Anda di halaman 1dari 23

SEJARAH PERADABAN ISLAM PADA MASA

KHULAFAURRASYIDIN
1. Khulafaur Rasyidin
Secara bahasa, Khulafaur Rasyidin berasal dari kata Khulafa dan Ar-Rasyidin. Kata Khulafa’
merupakan jamak dari kata Khalifah yang berarti pengganti. Sedangkan Ar-Rasyidin artinya
mendapat petunjuk. Arti bebasnya adalah orang yang ditunjuk sebagai pengganti, pemimpin atau
pemimpin yang selalu mendapat petunjuk dari Allah SWT. Para Khulafaur Rasyidin merupakan
sahabat Nabi Muhammad SAW, yaitu :

1. Abu Bakar Ash-Shiddiq.


2. Umar bin Khattab.
3. Usman bin Affan.
4. Ali bin Abi Thalib.
Wafatnya Nabi Muhammad SAW sebagai pemimpin agama maupun Negara menyisakan
persoalan pelik. Nabi tidak meninggalkan wasiat kepada seorangpun sebagai penerusnya.
Akibatnya, para sahabat mempermasalahkan dan saling berusaha untuk mengajukan calon
pilihan dari kelompoknya. Dan diperolehlah 3 calon penerus nabi dari kelompok yang berbeda,
yaitu :

1. Ali bin Abi Thaalib dari kelompok Ahul Bait.


2. Saad bin Ubadah dari kelompok Anshar.
3. Abu Bakar Ash-Shiddiq dari kelompok Muhajirin.
Namun perselisihan ini mengakibatkan tertundanya pemakaman Rasulullah SAW. Dan akhirnya
Abu Bakar Ash-Shiddiq lah yang terpilih dan di baiat sebagai penerus Nabi Muhammad SAW.
Dan Abu Bakar di baiat sebagai Khalifah atau penerus Nabi di balai pertemuan bani Saidah.
2. Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq
Abu Bakar Ash Shiddiq lahir pada tahun 568 M atau 55 tahun sebelum hijrah. Dia merupakan
khalifah pertama dari Al-Khulafa’ur Rasyidin, sahabat Nabi Muhammad SAW yang terdekat dan
termasuk di antara orang-orang yang pertama masuk Islam (as-sabiqun al-awwalun). Nama
lengkapnya adalah Abdullah bin Abi Kuhafah at-Tamini.

Pada masa kecilnya Abu Bakar bernama Abdul Ka’bah. Nama ini diberikan kepadanya sebagai
realisasi nazar ibunya sewaktu mengandungnya. Kemudian nama itu ditukar oleh Nabi
Muhammad SAW menjadi Abdullah bin Kuhafah at-Tamimi. Gelar Abu Bakar diberikan
Rasulullah SAW karena ia seorang yang paling cepat masuk Islam, sedang gelar as-Siddiq yang
berarti ‘amat membenarkan’ adalah gelar yang diberikan kepadanya karena ia amat segera
memberiarkan Rasulullah SAW dalam berbagai macam peristiwa, terutama peristiwa Isra
Mikraj.

Kekhalifahan Abu Bakar Ash-Shiddiq


Khalifah Abu Bakar adalah khalifah yang sangat berjasa diawal masa khulafaur rasyidin, meski
banyak sekali cobaan dan hambatan yang datang. Masa Abu Bakar di mulai dengan munculnya
permasalahan tentang siapa pemimpin yang akan memimpin umat Islam pasca wafatnya
Rasulullah SAW. Kemudian masa ini dihadapkan dengan banyaknya masyarakat yang murtad
serta enggan membayar zakat kembali. Hingga bermunculan orang-orang yang mengaku sebagai
Nabi setelah Nabi Muhammad SAW. Berkat ketegasan khalifah Abu Bakar serta keteguhan hati
para sahabat, permasalahan yang muncul bisa ditangani dan distabilkan kembali.

Kemajuan yang diraih dimasa Abu Bakar


Abu Bakar menjadi khalifah hanya dua tahun. Pada tahun 634 M ia meninggal dunia. Masa
sesingkat itu habis untuk menyelesaikan persoalan dalam negeri terutama tantangan yang
ditimbulkan oleh suku-suku bangsa Arab yang tidak mau tunduk lagi kepada pemerintahan
Madinah. Karena sikap keras kepala dan penentangan mereka yang dapat membahayakan agama
dan pemerintahan, Abu Bakar menyelesaikan persoalan ini dengan apa yang disebut Perang
Riddah (perang melawan kemurtadan) dan pahlawan yang banyak berjasa dalam perang tersebut
adalah Khalid bin Walid.
Kemajuan yang telah dicapai pada masa pemerintahan Abu Bakar selama kurang lebih dua
tahun, antara lain:

 Perbaikan sosial (masyarakat).


Perbaikan sosial yang dilakukan Abu Bakar ialah usaha untuk menciptakan stabilitas wilayah
Islam dengan berhasilnya mengamankan tanah Arab dari para penyeleweng (orang-orang
murtad, nabi-nabi palsu dan orang-orang yang enggan membayar zakat).

 Perluasan dan pengembangan wilayah Islam.


Adapun usaha yang ditempuh untuk perluasan dan pengembangan wilayah Islam Abu Bakar
melakukan perluasan wilayah ke luar Jazirah Arab. Daerah yang dituju adalah Irak dan Suriah
yang berbatasan langsung dengan wilayah kekuasaan Islam. Kedua daerah itu menurut Abu
Bakar harus ditaklukkan dengan tujuan untuk memantapkan keamanan wilayah Islam dari
serbuan dua adikuasa, yaitu Persia dan Bizantium

 Pengumpulan ayat-ayat Al Qur’an.


Sedangkan usaha yang ditempuh untuk pengumpulan ayat-ayat Al Qur’an adalah atas usul dari
sahabat Umar bin Khattab yang merasa khawatir kehilangan Al Qur’an setelah para sahabat yang
hafal Al Qur’an banyak yang gugur dalam peperangan, terutama waktu memerangi para nabi
palsu. Alasan lain karena ayat-ayat Al Qur’an banyak berserakan ada yang ditulis pada daun,
kulit kayu, tulang dan sebagainya. Hal ini dikhawatirkan mudah rusak dan hilang.

 Sebagai kepala negara dan pemimpin umat Islam.


Kemajuan yang diemban sebagai kepala negara dan pemimpin umat Islam, Abu Bakar senantiasa
meneladani perilaku rasulullah SAW. Bahwa prinsip musyawarah dalam pengambilan keputusan
seperti yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW selalu dipraktekkannya. Ia sangat
memperhatikan keadaan rakyatnya dan tidak segan-segan membantu mereka yang kesulitan.
Terhadap sesama sahabat juga sangat besar perhatiannya.

 Meningkatkan kesejahteraan umat.


Sedangkan kemajuan yang dicapai untuk meningkatkan kesejahteraan umum, Abu Bakar
membentuk lembaga “Baitul Mal”, semacam kas negara atau lembaga keuangan. Pengelolaannya
diserahkan kepada Abu Ubaidah, sahabat Nabi SAW yang digelari “amin al-ummah”
(kepercayaan umat). Selain itu didirikan pula lembaga peradilan yang ketuanya dipercayakan
kepada Umar bin Khattab. Sebelum Abu Bakar Wafat, beliau sempat menunjuk Umar bin
Khattab sebagai khalifah yang berikutnya.

3. Khalifah Umar bin Khatthab


Umar bin Khatthab (583-644) memiliki nama lengkap Umar bin Khathab bin Nufail bin Abd Al-
Uzza bin Ribaah bin Abdillah bin Qart bin razail bin ‘Adi bin Ka’ab bin Lu’ay, adalah khalifah
kedua yang menggantikan Abu Bakar Ash-Shiddiq.[1] Umar bin khattab lahir di Mekkah pada
tahun 583 M, dua belas tahun lebih muda dari Rasulullah Umar juga termasuk kelurga dari
keturunan Bani Suku Ady (Bani Ady).

Umar bin Khatthab adalah salah satu sahabat terbesar sepanjang sejarah sesudah Nabi
Muhammad SAW. Peranan umar dalam sejarah Islam masa permulaan merupakan yang paling
menonjol kerena perluasan wilayahnya, disamping kebijakan-kebijakan politiknya yang lain.
Adanya penaklukan besar-besaran pada masa pemerintahan Umar merupakan fakta yang diakui
kebenarannya oleh para sejarahwan. Bahkan, ada yang mengatakan, bahwa jika tidak karena
penaklukan-penaklukan yang dilakukan pada masa Umar, Isalm belum tentu bisa berkembang
seperti zaman sekarang.

Kekhalifahan Umar bin Khatthab


Masa kekhalifahan Umar bin Khatthab itu sepuluh tahun enam bulan, yaitu dari tahun 13 H/634
M sampai dengan tahun 23 H/644 M, dan wafat karena dibunuh diusia 63 tahun. Tragedi itu
merupakan pembunuhan politik yang pertama didalam sejarah Islam.

Masa pemerintahannya yang sepuluh tahun itu paling sibuk dan paling menentukan bagi masa
depan selanjutnya. Pada masa pemerintahannya itu imperium Roma Timur (Byzantium)
kehilangan bagian terbesar dari wilayah kekuasaannya pada pesisir barat Asia dan pesisir utara
Afrika. Pada masa pemerintahannya kekuasaan Islam mengambil alih kekuasaan didalam seluruh
wilayah imperium Parsi sampai perbatasan Asia Tengah.
Seperti halnya dengan khalifah Abu Bakar, ia tinggal dirumah biasa dan hidup sebagai rakyat
biasa di Madinah al-Munawwaroh.Dengan kesederhanaannya itu ia disegani oleh segala pihak
dan ditakuti oleh lawan dengan sangat takzim.

