Anda di halaman 1dari 31

BAB I

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS
Nama Pasien : Tn. W
Usia : 32 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Buayan
Pekerjaan : Tidak be
Tanggal Masuk RS : 27 Juli 2017
Tanggal pemeriksaan : 27 Juli 2017

II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Batuk berda

B. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang keluhan batuk berdahak tanpa disertai pilek sejak ± 2
bulan sebelum masuk Rumah Sakit. Dahak berwarna putih kekuningan
tanpa disertai darah. Pasien mengeluhkan badannya lemas disertai
demam hilang timbul selama 2 bulan. Pasien juga mengaku kadang
merasa sesak, sesak tidak dipengaruhi perubahan posisi ataupun
aktivitas. Pasien juga mengeluh nafsu makan menurun disertai
penurunan berat badan ± 15kg selama 2 bulan terakhir. Saat malam hari
pasien sering merasakan keringat dingin. Kadang-kadang pasien
mengalami sariawan yang hilang timbul. Selama ini pasien hanya
berobat dengan obat warung tetapi tidak ada perbaikan.
Pasien adalah seorang perokok tetapi selama sakit pasien sudah
berhenti merokok. Sebelumnya pasien bekerja di kota Jakarta sebagai
pelayan di restoran selama 2 tahun dan baru kembali sekitar 3 bulan
terakhir.

1
C. Riwayat penyakit dahulu
 Riwayat keluhan serupa : Disangkal
 Riwayat Asma : Disangkal
 Riwayat Diabetes mellitus : Disangkal
 Riwayat Hipertensi : Disangkal
 Riwayat alergi : Disangkal

D. Riwayat Pribadi
 Riwayat merokok : Diakui
 Minum-minuman beralkohol : Disangkal

E. Riwayat Keluarga
 Riwayat keluhan serupa : Disangkal
 Riwayat Asma : Disangkal
 Riwayat Diabetes mellitus : Disangkal
 Riwayat Hipertensi : Disangkal
 Riwayat alergi : Disangkal

III. STATUS GENERALIS


A. Vital signs
Keadaan Umum : Compos Mentis, lemah
Tekanan darah : 120/80
Nadi : 84 x/menit
Respirasi rate : 20 x/menit
Suhu : 38,5 °C

B. Pemeriksaan fisik
Kepala : Konjungtiva anemis (-/-)
sklera ikterik (-/-)

2
nafas cuping hidung (-)
Leher : Retraksi suprasternal (-), deviasi trachea (-), peningkatan
JVP (-), pembesaran kelenjar limfe (+)
Thorax : Paru-paru
Inspeksi : Dada simetris, tidak ada benjolan, tidak
ditemukan ketinggalan gerak, tidak
ditemukan retraksi intercostae, inspirasi
sama dengan ekspirasi
Palpasi :
 Ketinggalan gerak
Depan Belakang
- - - -
- - - -
- - - -

 Fremitus raba
Depan Belakang
N N N N
N N N N
N N N N

Perkusi
Depan Belakang
S S S S
S S S S
S S S S

3
Auskultasi
Depan Belakang
N N N N
N N N N
N N N N

Suara tambahan : wheezing (-/-), rhonki (-/+)


Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Kuat angkat
Perkusi : Batas jantung normal
Aulkutasi : Bunyi jantung I-II reguler, bising jantung
tidak ditemukan.
Abdomen : Peristaltik usus normal, perkusi : timpani
Tidak ada nyeri tekan pada seluruh regio abdomen
Ekstremitas : Akral hangat pada ke empat extremitas
Clubbing finger tidak ditemukan, edema tidak
ditemukan.
Urogenital : BAK : dalam batas normal
BAB : dalam batas normal
Genitalia : dalam batas normal

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Laboratorium
a. Darah Lengkap dan Kimia Darah
No Nama Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
1 WBC 14,8 x 103/uL 4-10 x 103/uL
2 HGB 9,9 g/dl 11-16 g/dl
3 RBC 4,32 103/uL 3,5-5,5 103/uL
4 PLT 189 x 103/uL 150-450 x 103/uL

4
5 Ureum 23 <55
6 Creatinin 0,8 0,8-1,4
7 SGOT 53 0-37
8 SGPT 52 0-40

2. Foto Rontgen Thorak

Hasil :

