Anda di halaman 1dari 14

JOURNAL READING

GENETIK DAN MEROKOK


GENETICS AND SMOKING

HALAMAN JUDUL
Oleh :

Anak Agung Gede Mahaindra Putra


(1302006240)

Pembimbing :
dr. Luh Nyoman Alit Aryani, Sp.KJ (K)

DALAM RANGKA MENJALANI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


BAGIAN/SMF PSIKIATRI FAKULTAS KEDOKTERAN UNUD
RSUP SANGLAH DENPASAR
2018

i
GENETIK DAN MEROKOK
GENETICS AND SMOKING

Anu Loukola, Jenni Hällfors, Tellervo Korhonen, and Jaakko Kaprio


University of Helsinki, Hjelt Institute, Department of Public Health, Mannerheimintie, Helsinki, Finland

Abstrak
Merokok secara regular merupakan faktor risiko utama untuk penyakit
kardiovaskular dan kanker, sehingga merupakan salah satu penyebab morbiditas
dan mortalitas yang paling bisa dicegah di dunia. Asupan nikotin, efek-efek sistem
saraf pusatnya, dan metabolismenya diregulasi oleh jalur biologis; beberapa
diantaranya sudah diketahui dengan baik, namun yang lainnya masih belum
diketahui. Penelitian-penelitian genetik menawarkan sebuah metode untuk
pengembangan wawasan mengenai gen-gen yang berkontribusi dalam jalur-jalur
tersebut. Di beberapa tahun terakhir, meta analisis dari penelitian hubungan lebar
genom (GWAS) yang luas telah secara konsisten mengungkapkan bahwa kontribusi
genetik terkuat terhadap sifat-sifat yang terkait dengan merokok berasal dari variasi
gen-gen subunit reseptor nikotinik. Banyak dari gen-gen lainnya, termasuk yang
mengkode enzim-enzim yang terlibat dalam metabolisme nikotin, juga terlibat.
Meskipun demikian, proporsi dari variansi fenotipik yang dijelaskan oleh varian-
varian genetik yang teridentifikasi sangatlah sedikit. Jurnal ini bertujuan untuk
membahas perkembangan yang dibuat dalam epidemiologi genetik dan genetika
perilaku merokok di beberapa tahun terakhir belakangan, dan berfokus pada
penelitian-penelitian yang mengungkapkan klaster gen reseptor pada kromosom
15q25. Bukti yang mendukung keterlibatan dari sebuah jalur baru pada
patofisiologi skizofrenia dan ketergantungan nikotin bersama juga secara singkat
dibahas. Sebuah rangkuman pengetahuan terkini mengenai interaksi-interaksi gen
– lingkungan yang terlibat dalam perilaku merokok disertakan.

Kata kunci
Tembakau; Nikotin; Metabolisme nikotin; Ketergantungan; Genes; Hubungan
lebar genom; Reseptor nikotinik

2
3

Pendahuluan
Merokok merupakan bentuk penggunaan obat yang cepat dan efisien, yang
memaparkan perokok dengan beragam komponen berbahaya dari tembakau. Hal
ini menyebabkan konsekuensi-konsekuensi yang sudah diketahui dari merokok,
yang cukup banyak dan mengakibatkan penyakit pada hampir semua organ dan
bagian tubuh tertentu [1]. Beban kesehatan publik yang paling luas muncul dari
kanker (sebagai contoh kanker paru), penyakit kardiovaskular, penyakit paru
obstruktif kronis (COPD), dan beragam gangguan mental. Nikotin adalah
komponen aditif utama pada tembakau. Perokok tembakau mengendalikan kadar
nikotin melalui konsumsi rokok, jumlah dan volum hisapan, dan kedalaman
inhalasi [2]. Selama merokok, nikotin didistilasi dari tembakau yang dibakar, dan
ketika diinhalasi, dibawa pada droplet-droplet tar ke paru-paru. Pada saluran
pernapasan kecil dan elveoli paru, nikotin secara cepat diabsorbsi, dan kemudian
didistribusikan melalui aliran darah, yang mencapai otak dalam 10-20 detik [2,3].
Nikotin yang berikatan ke jaringan otak dengan afinitas yang tinggi,
terutama pada perokok regular yang kapasitas pengikatannya meningkat sebagai
akibat dari up-regulasi fungsional reseptor-reseptor asetilkolin nikotinik (nAChRs)
[4]. Penghantaran nikotin yang cepat memungkinkan perokok mentitrasi dosis
untuk mencapai efek farmakologis yang diinginkan, yang lebih lanjut memperkuat
pemberian obat mandiri dan memfasilitasi perkembangan adiksi [2]. Asupan
nikotin, efek-efek sistem saraf pusatnya, dan metabolismenya diregulasi oleh jalur
biologis; beberapa diantaranya sudah diketahui dengan baik, tetapi yang lainnya
masih belum diketahui. Penelitian-penelitian genetik menawarkan gagasan yang
mungkin berkenaan dengan gen-gen yang berkontribusi terhadap jalur tersebut,
melalui penelitian variasi genetik dengan menggunakan rancangan penelitian yang
berbeda-beda. Penelitian-penelitian keluarga dan anak kembar telah
mengungkapkan adanya tingkat heritabilitas yang tinggi pada ketergantungan
nikotin dan merokok [5,6]. Pada beberapa tahun terakhir, meta analisis dari
penelitian hubungan lebar genom (GWAS) telah mengungkapkan bahwa kontribusi
genetik yang paling kuat untuk sifat-sifat yang terkait dengan merokok berasal dari
variasi dalam gen-gen subunit nAChR [7••, 8••, 9••], akan tetapi banyak hal lainnya
telah dipengaruhi oleh penelitian-penelitian gen kandidat, GWAS skala kecil, dan
4

