LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
Nama Pasien : Tn. W
Usia : 32 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Buayan
Pekerjaan : Tidak be
Tanggal Masuk RS : 27 Juli 2017
Tanggal pemeriksaan : 27 Juli 2017
II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Batuk berda
1
C. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat keluhan serupa : Disangkal
Riwayat Asma : Disangkal
Riwayat Diabetes mellitus : Disangkal
Riwayat Hipertensi : Disangkal
Riwayat alergi : Disangkal
D. Riwayat Pribadi
Riwayat merokok : Diakui
Minum-minuman beralkohol : Disangkal
E. Riwayat Keluarga
Riwayat keluhan serupa : Disangkal
Riwayat Asma : Disangkal
Riwayat Diabetes mellitus : Disangkal
Riwayat Hipertensi : Disangkal
Riwayat alergi : Disangkal
B. Pemeriksaan fisik
Kepala : Konjungtiva anemis (-/-)
sklera ikterik (-/-)
2
nafas cuping hidung (-)
Leher : Retraksi suprasternal (-), deviasi trachea (-), peningkatan
JVP (-), pembesaran kelenjar limfe (+)
Thorax : Paru-paru
Inspeksi : Dada simetris, tidak ada benjolan, tidak
ditemukan ketinggalan gerak, tidak
ditemukan retraksi intercostae, inspirasi
sama dengan ekspirasi
Palpasi :
Ketinggalan gerak
Depan Belakang
- - - -
- - - -
- - - -
Fremitus raba
Depan Belakang
N N N N
N N N N
N N N N
Perkusi
Depan Belakang
S S S S
S S S S
S S S S
3
Auskultasi
Depan Belakang
N N N N
N N N N
N N N N
4
5 Ureum 23 <55
6 Creatinin 0,8 0,8-1,4
7 SGOT 53 0-37
8 SGPT 52 0-40
Hasil :
3. Pemeriksaan sputum
Tidak dilakukan
V. ASSESMENT/DIAGNOSIS KERJA
a. Diagnosis Kerja : TB Paru
5
VI. TATALAKSANA
- Infus RL 20 tpm
- Inj Ceftriaxon 2x1gr
- Ambroxol 3x1 tab
- Paracetamol 3x500mg
LEMBAR FOLLOW UP
Tanggal Planning
27-7- S/ -Infus RL 20 tpm
2017 Sesak nafas (+), demam (+), batuk (+) -Inj Levofloxacin 1x1
O/
-Ambroxol 3x1
TD : 120/80 | N: 84 x/m | RR : 20 x/m
S : 38,5 0C -Paracetamol 3x500mg
K|L: CA (-/-) SI (-/-) PKGB (+/-)
-FDC 1x3
Thorak
Cor : BJ 1, 2 reguler | Bising (-) -Curcuma 2x1
Pulmo :
Ketinggalan gerak (-)
SDV (+/+)
Rho (-/+) Whe (-/-)
A/
TB Paru dgn Destroyed lung
28-7- S/ -Infus RL 20 tpm
2017 Sesak nafas (+), demam (+), batuk (+) -Inj Levofloxacin 1x1
Demam (+), nyeri kepala (+), sering
-Ambroxol 3x1
menggigil (+)
O/ -Paracetamol 3x500mg
TD : 120/80 | N: 84 x/m | RR : 20 x/m
-FDC 1x3
S: 37,6 0 C
K|L: CA (-/-) SI (-/-) PKGB (+/-) -Curcuma 2x1
Thorak
Cor : BJ 1, 2 reguler | Bising (-)
Pulmo :
Ketinggalan gerak (-)
SDV (+/+)
Rho (-/-) Whe (-/-)
6
Abdomen : peristaltik usus normal,
perkusi : timpani
A/
TB Paru dgn Destroyed lung
29-7- S/ -Infus RL 20 tpm
2017 Batuk (+), Demam (+) kaki kiri -Inj Levofloxacin 1x1
kesemutan
-Ambroxol 3x1
O/
TD : 110/70 | N: 88 x/m | RR : 22 x/m -Paracetamol 3x500mg
S:37 0C
-FDC 1x3
K|L: CA (-/-) SI (-/-) PKGB (+/-)
Thorak -Curcuma 2x1
Cor : BJ 1, 2 reguler | Bising (-)
Pulmo :
Ketinggalan gerak (-)
SDV (+/+)
Rho (-/-) Whe (-/-)
A/
TB Paru dgn Destroyed lung
30-7- S/ -Infus RL 20 tpm
2017 Batuk (+), Demam (+) lemas (+) diare -Inj Levofloxacin 1x1
cair 1kali
-Ambroxol 3x1
O/
TD : 110/80 | N: 82 x/m | RR : 22 x/m -Paracetamol 3x500mg
S: 38,6 0C
-FDC 1x3
K|L: CA (-/-) SI (-/-) PKGB (+/-)
Thorak -Curcuma 2x1
Cor : BJ 1, 2 reguler | Bising (-)
Pulmo :
Ketinggalan gerak (-)
SDV (+/+)
Rho (-/-) Whe (-/-)
Abdomen : peristaltik usus normal,
perkusi : timpani
7
A/
TB Paru dgn Destroyed lung
31-7- S/ -Infus RL 20 tpm
2017 Batuk (+), Demam (+) pusing berputar -Inj Levofloxacin 1x1
O/
-Ambroxol 3x1
TD : 110/70 | N: 84 x/m | RR : 22 x/m
S : 37 0C -Paracetamol 3x500mg
K|L: CA (-/-) SI (-/-) PKGB (+/-)
-FDC 1x3
Thorak
Cor : BJ 1, 2 reguler | Bising (-) -Curcuma 2x1
Pulmo :
Ketinggalan gerak (-)
SDV (+/+)
Rho (-/-) Whe (-/-)
A/
TB Paru dgn Destroyed lung
