Anda di halaman 1dari 45

PL III

PERENCANAAN PENGECORAN LOGAM

3.1. Tujuan
1. Praktikan mampu memahami dan mempersiapkan apa saja yang dibutuhkan dalam
perencanaan pengecoran.
2. Praktikan dapat merencanakan dan membuat cetakan pasir, sistem saluran dan pola.
3. Praktikan mampu memecahkan masalah - masalah dalam perencanaan pengecoran.

3.2. Dasar Teori


3.2.1. Pola
3.2.1.1. Pengertian Pola
Pola merupakan alat yang digunakan untuk membuat cavity atau rongga pada cetakan
dengan tambahan toleransi. Pemilihan bahan pola bergantung pada beberapa faktor seperti :
1. Memenuhi syarat minimum pembuatan yang meliputi kuantitas, kualitas, kerumitan
coran, ketebalan minimum yang diinginkan, tingkat ketepatan serta finishing yang
dibutuhkan.
2. Kemungkinan perubahan pola.
3. Tipe produksi dari coran, jenis metode cetakan, dan peralatan yang akan digunakan.
4. Kemungkinan adanya pesanan yang berulang.
Syarat – syarat bahan pola yang baik yaitu :
1. Mudah dikerjakan, dibentuk, dan disambung.
2. Ringan dalam penanganan/penggunaan dan pengerjaan.
3. Kuat, keras, dan tahan lama.
4. Tahan abrasi, korosi, dan dan tidak mudah bereaksi secara kimia.
5. Dimensinya stabil dan tidak mudah terpengaruh temperatur dan kelembaban.
6. Ketersediaan dalam harga murah.
7. Dapat deperbaiki bahkan digunakan kembali.
8. Mempunyai kemampuan menghasilkan surface finish yang baik.
Sumber: Jain (1999,p.7)

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
3.2.1.2. Macam - macam Pola
1. Pola Pejal
Pola pejal adalah pola yang biasa dipakai yang bentuknya hampir serupa dengan
bentuk coran. Pola ini dibagi menjadi 6 macam, yaitu pola tunggal, pola belahan, pola
setengah, pola belahan banyak, pola penarikan terpisah, dan pola penarikan sebagian.
a. Pola Tunggal
Pola ini dibentuk sesuai dengan corannya, disamping itu kecuali tambahan
penyusutan, tambahan penyelesaian mesin, dan kemiringan pola, kadang-kadang
dibuat juga menjadi satu dengan telapak inti.

Gambar 3.1 Pola tunggal


Sumber: Surdia dan Chijiwa (1986,p.57)

Keuntungan:
- Pola yang paling sederhana
- Membutuhkan biaya produksi yang rendah
- Tidak perlu penyambungan dalam pembuatannya
Kerugian:
- Hanya untuk dimensi benda kerja yang simetris
- Tidak dapat dibongkar pasang menjadi bentuk lain
- Untuk pola yang rumit, proses pembuatan agak sulit
b. Pola Belahan
Pola ini dibelah ditengah untuk memudahkan pembuatan cetakan. Permukaan
pisahnya sebisa mungkin dibuat satu bidang. Pola ini terdiri dari dua part yang akan
disambung menggunakan pin.

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
Gambar 3.2 Pola belahan
Sumber: Surdia dan Chijiwa (1986,p.57)

Keuntungan:
- Dapat digunakan untuk geometri yang rumit
- Untuk jumlah produksi menengah
- Dapat dibongkar pasang
Kerugian:
- Posisi antara cetakan pada cope dan drag kemungkinan dapat bergeser
- Proses pembuatan lebih rumit dibandingkan pola tunggal
c. Pola Setengah
Pola ini dibuat untuk coran dimana cope dan dragnya simetri terhadap
permukaan pisah. Cope dan dragnya hanya dicetak dengan setengah pola.

Gambar 3.3 Pola setengah


Sumber: Surdia dan Chijiwa (1986,p.57)

Keuntungan:
- Harga pola setengah lebih murah dari harga pola tunggal
- Hanya untuk bentuk sederhana tanpa ada banyak sudut dan kelengkungan yang
butuh ketelitian tinggi
Kerugian:
- Pola terdapat kemungkinan tidak presisi atau simetris
- Tidak dapat digunakan untuk benda kerja tidak simetris

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
d. Pola Belahan Banyak
Dalam hal ini pola dibagi menjadi 3 bagian atau lebih untuk memudahkan
melakukan penarikan cetakan dan untuk penyederhanaan pemotongan inti.

Gambar 3.4 Pola belahan banyak


Sumber: Surdia dan Chijiwa (1986,p.57)

Keuntungan:
- Dapat digunakan untuk bentuk - bentuk yang banyak memiliki lengkungan
- Memudahkan penarikan dari cetakan
Kerugian:
- Sering menyebabkan salah ukuran karena terjadi pergeseran
- Pembuatan pola membutuhkan waktu yang lama karena membuat pola dan
cetakannya lebih dari tiga.
e. Pola Penarikan Terpisah
Pola penarikan terpisah dipakai untuk pola berukuran besar atau untuk cetakan
jenis mengeras sendiri. Pola dibuat secara terbagi - bagi untuk memudahkan
pengambilan dari cetakan. Bagian yang di tengah ditarik terlebih dahulu, kemudian
bagian utama ditarik pertama kali dan bagian cabang ditarik satu demi satu.

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
Gambar 3.5 Pola penarikan terpisah
Sumber: Surdia dan Chijiwa (1986,p.57)

Keuntungan:
- Mudah dalam pengambilan dari cetakan
- Cocok untuk cetakan berukuran besar
- Karena pencabutannya secara berurutan maka terjadinya cacat dalam produk lebih
kecil
Kerugian:
- Pencabutan pola membutuhkan waktu yang lama
- Pencabutan harus sesuai dengan urutannya sehingga harus lebih teliti saat
pengambilan
f. Pola Penarikan Sebagian
Pada pengambilan pola dari cetakan apabila sebagian dari pola tidak mungkin
ditarik, maka bagian itu harus dipisahkan terlebih dahulu. Kemudian bagian utama
ditarik pertama kali dan bagian cabang ditarik satu demi satu.

Gambar 3.6 Pola penarikan sebagian


Sumber: Surdia dan Chijiwa (1986,p.57)

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
Keuntungan:
- Memudahkan pengambilan dari cetakan
- Cocok untuk benda berbentuk silinder dengan banyak sudut dan dibutuhkan
ketelitian tinggi
- Penarikan pola lebih cepat dibandingkan pola penarikan terpisah
Kerugian:
- Pembuatan pola membutuhkan waktu yang agak lama
- Pola yang digunakan harus simetris
2. Pola Plat Pasangan
Pola ini adalah plat di mana kedua belahannya ditempelkan pola demikian juga
saluran turun, pengalir, saluran masuk, dan penambah. Pola ini biasanya dibuat dari
logam atau plastik.