penelitian-penelitian hewan yang ekstensif. Jurnal ini bertujuan untuk membahas


perkembangan yang telah dibuat dalam beberapa area-area tertentu berkenaan
dengan genetika dan epidemiologi genetik dari perilaku merokok dan
ketergantungan nikotin dalam beberapa tahun terakhir.

Temuan-temuan genetik berkenaan dengan reseptor asetilkolin nikotinik


Pada otak, nikotin berikatan ke nAChRs, yang merupakan saluran-saluran
kation yang melindungi ligan yang umumnya mengikat asetilkolin endogen [10].
Pengikatan nikotin pada sisi pengikatan reseptor memicu pelepasan beragam
molekul neurotransmiter, sebagai contohnya dopamin, serotonin, glutamat, dan
asam aminobutirat gamma (GABA) [11,12]. Dopamin mengendalikan jalur reward,
sehingga merupakan kontributor utama terhadap perkembangan adiksi [13].
Nikotin juga meningkatkan pelepasan glutamat [14], yang diyakini terlibat dalam
pembelajaran dan memori melalui peningkatan plastisitas sinaptik [11,15]. Sebagai
akibatnya, pengalaman merokok yang menyenangkan diciptakan melalui
pembelajaran dan memori, yang menguatkan efek adiktif dari nikotin. Sebagaimana
yang digambarkan di atas, inhalasi partikel rokok dari tembakau menginisiasi
serangkaian modifikasi yang kompleks dalam penurunan pensinyalan yang
mungkin memiliki kontribusi farmakologis yang kuat terhadap adiksi nikotin.
Reseptor-reseptor nikotinik secara luas diklasifikasikan sebagai jenis otot
dan jenis neuronal berdasarkan pada lokasi ekspresi primernya. Sistem saraf
mamalia diketahui mengekspresikan duabelas subunit neuronal, sembilan subunit
alfa (α2–α10) dan tiga subunit beta (β2–β4), dan lima subunit muskular (α1, β1, γ,
δ, dan ε). Reseptor-reseptor nikotinik adalah struktur pentametrik [16], dan
kombinasi yang berbeda dari subunit menghasilkan subtipe reseptor yang berbeda
pula yang beragam dalam sifat-sifat farmakologisnya, sebagai contoh afintas
pengikatan, dan distribusi pada saraf pusat. Subtipe nAChR yang diekspresikan
paling luas pada otak manusia tersusun dari subunit alfa4 dan beta2, dan memiliki
fungsi pusat dalam mediasi efek fisiologis nikotin [17].
Pada tahun 2010, meta analisis GWAS yang luas yang secara meyakinkan
mengkonfirmasi bahwa kontribusi genetik yang paling kuat terhadap sifat-sifat
yang terkait dengan merokok berasal dari variasi gen-gen subunit nAChR [7••, 8••,
5

