HALAMAN JUDUL
Oleh :
Pembimbing :
dr. Luh Nyoman Alit Aryani, Sp.KJ (K)
i
GENETIK DAN MEROKOK
GENETICS AND SMOKING
Abstrak
Merokok secara regular merupakan faktor risiko utama untuk penyakit
kardiovaskular dan kanker, sehingga merupakan salah satu penyebab morbiditas
dan mortalitas yang paling bisa dicegah di dunia. Asupan nikotin, efek-efek sistem
saraf pusatnya, dan metabolismenya diregulasi oleh jalur biologis; beberapa
diantaranya sudah diketahui dengan baik, namun yang lainnya masih belum
diketahui. Penelitian-penelitian genetik menawarkan sebuah metode untuk
pengembangan wawasan mengenai gen-gen yang berkontribusi dalam jalur-jalur
tersebut. Di beberapa tahun terakhir, meta analisis dari penelitian hubungan lebar
genom (GWAS) yang luas telah secara konsisten mengungkapkan bahwa kontribusi
genetik terkuat terhadap sifat-sifat yang terkait dengan merokok berasal dari variasi
gen-gen subunit reseptor nikotinik. Banyak dari gen-gen lainnya, termasuk yang
mengkode enzim-enzim yang terlibat dalam metabolisme nikotin, juga terlibat.
Meskipun demikian, proporsi dari variansi fenotipik yang dijelaskan oleh varian-
varian genetik yang teridentifikasi sangatlah sedikit. Jurnal ini bertujuan untuk
membahas perkembangan yang dibuat dalam epidemiologi genetik dan genetika
perilaku merokok di beberapa tahun terakhir belakangan, dan berfokus pada
penelitian-penelitian yang mengungkapkan klaster gen reseptor pada kromosom
15q25. Bukti yang mendukung keterlibatan dari sebuah jalur baru pada
patofisiologi skizofrenia dan ketergantungan nikotin bersama juga secara singkat
dibahas. Sebuah rangkuman pengetahuan terkini mengenai interaksi-interaksi gen
– lingkungan yang terlibat dalam perilaku merokok disertakan.
Kata kunci
Tembakau; Nikotin; Metabolisme nikotin; Ketergantungan; Genes; Hubungan
lebar genom; Reseptor nikotinik
2
3
Pendahuluan
Merokok merupakan bentuk penggunaan obat yang cepat dan efisien, yang
memaparkan perokok dengan beragam komponen berbahaya dari tembakau. Hal
ini menyebabkan konsekuensi-konsekuensi yang sudah diketahui dari merokok,
yang cukup banyak dan mengakibatkan penyakit pada hampir semua organ dan
bagian tubuh tertentu [1]. Beban kesehatan publik yang paling luas muncul dari
kanker (sebagai contoh kanker paru), penyakit kardiovaskular, penyakit paru
obstruktif kronis (COPD), dan beragam gangguan mental. Nikotin adalah
komponen aditif utama pada tembakau. Perokok tembakau mengendalikan kadar
nikotin melalui konsumsi rokok, jumlah dan volum hisapan, dan kedalaman
inhalasi [2]. Selama merokok, nikotin didistilasi dari tembakau yang dibakar, dan
ketika diinhalasi, dibawa pada droplet-droplet tar ke paru-paru. Pada saluran
pernapasan kecil dan elveoli paru, nikotin secara cepat diabsorbsi, dan kemudian
didistribusikan melalui aliran darah, yang mencapai otak dalam 10-20 detik [2,3].
