Tashwir, Vol 3, Nomor 6

oleh Akh. Fauzi Aseri, Bayani Dahlan dan Mariatul Asiah. Penelitian ini

meletakkan fokus pembahasannya pada persepsi tentang radikalisme Islam

pada tiga perguruan tinggi negri di Banjarmasin. Sebagian besar responden

memandang radikalisme bukan sebagai jalan dalam menyelesaikan

permasalahan, tetapi menyuarakan tentang penerapan syariat Islam juga

merupakan hak dari warga negara.

3) Ketidakadilan sebagai Sumber Radikalisme dalam Agama (Suatu Analisis

Berbasis Teori Keadilan dalam Pendekatan Psikologi, 2008. Sebuah penelitian

pada jurnal Psikologi Indonesia, Nomor 1 oleh Djamaludin Ancok. Penelitian

ini meletakkan fokus kajiannya pada faktor terjadinya radikalisme agama dan
Analisis Genealogi Kuasa Michel Foucault atas Wacana Radikalisme Agama di Indonesia
ABDULLAH ARIF 13
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

menggunakan analisis dari tiga perspektif keadilan; ketidakadilan destributif,

ketidakadilan prosedural dan ketidkadilan interaksional.

4) Revitalisasi Peran Profetik Pesantren dalam Membendung Radikalisme

Agama, 2013. Sebuah penelitian pada jurnal Al Hikmah, Vol 3, Nomor 1 oleh

Arsam. Meletakkan fokus kajiannya pada peran pesantren dalam membendung

radikalisme agama. Penelitian ini memiliki kesimpulan bahwa pesantren

sedang mengalami penurunan. Diantaranya karena pesantren dinilai tidak

mampu lagi menjawab tantangan zaman.

5) Radikalisme Agama dan Politik Demokrasi di Indonesia Pasca-Orde Baru,

2015. Sebuah penelitian pada jurnal Miqot, Vol XXXIX, Nomor 2 oleh Masdar

Hilmy. Penelitian ini meletakkan fokus kajiannya pada kemunculan

radikalisme Islam di Indonesia pasca-Orde Baru dalam kaitannya dengan

politik demokrasi serta implikasinya terhadap kebijakan negara atas

radikalisme.

3. Manfaat Penelitian

a. Bagi Ilmu Pengetahuan

Memperkaya pengetahuan dalam melihat radikalisme agama sebagai

sebuah wacana dan mengetahui strategi penerapannya. Penelitian ini diharap

mampu memberikan prespektif baru dalam melihat radikalisme agama di

Indonesia.

b. Bagi Filsafat

Bagi bidang keilmuan filsafat, pengetahuan ini diharapkan menjadi salah

satu sumber pustaka yang bisa dijadikan rujukan bagi mahasiswa filsafat yang
Analisis Genealogi Kuasa Michel Foucault atas Wacana Radikalisme Agama di Indonesia
ABDULLAH ARIF 14
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

lain. Hal ini karena pemikiran-pemikiran Michel Foucault menjadi sangat relevan

dalam melihat fenomena yang terjadisaat ini. khususnya untuk mengetahui

hubungan antara sebuah pengetahuan dengan kekuasaan. Perspektif inilah yang

diharap mampu memberi perspektif baru dalam melihat radikalisme agama yang

saat ini ramai diperbincangkan.

c. Bagi Bangsa Indonesia

Penelitian ini diharapkan menjadi bahan bacaan dan bahan refleksi

pemerintah Indonesia dalam menyikapi radikalisme agama, sebagai usaha

pemberian keadilan bagi warga negara.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Memaparkan dan menjelaskan hakikat kekuasaan menurut Michel Foucault.

2. Menganalisis strategi kuasa yang diterapkan dalam wacana radikalisme agama.

3. Menganalisis dampak yang dihasilkan dari praktik wacana radikalisme di

Indonesia.

C. Tinjauan Pustaka

Menurut kamus Bahasa Inggris, kata radikal diartikan sebagai ekstrem

atau bergaris keras. Radikalisme berarti satu paham aliran yang menghendaki

perubahan secara drastis atau fundamental reform. Radikalisme memiliki inti

sebuah kehendak untuk mengubah dengan kecenderungan menggunakan

kekerasan. Ini juga dapat diartikan sebagai paham politik yang menghendaki

perubahan yang ekstrim, sesuai dengan pengejawantahan ideologi yang dianut

(Agus SB, 2016: 47).