Kemajuan yang diraih dimasa Umar


Selama pemerintahan Umar, kekuasaan Islam tumbuh dengan sangat pesat. Islam mengambil
alih Mesopotamia dan sebagian Persia dari tangan dinasti Sassanid dari Persia (yang mengakhiri
masa kekaisaran sassanid) serta mengambil alih Mesir, Palestina, Syria, Afrika Utara dan
Armenia dari kekaisaran Romawi (Byzantium). Saat itu ada dua negara adi daya yaitu Persia dan
Romawi. Namun keduanya telah ditaklukkan islam pada jaman Umar. Sejarah mencatat banyak
pertempuran besar yang menjadi awal penaklukan ini. Pada pertempuran Yarmuk, yang terjadi di
dekat Damaskus. 20 ribu pasukan Islam mengalahkan pasukan Romawi yang mencapai 70 ribu
dan mengakhiri kekuasaan Romawi di Asia Kecil bagian selatan.

Umar melakukan banyak reformasi secara administratif dan mengontrol dari dekat kebijakan
publik, termasuk membangun sistem administratif untuk daerah yang baru ditaklukkan. Ia juga
memerintahkan diselenggarakannya sensus di seluruh wilayah kekuasaan Islam. Tahun 638, ia
memerintahkan untuk memperluas dan merenovasi Masjidil Haram di Mekkah dan Masjid
Nabawi di Madinah. Ia juga memulai proses kodifikasi hukum Islam. Umar dikenal dari gaya
hidupnya yang sederhana, alih-alih mengadopsi gaya hidup dan penampilan para penguasa di
zaman itu, ia tetap hidup sangat sederhana.

Pada sekitar tahun ke 17 Hijriah, tahun ke-empat kekhalifahannya, Umar mengeluarkan


keputusan bahwa penanggalan Islam hendaknya mulai dihitung saat peristiwa hijrah. Secara
garis besar seperti berikut ini :

1. Peletak dasar-dasar administrasi Negara atau pemerintahan Islam.


2. Industry dan pertanian mengalami kemajuan yg pesat.
3. Kemajuan dalam bidang keilmuan umat islam.
4. Ekspansi ke luar daerah islam besar-besaran.
5. Mengadakan baitul maal.
Kemudian setelah khalifah Umar wafat, Islam dipimpin oleh Khalifah Usman dengan pemilihan
yang dilakukan oleh dewan syuura yang dibentuk oleh Khalifah Umar.

4. Khalifah Usman bin Affan


Usman ibn ‘Affan ibn Abdillah ibn Umayyah ibn ‘Abdi Syams ibn Abdi mannaf ibn Qushayi
lahir pada tahun 576 M di Thaif. Ibunya adalah Urwah, putrinya Ummu hakim al-Baidha, putri
Abdul muttalib, nenek nabi SAW. Ayahnya ‘Affan adalah seorang saudagar yang kaya raya dari
suku Quraisy-Umayyah. Usman ibn ‘Affan menikah dengan dua orang putri Rosulullah SAW,
yaitu Roqayyah dan Ummu kulsum, sehingga ia mendapat julukan Dzu al-Nurain.
Kekhalifahan Usman bin Affan
Dalam menjadi khalifah Usman ibn ‘Affan dipilih melalui majelis khusus yang dibentuk oleh
Umar ibn Khottob. Majelis atau panitia pemilihan itu terdiri dari enam sahabat dari berbagai
kelompok sosial yang ada. Mereka adalah Ali bin Abi thalib, Usman bin Affan, Abdurrahman bin
Auf, Zubair, Sa’ad bin Abi waqas, dan Thalhah. Namun pada saat pemilihan berlangsung,
Thalhah tidak sempat hadir, sehingga lima dari enam anggota panitia yang melakukan pemilihan.

Setelah kaum muslim bersepakat membaiat Usman bin Affan sebagai khalifah ketiga setelah Abu
Bakar al-shiddiq r.a. dan Umar bin Khattab r.a. ketika ditinggalkan oleh Umar bin Khattab, umat
islam berada dalam keadaan yang makmur dan bahagia. Kawasan dunia muslimpun telah
bertambah luas. Khalifah Umar berhasil menciptakan stabilitas sosial politik didalam negeri
sehingga ia dapat membagi perhatiannya untuk memperluas wilayah islam. Dan ketika Usman
menjabat sebagai khalifah, ia meneruskan sebagian besar garis politik Umar. Ia melakukan
berbagai Ekspedisi untuk mendapatkan wilayah-wilayah baru. Perluasan itu memunculkan
situasi sosial yang tidak pernah terjadi sebelumnya.

Kemajuan yang diraih dimasa Usman


1. Pembukuan Al-Quran pada akhir 24 H.
2. Penyatuan Qiraat Quraisy.
3. Ekspansi wilayah Islam.
4. Perluasan Masjid Nabawi dan Masjidil Haram.
5. Ali bin Abi Thalib
Khlifah keempat adalah Ali bin Abi Thalib. Ali adalah keponakan dan menantu Nabi. Ali adalah
putra Abi Thalid bin Abdul Muthalib. Ali adalah seseorang yang memiliki kelebihan, selain itu ia
adalah pemegang kekuasaan. perumus kebijakan dengan wawasan yang jauh ke depan. Ia adalah
pahlawan yang gagah berani, penasehat yang bijaksana, penasihat hukum yang ulung dan
pemegang teguh tradisi, seorng sahabat sejati, dan seorang lawan yang dermawan. Ia telah
bekerja keras sampai akhir hayatnya dan merupakan orang kedua yang berpengaruh setelah Nabi
Muhammad[3]
Kekhalifahan Ali bin Abi Thalib.
Setelah Usman wafat, masyarakat beramai-ramai membaiat Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah.
Ali memerintah hanya enam tahun. Selama masa pemerintahannya, ia menghadapi berbagai
pergolakan. Tidak ada masa sedikit pun dalam pemerintahannya yang dapat dikatakan setabil.
Setelah menduduki jabatan khalifah, Ali memecat para gubernur yang di angkat oleh Usman. Dia
yakin bahwa pemberontakan-pemberontakan terjadi karena keteledoran mereka. Dia juga
menarik kembali tanah yang dihadiahkan Usman kepada penduduk dengan menyerahkan hasil
pendapatannya kepada negara, dan memakai kembali sistem distribusi pajak tahunan dia antara
orang-orang Islam sebagaimana pernah ditetapkan Umar.

Kemajuan yang diraih dimasa Ali


Dikalangan kaum muslim dibeberapa daerah, terutama di basrah, mesir, dan kuffah, pada masa
akhir kepemimpinan khalifah usman bin affan terjadi fitnah besar-besaran. Fitnah tersebut
sengaja disebarkan oleh kaum munafik yang dipimpin oleh abdullah bin saba. Fitnah tersebut
berhasil menghasud beberapa pihak untuk memberontak dan menuntut mundurnya khalifah
usman bin affan.

Suatu ketika para pemberontak berhasil menyerbu rumah khalifah usman bin affan dan
membunuhnya. Saat Kejadian tersebut, khalifah usman bin affan sedang menjalani puasa sunah
dan membaca Al-qur’an.

Muslimin dalam kesedihan yang sangat mendalam, dan dalam kebingungan setelah kematian
usman. Selama lima hari berikutnya mereka tanpa pemimpin. Sejarah sedang kosong buat
madinah, selain pemberontakan yang selama itu pula membuat kekacauan dan menanamkan
ketakutan di hati orang.

Kaum pemberontak mengadakan pendekatan kepada Ali bin Abi thalib dengan maksud
mendukungnya sebagai khalifah, dipelopori oleh al-gafiqi dari pemberontakan mesir sebagai
kelompok besar. Tetapi ali menolak. Setelah kematian khalifah usman tak ada lagi oarang yang
pantas menjadi khalifah dari pada Ali bin abi thalib. Dalam kenyataannya ali memang
merupakan tokoh yang paling populer saat itu. Disamping itu, memang tak ada seorang pun yang
mengklaim atau mau tampil mencalonkan diri menjadi khalifah untuk menggantikan usman bin
affan termasuk mu’awiyah bin abi sofyan selain nabi ali bin abi thalib. Di samping itu mayoritas
umat muslimin di madinah dan kota-kota besar lainnya sudah memberikan pilihan kepada Ali,
kendati ada juga beberapa kalangan, kebanykan dari bani umayyah yang tidak mau membai’at
ali, dan sebagian dari mereka ada yang pergi ke suria.[4]
Sepeninggal Usman bin Affan dalam kondisi kacau, kaum muslimin meminta Ali bin Abi Thalib
untuk menjadi khalifah. Akan tetapi muawiyah menolak usulan tersebut, karena keluarga besar
khalifah usman bin affan (muawiyah bin abi sofyan) menuntut pembunuh khalifah usman bin
affan ditangkap terlebih dahulu.

Sedangkan pihak ali berpendapat bahwa masalah kepemimpinan sebaiknya diselesaikan terlebih
dahulu, setelah itu barulah pembunuh khalifah Usman bin affan dicari bersama-sama. Perbedaan
pendapat tersebut menjadi awal pecahnya persatuan kaum muslimin saat itu. Akhirnya Ali bin
abi thalib tetap diangkat sebagai khalifah.

Prestasi-prestasi khalifah ali bin abi thalib adalah sebagai berikut


 Memajukan dalam bidang ilmu bahasa
Pemerintahan wilaya islam pada masa khalifah ali bin abi thalib sudah mencapai india. Akan
tetapi pada saat itu, penulisan huruf ijayyah belum dilengkapi dengan tanda baca, seperti kasrah,
fathah, dhammad dan syaddah, sehingga menyebabkan banyaknya kesalahan-kesalahan bacaan
teks Al-qur’an dan hadits di daerah-daerah yang jauh dari jazirah Arab.

Untuk menghindari kesalahan fatal dalam membaca Al-qur’an dan hadits, khalifah ali bin abi
thalib memerintahkan abu aswad ad-duali untuk mengembangkan pokok-pokok ilmu nahwu,
yaitu ilmu yang mempelajari tata bahasa Arab.