Nikotin yang berikatan ke jaringan otak dengan afinitas yang tinggi,
terutama pada perokok regular yang kapasitas pengikatannya meningkat sebagai
akibat dari up-regulasi fungsional reseptor-reseptor asetilkolin nikotinik (nAChRs)
[4]. Penghantaran nikotin yang cepat memungkinkan perokok mentitrasi dosis
untuk mencapai efek farmakologis yang diinginkan, yang lebih lanjut memperkuat
pemberian obat mandiri dan memfasilitasi perkembangan adiksi [2]. Asupan
nikotin, efek-efek sistem saraf pusatnya, dan metabolismenya diregulasi oleh jalur
biologis; beberapa diantaranya sudah diketahui dengan baik, tetapi yang lainnya
masih belum diketahui. Penelitian-penelitian genetik menawarkan gagasan yang
mungkin berkenaan dengan gen-gen yang berkontribusi terhadap jalur tersebut,
melalui penelitian variasi genetik dengan menggunakan rancangan penelitian yang
berbeda-beda. Penelitian-penelitian keluarga dan anak kembar telah
mengungkapkan adanya tingkat heritabilitas yang tinggi pada ketergantungan
nikotin dan merokok [5,6]. Pada beberapa tahun terakhir, meta analisis dari
penelitian hubungan lebar genom (GWAS) telah mengungkapkan bahwa kontribusi
genetik yang paling kuat untuk sifat-sifat yang terkait dengan merokok berasal dari
variasi dalam gen-gen subunit nAChR [7••, 8••, 9••], akan tetapi banyak hal lainnya
telah dipengaruhi oleh penelitian-penelitian gen kandidat, GWAS skala kecil, dan
4
Investigasi lebih lanjut dari area yang terkait dengan kuantitas merokok
yang kuat ini telah mengungkapkan temuan-temuan baru yang berhubungan dengan
fenotip lainnya. Misalnya, hubungan telah terdeteksi antara penggunaan alkohol
dengan rs588765, sebuah SNP yang diyakini menandai lokus ketiga yang berbeda
yang berkontribusi terhadap perilaku merokok [21•], pada sebuah sampel berbasis
populasi Finlandia yang luas [26]. Hasil-hasil yang ditemukan memberikan sebuah
arahan yang baru untuk penelitian mengenai klaster gen CHRNA5-CHRNA3-
CHRNB4, dan menunjukkan bahwa efek-efek dari alkohol mungkin sebagiannya
dimediasi melalui reseptor-reseptor kolinergik. Sebelumnya, terdapat laporan yang
menghubungkan varian ini dengan ketergantungan kokain dan alkohol [35].
Hubungan lainnya terdeteksi, dalam sebuah sampel populasi Norwegia
yang luas, antara SNP rs16969968 fungsional dan penggunaan snus [28]. Snus
adalah produk tembakau yang mengandung nikotin, tidak berasap, dan lembab,
yang menghantarkan kuantitas nikotin yang tinggi, dan memiliki potensi adiksi
yang sangat mirip dengan rokok [36]. Variasi dalam klaster gen nAChR lainnya
pada kromoson 8p11.21, yang mengandung gen yang mengkode subunit alfa6 dan
beta3 (CHRNA6, CHRNB3), memiliki hubungan signifikan lebar genom dengan
CPD [9••]. Meskipun demikian, kekuatan dari hubungan ini sangatlah rendah
dibandingkan dengan yang diperoleh untuk mendapatkan klaster gen CHRNA5-
CHRNA3-CHRNB4. Penelitian-penelitian independen telah memberikan bukti
lebih lanjut mengenai hubungan antara CHRNB3 dengan ketergantungan nikotin,
yang diukur melalui pengujian Fagerström untuk ketergantungan nikotin (FTND)
[37], pada beberapa populasi etnis [38,39]. Penelitian-penelitian hubungan lebar
genom memberikan sebuah perangkat yang kuat untuk mempelajari varian umum
pada sampel-sampel yang luas. Terlepas dari potensi fungsi dari masing-masing
gen nAChR pada perilaku merokok, GWAS telah mengidentifikasi hanya sedikit
subunit saja (α5, α3, β4, α6, and β3). Sebuah meta analisis dari 15 pemindaian
kebocoran lebar genom menghasilkan sinyal kebocoral signifikan lebar genom pada
20q13.12-q13.32, sebuah lokus yang mengandung CHRNB4, gen yang mengkode
subunit nAChR alfa4 [40•]. Pengulangan sekuen CHRNA4 dan CHRNB4 telah
mengungkapkan varian langka yang mempengaruhi perbedaan ketergantungan
nikotin antar individu [41,42]. Untuk kedua gen tersebut, varian langka yang tidak
7
Metabolisme nikotin
Metabolisme nikotin melibatkan beberapa langkah dan beberapa jalur
enzimatis [2]. Hanya sekitar 10% dari nikotin yang diabsorbsi yang dieksresikan ke
9
urin tidak berubah. Hingga 80% dari nikotin diubat menjadi kotinin dalam sebuah
proses dua langkap: langkah pertama dimediasi oleh sistem sitokrom P450,
terutama oleh CYP2A6 (sitokrom P450, famili 2, subfamili A, polipeptida 6); dan
langkah kedua dikatalisasi oleh sebuah aldehid sitoplasmik oksidase [2]. Kotinin
selanjutnya dimetabolisme menjadi beragam senyawa, sejauh ini yang paling
menonjol adalah konversi kotinin menjadi 3-hidroksikotinin, yang dilakukan secara
eksklusif oleh CYP2A6. Sisa 10% dari nikotin dimetabolisme melalui oksidasi,
glukuronidasi, atau metilasi sebelum ekskresi [2].
