Anda di halaman 1dari 12

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan lindung, baik
yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan
tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung
perikehidupan dan penghidupan. Permukiman mengandung unsur isi dan unsur wadah.
Unsur isi terdiri dari manusia sebagai individu (man) dan manusia sebagai makhluk
sosial (society). Sedangkan unsur wadah terdiri dari tiga bagian yaitu alam (nature),
lingkungan (shells) dan jejaring (network). Menurut Doxiadis, shells atau ruang
bangunan atau bangunan gedung hingga kelompok yang mencapai skala permukiman,
kampung, kota, dan aglomerasi fisik wilayah, tempat manusia tinggal.

Wilayah pesisir merupakan wilayah yang unik karena merupakan tempat


percampuran antara daratan dan lautan, hal ini berpengaruh terhadap kondisi fisik dan
pada umumnya daerah yang berada di sekitar laut memiliki kontur yang relatif datar.
Adanya kondisi seperti ini sangat mendukung bagi wilayah pesisir dijadikan aerah yang
potensial dalam pengembangan wilayah keseluruhan. Hal ini menunjukan garis batas
nyata wilayah pesisir tidak ada. Batas wilayah pesisir hanyalah garis khayalan yang
letaknya ditentukan oleh kondisi dan situasi setempat. Ada beberapa wilayah pesisir
salah satunya adalah pesisir sungai.

Permukiman pesisir sungai berarti lingkungan yang berada atau berbatasan


langsung dengan perairan sungai. Pada permukiman pesisir sungai tentu saja tidak
lepas dari adanya unsur-unsur pembentuk permukiman. Khususnya pada unsur shell
yaitu unsur yang membahas tentang lingkungan dan ruang permukiman tersebut. Shell
sendiri terbagi atas dua jenis yaitu makro dan mikro. Makro yang membahas tentang
pola dari permukiman dan jalan, sedangkan mikro membahas mengenai rumah dan
sarana dan hal-hal yang berkaitan dengan tempat tinggal permukiman tersebut. Desa
Pajukukang yang berada pada Kota Maros merupakan salah satu permukiman pesisir
yang ada. Permukiman pesisir tersebut adalah permukiman pesisir sungai. Pada
laporan ini peneliti ingin mengetahui bagaimana unsur shell baik makro maupun mikro
permukiman pesisir sungai yang berada pada Desa Pajukukang, Kecamatan Bontoa,
Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan.
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah maka dapat dibuat rumusan masalah sebagai
berikut :

1. Bagaimana unsur shell makro pada Permukiman Pesisir Sungai Desa Pajukukang?
2. Bagaimana unsur shell mikro pada Permukiman Pesisir Sungai Desa Pajukukang?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah maka dapat dibuat tujuan dari
penelitian ini:

1. Untuk mengetahui unsur shell makro pada Permukiman Pesisir Sungai Desa
Pajukukang.
2. Untuk mengetahui unsur shell mikro pada Permukiman Pesisir Sungai Desa
Pajukukang.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian yang di harapkan sebagai berikut :

1. Ilmu pengetahuan, khususnya ilmu arsitektur diharapkan dapat menjadi sebuah


pedoman dan memberikan pemahaman atau pengetahuan kepada para pembaca
tentang Permukiman Pesisir Sungai Desa Pajukukang khususnya tentang shell
(lingkungan) makro dan mikro.
2. Pemerintah, memberikan masukan dan sebagai bahan informasi bagi pembuat dan
pengambil keputusan pemerintah kota, pihak swasta dan bagi para arsitek dalam hal
standarilisasi untuk sebuah permukiman pesisir sungai.
3. Peneliti, memberikan landasan bagi studi-studi selanjutnya yang berhubungan
dengan unsur shell terhadap permukiman pesisir sungai.