 Membenahi keuangan negara (baitul mal)


Harta pejabat yang diperolehnya dengan cara yang tidak benar disita oleh khalifah ali bin abi
thalib. Harta tersebut kemudian disimpan di baitul mal dan digunakan untuk kesejahteraan
rakyat.

 Mengganti pejabat yang kurang konsisten


Para pejabat yang kurang konsisten dalam bekerja, semuanya diperbaiki dan diganti oleh
khalifah ali bin abi thalib. Akan tetapi, pejabat-pejabat yang diganti tersebut banyak yang dari
keluarga khalifah usman bin affan (bani umayyah). Akibatnya makin banyak kalangan bani
umayyah yang tidak menyukai khalifah ali bin abi thalib.

 Bidang pembangunan
Pembangunan kota Kuffah telah menjadi perhatian khusus bagi khalifah ali bin abi thalib. Pada
awalnya, kota Kuffah disiapkan untuk pusat pertahanan oleh Mu’awiyah bin abi Sofyan. Akan
tetapi kota Kuffah kemudian berkembang menjadi pusat ilmu tafsir, ilmu hadits, ilmu nahwu, dan
ilmu pengetaahuan lainnya. Perselisihan antar pendukung khalifah ali bin abi thalib dan
Mu’awiyah bin abu Sofyan mengalami berakhirnya pemerintahan islam di bawah
khulafaurrasyidin. Para ahli sejarah menyatakan bahwa pemerintah islam yang paling mendekati
masa pemerintahan rasulullah saw
DAULAH BANI UMAYAH DAN BANI ABASIAH
BANI UMAYYAH