Gambar 3.7 Pola plat pasangan


Sumber: Mechanical inventions (2017)

Keuntungan:
- Pola ini cocok untuk produksi massal dari coran kecil
- Memudahkan untuk pengerjaan yang selanjutnya karena sudah dibuat pola saluran
turun dan lain-lain.
Kerugian:
- Pengerjaan cetakan memerlukan waktu yang lama dan harus bergantian
- Pembuatan polanya harus lebih detail dari pada pola yang lainnya
3. Pola Cope dan Drag
Dalam hal ini pola kayu, logam, atau plastik dilekatkan pada dua plat demikian pula
saluran turun, pengalir, saluran masuk, dan penambah. Plat tersebut ialah plat cope dan

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
drag. Kedua plat dijamin oleh pena-pena agar bagian atas dan bawah dari coran menjadi
cocok.

Gambar 3.8 Pola cope dan drag


Sumber: Mechanical inventions (2017)

Keuntungan:
- Digunakan untuk meningkatkan produksi
- Pelaksaannya lebih cepat dan lebih efisien
- Cope dan drag bisa digunakan berulang-ulang sehingga lebih ekonomis
Kerugian:
- Untuk membuat pola dibutuhkan tenaga yang berpengalaman
- Kemungkinan terjadinya kesalahan dalam pengerjaan lebih tinggi
4. Pola Cetakan Sapuan
Dalam hal ini bentuk dari coran silinder atau bentuk benda putar. Alat ini dibuat
dari pelat dengan sebuah penggeret dan pemutar pada bagian tengahnya. Pembuatan
cetakan dilakukan dengan memutar penggeret di sekeliling pemutar.

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
Gambar 3.9 Pola cetakan sapuan
Sumber: Iron foundry (2010)

Keuntungan:
- Harga untuk membuat pola relatif lebih murah
- Bentuk pola relatif sederhana
Kerugian:
- Harus penuh ketelitian pada pembuatan pola dan dalam pembuatan membuat
penggeret
- Tidak semua benda kerja dapat dilakukan pola cetakan sapuan dan benda kerja harus
berbentuk silinder.
5. Pola Penggeret Dengan Penuntun
Digunakan untuk pipa lurus atau pipa lengkung yang penampangnya tidak berubah.
Penuntun dibuat dari kayu dan pembuatan cetakan dilakukan dengan menggerakan
penggerek sepanjang penuntun.

Gambar 3.10 Pola penggeret dengan penuntun


Sumber: Surdia dan Chijiwa (1986,p.58)

Keuntungan:
- Harga pola tidak mahal
- Bagus untuk pola melengkung dan penampang tetap
- Mempermudah membuat produk yang mempunyai rongga

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
Kerugian:
- Pembuatan cetakan membutuhkan waktu yang lama dibandingkan cetakan biasa
dengan pola tunggal
- Membuat pola lebih sulit
6. Pola Penggeret Dengan Rangka Cetak
Pola dapat ditukar serta konsentris. Pola dengan kedua ujung dari penggeret
mempunyai poros. Pembentukan cetakan dilakukan dengan mengayunkan penggeret
disekeliling porosnya.

Gambar 3.11 Pola penggeret dengan rangka cetak


Sumber: Surdia dan Chijiwa (1986,p.59)

Keuntungan:
- Biaya pembuatan pola tidak terlalu tinggi
- Design pola lebih mudah
Kerugian:
- Cetakan yang di hasilkan memiliki kemungkinan tidak sesuai dimensi
- Pembuatan pola harus lebih teliti
- Penggeretan lebih berat pada benda kerja dengan dimensi besar
7. Pola Kerangka A
Pola ini dibuat dengan meletakkan pelat dasar dan membuat pelat dudukan
penuntun diatasnya dan mengikat pelat - pelat untuk menahan pasir antara setiap
penuntun. Pasir ditimbunkan diatasnya dan disapu oleh penggeret untuk membuat
permukaan kelengkungan yang kontinyu.

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
Gambar 3.12 Pola kerangka A
Sumber: Surdia dan Chijiwa (1986,p.59)

Keuntungan:
- Cocok untuk bentuk dengan lengkung yang berbeda – beda
- Cetakan pasir memiliki kemungkinan kecil untuk rusak
Kerugian:
- Lamanya pembuatan cetakan menjadi bertambah
- Pembuatan cetakan jadi lebih sulit karena memerlukan plat penahan yang banyak
- Hanya dipakai untuk jumlah produksi kecil
8. Pola Kerangka B
Pola ini dibuat dengan meletakkan pelat ukur pola, permukaan pisah dan diatasnya
diletakkan pengukur - pengukur dari ketebalan yang sama seperti dudukan coran dan
mempertemukan pengukuran - pengukur lain yang mempunyai ketebalan serupa
sehingga menjadi kerangka berbentuk sangkar. Pada pembuatan cetakan, pasir ditimbun
dan dipadatkan sampai batas luar dan kertas direkatkan diatasnya, sehingga menjadi
seperti pola tunggal atau pola belahan. Kemudian rangka cetak dipasang dan pasir
ditimbun serta dipadatkan di sekelilingnya kemudian cetakan dibalik sehingga
permukaan pisah berada di atas. Pasir dikikis sampai ke tepi dalam dari pengukur untuk
dijadikan bentuk dari kotak inti, selanjutnya kertas direkatkan pada permukaan
dalamnya. Inti dibentuk di dalamnya kemudian diambil dan pola rangka diambil dari
cetakan.

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
Gambar 3.13 Pola kerangka B
Sumber: Surdia dan Chijiwa (1986,p.59)

Keuntungan:
- Cocok untuk bentuk dengan lengkungan yang berbeda – beda
- Dapat digunakan untuk cetakan yang kecil maupun tipis
- Harga pembuatan pola lebih murah dari pola biasa
Kerugian:
- Pembuatan pola memerlukan waktu yang lama
- Hanya dipakai untuk jumlah tidak lebih dari dua
- Pembuatan cetakan jadi lebih sulit Karena memerlukan plat penahan yang banyak

3.2.1.3. Bahan Pola


Tabel 3.1
Karakteristik Bahan Pola
Rating
Characteristic
Wood Aluminium Steel Plastic Cast Iron
Machineability E G F G G
Wear Resistance P G E F E
Strenght F G E G G
Weight E G P G P
Repairability E P G F G
Resistance to:
Corrosion E E P E P
Swelling P E E E E
Sumber: Kalpakjian (1989,p.303)

