PEMBIMBING :
Disusun Oleh :
Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini dengan judul “Preeklamsia with Severe Feature”. Pada kesempatan
ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada dokter pembimbing kami dr. Johny
Marpaung, M.Ked(OG) Sp.OG(K), yang telah meluangkan waktunya kepada
kami dan memberikan bimbingan serta masukan dalam penyusunan makalah ini.
Makalah ini diharapkan bermanfaat bagi yang membaca dan dapat menjadi
referensi dalam pengembangan wawasan di bidang medis.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
DAFTAR TABEL
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
1
menunjukkan peningkatan (dari228 per 100 000 kelahiran hidupmenjadi 359 per
100 000 kelahiranhidup). Diskusi sudah banyak dilakukandalam rangka
membahas mengenaisulitnya menghitung AKI dan sulitnyamenginterpretasi data
AKI yangberbeda‐beda dan fluktuasinya kadang drastis .Angka Kematian Ibu
(AKI)menurut target Millenium DevelopmentGoals (MDG’s) tahun 2015
yaitu102/100.000 kelahiran hidup, untuk itudiperlukan upaya yang maksimal
dalampencapaian target tersebut. Kejadiankematian Ibu bersalin sebesar
49,5%,hamil 26,0% nifas 24%. Penyebabterjadinya angka kematian ibu
diIndonesia adalah perdarahan 60-70%,infeksi 10-20%, preeklampsia
daneklampsia 20-30%. Penyebab angkakematian di Indonesia adalahperdarahan
38,24% (111,2 per 100.000kelahiran hidup), infeksi 5,88% (17,09per 100.000
kelahiran hidup),preeklampsia dan eklampsia 10-20%(30,7 per 100.000)3
1.2 Tujuan
1.3 Manfaat
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Preeklamsia adalah peningkatan tekanan darah sistolik dandiastolik >
140/90 mmHg pada usia kehamilan di atas 20 minggu disertai proteinuria (300
mg protein dalam urin selama 24 jam atau sama dengan > 1+ dipstick) dengan
atau tanpa edema. Pengukuran tekanan darah sekurangnya dilakukan 2 kali selang
4 jam.4
2.2 Epidemiologi
Kondisi hipertensi kehamilan dapat berupa preeklampsia-eklampsia,
hipertensi kronik (hipertensi primer, maupun hipertensi sekunder yang disebabkan
oleh insufisiensi renal, penyakit endokrin, dan penyebab lain), hipertensi kronik
dengan superimposed preeklampsia, dan hipertensi transien. Preeklampsia yang
merupakan bagian dari kondisi hipertensi dalam kehamilan adalah gangguan
multiorgan pada kehamilan yang sangat berhubungan dengan mortalitas dan
morbiditas maternal dan perinatal. Komplikasi kehamilan berupa preeklampsia di
Amerika Serikat mencapai angka 6-11%, dengan insidensi 23.6 kasus per 1000
persalinan, sementara angka preeklampsia di negara berkembang dipastikan lebih
tinggi daripada angka di Amerika Serikat. Data terbaru menyatakan bahwa
preeklampsia menyebabkan 15.9% kematian ibu di Amerikat Serikat dan
merupakan penyebab utama angka mortalitas dan morbiditas perinatal5.
3
2.3.1 Usia
Ibu dengan usia ≥40 tahun memiliki risiko 2 kali lipat lebih besar untuk
mengalami preeklampsia. Dari penelitian di Amerika Serikat menunjukkan bahwa
risiko preeklampsia meningkat hingga 30% setiap penambahan 1 tahun setelah ibu
mencapai usia 34 tahun.
2.3.2 Riwayat preeklampsia sebelumnya
Ibu yang mengalami preeklampsia pada kehamilan pertamanya, akan
memiliki risiko 7 kali lipat lebih besar untuk mengalami preeklampsia pada
kehamilan berikutnya.
2.3.3 Kehamilan multipel
Ketika seorang ibu mengandung lebih dari 1 janin dalam kandungannya,
maka risiko ibu tersebut mengalami preeklampsia meningkat hampir 3 kali lipat.
Satu buah penelitian menunjukkan bahwa ibu hamil dengan 3 janin berisiko
mengalami preeklampsia 3 kali lipat lebih besar dari pada ibu hamil dengan 2
janin.
2.3.4 Penyakit terdahulu
Jika sebelum hamil ibu sudah terdiagnosis diabetes, kemungkinan terkena
preeklampsia meningkat 4 kali lipat. Sedangkan untuk kasus hipertensi, Davies et
al mengemukakan bahwa prevalensi preeklampsia pada ibu dengan hipertensi
kronik lebih tinggi dari pada ibu yang tidak menderita hipertensi kronik.