1. Asal Mula Bani Umayyah


Bani Umayyah diambil dari nama Umayyah, kakeknya Abu Sofyan bin Harb, atau moyangnya
Muawiyah bin Abi Sofyan. Umayyah hidup pada masa sebelum Islam, ia termasuk bangsa
Quraisy. Daulah Bani Umayyah didirikan oleh Muawiyah bin Abi Sufyan dengan pusat
pemerintahannya di Damaskus dan berlangsung selama 90 tahun (41 – 132 H / 661 – 750 M).
Muawiyah bin Abi Sufyan sudha terkenal siasat dan tipu muslihatnya yang licik, dia adalah
kepala angkatan perang yang mula-mula mengatur angkatan laut, dan ia pernah dijadikan sebagai
amir “Al-Bahar”. Ia mempunyai sifat panjang akal, cerdik cendekia lagi bijaksana, luas ilmu dan
siasatnya terutama dalam urusan dunia, ia juga pandai mengatur pekerjaan dan ahli hikmah.
Muawiyah bin Abi Sufyan dalm membangun Daulah Bani Umayyah menggunakan politik tipu
daya, meskipun pekerjaan itu bertentangan dengan ajaran Islam. Ia tidak gentar melakukan
kejahatan. Pembunuhan adalah cara biasa,asal maksud dan tujuannya tercapai.
Daulah Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus, telah diperintah oleh 14 orang kholifah.
Namun diantara kholifah-kholifah tersebut, yang paling menonjol adalah : Kholifah Muawiyah
bin Abi Sufyan, Abdul Malik bin Marwan, Walid bin Abdul Malik, Umar bin Abdul Aziz dan
Hisyam bin Abdul Malik.
2. Peta Daerah Perkembangan Islam Pada Masa Kejayaan Bani Umayyah
Dalam upaya perluasan daerah kekuasaan Islam pada masa Bani Umayyah, Muawiyah
selalu mengerahkan segala kekuatan yang dimilikinya untuk merebut kekuasaan di luar Jazirah
Arab, antara lain upayanya untuk terus merebut kota Konstantinopel. Ada tiga hal yang
menyebabakan Muawiyah terus berusaha merebut Byzantium. Pertama, karena kota tersebut
adalah merupakan basis kekuatan Kristen Ortodoks, yang pengaruhnya dapat membahayakan
perkembangan Islam. Kedua, orang-orang Byzantium sering melakukan pemberontakan ke
daerah Islam. Ketgia, Byzantium termasuk wilayah yang memiliki kekayaan yang melimpah.
Pada waktu Bani Umayyah berkuasa, daerah Islam membentang ke berbagai negara yang
berada di benua Asia dan Eropa. Dinasti Umayyah, juga terus memperluas peta kekuasannya ke
daerah Afrika Utara pada masa Kholifah Walid bin Abdul Malik , dengan mengutus panglimanya
Musa bin Nushair yang kemudian ia diangkat sebagai gubernurnya. Musa juga mengutus Thariq
bin Ziyad untuk merebut daerah Andalusia.
Keberhasilan Thariq memasuki Andalusia, membuta peta perjalanan sejarah baru bagi
kekuasaan Islam. Sebab, satu persatu wilayah yang dilewati Thariq dapat dengan mudah
ditaklukan, seperti kota Cordova, Granada dan Toledo. Sehingga, Islam dapat tersebar dan
menjadi agama panutan bagi penduduknya. Tidak hanya itu, Islam menjadi sebuah agama yang
mampu memberikan motifasi para pemeluknya untuk mengembangkan diri dalam berbagai
bidang kehidupan social, politik, ekonomi, budaya dan sebaginya. Andalusia pun mencapai
kejayaan pada masa pemerintahan Islam.
3. Kemajuan dan Keunggulan Bani Umayyah
Di masa Bani Umayyah ini, kebudayaan mengalami perkembangan dari pada masa sebelumnya.
Di antara kebudayaan Islam yang mengalami perkembangan pada masa ini adalah seni sastra,
seni rupa, seni suara, seni bangunan, seni ukir, dan sebaginya.
Pada masa ini telah banyak bangunan hasil rekayasa umat Islam dengan mengambil pola
Romawi, Persia dan Arab. Contohnya adalah bangunan masjid Damaskus yang dibangun pada
masa pemerintahan Walid bin Abdul Malik, dan juga masjid Agung Cordova yang terbuat dari
batu pualam. Seni sastra berkembang dengan pesatnya, hingga mampu menerobos ke dalam jiwa
manusia dan berkedudukan tinggi di dalam masyarakat dan negara. Sehingga syair yang muncul
senantiasa sering menonjol dari sastranya, disamping isinya yang bermutu tinggi.
Dalam seni suara yang berkembang adalah seni baca Al-Qur’an, qasidah, musik dan lagu-lagu
yang bernafaskan cinta. Sehingga pada saat itu bermunculan seniman dan qori’/ qori’ah ternama.
Perkembangan seni ukir yang paling menonjol adalah penggunaan khot Arab sebagai motif
ukiran atau pahatan. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya dinding masjid dan tembok-tembok
istana yang diukur dengan khat Arab. Salah satunya yang masih tertinggal adalah ukiran dinding
Qushair Amrah (Istana Mungil Amrah), istana musim panas di daerah pegunungan yang terletak
lebih kurang 50 mil sebelah Timur Amman.
Dalam bidang ilmu pengetahuan, perkembangan tidak hanya meliputi ilmu pengetahuan agama
saja, tetapi juga ilmu pengetahuan umum, seperti ilmu kedokteran, filsafat, astronomi, ilmu pasti,
ilmu bumi, sejarah, dan lain-lain.
Pada ini juga, politik telah mengaami kamajuan dan perubahan, sehingga lebih teratur
dibandingkan dengan masa sebelumnya, terutama dalam hal Khilafah (kepemimpinan),
dibentuknya Al-Kitabah (Sekretariat Negara), Al-Hijabah (Ajudan), Organisasi Keuangan,
Organisasi Keahakiman dan Organisasi Tata Usaha Negara.
Kekuatan militer pada masa Bani Umayyah jauh lebh berkembang dari masa sebelumnya, sebab
diberlakukan Undang-Undang Wajib Militer (Nizhamut Tajnidil Ijbary). Sedangkan pada masa
sebelumnya, yakni masa Khulafaurrasyidin, tentara adalah merupakan pasukan sukarela. Politik
ketentaraan Bani Umayyah adalah politik Arab, dimana tentara harus dari orang Arab sendiri
atau dari unsure Arab.
Pada masa ini juga, telah dibangun Armada Islam yang hampir sempurna hingga mencapai
17.000 kapal yang dengan mudah dapat menaklukan Pulau Rhodus dengan panglimanya
Laksamana Aqabah bin Amir. Disamping itu Muawiyah juga telah membentuk “Armada Musin
Panas dan Armada Musim Dingin”, sehingga memungkinkannya untuk bertempur dalam segala
musim.
Dalam bidang social budaya, kholifah pada masa Bani Umayyah juga telah banyak memberikan
kontribusi yang cukup besar. Yakni, dengan dibangunnya rumah sakit (mustasyfayat) di setiap
kota yang pertama oleh Kholifah Walid bin Abdul Malik. Saat itu juga dibangun rumah singgah
bagi anak-anak yatim piatu yang ditinggal oleh orang tua mereka akibat perang. Bahkan orang
tua yang sudah tidak mampu pun dipelihara di rumah-rumah tersebut. Sehingga usaha-usaha
tersebut menimbulkan simpati yang cukup tinggi dari kalangan non-Islam, yang pada akhirnya
mereka berbondong-bondong memeluk Islam.
4. Keruntuhan Bani Umayyah
Bani Umayyah mengalami keruntuhan oleh banyak hal, diantaranya adalah terbaginya kekuasaan
Daulah Bani Umayyah ke dalam dua wilayah. Kholifah Marwan bin Muhammad berkuasa di
wilayah Semenanjung Tanah Arab, dan Kholifah Yazid bin Umar berkuasa di wilayah Wasit.
Namun yang paling kuat di antara kedua wilayah tersebut adalah yang berpusat di Semenanjung
Tanah Arab. Sehingga para pendiri kerajaan Daulah Bani Abbasiyah terus menerus mengatur
strateginya untuk menumbangkan Kholifah Marwan dengan cara apapun, termasuk menghabisi
nyawanya.
Pembunuhan Terhadap Marwan bin Muhammad dan Yazid bin Umar
Salah satu pendiri daulah Bani Abbasiyah, Abul Abbas As-Shaffah mengirimkan pasukannya
untuk melumpuhkan kepemimpinan Marwan. Sebagai panglima, ia mengutus Abdullah bin Ali.
Kholifah MArwan juga telah mempersiapkan pasukannya yang besar dengan membaginya
dengan dua lapis. Lapis pertama, adalah terdiri dari pasukan yang selalu mengalami kemenangan
dalam setiap peperangan, yang kedua, adalah pasukan yang selalu mengalami kekalahan dalam
setiap peperangan.
Kedua pasukan tersebut bertempur di lembah Sungai az-Zab, salah satu cabang Sungai Djlah
(Tigris) dari sebelah timur. Pertempuran berlaku sengit. Angkatan perang Marwan memang
cukup besar dan memiliki perbekalan yang banyak. Namun, itu semua tidak menyurutkan
keinginan pasukan Abbasiyah untuk memperoleh kemenangan demi masa depan yang
cemerlang. Demikianlah angkatan tentara Abbasiyah mencapai kemenagan atas pasukan
Kholifah Marwan.
Sejak saat itu, Marwan terus diburu untuk benar-benar dibunuh, sehingga tidak ada lagi
kekuasaan Bani Umayyah yang tersisa. Marwan terus menerus melakukan pengunduran dari satu
tempat ke tempat lain, dimulai dari ia mundur dari Harran, Qinnisirin (Syiria), kemudian Hims,
Damsyik, Palestin dan akhirnya Mesir. Di Mesir, Marwan dan sedikit pasukannya yang tersisa
masih harus melakukan pertempuran kecil, dan saat itu pula ia tewas.
Moment inilah yang menyebabkan kemunduran dan kehancuran daulah Bani Umayyah yang
sudah berkuasa selama 90 tahun.
B. BANI ABBASIYAH
1. Pembangunan Daulah Bani Abbasiyah
Daulah Bani Abbasiyah diambil dari nama Al-Abbas bin Abdul Mutholib, paman Nabi
Muhammad SAW. Pendirinya ialah Abdullah As-Saffah bin Ali bin Abdullah bin Al-Abbas, atau
lebih dikenal dengan sebutan Abul Abbas As-Saffah. Daulah Bani Abbasiyah berdiri antara tahun
132 – 656 H / 750 – 1258 M. Lima setengah abad lamanya keluarga Abbasiyah menduduki
singgasana khilafah Islamiyah. Pusat pemerintahannya di kota Baghdad.
Tokoh pendiri Daulah Bani Abbasiyah adalah ; Abul Abbas As-Saffah, Abu Ja’far Al-
Mansur, Ibrahim Al-Imam dan Abu Muslim Al-Khurasani. Bani Abbasiyah mempunyai kholifah
sebanyak 37 orang. Dari masa pemerintahan Abul Abbas As-Saffah sampai Kholifah Al-Watsiq
Billah agama Islam mencapai zaman keemasan (132 – 232 H / 749 – 879 M). Dan pada masa
kholifah Al-Mutawakkil sampai dengan Al-Mu’tashim, Islam mengalami masa kemunduran dan
keruntuhan akibat serangan bangsa Mongol Tartar pimpinan Hulakho Khan pada tahun 656 H /
1258 M.
2. Peta Daerah Perkembangan Islam Pada Masa Bani Abbasiyah
Pemerintahan daulah Bani Abbasiyah merupakan kelanjutan dari pemerintahan daulah
Bani Umayyah yang telah hancur di Damaskus. Meskipun demikian, terdapat perbedaan antara
kekuasaan dinasti Bani Abbasiyah dengan kekuasaan dinasti Bani Umayyah, diantaranya adalah :
a. Dinasti Umayyah sangat bersifat Arab Oriented, artinya dalam segala hal para pejabatnya
berasal dari keturunan Arab murni, begitu pula corak peradaban yang dihasilkan pada dinasti
ini.
b. Dinasti Abbasiyah, disamping bersifat Arab murni, juga sedikit banyak telah terpengaruh
dengan corak pemikiran dan peradaban Persia, Romawi Timur, Mesir dan sebagainya.
Pada masa pemerintahan dinasti Abbasiyah, luas wilayah kekuasaan Islam semakin
bertambah, meliputi wilayah yang telah dikuasai Bani Umayyah, antara lain Hijaz, Yaman Utara
dan Selatan, Oman, Kuwait, Irak, Iran (Persia), Yordania, Palestina, Lebanon, Mesir, Tunisia, Al-
Jazair, Maroko, Spanyol, Afganistan dan Pakistan, dan meluas sampai ke Turki, Cina dan juga
India.
3. Bentuk-Bentuk Peradaban Islam Pada Masa Daulah Abbasiyah
Masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah merupakan masa kejayaan Islam dalam berbagai
bidang, khususnya dalam bidang ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Pada zaman ini, umat Islam
telah banyak melakukan kajian kritis terhadap ilmu pengetahuan, yaitu melalui upaya
penterjemahan karya-karya terdahulu dan juga melakukan riset tersendiri yang dilakukan oleh
para ahli. Kebangkitan ilmiyah pada zaman ini terbagi di dalam tiga lapangan, yaitu : kegiatan
menyusun buku-buku ilmiah, mengatur ilmu-ilmu Islam dan penerjemahan dari bahasa asing.
Setelah tercapai kemenangan di medan perang, tokoh-tokoh tentara membukakan jalan
kepada anggota-anggota pemerintahan, keuangan, undang-undang dan berbagai ilmu
pengetahuan untuk bergiat di lapangan masing-masing. Dengan demikian muncullah pada zaman
itu sekelompok penyair-penyair handalan, filosof-filosof, ahli-ahli sejarah, ahli-ahli ilmu hisab,
tokoh-tokoh agama dan pujangga-pujangga yang memperkaya perbendaharaan bahasa Arab.
Adapun bentuk-bentuk peradaban Islam pada masa daulah Bani Abbasiyah adalah
sebagai berikut :
a. Kota-Kota Pusat Peradaban
Di antara kota pusat peradaban pada masa dinasti Abbasiyah adalah Baghdad dan Samarra.
Bangdad merupakan ibu kota negara kerajaan Abbasiyah yang didirikan Kholifah Abu Ja’far
Al-Mansur (754-775 M) pada tahun 762 M. Sejak awal berdirinya, kota ini sudah menjadi
pusat peradaban dan kebangkitan ilmu pengetahuan. Ke kota inilah para ahli ilmu
pengetahuan datang beramai-ramai untuk belajar. Sedangkan kota Samarra terletak di sebelah
timur sungai Tigris, yang berjarak + 60 km dari kota Baghdad. Di dalamnya terdapat 17
istana mungil yang menjadi contoh seni bangunan Islam di kota-kota lain.
b. Bidang Pemerintahan
Pada masa Abbasiyah I (750-847 M), kekuasaan kholifah sebagai kepala negara sangat terasa
sekali dan benar seorang kholifah adalah penguasa tertinggi dan mengatur segala urusan
negara. Sedang masa Abbasiyah II 847-946 M) kekuasaan kholifah sedikit menurun, sebab
Wazir (perdana mentri) telah mulai memiliki andil dalam urusan negara. Dan pada masa
Abbasiyah III (946-1055 M) dan IV (1055-1258 M), kholifah menjadi boneka saja, karena
para gubernur di daerah-daerah telah menempatkan diri mereka sebagai penguasa kecil yang
berkuasa penuh. Dengan demikian pemerintah pusat tidak ada apa-apanya lagi.
Dalam pembagian wilayah (propinsi), pemerintahan Bani Abbasiyah menamakannya
dengan Imaraat, gubernurnya bergelar Amir/ Hakim. Imaraat saat itu ada tiga macam,
yaitu ; Imaraat Al-Istikhfa, Al-Amaarah Al-Khassah dan Imaarat Al-Istilau. Kepada
wilayah/imaraat ini diberi hak-hak otonomi terbatas, sedangkan desa/ al-Qura dengan kepala
desanya as-Syaikh al-Qoryah diberi otonomi penuh.
Selain hal tersebut di atas, dinasti Abbasiyah juga telah membentuk angkatan perang yang
kuat di bawah panglima, sehingga kholifah tidak turun langsung dalam menangani tentara.
Kholifah juga membentuk Baitul Mal/ Departemen Keuangan untuk mengatur keuangan
negara khususnya. Di samping itu juga kholifah membentuk badan peradilan, guna
membantu kholifah dalam urusan hukum.
c. Bangunan Tempat Pendidikan dan Peribadatan
Di antara bentuk bangunan yang dijadikan sebagai lembaga pendidikan adalah madrasah.
Madrasah yang terkenal saat itu adalah Madrasah Nizamiyah, yang didirikan di Baghdad,
Isfahan, Nisabur, Basrah, Tabaristan, Hara dan Musol oleh Nizam al-Mulk seorang perdana
menteri pada tahun 456 – 486 H. selain madrasah, terdapat juga Kuttab, sebagai lembaga
pendidikan dasar dan menengah, Majlis Muhadhoroh sebagai tempat pertemuan dan diskusi
para ilmuan, serta Darul Hikmah sebagai perpustakaan.
Di samping itu, terdapat juga bangunan berupa tempat-tempat peribadatan, seperti masjid.
Masjid saat itu tidak hanya berfungsi sebagai tempat pelaksanaan ibadah sholat, tetapi juga
sebagai tempat pendidikan tingkat tinggi dan takhassus. Di antara masjid-masjid tersebut
adalah masjid Cordova, Ibnu Toulun, Al-Azhar dan lain sebagainya.
d. Bidang Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan pada masa Daulah Bani Abbasiyah terdiri dari ilmu naqli dan ilmu
‘aqli. Ilmu naqli terdiri dari Ilmu Tafsir, Ilmu Hadits Ilmu Fiqih, Ilmu Kalam, Ilmu
Tasawwuf dan Ilmu Bahasa. Adapaun ilmu ‘aqli seperti : Ilmu Kedokteran, Ilmu
Perbintangan, Ilmu Kimia, Ilmu Pasti, Logika, Filsafat dan Geografi.
4. Kemunduran Daulah Bani Abbasiyah
Kehancuran Dinasti Abbasiyah ini tidak erjadi dengan cara spontanitas, melainkan
melalui proses yang panjang yang diawali oleh berbagai pemeberontakan dari kelompok yang
tidak senang terhadap kepemimpinan kholifah Abbasiyah. Disamping itu juga, kelemahan
kedudukan kekholifahan dinasti Abbasiyah di Baghdad, disebabkan oleh luasnya wilayah
kekuasaan yang kurang terkendali, sehingga menimbulkan disintegrasi wilayah.
Di antara kelemahan yang menyebabkan kemunduran Dinasti Abbasiyah adalah sebagai
berikut :
a. Mayoritas Kholifah Abbasiyah periode akhir lebih mementingkan urusan pribadinya dan
cenderung hidup mewah.
b. Luasnya wilayah kekuasaan Abbasiyah, sementara komunikasi pusat dengan daerah sulit
dilakukan.
c. Ketergantungan kepada tentara bayaran.
d. Semakin kuatnya pengaruh keturunan Turki dan Persia, yang menimbulkan kecemburuan bagi
bangsa Arab murni.
e. Permusuhan antara kelompok suku dan agama.
f. Perang Salib yang berlangsung beberapa gelombang dan menelan banyak korban.
g. Penyerbuan tentara Mongol di bawah pimpinan Panglima Hulagu Khan yang menghacur
leburkan kota Baghdad.
SEJARAH DAKWAH ROSULLULLAH PERIODE MAKKAH
DAN MADINAH
A. Sejarah Dakwah Rasulullah SAW Periode Mekah