Keterangan:
E : Excellent
G : Good
F : Fair
P : Poor

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
Dapat dilihat dari tabel 3.1 di atas bahwa terdapat 5 bahan untuk membuat pola
dengan karakteristik masing-masing:
1. Kayu
Kayu merupakan bahan yang paling umum digunakan untuk pola. Kayu yang
dipakai adalah kayu saru, kayu jati, kayu pinus, dan lain-lain. Kayu yang kadar airnya
lebih dari 14% tidak dapat dipakai karena akan terjadi kelentingan yang disebabkan
perubahan kadar air dalam kayu.
 Keuntungan:
- Tersedia banyak dan murah
- Mudah dibentuk
- Penanganan mudah karena ringan
- Tahan korosi
- Mudah diperbaiki jika rusak
 Kerugian:
- Karena mudah lembab, bentuknya mudah terdeformasi
- Tidak tahan lama
- Tempat penyimpanan harus kering
2. Baja
 Keuntungan:
- Tidak mudah terjadi deformasi
- Tahan aus
- Tahan suhu tinggi
- Mempunyai kekuatan yang baik
 Kerugian:
- Berat
- Mudah terkena korosi
3. Plastik
 Keuntungan:
- Tahan pembengkakan (swelling)
- Tahan korosi
- Tahan aus
 Kerugian
- Tidak tahan guncangan

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
- Dibutuhkan pelapisan logam tipis karena plastik rapuh
- Tidah tahan terhadap suhu tinggi
4. Besi Cor
 Keuntungan:
- Mudah dibentuk
- Cocok untuk pengecoran bentuk rumit
- Kekuatan tekan tinggi
 Kerugian
- Tidak dapat untuk produksi massal
5. Wax (Lilin)
 Keuntungan:
- Mudah dibentuk
 Kerugian
- Hanya dapat dipergunakan sekali
- Tidak tahan terhadap suhu tinggi

3.2.1.4. Perencanaan Pembuatan Pola


a. Penentuan Cope dan Drag
Hal - hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan pembuatan pola adalah
menentukan cope dan drag dan permukaan pisah yang merupakan hal yang paling
utama untuk menghasilkan coran yang baik. Ketentuan yang harus dipenuhi adalah:
1. Pola harus mudah dikeluarkan dari cetakan, permukaan pisah harus satu bidang
pada dasar cope dibuat agak dangkal.
2. Penempatan inti harus mudah. Tempat inti dalam cetakan utama harus ditentukan
secara teliti.
3. Sistem saluran harus dibuat sesempurna mungkin untuk membuat ukuran logam
yang optimum.
4. Terlalu banyak permukaan pisah akan mengambil banyak waktu dalam proses
pembuatan yang menyebabkan terjadi tonjolan sehingga pembuatan pola menjadi
mahal.
(Sumber: Tata Surdia hal 51-52)

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
Untuk membuat pola, kita juga harus memperhatikan toleransi penyusutan dan
permesinan dari sebuah pola agar dimensi pola yang kita inginkan bisa sesuai.
b. Penentuan Tambahan Penyusutan
Karena coran menyusut pada waktu pembekuan dan pendinginan, maka pembuatan
pola perlu menggunakan toleransi sudut yang telah diperbesar sebelumnya sebanyak
tambahan penyusutan pada ukuran pola. Besarnya penyusutan sering tidak konstan. Hal
ini dipengaruhi oleh bahan coran, bentuk, tempat masuk coran, atau ukuran dan
kekuatan inti.
Harga - harga untuk tambahan penyusutan diberikan pada tabel 3.2 dapat dilihat
dibawah ini :

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
Tabel 3.2
Toleransi Penyusutan
Section
Casting Pattern Type of Contract,
thickness,
alloy dimension construction In./ft
in.
Gray cast iron Up to 24 in. Open construction ................ 1/8
From 25 to 48 in. Open construction ................ 1/10
Over 48 in. Open construction ................ 1/12
Up to 24 in. Cored construction ................ 1/8
From 25 to 36 in. Cored construction ................ 1/10
Over 36 in. Cored construction ................ 1/12
Cast steel Up to 24 in. Open construction ................ 1/4
From 25 to 72 in. Open construction ................ 3/16
Over 72 in. Open construction ................ 5/32
Up to 18 in. Cored construction ................ 1/4
From 19 to 48 in. Cored construction ................ 5/16
From 49 to 66 in. Cored construction ................ 5/32
Over 66 in. Cored construction ................ 1/8
Malleable cast ............................ ............................... 1/16 11/64
iron 1/8 5/32
3/16 10/128
1/4 5/64
3/8 1/8
1/8 7/64
3/8 5/32
3/4 5/64
7/8 3/64
1 1/32
Aluminium Up to 48 in. Open construction ................ 5/32
Up to 72 in. Open construction ................ 5/64
Over 72 in. Open construction ................ 1/8
Up to 24 in. Cored construction ................ 5/32
Over 48 in. Cored construction ................ 9/64-1/8
From 25 to 48 in. Cored construction ................ 1/8-1/16
Magnesium Up to 48 in. Open construction ................ 11/16
Over 48 in. Open construction ................ 5/32
Up to 24 in. Cored construction ................ 5/32
Over 24 in. Cored construction ................ 5/32-1/8
Brass ............................ ............................... ................ 3/16
Bronze ............................ ............................... ................ 1/8-1/4
Sumber : Heine (1976,p.16)

c. Penentuan Tambahan Penyelesaian Mesin


Tempat dimana coran memerlukan penyelesaian mesin harus dibuat dengan
kelebihan tebal seperlunya. Kelebihan tebalnya berbeda menurut bahan, ukuran, arah
cope dan drag, serta pekerjaan mekanis. Harga - harga yang bisa untuk tambahan
penyelesaian mesin seperti gambar dibawah ini:

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
Tabel 3.3
Toleransi permesinan
Casting alloys Pattern size Bore, In. Finish
Cast Iron Up to 12 In. 1/8 3/32
13 to 24 In. 3/16 1/8
25 to 42 In. 1/4 3/16
43 to 60 In. 5/16 1/4
61 to 80 In. 3/8 5/16
81 to 120 In. 7/16 3/8
Over 120 In. Special Instruction Special Instruction
Cast steel Up to 12 In. 3/16 1/8
13 to 24 In. 1/4 3/16
25 to 42 In. 5/16 5/16
43 to 60 In. 3/8 3/8
61 to 80 In. 1/2 7/16
81 to 120 In. 5/8 1/2
Over 120 In. Special Instruction Special Instruction
Malleable iron Up to 6 In. 1/16 1/16
6 to 9 In. 3/32 1/16
9 to 12 In. 3/32 3/32
12 to 24 In. 5/32 1/8
24 to 36 In. 3/16 3/16
Over 36 In. Special Instruction Special Instruction
Brass, bronze, and Up to 12 In. 3/32 1/16
aluminium-alloy casting 13 to 24 In. 3/16 1/8
25 to 36 In. 3/16 5/32
Over 36 In. Special Instruction Special Instruction
Sumber : Heine (1976,p.17)

d. Kemiringan Pola
Permukaan yang tegak pada pola dimiringkan dari permukaan pisah agar
memudahkan pengangkatan pola dari cetakan. Sebagai contoh pada kayu membutuhkan
kemiringan 1/30 sampai 1/100.