1-8-2017 S/ -Infus RL 20 tpm
Batuk (+), Demam (+) keringat dingin -Inj Levofloxacin 1x1
(+), lemas (+)
-Ambroxol 3x1
O/
TD : 120/80 | N: 88 x/m | RR : 22 x/m -Paracetamol 3x500mg
S : 37 0C
-FDC 1x3
K|L: CA (-/-) SI (-/-) PKGB (+/-)
Thorak -Curcuma 2x1
Cor : BJ 1, 2 reguler | Bising (-)
Pulmo :
Ketinggalan gerak (-)
SDV (+/+)
Rho (-/-) Whe (-/-)
A/
TB Paru dgn Destroyed lung
2-8-2017 S/ BLPL
Batuk (+), Demam (+) badan lemas FDC 1x3
O/ Salbutamol 2x1
8
TD : 110/70 | N: 84 x/m | RR : 22 x/m Sanfuliq 2x1
S : 36 0C
K|L: CA (-/-) SI (-/-) PKGB (+/-)
Thorak
Cor : BJ 1, 2 reguler | Bising (-)
Pulmo :
Ketinggalan gerak (-)
SDV (+/+)
Rho (-/-) Whe (-/-)
A/
TB Paru dgn Destroyed lung
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
infeksi Mycobacterium tuberculosis, yang dapat menyerang berbagai organ
terutama paru-paru. Penyakit ini bila tidak diobati atau pengobatan tidak
tuntas akan menimbulkan komplikasi berbahaya hingga kematian. TB
diperkirakan sudah ada di dunia sejak 5000 tahun sebelum Masehi, namun
kemajuan dalam penemuan dan pengendalian penyakit TB baru terjadi dalam
dua abd terakhir.
B. PATOGENESIS
Tuberkulosis primer
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di
jaringan paru, dimana ia akan membentuk suatu sarang pneumonik, yang
disebut sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini mugkin timbul di
bagian mana saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang
primer akan kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus
(limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar
getah bening di hilus (limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama
dengan limfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks
primer ini akan mengalami salah satu nasib sebagai berikut :
1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad
integrum)
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon,
garis fibrotik, sarang perkapuran di hilus)
3. Menyebar dengan cara :
a. Perkontinuitatum, menyebar kesekitarnya. Salah satu contoh adalah
epituberkulosis, yaitu suatu kejadian dimana terdapat penekanan
bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang
membesar sehingga menimbulkan obstruksi pada saluran napas
10
bersangkutan, dengan akibat atelektasis. Kuman tuberkulosis akan
menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat ini ke lobus yang
atelektasis dan menimbulkan peradangan pada lobus yang
atelektasis tersebut, yang dikenal sebagai epituberkulosis.
b. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun
ke paru sebelahnya.
c. Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Kejadian penyebaran
ini sangat bersangkutan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan
virulensi basil. Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh secara
spontan, akan tetapi bila tidak terdapat imuniti yang adekuat,
penyebaran ini akan menimbulkan keadaan cukup gawat seperti
tuberkulosis milier, meningitis tuberkulosa, typhobacillosis
Landouzy. Penyebaran ini juga dapat menimbulkan tuberkulosis
pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal,
genitalia dan sebagainya. Komplikasi dan penyebaran ini mungkin
berakhir dengan :
Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan
terbelakang pada anak setelah mendapat ensefalomeningitis,
tuberkuloma ) atau
Meninggal
Tuberkulosis post-primer
Dari tuberkulosis primer ini akan muncul bertahun-tahun kemudian
tuberkulosis post-primer, biasanya pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis post
primer mempunyai nama yang bermacam macam yaitu tuberkulosis bentuk
dewasa, localized tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan sebagainya.