Tingkat metabolisme nikotin antar individu sangat bervariasi. CYP2A6
mengkode enzim metabolik utama untuk nikotin [64], yang menyumbang sekitar
80% dari oksidasi nikotin hepatik. Hingga saat ini, lebih dari 60 alel CYP2A6 yang
berbeda telah teridentifikasi (http://www.cypalleles.ki.se/cyp2a6.htm), termasuk
SNPs, duplikasi, delesi, dan konversi. Alel-alel CYP2A6 telah dikelompokkan
secara fenotipik sebagai metabolizer rendah, intermediet, dan normal, dengan
perbedaan yang signifikan pada frekuensi-frekuensi alel di antara kelompok-
kelompok etnis [65]. Individu yang membawa aktivitas alel CYP2A6 yang
berkurang lebih mungkin bukan perokok, yang menghisap rokok lebih sedikit setiap
harinya, lebih tidak mungkin mengalami ketergantungan nikotin, yang kurang
bergantung pada nikotin, bisa memiliki masa yang lebih mudah untuk bisa berhenti
merokok, dan memikiki risiko kanker yang lebihr ednah [66,67].
Penelitian-penelitian pada orang kembar menunjukkan sebuah kontribusi
genetik yang penting untuk pembersihan total nikotin (nikotin → kotinin → 3-
hidroksikotinin), dengan heritabilitas sekitar 50-68% [68]. Kotinin cenderung
merupakan senyawa yang stabil, dengan half-life 15-20 jam [69], dan bisa
digunakan untuk membedakan perokok dari bukan perokok dan sebagai sebuah
biomarker asupan nikotin. Meskipun demikian, pada individu dengan aktivitas
CYP2A6 yang lebih rendah, kotinin berakumulasi [70]; sehingga dengan demikian,
kadar kotinin mungkin tidak bisa diandalakn untuk mencerminkan paparan
tembakau. Rasio dari 3-hidroksikotinin/kotinin, yang disebut sebagai rasio
metabolit nikotin (NMR), mencerminkan variasi genetik pada enzim-enzim yang
memetabolisme nikotin dan faktor-faktor lingkungan (seperti kadar estrogen dan
indeks massa tubuh) [69], dan dapat digunakan sebagai proksi untuk tingkat
10
pembersihan nikotin [71]. NMR tetap konstan di setiap waktu pada perokok regular,
dan tidak bergantung pada waktu pemberian dosis nikotin terakhir.
CYP2B6 (sitokrom P450, famili 2, subfamili B, polipeptida 6) merupakan
enzim P450 kedua yang paling aktif yang terlibat dalam oksidasi nikotin, dan
memiliki sekitar 10% efisiensi katalitik CYP2A6. Meskipun CYP2A6
diekspresikan utamanya pada hati, CYP2B6 diekspresikan pada tingkatan yang
lebih tinggi di otak, barangkali bertanggung jawab untuk metabolisme nikotin yang
terlokalisasi pada otak perokok manusia [72]. Setidaknya dua enzim P450
tambahan, CYP2D6 dan CYP2E1, memiliki beberapa aktivitas terhadap nikotin [2].
Enzim-enzim sitokrom P450 yang memetabolisme obat jarang positif pada
GWAS, karena frekuensi alel dari varian fungsional adalah rendah pada sebagian
besar populasi [2]. Meskipun demikian, sebuah meta-analisis GWAS terkini yang
sangat luas mengungkapkan hubungan antara kuantitas merokok dan varian-varian
pada CYP2A6 dan CYP2B6 [9••]. Varian yang berasosiasi dalam CYP2A6
berubungan dengan secara tidak seimbang dengan penurunan aktivitas alel.
