Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
KEPERAWATAN BRONKOPNEUMONIA
OLEH :
P07120012033
2.1 REGULER
JURUSAN KEPERAWATAN
2014
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN
KEPERAWATAN PADA PASIEN ANAK DENGAN
BRONKOPNEUMONIA
B. PENYEBAB
Secara umum bronkopneumonia diakibatkan penurunan
mekanisme pertahanan tubuh terhadap virulensi pathogen. Orang normal
dan sehat mempunyai mekanisme pertahanan tubuh terhadap organ
pernafasan yang terdiri atas : reflek glottis dan batuk, adanya lapisan
mucus, gerak silia yang menggerakkan kuman keluar dari organ dan
sekresi humoral setempat
Timbulnya broncopneumonia disebabkan oleh virus, bakteri,
jamur, protozoa, mikrobakteri, mikoplasma, dan riketsia ( Sandra M.
Nettria, 2001:682) amtara lain :
1. Bakteri : Streptococcus , Staphylococcus, H Influenzae, Klebsiella
2. Virus : Legionela Pneumonia
3. Jamur : Aspergillus Spesies, Candida albicans
4. Aspirasi makanan, sekresi orofaringetal atau isi lambung kedalam
paru – paru
5. Terjadi karena kongesti paru yang terlalu lama
C. PATOFISIOLOGI
Bronkopneumonia merupakan infeksi pulmonal pada bagian
bronchus dan alveoli. Proses bronkopneumonia dimulai ketika kuman
pathogen yaitu protozoa, virus dan bakteri terutama bakteri golongan
coccus (Pneumococcus, Streptococcus) dan basil gram negative atau jamur
berhasil menembus mucus jalan nafas sehingga merusak bagian alveolar.
Selain karena tersebut di atas aspirasi benda asing dapat menyebabkan
terjadinya bronkopneumonia.
Masuknya agen infeksius ke mucus jalan nafas karena lolos dari
sistem pertahanan tubuh yaitu bulu hidung, mucus silia dan antibodi
menetap dalam bronchus dan alveolus. Leukosit bermigrasi ke dalam
alveoli sehingga timbul respon peradangan dan menyebabkan penebalan
dinding alveoli. Cairan yang mengisi alveoli (peningkatan hasil mukus
dari peradangan) melindungi arganisme dari pagositosis leukosit dan
fasilitasi pergerakan organisme alveoli lain. Infeksi menyebar jika kuman
bronkopneumonia telah mencapai aliran darah menyebabkan septicemia
atau keracunan darah. Empat tahap respon yang khas setelah bakteri
mencapai alveoli yaitu :
1. Kongesti (4 sampai 12 jam pertama) : eksudat serosa masuk
kedalam alveoli melalui pembuluh darah yang berdilatasi dan
bocor.
2. Hepatisasi merah (48 jam berikutnya) : paru-paru tanpak merah dan
bergranulasi (hapatisasi= seperti hepar) karena sel-sel darah merah,
fibrin, dan leukosit polimorfonuklear mengisi alveoli.
3. Hepatisasi kelabu (3 sampai 8 hari) : paru- paru tampak kelabu
karena leukosit dan fibrin mengalami konsolidasi di dalam alveoli
yang terserang.
4. Resolusi (7 sampai 11 hari) : eksudat mengalami lisis dan
direabsorpsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali pada
struktur semula.
Dengan adanya peradangan pada bronchus dan parenkim akan
menyebabkan pertukaran gas antara udara bebas dan paru- paru menjadi
tidak efektif, hal ini dikarenakan adanya penumpukan sekret pada jalan
nafas dan penebalan membran respirasi sehingga kecepatan difusi
menurun yang menyebabkan pemenuhan oksigen tubuh menjadi
berkurang sehingga akan timbul sesak nafas.
D. KLASIFIKASI
1. Bronkopneumonia sangat berat :
Bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup minum,maka anak
harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.
2. Bronkopneumonia berat :
Bila dijumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan masih sanggup
minum,maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.