Analisis Genealogi Kuasa Michel Foucault atas Wacana Radikalisme Agama di Indonesia
ABDULLAH ARIF 15
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Agus SB (2014: 155) mengungkapkan, terkait bentuknya, radikalisme bisa

dikelompokkan ke dalam dua bentuk, yaitu pemikiran dan tindakan. Menurut hal

pemikiran, radikalisme berfungsi sebagai ide yang bersifat abstrak dan

diperbincangkan sekalipun mendukung penggunaan cara-cara kekerasan untuk

mencapai tujuan.

Adapun dalam bentuk aksi atau tindakan, radikalisme telah berwujud pada

aksi dan tindakan yang dilakukan aktor sebuah kelompok garis keras dengan cara

kekerasan dan anarkis untuk mencapai tujuan utamanya. Baik dibidang

keagamaan, sosial, politik dan ekonomi (Agus SB, 2014: 155).

Agus SB (2014: 156) mengungkapkan, untuk menjadi seorang radikalis,

seseorang melewati beberapa tahapan, yaitu: pra-radikalisasi, tahap seseorang

menjalani kehidupan sehari-harinya sebelum mengalami radikalisasi; identifikasi

diri, fase individu mulai mengidentifikasi diri dengan ideologi radikal;

indoktrinasi, ketika seseorang mulai mengintensifikasi dan memfokuskan diri

pada apa yang diyakininya; jihadisasi, ketika individu mulai mengambil tindakkan

berdasar keyakinannya.

Zen (2012: 1) menungkapkan bahwa radikalisme secara bahasa berasal

dari kata radic (akar). Ketika radikalisme digabungkan dengan kata Islam, maka

pendefinisiannya secara akademik harus hati-hati dan mengacu pada sejumlah

rujukan ilmiah. Misalnya, radikalisme adalah gerakan yang berpandangan kolot

dan sering menggunakan kekerasan dalam mengajarkan keyakinan mereka.

Pada sekala global, label radikalisme bagi gerakan Islam yang menentang

Barat dan sekutu-sekutunya dengan sengaja dijadikan komoditi politik. Istilah


Analisis Genealogi Kuasa Michel Foucault atas Wacana Radikalisme Agama di Indonesia
ABDULLAH ARIF 16
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

radikalisme sendiri sampai saat ini belum ada kesimpulan dan kesepakatan di

antara pengamat tentang istilah yang tepat untuk menggambarkan gerakan yang

radikal. Terdapat istilah lain yang umum, yaitu fundamentalisme. Guna

menunjukkan sikap kalangan muslim yang menolak tatanan sosial yang ada dan

berusaha menerapkan suatu model tatanan tersendiri yang berbasiskan nilai-nilai

keagamaan (Zen, 2012: 3).

Fundamentalis menurut Kuntowijoyo (1997: 48) adalah golongan yang

ingin kembali kepada sunah Rasul. Cara berpakaian mereka cenderung memakai

jubah dan cadar dengan maksud untuk menolak industri fashion. Oleh karena itu,

fundamentalisme juga dapat dilihat sebagai gerakan anti industrialisme. Namun,

fundamentalisme memiliki dampak politik. Sehingga, negara-negara industrial

menyamakan fundamentalisme sama dengan terorisme.

Sedangkan menurut Amien Rais (1991: 132), secara sosiologis dapat

diterangkan bahwa radikalisme kerap muncul bila terjadi banyak kontradiksi

dalam orde sosial yang ada. Bila masyarakat mengalami anomi atau kesenjangan

antara nilai-nilai dan pengalaman dan para warga masyarakat merasa tidak

memiliki lagi daya untuk mengatasi kesenjangan itu, maka radikalisme dapat

muncul ke atas permukaan.

Radikalisme juga terkadang diartikan sebagai islamisme, yaitu sebuah

paham yang menyatakan bahwa agama sesungguhnya mencakup segala dimensi

pada masyarakat modern. Agama harus menentukan segala bidang kehidupan

dalam masyarakat. Mulai dari pemerintah, pendidikan, sistem hukum, hingga

kebudayaan dan ekonomi (Qodir, 2014: 26).


Analisis Genealogi Kuasa Michel Foucault atas Wacana Radikalisme Agama di Indonesia
ABDULLAH ARIF 17
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

D. Landasan Teori

Foucault (2010: 174), berpendapat bahwa seseorang memperoleh

pengetahuan melalui cara yang sama dengan seseorang memperoleh bahasa.

