Anda di halaman 1dari 15

RESUME

CONTOH KASUS CROSSETIOAL, COHORT, CASE CONTROL DAN


EKSPERIMEN

Diajukan untuk memenuhi tugas matakuliah Metlit Biostatistik

Disusun oleh :
Maulida Anwar (P17324417021)
JALUM 2A

POLTEKKES KEMENKES BANDUNG


PRODI KEBIDANAN KARAWANG
2019
A. CONTOH STUDI KASUS-KONTROL TANPA ‘MATCHING’
Masalah . Apakah abortus berhubungan dengan risiko kejadian plasenta previa
pada kehamilan berikutnya ?
Hipotesis. Studi kasus-kontrol, hospital based
Kasus. Wanita melahirkan di RSCM dari 1 Januari 1996 sampai dengan 31
Desember 1999 secara bedah ceasar atas indikasi plasenta previa totalis yang
dibuktikan dengan USG dan klinis pendarahan antepartum.
Kontrol. Wanita yang melahirkan dalam kurun waktu yang sama tanpa plasenta
previa dan dipilih secara acak.
Faktor risiko yang ingin diteliti. Riwayat terdapatnya abortus sebelum
persalinan sekarang.
Pengumpulan data. Dengan wawancara dan pengisian kuesioner diperoleh data
dari 68 kasus dan 68 kontrol.
Analisis data. Meskipun RO lebih dari 1, namun karena interval kepercayaannya
mencakup angka 1, maka simpulannya adalah abortus tidak mempunyai hubungan
dengan terjadinya plasenta previa pada kehamilan kemudian, atau diperlukan
lebih banyak kasus untuk membuktikannya.

Plasenta previa
ya Tidak jumlah
RIWAYAT
Ya 12 9 21
ABORSI Tidak 56 59 115
Jumlah 68 68 136

Ratio adds = (12x59) / (9x56)=1,4

Internal kepercayaan 95%=0,5 ; 3,6


B. CONTOH KASUS STUDI KOHORT :

Suatu penelitian tentang hubungan karsinoma paru-paru dengan rokok


yang dilakukan secara retrospektif dengan mengambil 90 orang yang merokok
dan 100 orang yang tidak merokok. Kedua kelompok disamakan berdasarkan
umur, jenis kelamin, dan sosial ekonomi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 50
orang yang merokok dan 40 orang yang bukan merokok mengalami Ca paru-paru.
Hitunglah Odds Ratio dan besar Resiko Relatifnya!
1. Gambar secara skematis dalam bentuk tabel:

Resiko
Sakit Ca Paru- Tidak Sakit Ca
Total Risiko
Paru Paru-Paru
Pemaparan

Perokok 50 40 90 0,55

Bukan perokok 40 60 100 0,4

Jumlah 90 100 190 RR = 1,38

Odds Ratio

(a x d)
¿
(b xc)
`

(50 x 60)
¿
(40 x 40)

= 3000/1600

= 1,87

OR > 1

Ini berarti bahwa orang yang merokok mempunyai risiko terkena Ca paru-paru
sebesar 1,87 kali lebih besar dibandingkan yang tidak merokok
RISIKO RELATIF ( RR )

a
(a+b)
¿
c
(c+ d)

50
(50+ 40)
¿
40
(40+60)

50 100
¿ x
90 40

= 5000 / 3600

= 1,38

RR > 1

RISIKO ATRIBUT ( RA )

a
(a+b)
c
( c+ d)

50
(50+ 40)
¿
40
(40+60)

50
90
¿
40
100

= (0,55 – 0,4) x 100%


= 15%

Kesimpulan:

Dari hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa orang yang


merokok mempunyai risiko 1,38 kali lebih besar jika dibandingkan dengan orang
yang tidak merokok untuk terkena Ca paru-paru, dan besarnya risiko dapat
dihindarkan dengan penyakit Ca paru – paru adalah 15%

