A. Pendahuluan
1. Latar belakang
Islam diketahui memiliki karakteristik yang khas di bandingkan dengan
agam-agama yang datang sebelumnya. Di era globalisasi ini, banyak
masyarakat dan khususnya bagi para pelajar yang acuh tak acuh dengan
sejarah Negara, apalagi sejarah peradaban Islam. Dewasa ini mereka hanya
memandang sejarah sebagai dongeng yang membosankan untuk di dengar.
Padahal, sejarah peradaban Islam sangat penting bagi kita semua.
2. Rumusan masalah
a. Apa pengertian kebudayaan Islam?
b. Bagaimana konsep kebudayaan Islam?
B. Kajian Teoritik
1. Pengertian kebudayaan Islam
2. Konsep kebudayaan Islam
3. Perkembangan kebudayaan Islam
4. Nilai-nilai kebudayaan Islam
5. Masjid sebagai pusat kebudayaan Islam
1
C. Pembahasan/Analisis
1. Konsep Kebudayaan Dalam Islam
Kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah yang
merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal). Budi mempunyai
arti akal, kelakuan, dan norma. Sedangkan “daya” berarti hasil karya cipta
manusia. Dengan demikian, kebudayaan adalah semua hasil karya, karsa,
dan cipta manusia di masyarakat. Istilah “kebudayaan” sering dikaitkan
dengan istilah “peradaban”. Perbedaannya: kebudayaan lebih banyak
diwujudkan dalam bidang seni, sastra, religi, dan moral, sedangkan
peradaban diwujudkan dalam bidang politik, ekonomi, dan teknologi.
Menurut terminologi, kebudayaan adalah himpunan segala usaha dan
daya upaya yang dikerjakan dengan menggunakan hasil pendapat budi,
untuk memperbaiki sesuatu tujuan dalam rangka mencapai kesempurnaan.1
Di sisi lain, kebudayaan dapat dikelompokkan kepada bidang-bidang
antara lain: filsafat, ilmu pengetahuan, kesenian, kaidah-kaidah budaya,
bahasa, agama budaya, teknik, ekonomi, politik, pendidikan dan lainnya.2
Sedangkan pengertian Islam berasal dari bahasa arab yaitu “Aslama-
Yuslimu-Islaman” yang artinya selamat. Menurut istilah, Islam adalah
agama samawi.
Kebudayaan islam selalu terkait dengan nilai-nilai ilahiyah yang
bersumber dari ajaran kitab suci Qur’an dan hadits, sehingga dapat
dipahami bahwa kebudayaan islam itu adalah implementasi dari Qur’an
dan Sunnah oleh umat islam dalam kehidupannya baik dalam bentuk
pemikiran, tingkah laku maupun karya untuk kemaslahatan umat manusia
dalam rangka mendekatkan diri (taqarub) kepada Allah dalam mencari
keridhoanNya.
1
Agus Salim, 1954:300
2
Endang Saifuddin Anshari,1986:104
2
dikelompokkan menjadi tiga masa, yaitu masa klasik, antara tahun 650-
1250M, masa pertengahan, antara tahun 1250-1800M, dan masa modern
atau kebangkitan intelektual Islam kembali, antara tahun 1800M hingga
sekarang dan seterusnya. Pada masa klasik lahir ulama-ulama besar seperti
Imam Hanafi, Imam Hambali, Imam Syafi’i, dan Imam Maliki dibidang
hukum Islam. Di bidang filsafat Islam seperti Al Kindi tahun 801M, yang
berpendapat bahwa kaum Muslimin hendaknya menerima filsafat sebagai
bagian dari kebudayaan Islam. Kemudian Al-Razi lahir tahun 865 M, Al-
Farabi lahir tahun 870 M, sebagai pembangun agung filsafat Islam. Pada
abad berikutnya lahir pula filosof besar Ibnu Maskawaih pada tahun 930
M, yang terkenal memiliki pemikiran tentang pendidikan akhlak.
Selanjutnya Ibnu Sina tahun 1037 M, Ibnu Bajjah tahun 1138 M, Ibnu
Tufail tahun 1147 M, dan Ibnu Rusyd tahun 1126.