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
Gambar 3.17 Contoh kemiringan pola
Sumber: Surdia dan Chijiwa (1986,p.53)

3.2.2. Sistem Saluran


3.2.2.1. Pengertian
Sistem saluran adalah jalan masuk bagi cairan logam yang dituangkan ke dalam rongga
cetakan. Tiap bagian diberi nama, dari mulai cawan tuang dimana logam cair dituangkan
dari ladel, sampai saluran masuk ke dalam rongga cetakan.

3.2.2.2. Bagian - bagian Sistem Saluran

Gambar 3.18 Sistem saluran


Sumber: Surdia dan Chijiwa (1996,p.65)

a. Cawan Tuang (Pourin Basin)


Logam cair yang berasal dari tungku pemanas biasanya dituangkan melalui pourin
basin yang terletak dibagian atas cetakan. Tujuan utama dari pourin basin adalah untuk
membentuk aliran yang tepat dan secepat mungkin untuk logam seperti aluminium dan
magnesium yang bereaksi cepat bila terkena udara. Hal itu dimungkinkan untuk

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
membuat pourin basin yang terbentuk dari inti pasir kering atau besi cor diatas sprue
yang berfungsi untuk menuang. Beberapa tipe dari pourin basin dapat dilihat digambar.

Gambar 3.19 Cawan tuang


Sumber: Jain (2003,p.126)

b. Saluran Turun (Sprue)


Secara umum dibuat lurus dan tegak dengan irisan berupa lingkaran. Kadang -
kadang dibuat mengenai ke bawah. Saluran lurus dan tegak dipakai bila menginginkan
pengikisan yang cepat dan lancer serta yang dibuat mengecil digunakan untuk
penahanan kotoran yang sebanyak - banyaknya. Selain itu bentuk sprue dibuat tirus
tujuannya untuk mempercepat aliran logam cair, mengurangi tekanan, membuat aliran
terfokus dan mengurangi pembekuan cepat. Pada perhitungan sprue ada 2 persamaan,
yaitu choke area dan kontinuitas.
 Choke Area
Adalah bagian terkecil dari saluran masuk, mengontrol laju aliran kedalam
rongga cetakan dan juga mengontrol waktu penuangan. Fungsi choke area untuk
menghitung luas sprue bawah.
𝑅 = 0,47√𝑚 ..........................................................................................................(3-1)
𝑚
𝑡 = 𝜋 𝑟 .................................................................................................................... (3-2)
𝑚
A = d x t x c√2 x g x h ..................................................................................................(3-3)

dengan :
R = pouring rate (kg/s)
A = choke area
m = massa yang dituang (kg)
d = massa jenis logam (kg⁄m3 )
t = waktu penuangan (s)
c = faktor efisiensi

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
g = percepatan gravitasi (m⁄s2 )

h = tinggi sprue efektif (m)


Sumber : Victor Anjo (2013,p.56)

 Persamaan Kontinuitas
Digunakan untuk menghitung laju aliran dan nantinya dapat mengetahui
dimensi sprue bagian atas.

Q = Aatas Vatas = Abawah Vbawah ................................................................ (3-4)


√2 x g x hatas x Aatas = √2 x g x hbawah x Abawah ............................................. (3-5)
hatas
Abawah = √h x Aatas ............................................................. (3-6)
bawah

dengan :
Q : Kecepatan aliran volume
Aatas : Luas penampang bagian atas coran
Vatas : Kecepatan aliran
Abawah : Luas penampang bagian bawah coran
Vbawah : Kecepatan aliran
Sumber : Victor Anjo (2013,p.56)

Gambar 3.20 Saluran turun


Sumber: Jain (2003,p.127)

c. Saluran Pengalir (Runner)


Saluran pengalir biasanya memiliki irisan seperti trapesium. Merupakan saluran
yang membawa logam cair dari saluran turun ke bagian yang berongga pada cetakan
pengalir, kadang - kadang dibuat mengecil ke bawah. Saluran tegak biasanya dipakai
untuk menginginkan pengisian yang cepat dan lancer serta yang dibuat mengecil

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
digunakan untuk penahan kotoran. Fungsi dari saluran pengalir adalah untuk membawa
logam cair dari saluran turun ke saluran masuk, dan menjaga aliran tetap laminar.

Gambar 3.21 Saluran pengalir


Sumber: Surdia dan Chijiwa (1996,p.67)

d. Saluran Masuk (Ingate)


Sedangkan ingate adalah saluran yang mengaliri logam cair dari pengalir kedalam
rongga cetakan. Dibuat dengan irisan yang lebih kecil daripada irisan pengalir agar
dapat mencegah kotoran masuk, biasanya berbentuk bujur sangkar atau trapesium,
segitiga, atau setengah lingkaran. Fungsi dari saluran masuk adalah mengalirkan logam
cair kedalam rongga cetakan.

Gambar 3.22 Saluran masuk


Sumber: Surdia dan Chijiwa (1996,p.68)

Sedangkan gating ratio adalah perbandingan luas potongan antara sprue bawah :
runner : ingate. Yang digunakan adalah 1 : 3 : 3.

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
Tabel 3.4
Gating ratio
Metal Ratio Ref
Steel 1:3:1.5 19
1:8:8 19
1:1:07 19
1:2:2 20
Fin-gated 1:1:1 16
Gray cast iron 1:4:4 6
Pressurised system 1:1.8:1.1 22
Ductille iron, dry-sand mold 10:9:8 11
Shell molded 1:2:2 8
Pressure system 4:8:8 18
Reverse choke 1.2:1:2 18
Aluminium 1:2:4 15
Pressurised system 1:2:1 17
Unpressurised system 1:3:8 17, 20
Brass 1:1:1-1:1:3 21
Sumber : Heine (1976,p.224)

e. Saluran Penambah (Riser)


Saluran yang memberi logam cair yang akan mengimbangi penyusutan dalam
pembekuan dari coran sehingga harus membeku awal dari coran. Fungsi dari saluran
penambah adalah untuk mengisi ukuran yang tidak terisi logam cair.
 Hukum Chorinov
T𝑅𝑖𝑠𝑒𝑟 = 1,25 TProduk .......................................................................................... (3-7)
2 2
V V
( 1⁄A ) 𝑅𝑖𝑠𝑒𝑟 = 1,25 ( 2⁄A ) ...................................................................... (3-8)
1 2

dengan :
V1 = volume riser
A1 = luas area riser
V2 = volume produk
A2 = luas area produk
Sumber: De Garmo (1997,p.354)

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
Gambar 3.24 Tipe riser
Sumber: Heine (1976,p.244)

f. Dam dan Trap


Dalam logam cair dalam pengalir masih ditemukan kotoran yang terapung pada
permukaan, sehingga harus dipertimbangkan untuk membuang kotoran tersebut, yaitu
melalui Dam. Fungsi Dam adalah untuk menampung dan mencegah kotoran dengan
jenis dari logam.

