Epilepsi Anak
Epilepsi Anak
EPILEPSI
- PENDAHULUAN
ILAE (The International League Against Epilepsy) telah mempublikasikan klasifikasi
tipe kejang versi 2017 yang merupakan revisi dari versi sebelumnya (ILAE 1981) dan tipe
epilepsi versi 2017 yang merupakan revisi dari ILAE 1989. Revisi tersebut terjadi karena
klasifikasi yang lama dianggap kuno dan tidak lagi cukup untuk melingkupi epilepsi
(inadekuat) yang disebabkan oleh majunya perkembangan yang signifikan pada
neuroimajing, teknologi genomik, dan biologi molekuler pada beberapa dekade terakhir.1,2
Pada klasifikasi yang baru ini, memungkinkan pembentukan diagnosis pada empat
level, tergantung dari informasi yang tersedia. Hal ini memungkinkan adanya diagnosis pada
keempat level di tempat yang memiliki sarana dan prasarana yang lengkap, dan diagnosis
yang lebih singkat pada tempat lainnya. Diagnosis level pertama merupakan diagnosis tipe
bangkitan di mana diperlukan klinisi meyakini pasien mengalami bangkitan epileptik
sebagaimana didefinisikan oleh Klasifikasi Kejang ILAE 2017 yang baru. Setelah diagnosis
tipe bangkitan, langkah selanjutnya adalah diagnosis tipe epilepsi, termasuk epilepsi fokal,
epilepsi umum, gabungan epilepsi umum dan fokal, dan juga kelompok epilepsi yang tidak
diketahui. Level ketiga adalah sindrom epilepsi di mana diagnosis sindromik spesifik dapat
dibuat. Setelah itu baru kita mencari etiologi pada masing-masing penderita. Klasifikasi baru
menggabungkan etiologi di sepanjang setiap tahap, menekankan kebutuhan untuk
mempertimbangkan etiologi pada setiap langkah diagnosis karena sering membawa implikasi
untuk pengobatan yang signifikan. Etiologi dibagi menjadi enam kelompok berdasarkan pada
perbedaan terapi.2
Epilepsi dianggap "teratasi" dalam situasi berikut: 1) pada pasien dengan sindrom epilepsi
yang tergantung usia, lebih tua dari usia di mana sindrom ini aktif 2) pasien yang telah bebas
kejang selama ≥10 tahun dan telah berhenti menggunakan obat-obatan untuk ≥5 tahun. ". 3,4
Epilepsi didefinisikan ulang oleh ILAE sebagai "disease" dan bukan "disorder" Istilah
"disease" ini lebih menekankan pada pasien, dokter dan masyarakat akan pentingnya dan
dampak epilepsi. 1,5
1. Klasifikasi bangkitan
Klasifikasi bangkitan baru memiliki dua versi yaitu klasifikasi dasar dan diperluas,
tergantung atas kebutuhan dan keahlian dari individu yang memanfaatkan klasifikasi. .
Harapannya adalah versi dasar akan lebih bermanfaat bagi dokter dalam praktek umum,
dokter anak, non-neurologis dan ahli saraf umum, perawat dan pekerja perawatan
kesehatan, sedangkan versi yang diperluas akan membantu epileptologists /
neurophysiologists dan peneliti. 3
3. Sindrom Epilepsi
Sindroma epilepsi mewakili suatu keadaan di mana terdapat suatu kompleks
tanda dan gejala yang bersama dikenal sebagai kelainan bangkitan klinis yang khas.
Beberapa sindroma dikaitkan dengan satu etiologi yang spesifik (mis. Mutasi SCN1A
pada Sindroma Dravet), lainnya dikaitkan dengan etiologi yang luas dan kompleks.
Sindroma-sindroma ini dapat diidentifikasi berdasarkan usia onset, bentuk bangkitan,
karakteristik EEG, etiologi dan komorbiditas yang menyertainya. Sindroma epilepsi
secara spesifik lebih sering diidentifikasi pada anak-anak daripada dewasa.1.2
Sindrom epilepsi terdiri dari beberapa fitur spesifik dan banyak dari sindroma
ini yang telah memiliki nama. Diagnosa sindrom epilepsi akan lebih memberikan
banyak informasi dibanding dengan diagnosis tipe epilepsi saja pada orang yang
sama. Namun tipe epilepsi saja bisa menjadi diagnosa akhir apabila pada pasien
tersebut tidak dapat digolongkan suatu sindrom.1,2
4. Etiologi Epilepsi
Penyebab epilepsi harus dipikirkan oleh klinisi sejak awal ditemukan
bangkitan pada pasien karena berperan dalam tatalaksana epilepsi dan prognosis
pasien. Terminologi idiopatik, simtomatik, dan kriptogenik yang dahulu dikenal sudah
dihapuskan pada revisi ILAE 2010. Etiologi epilepsi ini harus dipertimbangkan pada
seluruh level diagnosis. Beberapa diagnosis dapat memiliki etiologi gabungan dan
dapat dituliskan bersamaan (mis. kejang pada tuberous sclerosis memiliki etiologi
genetik-struktural) . Saat ini ILAE membagi penyebab epilepsi menjadi 6 kategori :
1) Struktural
Bila ditemukan kelainan dari pencitraan otak yang sesuai dengan semiologi kejang
dan gambaran EEG, maka dipikirkan sebagai penyebab dari kejang (mis. cortical
dysplacia, stroke, trauma)
2) Genetik
Kelainan genetik dengan kejang sebagai salah satu fitur utamanya dapat masuk ke
kategori ini. Kelainan genetik dapat dianggap menjadi penyebab epilepsi jika
terdapatnya riwayat epilepsi pada keluarga yang didukung oleh EEG dan
semiologi yang sesuai tanpa pemeriksaan genetik molekular sudah cukup untuk
menduga genetik menjadi penyebab dari epilepsi. Termasuk di dalamnya adalah
sindroma epilepsi genetik umum (childhood absence epilepsy, juvenile absence
epilepsy, juvenile myoclonic epilepsy)
3) Infeksi
Infeksi SSP dapat menyebabkan baik bangkitan simtomatik akut ataupun epilepsi.