E. LINGKUP PEMBAHASAN

Ruang lingkup dalam pembahasan ini merupakan batasan-batasan penelitian


yang terfokus pada bidang ilmu arsitektur dengan Unsur Shell Permukiman Pesisir
Sungai. Lingkup penelitian yang akan dilakukan sebagai objek studi meliputi unsur shell
makro dan mikro pada Permukiman Pesisir Sungai Desa Pajukukang, Kecamatan
Bontoa, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. STUDI TEORITIK
1. Definisi Wilayah Pesisir

Wilayah pesisir merupakan wilayah yang unik karena merupakan tempat


percampuran antara daratan dan lautan, hal ini berpengaruh terhadap kondisi fisik
dan pada umumnya daerah yang berada di sekitar laut memiliki kontur yang relatif
datar. Adanya kondisi seperti ini sangat mendukung bagi wilayah pesisir dijadikan
aerah yang potensial dalam pengembangan wilayah keseluruhan. Hal ini
menunjukan garis batas nyata wilayah pesisir tidak ada.Batas wilayah pesisir
hanyalah garis khayalan yang letaknya ditentukan oleh kondisi dan situasi
setempat. Di daerah pesisir yang landai dengan sungai besar, garis batas ini dapat
berada jauh dari garis pantai. Sebaliknya di tempat yang berpantai curam dan
langsung berbatasan dengan laut dalam, wilayah pesisirnya akan sempit.

2. Definisi Permukiman

Secara formal, definisi permukiman di Indonesia tertulis dalam UU No 1


tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. Dalam dokumen
tersebut, permukiman didefinisikan sebagai lingkungan hunian yang terdiri atas
lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas
umum serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain. Area permukiman dapat
terletak di kawasan perkotaan maupun kawasan perdesaan. Pada tataran teoritis,
Doxiadis (1968) mengatakan bahwa permukiman adalah hasil interaksi antara
manusia dan lingkungannya yang bersifat dinamis. Permukiman selalu
berkembang dari waktu-waktu, baik secara natural maupun dengan intervensi dari
luar. Doxiadis (1968) lebih jauh menggambarkan permukiman dalam lima elemen
pembentuknya, yaitu nature, man, society, shells, dan network.

3. Shell
Shell (lindungan) adalah tempat manusia berlindung, tinggal dan bertempat
di dalamnya, menciptakan sebuah lindungan berupa tempat tertutup yang dapat
mewadahi segala aktifitasnya dan terlindung dari kondisi cuaca dan alam secara
langsung.

Shells atau ruang bangunan atau bangunan gedung hingga kelompok yang
mencapai skala permukiman, kampung, kota, dan aglomerasi fisik wilayah, tempat
manusia tinggal (Doxiadis).

4. Definisi Rumah

Rumah adalah salah satu bangunan yang dijadikan tempat tinggal selama
jangka waktu tertentu. Rumah bisa menjadi tempat tinggal manusia maupun
hewan, namun untuk istilah tempat tinggal yang khusus bagi hewan adalah
sangkar, sarang, atau kandang. Dalam arti khusus, rumah mengacu pada konsep-
konsep sosial-kemasyarakatan yang terjalin di dalam bangunan tempat tinggal,
seperti keluarga, hidup, makan, tidur, beraktivitas, dan lain-lain.

5. Definisi Bentuk

Bentuk ialah satu titik temu antara ruang dan massa. Bentuk juga
merupakan penjabaran geometris dari bagian semesta bidang yang di tempati
oleh objek tersebut, yaitu ditentukan oleh batas-batas terluarnya namun tidak
tergantung pada lokasi (koordinat) dan orientasi (rotasi)-nya terhadap bidang
semesta yang di tempati. Bentuk objek juga tidak tergantung pada sifat-sifat
spesifik seperti: warna, isi, dan bahan. Seorang ahli matematika dan statistik dari
Inggris, David George Kendall mendefinisikan "bentuk" sebagai berikut : Bentuk
adalah seluruh informasi geometris yang akan tidak berubah ketika parameter
lokasi, skala, dan rotasinya diubah.

6. Bentuk Arsitektural

Bentuk arsitektural adalah titik temu antara massa dan ruang. Bentuk-
bentuk arsitektural, tekstur, material, pemisahan antara cahaya dan bayangan,
warna, merupakan perpaduan dalam menentukan mutu atau jiwa dalam
penggambaran ruang. Mutu arsitektur akan ditentukan oleh keahlian seorang
perancang dalam menggunakan dan menyatukan unsure-unsur tadi, baik dalam
pembentukan ruang dalam (interior) maupun ruang-ruang luar (eksterior) di
sekeliling bangunan-bangunan” Edmund N. Bacon, Perancangan Kota, 1974.

a. Wujud

Sisi luar karakteristik atau konfigurasi permukaan suatu bentuk tertentu.