Pada masa pertengahan, yaitu antara tahun 1250-1800 M, dalam catatan
sejarah pemikiran Islam pada masa ini merupakan fase kemunduran karena
filsafat mulai dijauhkan dari umat Islam sehingga ada kecenderungan akal
dipertentangkan dengan wahyu, iman dipertentangkan dengan ilmu, dan
dunia dipertentangkan dengan akhirat. Jika diperhatikan secara seksama
pengaruhnya masih terasa hingga sekarang. Sebagian ulama kontemporer
sering melontarkan tuduhan kepada Al-Ghazali sebagai yang pertama
menjauhkan filsafat dengan agama sebagaimana dalam tulisannya
“Tahafutul Falasifah” (kerancuan filsafat). Tulisan Al-Ghazali itu dijawab
Ibnu Rusyd dengan tulisan “Tahafutu Tahafut” (kerancuan diatas
kerancuan). Pada saat ini ada pertanyaan mendasar yang sering dilontarkan
para intelektual muda muslim. Mengapa umat Islam tidak bisa menguasai
ilmu dan teknologi modern?. Jawabannya sangat sederhana, yaitu karena
umat Islam tidak mau melanjutkan tradisi ke-ilmuan yang diwariskan oleh
para ulama besar pada masa klasik.
Pada masa kejayaannya umat Islam terbuai dengan kemegahan yang
bersifat material. Sebagai contoh kasus pada zaman modern ini tidak lahir
para ilmuan dan tokoh-tokoh kaliber dunia dikalangan umat Islam dari
negara-negara kaya di Timur Tengah. Pada sisi yang lain umat Islam yang
3
tinggal di Negara bekas jajahan sangat sulit membangun semangat
kebangkitan intelektual Islam karena keterbatasannya. Q. S. An-Nisa ayat
115 juga disebutkan, “Dan barang siapa menentang Rasul (Muhammad)
setelah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan
orangorang mukmin, kami biarkan dia dalam kesesatan yang dilakukannya
itu dan akan kami masukkan dia ke dalam neraka jahanam, dan itu
seburuk-buruk tempat kembali.”
3
Quraish Syihab, 1999:433
4
yang pertama disebut sebagai ilmu ladunni dan yang kedua disebut
ilmu kasbi.4 Ilmu kasbi adalah ilmu yang diperoleh melalui trial and
error dengan mempelajari ayat-ayat Kauniyah (seluruh alam) dan
ayat qauliyah (wahyu). Ilmu kasbi di dapat dengan cara belajar, yang
di dalamnya ada guru dan murid. Adapun ilmu laduni ilmu yang
didapat hasil taqarub kepada Allah swt. Dalam buku Ensiklopedi
Islam, ilmu laduni diartikan sebagai pengetahuan yang diperoleh
seseorang yang saleh dari Allah SWT melalui ilham dan tanpa
dipelajari lebih dahulu melalui suatu jenjang pendidikan tertentu.
Oleh sebab itu, ilmu tersebut bukan hasil dari proses pemikiran,
malainkan sepenuhnya tergantung atas kehendak dan karunia Allah
SWT.5 Ilmu laduni dikenal oleh kalangan ulama sebagai ilmu ilham,
oleh karena itu tidak ada metode khusus untuk mendapatkannya.
Tidak seperti ilmu kasbi yang bisa diperoleh siapa saja dengan jalan
belajar, ilmu laduni tidak bisa dipelajari. Hanya manusia tertentu saja
yang dikaruniai ilmu laduni.
5) Kewajiban mengamalkan ilmu. Termasuk budaya akademik yaitu
mengamalkan ilmu yang telah dimiliki. Pengalaman ilmu
merupakam manifestasi dari kekaguman kepada Allah SWT.
6) Penggalian ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi. Ilmu yang
dimiliki umat islam akan berbuah pada berhasilnya menghasilkan
software dan hardware ( program dan benda).
7) Menggunakan fasilitas diri, alam, pakar serta kekuatan berjamaah
dalam menghasilkan berbagai ilmu pengetahuan.
8) Mengisi waktu dengan hal-hal efektif.
9) Pembentukan akhlak.
b. Budaya Kerja
Dalam sumber ajaran islam, dijelaskan mengenai budaya kerja.
Prinsip-prinsip yang ada dalam budaya kerja antara lain:
4
M. Quraish Shihab, 1999:572-573
5
Ensiklopedi Islam: 89
5
1) Bekerja didasarkan niat yang tulus karena Allah SWT. keimanan
merupakan dasar setiap aktivitas manusia. Berbuat berdasarkan nilai-
nilai keimanan berarti investasi besar bagi manusia karena
perbuatannya diimbali oleh Allah SWT.
2) Bekerja berdasarkan ilmu. Melakukan sesuatu didasarkan atas ilmu
yang dimiliki akan mendatangkan hasil yang memuaskan bagi si
pelaku dan orang lain yang memanfaatkan produksinya.
3) Bekerja dengan maksimal atau terbaik.
4) Bekerja sendiri atau secara bersama.
5) Bekerja untuk kesehjateraan dan kemashlahatan diri dan lingkungan.
6) Bekerja berorientasi pada masa depan.
7) Bekerja dengan objek yang bervariasi dan professional.