9••], sebagaimana yang pertama kali diungkapkan mengenai tingkat signifikan


lebar genom oleh Thorgeirsson dkk. [18] dalam penelitian terhadap 13000 perokok
dari Islandia. Klaster gen CHRNA5-CHRNA3-CHRNB4 pada kromosom 15q25.1,
yang mengkode subunit alfa5, alfa3, alfa3, dan beta4, telah memberikan bukti
genetik yang paling menonjol; yang pertama berkenaan dengan jumlah merokok
(konsumsi rokok per hari, CPD), dan selanjutnya berkenaan dengan fenotip yang
terkait merokok lainnya. Sebagian besar meta analisis GWAS telah dilakukan pada
populasi nenek moyang orang Eropa. Sinyal dari area 15q25.1 telah juga
diidentifikasi pada orang Amerika Afrika [19], tetapi tidak pada populasi Asia [20].
Lokus 15q25.1 mengandung serangkaian polimorfisme nukleotida tunggal
yang sangat terkait dan padat, dan pemeriksaan lebih lanjut pada area ini
menunjukkan setidaknya dua lokus yang berbeda yang berkontribusi terhadap
tingkat frekuensi merokok [21•]. Lokus yang paling dikenal dalam area 15q25.1
ditandai oleh SNP rs16969968 fungsional yang menyebabkan perubahan asam
amino (D398N) pada subunit alfa5 [22], dan telah menunjukkan kontribusi terhadap
peningkatan konsumsi nikotik melalui pengurangan kemampuan (α4β2)α5
nAChRs untuk menginduksi sinyal motivasional inhibitor normal yang ditujukan
untuk membatasi asupan nikotin [23•]. Variannya memiliki efek yang sangat mirip
pada semua sampel yang diteliti, bahkan meskipun frekuensi alel minor beragam
antar populasi [24,25]. Dalam penelitian replikasi terkini pada sampel populasi
Finlandia yang homogen dan luas, ukuran dampak yang diestimasi untuk
rs16969968 adalah sebesar 1,39 (rasio odds) untuk perokok berat (CPD >20) vs.
perokok ringan (CPD ≤ 10) [26]. Ukuran dampak dari SNP ini bagi CPD
berkelanjutan adalah sekitar satu CPD untuk masing-masing alel minor, sesuai
dengan laporan GWAS original oleh Thorgeirsson dkk. [18].
Beberapa replikasi independen berkenaan dengan keberagaman sifat dan
penyakit yang terkait dengan merokok, seperti ketergantungan nikotin, jumlah
merokok, usia inisiasi, kanker paru, dan COPD, telah dilaporkan pada rs16969968
atau polimorfisme yang sangat berkaitan lainnya (seperti rs1051730 yang berlokasi
pada CHRNA3) [27–33]. Selain itu, sebuah hubungan yang terkait dengan usia
yang mendasari hubungan yang terdeteksi telah ditemukan [34•], dengan hubungan
yang lebih kuat pada perokok dengan onset dini.
6

Investigasi lebih lanjut dari area yang terkait dengan kuantitas merokok
yang kuat ini telah mengungkapkan temuan-temuan baru yang berhubungan dengan
fenotip lainnya. Misalnya, hubungan telah terdeteksi antara penggunaan alkohol
dengan rs588765, sebuah SNP yang diyakini menandai lokus ketiga yang berbeda
yang berkontribusi terhadap perilaku merokok [21•], pada sebuah sampel berbasis
populasi Finlandia yang luas [26]. Hasil-hasil yang ditemukan memberikan sebuah
arahan yang baru untuk penelitian mengenai klaster gen CHRNA5-CHRNA3-
CHRNB4, dan menunjukkan bahwa efek-efek dari alkohol mungkin sebagiannya
dimediasi melalui reseptor-reseptor kolinergik. Sebelumnya, terdapat laporan yang
menghubungkan varian ini dengan ketergantungan kokain dan alkohol [35].
Hubungan lainnya terdeteksi, dalam sebuah sampel populasi Norwegia
yang luas, antara SNP rs16969968 fungsional dan penggunaan snus [28]. Snus
adalah produk tembakau yang mengandung nikotin, tidak berasap, dan lembab,
yang menghantarkan kuantitas nikotin yang tinggi, dan memiliki potensi adiksi
yang sangat mirip dengan rokok [36]. Variasi dalam klaster gen nAChR lainnya
pada kromoson 8p11.21, yang mengandung gen yang mengkode subunit alfa6 dan
beta3 (CHRNA6, CHRNB3), memiliki hubungan signifikan lebar genom dengan
CPD [9••]. Meskipun demikian, kekuatan dari hubungan ini sangatlah rendah
dibandingkan dengan yang diperoleh untuk mendapatkan klaster gen CHRNA5-
CHRNA3-CHRNB4. Penelitian-penelitian independen telah memberikan bukti
lebih lanjut mengenai hubungan antara CHRNB3 dengan ketergantungan nikotin,
yang diukur melalui pengujian Fagerström untuk ketergantungan nikotin (FTND)
[37], pada beberapa populasi etnis [38,39]. Penelitian-penelitian hubungan lebar
genom memberikan sebuah perangkat yang kuat untuk mempelajari varian umum
pada sampel-sampel yang luas. Terlepas dari potensi fungsi dari masing-masing
gen nAChR pada perilaku merokok, GWAS telah mengidentifikasi hanya sedikit
subunit saja (α5, α3, β4, α6, and β3). Sebuah meta analisis dari 15 pemindaian
kebocoran lebar genom menghasilkan sinyal kebocoral signifikan lebar genom pada
20q13.12-q13.32, sebuah lokus yang mengandung CHRNB4, gen yang mengkode
subunit nAChR alfa4 [40•]. Pengulangan sekuen CHRNA4 dan CHRNB4 telah
mengungkapkan varian langka yang mempengaruhi perbedaan ketergantungan
nikotin antar individu [41,42]. Untuk kedua gen tersebut, varian langka yang tidak
7