Gambar 3.25 Dam


Sumber: Surdia dan Chijiwa (2000,p.85)

Sedangkan trap biasanya untuk menampung atau membuang kotoran dengan berat
jenis lebih kecil dari logam cair sehingga mempunyai fungsi untuk menjebak kotoran
dengan berat jenis lebih kecil dari logam cair.

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
Gambar 3.26 Trap
Sumber: Yudi ST (2013,p.23)

g. Core Making
Core making adalah pembuatan cetakan inti yang diletakan secara vertikal di
cetakan untuk pembuatan lubang atau rongga didalam cetakan yang terbuat dari pasir
khusus. Macam-macam core making antara lain:
 Green Sand Molding
Green sand molding dapat didefinisikan sebagai inti atau core yang dibentuk
oleh pola itu sendiri. Green sand core merupakan salah satu bagian dari cetakan.
Green sand core dibuat dari pasir sisa cetakan yang sudah dibuat dengan
menambahkan pengikat.
Kelebihan :
- Banyak digunakan karena mudah dibuat
Kekurangan :
- Cetakan mudah hancur
- Mudah bereaksi
 CO2 Process
Cetakan dan inti dapat dibuat menggunakan pasir yang ditambahkan 3% - 4 %
sodium silikat. Pasir dicampur dengan larutan sodium silikat sesuai dengan standar
muller. Campuran pasir dan larutan sodium silikat masih bersifat mampu bentuk,
namun ketika campuran dikenai hembusan gas CO2 maka campuran seketika akan
mengeras. Reaksi pengerasan pada cara CO2 dijelaskan pada reaksi berikut :
Na2O.SiO2. xH2O + CO2 Na2CO3. xH2O + SiO2
Gambar 3.27 menunjukkan garis besar pembuatan cetakan dengan cara CO2

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
(1) Pasir dipadatkan ke dalam kotak inti dan lubang angin dibuat dengan
mempergunakan jarum-jarum.
(2) Kotak ini ditutup dan jarum-jarum ditarik sehingga terjadi lubang-lubang.
(3) Gas CO2 dialirkan melalui lubang-lubang itu.
(4) Keluarkan inti itu dari kotak inti.

Gambar 3.27 Proses pembuatan inti dengan CO2


Sumber: Surdia dan Chijiwa (2000,p.126)

Syarat core making :


1. Kekuatan yang memadai untuk operasional core making
2. Kuat dan keras
3. Kekuatan yang memadai, core setting, dan retensi akurasi dimensi
4. Ketahanan reaksi terhadap logam cair, erosi, peleburan, thermal shock dan
kemampuan untuk melepaskan gas
5. Mudah terlepas dari logam
Pengikat urea formaldehyde terbakar lebih cepat dan rusak (hancur) pada suhu yang
lebih rendah dibandingkan dengan pengikat phenol formaldehyde. Jadi pengikat
formaldehyde cocok untuk digunakan pada logam metal pada suhu yang lebih rendah,
seperti Al, Mg, kuningan yang tipis, dan perunggu. Pengikat phenol formaldehyde dapat
digunakan untuk baja cor (steel casting). Bentuk dan bagian-bagian dari core making
dapat dilihat pada Gambar 3.28.

Gambar 3.28 Core prints dan chaplets


Sumber: Kalpakjian (2009,p.265)

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
3.2.2.3. Macam - macam Sistem Saluran
1. Saluran Langsung
Saluran Langsung adalah jalan masuk bagi cairan logam yang dituangkan ke dalam
rongga cetakan. Tiap bagian diberi nama, dari mulai cawan tuang dimana logam cair
dituangkan dari ladel, sampai saluran masuk ke dalam rongga cetakan.
Keuntungan:
- Lebih ekonomis
- Sering digunakan karena mudah dibuat dan pendek.
Kerugian:
- Logam cair langsung jatuh kedalam rongga akan mengganggu logam yang terlebih
dahulu dituang.
- Banyak terdapat cacat.

Gambar 3.29 Saluran langsung


Sumber: Surdia dan Chijiwa (1996,p.69)

2. Saluran Bawah
Saluran yang mempunyai saluran masuk bagian bawah dari rongga cetakan. Karena
itu mempunyai saluran turun tegak yang panjang disambung dengan pengalir dan
saluran masuk dibuat untuk membelokkan keatas.
Keuntungan:
- Mengurangi cacat coran.
Kerugian:
- Diperlukan penuangan cepat.
- Pembentukan pola lebih rumit

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
Gambar 3.30 Saluran bawah
Sumber: Surdia dan Chijiwa (1996,p.69)

3. Saluran Pensil
Adalah sistem saluran dimana logam cair dijatuhkan ke bawah melalui beberapa
lubang pada dasar dari cawan tuang . Sistem saluran ini cocok untuk coran yang panjang
dan tipis seperti pipa. Kalau saluran pensil dipasang diujung atas dari cetakan pipa tegak
dan logam dituang, maka cetakan diisi secara merata dari bawah dan akan didapat pipa
yang baik.
Keuntungan:
- Waktu penuangan lebih cepat
- Cocok untuk coran panjang dan tipis seperti pipa
Kerugian:
- Pembuatan saluran ini relatif sulit dan rumit.
- Hanya untuk benda simetris

Gambar 3.31 Saluran pensil


Sumber: Surdia dan Chijiwa (1996,p.69)

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
4. Saluran Bertingkat
Mempunyai saluran turun yang dihubungkan dengan beberapa saluran masuk.
Logam cair mengalir ke dalam rongga dari saluran masuk yang terbawah, dan kemudian
dari saluran masuk kedua berikutnya, dari saluran ketiga dan seterusnya.
Keuntungan:
- Logam cair lebih cepat mengisi cetakan karena memiliki banyak saluran masuk.
- Kemungkinan cacat sedikit
- Aliran lebih laminer
Kerugian:
- Pembuatan cetakan yang rumit serta saluran jadi semakin panjang.

Gambar 3.32 Saluran bertingkat


Sumber: Surdia dan Chijiwa (1996,p.70)

5. Saluran Terompet
Saluran yang memiliki saluran alirnya berbentuk terompet dan ujungnya berada
didasar rongga cetakan drag.
Keuntungan:
- Logam cair akan masuk dan mengisi rongga pada cetakan lebih merata.
Kerugian:
- Cocok untuk benda - benda yang berbentuk pejal.