 TB Pulmo aktif dgn spreading ke paru kanan


 Efusi pleura bilateral minimal
 Besar cor normal

3. Pemeriksaan sputum
Tidak dilakukan

V. ASSESMENT/DIAGNOSIS KERJA
a. Diagnosis Kerja : TB Paru

5
VI. TATALAKSANA
- Infus RL 20 tpm
- Inj Ceftriaxon 2x1gr
- Ambroxol 3x1 tab
- Paracetamol 3x500mg

LEMBAR FOLLOW UP
Tanggal Planning
27-7- S/ -Infus RL 20 tpm
2017 Sesak nafas (+), demam (+), batuk (+) -Inj Levofloxacin 1x1
O/
-Ambroxol 3x1
TD : 120/80 | N: 84 x/m | RR : 20 x/m
S : 38,5 0C -Paracetamol 3x500mg
K|L: CA (-/-) SI (-/-) PKGB (+/-)
-FDC 1x3
Thorak
Cor : BJ 1, 2 reguler | Bising (-) -Curcuma 2x1
Pulmo :
Ketinggalan gerak (-)
SDV (+/+)
Rho (-/+) Whe (-/-)

Abdomen : peristaltik usus normal,


perkusi : timpani

Ekstremitas : dalam batas normal

A/
TB Paru dgn Destroyed lung
28-7- S/ -Infus RL 20 tpm
2017 Sesak nafas (+), demam (+), batuk (+) -Inj Levofloxacin 1x1
Demam (+), nyeri kepala (+), sering
-Ambroxol 3x1
menggigil (+)
O/ -Paracetamol 3x500mg
TD : 120/80 | N: 84 x/m | RR : 20 x/m
-FDC 1x3
S: 37,6 0 C
K|L: CA (-/-) SI (-/-) PKGB (+/-) -Curcuma 2x1
Thorak
Cor : BJ 1, 2 reguler | Bising (-)
Pulmo :
Ketinggalan gerak (-)
SDV (+/+)
Rho (-/-) Whe (-/-)

6
Abdomen : peristaltik usus normal,
perkusi : timpani

Ekstremitas : dalam batas normal

A/
TB Paru dgn Destroyed lung
29-7- S/ -Infus RL 20 tpm
2017 Batuk (+), Demam (+) kaki kiri -Inj Levofloxacin 1x1
kesemutan
-Ambroxol 3x1
O/
TD : 110/70 | N: 88 x/m | RR : 22 x/m -Paracetamol 3x500mg
S:37 0C
-FDC 1x3
K|L: CA (-/-) SI (-/-) PKGB (+/-)
Thorak -Curcuma 2x1
Cor : BJ 1, 2 reguler | Bising (-)
Pulmo :
Ketinggalan gerak (-)
SDV (+/+)
Rho (-/-) Whe (-/-)

Abdomen : peristaltik usus normal,


perkusi : timpani

Ekstremitas : dalam batas normal

A/
TB Paru dgn Destroyed lung
30-7- S/ -Infus RL 20 tpm
2017 Batuk (+), Demam (+) lemas (+) diare -Inj Levofloxacin 1x1
cair 1kali
-Ambroxol 3x1
O/
TD : 110/80 | N: 82 x/m | RR : 22 x/m -Paracetamol 3x500mg
S: 38,6 0C
-FDC 1x3
K|L: CA (-/-) SI (-/-) PKGB (+/-)
Thorak -Curcuma 2x1
Cor : BJ 1, 2 reguler | Bising (-)
Pulmo :
Ketinggalan gerak (-)
SDV (+/+)
Rho (-/-) Whe (-/-)
Abdomen : peristaltik usus normal,
perkusi : timpani

Ekstremitas : dalam batas normal

7
A/
TB Paru dgn Destroyed lung
31-7- S/ -Infus RL 20 tpm
2017 Batuk (+), Demam (+) pusing berputar -Inj Levofloxacin 1x1
O/
-Ambroxol 3x1
TD : 110/70 | N: 84 x/m | RR : 22 x/m
S : 37 0C -Paracetamol 3x500mg
K|L: CA (-/-) SI (-/-) PKGB (+/-)
-FDC 1x3
Thorak
Cor : BJ 1, 2 reguler | Bising (-) -Curcuma 2x1
Pulmo :
Ketinggalan gerak (-)
SDV (+/+)
Rho (-/-) Whe (-/-)

Abdomen : peristaltik usus normal,


perkusi : timpani

Ekstremitas : dalam batas normal

A/
TB Paru dgn Destroyed lung
1-8-2017 S/ -Infus RL 20 tpm
Batuk (+), Demam (+) keringat dingin -Inj Levofloxacin 1x1
(+), lemas (+)
-Ambroxol 3x1
O/
TD : 120/80 | N: 88 x/m | RR : 22 x/m -Paracetamol 3x500mg
S : 37 0C
-FDC 1x3
K|L: CA (-/-) SI (-/-) PKGB (+/-)
Thorak -Curcuma 2x1
Cor : BJ 1, 2 reguler | Bising (-)
Pulmo :
Ketinggalan gerak (-)
SDV (+/+)
Rho (-/-) Whe (-/-)

Abdomen : peristaltik usus normal,


perkusi : timpani

Ekstremitas : dalam batas normal

A/
TB Paru dgn Destroyed lung
2-8-2017 S/ BLPL
Batuk (+), Demam (+) badan lemas FDC 1x3
O/ Salbutamol 2x1