6
muncul keinginan untuk selalu berbuat dan berkarya. Pada puncaknya
manusia akan menghasilkan sesuatu yang disebut kebudayaan.6
Untuk menghasilkan kebudayaan islami diperlukan prinsip-prinsip antara
lain:
a. Dibangun atas dasar nilai-nilai ilahiyah.
b. Munculnya sebagai pengembangan dan pemenuhan kebutuhan manusia.
c. Sasaran kebudayaan adalah kebahagiaan manusia, keseimbangan alam
dan penghuninya.
d. Pengembangan ide, perbuatan, dan karya dituntut sesuai kemampuan
maksimal manusia.
e. Keseimbangan individu dan social antara makhluk lain dengan alam
merupakan cita
tertinggi dari kebudayaan.
6
DR. Nurcahaya, M.Ag 2013:182
7
Selama sekitar 700 tahun sejak Nabi Muhammad mendirikan masjid
pertama, fungsi masjid masih sebagai pusat peribadatan umat Islam.
Belajar dari sejarah Islam, seharusnya esksistensi masjid pada masa kini
harus lebih mampu memberikan makna terdalam, terluas dan terlengkap
bagi kehidupan masyarakat Muslim. Karena itu, pengembangan dan
pengayaan ulang atau revitalisasi fungsi masjid sebagai pusat berbagai
kegiatan sosial keagamaan, pendidikan, politik, kesehatan, dan sebagainya
kini menjadi lebih diperlukan.
Tujuannya untuk menciptakan manfaat dan dampak masjid yang
maksimal serta berkesinambungan dalam mengembangkan peradaban
dunia Islam yang maju, ramah, mandiri, damai, dan modern.
“sesungguhnya yang dapat memakmurkan masjid-masjid Allah itu
hanyalah orangorang yang beriman kepada Allah dan hari yang akhir
orang-orang yang menegakkan shalat dan menunaikan zakat dia tidak
takut melainkan hanya kepada Allah, maka mereka itulah orangorang yang
mendapat petunjuk” (Q. S. At-Taubah (9): 18). Allah berfirman dalam Al-
Quran: “dan sesungguhnya masjid-masjid itu kepunyaan Allah Ta’ala,
maka janganlah kamu menyeru seseorang besertanya.” (Q. S. Al-Jin
(72):18). Firman Allah dalam Al-Quran: “Sesungguhnya masjid itu
dibangun diatas takwa” (Q. S. At-Taubah (9): 108).
8
yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Q. S. Ali Imran: 18, “kami tidak
mengutus engkau, Wahai Muhammad, melainkan sebagai rahmat bagi
seluruh manusia” (Q.S. Al-Anbiya: 107). Sehingga disimpulkan bahwa
kebudayaan Islam adalah kejadian atau peristiwa masa lampau yang
berbentuk hasil karya, karsa, dan cipta umat Islam yang didasarkan kepada
sumber nilai-nilai Islam. Allah mengangkat Nabi Muhammad sebagai
Rosul yaitu memberikan bimbingan kepada umat. Manusia agar dalam
mebengmbangkan kebudayaan tidak lepas dari nilai-nilai ketuhanan.
Sebagaimana sabdanya yang berarti, “sesungguhnya aku diutus Allah
untuk menyempurnakan akhlak.”
Dalam perkembangannya kebudayaan Islam perlu dibimbing oleh
wahyu dan aturanaturan yang mengikat agar tidak terperangkap pada
ambisi yang bersumber dari nafsu hewani sehingga akan merugikan
dirinya sendiri. Disini Agama Islam berfungsi untuk membimbing manusia
dalam mengembangkan akal budinya sehingga menghasilkan kebudayaan
yang beradab atau berperadaban Islam. Sehubungan dengan hasil
perkembangan kebudayaan yang dilandasi nilai-nilai ketuhanan atau
disebut sebagai peradaban Islam, maka fungsi agama disini semakin jelas.
Ketika perkembangan dan dinamika kehidupan umat manusia itu
sendiri mengalami kebekuan karena keterbatasan dalam memecahkan
persoalannya sendiri, disini sangat terasa akan perlunya suatu bimbingan
wahyu Allah mengangkat seorang Rasul dari jenis manusia karena yang
akan menjadi sasaran bimbingannya adalah umat manusia. Oleh sebab itu
misi utama Muhammad diangkat sebagai Rasul adalah menjadi Rahmat
bagi seluruh umat manusia dan alam. Mengawali tugas utamanya, Nabi
meletakkan dasar-dasar perkembangan Islam yang kemudian berkembang
menjadi peradaban Islam ketika dakwah Islam keluar dari jazirah Arab,
kemudian tersebar ke seluruh dunia, maka terjadilah suatu proses panjang
dan rumit, yaitu asimilasi budaya-budaya setempat dengan nilai-nilai Islam
yang kemudian melahirkan budaya Islam. Kebudayaan ini berkembang
menjadi suatu peradaban yang diakui kebenarannya secara universal.
