Aku tidak takut. Jika setiap manusia memiliki 5 emosi, yaitu bahagia, sedih, takut,
jijik dan kemarahan, aku hanya memiliki empat emosi. Aku tidak punya rasa takut. Di hari itu
di tengah lapangan yang terik aku sudah siap untuk melakukan pertarungan ku yang pertama
sebagai tukang pukul di keluarga terban. Rasa gugup jelas ada, jantung ku berdegup kencang
tidak karuan. Aku mulai memikirkan bagaimana aku jika kalah pada pertarungan ini. Aku
akan kehilangan banyak uangku, rasa malu terhadap teman-temanku, dan apa kata orang tua
ku nanti melihat wajah ku yang babak belur. Ah, buat apa aku memikirkan semua itu, aku
hanya perlu fokus untuk memenangkan pertarungan tangan kosong ini. Setelah pertarungan
terjadi, aku hanya perlu waktu lima menit untuk membuat musuhku terkapar tidak berdaya.
Pujian begitu banyak berdatangan kepadaku, semua musuh terdiam kagum melihat caraku
bertarung. Setelah kejadian itu aku mulai kehilangan rasa takutku. Dan itulah yang membuatk
diriku ingin menjadi tukang pukul terkuat di keluarga Terban
Ya, namaku Joyvanka atau semua orang menyebutku si Piyel. Berbadan kekar, tinggi
dan memiliki warna kulit hitam. Itulah alasan, mengapa semua orang memanggilku Piyel
yang berarti hitam. Aku salah satu anggota keluarga Terban. Keluarga Terban adalah nama
geng dari salah satu sekolah ternama di Yogyakarta. Di Yogyakarta ini terdapat lima
keluarga besar yang menguasi daerah nya masing-masing. Lima keluarga tersebut berebut
menjadi yang terkuat di Yogyakarta ini. Lima keluarga itu yaitu, tentu keluarga ku sendiri
yaitu keluarga Terban, keluarga Rizo, Wiro, Kutu, dan keluarga Zeco. Lawan pertamaku
dalam bertarung berasal dari keluarga Rizo, musuh bebuyutan keluarga Terban.
Di titik ini aku sudah tidak peduli lagi dengan sekolahku, aku sudah tidak peduli
dengan tumpukan buku-buku yang tidak berguna bagiku itu. Aku sudah nyaman menjadi
salah satu anggota keluarga Terban. Di sini aku sudah bisa menemukan kebahagiaanku tanpa
memikirkan apapun. Siapa yang menghalangi kebahagiaanku akan ku musuhi dia. Hidupku
saat ini hanya berorientasi kepada kebahagiaan. Masalah di sekolah datang bertubi-tubi tetapi
aku tetap tidak peduli, kerjaanku di sekolah hanya tidur, merokok, dan bahkan aku sering
sekali membolos karena merasa bosan berada di sekolah yang begitu menjijikkan ini. Hanya
satu hal yang paling kutunggu-tunggu di sekolah, yaitu bel pulang sekolah berbunyi. Jika bel
pulang sekolah berbunyi berarti menandakan kehidupan ku yang sebenarnya telah dimulai.
Sepeti biasa, setelah pulang sekolah aku langsung tancap gas menuju basecamp dan
berkumpul bersama teman-teman anggota keluarga Terban yang lainnya. Bercengkrama
bersama membahas rencana bertarung dengan keluarga lainnya sambil bermain kartu dan
merokok merupakan nikmat tersendiri bagi kami. Begitu kehidupan kami sehari-harinya, dan
tiga kali setiap minggunya kami selalu melaksanakan latihan bertarung di basecamp kami.
Dan setiap 3 bulan sekali di keluarga kami diadakan ritual Amok, yaitu satu orang melawan
semua orang anggota di keluarga kami, siapa yang paling lama bertahan itulah yang akan
menjadi panglima tempur atau ketua di keluarga kami untuk 3 bulan kedepan. Aku sangat
tidak sabar menanti ritual Amok ini, aku sangat berambisi untuk bisa memimpin keluarga ini
dan menjadikan nama keluarga terban disegani oleh semua keluarga lainnya.
Aku makin tidak peduli dengan sekolah, aku tidak peduli dengan keluarga dirumah,
aku tidak peduli dengan masa depanku. Yang kupikirkan hanya lah menjadikan keluarga
terban disegani seluruh keluarga di Yogyakarta. Setiap harinya kami semua menyerang
kemarkas keluarga-keluarga lainnya. Semua memberikan perlawanan tetapi tidak bisa
dipungkiri bahwa keluarga kami lah yang paling kuat. Tahun ini keluarga terban adalah
keluarga yang paling kuat dan paling disegani oleh semua keluarga lainnya. Keluarga terban
sangat makmur, mendapatkan uang jatah setiap bulannya untuk bersenang senang dari
keluarga lainnya. Begitu menyenangkan sekali bukan?
Hari demi hari berlalu, sudah 2 tahun aku memimpin keluarga terban, dan ini tahun
terkahir ku berada di sekolah ini. Berapa bulan lagi aku akan melanjutkan ke jenjang
pendidikan yang lebih tinggi. Hari ini basecamp sepi sekali tidak ada satu orang pun di sini.