Kesempatan seseorang untuk menolak pengetahuan tersebut sama kecilnya

dengan kesempatan untuk tidak mau belajar bahasa tertentu semenjak lahir hingga

dewasa. Seseorang ketika mengetahui tentang yang baik dan yang salah, sebagai

hasil dari pengaruh sebuah wacana tertentu. Oleh karena itu, menurut Foucault,

melalui wacanalah yang mendominasi suatu waktu dalam sejarah dan suatu

tempat tertentu, seorang manusia memiliki kerangka-pikir atau pandangan dunia

tertentu.

Dengan demikian, jika seseorang ingin memahami perilaku manusia pada

tempat dan waktu tertentu, temukanlah wacana yang mendominasi (Jones, 2010:

174). “kuasa wacana” pada Foucault telah mereduksi kekuasaan politik, ekonomi,

ideologi dan sosial ke dalam wacana. Dalam buku Deciplin and Punish, Foucault

mengemukakan konsep power yang berbeda dengan “power” yang umumnya

diterima dan dipikirkan banyak orang. Kekuasaan sesungguhnya berjalin antara

bahasa, pikiran, pengetahuan dan tindakan. Inilah yang disebut Foucault sebagai

“praktik diskursif”. Wacana dengan demikian, sesungguhnya mempromosikan

aktivitas-aktivitas tertentu dalam kehidupan sosial (Lubis, 2014: 76-84).

Memahami bagaimana Foucault melakukan kajian atas wacana, terdapat

beberapa kata kunci yaitu: arkeologi, genealogi dan kekuasaan. Genealogi adalah

sebuah tindakan untuk menawarkan sebuah hubungan proses tentang jaringan

diskursus/wacana. Instrumen utamanya adalah hukum, dekrit dan peraturan.


Analisis Genealogi Kuasa Michel Foucault atas Wacana Radikalisme Agama di Indonesia
ABDULLAH ARIF 18
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Menurut genealogi kekuasaan, Foucault tertarik untuk mengetahui bagaimana

orang memerintah dirinya sendiri atau orang lain melalui pengetahuan. Menurut

pengamatannya, Foucault melihat pengetahuan menjadi sumber kekuasaan dengan

memperlakukan orang sebagai subjek dan kemudian menguasai subjek itu dengan

pengetahuan (Suharnadji, 2010: 383).

Menurut Foucault tugas genealogi kekuasaan adalah untuk memeriksa

tentang rangkaian diskursus dibentuk. Foucault juga melihat bagaimana manusia

meregulasi dirinya sendiri. Menurut term yang lebih spesifik, genealogi

kekuasaan Foucault mengupas bahwa kekuasaan dan ilmu pengetahuan secara

langsung berdampak pada yang lain; tidak ada kekuasaan tanpa pembentukan

bidang ilmu pengetahuan, sebaliknya pada saat yang sama tidak ada ilmu

pengetahuan tanpa kekuasaan (Ritzer, 2010: 80).

Foucault juga mengidentifikasi tiga instrumen kekuasaan yaitu: Observasi

Hierarkis, sebuah kemampuan untuk mengawasi semua yang mereka kontrol

dengan sebuah pandangan tunggal; kedua, kemampuan untuk menormalisasikan

penilaian (normalizing judgment) dan menghukum orang yang melanggar; ketiga,

adalah pemeriksaan untuk menyelidiki subjek dan normalisasi penilaian tentang

mereka (Ritzer, 2010: 98). Oleh karena itu kebenaran/kekuasaan harus dimengerti

sebagai sebuah sistem dari prosedur-prosedur yang telah diatur untuk memberikan

penjelasan-penjelasan mengenai produksi, regulasi, distribusi, sirkulasi dan

operasi (Foucault, 2002: 164).

Menurut Foucault (dalam Haryatmoko, 2013: 49) ada lima cara bagaimana

kekuasaan beroperasi. Pertama, kekuasaan tidak diperoleh, diambil, atau


Analisis Genealogi Kuasa Michel Foucault atas Wacana Radikalisme Agama di Indonesia
ABDULLAH ARIF 19
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

dibagikan. Kekuasaan berjalan dari berbagai titik. Kedua, kekuasaan bersifat cair

karena ketika ada perbedaan, maka terbukalah hubungan kekuasan. Ketiga,

hubungan kekuasaan tidak berada dalam posisi suprastruktur. Kekuasaan datang

dari bawah, artinya; tidak ada oposisi binair antara yang didominasi dengan yang

mendominasi. Keempat, hubungan kekuasaan bersifat intensional. Tidak ada

kekuasaan tanpa serangkaian rasionalitas kekuasaan. Kelima, kekuasaan selalu

mengandung resistensi. Sebuah perlawanan yang menjadi bagian dari kekuasaan

itu sendiri.

