Anda di halaman 1dari 2

B. Ruang Lingkup Hukum Penitensier.

Walaupun secara harfiah orang lebih sering dan cenderung mengatakan, bahwa hukum penitensier
itu adalah suatu keseluruhan norma-norma hukum yang mengatur masalah pidana dan pemidanaan,
namun Prof van Bemmelen telah melihatnya secara lebih luas dan lebih maju. Prof vanBbemmelen
sebagaimana dikutip lamintang , mengartikan hukum penitensier sebagai hukum yang berkenaan
dengan tujuan, daya kerja dan organisasi dari lembaga-lembaga pemidanaan (het recht batreffendc
doei, werking en organisatic der strafinstituten).

Dari pengertian tersebut dapat dilihat bahwa van bemmelen tidak lagi memandang pidana itu
semata-mata sebagai pidana atau semata-mata melihat pemidanaan itu sebagai pemidanaan. Akan
tetapi telah mencoba untuk mengaitkanya dengan tujuan yang ingin dicapai melalui pemidanaan,
dan dengan daya kerja yang di miliki oleh pemidaan tersebut serta organisasi yang di perlukan agar
pemidaan yang di jatuhkan oleh hakim dapat mencapai tujuannya secara efektif dan efesien.

Dari uraian tentang pengertian di atas tadi telah cukup memberikan gambaran bahwa hukum
penitensier tidak saja berkenaan dengan norma-norma hukum yang mengatur masalah pidana dan
pemidanaan melainkan juga berkenaan dengan norma-norma hukum yang mengatur masalah
tindakan dan kebijaksanaa.

Dalam hubungan itu, Lamintang menjelaskan sebuah argumentasi yang dapat digunakan untuk
memperkuat pemahaman tentang pengertian dan ruang lingkup 'hukum panitensier ,yang tidak
hanya berkenaan dengan masalah pidana dan pemidanaan. Menurutnya, apabila hukum penitensier
harus diterjemahkan dengan perkataan hukum tentang pidana dan pemidanaan. maka timbul
pertanyaan: apakah benar Kitab undang-undang Hukum Pidana (KUHP) itu semata-mata hanya
mengatur masalah pidana dan pemidanaan saja.?“ Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita dapat
melihat antara lain rumusan Pasal 45 KUHP yang menentukan :

Dalam hal penuntutan pidana terhadap orang yang belum dewasa karena melakukan suatu
perbuatan sebelum berumur 16 tahun, hakim dapat menentukan:

- Memerintahkan supaya yang bersalah dikembalikan kepada orang tuanya, walinya atau
pemeliharanya, tanpa pidana apapun

- Memerintahkan supaya diserahkan kepada pemerintah tanpa pidana apapun jika perbuatan
merupakan kejahatan atau salah satu pelanggaran berdasarkan pasal-pasal 489, 490, 492, 496, 497,
503 -505, 514, 517 519. 526, 531, 532, 536 dan 540 . serta belum lewat dua tahun sejak dinyatakan
bersalah karena melakukan kejahatan atau salah satu pelanggaran tersebut diatas, dan putusannya
telah menjadi tetap;

-Menjatuhkan pidana.

Dari ketentuan Pasal 45 KUHP tersebut di atas dapat dipahami bahwa dalam hal seorang anak yang
belum dewasa melakukan tindak pidana. maka ada tiga kemungkinan yang dapat dikenakan
kepadanya oleh hakim, yaitu: menyerahkannya kepada orang tua walinya, diserahkan kepada
pemerintah atau dipidana. Persoalannya adalah apakah penyerahan kepada orang tua atau

Hal.8 buku d
penyerahan kepada negara itu dapat dianggap sebagai suatu pemidanaan? Untuk menjawab
pertanyaan tersebut, uraian berikut dapat memberikan penjelasan.

Pada ketika orang berbicara tentang jenis-jenis pidana yang dapat dijatuhkan oleh hakim, atau
tentang cara penjatuhan pidana serta cara dan di mana pidana itu dijalankan , maka pada ketika itu
berarti orang sedang berbicara hukum panitensier . Demikian pula, pada ketika orang bicara tentang
sanksi berupa penyerahan seorang anak yang terbukti telah melakukan tindak pidana kepada orang
tua atau walinya, maka ketika itu pula orang bicara hukum penitensier. Akan tetapi yang disebutkan
terakhir ini tidak dapat dikatakan sebagai suatu pemidanaan, dan sulit untuk dikategorikan sebagai
suatu tindakan. Perintah hakim untuk menyerahkan seorang anak yang terbukti melakukan tindak
pidana kepada orang tua atau walinya lebih tepat dikatakan sebagai suatu kebijaksanaan.

Demikian pula halnya. pada ketika orang bicara tentang putusan hakim yang memerintahkan agar
seorang anak yang terbukti telah melakukan suatu tindak pidana untuk ditempatkan di bawah
pengawasan pemerintah, maka itu berarti orang sedang bicara hukum penitensier. Namun
penempatan seorang anak yang terbukti melakukan tindak pidana di bawah pengawasan
pemerintah itu sendiri bukanlah merupakan suatu pemidanaan , dan sulit untuk dikategorikan
sebagai suatu kebijaksanaan . Perintah hakim untuk menempatkan seorang anak di bawah
penguasaan pemerintah karena anak itu terbukti telah melakukan suatu tindak pidana adalah
merupakan suatu tindakan (maatregel)

Selanjutnya, dimanakah ketentuan tentang pemidanaan tersebut dapat ditemukan?

Norma-norma hukum penitensier sebagian besar terdapat di dalam Buku l Kitab Undang-undang
hukum Pidana (KUHP). dan sebahagian lagi tersebar di dalam berbagai peraturan perundang-
undangan di luar kodifikasi, diantaranya:

a. Ordonansi tanggal 27 Desember 1917. Staatblad tahun 1917 nomor 749 yang dikenal sebagai
Ordonansi Pelepasan bersyarat.

b. Ordonansi tanggal 6 November 1926. Staatblad tahun 1926 nomor 487 yang dikenal sebagai
ordonansi Pelaksanaan Pidana bersyarat .

c. Ordonansi tanggal 10 Desember 1917, Staatblad tahun 1917 Nomor 708 yang dikenal sebagai
“Gestichtenreglemenz' atau glemen Penjara. (Dengan UU No 12 tahun 1995, reglemen penjara ini
dinyatakan sudah tidak berlaku lagi)

d. Undang-undang Nomor 20 tahun 1946 tentang Pidana tutupan.

e. Undang-undang Nomor. 12 tahun 1995 tentang kemasyarakatan

f. Dan berbagai undang-undang khusus lainnya yang di dalamnya terkandung rumusan sanksi pidana.
seperti UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Dan lain sebagainya.

Hal.8 buku d

Anda mungkin juga menyukai