McGowan et al membandingkan luaran pada 129 ibu dengan hipertensi kronik
yang tidak mengalami preeklampsia superimpos dengan 26 ibu yang mengalami
preeklampsia superimpos. Data menunjukkan bahwa ibu yang mengalami
preeklampsia superimpos memiliki tingkat morbiditas perinatal, bayi yang kecil
untuk umur kehamilan tersebut, dan persalinan sebelum umur kehamilan 32
minggu yang lebih tinggi. Sedangkan untuk ibu yang sebelumnya didiagnosis
dengan sindrom antifosfolipid meningkatkan risiko terjadinya preeklampsia
secara signifikan
2.3.5 Jarak antara kehamilan
Hubungan antara risiko terjadinya preeklampsia dengan interval
kehamilan lebih signifikan dibandingkan dengan risiko yang ditimbulkan dari
4
pergantian pasangan seksual. Risiko pada kehamilan kedua atau ketiga secara
langsung berhubungan dengan waktu persalinan sebelumnya. Ketika intervalnya
adalah lebih dari sama dengan 10 tahun, maka risiko ibu tersebut mengalami
preeklampsia adalah sama dengan ibu yang belum pernah melahirkan
sebelumnya.
2.3.6 Indeks masa tubuh
Penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan risiko munculnya
preeklampsia pada setiap peningkatan indeks masa tubuh. Sebuah studi kohort
mengemukakan bahwa ibu dengan indeks masa tubuh >35 memiliki risiko untuk
mengalami preeklampsia sebanyak 2 kali lipat. Sebuah studi lain yang
membandingkan risiko antara ibu dengan indeks masa tubuh rendah dan normal
menemukan bahwa risiko terjadinya preeklampsia menurun drastis pada ibu
dengan indeks masa tubuh <20.
2.3.7 Usia kehamilan
Preeklampsia dapat dibagi menjadi 2 subtipe dideskripsikan berdasarkan
waktu onset dari preeklampsia. Preeklampsia early-onset terjadi pada usia
kehamilan <34 minggu, sedangkan late onset muncul pada usia kehamilan ≥34
minggu. Preeklampsia early onset merupakan gangguan kehamilan yang dapat
mengancam jiwa ibu maupun janin yang dikandungnya. Penelitian sebelumnya
menyebutkan bahwa insidensi preeklampsia meningkat seiring dengan semakin
tuanya usia kehamilan yang dibuktikan dengan preeklampsia yang terjadi pada
usia kehamilan 20 minggu adalah 0.01/1000 persalinan dan insidensi
preeklampsia pada usia kehamilan 40 minggu adalah 9.62/1000 persalinan.
2.3.8 Paritas
Preeklampsia sering disebut sebaga penyakit kehamilan pertama karena
banyaknya kasus preeklampsia yang muncul pada kehamilan pertama. Sebuah
penelitian menunjukkan bahwa nulliparitas meningkatkan kemungkinan terjadi
preeklamsia sebanyak 3 kali lipat.Sedangkan ibu yang masuk ke dalam golongan
multipara adalah ibu yang sudah melahirkan lebih dari 1 kali dan tidak lebih dari 4
kali, memiliki risiko sebesar 1% untuk mengalami preeklampsia.
5
2.4 Klasifikasi
Klasifikasi yang dipakai di Indonesia adalah berdasarkan Report of The
National High Blood Pressure Education Program Working Group on High
Blood Pressure in Pregnancy tahun 2001 ialah 4:
a. Hipertensi kronik
Hipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum usia kehamilan
20 minggu atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah umur
kehamilan 20 minggu dan hipertensi menetap sampai 12 minggu pasca
persalinan.
b. Preeklamsi-eklamsia
Preeklamsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan
disertai dengan proteinuria. Eklamsia adalah preeklamsia yang disertai
dengan kejang-kejang dan/atau koma.
c. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklamsia
Hipertensi kronik dengan superimposed preeklamsia adalah hipertensi
kronik disertai tanda-tanda preeklamsia atau hipertensi kronik disertai
proteinuria.
d. Hipertensi gestasional
Hipertensi gestasional adalah hipertensi yang timbul pada kehamilan tanpa
disertai proteinuria dan hipertensi menghilang setelah 3 bulan pasca
persalinan atau kehamilan dengan tanda-tanda preeklamsia tetapi tanpa
proteinuria.
6
Berikut ini adalah klasifikasi berdasarkan derajat preeklamsia
Tabel 2.1 Klasifikasi dan derajat preklampsia10
Tabel 2.2 Klasifikasi preeklamsi berdasarkan severe feature dan non severe feature.7
7
2.5 Etiologi8
Penyebab hipertensi kehamilan hingga saat ini belum di ketahui dengan
jelas. Banyak teori telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam
kehamilan, tetapi tidak ada satu pun teori tersebut yang dianggap mutlak benar.
