Anda di halaman 1dari 18

BAB IV

HASIL PENELITIAN & PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Penelitian ini mengungkapkan pengaruh endorphine massage terhadap rasa

sakit dismenore pada 38 mahasiswi Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes

Tasikmalaya Tahun 2017. Hasil penelitian ini akan dijelaskan dalam bentuk analisis

univariat dan analisis bivariat.

1. Analisis Univariat

a. Karakteristik Mahasiswi Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes

Tasikmalaya

Dari hasil distribusi frekuensi mengenai nyeri dismenore yang

berhubungan dengan umur diperoleh gambaran sebagaimana terdapat pada

tabel berikut:

Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Umur Yang Mengalami Nyeri Dismenore Pada
Mahasiswi Kebidanan Poltekkes Kemenkes Tasikmalaya Tahun
2017

Umur Frekuensi Persentasi

17-25 tahun 38 100 %

26-35 tahun 0 0%

Jumlah 38 100%

Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2017

55
56

Berdasarkan tabel 4.1 menunjukan bahwa umur mahasiswi Jurusan

Kebidanan Poltekkes Kemenkes Tasikmalaya seluruhnya berada pada

rentang umur 17-25 tahun yaitu sebanyak 38 orang (100%).

Dalam penelitian ini didapatkan hasil mengenai nyeri dismenore

yang berhubungan dengan golongan darah pada mahasiswi Jurusan

Kebidanan Poltekkes Kemenkes Tasimalaya dapat dilihat pada tabel

dibawah ini:

Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Golongan Darah Dengan Nyeri
Dismenore Pada Mahasiswi Kebidanan Poltekkes Kemenkes
Tasikmalaya Tahun 2017

Golongan Darah Frekuensi Persentase

O 17 45%

A 12 29%

B 7 18%

AB 3 8%

Jumlah 38 100%

Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2017

Berdasarkan tabel 4.2 menunjukan bahwa golongan darah yang

berhubungan dengan nyeri dismenore pada mahasiswi Kebidanan

Poltekkes Kemenkes Tasikmalaya hampir separuhnya berada pada

golongan darah O yaitu sebanyak 17 orang (45%), sedangkan sebagian

kecil berada pada golongan darah AB yaitu sebanyak 3 orang (8%).


57

Dari hasil distribusi frekuensi mengenai faktor penyebab nyeri

dismenore yang dengan diperoleh gambaran sebagaimana terdapat pada

tabel berikut:

Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Faktor Penyebab Nyeri Dismenore Pada
Mahasiswi Kebidanan Poltekkes Kemenkes Tasikmalaya Tahun
2017

Faktor Penyebab Frekuensi Persentasi

Stres 15 39%

Kurang olahraga 9 24%

Makanan 11 29%

Lain-lain 4 8%

Jumlah 38 100%

Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2017

Berdasarkan tabel 4.3 menunjukan bahwa faktor penyebab nyeri

dismenore pada mahasiswi Kebidanan Poltekkes Kemenkes Tasikmalaya

hampir separuhnya disebabkan oleh stres yaitu sebanyak 15 orang (39%),

sedangkan sebagian kecil disebabkan oleh riwayat keluarga sebanyak 4

orang (8%).

b. Nyeri Dismenore Sebelum Diberikan Endorphine Massage

Dari hasil distribusi frekuensi mengenai nyeri dismenore sebelum

diberikan endorphine massage diperoleh gambaran sebagaimana terdapat

pada tabel berikut:


58

Tabel 4.4
Distribusi Nyeri Dismenore Sebelum Diberikan Endorphine
Massage Pada Mahasiswi Jurusan Kebidanan Poltekkes
Kemenkes Tasikmalaya Tahun 2017

Kategori Frekuensi Persentase

Tidak nyeri (0) 0 0%

Nyeri ringan (1-3) 7 18,4%

Nyeri sedang (4-6) 21 55,3%

Nyeri berat terkontrol (7-9) 10 26,3%

Nyeri berat tidak terkontrol (10) 0 0%

Jumlah 38 100%

Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2017

Berdasarkan Tabel 4.4 menunjukkan bahwa nyeri dismenore

sebelum diberikan endorphine massage pada mahasiswi jurusan

Kebidanan Poltekkes Kemenkes Tasikmalaya sebagian besar berada pada

kategori nyeri sedang yaitu sebanyak 21 orang (55,3%), sedangkan

sebagian kecil ada pada kategori nyeri ringan yaitu sebanyak 7 orang

(18,4%).

c. Nyeri Dismenore Setelah Diberikan Endorphine Massage.

