Pengantar Ilmu Fiqh
Pengantar Ilmu Fiqh
1. Pengertian Fikih
Dari definisi di atas dapat diketahui bahwa ilmu Fikih berbicara seputar
amalan-amalan seorang hamba. Tidak berhubungan dengan aqidah / keyakinan.
Pada masa beliau ilmu Fikih belum begitu dikenal dan belum dibukukan.
Karena saat itu wahyu masih terus turun kepada Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam. Para sahabat mempelajari Fikih dengan cara melihat
langsung amalan yang dilakukan oleh Nabi. Apabila Nabi berwudhu’, para
sahabat melihatnya lalu mempraktekannya. Apabila Nabi shalat, para
shahabat memperhatikannya dengan seksama lantas menirukannya. Tanpa
mengetahui apakah hal itu termasuk rukun, wajib, ataupun sunah dari suatu
amalan. Ada juga yang meminta fatwa secara langsung kepada Nabi,
kemudian beliau berfatwa. Begitu pula ada yang mengadukan suatu perkara,
lalu beliau memutuskan hukumnya2.
ير
ٌ صِ َس ِمي ٌع ب َّللاُ يَ ْس َم ُع ت َ َح ُاو َر ُك َما إِ هن ه
َ ََّللا َّللاُ قَ ْو َل الهتِي ت ُ َجا ِدلُكَ فِي زَ ْو ِج َها َوتَ ْشت َ ِكي إِلَى ه
َّللاِ َو ه َ ْقَد
س ِم َع ه
1
Al-Ushul min ‘ilmil ushul, hal. 7
2
Lihat : Shahih Fikih Sunnah, hal. 18
1|Page
Pada akhirnya Allah ta’ala menurunkan hukum Fikih mengenai dzihar
melalui wahyu-Nya.
Pada periode ini ringkasnya telah terjadi perbedaan pada madzhab para
sahabat. Kemudian para Tabi’in mengambil ilmu dan pendapat dari para
sahabat yang berbeda-beda, yang mudah didapatkan oleh mereka. Di setiap
negeri terdapat Imam-imam ahli Fikih.
Sa’id bin al-Musayyib dan Salim bin Abdullah bin Umar di Madinah,
setelah ada az-Zuhri, Yahya bin Sa’id, dan Rabi’ah bin Abdurrahman. Kota
Mekah memiliki Atho’ bin Abu Rabah. Ibrahim an-Nakha’I dan Asy-Sya’bi
berada di Kufah. Al-Hasan di Bashrah. Thowus bin Kaisan di Yaman.
Terakhir Makhul di Syam4.
3
Idem, hal. 19
4
Lihat : shahih Fikih sunnah, hal. 21
2|Page
2. Imam Malik bin Anas (w. 179 H)
Para imam tersebut memiliki murid-murid yang banyak dan oleh murid-
muridnya tersebut, pendapat-pendapat mereka mulai dibukukan. Sehingga
dapat kita baca dan tela’ah pada hari ini.
Ilmu Fikih mengambil dasar pendalilan dari 2 sumber utama, yaitu Al-
Qur’an dan Hadits. Karena telah banyak dalil-dalil yang memerintahkan untuk
menjadikan 2 hal tersebut sebagai rujukan utama. Lantas sumber rujukan yang
selanjutnya adalah ijma’ dan qiyas yang shahih. Akan tetapi, dua sumber utama
di atas haruslah didahulukan dari segala sesuatu, sekalipun harus bertentangan
dengan pendapat para Imam Madzhab. Bahkan para imam tersebut berwasiat
untuk meninggalkan pendapatnya apabila menyelisihi hadits yang shahih.
Syaikh Shalil al-Fulaniy dalam kitabnya yang berjudul Iqadhul himam
menukilkan perkataan para imam madzhab yang termasyhur. Antara lain sebagai
berikut :
إذا كان خبر رسول هللا يخالفه: فقيل. اتركوا قولي لكتاب هللا: قال,إذا قلت قوال و كتاب هللا يخالفه
اتركوا قولي لقول: إذا كان قول الصحابة يخالفه؟ قال: فقيل, اتركوا قولي لخبر رسول هللا: ؟ قال
.الصحابة
5
Ahammiyatul ‘inayah bit tafsir wal hadits wal Fikih, hal. 30
3|Page
b. Imam Malik bin Anas
“Aku hanyalah seorang manusia yang bisa salah dan bisa benar, maka
periksalah pendapatku. Apabila bersesuaian dengan al-Qur’an dan as-
Sunnah maka ambilah. Dan semua yang tidak bersesuaian denga al-Qur’an
dan as-Sunnah maka tinggalkanlah.”
c. Imam Syafi’i
“Janganlah kalian taklid kepadaku, atau kepada Malik, Syafi’I, Auza’I, dan
Imam ats-Tsauriy. Tapi ambilah pendapat dari tempat mereka
mengambilnya.”6
b. Tidak meyakini bahwa dalil itu tepat untuk suatu permasalahan yang
dihadapi.
6
Idem, hal. 38-39
4|Page
c. Meyakini bahwa hukum permasalahan tersebut telah dihapus
(mansukh).
7
Idem, hal. 42-43
8
Idem, hal. 45
9
Idem, hal. 46-47
5|Page