8
TD : 110/70 | N: 84 x/m | RR : 22 x/m Sanfuliq 2x1
S : 36 0C
K|L: CA (-/-) SI (-/-) PKGB (+/-)
Thorak
Cor : BJ 1, 2 reguler | Bising (-)
Pulmo :
Ketinggalan gerak (-)
SDV (+/+)
Rho (-/-) Whe (-/-)

Abdomen : peristaltik usus normal,


perkusi : timpani

Ekstremitas : dalam batas normal

A/
TB Paru dgn Destroyed lung

9
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
infeksi Mycobacterium tuberculosis, yang dapat menyerang berbagai organ
terutama paru-paru. Penyakit ini bila tidak diobati atau pengobatan tidak
tuntas akan menimbulkan komplikasi berbahaya hingga kematian. TB
diperkirakan sudah ada di dunia sejak 5000 tahun sebelum Masehi, namun
kemajuan dalam penemuan dan pengendalian penyakit TB baru terjadi dalam
dua abd terakhir.

B. PATOGENESIS
Tuberkulosis primer
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di
jaringan paru, dimana ia akan membentuk suatu sarang pneumonik, yang
disebut sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini mugkin timbul di
bagian mana saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang
primer akan kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus
(limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar
getah bening di hilus (limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama
dengan limfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks
primer ini akan mengalami salah satu nasib sebagai berikut :
1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad
integrum)
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon,
garis fibrotik, sarang perkapuran di hilus)
3. Menyebar dengan cara :
a. Perkontinuitatum, menyebar kesekitarnya. Salah satu contoh adalah
epituberkulosis, yaitu suatu kejadian dimana terdapat penekanan
bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang
membesar sehingga menimbulkan obstruksi pada saluran napas

10
bersangkutan, dengan akibat atelektasis. Kuman tuberkulosis akan
menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat ini ke lobus yang
atelektasis dan menimbulkan peradangan pada lobus yang
atelektasis tersebut, yang dikenal sebagai epituberkulosis.
b. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun
ke paru sebelahnya.
c. Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Kejadian penyebaran
ini sangat bersangkutan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan
virulensi basil. Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh secara
spontan, akan tetapi bila tidak terdapat imuniti yang adekuat,
penyebaran ini akan menimbulkan keadaan cukup gawat seperti
tuberkulosis milier, meningitis tuberkulosa, typhobacillosis
Landouzy. Penyebaran ini juga dapat menimbulkan tuberkulosis
pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal,
genitalia dan sebagainya. Komplikasi dan penyebaran ini mungkin
berakhir dengan :
 Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan
terbelakang pada anak setelah mendapat ensefalomeningitis,
tuberkuloma ) atau
 Meninggal

Semua kejadian diatas adalah perjalanan tuberkulosis primer.

Tuberkulosis post-primer
Dari tuberkulosis primer ini akan muncul bertahun-tahun kemudian
tuberkulosis post-primer, biasanya pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis post
primer mempunyai nama yang bermacam macam yaitu tuberkulosis bentuk
dewasa, localized tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan sebagainya.
Bentuk tuberkulosis inilah yang terutama menjadi problem kesehatan rakyat,
karena dapat menjadi sumber penularan. Tuberkulosis post-primer dimulai
dengan sarang dini, yang umumnya terletak di segmen apikal dari lobus

11
superior maupun lobus inferior. Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu
sarang pneumonik kecil. Nasib sarang pneumonik ini akan mengikuti salah
satu jalan sebagai berikut :

1. Diresopsi kembali, dan sembuh kembali dengan tidak meninggalkan


cacat
2. Sarang tadi mula mula meluas, tapi segera terjadi proses penyembuhan
dengan penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan membungkus diri
menjadi lebih keras, terjadi perkapuran, dan akan sembuh dalam bentuk
perkapuran. Sebaliknya dapat juga sarang tersebut menjadi aktif kembali,
membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti bila jaringan keju
dibatukkan keluar.
3. Sarang pneumonik meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa).
Kaviti akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti
awalnya berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal
(kaviti sklerotik). Nasib kaviti ini :
 Mungkin meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonik baru.
Sarang pneumonik ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang
disebutkan diatas
 Dapat pula memadat dan membungkus diri (encapsulated), dan
disebut tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur dan
menyembuh, tapi mungkin pula aktif kembali, mencair lagi dan
menjadi kaviti lagi
 Kaviti bisa pula menjadi bersih dan menyembuh yang disebut open
healed cavity, atau kaviti menyembuh dengan membungkus diri,
akhirnya mengecil. Kemungkinan berakhir sebagai kaviti yang
terbungkus, dan menciut sehingga kelihatan seperti bintang (stellate
shaped).

