Anda di halaman 1dari 5

NEGASI MIMPI

(part 1)

Oleh: Enna Hasna Ainun

Gadis itu mematikan layar handphonenya. Dia baru saja menerima hasil tes masuk
perguruan tinggi yang dia ikuti dua pekan lalu. Dan hasilnya, dia gagal. Ya, gadis itu
dinyatakan gagal dalam tes masuk sebuah universitas terbaik di negara ini.

Entah, apa yang dilakukannya sehingga ia bisa gagal. Mungkin dia terlalu ceroboh
menjawab setiap soal, atau mungkin dia memang terlalu bodoh untuk nekat
mengikuti tes tersebut.

Dan kini setelah semuanya terjadi, dia malah tidak tahu apa yang menyebabkan
dia gagal.

Sesekali layar ponsel nya menyala. Beberapa temannya mengiriminya pesan yang
isinya kurang lebih mengenai pertanyaan 'gimana tes nya? Kamu lolos kan??'.

Tapi gadis itu sama sekali tak berhasrat untuk menjawabnya. Dia tahu teman-
temannya sebagian besar sudah diterima di berbagai perguruan tinggi. Ada yang
diterima di universitas terbaik di kota, banyak juga yang telah menyelesaikan
administrasi di sebuah univ swasta terbaik negeri ini.

Dia merasa dia lah manusia paling tidak beruntung di muka bumi ini. Jikalau
mungkin, dia akan menghapus setiap akun media sosialnya, agar tak seorang pun
tahu nasibnya sekarang. Dia benar-benar phobia. Mengapa semesta mudah sekali
menegasikan mimpi seseorang?

****
Malam semakin larut, namun suara nyaring jangkrik itu tetap tak lelah memberi
rasa pada dinginnya malam. Gadis itu berhenti pada coretannya yang kesekian
puluh lembar.

"Kamu kenapa toh dek?? Masih mikirin soal tes itu??" kakaknya menarik kursi.
Menjajari dia duduk.

Gadis itu terdiam. Matanya sayu.

"Hmm.. kakak jadi penasaran, sebenarnya apa sih alasan kamu pengen banget
masuk univ itu??"

Dia menghentikan penannya.

Alasan? Alasan masuk univ itu??

Ya. Alasan. Sesuatu yang menjadi landasan awal kenapa kita mengejar tujuan.
Kenapa kita mati-matian membela mimpi itu.

Tapi sayang, gadis itu malah bingung apa alasan dia mau berambisi masuk univ
tersebut.

"Jangan-jangan kamu memang mau masuk kesana tanpa alasan yang jelas sedikit
pun??"

Gadis itu semakin tertampar. Dia benar benar tidak tahu apa alasan logis dia
mengejar univ tersebut.

"Karena univ itu adalah univ terbaik di negeri ini. Banyak orang-orang sukses
dilahirkan dari sana. Banyak para pemikir yang dibentuk di univ itu. Skalanya
sudah internasional. Fasilitasnya lengkap. Tak ada yang diragukan kan?" cerocos
gadis itu dengan agak kesal.

"Lalu, kalo kita gak masuk univ itu, apa kita mustahil bisa jadi orang sukses?" Kali
ini pertanyaan kakaknya semakin mirip interogasi. Atau lebih tepatnya mirip tes
wawancara untuk menjadi pegawai suatu perusahaan.

"Itulah kenapa Allah tidak mewujudkan mimpi kamu untuk kuliah di sana. Itu
karena kamu tak punya alasan yang cukup logis kenapa kamu mau menuntut ilmu
di sana. Maka Allah juga tak punya alasan yang kuat untuk mengabulkan mimpi
kamu. Oke??" kakaknya tersenyum. Menugaskan gadis itu memaknai setiap
kalimatnya.

****

Nama gadis itu adalah Bintang. Nama yang bagus bukan?

Ya, nama itu diberikan mamanya dengan harapan kelak dia mampu menjadi
bintang di bumi ini. Menerangi kehidupan semesta dengan apa yang dia miliki.

Nama adalah do'a. Benar, ungkapan itu benar. Namanya juga merupakan do'a agar
suatu saat dia menjadi seorang yang berguna bagi sesamanya.

Tapi tidak semua do'a pasti dikabulkan bukan? Ada yang dikabulkan, ada yang
diganti dengan lebih baik, adapula yang disimpan untuk dikabulkan di masa
depan. Tugas kita adalah menunggu. Tanpa lupa berusaha.

Tapi gadis itu malah semakin ragu apakah dia bisa menjadi bintang?

"Kalau kamu tidak bisa menjadi bintang di langit sana, kenapa tidak mencoba
untuk jadi insekta yang membatu penyerbukan tanaman? Kalau masih tidak bisa
juga kenapa kamu tidak mencoba untuk jadi mikroba yang mengurai jutaan
makhluk yag mati di muka bumi?"

"Mikroba memang amat kecil. Keberadaannya bahkan tak dipedulikan makhkuk


dunia. Tapi tanpa adanya mikroba, mungkin bangkai-bangkai makhluk mati akan
bertebaran dimana-mana"

Gadis itu semakin terdiam. Entah, dia menjadi sedih mendengar kata-kata
kakaknya.

Benar. Analogi itu sangat filosofis.

Tugas kita di dunia ini bukan hanya untuk menjadi seorang yang tertinggi.

Bukan hanya berdiri di puncak dengan berbagai bendera keberhasilan.


Bukan.. bukan tentang itu.

Tugas kita adalah bekerja. Berusaha.

Tapi kok aku udah kerja keras, siang malam. Pendeknya, udah kerja lembur bagai
kuda, tapi masih aja gagal?? Pikiran gadis itu masih berusaha menentang takdir.

Gadis itu bergegas ke kamar mandi. Mengambil air wudhu. Bercermin dari setiap
tetes airnya.

Baik, mulai hari ini dia tak akan lagi menatap langit. Karena itu hanya akan
membuatnya semakin merasa tak bisa menjadi bintang di bumi.

Dia akan menatap bumi, menatap tanah yang diinjaknya.

Bahwa mungkin disana ia bisa menjadi sesuatu yang berguna bagi semesta.

Mulai hari ini, aku akan mengawali lagi perjalanan mimpiku. Mengejar mimpi
yang lebih berguna bagi ummat. Bukan hanya mimpi yang menampilkan kejayaan
diri dan kejeniusan pribadi.

Berjalan pada rel yang ditetapkan Tuhan.

Jangkrik masih saling beradu suara. Semakin merdu mengiringi malam syahdu itu.
Dan gadis itu bersujud, mengagunggkan nama Sang Maha Pencipta, perencana
terbaik dalam perjalanan manusia.

Sukaraja, 22 Mei 2019

Enna Hasna Ainun || Shoot low. Aim high .

Anda mungkin juga menyukai