3. Bronkopneumonia :
Bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang cepat :
> 60 x/menit pada anak usia < 2 bulan
> 50 x/menit pada anak usia 2 bulan – 1 tahun
> 40 x/menit pada anak usia 1 – 5 tahun.
4. Bukan bronkopenumonia :
Hanya batuk tanpa adanya tanda dan gejala seperti diatas, tidak perlu
dirawat dan tidak perlu diberi antibiotika. Diagnosis pasti dilakukan
dengan identifikasi kuman penyebab:
1. Kultur sputum atau bilas an cairan lambung
2. Kultur nasofaring atau kultur tenggorokan (throat swab),
terutama virus
3. Deteksi antigen bakteri
E. GEJALA KLINIS
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh suatu infeksi di saluran
pernafasan bagian atas selama beberapa hari. Pada tahap awal, penderita
broncopneumonia mengalami tanda dan gejala yang khas seperti
menggigil, demam, nyeri dada pleuritis, batuk produktif, hidung
kemerahan, saat bernafas menggunakan otot aksesorius dan bisa timbul
sianosis ( Barbara C.Long, 1996 :35 )
Adapun gejala klinis dara bronkopneumonia ialah :
1. Kesulitan dan sakit pada saat pernafasan
a. Nyeri pleuritik
b. Nafas dangkal dan mendengkur
c. Takipnea
2. Bunyi nafas di atas area yang menglami konsolidasi
a. Mengecil, kemudian menjadi hilang
b. Krekels, ronki,
3. Gerakan dada tidak simetris
4. Menggigil dan demam 38,8 ° C sampai 41,1°C, delirium
4. Diaforesis
5. Anoreksia
6. Malaise
7. Batuk kental, produktif Sputum kuning kehijauan kemudian
berubah menjadi kemerahan atau berkarat.
8. Gelisah
9. Sianosis Area sirkumoral, dasar kuku kebiruan
10. Masalah-masalah psikososial : disorientasi, ansietas, takut mati
F. PEMERIKSAAN FISIK
Pada stadium awal sukar dibuat diagnosis dengan pemeriksaan
fisik, tapi dengan adanya nafas cepat dan dangkal, pernafasan cuping
hidung dan sianosis di sekitar mulut harus dipikirkan kemungkinan
penumonia. Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisis tergantung
dari luas daerah terkena pada perkusi ; toraks sering tidak ditemukan
kelainan ; pada auskultasi ditemukan nafas vesikuler melemah, juga
terdapat ronkhi basah halus / sedang dan nyaring. Bila sarang
bronkopneumonia menjadi satu (konfluens) mungkin pada perkusi
terdengar redup dan suara pernafasan pada auskultasi mengeras. Pada
stadium resolusi ronkhi dapat terdengar lagi dan biasanya tanpa
pengobatan, penyembuhan dapat terjadi 2 – 3 minggu.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk dapat menegakkan diagnosa keperawatan dapat digunakan cara:
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah
Pada kasus bronchopneumonia oleh bakteri akan terjadi
leukositosis (meningkatnya jumlah neutrofil).
b. Pemeriksaan sputum
Diambil dengan biopsi jarum, untuk mengetahui
mikroorganisme penyebab dan obat yang cocok untuk
menanganinya. Bahan pemeriksaan yang terbaik diperoleh dari
batuk yang spontan dan dalam. Digunakan untuk pemeriksaan
mikroskopis dan untuk kultur serta tes sensitifitas untuk
mendeteksi agen infeksius.
c. Analisa gas darah untuk mengevaluasi status oksigenasi dan
status asam basa.
d. Kultur darah untuk mendeteksi bakteremia
e. Sampel darah, sputum, dan urin untuk tes imunologi untuk
mendeteksi antigen mikroba.
2. Pemeriksaan Radiologi
a. Rontgenogram Thoraks
Terdapat bercak – bercak pada bronkus hingga lobus.