C. CONTOH STUDI KASUS CROSS SECTIONAL


Hasil analisis univariat dapat terlihat pada Tabel 1 (terlampir)
menunjukkan gambaran penelitian diare yang dilakukan oleh mahasiswa FKM UI.
Dari tujuh departemen yang ada di FKM UI terlihat bahwa penelitian diare lebih
banyak diteliti dari mahasiswa dari departemen kesehatan lingkungan
dibandingkan dengan departemen lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa faktor
risiko penyebab diare lebih sering diteliti dari sudut pandang kesehatan
lingkungan.
Jumlah sampel yang diteliti cukup beragam berkisar dari 65-500 orang.
Dalam hal penggunaan desain penelitian hampir sebagian besar penelitian
menggunakan desain penelitian case-control. Penggunaan metode case-control ini
banyak digunakan pada penulisan tesis dibandingkan pada penulisan skripsi.
Sedangkan desain cross sectional banyak digunakan pada skripsi. Penelitian yang
menggunakan pendekatan case-control memberikan temuan yang bermakna
mengenai faktor risiko yang menimbulkan penyakit diare pada bayi dan balita.
Dalam hal pemanfaatan literatur, sebagian besar penelitian menggunakan 31-40
buah literatur, baik berupa buku, majalah kesehatan, buletin kesehatan, maupun
jurnal kesehatan. Sedangkan dalam hal pemanfaatan literatur luar negeri hanya
16,67% yang menggunakan lebih dari 10 literatur luar negeri baik berupa artikel,
teksbook, maupun jurnal. Hal ini menunjukkan bahwa kurangnya akses dan upaya
peneliti dalam meneliti faktor risiko diare, sebagian besar peneliti menggunakan
literatur diare yang lama dan mengacu pada penelitian akademik sebelumnya.
Faktor lain yang juga mempengaruhi akses peneliti ada keterbatasan dari
perpustakaan sewaktu proses penulisan hasil penelitian.
Bila dilihat dari sisi alat ukur yang digunakan oleh peneliti, tidak dilakukan uji
validitas dan reliabilitas terlebih dahulu sebelum digunakan. Alat ukur yang
digunakan pada penelitian diare sebagian besar diadaptasi dari pertanyaan
kuesioner Survei Kesehatan Nasional, Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia.
Alat ukur yang bisa dijamin keabsahannya adalah formulir inspeksi
sanitasi yang sudah terstandarisasi dari Departemen Kesehatan. Keabsahan alat
ukur yang digunakan oleh peneliti perlu dipertanyakan karena hal ini terkait
dengan hasil penelitian yang dilakukannya. Bila alat ukur yang digunakan tidak
valid dalam mengukur variabel penelitian bisa dipastikan kualitas hasil penelitian
bisa dipertanyakan.
Dari gambaran distribusi daftar pustaka (Tabel 3), terlihat bahwa literatur
yang digunakan sebagian berasal dari buku, bahan dari Depkes dan penelitian
sebelumnya berupa skripsi dan tesis. Hanya beberapa penelitian saja yang
menggunakan jurnal sebagai dasar penelitian, banyaknya jurnal yang digunakan
pun hanya sedikit berkisar antara 1-3 jurnal. Hampir semua penelitian
menggunakan skripsi, tesis atau disertasi sebelumnya sebagai acuan penelitian.
Tesis yang sering dijadikan acuan penelitian adalah tesis Giyantini (2000),
Hayati (1992) dan Purwanto (1997). Penggunaan literatur dapat dijadikan salah
satu tolok ukur kualitas suatu penelitian. Salah satu kriteria penelitian yang baik
adalah pemanfaatan jurnal terbaru dan dalam jumlah yang cukup banyak sebagai
dasar melakukan penelitian. Dari tabel diatas terlihat bahwa sebagian besar
penelitian banyak menggunakan penelitian sebelumnya dan menggunakan sumber
dari buku-buku Depkes. Hal ini menunjukkan bahwa bila dilihat dari pemanfaatan
literatur kepustakaan, penulisan skripsi dan tesis masih kurang baik kualitasnya.
Penelitian yang dilakukan peneliti merupakan duplikasi dari penelitian
sebelumnya tanpa menghasilkan temuan baru yang berarti dalam bidang
kesehatan khususnya topik diare yang cukup banyak diteliti.
Banyak faktor yang menimbulkan penyakit diare antara lain faktor
lingkungan, faktor balita, faktor ibu, dan faktor sosiodemografis. Dari beberapa