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
Gambar 3.33 Saluran terompet
Sumber: Surdia dan Chijiwa (1996,p.67)

6. Saluran Cincin
Saluran yang dibuat dari saluran dimana runner mengelilingi pola cetakan.
Biasanya dipakai dengan model saluran bawah.
Keuntungan:
- Logam cair akan masuk dan mengisi rongga pada cetakan secara merata.
- Hasil coran padat dan dapat mengurangi cacat
- Solidifikasi lebih merata
- Aliran laminer
- Cacat lebih sedikit
Kerugian:
- Proses pembuatannya panjang dan rumit.
- Butuh kecepatan penuangan yang tinggi.
- Pencabutan pola sulit

Gambar 3.34 Saluran cincin


Sumber: Surdia dan Chijiwa (1996,p.69)

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
7. Saluran Pisah
Mempunyai saluran masuk pada permukaan pisah dari cetakan, dari mana logam
cair dijatuhkan ke dalam rongga cetakan.
Keuntungan :
- Memiliki dua saluran yang berbeda sehingga ada jalan bagi udara untuk keluar.
Kerugian :
- Temperatur penuangan harus tinggi dan kecepatan penuangan juga harus cepat.

Gambar 3.35 Saluran pisah


Sumber : Surdia dan Chijiwa (1996,p.69)

8. Saluran Baji
Saluran baji dibuat seperti celah pada bagian atas coran. Saluran ini mempunyai
dua saluran masuk yang bertujuan untuk menghasilkan coran dengan ketebalan sama.
Keuntungan :
- Dalam sekali tuang dapat dihasilkan coran lebih dari satu dengan ukuran yang sama
besar. Karena mengisi dua buah pola dibutuhkan satu saluran masuk.
Kerugian :
- Kecepatan penuangan harus tinggi karena hanya ada satu saluran masuk untuk
beberapa cetakan yang harus diisi.

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
Gambar 3.36 Saluran baji
Sumber : Surdia dan Chijiwa (1996,p.70)

3.2.3. Pelapis
Pelapis adalah suatu lapisan yang diberikan pada permukaan cetakan dengan tujuan
tertentu sebelum logam cair dituangkan ke dalam cetakan.

3.2.3.1. Fungsi Pelapis


a. Mencegah fusi dan penetrasi logam.
b. Mendapatkan permukaan coran yang halus.
c. Membuang pasir inti dan pasir cetak dengan mudah saat pembongkaran.
d. Menghilangkan cacat - cacat akibat pasir, misal metal penetration.

3.2.3.2. Syarat Pelapis


Syarat pelapis yaitu:
a. Tahan panas untuk dapat menerima temperatur penuangan.
b. Pelapis setelah kering harus cukup kuat, tidak rusak karena logam cair.
c. Tebal pelapis yang cukup agar dapat mencegah penetrasi logam.
d. Gas yang ditimbulkan harus lebih sedikit.
Sumber : Surdia dan Chijiwa (1996,p.106)

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
3.2.3.3. Bahan Pelapis
Pelapis dibagi menjadi 2, yaitu:
1. Lapisan cetakan untuk cetakan pasir basah.
Untuk pelapis cetakan pasir basah dipakai grafit, bubuk mika, atau talek yang
murni. Bahan ini ditaburkan atau dicatkan dengan kuas pada permukaan cetakan basah.
Cara pelapisan adalah sebagai berikut:
a. Dalam hal penaburan, bubuk yang dimasukkan dalam kantong kain katun, pertama
harus ditaburkan pada permukaan bidang cetakan yang tegak.
b. Dalam hal pengecatan, bubuk pada ujung kuas dicatkan pada permukaan tegak dari
bawah ke atas.
c. Bubuk cenderung untuk menumpuk di dasar rongga, maka dari itu harus disapu atau
ditiup keluar.
2. Lapisan cetakan untuk pasir kering.
Untuk lapisan cetakan kering dipakai bahan - bahan berikut:
A. Bubuk grafit / arang. Jika temperatur penuangan dibawah 1350°C dalam hal ini
harus dijaga agar mencegah busa dan gelembung - gelembung karena zat pengikat.
Seperti dengan mengambil komposisi berikut:
a. Campuran grafit 100 (grafit kerak 0-40; Grafit tanah 100-60); Bentonit 10-20
(atau lempung tahan api 20-40)
b. Campuran grafit (grafit kerak 20-50; Grafit tanah atau jelaga kokas 80-50);
Bentonit 10-20 (atau lempung tahan api 20-40)
Dalam hal penggunaan lempung tahan api, dicampur gula tetes 2-5 atau lignin
asam sulfonat kurang dari 2 untuk tiap campuran grafit 100.
B. Untuk lapisan cetakan yang mengalami temperatur penuangan 1350°C harus dipilih
bahan yang mempunyai sedikit perubahan. Sifat pada temperatur tinggi. Contoh:
a. Campuran grafit 100 (grafit kerak 90-80 atau jelaga kokas 20); Bentonit 10-20.
b. Grafit kerak 100, Amonium khlorida 0.5, Bentonit 10-20.
Sumber : Surdia dan Chijiwa (1996,p.106)

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
3.3 Desain Kerja
3.3.1 Desain Benda Kerja
(Terlampir)

3.3.2 Desain Cope dan Drag


(Terlampir)

3.3.3 Desain Pola

Gambar 3.37 Desain gambar

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
Tabel 3.1
Dimensi Benda Kerja dan Toleransi
Dimensi Asli Toleransi Toleransi Toleransi Dimensi
No. Benda Kerja Penyusutan Permesinan Kemiringan Akhir
(mm) (mm) (mm) (mm) (mm)
A 25 0,33 2,34 - 22,33
B 50 0,65 3,13 - 53,78
C 15 0,2 1,41 - 13,4
D 15 0,2 0,94 - 16,13
E 55 0,72 3,44 - 59,15
F 45 0,59 2,81 - 48,4
G 23 0,29 1,41 - 24,2
H 24 0,31 2,25 - 21,44
I 53 - - - 54,77
J 15 0,2 0,94 - 16,13
K 100 1,3 6,25 - 107,55

1. Perhitungan Toleransi Penyusutan


x 5 𝑖𝑛𝑐ℎ 127 𝑚𝑚
= =
y 32 𝑓𝑒𝑒𝑡 9753,6 𝑚𝑚
Untuk setiap 32 feet = 9753,6 mm memerlukan jumlah toleransi penyusutan sebesar
5 inch = 127 mm.
𝑋 5 𝑖𝑛𝑐ℎ 127 𝑚𝑚
100 mm  100 mm x 𝑌 = 100 𝑚𝑚 32 𝑓𝑒𝑒𝑡 = 100 𝑚𝑚 = 1,30 mm
9753,6 𝑚𝑚

2. Perhitungan Toleransi Permesinan


a. Untuk finishing
x 1 𝑖𝑛𝑐ℎ 25,4 𝑚𝑚
= =
y 16 𝑖𝑛𝑐ℎ 406,4 𝑚𝑚
Untuk setiap 16 inch = 406,4 mm memerlukan jumlah toleransi permesinan
sebesar 1 inch = 25,4 mm.
𝑋 1 𝑖𝑛𝑐ℎ 25,4 𝑚𝑚
100 mm  100 mm x 𝑌 = 100 𝑚𝑚 16 𝑖𝑛𝑐ℎ = 100 𝑚𝑚 = 6,25 mm
406,4 𝑚𝑚

b. Untuk boring
x 3 𝑖𝑛𝑐ℎ 76,2 𝑚𝑚
= =
y 32 𝑖𝑛𝑐ℎ 812,8 𝑚𝑚
Untuk setiap 32 inch = 812,8 mm memerlukan jumlah toleransi permesinan