dikenal dengan efek perlindungan terhadap ketergantungan nikotin telah terdeteksi.


Sekuensi generasi selanjutnya barangkali akan memungkinkan penemuan lebih
banyak lagi varian langka, yang menjelaskan perbedaan-perbedaan perilaku
merokok dan predisposisi penyakit-penyakit yang terkait dengan merokok.
Sebelum era GWAS, penelitian-penelitian kandidat gen menggambarkan hubungan
antara perilaku merokok dengan beberapa gen, seperti dalam jalur nikotinergik dan
dopaminergik [43]. Meskipun demikian, sebagian besar temuan tidak memiliki
replikasi yang konsisten, yang mencerminkan error tipe-I yang tinggi (sinyal positif
yang keliru) pada penelitian-penelitian ini, kekuatan yang kurang untuk mendeteksi
lokus genetik dengan ukuran dampak yang kecil, atau spesifisitas populasi dari
hubungan yang terdeteksi.

Jalur pensinyalan neuregulin


Banyak dari sistem gen yang terlibat dalam perilaku merokok memiliki efek
pleiotropik di seluruh varietas ketergantungan zat-zat terlarang dan komorbiditas-
komorbiditas merokok yang sudah dikenal lainnya, sebagai contoh depresi dan
skizofrenia, yang menunjukkan patofisiologi mendasar yang sama. Sebagai contoh,
varian-varian pada gen-gen nAChR dikaitan tidak hanya dengan kuantitas merokok
dan ketergantungan nikotin, tetapi juga dengan ketergantungan alkohol dan kokain
[35]. Hubungan yang terdeteksi antara skizofrenia dan varian-varian pada
CHRNA3 [44, CHRNA5 [45], dan CHRNA7 [46] menunjukkan sebuah fungsi bagi
nAChRs pada predisposisi skizofrenia. Dalam sebuah GWAS terbaru yang
mengkombinasikan lima gangguan psikiatrik (skizofrenia, gangguan bipolar,
gangguan depresi mayor, gangguan spektrum autisme, dan gangguan hiperaktif
defisit atensi), dua subunit saluran kalsium, CACNA1C dan CACNB2,
teridentifikasi [47]. Cukup masuk akal bahwa variasi genetik pada sistem-sistem
dasar dapat meningkatkan kerentanan umum terhadap gangguan neuropsikiatrik,
dan beberapa kombinasi dari faktor-faktor risiko genetik dan non-genetik lainnya
menghubungkan risiko ini ke dalam perkemangan gangguan yang spesifik.
Komorbiditas antara skizofrenia dan ketergantungan nikotin telah diketahui dengan
baik, namun etiologi yang mendasarinya sebagian besar belum diketahui.
Kebanyakan pasien dengan skizofrenia merokok, dan hingga 75% diantaranya
8