12
C. KLASIFIKASI
1. Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA)
TB paru dibagi dalam :
a. Tuberkulosis Paru BTA (+)
 Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan
hasil BTA positif
 Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA
positif dan kelainan radiologik menunjukkan gambaran
tuberkulosis aktif
 Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA
positif dan biakan positif
b. Tuberkulosis Paru BTA (-)
 Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif,
gambaran klinik dan kelainan radiologik menunjukkan
tuberkulosis aktif serta tidak respons dengan pemberian
antibiotik spektrum luas
 Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif
dan biakan M.tuberculosis positif
2. Berdasarkan Tipe Penderita
Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya.
Ada beberapa tipe penderita yaitu :
a. Kasus baru
Adalah penderita yang belum pernah mendapat pengobatan dengan
OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (30
dosis harian)
b. Kasus kambuh (relaps)
Adalah penderita tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau
pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil
pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif. Bila hanya
menunjukkan perubahan pada gambaran radiologik sehingga

13
dicurigai lesi aktif kembali, harus dipikirkan beberapa
kemungkinan :
 Infeksi sekunder
 Infeksi jamur
 TB paru kambuh
c. Kasus pindahan (Transfer In)
Adalah penderita yang sedang mendapatkan pengobatan di suatu
kabupaten dan kemudian pindah berobat ke kabupaten lain.
Penderita pindahan tersebut harus membawa surat rujukan/pindah
d. Kasus lalai berobat
Adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan, dan
berhenti 2 minggu atau lebih, kemudian datang kembali berobat.
Umumnya penderita tersebut kembali dengan hasil pemeriksaan
dahak BTA positif.
e. Kasus Gagal
Adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif atau
kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum
akhir pengobatan)
Adalah penderita dengan hasil BTA negatif gambaran radiologik
positif menjadi BTA positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan dan
atau gambaran radiologik ulang hasilnya perburukan
f. Kasus kronik
Adalah penderita dengan hasil pemeriksaan dahak BTA masih
positif setelah selesai pengobatan ulang kategori 2 dengan
pengawasan yang baik
g. Kasus bekas TB
Hasil pemeriksaan dahak mikroskopik (biakan jika ada fasilitas)
negatif dan gambaran radiologik paru menunjukkan lesi TB
inaktif, terlebih gambaran radiologik serial menunjukkan
gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT yang adekuat
akan lebih mendukung

14
Pada kasus dengan gambaran radiologik meragukan lesi TB aktif,
namun setelah mendapat pengobatan OAT selama 2 bulan ternyata
tidak ada perubahan gambaran radiologik
3. Berdasar lokasi anatomi dari penyakit
a. Tuberkulosis paru
Adalah TB yang terjadi pada parenkim (jaringan) paru. Milier TB
dianggap sebagai TB paru karena adanya lesi pada jaringan paru.
Limfadenitis TB dirongga dada (hilus dan atau mediastinum) atau
efusi pleura tanpa terdapat gambaran radiologis yang mendukung
TB pada paru, dinyatakan sebagai TB ekstra paru. Pasien yang
menderita TB paru dan sekaligus juga menderita TB ekstra paru,
diklasifikasikan sebagai pasien TB paru.
b. Tuberkulosis ekstra paru
Adalah TB yang terjadi pada organ selain paru, misalnya: pleura,
kelenjar limfe, abdomen, saluran kencing, kulit, sendi, selaput otak
dan tulang. Diagnosis TB ekstra paru dapat ditetapkan berdasarkan
hasil pemeriksaan bakteriologis atau klinis. Diagnosis TB ekstra
paru harus diupayakan berdasarkan penemuan Mycobacterium
tuberculosis. Pasien TB ekstra paru yang menderita TB pada
beberapa organ, diklasifikasikan sebagai pasien TB ekstra paru
pada organ menunjukkan gambaran TB yang terberat.

4. Berdasar hasil pemeriksaan uji kepekaan obat


Pengelompokan pasien disini berdasarkan hasil uji kepekaan contoh uji
dari Mycobacterium tuberculosis terhadap OAT dan dapat berupa :
a. Mono resisten (TB MR): resisten terhadap salah satu jenis OAT
lini pertama saja
b. Poli resisten (TB PR): resisten terhadap lebih dari satu jenis OAT
lini pertama selain Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara
bersamaan

15
c. Multi drug resisten (TB MDR): resisten terhadap Isoniazid (H)
dan Rifampisin (R) secara bersamaan
d. Extensive drug resisten (TB XDR): adalah TB MDR yang
sekaligus juga resisten terhadap salah satu OAT golongan
fluorokuinolon dan minimal salah satu dari OAT lini kedua jenis
suntikan (Kanamisin, Kapreomisin dan Amikasin)
e. Resisten Rifampisin (TB RR): resisten terhadap Rifampisin
dengan atau tanpa resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi
menggunakan metode genotip (tes cepat) atau metode fenotip
(konvensional).