Tiba-tiba aku teringat dengan kehidupan di masa kecil ku. Yang memiliki cita-cita tinggi,
berpendidikan tinggi dan benci sekali dunia gelap seperti ini. Rasa menyesal datang tiba-tiba
dalam diriku, tetapi menyesal juga tidak ada guna. Semua sudah terjadi, semua sudah
terlambat. Bagaimana orang tua ku? Sudah dua tahun ku acuhkan mereka tanpa rasa berdosa
sedikitpun di hatiku. Bagaimana sekolahku? Aku sudah tidak tahu bagaimana sekolahku, aku
benar benar tidak peduli semuanya. Memang keluarga terban sudah diatas angin. Tetapi apa
yang akan aku lakukan ketika semua ini sudah mencapai puncaknya. Hampa rasanya, rasa
puas hanya datang seketika dan selebihnya tidak tahu akan berbuat apa.
Bercampur aduk rasanya, dan saat itu juga ku telfon semua anggota keluarga terban
agar segera menuju ke basecamp. Hanya butuh waktu satu jam untuk mengumpulkan semua
anggota berkumpul di basecamp. Tanpa berlama lama aku katakan pada mereka bahwa aku
akan membubarkan keluarga terban. Sebagian dari mereka diam tanpa memberikan
tanggapan dan sebagian dari mereka menyerukan dengan lantang bahwa mereka tidak setuju.
Keluarga ini sudah berdiri sejak lama, tidak bisa dibubarkan begitu saja dengan mudahnya.
Tidak ada satu alasan pun yang pantas dijadikan alasan untuk membubarkan keluarga ini.
Kujelaskan semua keresehanku selama ini kepada mereka, tetapi tetap saja sebagian
dari mereka tidak terima. Karena tidak kunjung menemukan titik terang, akhirnya sebagai
jalan keluar aku menantang semua yang tidak sependapat dengan ku untuk berduel
melakukan ritual amok. Siapa yang menang ia yang berhak menentukan keputusan apakah
keluarga ini akan dibubarkan atau tidak. Kesepekatan terjadi dan langsunglah dikeesokan
harinya dilaksanakan ritual amok. Semua anggota berusaha berkerja sama untuk menjatuhkan
ku, ratusan kali pukulan ratusan kali tendangan tetapi tetap saja Piyel lah yang paling kuat,
aku lah yang masih menjadi tukung pukul terhebat keluarga terban.
Setelah ritual amok biasanya kita adakan pesta, tetapi berbeda untuk kali ini.
Pembubaran keluarga terban kali ini. Pada hari ini keluarga terban resmi dibubarkan dan
sudah tidak ada lagi geng di sekolaah kami. Kita juga sudah mengumkan kepada keluarga
lainnya bahwa keluarga terban sudah tidak ada lagi.
Pagi yang cerah, sudah tidak ada lagi keluarga terban. Waktu nya menata masa depan
yang cerah, saya pikir tidak ada kata terlambat untuk berubah. Sudah tidak ada lagi
membolos sekolah, tidak ada lagi merokok di sekolah, tidak ada lagi kata malas untuk
bersekolah. Melihat teman-teman juga sudah berusaha beradaptasi dengan kebiasaan baru
membuatku semakin semangat untuk menjalani kehidupan sekolah yang sebenarnya.
Ternyata kehidupan di sekolah begitu menyenangkan juga, tidak kalah menariknya dengan
kehidupan di keluarga terban. Hanya saja di sekolah bertarungnya dengan soal dan buku buku
yang menyebalkan. Aku juga bisa lebih banyak berteman dengan berbagai macam jenis
orang. Tidak hanya orang orang yang hobinya berkelahi saja. s
Ujian nasional tinggal menyisakan waktu 6 bulan lagi.Dengan waktu yang tersisa
memang mustahil rasanya mengejar ketertinnggalan pelajaran selama dua tahun ini. Tetapi
aku yakin semua masih bisa dikejar. Menjadi tukang pukul terkuat se Jogja saja aku bisa,
mengapa tidak untuk orang terpintar se Jogja? Sudah tidak ada kehidupan yang hanya
berorientasi pada kebahagian saja. Waktu nya berjuang mewujudkan mimpi masa kecilku.
SMA favorit di Yogyakarta yang terletak di jalan Yos Sudarso Yogyakarta. Orang tua ku
juga sangat berharap agar aku diterima di sekolah itu. Orang tua ku sangat bangga dan senang
melihat perubahan yang begitu derastis pada diriku. Apapun yang ku butuhkan untuk
menunjang belajarku selalu di kabulkan oleh kedua orangtua ku, dengan harapan anak
tunggal nya ini bisa meraih cita cita nya yg telah diimpikannya sejak kecil.
Hari yang ditunggu tunggu telah tiba, pengumuman hasil Ujian Nasional telah tiba.
Nilai ku cukup mengejutkan, aku mendapatkan rangking satu se sekolah. Hal yang
mengejutkan bagiku dan semua warga sekolah termasuk orang tua ku. Anak berandal yang
pernah menjadi tukang pukul ini telah berhasil mewujudkan mimpinya sedari kecil untuk
melanjutkan jenjang pendidikan yang lebih tinggi di sekolah paling favorit di Yogyakarta.
Tahun ajaran baru telah di mulai, suasana baru dan lingkungan yang baru. Tidak ada
lagi kehidupan gelap seperti dulu. Cita-cita sejak kecilku sudah tercapai. Usaha yang
kulakukan tidaklah mudah. Setiap hari hanya belajar, belajar, dan belajar. Sangat tidak
mungkin kusiasiakan perjuangan yang sudah kulakukan ini. Sudah saat nya menjadi pribadi
yang lebih baik lagi dan mulai menyusun kembali cerita cerita yang penuh kejutan dari Piyel,
mantan tukang pukul terhebat dari keluarga terban.