1. Masyarakat Arab Jahiliyah Periode Mekah


Objek dakwah Rasulullah SAW pada awal kenabian adalah masyarakat Arab Jahiliyah, atau
masyarakat yang masih berada dalam kebodohan. Dalam bidang agama, umumnya masyarakat
Arab waktu itu sudah menyimpang jauh dari ajaran agama tauhid, yang telah diajarkan oleh para
rasul terdahulu, seperti Nabi Adam A.S. Mereka umumnya beragama watsani atau agama
penyembah berhala. Berhala-berhala yang mereka puja itu mereka letakkan di Ka’bah
(Baitullah = rumah Allah SWT). Di antara berhala-berhala yang termahsyur bernama: Ma’abi,
Hubai, Khuza’ah, Lata, Uzza dan Manar. Selain itu ada pula sebagian masyarakat Arab Jahiliyah
yang menyembah malaikat dan bintang yang dilakukan kaum Sabi’in.

2. Pengangkatan Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul


Pengangkatan Muhammad sebagai nabi atau rasul Allah SWT, terjadi pada tanggal 17 Ramadan,
13 tahun sebelum hijrah (610 M) tatkala beliau sedang bertahannus di Gua Hira, waktu itu beliau
genap berusia 40 tahun. Gua Hira terletak di Jabal Nur, beberapa kilo meter sebelah utara kota
Mekah.
Muhamad diangkat Allah SWT, sebagai nabi atau rasul-Nya ditandai dengan turunnya Malaikat
Jibril untuk menyampaikan wahyu yang pertama kali yakni Al-Qur’an Surah Al-‘Alaq, 96: 1-5.
Turunnya ayat Al-Qur’an pertama tersebut, dalam sejarah Islam dinamakan Nuzul Al-Qur’an.
Menurut sebagian ulama, setelah turun wahyu pertama (Q.S. Al-‘Alaq: 1-5) turun pula Surah Al-
Mudassir: 1-7, yang berisi perintah Allah SWT agar Nabi Muhammad berdakwah menyiarkan
ajaran Islam kepada umat manusia.
Setelah itu, tatkala Nabi Muhammad SAW berada di Mekah (periode Mekah) selama 13 tahun
(610-622 M), secara berangsur-angsur telah diturunkan kepada beliau, wahyu berupa Al-Qur’an
sebanyak 4726 ayat, yang meliputi 89 surah. Surah-surah yang diturunkan pada periode Mekah
dinamakan Surah Makkiyyah.

3. Ajaran Islam Periode Mekah


Ajaran Islam periode Mekah, yang harus didakwahkan Rasulullah SAW di awal kenabiannya
adalah sebagai berikut:
a. Keesaan Allah SWT
b. Hari Kiamat sebagai hari pembalasan
c. Kesucian jiwa
d. Persaudaraan dan Persatuan

Strategi Dakwah Rasulullah Periode Mekah


Tujuan dakwah Rasulullah SAW pada periode Mekah adalah agar masyarakat Arab
meninggalkan kejahiliyahannya di bidang agama, moral dan hokum, sehingga menjadi umat
yang meyakini kebenaran kerasulan nabi Muhammad SAW dan ajaran Islam yang
disampaikannya, kemudian mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Strategi dakwah Rasulullah SAW dalam berusaha mencapai tujuan yang luhur tersebut sebagai
berikut:

1. Dakwah secara Sembunyi-sembunyi Selama 3-4 Tahun


Pada masa dakwah secara sembunyi-sembunyi ini, Rasulullah SAW menyeru untuk masuk
Islam, orang-orang yang berada di lingkungan rumah tangganya sendiri dan kerabat serta sahabat
dekatnya. Mengenai orang-orang yang telah memenuhi seruan dakwah Rasulullah SAW tersebut
adalah: Khadijah binti Khuwailid (istri Rasulullah SAW, wafat tahun ke-10 dari kenabian), Ali
bin Abu Thalib (saudara sepupu Rasulullah SAW yang tinggal serumah dengannya), Zaid bin
Haritsah (anak angkat Rasulullah SAW), Abu Bakar Ash-Shiddiq (sahabat dekat Rasulullah
SAW) dan Ummu Aiman (pengasuh Rasulullah SAW pada waktu kecil).
Abu Bakar Ash-Shiddiq juga berdakwah ajaran Islam sehingga ternyata beberapa orang kawan
dekatnya menyatakan diri masuk Islam, mereka adalah:
۞ Abdul Amar dari Bani Zuhrah
۞ Abu Ubaidah bin Jarrah dari Bani Haris
۞ Utsman bin Affan
۞ Zubair bin Awam
۞ Sa’ad bin Abu Waqqas
۞ Thalhah bin Ubaidillah.
Orang-orang yang masuk Islam, pada masa dakwah secara sembunyi-sembunyi, yang namanya
sudah disebutkan d atas disebut Assabiqunal Awwalun (pemeluk Islam generasi awal).

2. Dakwah secara terang-terangan


Dakwah secara terang-terangan ini dimulai sejak tahun ke-4 dari kenabian, yakni setelah
turunnya wahyu yang berisi perintah Allah SWT agar dakwah itu dilaksanakan secara terang-
terangan. Wahyu tersebut berupa ayat Al-Qur’an Surah 26: 214-216.
Tahap-tahap dakwah Rasulullah SAW secara terang-terangan ini antara lain sebaga berikut:
1. Mengundang kaum kerabat keturunan dari Bani Hasyim, untuk menghadiri jamuan makan
dan mengajak agar masuk Islam. Walau banyak yang belum menerima agama Islam, ada 3 orang
kerabat dari kalangan Bani Hasyim yang sudah masuk Islam, tetapi merahasiakannya. Mereka
adalah Ali bin Abu Thalib, Ja’far bin Abu Thalib, dan Zaid bin Haritsah.
2. Rasulullah SAW mengumpulkan para penduduk kota Mekah, terutama yang berada dan
bertempat tinggal di sekitar Ka’bah untuk berkumpul di Bukit Shafa.
Pada periode dakwah secara terang-terangan ini juga telah menyatakan diri masuk Islam dari
kalangan kaum kafir Quraisy, yaitu: Hamzah bin Abdul Muthalib (paman Nabi SAW) dan Umar
bin Khattab. Hamzah bin Abdul Muthalib masuk Islam pada tahun ke-6 dari kenabian,
sedangkan Umar bin Khattab (581-644 M).
Rasulullah SAW menyampaikan seruan dakwahnya kepada para penduduk di luar kota Mekah.
Sejarah mencatat bahwa penduduk di luar kota Mekah yang masuk Islam antara lain:
۞ Abu Zar Al-Giffari, seorang tokoh dari kaum Giffar.
۞ Tufail bin Amr Ad-Dausi, seorang penyair terpandang dari kaum Daus.
۞ Dakwah Rasulullah SAW terhadap penduduk Yastrib (Madinah).
Gelombang pertama tahun 620 M, telah masuk Islam dari suku Aus dan Khazraj sebanyak 6
orang. Gelombang kedua tahun 621 M, sebanyak 13 orang, dan pada gelombang ketiga tahun
berikutnya lebih banyak lagi. Diantaranya Abu Jabir Abdullah bin Amr, pimpinan kaum
Salamah.
Pertemuan umat Islam Yatsrib dengan Rasulullah SAW pada gelombang ketiga ini, terjadi pada
tahun ke-13 dari kenabian dan menghasilkan Bai’atul Aqabah. IsiBai’atul Aqabah tersebut
merupakan pernyataan umat Islam Yatsrib bahwa mereka akan melindungi dan membela
Rasulullah SAW. Selain itu, mereka memohon kepada Rasulullah SAW dan para pengikutnya
agar berhijrah ke Yatsrib.
3. Reaksi Kaum Kafir Quraisy terhadap Dakwah Rasulullah SAW
Prof. Dr. A. Shalaby dalam bukunya Sejarah Kebudayaan Islam, telah menjelaskan sebab-sebab
kaum Quraisy menentang dakwah Rasulullah SAW, yakni:
1. Kaum kafir Quraisy, terutama para bangsawannya sangat keberatan dengan ajaran persamaan
hak dan kedudukan antara semua orang. Mereka mempertahankan tradisi hidup berkasta-kasta
dalam masyarakat. Mereka juga ingin mempertahankan perbudakan, sedangkan ajaran
Rasulullah SAW (Islam) melarangnya.
2. Kaum kafir Quraisy menolak dengan keras ajaran Islam yang adanya kehidupan sesudah mati
yakni hidup di alam kubur dan alam akhirat, karena mereka merasa ngeri dengan siksa kubur dan
azab neraka.
3. Kaum kafir Quraisy menilak ajaran Islam karena mereka merasa berat meninggalkan agama
dan tradisi hidupa bermasyarakat warisan leluhur mereka.
4. Dan, kaum kafir Quraisy menentang keras dan berusaha menghentikan dakwah Rasulullah
SAW karena Islam melarang menyembah berhala.
Usaha-usaha kaum kafir Quraisy untuk menolak dan menghentikan dakwah Rasulullah SAW
bermacam-macam antara lain:
۞ Para budak yang telah masuk Islam, seperti: Bilal, Amr bin Fuhairah, Ummu Ubais an-Nahdiyah,
dan anaknya al-Muammil dan Az-Zanirah, disiksa oleh para pemiliknya (kaum kafir Quraisy) di
luar batas perikemanusiaan.
۞ Kaum kafir Quraisy mengusulkan pada Nabi Muhammad SAW agar permusuhan di antara
mereka dihentikan. Caranya suatu saat kaum kafir Quraisy menganut Islam dan melaksanakan
ajarannya. Di saat lain umat Islam menganut agama kamu kafir Quraisy dan melakukan
penyembahan terhadap berhala.
Dalam menghadapi tantangan dari kaum kafir Quraisy, salah satunya Nabi Muhammad SAW
menyuruh 16 orang sahabatnya, termasuk ke dalamnya Utsman bin Affan dan 4 orang wanita
untuk berhijrah ke Habasyah (Ethiopia), karena Raja Negus di negeri itu memberikan jaminan
keamanan. Peristiwa hijrah yang pertama ke Habasyah terjadi pada tahun 615 M.
Suatu saat keenam belas orang tersebut kembali ke Mekah, karena menduga keadaan di Mekah
sudah normal dengan masuk Islamnya salah satu kaum kafir Quraisy, yaitu Umar bin Khattab.
Namun, dugaan mereka meleset, karena ternyata Abu Jahal labih kejam lagi.
Akhirnya, Rasulullah SAW menyuruh sahabatnya kembali ke Habasyah yang kedua kalinya.
Saat itu, dipimpin oleh Ja’far bin Abu Thalib.
Pada tahun ke-10 dari kenabian (619 M) Abu Thalib, paman Rasulullah SAW dan pelindungnya
wafat. Empat hari setelah itu istri Nabi Muhammad SAW juga telah wafat. Dalam sejarah Islam
tahun wafatnya Abu Thalib dan Khadijah disebut ‘amul huzni (tahun duka cita).