Hasil penelitian mengenai nyeri dismenore pada mahasiswi jurusan

Kebidanan setelah diberikan endorphine massage dapat dilihat pada tabel

di bawah ini:
59

Tabel 4.5
Distribusi Nyeri Dismenore Setelah Diberikan Endorphine
Massage Pada Mahasiswa Jurusan Kebidanan Poltekkes
Kemenkes Tasikmalaya Tahun 2017

Kategori Frekuensi Persentase

Tidak nyeri (0) 3 7,9%

Nyeri ringan (1-3) 22 57,9%

Nyeri sedang (4-6) 11 28,9%

Nyeri berat terkontrol (7-9) 2 5,3%

Nyeri berat tidak terkontrol (10) 0 0%

Jumlah 38 100%

Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2017

Berdasarkan tabel 4.5 menunjukkan bahwa sebagian nyeri

dismenore setelah diberikan endorphine massage pada mahasiswi jurusan

Kebidanan Poltekkes Kemenkes Tasikmalaya sebagian besar ada pada

kategori nyeri ringan yaitu sebanyak 22 orang (57,9%), sedangkan

sebagian kecil ada pada kategori nyeri berat yaitu sebanyak 2 orang

(5,3%).

Hasil penelitian mengenai perbedaan nyeri dismenore sebelum dan

sesudah diberikan endorphine massage pada mahasiswi jurusan Kebidanan

Poltekkes Kemenkes Tasikmalaya dapat dilihat pada tabel di bawah ini:


60

Tabel 4.6
Perbedaan Nyeri Dismenore Sebelum dan Sesudah Diberikan
Endorphine Massage Pada Mahasiswi Jurusan Kebidanan Poltekkes
Kemenkes Tasikmalaya Tahun 2017

Variabel Perlakuan n Mean SD p-value

Dismenore Sebelum 38 5,28 2,116 0,000

Sesudah 38 2,86 1,919

Sumber: Hasil Pengolahan Data Uji Wilcoxon, 2017

Berdasarkan tabel diatas maka dapat diketahui bahwa pada

kelompok perlakuan mean dismenore sebelum diberikan endorphine

massage sebesar 5,28 sedangkan mean dismenore setelah diberikan

endorphine massage sebesar 2,86 dan dari hasil tersebut dapat dilihat

bahwa adanya penurunan tingkat dismenore setelah dilakukan endorphine

massage.

2. Analisis Bivariat

Analisis ini digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas

terhadap variabel terikat, dalam penelitian ini mengetahui pengaruh endorphine

massage terhadap nyeri dismenore pada mahasiswi jurusan Kebidanan

Poltekkes Kemenkes Tasikmalaya. Berikut hasil penelitian dapat dilihat pada

tabel di bawah ini :


61

Tabel 4.7
Pengaruh Endorphine Massage Terhadap Nyeri Dismenore Pada
Mahasiswi Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Tasikmalaya
Tahun 2017

Jumlah Objek z Sifnifikasi

Nyeri Dismenore sebelum dan 38 -5.414 0.000

setelah diberikan Endorphine

Massage

Sumber: Hasil Pengolahan Data Uji Wilcoxon, 2017

Pada tabel 4.7 hasil uji Wilcoxon menunjukan bahwa korelasi antara

dua variabel adalah sebesar -5.414 dengan signifikasi sebesar 0,000. Hal ini

menunjukan bahwa korelasi antara dua variabel rata-rata sebelum dan sesudah

adalah kuat dan signifikan.

Berdasarkan uji wilcoxon didapatkan nilai p-value sebesar 0,000 dan

karena p-value 0,000 < α (0,05), maka H0 ditolak, yang berarti bahwa ada

pengaruh dismenore sebelum dan sesudah diberikan endorphine massage pada

mahasiswi Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Tasikmalaya Tahun 2017.

B. Pembahasan

1. Karakteristik Mahasiswi Kebidanan Poltekkes Kemenkes Tasikmalaya.

a. Umur

Setelah peneliti melakukan studi pendahuluan sebelum memulai

penelitian ini, didapatkan 38 orang dari seluruh mahasiswi Jurusan

Kebidanan Poltekkes Kemenkes Tasikmalaya yang mengalami nyeri


62

dismenore menetap setiap bulan tanpa pengobatan. Dari 38 orang

mahasiswi tersebut seluruhnya memiliki rentang umur yaitu dari usia 17-

25 tahun sebanyak 38 orang (100%).