Klinisi harus menyadari bahwa infeksi merupakan salah satu penyebab paling
sering dari epilepsi di dunia terutama pada daerah-daerah tertentu. Beberapa
penyebab infeksi yang sering menyebabkan epilepsi adalah HIV,
neurosistiserkosis, malaria, dan tuberculosis.
4) Metabolik
Pasien epilepsi yang memiliki gangguan metabolik yang dianggap sebagai
penyebab epilepsi. Pada beberapa penderita gangguan metabolik yang sementara
hanya menyebabkan kejang sesaat (acute sympomatic seizure).
5) Imunitas
Penyakit Auto-immune atau keadaan immune-mediated menjadi penyebab
munculnya epilepsi, seperti dapat ditemukan pada NMDA receptor encephalitis.
6) Unknown
Pasien epilepsi yang belum diketahui penyebabnya, terminologi ini menggantikan
terminologi ‘kriptogenik’ pada klasifikasi sebelumnya. Epilepsi dengan imaging
yang normal, tidak adanya kelainan genetik yang terdokumentasi, tidak
ditemukannya kelainan metabolik, autoimmune, atau infeksi. Masuk juga ke
dalam kategori ini adalah beberapa kondisi yang sebelumnya diklasifikasikan
sebagai epilepsi fokal idiopatik (benign epilepsy of childhood with centrotemporal
spikes dan sindroma Panayiotopoulos) di mana kontribusi genetik masih
dipikirkan namun bukti saat ini menunjukkan bahwa faktor genetik bukan
merupakan faktor pencetus utama.
5. Komorbiditas
Penderita epilepsi sering mengalami gangguan sosial berupa hilangnya rasa
independence, kesulitan mencari pekerjaan (underemployment), berkurangnya
aktivitas fisik dan leisure, dan peningkatan kemungkinan gangguan kejiwaan seperti
depresi, anxiety dan suicidality. Hal tersebut di atas harus selalu diperhatikan klinisi
saat mengkaji penderita epilepsi. Efek gangguan mood akibat obat anti epilepsi
(OAE) sendiri juga dapat menyebabkan gangguan depresi atau suicidality. Gangguan
kognisi sering didapatkan pada penderita epilepsi dan dapat memburuk seiring
berjalannya waktu. Faktor-faktor yang mempengaruhi gangguan kognisi pada pasien
epilepsi yaitu etiologi kejang, efek OAE, bangkitan frekuen atau bangkitan
prolonged, dan komorbid gangguan mood.
Gangguan tidur terutama obstructive sleep apnea dan insomnia sering
ditemukan pada penderita epilepsi dan dapat berkontribusi untuk kontrol bangkitan
yang lebih sulit dan gangguan quality of life. Pada penderita dewasa, komorbiditas
akibat OAE cenderung lebih tinggi berupa kelainan jantung, hipertensi, obesitas,
kelainan densitas tulang, dan kelainan metabolik lainnya. Penderita epilepsi juga
memiliki resiko lebih tinggi untuk terjadinya mortalitas prematur dibandingkan
dengan populasi umum. Penyebab kematian yang secara langsung mempengaruhi
penderita epilepsi adalah sudden unexpected death in epilepsy (SUDEP), status
epileptikus, kecelakaan yang tidak diinginkan, dan bunuh diri.
DAFTAR PUSTAKA
1. Fisher S.F, Cross J.H, Instruction manual for the ILAE 2017 operational
classification of seizure types. Epilepsia, 58(4):531–542, 2017
2. Berg, A.T., Berkovic, S.F., Brodie, M.J., Buchhalter, et al. Revised terminology and
concepts for organization of kejang and epilepsies: report of the ILAE commission on
classification and terminology, 2005–2009. Epilepsia 51, 676–685. 2010
3. Walter J, Scheffer I.E, Fisher R.S, The new definition and classification of kejang and
epilepsy. Epilepsy Research. 2017
4. PERDOSSI, Pedoman Tatalaksana Epilepsi. Airlangga : 2014
5. Fisher, R.S., Acevedo, C., Arzimanoglou, A., et al. ILAE official report: a practical
clinical definition of epilepsy. Epilepsia 55 (4), 475–482. 2014
6. Brodie M, Zuberi S,M. The 2017 ILAE Classification of Seizure Types and The
Epilepsies : What do people with epilepsy and their caregivers need to know?.
Epileptic Discord 2018; 20(2):77-87