B. Sejarah Dakwah Rasulullah SAW Periode Madinah


1. Arti Hijrah dan Tujuan Rasulullah SAW dan Umat Islam Berhijrah

Setidaknya ada dua macam arti hijrah yang harus diketahui oleh umat Islam. Pertama hijrah
berarti meninggalkan semua perbuatan yang dilarang dan dimurkai Allah SWT untuk melakukan
perbuatan-perbuatan yang baik, yang disuruh Allah SWT dan diridai-Nya.
Arti kedua hijrah ialah berpindah dari suatu negeri kafir (non-Islam), karena di negeri itu
umat Islam selalu mendapat tekanan, ancaman, dan kekerasan, sehingga tidak memiliki
kebebasan dalam berdakwah dan beribadah. Kemudian umat Islam di negeri kafir itu, berpindah
ke negeri Islam agar memperoleh keamanan dan kebebasan dalam berdakwah dan beribadah.
Arti kedua dari hijrah ini pernah dipraktikkan oleh Rasulullah SAW dan umat Islam,
yakni berhijrah dari Mekah ke Yastrib pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun pertama hijrah,
bertepatan dengan tanggal 28 Juni 622 M.
Tujuan hijrahnya Rasulullah SAW dan umat Islam dari Mekah (negeri kafir) ke Yastrib
(negeri Islam) adalah:
· Menyelamatkan diri dan umat Islam dari tekanan, ancaman dan kekerasan kaum kafri Quraisy.
Bahkan pada waktu Rasulullah SAW meninggalkan rumahnya di Mekah untuk berhijrah ke
Yastrib (Madinah), rumah beliau sudah dikepung oleh kaum Quraisy dengan maksud untuk
membunuhnya.
· Agar memperoleh keamanan dan kebebasan dalam berdakwah serta beribadah, sehingga dapat
meningkatkan usaha-usahanya dalam berjihad di jalan Allah SWT, untuk menegakkan dan
meninggikan agama-Nya (Islam)
2. Dakwah Rasulullah SAW Periode Madinah

Dakwah Rasulullah SAW periode Madinah berlangsung selama sepuluh tahun, yakni dari
semenjak tanggal 12 Rabiul Awal tahun pertama hijriah sampai dengan wafatnya Rasulullah
SAW, tanggal 13 Rabiul Awal tahun ke-11 hijriah.
Materi dakwah yang disampaikan Rasulullah SAW pada periode Madinah, selain ajaran
Islam yang terkandung dalam 89 surat Makiyah dan Hadis periode Mekah, juga ajaran Islam
yang terkandung dalm 25 surat Madaniyah dan hadis periode Madinah. Adapaun ajaran Islam
periode Madinah, umumnya ajaran Islam tentang masalah sosial kemasyarakatan.
Mengenai objek dakwah Rasulullah SAW pada periode Madinah adalah orang-orang yang
sudah masuk Islam dari kalangan kaum Muhajirin dan Ansar. Juga orang-orang yang belum
masuk Islam seperti kaum Yahudi penduduk Madinah, para penduduk di luar kota Madinah yang
termasuk bangsa Arab dan tidak termasuk bangsa Arab.

Dakwah Rasulullah SAW yang ditujukan kepada orang-orang yang sudah masuk Islam
(umat Islam) bertujuan agar mereka mengetahui seluruh ajaran Islam baik yang diturunkan di
Mekah ataupun yang diturunkan di Madinah, kemudian mengamalkannya dalam kehidupan
sehari-hari, sehingga mereka betul-betul menjadi umat yang bertakwa. Selain itu, Rasulullah
SAW dibantu oleh para sahabatnya melakukan usaha-usaha nyata agar terwujud persaudaraan
sesama umat Islam dan terbentuk masyarakat madani di Madinah.
Mengenai dakwah yang ditujukan kepada orang-orang yang belum masuk Islam bertujuan
agar mereka bersedia menerima Islam sebagai agamanya, mempelajari ajaran-ajarannya dan
mengamalkannya, sehingga mereka menjadi umat Islam yang senantiasa beriman dan beramal
saleh, yang berbahagia di dunia serta sejahtera di akhirat.
Tujuan dakwah Rasulullah SAW yang luhur dan cara penyampaiannya yang terpuji,
menyebabkan umat manusia yang belum masuk Islam banyak yang masuk Islam dengan
kemauan dan kesadarn sendiri. namun tidak sedikit pula orang-orang kafir yang tidak bersedia
masuk Islam, bahkan mereka berusaha menghalang-halangi orang lain masuk Islam dan juga
berusaha melenyapkan agama Isla dan umatnya dari muka bumi. Mereka itu seperti kaum kafir
Quraisy penduduk Mekah, kaum Yahudi Madinah, dan sekutu-sekutu mereka.
Setelah ada izin dari Allah SWT untuk berperang, sebagaimana firman-Nya dalam surah Al-
Hajj, 22:39 dan Al-Baqarah, 2:190, maka kemudian Rasulullah SAW dan para sahabatnya
menusun kekuatan untuk menghadapi peperangan dengan orang kafir yang tidak dapat
dihindarkan lagi

Peperangan-peperangan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dan para pengikutnya itu
tidaklah bertujuan untuk melakukan penjajahan atau meraih harta rampasan perang, tetapi
bertujuan untuk:
· Membela diri, kehormatan, dan harta.
· Menjamin kelancaran dakwah, dan memberi kesempatan kepada mereka yang hendak
menganutnya.
· Untuk memelihara umat Islam agar tidak dihancurkan oleh bala tentara Persia dan Romawi.
Setelah Rasulullah SAW dan para pengikutnya mampu membangun suatu negara yang
merdeka dan berdaulat, yang berpusat di Madinah, mereka berusaha menyiarkan dan
memasyhurkan agama Islam, bukan saja terhadap para penduduk Jazirah Arabia, tetapi juga
keluar Jazirah Arabia, maka bangsa Romawi dan Persia menjadi cemas dan khawatir kekuaan
mereka akan tersaingi. Oleh karena itu, bangsa Romawi dan bangsa Persia bertekad untuk
menumpas dan menghancurkan umat Islam dan agamanya. Untuk menghadapi tekad bangsa
Romawi Persia tersebut, Rasulullah SAW dan para pengikutnya tidak tinggal diam sehingga
terjadi peperangan antara umat Islam dan bangsa Romawi, yaitu :
Perang Mut’ah
Peperangan Mu’tah terjadi sebelah utara lazirah Arab. Pasukan Islam mendapat kesulitan
menghadapi tentara Ghassan yang mendapat bantuan dari Romawi. Beberapa pahlawan gugur
melawan pasukan berkekuatan ratusan ribu orang itu. Melihat kenyataanyang tidak berimbang
ini, Khalid ibn Walid, yang sudah masuk Islam, mengambil alih komando dan memerintahkan
pasukan untuk menarik diri dan kembali ke Madinah.
Selama dua tahun perjanjian Hudaibiyah berlangsung, dakwah Islam sudah menjangkau
seluruh Jazirah Arab dan mendapat tanggapan yang positif. Hampir seluruh Jazirah Arab,
termasuk suku-suku yang paling selatan, menggabungkan diri dalam Islam.
Hal ini membuat orang-orang Mekah merasa terpojok. Perjanjian Hudaibiyah ternyata
menjadi senjata bagi umat Islam untuk memperkuat dirinya. Oleh karena itu, secara sepihak
orang-orang kafir Quraisy membatalkan perjanjian tersebut.