Meskipun demikian, ketika menguraikan hasil-hasil GWAS, kompleksitas genetik
harus dipertimbangkan. Baru-baru ini, sebuah varian pada EGLN2 [Homo sapien
misalnya memiliki sembilan homolog 2 (C.elegan)), sebuah gen yang berlokasi
berdekatan dengan CYP2A6 pada kromosom 19q13, dikatakan secara independen
berkaitan dengan CPD dan pernapasan monoksida karbon, sebuah fenotip yang
berkaitan dengan konsumsi rokok dan relevan terhadap hipoksia (73). Masuk akal
bahwa gen-gen dalam lokus 19q13, bukan CYP2A6, juga mempengaruhi perilaku
merokok, melalui mekanisme yang tidak berhubungan dengan metabolisme
nikotin. Efek-efek kombinasi dari CYP2A6 dan CHRNA5 terhadap perilaku
merokok telah dilaporkan [74,75]. Pada sebagian besar populasi Kaukasian, dengan
hingga 90% dari individu yang memetabolisme dengan cepat, sebuah fraksi kecil
dari variansi dalam perbedaan antar individu pada metabolisme nikotin dihitung
melalui varian alelik yang diketahui yang mempengaruhi aktivitas CYP2A6.
Faktor-faktor kontributor lainnya, seperti regulator aksi CYP2A6, varian-varian
fungsional pada gen-gen lainnya, interaksi antar gen, dan interaksi gen –
lingkungan, dipastikan ada.
11
bersama dengan teman, efek-efek semacam ini belum secara luas diteliti. Dalam
sebuah penelitian interaksi G x E yang dilakukan pada 12 kohort kembar Finlandia,
efek-efek genetik terhadap kebiasaan merokok di usia remaha menurun dan
pengaruh-pengaruh lingkungan yang umum meningkat pada tingkatan pengawasan
orangtua yang lebih tinggi [79]. Serupa dengan itu, keagamaan telah dilaporkan
secara signifikan mengurangi efek variansi genetik terhadap inisiasi merokok [80].
Analisa-analisa interaksi lingkungan pada CHRNA5 telah mengungkapkan bahwa
pengawasan orangtua dan pengaruh teman (merokok) memodifikasi hubungan
antara ketergantungan nikotin dan rs16969968 [81, 82]. Selain iu, risiko alel
rs16969968 berkontribusi terhadap risiko genetik yang lebih kuat pada perokok
berat diantara perokok dengan onset dini (usia onset ≤16 tahun) dibandingkan pada
perokok dengan onset lambat [34•]. Lebih banyak penelitian-penelitian mengenai
interaksi G x R dapat membantu menentukan mengapa heritabilitas yang diestimasi
untuk perliaku merokok sangat beragam dan mengapa pencarian untuk gen-gen
predisposisi belum juga sukses hingga saat ini. Beberapa interaksi G x E barangkali
mencerminkan mekanisme-mekanisme epigenetik, sebagai contoh metilasi DNA.
Proses-proses epigenetik bereaksi terhadap faktor-faktor eksternal, sehingga
memberikan sebuah mekanisme yang penting dimana lingkungan dapat
mempengaruhi ekspresi gen dan memperkaya fenotip. Ini adalah sebuah topik dari
penelitian aktif, dengan terobosan besar yang diharapkan di masa mendatang
dengan segera; namun demkikian, temuan-temuan pada epigenetik berada di luar
dari cakupan bab ini.
Kesimpulan
Perkembangan yang dibuat beberapa tahun terakhir dalam memahami
epidemiologi genetik dari penyakit-penyakit yang tidak bisa dikomunikasikan, dan
dari banyak sifat-sifat hewan dan manusia normal, telah memperdalam pemahaman
kami mengenai arsitektur genetik rumit yang mendasar, dan juga memberikan
wawasan mengenai interaksi gen dan lingkungan dalam perkembangan organisme
normal dan abnormal. Kematian yang diproyeksikan akibat penyakit-penyakit yang
dipicu oleh tembakau diestimasi mencapai ratusan juta jiwa pada abad ini kecuali
pencegahan dan pengobatan bisa dibuat jauh lebih efektif. Dengan menggunakan
13