Teori-teori yang sekarang dianut adalah:
1. Teori kelainan vaskularisasi
Pada kehamilan normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi
trofoblas ke dalam lapisan otot arteria spiralis, yang menimbulkan degenerasi
lapisan otot tersebut sehingga terjadi dilatasi arterialis. Invasi trofoblas juga
memasuki jaringan sekitar arteri spiralis, sehingga jaringan matriks menjadi
gembur dan memudahkan lumen arteri spiralis mengalami distensi dan dilatasi.
Hal ini memberi dampak penururnan tekanan darah, penurunan resistensi
vaskular, dan peningkatan aliran darah pada daerah uteroplasenta. Akibatnya
aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat sehingga
dapat menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Pada hipertensi dalam kehamilan
tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada lapisan otot arteri spiralis dan jaringan
matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis menjadi tetap kaku dan keras
sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan mengalami distensi dan
vasodilatasi. Akibatnya arteri spiralis relatif mengalami vasokontriksi, sehingga
aliran darah uteroplasenta menurun dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta
2. Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel
Plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan
oksidan (radikal bebas). Salah satu oksidan penting yang dihasilkan plasenta
iskemia adalah radikal hidroksil yang sangat toksis, khususnya terhadap membran
sel endotel pembuluh darah. Radikal ini akan merusak membran sel yang
mengandung banyak asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Peroksida
lemak selain dapat merusak membran sel, juga akan merusak nukleus dan protein
sel endotel. Jika sel endotel terpapar terhadap peroksida lemak maka akan terjadi
disfungsi endotel, yang akan berakibat:
8
- Gangguan metabolisme prostaglandin
- Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami
kerusakan. Agregasi trombosit memproduksi tromboksan suatu
vasokonstriktor kuat. Pada hipertensi kehamilan kadar tromboksan lebih
tinggi sehingga terjadi vasokontriksi, dan terjadi kenaikan tekanan darah
- Perubahan khas pada sel endotel kapilar glomerulus
- Peningkatan permeabilitas kapilar
- Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor, yaitu endotelin
- Peningkatan faktor koagulasi
3. Teori Intoleransi Imunologik antara ibu dan janin
Pada perempuan hamil normal, terdapat Human Leucocyte Antigen
Protein G (HLA-G) yang berfungsi melindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel
Natural Killer (NK) ibu. Namun pada plasenta hipertensi dalam kehamilan, terjadi
penurunan ekspresi HLA-G. Penurunan HLA-G akan menghambat invasi
trofoblas ke dalam desidua. Padahal invasi trofoblas penting agar jaringan desidua
lunak dan gembur sehingga memudahkan dilatasi arteri spiralis.
4. Teori Adaptasi Kardiovaskuler
Pada hamil normal pembuluh darah refrakter terhadap bahan-bahan
vasopressor. Refrakter berarti pembuluh darah tidak peka terhadap rangsangan
bahan vasopresor atau dibutuhkan kadar vasopresor yang lebih tinggi untuk
menimbulkan respon vasokontriksi. Terjadinya refrakter pembuluh darah karena
adanya sintesis PG pada sel endotel pembuluh darah. Akan tetapi, pada hipertensi
dalam kehamilan terjadi kehilangan daya refrakter terhadap bahan vasokonstriktor
dan terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan vasopresor.
5. Teori Genetik
Ada faktor keturunan dan familiar dengan model gen tunggal. Telah
terbukti bahwa pada ibu yang mengalami preeklampsia, 26 % anak perempuan
akan mengalami preeklampsia pula dan 8% anak menantu mengalami
preeklampsia.
9
6. Teori Defisiensi Gizi
Beberapa hasil penetilian menunjukkan bahwa kekurangan defisiensi gizi
berperan dalam terjadinya hipertensi dalam kehamilan, seperti defisiensi kalsium
pada wanita hamil dapat mengakibatkan risiko terjadinya preeklampsia/eklampsia.
7. Teori Stimulus Inflamasi
Pada kehamilan normal plasenta akan melepkaskan debris trofoblas,
sebagai sisa proses apoptosis dan nektrotik trofoblas, akibat reaksi stres oksidatif.
Bahan-bahan ini selanjutnya akan merangsang proses inflamasi. Pada kehamilan
normal, jumlah debris trofoblas masih dalam batas wajar, sehingga reaksi
inflamasi juga masih dalam batas normal. Hal tersebut berbeda dengan proses
apoptosis pada preeklampsia, dimana terjadi peningkatan stress oksidatif dan
peningkatan produksi debris apoptosis dan nekrotik trofoblas. Sehingga menjadi
bebas reaksi inflamasi dalam darah ibu sampai menimbulkan gejala-gejala
preeklampsia padai ibu.