Perang Tabuk
Melihat kenyataan ini, Heraklius menyusun pasukan besar di utara Jazirah Arab, Syria, yang
merupakan daerah pendudukan Romawi. Dalam pasukan besar itu bergabung Bani Ghassan dan
Bani Lachmides.
Untuk menghadapi pasukan Heraklius ini banyak pahlawan Islam yang menyediakan diri siap
berperang bersama Nabi sehingga terhimpun pasukan Islam yang besar pula. Melihat besarnya
pasukaDi sini beliau membuat beberapa perjanjian dengan penduduk setempat. Dengan
demikian, daerah perbatasan itu dapat dirangkul ke dalam barisan Islam. Perang Tabuk
merupakan perang terakhir yang diikuti Rasulullah SAW.

Peperangan lainnya yang dilakukan pada masa Rasulullah SAW seperti:

Perang Badar
Perang Badar yang merupakan perang antara kaum muslimin Madinah dan kaum
musyrikin Quraisy Mekah terjadi pada tahun 2 H. Perang ini merupakan puncak dari serangkaian
pertikaian yang terjadi antara pihak kaum muslimin Madinah dan kaum musyrikin Quraisy.
Perang ini berkobar setelah berbagai upaya perdamaian yang dilaksanakan Nabi Muhammad
SAW gagal.
Tentara muslimin Madinah terdiri dari 313 orang dengan perlengkapan senjata sederhana
yang terdiri dari pedang, tombak, dan panah. Berkat kepemimpinan Nabi Muhammad SAW dan
semangat pasukan yang membaja, kaum muslimin keluar sebagai pemenang. Abu Jahal,
panglima perang pihak pasukan Quraisy dan musuh utama Nabi Muhammad SAW sejak awal,
tewas dalam perang itu. Sebanyak 70 tewas dari pihak Quraisy, dan 70 orang lainnya menjadi
tawanan. Di pihak kaum muslimin, hanya 14 yang gugur sebagai syuhada. Kemenangan itu
sungguh merupakan pertolongan Allah SWT (Q.S. 3: 123).

Orang-orang Yahudi Madinah tidak senang dengan kemenangan kaum muslimin. Mereka
memang tidak pernah sepenuh hati menerima perjanjian yang dibuat antara mereka dan Nabi
Muhammad SAW dalam Piagam Madinah.
Sementara itu, dalam menangani persoalan tawanan perang, Nabi Muhammad SAW
memutuskan untuk membebaskan para tawanan dengan tebusan sesuai kemampuan masing-
masing. Tawanan yang pandai membaca dan menulis dibebaskan bila bersedia mengajari orang-
orang Islam yang masih buta aksara. Namun tawanan yang tidak memiliki kekayaan dan
kepandaian apa-apa pun tetap dibebaskan juga.
Tidak lama setelah perang Badar, Nabi Muhammad SAW mengadakan perjanjian dengan
suku Badui yang kuat. Mereka ingin menjalin hubungan dengan Nabi SAW karenan melihat
kekuatan Nabi SAW. Tetapi ternyata suku-suku itu hanya memuja kekuatan semata.
Sesudah perang Badar, Nabi SAW juga menyerang Bani Qainuqa, suku Yahudi Madinah
yang berkomplot dengan orang-orang Mekah. Nabi SAW lalu mengusir kaum Yahudi itu ke
Suriah.

Perang Uhud
Bagi kaum Quraisy Mekah, kekalahan mereka dalam perang Badar merupakan pukulan berat.
Mereka bersumpah akan membalas dendam. Pada tahun 3 H, mereka berangkat menuju Madinah
membawa tidak kurang dari 3000 pasukan berkendaraan unta, 200 pasukan berkuda di bawah
pimpinan Khalid ibn Walid, 700 orang di antara mereka memakai baju besi.
Nabi Muhammad menyongsong kedatangan mereka dengan pasukan sekitar 1000 (seribu)
orang. Namun, baru saja melewati batas kota, Abdullah ibn Ubay, seorang munafik dengan 300
orang Yahudi membelot dan kembali ke Madinah. Mereka melanggar perjanjian dan disiplin
perang.
Meskipun demikian, dengan 700 pasukan yang tertinggal Nabi melanjutkan perjalanan.
Beberapa kilometer dari kota Madinah, tepatnya di bukit Uhud, kedua pasukan bertemu. Perang
dahsyat pun berkobar. Pertama-tama, prajurit-prajurit Islam dapat memukul mundur
tentaramusuh yang lebih besar itu. Pasukan berkuda yang dipimpin oleh Khalid ibn Walid gagal
menembus benteng pasukan pemanah Islam. Dengan disiplin yang tinggi dan strategi perang
yang jitu, pasukan yang lebih kecil itu ternyata mampu mengalahkan pasukan yang lebihbesar.
Kemenangan yang sudah diambang pintu ini tiba-tiba gagal karena godaan harta peninggalan
musuh. Prajurit Islam mulai memungut harta rampasan perang tanpa menghiraukan gerakan
musuh, termasuk didalamnya anggota pasukan pemanah yang telah diperingatkan Nabi agar
tidak meninggalkan posnya.
Kelengahan kaum muslimin ini dimanfaatkan dengan baik oleh musuh. Khalid bin Walid
berhasil melumpuhkan pasukan pemanah Islam, dan pasukan Quraisy yang tadinya sudah kabur
berbalik menyerang. Pasukan Islam menjadi porak poranda dan tak mampu menangkis serangan
tersebut. Satu persatu pahlawan Islam gugur, bahkan Nabi sendiri terkena serangan musuh.
Perang ini berakhir dengan70 orang pejuang Islam syahid di medan laga.
Pengkhianatan Abdullah ibn Ubay dan pasukan Yahudi diganjar dengan tindakan tegas. Bani
Nadir, satu dari dua suku Yahudi di Madinah yang berkomplot dengan Abdullah ibn Ubay, diusir
ke luar kota. Kebanyakan mereka mengungsi ke Khaibar. Sedangkan suku Yahudi lainnya, yaitu
Bani Quraizah, Masih tetap di Madinah.

Perang Khandaq
Perang yang terjadi pada tahun 5 H ini merupakan perang antara kaum muslimin Madinah
melawan masyarakat Yahudi Madinah yang mengungsi ke Khaibar yang bersekutu dengan
masyarakat Mekah. Karena itu perang ini juga disebut sebagai Perang Ahzab (sekutu beberapa
suku).
Pasukan gabungan ini terdiri dari 10.000 orang tentara. Salman al-Farisi, sahabat Rasulullah
SAW, mengusulkan agar kaum muslimin membuat parit pertahanan di bagian-bagian kota yang
terbuka. Karena itulah perang ini disebut sebagai Perang Khandaq yang berarti parit.
Tentara sekutu yang tertahan oleh parit tersebut mengepung Madinah dengan mendirikan
perkemahan di luar parit hampir sebulan lamanya. Pengepungan ini cukup membuat masyarakat
Madinah menderita karena hubungan mereka dengan dunia luar menjadi terputus. Suasana kritis
itu diperparah pula oleh pengkhianatan orang-orang Yahudi Madinah, yaitu Bani Quraizah,
dibawah pimpinan Ka'ab bin Asad.
Namun akhirnya pertolongan Allah SWT menyelamatkan kaum muslimin. Setelah sebulan
mengadakan pengepungan, persediaan makanan pihak sekutu berkurang. Sementara itu pada
malam hari angin dan badai turun dengan amat kencang, menghantam dan menerbangkan
kemah-kemah dan seluruh perlengkapan tentara sekutu. Sehingga mereka terpaksa menghentikan
pengepungan dan kembali ke negeri masing-masing tanpa suatu hasil.
Para pengkhianat Yahudi dari Bani Quraizah dijatuhi hukuman mati.
Hal ini dinyatakan dalam Al-Qur'an surat Al-Ahzâb: 25-26.

Perjanjian Hudaibiyah
Pada tahun 6 H, ketika ibadah haji sudah disyariatkan, hasrat kaum muslimin untuk
mengunjungi Mekah sangat bergelora. Nabi SAW memimpin langsung sekitar 1.400 orang kaum
muslimin berangkat umrah pada bulan suci Ramadhan, bulan yang dilarang adanya perang.
Untuk itu mereka mengenakan pakaian ihram dan membawa senjata ala kadarnya untuk menjaga
diri, bukan untuk berperang.
Sebelum tiba di Mekah, mereka berkemah di Hudaibiyah yang terletak beberapa kilometer
dari Mekah. Orang-orang kafir Quraisy melarang kaum muslimin masuk ke Mekah dengan
menempatkan sejumlah besar tentara untuk berjaga-jaga.
Akhirnya diadakanlah Perjanjian Hudaibiyah antara Madinah dan Mekah, yang isinya antara
lain:
1. Selama sepuluh tahun diberlakukan gencatan senjata antara kaum Quraisy penduduk Mekah dan
umat Islam penuduk Madinah
2. Orang Islam dari kaum Quraisy yang datang kepada umat Islam, tanpa seizin walinya hendaklah
ditolak oleh umat Islam
3. Kaum Quraisy, tidak akan menolak orang-orang Islam yang kembali dan bergabung dengan
mereka
4. Tiap kabilah yang ingin masuk dalam persekutuan dengan kaum Quraisy, atau dengan kaum
Muslimin dibolehkan dan tidak akan mendapat rintangan
5. Kaum Muslimin tidak jadi mengerjakan umrah saat itu, mereka harus kembali ke Madinah, dan
boleh mengerjakan umrah di tahun berikutnya, dengan persyaratan:
· Kaum Muslimin memasuki kota Mekah setelah penduduknya untuk sementara keluar dari kota
Mekah
· Kaum Muslimin memasuki kota Mekah, tidak boleh membawa senjata
· Kaum Muslimin tidak boleh berada di dalm kota Mekah lebih dari tiga hari-tiga malam.
Tujuan Nabi SAW membuat perjanjian tersebut sebenarnya adalah berusaha merebut dan
menguasai Mekah, untuk kemudian dari sana menyiarkan Islam ke daerah-daerah lain.