E. Metode Penelitian

1. Model dan Jenis Penelitian

Jenis peneltian ini adalah penelitian bidang ilmu filsafat dengan model

penelitian mengenai masalah aktual dengan objek material salah satu fenomena

atau situasi aktual yang merupakan masalah kontroversial dan salah satu teori

filsafat sebagai objek formal. Penelitian ini menjadikan wacana radikalisme

agama sebagai objek material dan genealogi kuasa Michel Foucault sebagai objek

formal.

2. Bahan dan Materi Penelitian

Penelitian ini dapat dikategorikan sebagai penelitian kepustakaan. Bahan

penelitian didapatkan dari pustaka yang berkaitan dengan objek material dan objek

formal penelitian. Data kepustakaan dapat dibagi menjadi kepustakaan primer dan

kepustakaan sekunder. Sumber pustaka primer meliputi:


Analisis Genealogi Kuasa Michel Foucault atas Wacana Radikalisme Agama di Indonesia
ABDULLAH ARIF 20
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Pustaka Primer berkaitan dengan Genealogi Kuasa :

a. Foucault, Michel. 2002. Kegilaan dan Peradaban, terj. Yudi Santoso.

Yogyakarta: Ikon Teralitera.

b. Foucault, Michel. 2015. Order of Thing: Arkeologi Ilmu-ilmu Kemanusiaan,

terj. Priambodo dan Pradana Boy. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

c. Foucault, Michel. 2012. Arkeologi Pengetahuan, terj. Inyiak Ridwan Muzir.

Yogyakarta: Ircisod.

d. Foucault, Michel. 2011. Pengetahuan dan Metode: Karya-karya Penting

Michel Foucault. Yogyakarta: Jalasutra.

e. Foucault, Michel. 2002. Power/Knowledge: Wacana Kuasa /Pengetahuan,

terj. Yudi Santosa. Yogyakarta: Bentang Budaya.

Pustaka Primer berkaitan dengan Radikalisme Agama:

a. Qodir, Zuly. 2014. Radikalisme Agama di Indonesia. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

b. Endang, Turmudi dan Riza Sihabudi (ed). 2005. Islam dan Radikalisme di

Indonesia. Jakarta: LIPI Press.

c. Jainuri. Achmad. 2016. Radikalisme dan Terorisme: Akar Ideologi dan

Tuntutan Aksi. Malang: Intrans Publishing

Selain pustaka primer, penelitian ini juga menggunakan beberapa pustaka

sekunder, antara lain:

a. Hardiyanta, P. Sanu. 1997. Michel Foucault Disiplin Tubuh Bengkel Individu

Modern. Yogyakarta: LKiS


Analisis Genealogi Kuasa Michel Foucault atas Wacana Radikalisme Agama di Indonesia
ABDULLAH ARIF 21
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

b. Sarup, Madan. 2008. Panduan Pengantar untuk Memahami

Poststrukturalisme dan Posmodernisme. Yogyakarta: Jalasutra.

3. Tahapan Penelitian

Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahapan sebagai berikut :

a. Inventarisasi dan kategorisasi

Pada tahapan pertama, dilakukan pengumpulan data kepustakaan dan

penunjang lainnya yang bersangkutan dengan objek material dan objek formal

penelitian. Studi pustaka dilakukan dalam upaya untuk memperoleh gambaran

lengkap mengenai perkembangan wacana radikalisme agama dan pemikiran

genealogi Michel Foucault.

b. Klasifikasi dan Pengolaan Data

Pada tahapan ini akan dilakukan klasifikasi terhadap data yang sudah

dikumpulkan. Pengklasifikasian bertujuan untuk membedakan data objek

material dan data objek formal yang selanjutnya akan menjadi data yang diolah.

c. Penyusunan Penelitian

Tahapan selanjutnya adalah penyusunan penelitian berupa laporan

sistematis dan objektif. Pada tahapan ini peneliti melakukan refleksi kritis atas

permasalahan yang diangkat dalam penelitian.

4. Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini mengacu pada buku karangan Anton

Bakker dan Achmad Charris Zubair tahun 1990. Adapun unsur-unsur yang

digunakan antara lain sebagai berikut (Bakker dan Achmad Charris Zubair, 1990:

111-113) :
Analisis Genealogi Kuasa Michel Foucault atas Wacana Radikalisme Agama di Indonesia
ABDULLAH ARIF 22
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

a. Deskripsi

Menguraikan hasil pemahaman secara sistematis tentang wacana

radikalisme agama di Indonesia dan pemikiran genealogi Michel Foucault dengan

tujuan untuk mendapat gambaran yang jelas mengenai topik penelitian.

b. Interpretasi

Interpretasi dilakukan untuk mendapatkan gambaran yang jelas dan lebih

mendalam berdasarkan data yang diperoleh tentang wacana radikalisme agama di

Indonesia dan pemikiran genealogi Michel Foucault dengan tujuan mengetahui

jaring kuasa dari wacana radikalisme agama.

c. Holistika

Data yang telah dikumpulkan akan dilihat secara keseluruhan dalam

memandang wacana radikalisme agama di Indonesia dan pemikiran genealogi

Michel Foucault.

d. Refleksi Kritis

Menunjukkan kelemahan dan kelebihan dari penerapan wacana

radikalisme agama dan mencoba melihat penerapan wacana radikalisme agama di

Indonesia dengan sudut pandang pemikiran Michel Foucault.

F. Hasil yang Ingin Dicapai

Adapun hasil yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui hakikat kekuasaan Michel Foucault.

2. Mengetahui strategi kuasa yang diterapkan dalam wacana radikalisme agama

di Indonesia.
Analisis Genealogi Kuasa Michel Foucault atas Wacana Radikalisme Agama di Indonesia
ABDULLAH ARIF 23
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

3. Mengetahui dampak yang dihasilkan dari praktik wacana radikalisme di

Indonesia

G. Sistematika Penulisan

Penulisan penelitian ini disusun dengan sistematika sebagai berikut:

Bab I berisi pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang masalah,

rumusan masalah, keaslian penelitian, manfaat penelitian, tujuan penelitian,

tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, hasil yang ingin dicapai dalam

penelitian, dan sistematika penulisan

Bab II berisi tentang objek formal penelitian yakni tentang teori genealogi

kekuasaan Michel Foucault. Dalam bab ini peneliti terlebih dahulu memaparkan

biografi Michel Foucault guna memahami secara utuh konteks dan latar belakang

dari pemikiran filsuf. Setelah itu, pemaparan pemikiran-pemikian yang

mempengaruhi Michel Foucault. Dilanjutkan dengan pemaparan filsafat Michel

Faoucault yang terdiri dari dua sub-bab, yaitu arkeologi pengetahuan dan

genealogi kuasa. Kemudian, peneliti memasuki pemaparan tentang kekuasaan

menurut Michel Foucault dengan tujuan mengetahui hakikat dan strategi yang

diterapkan dalam suatu kekuasaan diskursus.

Bab III berisi tentang objek material penelitian, yakni tentang wacana

radikalisme agama di Indonesia. Pada bab ini, peneliti memulainya dengan

pembahasan wacana radikalisme agama secara umum, kemudia peneliti mencoba

menjelaskan keterkaitan antara wacana radikalisme agama dengan terorisme.

Setelah itu, pembahasan dilanjutkan dengan pemaparan sejarah radikalisme agama

di Indonesia yang memuat dua sub-bab pembahasan, yaitu pada masa Orde Lama
Analisis Genealogi Kuasa Michel Foucault atas Wacana Radikalisme Agama di Indonesia
ABDULLAH ARIF 24
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

dan Orde Baru. Bab ini diakhiri dengan pembahasan program deradikalisasi

dalam bingkai sosialisasi antiradikalisme agama di Indonesia.

Bab IV berisi analisis kritis mengenai perkembangan wacana radikalisme

agama dan praktik strategi bio-politik nya dengan sudut pandang Genealogi kuasa

Michel Foucault.

Bab V berisi penutup yang merupakan jawaban dari rumusan masalah

yang diajukan. Pada bab ini terdapat kesimpulan dan saran terkait penelitian.

Anda mungkin juga menyukai