2.6 Patofisiologi 9
Dalam perjalanannya beberapa faktor di atas tidak berdiri sendiri, tetapi
kadang saling berkaitan dengan titik temunya pada invasi tropoblast dan
terjadinya iskemia plasenta. Pada preeklampsia ada dua tahap perubahan yang
mendasari patogenesianya. Tahap pertama adalah: hipoksia plasenta yang terjadi
karena berkurangnya aliran darah dalam arteri spiralis. Hal ini terjadi karena
kegagalan invasi sel tropoblast pada dinding arteri spiralis pada awal kehamilan
dan awal trimester kedua kehamilan sehingga arteri spiralis tidak dapat melebar
dengan sempurna dengan akibat penurunan aliran darah dalam ruangan intervilus
diplasenta sehingga terjadilah hipoksia plasenta. Hipoksia plasenta yang
berkelanjutan ini akan membebaskan zat-zat toksis seperti sitokin, radikal bebas
dalam bentuk lipid peroksidase dalam sirkulasi darah ibu, dan akan menyebabkan
terjadinya stress oksidatif yaitu suatu keadaan di mana radikal bebas jumlahnya
lebih dominan dibandingkan antioksidan. Stress oksidatif pada tahap berikutnya
bersama dengan zat toksik yang beredar dapat merangsang terjadinya kerusakan
pada sel endothel pembuluh darah yang disebut disfungsi endotel yang dapat
10
terjadi pada seluruh permukaan endotel pembuluh darah pada organ-organ
penderita preeklamsia.
Pada disfungsi endothel terjadi ketidakseimbangan produksi zat-zat yang
bertindak sebagai vasodilator seperti prostasiklin dan nitrat oksida, dibandingkan
dengan vasokonstriktor seperti endothelium I, tromboxan, dan angiotensin II
sehingga akan terjadi vasokonstriksi yang luas dan terjadilah hipertensi.
Peningkatan kadar lipid peroksidase juga akan mengaktifkan sistem koagulasi,
sehingga terjadi agregasi trombosit dan pembentukan thrombus. Secara
keseluruhan setelah terjadi disfungsi endothel di dalam tubuh penderita
preeklampsia jika prosesnya berlanjut dapat terjadi disfungsi dan kegagalan organ
seperti:
Pada ginjal: hiperurisemia, proteinuria, dan gagal ginjal.
Penyempitan pembuluh darah sistemik ditandai dengan hipertensi.
Perubahan permeabilitas pembuluh darah ditandai dengan oedema paru
dan oedema menyeluruh.
Pada darah dapat terjadi trombositopenia dan koagulopati.
Pada hepar dapat terjadi pendarahan dan gangguan fungsi hati.
Pada susunan syaraf pusat dan mata dapat menyebabkan kejang,
kebutaan, pelepasan retina, dan pendarahan.
Pada plasenta dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan janin, hipoksia
janin dan solusio plasenta
11
Gambar 2.1 Patofisiologi Hipertensi dalam Kehamilan9
12
2.7 Gambaran Klinis
1. Gejala subjektif
Pada pre-eklampsia didapatkan sakit kepala di daerah frontal, skotoma,
diplopia, penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, mual atau muntah-
muntah. Gejala-gejala ini sering ditemukan pada preeklampsia yang meningkat
dan merupakan petunjuk bahwa eklampsia akan timbul. Tekanan darah pun akan
meningkat lebih tinggi dari biasanya, edema dan proteinuria meningkat.
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan meliputi peningkatan
tekanan darah minimal diatas 140/90 mmHg, dan tekanan darah pada pre-
eklampsia berat meningkat lebih dari 160/110 mmHg dan disertai adanya
kerusakan pada beberapa organ. Selain itu kita juga akan menemukan takikardia,
takipnu, edema paru, perubahan kesadaran, hipertensi ensefalopati, hiperefleksia,
pendarahan pada otak.11
2.8 Diagnosis
Diagnosis preeklampsia dapat ditegakkan dari gambaran klinik dan
pemeriksaan laboratorium. Dari hasil diagnosis, maka preeklampsia dapat
diklasifikasikan menjadi dua golongan yaitu :12
1) Preeklampsia, bila disertai keadaan sebagai berikut:
- Tekanan darah ≥140/90 mmHg pada dua kali pemeriksaan setelah 20
minggu kehamilan dengan riwayat tekanan darah normalsebelumnya.
- Proteinuria kuantitatif ≥ 300 mgpada pemeriksaan urin 24 jam atau
pemeriksaan protein/ kreatinin ≥ 0,3 g dan pada pemeriksaan test
dipstic 1+.
Atau jika tidak dijumpai proteinuria, hipertensi onset baru berikut ini:
- Trombositopenia : Platelet kurang dari 100.000 µl
- Insufiensi ginjal : Konsentrasi serum kreatinin ≥ 1,1 mg/dl
atau ataudua kali lipat dari konsentrasi
kreatinin serum dengan tidak adanya
penyakit ginjal lainnya.