Perang Hunain
Mendengar berita bahwa kaum musyrikin itu akan menyerang umat Islam, Nabi mengerahkan
kira-kira 12.000 tentara menuju Hunain untuk menghadapi mereka. Pasukan ini dipimpin
langsung oleh beliau sehingga umat Islam memenangkan pertempuran dalam waktu yang tidak
terlalu lama. Dengan ditaklukkannya Bani Tsaqif dan Bani Hawazin, seluruh Jazirah Arab berada
di bawah kepemimpinan Nabi. Rasulullah dan umat Islam memperoleh kemenangan yang
gilang-gemilang.
Artinya: “Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan. Dan kamu
Lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong. Maka bertasbihlah dengan
memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima
taubat.” (Q.S. An-Nasr, 110: 1-3)

3. Strategi Dakwah Rasulullah SAW Periode Madinah

Pokok-pokok pikiran yang dijadikan strategi dakwah Rasulullah SAW periode Madinah adalah:

1. Berdakwah dimulai dari diri sendiri, maksudnya sebelum mengajak orang lain meyakini
kebenaran Islam dan mengamalkan ajarannya, maka terlebih dahulu orang yang berdakwah itu
harus meyakini kebenaran Islam dan mengamalkan ajarannya.
2. Cara (metode) melaksanakan dakwah sesuai dengan petunjuk Allah SWT dalam Surah An-Nahl,
16: 12
3. Berdakwah itu hukumnya wajib bagi Rasulullah SAW dan umatnya sesuai dengan petunjuk Allah
SWT dalam Surah Ali Imran, 3: 10
4. Berdakwah dilandasi dengan niat ikhlas karena Allah SWT semata, bukan dengan untuk
memperoleh popularitas dan keuntungan yang bersifat materi.

Usaha-usaha Rasulullah SAW dalam mewujudkan masyarakat Islam seperti tersebut adalah:
a. Membangun Masjid
Masjid yang pertama kali dibangun oleh Rasulullah SAW di Madinah ialah Masjid Quba,
yang berjarak ± 5 km, sebelah barata daya Madinah. Masjid Quba dibangun pada tanggal 12
Rabiul Awal tahun pertama hijrah (20 September 622 M).
Setelah Rasulullah SAW menetap di Madinah, pada setiap hari Sabtu, beliau mengunjungi
Masjid Quba untuk salat berjamaah dan menyampaikan dakwah Islam.
Masjid kedua yang dibangun oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya adalah Masjid
Nabawi di Madinah. Masjid ini dibangun secara gotong-royong oleh kaum Muhajirin dan Ansar,
yang peletakan batu pertamanya dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW dan peletakan batu
kedua, ketiga, keempat dan kelima dilaksanakan oleh para sahabat terkemuka yakni: Abu Bakar
r.a., Umar bin Khatab r.a., Utsman bin Affan r.a. dan Ali bin Abu Thalib k.w.
Mengenai fungsi atau peranan masjid pada masa Rasulullah SAW adalah sebagai berikut:
1. Masjid sebagai sarana pembinaan umat Islam di bidang akidah, ibadah, dan akhlak
2. Masjid merupakan saran ibadah, khususnya salat lima waktu, salat Jumat, salat
Tarawih, salat Idul Fitri, dan Idul Adha.
3. Masjid merupakan tempat belajar dan mengajar tentang agama Islam yang bersumber
kepada Al-Qur;an dan Hadis
4. Masjid sebagai tempat pertemuan untuk menjalin hubungan persaudaraan sesama
Muslim (ukhuwah Islamiah) demi terwujudnya persatuan
5. Menjadikan masjid sebagai sarana kegiatan sosial. Misalnya sebagai tempat
penampungan zakat, infak, dan sedekah dan menyalurkannya kepada yang berhak menerimanya,
terutama para fakir miskin dan anak-anak yatim terlantar.
6. Menjadikan halaman masjid dengan memasang tenda, sebagai tmpat pengobatan para
penderita sakit, terutama para pejuang Islam yang menderita luka akibat perang melawan orang-
orang kafir. Sejarah mencata adanya seorang perawat wanita terkenal pada masa Rasulullah
SAW yang bernama “Rafidah” Rasulullah SAW menjadikan masjid sebagai tempat
bermusyawarah dengan para sahabatnya. Masalah-masalah yang dimusyawarahkan antara lain:
usaha-usaha untuk memajukan Islam, dan strategi peperangan melawan musuh-musuh Islam
agar memperoleh kemenangan.
b. Mempersaudarakan Kaum Muhajirin dan Ansar
Muhajirin adalah para sahabat Rasulullah SAW penduduk Mekah yang berhijrah ke Madinah.
Ansar adalah para sahabat Rasulullah SAW penduduk asli Madinah yang memberikan
pertolongan kepada kaum Muhajirin.
Rasulullah SAW bermusyawarah dengan Abu Bakar r.a. dan Umar bin Khatab tentang
mempersaudarakan antara Muhajirin dan Ansar, sehingga terwujud persatuan yang tangguh.
Hasil musyawarah memutuskan agar setiap orang Muhajrin mencari dan mengangkat seorang
dari kalangan Ansar menjadi saudaranya senasab (seketurunan), dengan niat ikhlas karena Allah
SWT. Demikian juga sebaliknya orang Ansar.
Rasulullah SAW memberi contoh dengan mengajak Ali bin Abu Thalib sebagai saudaranya.
Apa yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW dicontoh oleh seluruh sahabat misalnya:
· Hamzah bin Abdul Muthalib, paman Rasulullah SAW, pahlawan Islam yang pemberani
bersaudara dengan Zaid bin Haritsah, mantan hamba sahaya, yang kemudian dijadikan anak
angkat Rasulullah SAW
· Abu Bakar ash-Shiddiq, bersaudara dengan Kharizah bin Zaid
· Umar bin Khattab bersaudara denga Itban bin Malik al-Khazraji (Ansar)
· Abdurrahman bin Auf bersaudara dengan Sa’ad bin Rabi (Ansar)
Demikianlah seterusnya setiap orang Muhajirin dan orang Ansar, termasuk Muhajirin setelah
hijrahnya Rasulullah SAW, dipersaudarakan secara sepasang- sepasang, layaknya seperti saudara
senasab.

c. Perjanjian Bantu-Membantu antara Umat Islam dan Umat Non-Islam


Pada waktu Rasulullah SAW menetap di Madinah, penduduknya terdiri dari tiga golongan,
yaitu umat Islam, umat Yahudi (Bani Qainuqa, Bani Nazir dan Bani Quraizah) dan orang-orang
Arab yang belum masuk Islam.
Piagam ini mengandungi 32 fasal yang menyentuh segenap aspek kehidupan termasuk
akidah, akhlak, kebajikan, undang-undang, kemasyarakatan, ekonomi dan lain-lain. Di dalamnya
juga terkandung aspek khusus yang mesti dipatuhi oleh kaum Muslimin seperti tidak
mensyirikkan Allah, tolong-menolong sesama mukmin, bertaqwa dan lain-lain. Selain itu, bagi
kaum bukan Islam, mereka mestilah berkelakuan baik bagi melayakkan mereka dilindungi oleh
kerajaan Islam Madinah serta membayar cukai.
Piagam ini mestilah dipatuhi oleh semua penduduk Madinah sama ada Islam atau bukan
Islam. Strategi ini telah menjadikan Madinah sebagai model Negara Islam yang adil,
membangun serta digeruni oleh musuh-musuh Islam.
Rasulullah SAW membuat perjanjian dengan penduduk Madinah non-Islam dan tertuang
dalam Piagam Madinah. Piagam Madinah itu antara lain:
1. Setiap golongan dari ketiga golongan penduduk Madinah memiliki hak pribadi, keagamaan dan
politik. Sehubungan dengan itu setiap golongan penduduk Madinah berhak menjatuhkan
hukuman kepada orang yang membuat kerusakan dan memberi keamanan kepada orang yang
mematuhi peraturan
2. Setiap individu penduduk Madinah mendapat jaminan kebebasan beragama
3. Seluruh penduduk kota Madinah yang terdiri dari kaum Muslimin, kaum Yahudi dan orang-orang
Arab yang belum masuk Islam sesama mereka hendaknya saling membantu dalam bidang moril
dan materiil. Apabila Madinah diserang musuh, maka seluruh penduduk Madinah harus bantu-
membantu dalam mempertahankan kota Madinah
4. Rasulullah SAW adalah pemimpin seluruh penduduk Madinah. Segala perkara dan perselisihan
besar yang terjadi di Madinah harus diajukan kepada Rasulullah SAW untuk diadili sebagaimana
mestinya

d. Meletakkan Dasar-dasar Politik, Ekonomi, dan Sosial yang Islami demi Terwujudnya
Masyarakat Madani
Islam tidak hanya mengajarkan bidang akidah dan ibadah, tetapi mengajarkan juga bidang
politik, ekonomi, dan sosial, yang kesemuanya berumber pada Al-Qur’an dan Hadis.
Pada masa Rasulullah, penduduk Madinah mayoritas sudah beragam Islam, sehingga
masyarakat Islam sudah terbentuk, maka adanya pemerintahan Islam merupakan keharusan.
Rasulullah SAW selain sebagai seorang nabi dan rasul, juga tampil sebagai seorang kepala
negara (khalifah).
Sebagai kepala negara, Rasulullah SAW telah meletakkan dasar bagi setiap sistem politik
Islam, yakni musyawarah. Melalui musyawarah, umat Islam dapat mengangkat wakil-wakil
rakyat dan kepala pemerintahan, serta membuat peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh
seluruh rakyatnya. Dengan syarat, peraturan-peraturan itu tidak menyimpang dari tuntutan Al-
Qur’an dan Hadis.

Anda mungkin juga menyukai