Wujud juga merupakan aspek utama di mana bentuk-bentuk dapat diidentifikasi
dan dikategorikan. Disamping wujud, bentuk memiliki cirri-ciri visual seperti:

1. Dimensi

Dimensi fisik suatu bentuk berupa panjang, lebar dan tebal. Dimensi-
dimensi ini menentukan proporsi dari bentuk, sedangkan skalanya ditentukan oleh
ukuran relatifnya terhadap bentuk-bentuk lain dalam konteksnya.

2. Warna

Warna merupakan sebuah fenomena pencahayaan dan persepsi visual


yang menjelaskan persepsi individu dalam corak, intensitas dan nada. Warna
adalah atribut yang paling menyolok membedakan suatu bentuk dari
lingkungannya. Warna juga mempengaruhi bobot visual suatu bentuk.

3. Tekstur

Tekstur adalah kualitas yang dapat diraba dan dapat dilihat yang diberikan
ke permukaan oleh ukuran, bentuk, pengaturan dan proporsi bagian benda.
Tekstur juga menentukan sampai di mana permukaan suatu bentuk mementulkan
atau menyerp cahaya dating.

Wujud memperlihatkan sisi luar karakteristik suatu bidang atau konfigurasi


permukaan suatu bentuk runang. Wujud merupakan sarana pokok yang
memungkinkan kita mengenal, mengindentifikasi dan mengkategorikan gambar-
gambar dan bentuk-bentuk tertentu. Persepsi kita terhadap suatu wujud sangat
tergantung pada tingkat ketajaman visual yang terlihat sepanjang kontur yang
memisahkan suatu gambar dari latar belakangnya atau antara suatu bentuk dan
daerahnya. Dalam arsitektur, kita berkonsentrasi dengan wujud-wujud dari:

1. Bidang lantai, dinding dan langit-langit yang membatasi ruang


2. Bukaan-bukaan jendela dan pintu di dalam ruang tertutup.
3. Baying-bayang (silhouette) dan kontur bentuk-bentuk bangunan.
b. Perubahan bentuk

Semua bentuk dapat dipahami sebagai hasil dari perubahan benda pejal
utama, melalui variasi-variasi yang timbul akibat manipulasi dimensinya, atau
akibat penambahan maupun pengurangan elemen-elemennya.

1. Perubahan Dimensi

Suatu bentuk dapat diubah dengan menggai salah satu atau beberapa
dimensi-dimensinya dan tetap mempertahankan identitasnya sebagai anggota
bagain dari suatu bentuk.

2. Perubahan dengan Pengurangan

Suatu bentuk dapat diubah dengan mengurangi sebagian dari volumnya.


Tergantung dari banyaknya pengurangan, suatu bentuk mampu mempertahankan
identitas asalnya atau diubah menjadi suatu bentuk yang lain sama sekali.

3. Perubahan dengan Penambahan:

Suatu bentuk dapat diubah dengan menambah unsure-unsur tertentu


kepada volume bendanya. Sifat proses penambahan serta jumlah dan ukuran
relative unsure yang ditambahkan akan menentukan apakah identitas bentuk asal
dapat dipertahankan atau berubah.

c. Penggabungan bentuk geometri

Apabila dua buah bentuk yang berbeda geometri atau berlawanan


orientasinya dan saling menembus batas masing-masing. Maka masing-masing
bentuk akan bersaing untuk mendapatkan supermasi dan dominasi secara visual.
Bentuk-bentuk yang berbeda dalam hal geometri atau orientasi mungking
tergabung dalam suatu organisasi tunggal untuk beberapa alas an sebagai berikut:

1. Untuk menampung atau menekankan kebutuhan-kebutuhan yang


berbeda dari ruang interior dan bentuk eksterior.
2. Untuk menunjukkan kepentingan fungsional atau simbolis dari suatu
betntuk atau ruang di dalam konteksnya.
3. Untuk menciptakan suatu bentuk komposit yang menggabungkan
geometri-geometri kontras kepada organisasi terpusatnya.
4. Untuk mengarahkan suatu ruang terhadap suatu arah tertentu di dalam
tapak bangunan.
5. Untuk membentuk volume ruang yang jelas dari suatu bentuk bangunan.
6. Untuk menunjukkan dan menegaskan bermacam-macam system
konstruksi atau mekanik yang berada di dalam sebuah bentuk bangunan
7. Untuk memperkuat kondisi local yang simetris dalam suatu bentuk
bangunan.
8. Untuk menanggapi geometri-geometri yang berbeda topografi, tumbuh-
tumbuhan, batas-batas tapak, atau struktur-struktur yang sudah ada di
lapangan
9. Untuk memanfaatkan jalur gerak yang sudah ada pada suatu tapak
bangunan.
7. Rumah Adat Suku Bugis