5. Klasifikasi pasien TB berdasarkan status HIV


a. Pasien TB dengan HIV positif (pasien ko-infeksi TB/HIV):
adalah pasien TB dengan:
 Hasil tes HIV positif sebelumnya atau sedang mendapatkan
ART, atau
 Hasil tes HIV potitif pada saat diagnosis TB.
b. Pasien TB dengan HIV negatif: adalah pasien TB dengan:
 Hasil tes HIV negatif sebelumnya,
atau
 Hasil tes HIV negatif pada saat diagnosis TB.
c. Pasien TB dengan status HIV tidak diketahui: adalah pasien TB
tanpa ada bukti pendukung hasil tes HIV saat diagnosis TB
ditetapkkan.

16
D. DIAGNOSIS
1. Gejala klinik
Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu
gejala respiratorik (atau gejala organ yang terlibat) dan gejala sistemik.
a. Gejala respiratorik
 batuk ≥ 2 minggu
 batuk berdahak bercampur darah atau batuk darah
 sesak napas
 nyeri dada
b. Gejala sistemik
 Demam meriang lebih dari satu bulan
 gejala sistemik lain: malaise, keringat malam tanpa kegiatan fisik,
anoreksia, berat badan menurun
Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru
selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan
lain-lain. Mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini masih tinggi,
maka setiap orang yang datang ke fasyankes dengan gejala tersebut
diatas, dianggap sebagai seorang terduga pasien TB, dan perlu dilakukan
pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.
2. Pemeriksaan Dahak
a. Pemeriksaan dahak mikroskopis langsung
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai
keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan.
Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan
mengumpulkan 3 contoh uji dahak yang dikumpulkan dalam dua
hari kunjungan yang berurutan berupa dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu
(SPS):
 S (sewaktu): dahak ditampung pada saat terduga pasien TB
datang berkunjung pertama kali ke fasyankes. Pada saat pulang,

17
terduga pasien membawa sebuah pot dahak untuk menampung
dahak pagi pada hari kedua.
 P (Pagi): dahak ditampung di rumah pada pagi hari kedua,
segera setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri
kepada petugas di fasyankes.
 S (sewaktu): dahak ditampung di fasyankes pada hari kedua,
saat menyerahkan dahak pagi.
b. Pemeriksaan Biakan
Pemeriksaan biakan untuk identifikasi Mycobacterium tuberkulosis
(M.tb) dimaksudkan untuk menegakkan diagnosis pasti TB pada
pasien tertentu, misal:
 Pasien TB ekstra paru.
 Pasien TB anak.
 Pasien TB dengan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis
langsung BTA negatif.
Pemeriksaan tersebut dilakukan disarana laboratorium yang
terpantau mutunya. Apabila dimungkinkan pemeriksaan dengan
menggunakan tes cepat yang direkomendasikan WHO maka untuk
memastikan diagnosis dianjurkan untuk memanfaatkan tes cepat
tersebut.

3. Pemeriksaan uji kepekaan obat


Uji kepekaan obat bertujuan untuk menentukan ada tidaknya resistensi
M.tb terhadap OAT. Untuk menjamin kualitas hasil pemeriksaan, uji
kepekaan obat tersebut harus dilakukan oleh laboratorium yang telah
tersertifikasi atau lulus uji pemantapan mutu/Quality Assurance (QA).
Hal ini dimaksudkan untuk memperkecil kesalahan dalam menetapkan
jenis resistensi OAT dan pengambilan keputusan paduan pengobatan
pasien dengan resisten obat. Untuk memperluas akses terhadap
penemuan pasien TB dengan resistensi OAT, Kemenkes RI telah

18
menyediakan tes cepat yaitu GeneXpert ke fasilitas kesehatan
(laboratorium dan RS) diseluruh provinsi.

4. Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA dengan atau tanpa foto lateral.
Pemeriksaan lain atas indikasi : foto apiko-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada
pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran
bermacam-macam bentuk (multiform). Gambaran radiologik yang
dicurigai sebagai lesi TB aktif :
 Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus
atas paru dan segmen superior lobus bawah
 Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak
berawan atau nodular
 Bayangan bercak milier
 Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif
 Fibrotik pada segmen apikal dan atau posterior lobus atas
 Kalsifikasi atau fibrotic
 Kompleks ranke
 Fibrotoraks/Fibrosis parenkim paru dan atau penebalan pleura Luluh
Paru (Destroyed Lung ) :
- Gambaran radiologik yang menunjukkan kerusakan jaringan paru
yang berat, biasanya secara klinis disebut luluh paru .
- Gambaran radiologik luluh paru terdiri dari atelektasis, multikaviti
dan fibrosis parenkim paru. Sulit untuk menilai aktivitas lesi atau
penyakit hanya berdasarkan gambaran radiologik tersebut.