Bentuk tuberkulosis inilah yang terutama menjadi problem kesehatan rakyat,
karena dapat menjadi sumber penularan. Tuberkulosis post-primer dimulai
dengan sarang dini, yang umumnya terletak di segmen apikal dari lobus
11
superior maupun lobus inferior. Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu
sarang pneumonik kecil. Nasib sarang pneumonik ini akan mengikuti salah
satu jalan sebagai berikut :
12
C. KLASIFIKASI
1. Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA)
TB paru dibagi dalam :
a. Tuberkulosis Paru BTA (+)
Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan
hasil BTA positif
Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA
positif dan kelainan radiologik menunjukkan gambaran
tuberkulosis aktif
Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA
positif dan biakan positif
b. Tuberkulosis Paru BTA (-)
Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif,
gambaran klinik dan kelainan radiologik menunjukkan
tuberkulosis aktif serta tidak respons dengan pemberian
antibiotik spektrum luas
Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif
dan biakan M.tuberculosis positif
2. Berdasarkan Tipe Penderita
Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya.
Ada beberapa tipe penderita yaitu :
a. Kasus baru
Adalah penderita yang belum pernah mendapat pengobatan dengan
OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (30
dosis harian)
b. Kasus kambuh (relaps)
Adalah penderita tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau
pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil
pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif. Bila hanya
menunjukkan perubahan pada gambaran radiologik sehingga
13
dicurigai lesi aktif kembali, harus dipikirkan beberapa
kemungkinan :
Infeksi sekunder
Infeksi jamur
TB paru kambuh
c. Kasus pindahan (Transfer In)
Adalah penderita yang sedang mendapatkan pengobatan di suatu
kabupaten dan kemudian pindah berobat ke kabupaten lain.
Penderita pindahan tersebut harus membawa surat rujukan/pindah
d. Kasus lalai berobat
Adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan, dan
berhenti 2 minggu atau lebih, kemudian datang kembali berobat.
Umumnya penderita tersebut kembali dengan hasil pemeriksaan
dahak BTA positif.
e. Kasus Gagal
Adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif atau
kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum
akhir pengobatan)
Adalah penderita dengan hasil BTA negatif gambaran radiologik
positif menjadi BTA positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan dan
atau gambaran radiologik ulang hasilnya perburukan
f. Kasus kronik
Adalah penderita dengan hasil pemeriksaan dahak BTA masih
positif setelah selesai pengobatan ulang kategori 2 dengan
pengawasan yang baik
g. Kasus bekas TB
Hasil pemeriksaan dahak mikroskopik (biakan jika ada fasilitas)
negatif dan gambaran radiologik paru menunjukkan lesi TB
inaktif, terlebih gambaran radiologik serial menunjukkan
gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT yang adekuat
akan lebih mendukung
14
Pada kasus dengan gambaran radiologik meragukan lesi TB aktif,
namun setelah mendapat pengobatan OAT selama 2 bulan ternyata
tidak ada perubahan gambaran radiologik
3. Berdasar lokasi anatomi dari penyakit
a. Tuberkulosis paru
Adalah TB yang terjadi pada parenkim (jaringan) paru. Milier TB
dianggap sebagai TB paru karena adanya lesi pada jaringan paru.
Limfadenitis TB dirongga dada (hilus dan atau mediastinum) atau
efusi pleura tanpa terdapat gambaran radiologis yang mendukung
TB pada paru, dinyatakan sebagai TB ekstra paru. Pasien yang
menderita TB paru dan sekaligus juga menderita TB ekstra paru,
diklasifikasikan sebagai pasien TB paru.
b. Tuberkulosis ekstra paru
Adalah TB yang terjadi pada organ selain paru, misalnya: pleura,
kelenjar limfe, abdomen, saluran kencing, kulit, sendi, selaput otak
dan tulang. Diagnosis TB ekstra paru dapat ditetapkan berdasarkan
hasil pemeriksaan bakteriologis atau klinis. Diagnosis TB ekstra
paru harus diupayakan berdasarkan penemuan Mycobacterium
tuberculosis. Pasien TB ekstra paru yang menderita TB pada
beberapa organ, diklasifikasikan sebagai pasien TB ekstra paru
pada organ menunjukkan gambaran TB yang terberat.