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
sebesar 3 inch = 76,2 mm.
𝑋 3 𝑖𝑛𝑐ℎ 76,2 𝑚𝑚
24 mm  24 mm x 𝑌 = 24 𝑚𝑚 32 𝑖𝑛𝑐ℎ = 24 𝑚𝑚 = 2,25 mm
812,8 𝑚𝑚

3. Dimensi Total
Dimensi Total = Dimensi Benda + Toleransi Penyusutan + Toleransi Permesinan
100 mm  100 mm + 1,30 mm + 6,25 mm = 107,55 mm

3.3.4 Desain Sistem Saluran


Volume benda kerja (v) = 132549,99 mm3 = 132549,99 x 10-9 m3
Massa jenis benda kerja (ρ) = 2700 kg/m3
Luas Permukaan benda kerja (A) = 24894,57 mm2
m=ρxv
= 2700 kg/m3 x 132549,99 x 10-9 m3
= 0,35788 kg
- Pouring Rate
R = b √𝑚
= 0,47 √0,35788 kg
= 0,28117 kg/s
- Waktu Penuangan
m
t= R
0,35788 kg
t= kg = 3,9967 s
0,28117
s

- Diameter sprue bawah


Tinggi sprue yang direncanakan (h2) = 60 mm = 0,6 m
𝑚
Abawah =
ρ x t√2 x g x h
0,35788 kg
Abawah = kg m
2700 3 x3,9967 s x √2 x 9,81 2 x 0,6 m
m s

Abawah = 0,000030567 m2 = 30,567 mm2


Abawah = πr2
30,567 mm2 = πr2
30,567 mm2
r2 = √ π

= 3,12 mm

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
d2 = 2 x 3,12003 mm = 6.24 mm
- Diameter sprue atas
Tinggi pouring basin yang direncanakan (h1) = 30 mm = 0,03 m
ℎ𝑏𝑎𝑤𝑎ℎ
Aatas = Abawah √ ℎ𝑎𝑡𝑎𝑠
60 mm
= 30,567 mm2 √30 mm
Aatas = 43.23 mm2
Aatas = πr1 2
πr1 2 = 43.23 mm2
43.23 mm2
r1 = √ 3,14

r1 =3,71 mm
D1 = 2 x 3,71 mm = 7,42 mm
- Ukuran Runner
Gating Ratio = Sprue:Runner = 1:3
A𝑟𝑢𝑛𝑛𝑒𝑟 = 3 x Abawah
= 3 x 30,567 mm2
= 91,7 mm2
Arunner = Apersegi
91,7 mm2 = S2
S = 9,58 mm
- Ukuran Ingate
Luas ingate dengan runner perbandingan 1:3
Aingate = 3 x Abawah
= 3 x 30,567 mm2
= 91,7 mm2
Karena digunakan 2 gate, maka luasan dibagi 2, menjadi:
Aingate = 45.85 mm2
Aingate = Apersegi
45.85 mm2 = 𝑆 2
S = 6,77 mm
- Diameter riser
Tinggi riser yang direncanakan (t) = 90 mm

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
𝑉 𝑉
(𝐴 )2 = 1,25 (𝐴)2produk
𝑟𝑖𝑠𝑒𝑟
𝑉 132549,99 𝑚𝑚3
(𝐴 )2 = 1,25 ( 24894,57 𝑚𝑚2 )2
𝑟𝑖𝑠𝑒𝑟
𝜋𝑟 2 𝑡 132549,99 𝑚𝑚3
= 1,118 ( 24894,57 𝑚𝑚2 )
2𝜋𝑟(𝑟+ℎ)
𝑟𝑡
= 2,236 (5,324 mm)
(𝑟+ℎ)
𝑟 𝑥 90 𝑚𝑚
= 11,90 mm
𝑟+90 𝑚𝑚

90 r = (r + 90) x 11,90
90 r = 11,90 r + 1071 mm2
90 r - 11,90 r = 1071 mm2
78,1 r = 592,2 mm2
r = 13,7 mm
d= 27,4 mm
Ariser = π . r2
= π . (13,7 mm)2
= 591,15 mm2
Karena digunakan 6 riser, maka luasan dibagi 6, menjadi:
Ariser = 98,53 mm2
π . r2 = 98,53 mm2
98,53 𝑚𝑚2
r=√ 𝜋

r = 5,60 mm
d = 11,20 mm

3.3.4 Desain Cetakan Pasir


(Terlampir)

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
3.4 Urutan Kerja Pembuatan Cetakan Pasir
3.4.1 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan untuk membuat cetakan pasir adalah:
1. Rangka Cetak (Cope dan Drag)
Alat ini digunakan sebagai tempat untuk membuat cetakan pasir.

Cope 2

Cope 1

Drag

Gambar 3.38 Cope dan drag

2. Pola
Alat ini digunakan untuk membuat bentuk/rongga cetakan benda kerja.

Gambar 3.39 Pola tampak atas

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
Gambar 3.40 Pola tampak samping

3. Saluran Masuk dan Riser


Alat ini digunakan sebagai tempat mengalirnya logam cair dalam cetakan.

Riser

Pourin Basin

Runner

Sprue

Ingate

Gambar 3.41 Saluran masuk dan riser

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
4. Papan Datar
Alat ini digunakan untuk tempat alas dalam membuat cetakan.

Gambar 3.42 Papan datar

5. Kamera
Alat ini digunakan sebagai dokumentasi.

Gambar 3.43 Kamera

Bahan yang digunakan adalah pasir cetak dengan komposisi pasir silika, bentonit, dan
air serta:
1. Pasir silika halus
2. Grafit

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
3.4.2 Urutan Kerja
Langkah - langkah dalam pembuatan cetakan adalah :
1. Aduk pasir cetak dengan komposisi tertentu dengan tangan agar campurannya merata.
2. Letakkan pola cetakan pada papan datar berikut drag, kemudian masukkan pasir cetak
dan padatkan hingga rata dan padat memenuhi drag. Ratakan permukaan pasir cetak
bagian atas dengan papan kayu.
3. Balik drag kemudian taburi pola dengan grafit. Sedangkan untuk pasir cetak taburi
dengan pasir silika halus agar pola dan pasir cetak tidak lengket, kemudian ratakan
dengan kuas secara hati – hati.
4. Letakkan cope diatas drag, kemudian letakkan saluran turun dan saluran penambah.
5. Isi cope dengan pasir cetak, padatkan dan selama pemadatan jangan sampai saluran
turun maupun saluran penambah berubah posisinya.
6. Ambil saluran turun, saluran penambah dengan hati - hati jangan sampai pasir ikut
terangkat.
7. Angkat cope dari drag secara hati - hati, kemudian ambil polanya. Apabila masih terjadi
kerusakan, maka tempatkan kembali pola ke posisi semula dan isi bagian – bagian yang
rusak tersebut dengan pasir cetak.
8. Taburi rongga bekas pola tersebut dengan grafit, kemudian ratakan dengan kuas secara
hati – hati.
9. Letakkan kembali semua cope diatas drag, kemudian cetakan yang sudah jadi tersebut
letakkan ditempat yang aman dan datar, di atas cetakan beri pemberat.