faktor tersebut, faktor lingkungan cukup banyak diteliti dan dibahas dari segala
aspek seperti dari sarana air bersih (SAB), jamban, saluran pembuangan air
limbah (SPAL), keadaan rumah, tempat pembuangan sampah, kualitas
bakteriologis air bersih dan kepadatan hunian. Tabel 2 menunjukkan bahwa dari
sekian banyak faktor risiko penyebab penyakit diare, faktor risiko yang sering
diteliti adalah faktor lingkungan yaitu sarana air bersih dan jamban. Jadi bisa
diambil kesimpulan bahwa faktor risiko yang paling rentan menyebabkan
penyakit diare adalah faktor lingkungan.
Sedangkan faktor risiko penyebab diare menurut faktor ibu ada beberapa
aspek yang diteliti terlihat pada Tabel 4. Dari beberapa penelitian yang dilakukan
mahasiswa menunjukkan hasil yang bermakna pada aspek pengetahuan, perilaku
dan hygiene ibu. Pada aspek perilaku ibu menunjukkan bahwa perilaku hidup
bersih yang dilakukan ibu mempunyai hubungan yang bermakna dalam mencegah
terjadinya penyakit diare pada bayi dan balita. Salah satu perilaku hidup bersih
yang umum dilakukan ibu adalah mencuci tangan sebelum memberikan makan
pada anaknya. Pada aspek pengetahuan ibu, rendahnya pengetahuan ibu mengenai
hidup sehat merupakan faktor risiko yang menyebabkan penyakit diare pada bayi
dan balita. Pada aspek pendidikan ibu dari sebelas penelitian, lima
penelitian13,16,17,19,24 menunjukkan hasil yang signifikan sedangkan enam
penelitian11,20,21,22,25,26 lainnya menunjukkan hasil yang tidak signifikan.
Aspek status kerja ibu ternyata tidak menunjukkan hasil yang signifikan dalam
menyebabkan penyakit diare pada bayi dan balita. Dari empat penelitian yang
menghubungkan aspek status kerja ibu dengan kejadian diare menunjukkan hanya
satu penelitian yang menunjukkan hasil yang signifikan 24 dalam menyebabkan
penyakit diare pada bayi. Sedangkan tiga penelitian lainnya 11,17,20
menunjukkan bahwa status ibu bekerja bukan merupakan faktor risiko yang
signifikan dalam menyebabkan penyakit diare pada bayi dan balita.
Tabel 5 menunjukkan beberapa aspek yang diteliti mengenai faktor risiko
penyebab diare menurut faktor anak. Dari beberapa aspek yang diteliti status gizi
memiliki faktor risiko yang signifikan dalam menyebabkan penyakit diare pada
bayi dan balita, rendahnya status gizi pada bayi dan balita merupakan faktor risiko
yang rentan untuk menyebabkan penyakit diare. Untuk aspek pemberian ASI
eksklusif, dari sepuluh penelitian didapat lima penelitian yang menunjukkan hasil
yang signifikan11,17,20,22,24 dalam menyebabkan penyakit diare sedangkan
lima penelitian lainnya menunjukkan hasil yang tidak signifikan9,13,16,25,26
dalam menyebabkan diare pada bayi dan balita. Pada aspek imunisasi, dari tujuh
penelitian yang melihat hubungan imunisasi dengan risiko terkena penyakit diare
menunjukkan bahwa hanya satu penelitian yang menunjukkan hasil yang
signifikan22 dalam menyebabkan penyakit diare sedangkan enam penelitian lain
menunjukkan hasil yang tidak signifikan11,13,16,21,25,26 dalam menyebabkan
penyakit diare pada bayi dan balita.
Tabel 4.
Faktor Risiko Penyebab Diare Menurut Faktor Ibu
Faktor Hasil Tota
Ibu Penelitian l
Sign Sampe Tdk Sampe
. l Sign l
.
Umur 1 500 2 420;16 3
0
Pengetahu 5 160;50 2 420;16 7
an 0 0
;
274;25
0
;
160
Pendidika 5 125;16 6 120;42 11
n 0 0
; ;
500;27 250;24
4 0
; ;
160 300;16
0
Status 1 160 3 120;50 4
Kerja 0
;
420
Sikap 2 500;16 0 - 2
0
Praktek 2 500;42 0 - 2
0
Perilaku 4 255;16 1 65 5
0
250;30
0
Hygiene 5 120;12 0 - 5
5
240;30
0
;
160
Tabel 5.
Faktor Risiko Penyebab Diare Menurut Faktor Anak
Faktor
Hasil Penelitian
Anak
To
Sig Samp Td Samp
t
n el k el
al
. Sig
n.
Usia 1 160 3 125;5 4
00
160
Jenis 2 120;5 1 160 3
Kelamin 00
ASI 5 120;5 5 290;1 10
Eksklusi 00 25
f 274;4 160;3
20 00
160 160
Imunisa 1 250 6 120;1 7
si 25
160;2
40
300;1
60
Status 7 120;1 1 125 8
Gizi 60
500;4
20
250;2
40
300
Penyakit 1 300 2 120;1 3
Lain 25
Pemberi 0 - 1 125 1
an
Vitamin