19
Gambar 1: Alur diagnosis dan tindak lanjut pasien TB dewasa

20
E. PENGOBATAN TUBERKULOSIS
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3
bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri
dari paduan obat utama dan tambahan.
1. Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
Tabel 1. OAT Lini Pertama

Tabel 2. Kisan dosis OAT lini pertama bagi pasien dewasa

21
Tabel 3. OAT yang digunakan dalam pengobatan TB MDR

2. Paduan OAT yang digunakan di Indonesia


Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Pengendalian
Tuberkulosis di Indonesia (sesuai rekomendasi WHO dan ISTC) adalah:
 Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3
 Kategori 2 : 2(HRZE)S/HRZE/5(HR)3E3
 Kategori Anak : 2(HRZ)/4(HR) atau 2HRZA(S)/4-10HR
 Obat yang digunakan dalam tatalaksana pasien TB resisten obat di
Indonesia terdiri dari OAT lini ke-2 yaitu Kanamisin, Kapreomisin,
Levofloksasin, Etionamid, Sikloserin, Moksifloksasin, dan PAS, serta
OAT lini-1, yaitu pirazinamid dan etambutol.

22
Paduan OAT Kategori-1 dan Kategori-2 disediakan dalam bentuk
paket obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri
dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan
dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu
pasien.
Paket Kombipak adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid,
Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister.
Paduan OAT ini disediakan program untuk digunakan dalam pengobatan
pasien yang terbukti mengalami efek samping pada pengobatan dengan OAT
KDT sebelumnya.
Paduan OAT Kategori Anak disediakan dalam bentuk paket obat
kombinasi dosis tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari
kombinasi 3 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat
badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.
Paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket,
dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin
kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket untuk
satu (1) pasien dalam satu (1) masa pengobatan.
Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket KDT
mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB, yaitu:
a. Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin
efektifitas obat dan mengurangi efek samping.
b. Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko
terjadinya resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan
resep
c. Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat
menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien

3. Paduan OAT KDT Lini Pertama dan Peruntukannya.


a. Kategori-1 : 2(HRZE) / 4(HR)3
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:

23
 Pasien TB paru terkonfirmasi bakteriologis.
 Pasien TB paru terdiagnosis klinis
 Pasien TB ekstra paru

Tabel 4. Dosis Paduan OAT KDT Kategori 1: 2(HRZE)/4(HR)3


Tahap Intensif Tahap Lanjutan
BB Tiap hari selama 56 hari 3 kali seminggu selama 16minggu
RHZE (150/75/400/275) RH (150/150)
30-37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT
38-54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT
55-70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT
≥71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT

Tabel 5. Dosis Paduan OAT Kombipak Kategori 1: 2HRZE/4H3R3


Tahap Lama Dosis per hari/kali Jumlah
Pengobatan Pengobatan Isoniasid Rifampisin Pirazinamid Etambutol hari/kali
@300 @450 mg @ 500 mg @ 250 menelan
mg mg obat
Intensif 2 bulan 1 1 3 3 56
Lanjutan 4 bulan 2 1 - - 48

b. Kategori -2: 2(HRZE)S / (HRZE) / 5(HR)3E3)


Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang pernah
diobati sebelumnya (pengobatan ulang):
 Pasien kambuh
 Pasien gagal pada pengobatan dengan paduan OAT kategori 1
sebelumnya
 Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-
up)

24
Tabel 6. Dosis Paduan OAT KDT Kategori 2: 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3
BB Tahap Intensif Tahap Lanjutan
Tiap hari 2 kali seminggu
RHZE (150/75/400/275)+S RH (150/150) + E
(400)
Selama 56 hari Selama 28hari Selama 20 minggu
30-37 kg 2tab 4KDT 2 tab 4KDT 2 tab 2KDT + 2tab
+ 500mg Streptomisin Etambutol
inj
38-54 kg 3tab 4KDT 3 tab 4KDT 3 tab 2KDT + 3 tab
+ 750mg Streptomisin Etambutol
inj
55-70 kg 4tab 4KDT 4 tab 4KDT 4 tab 2KDT + 4 tab
+ 1000mg Streptomisin Etambutol
inj
≥71 kg 5tab 4KDT 5 tab 4KDT 5 tab 2KDT + 5 tab
+ 1000mg Streptomisin ( > do maks ) Etambutol
inj

4. Pemantauan kemajuan dan hasil pengobatan TB


a. Pemantauan kemajuan pengobatan TB
Pemantauan kemajuan dan hasil pengobatan pada orang dewasa
dilaksanakan dengan pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis.
Pemeriksaan dahak secara mikroskopis lebih baik dibandingkan dengan
pemeriksaan radiologis dalam memantau kemajuan pengobatan. Laju
Endap Darah (LED) tidak digunakan untuk memantau kemajuan
pengobatan karena tidak spesifik untuk TB.
Untuk memantau kemajuan pengobatan dilakukan pemeriksaan
dua contoh uji dahak (sewaktu dan pagi). Hasil pemeriksaan dinyatakan
negatif bila ke 2 contoh uji dahak tersebut negatif. Bila salah satu
contoh uji positif atau keduanya positif, hasil pemeriksaan ulang dahak
tersebut dinyatakan positif.