13
- Penurunan fungsi hati : Peningkatan konsentrasi transaminase dua
kali lipat dari normal
- Oedem Paru
- Adanya gangguan serebral atau gejala gangguan penglihatan.
14
- Oliguria, produksi urin kurang dari 500 cc/24 jam
- Nyeri Epigastium 13
- Pertumbuhan janin intrauterine yang terhambat 13
- Sindrom HELLP 13
TATALAKSANA
2.9 Tatalaksana
- Antihipertensi
Diberikan jika tekanan darah mencapai 150 / 100mmHg dan sangat
dibutuhkan pada 160 / 110mmHg. Perawatan labetalol direkomendasikan.
Nifedipine oral (10- 20 mg per oral, diulangi setelah 30 menit, dosis
maksimum 120 mg dalam 24 jam ), digunakan untuk kontrol awal, labetalol
intravena sebagai lini kedua dengan hipertensi berat. Tujuannya adalah
mempertahan tekanan darah sekitar 140 / 90mmHg. Antihipertensi tidak
mengubah preeklampsia, tetapi meningkatkan keselamatan bagi ibu. Tetap
dilakukan pemantauan yang intens dan pre-eklampsia memungkinkan
kehamilan yang prematur.11
-
Magnesium Sulfat (MgSO4)
15
Magnesium sulfat digunakan untuk pencegahan terjadinya eklampsia.
Loading dose intravena disetai dengan cairan infus. MgSO4 bukan merupakan
anti konvulsan tetapi berfungsi untuk meningkatkan perfusi otak, dan
mencegah terjadinya eklampsia.1Loading dosediberikan 4 mg MgSO4 (40%
dalam 10 cc) selama 15 menit. Dan maintenance doseinfus 6 gram dalam
larutan ringer/6jam.
Pada penggunaan magnesium sulfat dapat terjadi toksisitas maka
diperlukan pemantauan yaitu : frekuensi pernafasan (> 16 kali/menit), reflex
patella, diuresis yang cukup, dan tersedia anti dotum (Ca glukonas 10%).13
- Glukokortikoid
Pemberian glukokortikoid untuk pematangan paru janin, diberikan pada
kehamilan 32-34 minggu, dalam 2x24 jam.13
- Waktu persalinan pada preeklamsia
Wanita dengan pre-eklampsia harus dilakukan persalianan pada usia 36
minggu. Manajemen konservatif sebelum usia 36 minggu (jika <28 minggu di
unit spesialis dengan fasilitas perawatan neonatal yang lengkap), tetapi
kemungkinan peningkatan kematangan janin harus dipertimbangkan terhadap
risiko komplikasi penyakit. Steroid diberikan sebagai profilaksis, hipertensi
diobati dan ada pengawasan ibu dan janin intensif yang melibatkan penilaian
klinis harian, CTG dan keseimbangan cairan, dan tes darah rutin. Gangguan
klinis atau komplikasi ibu atau berkurangnya STV pada pemantauan CTG,
akan mendorong persalinan, dan dapat menyebabkan kelahiran prematur.12
- Induksi Persalinan
Melakukan persalinan sebelum 34 minggu, atau jika ada hambatan
pertumbuhan yang parah atau CTG abnormal, operasi caesar biasa dilakukan.
Setelah 34 minggu, persalinan biasanya dapat diinduksi dengan prostaglandin.
Analgesia epidural membantu mengurangi tekanan darah. Janin terus dipantau
oleh CTG dan tekanan darah dan keseimbangan cairan. Antihipertensi
digunakan dalam persalinan. Mengedan harus dihindari jika tekanan darah
mencapai 160/110 mmHg, karena meningkatkan tekanan intrakranial dan
16
risiko pendarahan otak. Oksitosin digunakan untuk tahap ketiga karena yang
terakhir dapat meningkatkan tekanan darah.12
2.10 Komplikasi
a. Maternal
Onset awal penyakit dapat menjadi lebih berat. Kejadian dari beberapa
komplikasi yang mengikuti, dapat terjadi bersamaan, yang merupakan indikasi
dari terminasi dalam usia kehamilan berapa pun.
- Eklamsia
Eklamsia merupakan kejang grand mal, yang merupakan akibat
dari vasospasme serebrovaskular. Kematian dapat disebabkan oleh
keadaan hipoksia dan komplikasi dari penyakit yang berat. Tatalaksana
yang diberikan Magnesium Sulfat, dan pengawasan terhadap komplikasi
lainnya.
- Perdarahan serebrovaskular
Merupakan akibat dari kegagalan autoregulasi aliran darah otak
pada MAP (mean arterial pressure) diatas 140 mmHg. Penanganan
hipertensi dapat mencegah komplikasi ini.