A
Tabel 6. Faktor Risiko Penyebab Diare Menurut Faktor Sosial Ekonomi
Faktor Hasil T
Sosial Penelitian
Ekonomi Sig Tdk
Sampe Sampe o
n Sign t
l l
. . a
l
Jumlah 1 500 2 120;42 3
Balita 0
dalam
Keluarga
Pendidikan 0 - 1 120 1
Bapak
Jenis 1 120 0 - 1
Pekerjaan
Bapak
Pendapatan 3 500;27 3 125;42 6
4 300 0 240
Kepemilika 1 500 0 - 1
n barang
Jumlah 1 420 1 500 2
Anggota
Keluarga
Status 2 160;25 0 - 2
Ekonomi 0
Keluarga
D. STUDI KASUS PENELITIAN METODE EKSPERIMEN
METODE PENELITIAN
Desain eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
eksperimen murni (true experiment) dengan menggunakan Jenis eksperimen
between-subject after-only research design.). Selain itu, dalam pelaksanaan
manipulasinya, dilakukan replikasi sebanyak satu kali dimana dalam replikasinya,
pembagian subjek di kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dilakukan
secara acak, subyek dalam penelitian ini menggunakan subyek sebanyak 11 siswa
kelas Andragogi Fakultas Psikologi UNAIR.
HASIL DAN BAHASAN
Uji Independent Sample T-test menghasilkan nilai t sebesar -0,127 dengan
p sebesar 0,08 pada Eksperimen 1 pokok bahasan Experiential Learning, dan nilai
t sebesar -1,97 dengan p sebesar 0,90 pada Eksperimen 2 pokok bahasan
Reflective Learning. Ini berarti tidak ada pengaruh pemberian film sebagai media
pembelajaran pada pencapaian Higher Order Thinking Skill di kedua pokok
bahasan yang diteliti. Seperti yang sudah dijelaskan di atas, hasil penelitian
menunjukkan tidak adanya pengaruh pemberian film sebagai media belajar
terhadap tingkat pencapaian Higher Order Thinking Skill pada mahasiswa. Hal
ini bertolak belakang dengan hasil dari penelitian-penelitian sebelumnya yaitu
penelitian yang dilakukan oleh Barata dan Jones (2008) (Using film dan Introduce
and develop writing skill among UK undergraduate Student) dimana film bisa
digunakan sebagai alternatif baru sebagai media belajar karena berhasil menarik
minat mahasiswa yang tidak merasa senang saat belajar. Namun demikian,
penelitian-penelitian sebelumnya memang tidak menggunakan metode
eksperimen dengan perhitungan statistik untuk melihat signifikansi perbedaannya.
Ada beberapa analisa yang dapat diajukan oleh penulis terkait dengan tidak
signifikannya hasil penelitian eksperimen ini.
1. Pertama, metode belajar dengan menggunakan film adalah metode
yang cenderung kurang banyak digunakan di perkuliahan, apalagi yang
secara khusus ini untuk meningkatkan level pembelajaran Higher Order
Thinking Skill pada mahasiswa. Film benar-benar didesain, baik secara
setting cerita, timeline film, karakter dan seguence cerita dihubungkan
dengan tahapan-tahapan HOT. Sehingga, dapat disimpulkan, ini adalah
suatu metode yang relatif baru digunakan di Fakultas Psikologi
Universitas Airlangga.
2. Kedua, kedisplinan beberapa subjek penelitian pada kelompok
eksperimen untuk melakukan penugasan dirasa kurang. Beberapa subjek
mengisi kertas penugasan dengan terburu-buru, beberapa jam sebelum
kelas dimulai meskipun peneliti telah berkali-kali mengingatkan subjek
untuk mempersiapkan penugasan dengan sebaikbaiknya. Hal ini tentu saja
membuat hasil eksperimen menjadi kurang maksimal.
3. Ketiga, penulis tertarik tentang hasil penelitian eksperimen yang
sulit untuk mencapai signifikansi karena pada penelitian eksperimen
jumlah subyek mempengaruhi signifikansi penelitian tersebut. Hasil
tersebut juga didukung oleh Pallant (2007) yang menyatakan bahwa
penelitian yang menggunakan metode eksperimen harus memperhitungkan
jumlah subjek, karena dengan menggunakan jumlah subjek yang kecil bila
dihitung secara statistik maka akan sulit untuk mendapat hasil yang
signifikan.Keempat, dari penelitian-penelitian sebelumnya instruksi HOT
dilakukan disetiap pelajaran atau materi yang diajarkan sehingga peserta
didik sudah terbiasa, sedangkan pada penelitian ini subjek hanya
mendapatkan intruksi HOT dari kelas andragogi.