Menunjukkan konsolidasi lobar yang seringkali dijumpai pada
infeksi pneumokokal atau klebsiella. Infiltrat multiple
seringkali dijumpai pada infeksi stafilokokus dan haemofilus.
b. Laringoskopi/ bronkoskopi untuk menentukan apakah jalan
nafas tersumbat oleh benda padat.
H. KRITERIA DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan bila ditemukan 3 dari 5 gejala berikut (Bradley
et.al., 2011):
1. Sesak napas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan
dinding dada
2. Panas badan
3. Ronkhi basah halus-sedang nyaring (crackles)
4. Foto thorax meninjikkan gambaran infiltrat difus
5. Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan
limfosit predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang
predominan)
2. Keperawatan
a. Menjaga kelancaran pernapasan
b. Kebutuhan istirahat
c. Kebutuhan nutrisi dan cairan
d. Mengontrol suhu tubuh
e. Mencegah komplikasi atau gangguan rasa nyaman dan aman
f. Kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit.
g. Mencegah kecemasan pada anak dan orang tua
J. KOMPLIKASI
1. Atelektasis
Adalah pengembangan paru yang tidak sempurna atau kolaps paru
merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau refleks batuk hilang.
Apabila penumpukan secret akibat berkurangnya daya kembang paru-
paru terus terjadi dan penumpukan secret ini menyebabkan obstruksi
bronkus intrinsik
2. Empisema
Adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga
pleura terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura. Terjadi di
mulai adanya gangguan pembersihan jalan napas akibat penutupan
sputum, peradangan yang menjalar ke bronkhiolus menyebabkan
dinding bronkhiolus mulai melubang dan membesar.
3. Abses paru
Adalah pengumpulan pus dalam paru yang meradang. Di dalam paru-
paru berdinding tebal, nanah mengisi rongga yang dibentuk ketika
infeksi atau peradangan merusak jaringan paru. Bisul sering
merupakan hasil dari bunyi aspirasi radang paru-paru ketika
campuran organisme masuk ke dalam paru-paru bisul dapat
menyebabkan haemorhagic di dalam paru-paru jika tidak
diperlakukan, tetapi atibiotik yang khusus membunuuh bakteri
anaerobic dan organisme lain secara cepat dapat mengurangi bahaya.
4. Infeksi sitemik
5. Endokarditis
Adalah peradangan pada endokardial
6. Meningitis
Adalah infeksi yang menyerang selaput otak. Penyebaran virus
haemofillus influenza melalui hematogen ke system saraf sentral.
Penyebarannya juga bisa di mulai saat terjadi infeksi saluran
pernapasan atau dimana manifestasi klinik meningitis menyerupai
pneumonia.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan inflamasi
trakeobronkial, pembentukan edema, peningkatan produksi sputum.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
alveolus kapiler, gangguan kapasitas pembawa oksigen darah,
gangguan pengiriman oksigen.
3. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam
dan proses infeksi, anoreksia yang berhubungan dengan toksin bakteri
bau dan rasa sputum, distensi abdomen atau gas.
4. Resiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan kehilangan
cairan berlebih, penurunan masukan oral.
5. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan insufisiensi O2 untuk
aktifitas sehari – hari.
6. Ansietas (anak & orang tua ) berhubungan dengan kurangnya
pengetahuan tentang kondisi anak dan rawat inap di rumah sakit
C. RENCANA KEPERAWATAN
6. Berikan HE kepada
keluarga mengenai kondisi
/ penyakit yang dialami
anaknya
E. EVALUASI
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan,
dimana evaluasi adalah kegiatan yang dilakukan secara terus menerus
dengan melibatkan pasien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Sylvia A. Price & Lorraine M.W. 2006.Patofisiologi konsep klinis dan proses-
proses penyakit. EGC: Jakarta.
Mengetahui Mahasiswa
Pembimbing Praktik
Pembimbng Akademik
Ns. I Nyoman Ribek, S.Pd, S.Kep, M.Pd
NIP. 196106061988031002