- Masalah hati dan koagulasi
Sindrom HELLP meliputi hemolisis, peningkatan enzim hati, dan
penurunan jumlah platelet. DIC (Disseminated intravascular coagulation),
kegagalan hepar, dan ruptur hepar juga dapat terjadi. Wanita yang
mengalami nyeri epigastrium yang berat, tidak selalu menunjukkan gejala
preeklamsia dan hal ini dapat terjadi setelah melahirkan pada wanita
normal. Tatalaksana berupa suportif meliputi profilaksis magnesium sulfat
mencegah eklamsia.
- Gagal Ginjal
Gagal ginjal diidentifikasi dari pengawasan balance cairan dan
penghitungan kreatinin. Hemodialisis diperlukam pada kasus yang berat.
- Edema Paru
17
Preeklamsia yang berat rentan mengalami kelebihan cairan. Edema
paru diatasi dengan oksigen dan furosemid, bantuan ventilator dapat
diberikan. ADRS (adult respiratory distress syndrome) dapat terjadi dan
mengakibatkan kematian. 10
b. Fetus
Mortalitas dan morbiditas dari janin meningkat pada preeklamsia sekitar
5% meninggal dalam kandungan dan sampai 10% kelahiran premature. Pada usia
kehamilan sebelum 34 minggu, masalah utama merupakan IUGR. Persalinan
premature sering dilakukan, meskipun persalinan premature spontan sering
terjadi. Pada keadaan cukup bulan, preeklmasia kurang mempengaruhi
pertumbuhan janin tetapi tetap berkaitan dengan peningkatan morbiditas dn
mortalitas. Pada semua kehamilan terdapat peningkatan dari risiko solusio
plasenta. 10
18
Gambar 2.3. Komplikasi preeklamsia10
19
BAB III
LAPORAN KASUS
ANAMNESA PRIBADI
Nama : Ny. S
Umur : 38tahun
Suku : Jawa
Agama : Islam
ANAMNESA PENYAKIT
20
dijumpai, mual dan muntah tidak dijumpai. Riwayat
kontraksi rahim tidak dijumpai, keluarnya lendir
darah dari kemaluan tidak dijumpai, keluar air-air
dari kemaluan tidak dijumpai. BAB dan BAK dalam
batas normal. Pasien merupakan rujukan dari RS
Mitra Medika dengan proteinuria +3. Pasien dirujuk
ke poli RSUP HAM kemudian pasien ditransfer ke
IGD. Sebelumnya pasien sudah berobat ke dokter
spesialis kandungan untuk control kehamilan dan
dicurigai adanya kelainan jantung pada janin.
Riwayat pekerjaan, sosio ekonomi dan psikososial yaitu ibu rumah tangga,
ekonomi menengah ke bawah dan tidak ada riwayat gangguan psikososial.
RIWAYAT MENSTRUASI
Menarche : 12 tahun
Siklus : 28 hari
Volume : ± 3 doek/hari
ANC : 3x ke Sp.OG
RIWAYAT MENIKAH
RIWAYAT PERSALINAN
1. Tanggal partus: 2007, umur hamil: aterm, jenis partus: PSP, penolong: nakes,
JK anak: laki-laki, BBL: 3900 g, keadaan anak sekarang: hidup
21
2. Tanggal partus: 2010, umur hamil: aterm, jenis partus: PSP, penolong: nakes,
JK anak: laki-laki, BBL: 4000 g, keadaan anak sekarang: hidup
3. Tanggal partus: 2015, umur hamil: aterm, jenis partus: PSP, penolong: nakes,
JK anak: laki-laki, BBL: 4000 g, keadaan anak sekarang: hidup
4. Hamil ini
PEMERIKSAAN FISIK
VITAL SIGN
Status Presens:
Sensorium : Compos mentis Anemis : -
Tekanan darah :190/110 mmHg Ikterik : -
Nadi : 98 x/menit Sianosis: -
Pernapasan : 20 x/menit Dyspnoe : -
Temperatur : 36,70C Oedema:
Ekstremitas atas -/-
Ekstremitas bawah +/+
Status Generalisata :
Kepala : Dalam batas normal
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),refleks cahaya (+/+),
isokor, kanan = kiri
Leher : Pembesaran KGB tidak dijumpai
Thorax : Inspeksi : Simetris fusiformis
Palpasi : Stem fremitus kanan=kiri
Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi : Jantung: S1(N) S2(N) S3(-) S4(-) reguler, murmur (-)
Paru : Suara pernafasan : vesikuler
Suara tambahan : (-)
Ekstremitas: Akral hangat, CRT< 2 detik, clubbing finger (-), oedem pretibial
(+/+)
Genitalia : Edeme pada labia (-)
22
Status Lokalisata:
Abdomen : Membesar asimetris, peristaltik (+) dalam