15
c. Multi drug resisten (TB MDR): resisten terhadap Isoniazid (H)
dan Rifampisin (R) secara bersamaan
d. Extensive drug resisten (TB XDR): adalah TB MDR yang
sekaligus juga resisten terhadap salah satu OAT golongan
fluorokuinolon dan minimal salah satu dari OAT lini kedua jenis
suntikan (Kanamisin, Kapreomisin dan Amikasin)
e. Resisten Rifampisin (TB RR): resisten terhadap Rifampisin
dengan atau tanpa resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi
menggunakan metode genotip (tes cepat) atau metode fenotip
(konvensional).
16
D. DIAGNOSIS
1. Gejala klinik
Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu
gejala respiratorik (atau gejala organ yang terlibat) dan gejala sistemik.
a. Gejala respiratorik
batuk ≥ 2 minggu
batuk berdahak bercampur darah atau batuk darah
sesak napas
nyeri dada
b. Gejala sistemik
Demam meriang lebih dari satu bulan
gejala sistemik lain: malaise, keringat malam tanpa kegiatan fisik,
anoreksia, berat badan menurun
Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru
selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan
lain-lain. Mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini masih tinggi,
maka setiap orang yang datang ke fasyankes dengan gejala tersebut
diatas, dianggap sebagai seorang terduga pasien TB, dan perlu dilakukan
pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.
2. Pemeriksaan Dahak
a. Pemeriksaan dahak mikroskopis langsung
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai
keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan.
Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan
mengumpulkan 3 contoh uji dahak yang dikumpulkan dalam dua
hari kunjungan yang berurutan berupa dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu
(SPS):
S (sewaktu): dahak ditampung pada saat terduga pasien TB
datang berkunjung pertama kali ke fasyankes. Pada saat pulang,
17
terduga pasien membawa sebuah pot dahak untuk menampung
dahak pagi pada hari kedua.
P (Pagi): dahak ditampung di rumah pada pagi hari kedua,
segera setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri
kepada petugas di fasyankes.
S (sewaktu): dahak ditampung di fasyankes pada hari kedua,
saat menyerahkan dahak pagi.
b. Pemeriksaan Biakan
Pemeriksaan biakan untuk identifikasi Mycobacterium tuberkulosis
(M.tb) dimaksudkan untuk menegakkan diagnosis pasti TB pada
pasien tertentu, misal:
Pasien TB ekstra paru.
Pasien TB anak.
Pasien TB dengan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis
langsung BTA negatif.
Pemeriksaan tersebut dilakukan disarana laboratorium yang
terpantau mutunya. Apabila dimungkinkan pemeriksaan dengan
menggunakan tes cepat yang direkomendasikan WHO maka untuk
memastikan diagnosis dianjurkan untuk memanfaatkan tes cepat
tersebut.
18
menyediakan tes cepat yaitu GeneXpert ke fasilitas kesehatan
(laboratorium dan RS) diseluruh provinsi.
4. Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA dengan atau tanpa foto lateral.
Pemeriksaan lain atas indikasi : foto apiko-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada
pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran
bermacam-macam bentuk (multiform). Gambaran radiologik yang
dicurigai sebagai lesi TB aktif :
Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus
atas paru dan segmen superior lobus bawah
Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak
berawan atau nodular
Bayangan bercak milier
Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif
Fibrotik pada segmen apikal dan atau posterior lobus atas
Kalsifikasi atau fibrotic
Kompleks ranke
Fibrotoraks/Fibrosis parenkim paru dan atau penebalan pleura Luluh
Paru (Destroyed Lung ) :
- Gambaran radiologik yang menunjukkan kerusakan jaringan paru
yang berat, biasanya secara klinis disebut luluh paru .
- Gambaran radiologik luluh paru terdiri dari atelektasis, multikaviti
dan fibrosis parenkim paru. Sulit untuk menilai aktivitas lesi atau
penyakit hanya berdasarkan gambaran radiologik tersebut.