Nyeri haid sering terjadi pada wanita usia muda, karena belum

mencapai kematangan biologis (khususnya kematangan alat reproduksi

yaitu pertumbuhan endometrium belum sempurna) dan psikologis.

Dismenore primer biasanya mulai pada saat siklus telah menjadi ovulasi

dalam tahun-tahun usia reproduksi dan siklus regular (William F.Raybun,

2001).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Gidul Suliawati bahwa

ada hubungan antara umur dengan kejadian dismenore pada wanita usia

subur dengan nilai (P value = 0,000). Puncak umur insiden wanita yang

mengalami dismenore adalah 20 sampai 24 tahun (Suliawati, 2013).

Frekuensi nyeri akan menurun sesuai dengan bertambahnya usia. Hal ini

terjadi karena adanya kemunduran saraf rahim akibat penuaan (Llewellyn,

2001 dalam Suliawati 2013).

b. Golongan Darah

Pada hasil penelitian ini, dari 38 responden sebanyak 17 responden

(45%) memiliki golongan darah O. Kepribadian orang dengan golongan

darah O cenderung menjadi penyendiri. Mereka memiliki jiwa pemimpin,

intuitif, fokus, mandiri dan berani. Menurut Dr D'Adamo seorang dokter

naturopathic Kanada Dr D'Adamo dalam bukunya 'Eat/Live Right 4 Your

Type', ada banyak faktor lain yang juga mempengaruhi kepribadian


63

seseorang. Tapi setidaknya golongan darah dapat menjadi petunjuk yang

berharga untuk memahami keunikan seseorang salah satunya adalah dalam

menangani stress maupun menghadapi sebuah masalah.

Secara umum, golongan darah O adalah yang paling umum dijumpai

di dunia, meskipun di beberapa negara seperti Swedia dan Norwegia,

golongan darah A lebih dominan. Antigen A lebih umum dijumpai

dibanding antigen B. Karena golongan darah AB memerlukan keberadaan

dua antigen A dan B, golongan darah ini adalah jenis yang paling jarang

dijumpai di dunia. Golongan darah ternyata tidak hanya menentukan ciri

khusus darah dari suatu individu, tetapi juga bisa menentukan kepribadian

serta kesehatan seseorang.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Jamilatus Sholilah

(2016) “Hubungan Kepribadian Dengan Tingkat Kecemasan Remaja

Yang Mengalami Dismenore Di SMPN 11 Jember” dengan hasil tidak ada

hubungan kepribadian dengan tingkat kecemasan remaja yang mengalami

dismenore di SMPN 11 Jember (p value = 0,072; CI 95%).

c. Faktor Penyebab Dismenore

Berdasarkan data demografi yang ditemukan bahwa dismenore

dipengaruhi oleh berbagai faktor, misalnya faktor kejiwaan termasuk

didalamnya adalah stress yang berhubungan dengan kepribadian seseorang

dalam mengahadapi masalah, faktor konstitusi misalnya anemia yang

berhubungan dengan gizi seseorang, dan lain-lain. Dismenore yang


64

dirasakan mahasiswi Poltekkes Kemenkes Tasikmalaya disebabkan

berbagai faktor diantaranya:

1) Faktor Stres

Dari 38 orang mahasiswi sebanyak 15 orang atau sekitar 39%

mahasiswi menyebutkan bahwa penyebab nyeri dismenore adalah

stress. Sebagian individu mendefinisikan stres sebagai tekanan,

desakan atau respon emosional. Tubuh bereaksi saat mengalami stres.

Faktor stres ini dapat menurunkan ketahanan terhadap rasa nyeri.

Tanda pertama yang menunjukan keadaan stress adalah adanya reaksi

yang muncul yaitu menegangnya otot tubuh individu dipenuhi oleh

hormon stress yang menyebabkan tekanan darah, detak jantung, suhu

tubuh, dan pernafasan meningkat. Disisi lain saat stress, tubuh akan

memproduksi hormon adrenalin, estrogen, progesteron serta

prostaglandin yang berlebihan. Estrogen dapat menyebabkan

peningkatan kontraksi uterus secara berlebihan, sedangkan

progesteron bersifat menghambat kontraksi.