25
Hasil dari pemeriksaan mikroskopis semua pasien sebelum
memulai pengobatan harus dicatat. Pemeriksaan ulang dahak pasien TB
BTA positif merupakan suatu cara terpenting untuk menilai hasil
kemajuan pengobatan. Setelah pengobatan tahap awal, tanpa
memperhatikan hasil pemeriksaan ulang dahak apakah masih tetap
BTA positif atau sudah menjadi BTA negatif, pasien harus memulai
pengobatan tahap lanjutan (tanpa pemberian OAT sisipan apabila tidak
mengalami konversi). Pada semua pasien TB BTA positif, pemeriksaan
ulang dahak selanjutnya dilakukan pada bulan ke 5. Apabila hasilnya
negatif, pengobatan dilanjutkan hingga seluruh dosis pengobatan selesai
dan dilakukan pemeriksaan ulang dahak kembali pada akhir
pengobatan.
Ringkasan tindak lanjut berdasarkan hasil pemeriksaan ulang
dahak untuk memantau kemajuan hasil pengobatan:
1) Apabila hasil pemeriksaan pada akhir tahap awal negatif :
- Pada pasien baru maupun pengobatan ulang, segera diberikan
dosis pengobatan tahap lanjutan
- Selanjutnya lakukan pemeriksaan ulang dahak sesuai jadwal
(pada bulan ke 5 dan Akhir Pengobatan)
2) Apabila hasil pemeriksaan pada akhir tahap awal positif :
Pada pasien baru (mendapat pengobatan dengan paduan OAT
kategori 1) :
- Lakukan penilaian apakah pengobatan tidak teratur?. Apabila
tidak teratur, diskusikan dengan pasien tentang pentingnya
berobat teratur.
- Segera diberikan dosis tahap lanjutan (tanpa memberikan OAT
sisipan).
- Lakukan pemeriksaan ulang dahak kembali setelah pemberian
OAT tahap lanjutan satu bulan. Apabila hasil pemeriksaan
dahak ulang tetap positif, lakukan pemeriksaan uji kepekaan
obat.

26
- Apabila tidak memungkinkan pemeriksaan uji kepekaan obat,
lanjutkan pengobatan dan diperiksa ulang dahak kembali pada
akhir bulan ke 5 (menyelesaikan dosis OAT bulan ke 5 ).
Pada pasien dengan pengobatan ulang (mendapat pengobatan
dengan paduan OAT kategori 2):
- Lakukan penilaian apakah pengobatan tidak teratur?. Apabila
tidak teratur, diskusikan dengan pasien tentang pentingnya
berobat teratur.
- Pasien dinyatakan sebagai terduga pasien TB MDR
- Lakukan pemeriksaan uji kepekaan obat atau dirujuk ke RS
Pusat Rujukan TB MDR
- Apabila tidak bisa dilakukan pemeriksaan uji kepekaan obat
atau dirujuk ke RS Pusat Rujukan TB MDR, segera diberikan
dosis OAT tahap lanjutan (tanpa pemberian OAT sisipan) dan
diperiksa ulang dahak kembali pada akhir bulan ke 5
(menyelesaikan dosis OAT bulan ke 5 ).
3) Pada bulan ke 5 atau lebih :
- Baik pada pengobatan pasien baru atau pengobatan ulang
apabila hasil pemeriksaan ulang dahak hasilnya negatif,
lanjutkan pengobatan sampai seluruh dosis pengobatan selesai
diberikan
- Apabila hasil pemeriksaan ulang dahak hasilnya positif,
pengobatan dinyatakan gagal dan pasien dinyatakan sebagai
terduga pasien TB MDR .
- Lakukan pemeriksaan uji kepekaan obat atau dirujuk ke RS
Pusat Rujukan TB MDR
- Pada pasien baru (mendapat pengobatan dengan paduan OAT
kategori 1), pengobatan dinyatakan gagal. Apabila oleh karena
suatu sebab belum bisa dilakukan pemeriksaan uji kepekaan
atau dirujuk ke RS Pusat Rujukan TB MDR, berikan pengobatan
paduan OAT kategori 2 dari awal.