Selain itu, peneliti mencoba menghitung secara statistik dengan


memisah-misahkan nilai dari dimensi HOT yang bisa disimpulkan bahwa
terdapat pengaruh pemberian film terhadap pencapaian HOT pada
mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Airlangga pada dimensi Analize
di pokok bahasan Experiential Learning. Menurut analisa peneliti hal
tersebut disebabkan oleh film yang digunakan saat penelitian lebih
menghibur daripada film yang digunakan pada pokok bahasan Reflective
Learning, karena film yang menghibur akan mampu membuat subjek lebih
mudah memahami materi yang diberikan, berikut adalah alasan kenapa
film yang digunakan pada pokok bahasan Experiential Learning : 1. Yang
pertama film yang digunakan pada pokok bahasan Experiential Learning
bergenre drama komedi dan tema yang diangkat relatif ringan, sedangkan
pada pokok bahasan
Reflective Learning tema yang diangkat lebih berat karena didalam film banyak
membahas tentang filosofi-filosofi.
2. Yang kedua adalah bahasa yang digunakan, pada pokok bahasan
Experiential Learning film yang digunakan menggunakan bahasa Inggris
yang pada umumnya telinga subjek sudah terrbisa mendengarnya
sedangkan pada pokok bahasan Reflective Learning menggunakan bahasa
China yang tidak semua subjek terbiasa mendengarnya. Perbedaan bahasa
tersebut menimbulkan distraksi bagi subjek.
3. Yang ketiga adalah nama karakter, nama karakter film pada pokok
bahasan Experiential Learning tidak terlalu susah diahafal dan karakter
yang sedikit mudah dikenali sedangkan pada Reflective Learning nama-
nama yang digunakan susah dihafal karena menggunakan naman-nama
China dan jumlah karakter yang banyak, membuat subjek kesulitan
mengenali setiap karakter.
4. Dari ke empat perbandingan karaketristik diatas dapat peneliti
simpulkan bahawa film yang digunakan pada pokok bahasan Experiential
Learning lebih menghibur dan membuat subjek lebih mudah memahami
materi yang diajarkan.

SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian diatas, dapat disimpulkan bahwa tidak ada
pengaruh pemberian film terhadap Higher Order Thinking Skill pada mahasiswa
Psikologi Universitas Airlangga yang mengikuti mata kuliah Andragogi. Hal ini
telah dibuktikan dari uji hipotesis independent sample t-test. Ini tidak sesuai
dengan hipotesis yang ditentukan sebelumnya, hasil tersebut bisa disebabkan oleh
beberapa alasan yaitu, yang pertama karena jumlah subyek yang sangat kecil pada
penelitian ini yang kedua instruksi HOT hanya digunakan pada kelas Addragogi
membuat siswa tidak terbiasa belajar menggunakan intruksi HOT. Selain itu
kedisiplinan subjek saat mengerjakan penugasan (salah satu treatment) juga
mempengaruhi karena beberapa subjek baru mengerjakan tugas di kelas beberapa
jam sebelum dimulai. Jumlah subjek yang rendah mempengaruhi signifikansi
hasil penelitian, dan yang terakhir adalah pembelajaran menggunakan film adalah
termasuk metode yang baru diajarkan pada subjek, dimana setiap inovasi selalu
membutuhkan waktu untuk bisa diaplikasikan secara maksimal.
Selain itu peneliti mencoba memisahmisahkan dari dimensi HOT dan menguji
hipotesis menggunakan independent sample t-test untuk per-dimensinya. Hasilnya
pada level analize pada pokok bahasan Experiential Learning menunjukkan
adanya pengaruh treatment yang diberikan hal tersebut disebabkan film yang
digunakan pada pokok bahasan Experiential Learning lebih menghibur dan lebih
mudah untuk dikaitkan dengan teori.

Anda mungkin juga menyukai