Peningkatan kontraksi secara berlebihan ini menyebabkan rasa

nyeri. Selain itu hormon adrenalin juga meningkat sehingga

menyebabkan otot tubuh tegang termasuk otot Rahim dan dapat

menjadikan nyeri ketika menstruasi (Purry, 2011). Berdasarkan

penelitian yang dilakukan oleh Nur Anandya Berlianawati 2016

“Hubungan Antara Tingkat Stres Dengan Dismenore Pada Siswi

Kelas Tiga SMK Batik 1 Surakarta” didapatan bahwa penelitian ini


65

memiliki Asymp. Sig atau nilai probability (p) sebesar 0.000 (p<0.05)

dengan hasil X2 hitung = 18.268. Dapat disimpulkan adanya

hubungan yang signifikan antara tingkat stres dengan dismenore

secara statistik.

2) Kurang berolahraga

Hasil analisis data pada mahasiswi Jurusan Kebidanan

Poltekkes Kemenkes Tasikmalaya menunjukkan bahwa sekitar 9

orang responden (24%) menyebutkan bahwa faktor penyebab nyeri

dismenore adalah kurangnya aktivitas fisik.

Hasil penelitian hubungan aktivitas fisik dengan kejadian

dismenore yang bisa dilakukan salah satunya dengan berolahraga,

selain merupakan sebagai teknik relaksasi yang dapat digunakan

untuk mengurangi nyeri haid, saat melakukan olahraga, tubuh akan

menghasilkan hormon endorphine, yang berfungsi sebagai obat

penenang alami yang diproduksi oleh otak sehingga menimbulkan

rasa nyaman. Itu sebabnya pada wanita yang melakukan olahraga

jarang mengalami nyeri haid atau dismenore.

Hasil penelitian ini terdapat perbedaan dengan penelitian

yang dilakukan oleh Putri Dwi Silvana (2012) bahwa tidak terdapat

hubungan bermakna antara aktivitas fisik dengan dismenore.

3) Makanan

Dari 38 responden terdapat 11 orang (29%) menunjukkan

bahwa penyebab dismenore adalah disebabkan karena makanan.


66

Status gizi setiap orang tergantung makanan yang dikonsumsi.

Semakin seringnya orang mengkonsumsi makanan cepat saji semakin

sedikit gizi yang didapatkan. Status gizi yang tidak berisiko (normal)

maka semakin sedikit juga kejadian dismenore pada mahasiswi.

Anemia merupakan salah satu faktor konstitusi yang dapat

menyebabkan kurangnya daya tahan tubuh terhadap rasa nyeri

sehingga saat menstruasi dapat terjadi dismenore, anemia juga

diakibatkan karena kurangnya mengkonsumsi makanan yang

mengandung zat besi. Jika mengalami anemia maka daya tahan tubuh

akan berkurang sehingga menyebabkan nyeri di saat haid. Status gizi

yang lebih yaitu lemak yang berlebihan yang dapat memicu timbulnya

hormon yang dapat mengganggu sistem reproduksi termasuk pada

waktu menstruasi yaitu menimbulkan nyeri haid. Hasil penelitian

yang diperoleh sesuai yang dikemukakan oleh Sukarni dkk (2013)

bahwa status gizi yang rendah dapat diakibatkan karena asupan

makanan yang kurang termasuk zat besi yang dapat menimbulkan

anemia.

Dismenore dapat dikurangi dengan tindakan farmakologi dan non-

farmakologi. Pengobatan dengan tindakan farmakologi diantaranya dengan

minum obat anti nyeri, seperti asetaminofen, asam mefenamat, aspirin, dan

lain-lain. Pengobatan non-farmakologi untuk mengurangi nyeri dismenore

diantaranya relaksasi, hipnoterapi, akupuntur dan lain-lain. Salah satu cara

yang efektif untuk mencegah nyeri dismenore ini adalah relaksasi dalam
67

bentuk pijatan tangan atau massase (Gumangsari, 2014). Upaya mengatasi

dismenore menurut mahasiswi Poltekkes Kemenkes Tasikmalaya dilakukan

dengan berbagai cara, diantaranya:

a. Melakukan posisi Knee Chest

Dari 38 responden mahasiswi Poltekkes Kemenkes Tasikmalaya

didapatkan 16 responden (42%) menggunakan teknik knee chest.