Rumah adat suku Bugis dapat di bedakan berdasarkan status sosial orang
yang menempatinya, beberapa di antaranya : Saoraja (Sallasa) berarti rumah
besar yang di tempati oleh keturunan raja (kaum bangsawan) dan Bola adalah
rumah yang di tempati oleh rakyat biasa.

Tipologi kedua rumah ini adalah sama-sama rumah panggung, lantainya


mempunyai jarak tertentu dengan tanah, bentuk denahnya sama yaitu empat
persegi panjang.

Perbedaannya adalah saoraja dalam ukuran yang lebih luas begitu juga
dengan tiang penyangganya, atap berbentuk prisma sebagai penutup bubungan
yang biasa di sebut timpak laja yang bertingkattingkat antara tiga sampai lima
sesuai dengan kedudukan penghuninya.

Rumah bugis sebenarnya tahan gempa dan banjir. Karena Rumah bugis
yang sebenarnya menggunakan parelepang (fattoppo dan fadongko) yang tidak
disambung. Karena struktur kayu yang tidak disambung dapat meredam getaran
hingga getaran yang frekuensinya tinggi. Namun sekarang mencari kayu yang
sangat panjang sangatlah sulit, sehingga parelepang diganti dengan pattolo
(ukurannya lebih kecil). Jadi, kalau tinggal di daerah rawan gempa, Rumah bugis
adalah solusi yang tepat agar rumah Anda tidak terporaporandakan gempa. Begitu
juga dengan banjir, asal banjirnya tidak melebihi 2 meter dan pondasinya tidak
mudah terbawa arus.

Rumah Bugis Tradisional merupakan contoh model rumah Asia tenggara


yaitu rumah panggung dari kayu, yang atapnya berlereng dua dan kerangkanya
berbentuk huruf ”H” terdiri dari tiang dan balok yang dirakit tanpa pasak atau paku,
Tianglah yang menopang lantai dan atap sedangkan dinding hanya diikat pada
tiang luar. Karakteristik fisik itu, yang membuat model rumah itu mudah dibongkar
atau malah dipindahkan merupakan salah satu faktor yang menyebabkan
pemukiman orang bugis sering kali berpindah dan tidak terpusat pada suatu
pemukiman permanen.

Rumah bugis memiliki keunikan tersendiri, dibandingkan dengan rumah


panggung dari suku yang lain ( Sumatera dan Kalimantan ). Bentuknya biasanya
memanjang ke belakang, dengan tanbahan disamping bangunan utama dan
bagian depan (orang bugis menyebutnya lego lego). Berikut adalah bagian
bagiannya utamanya :

1. Alliri (Tiang)

Model rumah bugis pada mulanya hanya diperuntukkan bagi kalangan


bangsawan. Misalnya, hanya mereka yang boleh menggunakan tiang segi empat
atau segi delapan, sedangkan orang biasa hanya boleh menggunakan tiang
bundar. Tiang rumah (alliri) bertumpu di atas tanah dan berdiri hingga ke loteng
serta menopang berat atap. Tetapi sekarang, makin banyak rumah besar yang
tiangnya tidak di ditanam lagi, tetapi ditumpukan di atas pondasi batu. Biasanya
terdiri dari 4 batang setiap barisnya. jumlahnya tergantung jumlah ruangan yang
akan dibuat. tetapi pada umumnya, terdiri dari 3 / 4 baris alliri. Jadi totalnya ada
12

2. Awa Bola ( Kolong Rumah )

Awa bola ialah kolong yang terletak pada bagian bawah, yakni antara lantai
dengan tanah. Kolong ini biasa pada zaman dulu dipergunakan untuk menyimpan
alat pertanian, alat berburu, alat untuk menangkap ikan dan hewanhewan
peliharaan yang di pergunakan dalam pertanian.