batas normal
Leopold 1 : Tinggi Fundus Uterus 3 jari dibawah processus xipoideus
(TFU=34 cm)
Leopold 2 : Teregang teraba kiri
Leopold 3 : Terbawah teraba kepala
Leopold 4 : Kepala (4/5)
His :-
DJJ : (+) 144kali/menit, regular
Gerak : (+)
Status Ginekologi
VT : serviks tertutup
ST : lendir darah (-), cairan ketuban (-)
LABORATORIUM
24 Juni 2019
JENIS PEMERIKSAAN SATUAN HASIL RUJUKAN
23
HEMATOLOGI
Darah Lengkap
Hematokrit % 33 36 – 47
MCV fL 73 81-99
Hitung jenis
Neutrofil % 68,6 50-70
Limfosit % 22,7 20 – 40
24
FAAL HEMOSTASIS
KIMIA KLINIK
Metabolisme Karbohidrat
Glukosa darah (sewaktu) Mg/dL 78
GINJAL
Ureum Mg/dl 13 15-40
Kreatinin Mg/dl 0,62 0,6-1,1
ELEKTROLIT
Natrium Mg/dL 133 136-155
Kalium Mg/dL 3,5 3.5-5.5
Klorida Mg/dL 99 95-103
KIMIA KLINIK
HATI
LDH U/L 235 125-220
Imunoserologi
HbsAg Non Reaktif
URINALISA
Makroskopis
Warna Kuning Kuning 3,5-5,0
Kejernihan Keruh Jernih 125-220
Kimia
pH 6,5 5-8
Berat jenis 1,010 1,005-1,030
Protein +3 negatif
Kejernihan Keruh Jernih
25
Makroskopis
Warna Kuning Kuning 3,5-5,0
Kejernihan Keruh Jernih 125-220
Mikroskopis
Leukosit 35-40 <6
Eritrosit 1-2 <3
Epitel 5-7
Silinder Negatif
Kristal Negatif Negatif
Bakteri Negatif Negatif
DIAGNOSA KERJA
RENCANA TATALAKSANA
TERAPI MEDIKAMENTOSA
• Injeksi Cefazoline 2 gr IV
RENCANA TINDAKAN
26
LAPORAN SECTIO CAESARIA
- Pasien dibaringkan diatas meja operasi dengan posisi supine dengan infus
dan kateter urin terpasang
- Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik pada lapangan operasi dengan
povidon iodine dan alkohol 70% lalu ditutup dengan doek steril kecuali
lapangan operasi
- Operator mencuci tangan degan cara fuerbringer dan memakai alat
pelindung diri seperti cap, masker, apron, sepatu boat, baju steril dan
sarung tangan steril.
- Dilakukan anastesi spinal, ditunggu dan pasien diminta mengangkat kaki.
Pasien mengatakan kakinya kebas dan sulit diangkat, kemudian operator
memberikan rangsangan nyeri di daerah kaki. Pasien sudah tidak
merasakan nyeri.
- Di bawah spinal anatesi dilakukan insisi Pfannenstiel pada luka parut
sebelumnya pada kuadran bawah abdomen mulai dari kutis, subkutis,
sampai fascia. Fascia diinsisi pada garis tengah dan dilebarkan ke lateral
menggunakan gunting. Bagian superior dari fascia dielevasikan
menggunakan Kocher dan otot rektus disisihkan.
- Peritoneum diidentifikasi. Peritoneum diangkat menggunakan klem dan
masuk menggunakan gunting Metzenbaum dengan hati-hati terhadap
organ dibawahnya, kemudian dilebarkan ke arah superior dan anterior
dengan hati-hati untuk melihat kandung kemih.
- Segmen bawah uterus diidentifikasi. Insisi low servikal di uterus sampai
lapisan subendometrium. Endometrium lalu ditembus dan dilebarkan
secara tumpul.
- Janin dilahirkan dengan meluksirkan kepala. Lahir bayi perempuan,
dengan berat badan :1900 gram, panjang badan : 40 cm, apgar score : 3/0
- Tali pusat diklem didua sisi dengan jarak ± 5 cm dari pusat bayi dan
digunting diantaranya
- Plasenta dilahirkan dengan menekan fundus dan menarik tali pusat.
Cavum Uterus dibersihkan dengan kassa steril. Kesan : bersih
- Dilakukan penjahitan pada segmen uterus secara continous interlocking
dalam dua lapisan
- Mengidentifikasi kedua tuba dan ovarium, kesan: normal.
- Kavum abdominal bersih dari darah dan sel Stoll.
- Peritoneum dijahit secara continuos, kemudian otot dengan jahitan
simple, dan fascia ditututp menggunakan jahitan continuous.
- Lapisan subkutan lalu dijahit dengan jahitan simpel dan kutis dijahit
dengan jahitan subcuticuler.
- Luka operasi ditutup dengan sofratulle, kasa steril, dan hypafix
27
- Ibu dalam keadaan stabil setelah operasi.