19
Gambar 1: Alur diagnosis dan tindak lanjut pasien TB dewasa
20
E. PENGOBATAN TUBERKULOSIS
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3
bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri
dari paduan obat utama dan tambahan.
1. Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
Tabel 1. OAT Lini Pertama
21
Tabel 3. OAT yang digunakan dalam pengobatan TB MDR
22
Paduan OAT Kategori-1 dan Kategori-2 disediakan dalam bentuk
paket obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri
dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan
dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu
pasien.
Paket Kombipak adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid,
Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister.
Paduan OAT ini disediakan program untuk digunakan dalam pengobatan
pasien yang terbukti mengalami efek samping pada pengobatan dengan OAT
KDT sebelumnya.
Paduan OAT Kategori Anak disediakan dalam bentuk paket obat
kombinasi dosis tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari
kombinasi 3 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat
badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.
Paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket,
dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin
kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket untuk
satu (1) pasien dalam satu (1) masa pengobatan.
Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket KDT
mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB, yaitu:
a. Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin
efektifitas obat dan mengurangi efek samping.
b. Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko
terjadinya resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan
resep
c. Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat
menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien
23
Pasien TB paru terkonfirmasi bakteriologis.
Pasien TB paru terdiagnosis klinis
Pasien TB ekstra paru
24
Tabel 6. Dosis Paduan OAT KDT Kategori 2: 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3
BB Tahap Intensif Tahap Lanjutan
Tiap hari 2 kali seminggu
RHZE (150/75/400/275)+S RH (150/150) + E
(400)
Selama 56 hari Selama 28hari Selama 20 minggu
30-37 kg 2tab 4KDT 2 tab 4KDT 2 tab 2KDT + 2tab
+ 500mg Streptomisin Etambutol
inj
38-54 kg 3tab 4KDT 3 tab 4KDT 3 tab 2KDT + 3 tab
+ 750mg Streptomisin Etambutol
inj
55-70 kg 4tab 4KDT 4 tab 4KDT 4 tab 2KDT + 4 tab
+ 1000mg Streptomisin Etambutol
inj
≥71 kg 5tab 4KDT 5 tab 4KDT 5 tab 2KDT + 5 tab
+ 1000mg Streptomisin ( > do maks ) Etambutol
inj
25
Hasil dari pemeriksaan mikroskopis semua pasien sebelum
memulai pengobatan harus dicatat. Pemeriksaan ulang dahak pasien TB
BTA positif merupakan suatu cara terpenting untuk menilai hasil
kemajuan pengobatan. Setelah pengobatan tahap awal, tanpa
memperhatikan hasil pemeriksaan ulang dahak apakah masih tetap
BTA positif atau sudah menjadi BTA negatif, pasien harus memulai
pengobatan tahap lanjutan (tanpa pemberian OAT sisipan apabila tidak
mengalami konversi). Pada semua pasien TB BTA positif, pemeriksaan
ulang dahak selanjutnya dilakukan pada bulan ke 5. Apabila hasilnya
negatif, pengobatan dilanjutkan hingga seluruh dosis pengobatan selesai
dan dilakukan pemeriksaan ulang dahak kembali pada akhir
pengobatan.
Ringkasan tindak lanjut berdasarkan hasil pemeriksaan ulang
dahak untuk memantau kemajuan hasil pengobatan:
1) Apabila hasil pemeriksaan pada akhir tahap awal negatif :
- Pada pasien baru maupun pengobatan ulang, segera diberikan
dosis pengobatan tahap lanjutan
- Selanjutnya lakukan pemeriksaan ulang dahak sesuai jadwal
(pada bulan ke 5 dan Akhir Pengobatan)
2) Apabila hasil pemeriksaan pada akhir tahap awal positif :
Pada pasien baru (mendapat pengobatan dengan paduan OAT
kategori 1) :
- Lakukan penilaian apakah pengobatan tidak teratur?. Apabila
tidak teratur, diskusikan dengan pasien tentang pentingnya
berobat teratur.
- Segera diberikan dosis tahap lanjutan (tanpa memberikan OAT
sisipan).
- Lakukan pemeriksaan ulang dahak kembali setelah pemberian
OAT tahap lanjutan satu bulan. Apabila hasil pemeriksaan
dahak ulang tetap positif, lakukan pemeriksaan uji kepekaan
obat.
26
- Apabila tidak memungkinkan pemeriksaan uji kepekaan obat,
lanjutkan pengobatan dan diperiksa ulang dahak kembali pada
akhir bulan ke 5 (menyelesaikan dosis OAT bulan ke 5 ).