3. Arateng dan Ware’ ( Penyangga Lantai dan Penyangga Loteng )

Pada setiap tiang dibuat lubang segi empat untuk menyisipkan balok pipih
penyangga lantai (arateng) dan balok pipih penyangga loteng (ware’), yang
menghubungkan panjang rangka rumah. Dahulu, rumah yang tiangnya ditanam
tidak menggunakan balok penyangga loteng, dan balok penyangga lantai tidak
disisipkan pada tiang, tetapi diikat.

4. Ale Bola ( Badan Rumah )

Ale bola ialah badan rumah yang terdiri dari lantai dan dinding yang terletak
antara lantai dan loteng. Pada bagian ini terdapat ruanganruangan yang
dipergunakan dalam aktivitas seharihari seperti menerima tamu, tidur,
bermusyawarah, dan berbagai aktifitas lainnya. Badan rumah tediri dari beberapa
bagian rumah seperti: Lotang risaliweng, Pada bagian depan badan rumah di
sebut yang berfungsi sebagai ruang menerima tamu, ruang tidur tamu, tempat
bermusyawarah, tempat menyimpan benih, tempat membaringkan mayat sebelum
dibawa ke pemakaman.

5. Posi’ Bola ( Pusat Rumah )

Rumah Bugis memiliki struktur dasar yang terdiri atas 3 kali 3 tiang (3
barisan tiang memanjang dan 3 baris melebar) berbentuk persegi empat dengan
satu tiang ditiap sudutnya, dan pada setiap sisi terdapat satu tiang tengah, serta
tepat di tengah persilangan panjang dan lebar terdapat tiang yang disebut ”pusat
rumah”(posi bola). Umumnya, rumah orang biasa terdiri atas empat tiang untuk
panjang dan empat untuk lebar rumah.

6. Timpa’ Laja

Berbagai ciri khas juga ditambahkan pada rumahrumah kalangan


bangsawan tinggi untuk menunjukkan status sosial mereka. Ciri paling menonjol
adalah jumlah bilah papan yang menyusun dinding bagian muka atap rumah
(timpa’ laja’, dari bahasa Melayu tebar layar): Dua lapis untuk tau deceng, Tiga
untuk ana’cera’, lima untuk ana’ ma’tola,dan tujuh untuk penguasa
kerajaankerajaan utama bugis,luwu’,bone, wajo’,soppeng, dan sidenreng.
Sementara itu, hanya golongan ana’ cera’ ke atas yang berhak menggunakan
tangga yang naik membujur.

7. Addengeng (Tangga)

Sementara itu, hanya golongan ana’ cera’ ke atas yang berhak


menggunakan tangga yang naik membujur. Dan hanya kalangan bangsawan
tertinggi boleh menggunakan tangga berupa latar miring tanpa anak tangga,
terbuat dari bilabila bambu yang, notabene, sangat licin dan disebut sapana (
bahasa Sansekerta yang mungkin diadopsi lewat bahasa Melayu: Sopana
’tangga’).

8. Tamping

Pada sisi panjang (bagian samping badan rumah) biasanya ditambahkan


tamping, yakni semacam serambi memanjang yang lantainya sedikit lebih rendah,
dengan atap tersendiri; pintu masuk bagian depan berada di ujung depan tamping
dan jika ruang dapur tidak terpisah dapurnya berada di ujung di belakang tamping.
Kalaupun ada tambahan lain, dengan rancangan lebih kompleks, bentuk segi
empat tetap jadi pola dasar.
9. Anjong

Selain sebagai hiasan rumah, anjong juga memiliki makna tertentu bagi
orang bugis. Anjong merupakan salah satu ciri khas orang bugis, dimana pada
rumah orang bangsawan memiliki lebih dari dua anjong. Sedangkan anjong pada
rumah orang biasa tidak lebih dari dua.

Pada dasarnya, rumah tersebut memiliki atap (pangate’) dua latar dengan
sebuah bubungan lurus (alekke’), yang berbeda dengan bubungan lengkung yang
terdapat pada rumah toraja, Batak, dan Minangkabau, serta pada rumah Jawa.
Dindingnya (renring) terbuat dari bahan ringan, sementara lantainya (salima)
berjarak sekitar 2meter / kadangkadang lebih dari permukaan tanah dan kolong
rumah (awa bola) biasanya dibiarkan terbuka.

Anda mungkin juga menyukai