Terapi Medikamentosa
RencanaTindakan
28
BAB IV
FOLLOW UP PASIEN
4.1 Follow Up Pasien
Tanggal Follow up
25 Juni 2019 S : sakit kepala (-)
O : SP : Sens : CM
TD : 140/100 mmHg
Nadi: 86x/ menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu: 36,7oC
SL : Abdomen : Soepel, peristaltik (+) Normal
TFU : 4 jari di bawahprocessus
xyphoideus, kontraksi baik
Tegang : Kiri
Terbawah : kepala
HIS : (-)
DJJ : 138x/menit
A : PE with severe feature + MG + KDR (30-31)mgg + PK +
AH + kelainan kongenital
P :
- IVFD RL + MgSO4 20% 12 gr (60 cc) → 14 gtt/i IV
/12 jam (selama 24 jam)
- Inj Deksametason 6mg/12 jam
- Nifedipin 10mg 4x1
- R/Monitoring VS, DJJ, dan kontraksi uterus, SC
29
SL : Abdomen : Soepel, peristaltik (+) Normal
TFU : 2 jari di bawahpusat, kontraksi kuat
LO : tertutup verban, kesan basah
P/V : (-) , Lochia (+) rubra
BAK : (+) via kateter OUP: 90cc/jam
BAB : (+) normal
A : Post SC a/i Preeklampsia with severe feature +multiple
congenital abnormality + NH1
P :
- IVFD RL 20 gtt/i
- Inj Ceftriaxone 1g/12 jam
- Inj Ketorolac 30 mg/8 jam
- Inj Ranitidine 50 mg/12 jam
- Inj Furosemide 1 amp/8 jam
- Nifedipin 4 x 10 mg
R/ Aff kateter sore
mobilisasi
27 Juni2019 S : Nyeri luka post SC berkurang
O : SP : Sens : CM
TD : 170/110mmHg
Nadi: 90x/ menit
Pernafasan :20 x/menit
Suhu: 36,3oC
SL : Abdomen : Soepel, peristaltik (+) Normal
TFU : 2 jari di bawahpusat
LO : tertutup verban, kesan kering
P/V : (-) , Lochia (+) rubra
BAK : (+)
BAB : (+)
30
congenital abnormalities + NH2
P : -Cefadroxyl tab 500 mg 2x1
-Asam mefenamat tab 500 mg 3x1
-Vit. B complex 2x1
R/ Aff infus
Terapi oral
28 Juni 2019 S : Nyeri luka post SC berkurang
O : SP : Sens : CM
TD : 150/80mmHg
Nadi: 84 x/ menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36,6oC
SL : Abdomen : Soepel, peristaltik (+) Normal
TFU : 2 jari di bawahpusat, kontraksi kuat
LO : tertutup verban, kesan kering
P/V : (-) , Lochia (+) rubra
BAK : (+) normal
31
BAB V
DISKUSI KASUS
TEORI KASUS
Manifestasi klinis :
- Sakit kepala
Pada pre-eklampsia didapatkan
sakit kepala di daerah frontal, skotoma, Pemeriksaan fisik :
diplopia, penglihatan kabur, nyeri di - Tekanan darah 190/110
daerah epigastrium, mual atau muntah- - Edema pre tibia (+/+)
- Pemeriksaan fisik
34
. Diagnosis Pre-eklampsia
35
konsentrasi kreatinin serum
dengan tidak adanya
penyakit ginjal lainnya.
- Penurunan fungsi hati :
Peningkatan konsentrasi
transaminase dua kali lipat
dari normal
- Oedem Paru
Pre-eklampsia with severe feature yaitu
pre-eklampsia ditambah salah satu dari
keadaan berikut ini:
• Tekanan darah ≥ 160/110 mmHg
• Trombositopenia : platelet kurang
dari 100.000 µl
• Gangguan fungsi hati
• Penurunan fungsi ginjal
• Oedem paru
• Dan gangguan serebral atau
gangguan penglihatan1,4
• Proteinuria lebih 5 g/ 24 jam atau
4+ dalam pemeriksaan kualitatif 4
• Oliguria, produksi urin kurang dari
500 cc/24 jam
• Nyeri Epigastium 4
• Pertumbuhan janin intrauterine
yang terhambat 4
• Sindrom HELLP 4
36
TATALAKSANA
- Antihipertensi
- MgSO4 • Nasal Canul O2: 2-4 lpm
- Ca glukonas 10% • Pemasangan Folley Catheter
- Glukokortikoid
• Injeksi MgSO4 20%→20cc
→bolus IV lambat
• IVFD RL + MgSO4 40% 12 gr
(30cc) → 14 gtt/i IV (Dosis
rumatan 1 gr/jam)
• Nifedipin 4 x 10 mg, jika TD ≥
160/110 mmHg berikan Nifedipin
10 mg/30 menit, dosis maksimum
120 mg/24 jam
• Inj Cefazoline 1g/12 jam
37
BAB VI
KESIMPULAN
38
DAFTAR PUSTAKA