27
- Pada pasien TB dengan pengobatan ulang (mendapat
pengobatan dengan paduan OAT kategori 2), pengobatan
dinyatakan gagal. Harus diupayakan semaksimal mungkin agar
bisa dilakukan pemeriksaan uji kepekaan atau dirujuk ke RS
Pussat Rujukan TB MDR. Apabila oleh karena suatu sebab
belum bisa dilakukan pemeriksaan uji kepekaan atau dirujuk ke
RS Pusat Rujukan TB MDR, berikan penjelasan, pengetahuan
dan selalu dipantau kepatuhannya terhadap upaya PPI
(Pencegahan dan Pengendalian Infeksi).

b. Hasil pengobatan pasien TB


Hasil
Definisi
pengobatan
Sembuh Pasien TB paru dengan hasil pemeriksaan bakteriologis
positif pada awal pengobatan yang hasil pemeriksaan
bakteriologis pada akhir pengobatan menjadi negatif dan
pada salah satu pemeriksaan sebelumnya.
Pengobatan Pasien TB yang telah menyelesaikan pengobatan secara
lengkap lengkap dimana pada salah satu pemeriksaan sebelum akhir
pengobatan hasilnya negatif namun tanpa ada bukti hasil
pemeriksaan bakteriologis pada akhir pengobatan.
Gagal Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau
kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih
selama pengobatan atau kapan saja apabila selama dalam
pengobatan diperoleh hasil laboratorium yang
menunjukkan adanya resistensi OAT
Meninggal Pasien TB yang meninggal oleh sebab apapun sebelum
memulai atau sedang dalam pengobatan.
Putus Pasien TB yang tidak memulai pengobatannya atau yang
berobat pengobatannya terputus selama 2 bulan terus menerus atau

28
(loss to lebih.
follow-up)
Tidak Pasien TB yang tidak diketahui hasil akhir pengobatannya.
dievaluasi Termasuk dalam kriteria ini adalah ”pasien pindah
(transfer out)” ke kabupaten/kota lain dimana hasil akhir
pengobatannya tidak diketahui oleh kabupaten/kota yang
ditinggalkan.

c. Pengawasan langsung menelan obat (DOT = Directly Observed


Treatment)
Paduan pengobatan yang dianjurkan akan menyembuhkan sebagian
besar pasien TB baru tanpa memicu munculnya kuman resistan obat.
Untuk tercapainya hal tersebut, sangat penting dipastikan bahwa pasien
menelan seluruh obat yang diberikan sesuai anjuran dengan cara
pengawasan langsung oleh seorang PMO (Pengawas Menelan Obat)
agar mencegah terjadinya resistensi obat. Pilihan tempat pemberian
pengobatan sebaiknya disepakati bersama pasien agar dapat
memberikan kenyamanan.Pasien bisa memilih datang ke fasyankes
terdekat dengan kediaman pasien atau PMO datang berkunjung
kerumah pasien. Apabila tidak ada faktor penyulit, pengobatan dapat
diberikan secara rawat jalan.

1) Persyaratan PMO
- Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas
kesehatan maupun pasien, selain itu harus disegani dan dihormati
oleh pasien.
- Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien.
- Bersedia membantu pasien dengan sukarela.
- Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama
dengan pasien

29
2) Siapa yang bisa jadi PMO
Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya Bidan di Desa,
Perawat, Pekarya, Sanitarian, Juru Immunisasi, dan lain lain. Bila tidak
ada petugas kesehatan yang memungkinkan, PMO dapat berasal dari
kader kesehatan, guru, anggota PPTI, PKK, atau tokoh masyarakat
lainnya atau anggota keluarga.
3) Tugas seorang PMO
- Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai
selesai pengobatan.
- Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur.
- Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang
telah ditentukan.
- Memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yang
mempunyai gejala-gejala mencurigakan TB untuk segera
memeriksakan diri ke Unit Pelayanan Kesehatan.
Tugas seorang PMO bukanlah untuk mengganti kewajiban pasien
mengambil obat dari unit pelayanan kesehatan.
4) Informasi penting yang perlu dipahami PMO untuk disampaikan
kepada pasien dan keluarganya:
- TB disebabkan kuman, bukan penyakit keturunan atau kutukan
- TB dapat disembuhkan dengan berobat teratur
- Cara penularan TB, gejala-gejala yang mencurigakan dan cara
pencegahannya
- Cara pemberian pengobatan pasien (tahap intensif dan lanjutan)
- Pentingnya pengawasan supaya pasien berobat secara teratur
- Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera
meminta pertolongan ke fasyankes.

30
DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.2014.


Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta: Kementerian Kesehatan
RI
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). 2011. Pedoman Diagnosis Dan
Penatalaksanaan Tuberkulosis Di Indonesia
Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. 2016. Infodatin
Tuberkulosis. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI

31

Anda mungkin juga menyukai