memiliki ketergantungan terhadap nikotin [48]. Baru-baru ini, jalur pensinyalan


neuregulin (NSP) diduga sebagai sebuah komponen baru dari genetik bersama yang
mendasari skizofrenia dan ketergantungan nikotin [49•, 50•]. Neuregulin adalah
keluarga dari molekul-molekul pensinyalan yang berikatan ke reseptor tirosin
kinase dari keluarga ErbB untuk memodulasi migrasi dan diferensiasi neuronal
[51]. Reseptor ErbB4 memiliki fungsi penting dalam regulasi pertumbuhan neurit,
pemandu aksonal, dan plastisitas dan pensinyalan sinaptik [52]. NSP terdiri dari
produk-produk gen yang dikode oleh setidaknya 10 gen yang berbeda. Tiga dari
gen-gen tersebut, Neuregulin 1 (NRG1), Neuregulin 3 (NRG3), dan V-Erb-A
Erythroblastic Leukemia Viral Oncogene Homolog 4 (Avian) (ERBB4),
berhubungan dengan predisposisi dan simptomatologi skizofrenia [53-59]. Bukti
dari model tikus mendukung sebuah fungsi untuk setidaknya dua anggota
tambahan, BACE1 dan APH1B, pada skizofrenia [60,61].
Sebuah GWAS terkini pada kembar Finlandia mengungkapkan bukti yang
konvergen untuk sebuah hubungan antara ketergantungan nikotin DSM-IV
(Diagnostic and statistical manual of mental disorders, 4th edition) [62] dan
ERBB4, yang menunjukkan keterlibatan dari NSP dalam ketergantungan nikotin
[49•]. Temuan ini didukung oleh model tikus perilaku yang mengungkapkan
penghilangan kecemasan yang dipicu oleh penghentian baik pada tikus dengan
mutasi knock-down dalam Nrg3 maupun pada tikus yang diobati dengan inhibitor
ErbB4, yang menunjukkan bahwa NSP penting bagi efek kecemasan dari
penghentian nikotin [50•]. Varian-varian NRG3 dikatakan berhubungan dengan
kesuksesan penghentian dalam sebuah uji klinis [50•]. Karena telah diduga bahwa
beberapa varian yang digabungkan dalam NSP mungkin berhuba bagi pasien yang
terkena skizofrenia [63], pengawasan anggota-anggota lainnya dalam NSP bisa
mengungkapkan predisposisi genetik bersama lebih lanjut untuk skizofrenia dan
ketergantungan nikotin.

Metabolisme nikotin
Metabolisme nikotin melibatkan beberapa langkah dan beberapa jalur
enzimatis [2]. Hanya sekitar 10% dari nikotin yang diabsorbsi yang dieksresikan ke
9

urin tidak berubah. Hingga 80% dari nikotin diubat menjadi kotinin dalam sebuah
proses dua langkap: langkah pertama dimediasi oleh sistem sitokrom P450,
terutama oleh CYP2A6 (sitokrom P450, famili 2, subfamili A, polipeptida 6); dan
langkah kedua dikatalisasi oleh sebuah aldehid sitoplasmik oksidase [2]. Kotinin
selanjutnya dimetabolisme menjadi beragam senyawa, sejauh ini yang paling
menonjol adalah konversi kotinin menjadi 3-hidroksikotinin, yang dilakukan secara
eksklusif oleh CYP2A6. Sisa 10% dari nikotin dimetabolisme melalui oksidasi,
glukuronidasi, atau metilasi sebelum ekskresi [2].
Tingkat metabolisme nikotin antar individu sangat bervariasi. CYP2A6
mengkode enzim metabolik utama untuk nikotin [64], yang menyumbang sekitar
80% dari oksidasi nikotin hepatik. Hingga saat ini, lebih dari 60 alel CYP2A6 yang
berbeda telah teridentifikasi (http://www.cypalleles.ki.se/cyp2a6.htm), termasuk
SNPs, duplikasi, delesi, dan konversi. Alel-alel CYP2A6 telah dikelompokkan
secara fenotipik sebagai metabolizer rendah, intermediet, dan normal, dengan
perbedaan yang signifikan pada frekuensi-frekuensi alel di antara kelompok-
kelompok etnis [65]. Individu yang membawa aktivitas alel CYP2A6 yang
berkurang lebih mungkin bukan perokok, yang menghisap rokok lebih sedikit setiap
harinya, lebih tidak mungkin mengalami ketergantungan nikotin, yang kurang
bergantung pada nikotin, bisa memiliki masa yang lebih mudah untuk bisa berhenti
merokok, dan memikiki risiko kanker yang lebihr ednah [66,67].
Penelitian-penelitian pada orang kembar menunjukkan sebuah kontribusi
genetik yang penting untuk pembersihan total nikotin (nikotin → kotinin → 3-
hidroksikotinin), dengan heritabilitas sekitar 50-68% [68]. Kotinin cenderung
merupakan senyawa yang stabil, dengan half-life 15-20 jam [69], dan bisa
digunakan untuk membedakan perokok dari bukan perokok dan sebagai sebuah
biomarker asupan nikotin. Meskipun demikian, pada individu dengan aktivitas
CYP2A6 yang lebih rendah, kotinin berakumulasi [70]; sehingga dengan demikian,
kadar kotinin mungkin tidak bisa diandalakn untuk mencerminkan paparan
tembakau. Rasio dari 3-hidroksikotinin/kotinin, yang disebut sebagai rasio
metabolit nikotin (NMR), mencerminkan variasi genetik pada enzim-enzim yang
memetabolisme nikotin dan faktor-faktor lingkungan (seperti kadar estrogen dan
indeks massa tubuh) [69], dan dapat digunakan sebagai proksi untuk tingkat
10