Melakukan posisi knee chest, yaitu menelungkupkan badan di tempat yang

datar, lutut ditekuk dan didekatkan ke dada. Posisi knee chest dapat

menggerakan otot, maka otot menjadi lebih kuat dan elastik secara alami

sehingga melenturkan otot-otot pada pelvis dan membantu kelancaran

peredaran darah maka meningkatkan relaksasi otot dan menurunkan nyeri

(Rakhma, 2012)

b. Teknik Distraksi

Distraksi merupakan metode yang digunakan untuk mengalihkan

perhatian seseorang terhadap sensasi nyeri. Metode distraksi digunakan

untuk nyeri ringan sampai sedang. Akan tetapi, dengan konsentrasi penuh

dapat juga digunakan untuk nyeri akut. Pada sebagian kasus, nyeri hanya

berkurang pada saat distraksi dilakukan. Jika distraksi telah selesai, klien

akan sadar kembali terhadap rasa nyeri yang dialami (Rakhma, 2012).

Penelitian Marvia pada mahasiswi PSIK UMY (2008) teknik distraksi

(mendengarkan music) dapat menurunkan nyeri menstruasi secara

bermakna. Dalam penelitian ini dari 38 responden terdapat 8 orang (21%)

yang menggunakan teknik distraksi untuk mengurangi nyeri dismenore.


68

c. Kompres Hangat

Pengompresan dengan air hangat, ketika nyeri menstruasi datang,

lakukan pengompresan menggunakan air hangat di perut bagian bawah

karena dapat membantu merileksasikan otot-otot dan system saraf. Selain

itu mandi air hangat dan mengolesi bagian yang nyeri dengan balsem atau

lotion penghangat dapat juga dilakukan untuk menurunkan nyeri (Rakhma,

2012). Respon fisiologis yang ditimbulkan dari teknik ini adalah

vasodilatasi atau pelebaran pembuluh darah, sehingga dapat meningkatkan

aliran darah ke bagian tubuh yang sakit dan mampu menurunkan viskositas

yang dapat mengurangi ketegangan otot, dengan respon tersebut dapat

meningkatkan relaksasi otot dan menurunkan nyeri (Rakhma, 2012). Hasil

penelitian didapatkan bahwa mahasiswi yang melakukan kompres hangat

berjumlah 8 orang (21%).

2. Nyeri Dismenore Sebelum Dan Sesudah Diberikan Endorphine Massage.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa nyeri dismenore

sebelum diberikan endorphine massage pada mahasiswi jurusan Kebidanan

Poltekkes Kemenkes Tasikmalaya berada pada kategori nyeri sedang yaitu

sebanyak 21 orang (55,3%). Setelah diberikan endorphine massage pada

mahasiswi jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Tasikmalaya ada pada

kategori nyeri ringan yaitu sebanyak 22 orang (57,9%).

Menurut WHO angka dismenore di dunia sangat besar, rata-rata lebih

dari 50% perempuan di setiap Negara mengalami dismenore. Di Swedia sekitar

72%. Sementara di Indonesia angkanya diperkirakan 55% perempuan


69

produktif yang tersiksa oleh dismenore. Di Amerika Serikat diperkirakan

hampir 90% wanita mengalami dismenore, dan 10-15% diantaranya

mengalami dismenore berat, yang menyebabkan mereka tidak mampu

melakukan kegiatan apapun (Jurnal Occupation And Environmental Medicine,

2008).

Ada tiga tingkat derajat dismenore, yaitu dismenore ringan, dismenore

sedang, dan dismenore berat (Manuaba, 1999). Dismenore ringan terjadi di

skala nyeri 1-4, dismenore sedang terjadi di skala nyeri 5-6, dan dismenore

berat terjadi pada skala nyeri 7-10 (Howard, dalam Leppert, 2004). Potter

(2005) karakteristik paling subjektif pada nyeri adalah tingkat keparahan atau

intensitas nyeri tersebut. Klien sering diminta untuk menggambarkan nyeri

sebagai nyeri ringan, sedang atau parah dengan menggunakan alat pengukuran

tingkat keparahan nyeri.

Hasil penelitian ini berbeda dengan derajat nyeri di dunia dan

Indonesia, rata-rata di dunia dan di Indonesia derajat nyeri dismenore yang

dirasakan berada ada kategori nyeri berat yaitu terjadi pada skala 7-10

sedangkan pada Mahasiswi Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes

Tasikmalaya berada pada kategori nyeri sedang dengan skala nyeri 4-6.

3. Pengaruh Endorphine Massage Pada Mahasiswi Jurusan Kebidanan

Poltekkes Kemenkes Tasikmalaya.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat pengaruh

endorphine massage terhadap nyeri dismenore pada mahasiswi jurusan

kebidanan Poltekkes Kemenkes Tasikmalaya. Hal ini disebabkan karena


70

dengan dilakukan endorphine massage dapat menurunkan nyeri dismenore

pada mahasiswi.