Masyarakat awam menyamakan antara perilaku yang ditampilkan oleh
9
orang Arab dengan perilaku ajaran Islam. Seolah-olah apa yang dilakukan
orang Arab tersebut
mencerminkan ajaran Islam, bahkan hingga kini budaya Arab masih
melekat pada tradisi masyarakat Indonesia.
Dalam perkembangan dakwah Islam di Indonesia para da’i
mendakwahkan ajaran Islam melalui bahasa budaya, sebagaimana
dilakukan oleh para wali di tanah Jawa. Karena kehebatan para wali Allah
dalam mengemas ajaran Islam dengan budaya setempat sehingga
masyarakat tidak sadar bahwa nilai-nilai Islam telah masuk dan menjadi
tradisi dalam kehidupan sehari-hari mereka. Lebih jauh lagi bahwa nilai-
nilai Islam sudah menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari
kebudayaan mereka. Seperti dalam upacaraupacara, adab dan penggunaan
bahasa sehari-hari.
Bahasa Arab Al-Quran sudah banyak masuk dalam bahasa daerah
bahkan kedalam bahasa Indonesia baku. Semua itu tanpa disadari bahwa
apa yang dilakukannya merupakan bagian dari ajaran Islam. “dan
sesungguhnya kami telah mengutus Musa dengan membawa ayat-ayat
kami, (dan kami perintahkan kepadanya): “keluarkanlah kaummu dari
gelap gulita kepada cahaya terang benderang dan ingatkanlah mereka
kepada hari-hari Allah”. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat
tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi setiap orang penyabar dan banyak
bersyukur” (Ibrahim: 5). “Abdullah bin Umar mengatakan bahwa kaum
jahiliyah biasa berpuasa pada hari-hari Asyura (10 Muharram) dan
Rasulullah SAW beserta kaum muslimin pun mempuasainya sebelum
difardukan puasa Ramadhan. Ketika puasa Ramadhan difardukan,
Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Asyura itu satu di antara hari-
hari Allah. Siapa mau berpuasa silahkan, bagi yang tidak mau pun tidak
mengapa”, (H.R. Muslim). Banyak tradisi masyarakat Indonesia yang
bernuansa Islami, biasanya tradisi tersebut dilaksanakan untuk
memperingatihari besar umat Islam, seperti misalnya perayaan sekaten
yang diselenggarakan untuk menyambut maulid Nabi, ada juga perayaan
yang dimaksudkan untuk memperingati perjuangan penyebaran ajaran
10
Islam seperti perayaan tabuik di Pariaman (Sumatera Barat) yang
diselenggarakan pada tanggal 10 muharam.
D. Kesimpulan
Kebudayaan islam selalu terkait dengan nilai-nilai ilahiyah yang
bersumber dari ajaran kitab suci Qur’an dan hadits, sehingga dapat dipahami
bahwa kebudayaan islam itu adalah implementasi dari Qur’an dan Sunnah
oleh umat islam dalam kehidupannya baik dalam bentuk pemikiran, tingkah
laku maupun karya untuk kemaslahatan umat manusia dalam rangka
mendekatkan diri (taqarub) kepada Allah dalam mencari keridhoanNya.
E. Daftar Pustaka
http://mbahduan.blogspot.com/2012/03/makalah-kebudayaan-islam.html
http://imaza17.blogspot.com/2012/02/makalah-sejarah-kebudayaan-
islam.html
http://pendidikan.blogspot.com/2010/10/islam-dan-kebudayaan.html
Hasymy, Sejarah Kebudayan Islam di Indonesia,Jakarta: Bulan Bintang, 1993
Ahmad, Syalaby,Tarikh al Islamiyah al hadzarah al islamiyah,Kairo;cetakan
ke IV, 1978
Badri, Yatim,Sejarah Peradaban Islam, Jakarta; Rajagrafindo,1993
Basssam, Tibu, Islam Budaya dan Perubahan Sosial, Jakarta, Tiara Wacana.
Dudung, abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah, Jakarta; LOGos, 1999
Nurcahaya, Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum, Medan,
USU Press, 2013
M. Quraisy Syihab, Wawasan Al-Qur’an, Bandung,1999
Poerwadarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka,
1992
Sayyid, Quthub, Konsepsi Sejarah dalam Islam,Jakarta;Pedoman ilmu Jaya ,
1992, cet II,
Terjemahan Tarikhuna fi dzou’il al Islam, penerjemah Nabhan Husein
Yusri, Abdul Ghani Abdullah, Historiografi islam;dari klasik hingga modern,
Jakarta;Rajagrafindo, 2004
11