pembersihan nikotin [71]. NMR tetap konstan di setiap waktu pada perokok regular,
dan tidak bergantung pada waktu pemberian dosis nikotin terakhir.
CYP2B6 (sitokrom P450, famili 2, subfamili B, polipeptida 6) merupakan
enzim P450 kedua yang paling aktif yang terlibat dalam oksidasi nikotin, dan
memiliki sekitar 10% efisiensi katalitik CYP2A6. Meskipun CYP2A6
diekspresikan utamanya pada hati, CYP2B6 diekspresikan pada tingkatan yang
lebih tinggi di otak, barangkali bertanggung jawab untuk metabolisme nikotin yang
terlokalisasi pada otak perokok manusia [72]. Setidaknya dua enzim P450
tambahan, CYP2D6 dan CYP2E1, memiliki beberapa aktivitas terhadap nikotin [2].
Enzim-enzim sitokrom P450 yang memetabolisme obat jarang positif pada
GWAS, karena frekuensi alel dari varian fungsional adalah rendah pada sebagian
besar populasi [2]. Meskipun demikian, sebuah meta-analisis GWAS terkini yang
sangat luas mengungkapkan hubungan antara kuantitas merokok dan varian-varian
pada CYP2A6 dan CYP2B6 [9••]. Varian yang berasosiasi dalam CYP2A6
berubungan dengan secara tidak seimbang dengan penurunan aktivitas alel.
Meskipun demikian, ketika menguraikan hasil-hasil GWAS, kompleksitas genetik
harus dipertimbangkan. Baru-baru ini, sebuah varian pada EGLN2 [Homo sapien
misalnya memiliki sembilan homolog 2 (C.elegan)), sebuah gen yang berlokasi
berdekatan dengan CYP2A6 pada kromosom 19q13, dikatakan secara independen
berkaitan dengan CPD dan pernapasan monoksida karbon, sebuah fenotip yang
berkaitan dengan konsumsi rokok dan relevan terhadap hipoksia (73). Masuk akal
bahwa gen-gen dalam lokus 19q13, bukan CYP2A6, juga mempengaruhi perilaku
merokok, melalui mekanisme yang tidak berhubungan dengan metabolisme
nikotin. Efek-efek kombinasi dari CYP2A6 dan CHRNA5 terhadap perilaku
merokok telah dilaporkan [74,75]. Pada sebagian besar populasi Kaukasian, dengan
hingga 90% dari individu yang memetabolisme dengan cepat, sebuah fraksi kecil
dari variansi dalam perbedaan antar individu pada metabolisme nikotin dihitung
melalui varian alelik yang diketahui yang mempengaruhi aktivitas CYP2A6.
Faktor-faktor kontributor lainnya, seperti regulator aksi CYP2A6, varian-varian
fungsional pada gen-gen lainnya, interaksi antar gen, dan interaksi gen –
lingkungan, dipastikan ada.
11

Tantangan utama dalam penelitian –penelitian genetik perilaku merokok


adalah heterogenitas fenotip dan kurangnya pengukuran-pengukuran hasil yang
konsisten. Ada kemungkinan bahwa definisi-definisi fenotipik yang digunakan
hingga saat ini, sebagai contohnya frekuensi merokok yang dilaporkan per harinya,
tidak secara akurat mencerminkan asupan nikotin, sebagaimana yang diungkapkan
oleh temuan bahwa varian CHRNA5 yang menyumbang lima kali lebih banyak
variansi pada kadar nikotin dibandingkan pada kuantitas merokok [76,77]. Dalam
sebuah meta analisis GWAS sementara pada kadar kokain, sebuah sampel dari
sekitar 2000 individu mengungkapkan hubungan dengan klaster gen CHRNA5-A3-
B4 [78], dengan nilai P yang melebihi signifikansi lebar genom, dan ukuran-ukuran
dampak yang sebanding dengan yang didapatkan untuk kuantitas merokok dari
sebuah meta analisis GWAS yang luas (N=74053) [7••]. Pertimbangan kualitas
fenotip dan presisi terbukti lebih bermanfaat dibandingkan dengan menambahkan
peningkatan jumlah subyek dengan fenotip-fenotip kasar/mentah [77], yang
menunjukkan kegunaan dari miomarker yang bisa diukur dalam analisa genetik
perilaku merokok.