Dismenore atau yang lebih dikenal dengan nyeri haid adalah keluhan

yang sering dialami wanita pada bagian perut bawah. Namun, nyeri haid ini

tidak hanya terjadi pada bagian perut bawah saja. Beberapa perempuan sering

merasakannya pada punggung bagian bawah, pinggang, panggul, otot paha

atas, hingga betis. Gejala yang dirasakan adalah rasa nyeri di perut bagian

bawah seperti dicengkeram atau di remas-remas, sakit kepala yang berdenyut,

mual, muntah, nyeri di punggung bagian bawah, diare, bahkan hingga pingsan.

Rasa nyeri tersebut biasanya dialami 1-2 hari pertama saat datangnya

menstruasi. (Samori, 2012).

Nyeri haid merupakan salah satu keluhan ginekologi yang paling umum

menyebabkan seorang wanita pergi ke Dokter dan meninggalkan pekerjaan

atau aktivitas rutin sehari-hari selama beberapa jam atau beberapa hari

(Anurogo & Wulandari, 2011). Bahkan jika otak menerima stimulus nyeri

terjadi penglepasan neurotransmitter inhibitor (endorphin dan enkefalin) yang

bekerja untuk menghambat dan membantu menciptakan pembunuh nyeri alami

di dalam tubuh (Brunner & Sudart, 2002).

Menstruasi akan mengakibatkan pelepasan prostaglandin. Pelepasan

prostaglandin akan mengakibatkan dismenore yang didukung oleh faktor-

faktor yang mempengaruhinya. Dismenore dapat diatasi salah satunya dengan

penatalaksanaan non farmakologi yang terdiri dari relaksasi nafas dalam,

teknik sentuhan, teknik distraksi, kompres air hangat, dan posisi knee chest
71

sehingga dismenore dapat berkurang atau menghilang. Endorphine massage

merupakan alternatif yang dianjurkan untuk mengatasi dismenore karena pada

endorphine massage terdapat dua dari penatalaksanaan non farmakologi

penanganan dismenore yaitu relaksasi nafas dalam dan sentuhan/ pijatan.

Endorphin massage merupakan suatu metode sentuhan ringan yang

pertama kali dikembangkan oleh Constance Palinsky dan digunakan untuk

mengelola rasa sakit. Teknik ini bisa dipakai untuk mengurangi rasa tidak

nyaman selama proses persalinan dan meningkatkan relaksasi dengan memicu

perasaan nyaman melalui permukaan kulit. Teknik sentuhan ringan juga

membantu menormalkan denyut jantung dan tekanan darah. Teknik sentuhan

ringan ini mencakup pemijatan ringan yang bisa membuat bulu-bulu halus di

permukaan kulit berdiri. Sejumlah penelitian membuktikan bahwa teknik ini

meningkatkan pelepasan hormon endorphin dan oksitosin (Aprillia, 2010).

Menurut Bare (2002) nyeri yang terjadi pada skor 1-3 disebut nyeri

ringan, dengan kriteria secara obyektif dapat berkomunikasi dengan baik dan

nyeri yang berada pada skor 4-6 disebut dengan nyeri sedang, dengan

kriteria secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan

lokasi nyeri, dapat mendiskripsikan dan mengikuti perintah dengan baik.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

Ekawati, Dkk (2008) “ Efek teknik masase effleurage pada abdomen terhadap

penurunan intensitas nyeri pada dismenore primer mahasiswa psik FKUB

Malang “ dengan hasil t hitung = 8.124 dan t-tabel =2.787 (t hitung > t tabel).
72

Hasil analisis ini menunjukan bahwa masase teknik effleurage pada abdomen

memiliki efek terhadap penurunan nyeri pada dismenore primer.

Manfaat Endorphin Massage antara lain, membantu dalam relaksasi

dan menurunkan kesadaran nyeri dengan meningkatkan aliran darah ke area

yang sakit, merangsang reseptor sensori di kulit dan otak dibawahnya,

mengubah kulit, memberikan rasa sejahtera umum yang dikaitkan dengan

kedekatan manusia, meningkatkan sirkulasi lokal, stimulasi pelepasan

endorfin, penurunan katekolamin endogen rangsangan terhadap serat eferen

yang mengakibatkan blok terhadap rangsang nyeri.

Anda mungkin juga menyukai