Pada pasien dengan pengobatan ulang (mendapat pengobatan
dengan paduan OAT kategori 2):
- Lakukan penilaian apakah pengobatan tidak teratur?. Apabila
tidak teratur, diskusikan dengan pasien tentang pentingnya
berobat teratur.
- Pasien dinyatakan sebagai terduga pasien TB MDR
- Lakukan pemeriksaan uji kepekaan obat atau dirujuk ke RS
Pusat Rujukan TB MDR
- Apabila tidak bisa dilakukan pemeriksaan uji kepekaan obat
atau dirujuk ke RS Pusat Rujukan TB MDR, segera diberikan
dosis OAT tahap lanjutan (tanpa pemberian OAT sisipan) dan
diperiksa ulang dahak kembali pada akhir bulan ke 5
(menyelesaikan dosis OAT bulan ke 5 ).
3) Pada bulan ke 5 atau lebih :
- Baik pada pengobatan pasien baru atau pengobatan ulang
apabila hasil pemeriksaan ulang dahak hasilnya negatif,
lanjutkan pengobatan sampai seluruh dosis pengobatan selesai
diberikan
- Apabila hasil pemeriksaan ulang dahak hasilnya positif,
pengobatan dinyatakan gagal dan pasien dinyatakan sebagai
terduga pasien TB MDR .
- Lakukan pemeriksaan uji kepekaan obat atau dirujuk ke RS
Pusat Rujukan TB MDR
- Pada pasien baru (mendapat pengobatan dengan paduan OAT
kategori 1), pengobatan dinyatakan gagal. Apabila oleh karena
suatu sebab belum bisa dilakukan pemeriksaan uji kepekaan
atau dirujuk ke RS Pusat Rujukan TB MDR, berikan pengobatan
paduan OAT kategori 2 dari awal.
27
- Pada pasien TB dengan pengobatan ulang (mendapat
pengobatan dengan paduan OAT kategori 2), pengobatan
dinyatakan gagal. Harus diupayakan semaksimal mungkin agar
bisa dilakukan pemeriksaan uji kepekaan atau dirujuk ke RS
Pussat Rujukan TB MDR. Apabila oleh karena suatu sebab
belum bisa dilakukan pemeriksaan uji kepekaan atau dirujuk ke
RS Pusat Rujukan TB MDR, berikan penjelasan, pengetahuan
dan selalu dipantau kepatuhannya terhadap upaya PPI
(Pencegahan dan Pengendalian Infeksi).
28
(loss to lebih.
follow-up)
Tidak Pasien TB yang tidak diketahui hasil akhir pengobatannya.
dievaluasi Termasuk dalam kriteria ini adalah ”pasien pindah
(transfer out)” ke kabupaten/kota lain dimana hasil akhir
pengobatannya tidak diketahui oleh kabupaten/kota yang
ditinggalkan.
1) Persyaratan PMO
- Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas
kesehatan maupun pasien, selain itu harus disegani dan dihormati
oleh pasien.
- Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien.
- Bersedia membantu pasien dengan sukarela.
- Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama
dengan pasien
29
2) Siapa yang bisa jadi PMO
Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya Bidan di Desa,
Perawat, Pekarya, Sanitarian, Juru Immunisasi, dan lain lain. Bila tidak
ada petugas kesehatan yang memungkinkan, PMO dapat berasal dari
kader kesehatan, guru, anggota PPTI, PKK, atau tokoh masyarakat
lainnya atau anggota keluarga.
3) Tugas seorang PMO
- Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai
selesai pengobatan.
- Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur.
- Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang
telah ditentukan.
- Memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yang
mempunyai gejala-gejala mencurigakan TB untuk segera
memeriksakan diri ke Unit Pelayanan Kesehatan.
Tugas seorang PMO bukanlah untuk mengganti kewajiban pasien
mengambil obat dari unit pelayanan kesehatan.
4) Informasi penting yang perlu dipahami PMO untuk disampaikan
kepada pasien dan keluarganya:
- TB disebabkan kuman, bukan penyakit keturunan atau kutukan
- TB dapat disembuhkan dengan berobat teratur
- Cara penularan TB, gejala-gejala yang mencurigakan dan cara
pencegahannya
- Cara pemberian pengobatan pasien (tahap intensif dan lanjutan)
- Pentingnya pengawasan supaya pasien berobat secara teratur
- Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera
meminta pertolongan ke fasyankes.
30
DAFTAR PUSTAKA
31