Interaksi gen – lingkungan


Adalah penting untuk menyadari bahwa gen-gen saja tidak menentukan
fenotip: faktor-faktor lingkungan dapat secara signifikan meregulasi ekspresi
predisposisi genetik seseorang [6]. Penelitian-penelitian terhadap orang kembar dan
keluarga juga sudah digunakan untuk mendefinisikan fungsi dari faktor-faktor non-
genetik, yang mungkin melalui pengendalian faktor-faktor genetik pembaur dalam
seragnkaian data yang informatif secara genetik. Model-model standar digunakan
untuk mengestimasi heritabilitas pada penelitian-penelitian orang kembar dan
keluarga dan untuk mengevaluasi temuan-temuan dari GWAS yang
mengasumsikan bahwa efek-efek gen dan lingkungan adalah saling independen
satu sama lain. Meskipun demikian, heritabilitas mungkin diestimasi secara
berlebihan jika interaksi gen – lingkungan (G x E) muncul. Terlepas dari adanya
ekspektasi mengenai korelasi dan interaksi G x E yang substansial, yang disebabkan
oleh pengaruh inisiasi merokok dari faktor-faktor lingkungan yang dibagi bersama
dalam keluarga dan dari faktor-faktor lingkungan di luar keluarga yang dibagi
12

bersama dengan teman, efek-efek semacam ini belum secara luas diteliti. Dalam
sebuah penelitian interaksi G x E yang dilakukan pada 12 kohort kembar Finlandia,
efek-efek genetik terhadap kebiasaan merokok di usia remaha menurun dan
pengaruh-pengaruh lingkungan yang umum meningkat pada tingkatan pengawasan
orangtua yang lebih tinggi [79]. Serupa dengan itu, keagamaan telah dilaporkan
secara signifikan mengurangi efek variansi genetik terhadap inisiasi merokok [80].
Analisa-analisa interaksi lingkungan pada CHRNA5 telah mengungkapkan bahwa
pengawasan orangtua dan pengaruh teman (merokok) memodifikasi hubungan
antara ketergantungan nikotin dan rs16969968 [81, 82]. Selain iu, risiko alel
rs16969968 berkontribusi terhadap risiko genetik yang lebih kuat pada perokok
berat diantara perokok dengan onset dini (usia onset ≤16 tahun) dibandingkan pada
perokok dengan onset lambat [34•]. Lebih banyak penelitian-penelitian mengenai
interaksi G x R dapat membantu menentukan mengapa heritabilitas yang diestimasi
untuk perliaku merokok sangat beragam dan mengapa pencarian untuk gen-gen
predisposisi belum juga sukses hingga saat ini. Beberapa interaksi G x E barangkali
mencerminkan mekanisme-mekanisme epigenetik, sebagai contoh metilasi DNA.
Proses-proses epigenetik bereaksi terhadap faktor-faktor eksternal, sehingga
memberikan sebuah mekanisme yang penting dimana lingkungan dapat
mempengaruhi ekspresi gen dan memperkaya fenotip. Ini adalah sebuah topik dari
penelitian aktif, dengan terobosan besar yang diharapkan di masa mendatang
dengan segera; namun demkikian, temuan-temuan pada epigenetik berada di luar
dari cakupan bab ini.