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
3.5 Studi Kasus dan Pemecahan Masalah
3.5.1 Studi Kasus
1. Pasir Rontok
Terjadi kerontokan pasir seperti pada pouring basin dan riser. Kerontokan tersebut
dapat dilihat pada gambar 3.44.

Gambar 3.44 Pasir rontok

2. Tinggi Pasir Melebihi Tinggi Cope dan Drag


Ketinggian pasir melebihi cope dan drag (tidak rata) seperti yang terlihat pada
gambar 3.45.

Gambar 3.45 Tinggi pasir melebihi tinggi cope dan drag

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
3. Miringnya Sistem Saluran
Miringnya sistem saluran pada cetakan, salah satunya seperti yang terlihat pada
gambar 3.46.

Gambar 3.46 Sistem saluran miring

4. Celah antara Cope dan Drag


Celah antara cope dan drag cetakan pasir dapat dilihat pada gambar 3.47.

Gambar 3.47 Celah antara cope dan drag

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
5. Celah di dinding Cope
Celah pada cope dapat dilihat pada gambar 3.48

Gambar 3.48 Celah pada cope

3.5.2 Analisis
1. Pasir Rontok
Pasir rontok pada cetakan disebabkan oleh kurangnya pemadatan pasir pada sekitar
bagian tersebut serta luas bidang kontak yang besar antara pola dan pasir sehingga saat
pola diambil pasir disekitarnya akan rontok, selain itu disebabkan juga kurang padatnya
pasir dan juga proses penarikan yang kurang hati-hati.
2. Tinggi Pasir Melebihi Tinggi Cope dan Drag
Tinggi pasir melebihi cope dan drag disebabkan karena pemadatan pasir yang
kurang serta kurangnya penekanan cope dan drag proses saat pemadatan, sebab lainnya
yaitu kurangnya pemberian pelapis.
3. Miringnya Sistem Saluran pada Cetakan
Miringnya sistem saluran pada cetakan disebabkan karena kurangnya penekanan
pada pola saluran saat pemadatan pasir cetak, sehingga pola saluran akan terdesak
kesamping oleh pasir, selain itu juga disebabkan pengambilan pola yang sulit akibat
salah dalam desain

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
4. Celah antara Cope dan Drag
Celah tersebut disebabkan perbedaan ketingggian antara pasir dengan cetakan
akibat pemadatan dengan tekanan yang tidak sesuai (kurang). Sebab lainnya yaitu cope
dan drag tidak sesuai dengan desain dan kurang penekanan pada cope.
5. Celah di dinding Cope
Celah tersebut disebabkan oleh penekanan yang kurang pada cope, selain itu juga
akibat proses pemadatan yang berlebihan.

3.5.3 Pemecahan Masalah


1. Pasir Rontok
Pemadatan lebih dioptimalkan dan pada saat penarikan pola perlu dilakukan secara
hati – hati dan perlahan agar tidak mudah rontok. Dan juga desain pola yang bisa
meminimalisir bidang kontak antara pola dan pasir cetak.
2. Tinggi Pasir Melebihi Tinggi Cope dan Drag
Pada saat melakukan pemadatan, posisi cope dan drag harus stabil dengan cara
ditekan, dan mengoptimalkan pemadatan serta pemberian pelapis yang cukup.
3. Miringnya Sistem Saluran pada Cetakan
Saat pemadatan pasir dilakukan, tekanan yang diberikan harus dipastikan sesuai
agar pasir tidak akan mendorong pola saluran yang menyebabkan pergeseran.
Pembuatan pin dengan bentuk dan dimensi yang sesuai juga perlu diperhatikan agar
pola sesuai dengan desain yang dibuat dan mudah dicabut
4. Celah antara Cope dan Drag
Pemadatan pasir harus optimal agar tinggi pasir tidak melebihi cope dan drag,
sehingga tidak terdapat celah antara cope dan drag. Pembuataan cope dan drag sesuai
dengan dimensi yang diinginkan
5. Celah di dinding Cope
Penekanan yang diberikan pada cope harus cukup dan proses pemadatan yang
cukup dan tidak berlebihan.

3.6 Kesimpulan dan Saran


3.6.1 Kesimpulan
1. Terjadi kerontokan pasir pada cetakan, karena pemadatan yang kurang optimal dan
penarikan pola yang kurang hati – hati, sehingga saat pencabutan pasir rontok dan

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya
menyebabkan cacat pada dimensi pola. Seharusnya pemadatan dilakukan lebih optimal
serta pada saat penarikan cetakan dilakukan secara hati-hati dengan mempertimbangkan
pola toleransi kemiringannya agar mempermudah proses penarikan pola.
2. Tinggi pasir melebihi tinggi cope dan drag karena pemadatan pasir yang kurang dan
kurangnya penekanan cope dan drag saat pemadatan. Solusinya, pada saat melakukan
pemadatan, posisi cope dan drag harus stabil dengan cara ditekan, serta mengoptimalkan
pemadatannya.
3. Miringnya sistem saluran pada cetakan disebabkan karena kurangnya tekanan yang
diberikan pada pola saluran. Solusinya harus memastikan agar tekanan yang diberikan
sesuai agar pasir tidak mendorong pola saluran serta pemberian pin yang sesuai.
4. Terdapat celah antara cope dan drag yang diakibatkan oleh perbedaan ketingggian antara
pasir dengan cetakan karena pemadatan yang kurang. Solusinya dengan memberikan
pemadatan yang optimal agar tidak ada perbedaan ketingggian antara pasir dengan
cetakan(cope dan drag) yang akan menimbulkan celah.
5. Terdapat celah pada cope akibat penekanan yang kurang pada cope dan pemadatan yang
berlebihan. Solusinya yaitu Penekanan yang diberikan pada cope harus cukup dan proses
pemadatan yang cukup dan tidak berlebihan.

3.6.2 Saran
1. Pihak laboratorium sebaiknya mengganti alat-alat untuk praktikum yang sudah rusak
dengan yang layak pakai.
2. Diharapkan timeline praktikum dapat diperpanjang.
3. Sebaiknya seluruh asisten ikut membimbing saat praktikum berlangsung.

Laboratorium Pengecoran Logam


Jurusan Mesin Universitas Brawijaya

Anda mungkin juga menyukai