Kesimpulan
Perkembangan yang dibuat beberapa tahun terakhir dalam memahami
epidemiologi genetik dari penyakit-penyakit yang tidak bisa dikomunikasikan, dan
dari banyak sifat-sifat hewan dan manusia normal, telah memperdalam pemahaman
kami mengenai arsitektur genetik rumit yang mendasar, dan juga memberikan
wawasan mengenai interaksi gen dan lingkungan dalam perkembangan organisme
normal dan abnormal. Kematian yang diproyeksikan akibat penyakit-penyakit yang
dipicu oleh tembakau diestimasi mencapai ratusan juta jiwa pada abad ini kecuali
pencegahan dan pengobatan bisa dibuat jauh lebih efektif. Dengan menggunakan
13

genetik untuk memperbaiki pengetahuan mengenai neurobiologi dan neuropatologi


dari nikotin dan komponen-komponen tembakau lainnya adalah dalam membangun
dasar pengetahuan yang diperlukan bagi perencanaan tindakan. Pengacakan
Mendelian (MR) dapat digunakan untuk meneliti beberapa hubungan yang
dilaporkan dari merokok dengan beragam penyakit [83]. Meskipun banyak
diantaranya bersifat kasual, yang diakibatkan oleh toksisitas yang ekstrim dari
rokok dan produk tembakau lainnya, beberapa diantaranya bisa berasal dari faktor-
faktor pembaur. Varian fungsional D398N (rs16969968) pada CHRNA5 memiliki
efek yang kuat terhadap perilaku merokok sehingga memenuhi salah satu prasyarat
yang diperlukan untuk analisa MR. Sebuah meta-analisis MR skala luas yang
sedang dilakukan oleh konsorsium CARTA (Causal Analysis Research in Tobacco
and Alcohol, PI professor Marcus Munafò, University of Bristol, UK) mentargetkan
rs16969968 untuk mendeteksi bukti bagi efek-efek kasual dari kuantitas merokok
pada beberapa hasil independen, yang mencakup penghentian merokok, obesitas
dan adipositas regional, penghasilan, kadar vitamin D, lipida, tekanan darah, dan
depresi (http://www.bris.ac.uk/expsych/research/brain/targ/research/interests/).
Pencarian untuk lebih banyak lagi gen terus berlanjut, dan diberdayakan dengan
meningkatkan ukuran sampel GWAS, dengan memperluas analisa ke eksom dan
keseluruhan data sekuen genom, dan dengan memperbaiki fenotip. Varian D398N
yang bertanggung jawab hanya atas 5% dari variasi kadar kotinin, sebagaimana
yang dibahas di atas [76,77]. Dengan demikian, seharusnya akan lebih mudah untuk
mendeteksi efek-efek genetik yang terkait dengan merokok dengan menggunakan
biomarker paparan (kotinin) dibandingkan dengan pengukuran kasar asupan
(CPD). Berdasarkan asumsi ini, sebuah meta-analisis GWAS kotinin sedang
dikembangkan dan hasilnya akan di laporkan pada tahun 2014. Pada saat itu kohort-
kohort yang baru tidak bisa disertakan, tetapi untuk informasi yang lebih banyak
silakan menghubungi Dr Jennifer Ware, University of Bristol. Untuk
ketergantungan fenotip, sebuah konsorsium GWAS untuk FTND dikoordinasikan
oleh Dr Sam Chen, Virginia Commonwealth University; dan untuk diagnosa
DSMIV, ketergantungan nikotin dianalisa dalam kerangka Konsorsium Genomik
Psikiatrik (www.pgc.unc.edu). Sebuah inisiatif meta analisis lebar genom yang
mentargetkan varian-varian eksomik telah dilakukan oleh GWAS & Sequencing
14

Consortium of Alcohol and Nicotine use (GSCAN), yang dikoordinasikan oleh Dr


Scott Vrieze di University of Michigan (http://gscan.sph.umich.edu/). Meskipun
bukan merupakan daftar lengkap dari upaya-upaya kolaboratif yang diperlukan
untuk membuat perkembangan lebih lanjut, rangkuman singkat ini adalah sebuah
gambaran keinginan dari komunitas genetik ketergantungan nikotin untuk bisa
bekerja bersama-sama. Secara keseluruhan, sekuensi di masa mendatang barangkali
akan memberikan suatu cara untuk mengungkapkan lebih banyak lagi varian-varian
langka yang menjelaskan perbedaan-perbedaan perilaku yang terkait dengan
merokok dan predisposisi untuk penyakit-penyakit yang terkait dengan merokok.
Varian-varian yang umum atau langka, yang mengidentifikasi lokus genetik yang
berhubungan dengan perilaku merokok hanyalah langkah pertama dari proses
penemuan. Masih banyak lagi hubungan-hubungan yang masih belum dievaluasi
secara tepat untuk relevansi fungsionalnya atau untuk efek kesehatan publiknya.
Kami bisa melihat ke depan akan adanya potensi pengembangan yang menarik
dalam bidang ini.

Anda mungkin juga menyukai