Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di era globalisasi saat ini, banyak perkembangan ilmu


pengetahuan, teknologi, mapun budaya-budaya dari berbagai negara di
belahan dunia yang masuk ke negara Indonesia. Berkembangan tersebut
secara otomatis akan mengakibatkan perubahan besar pada berbagai
bangsa dan negara di dunia. Gelombang besar kekuatan internasional dan
transnasional melalui globalisasi telah mengancam bahkan menguasai
eksistensi negara-negara kebangsaan termasuk Indonesia. Akibatnya, akan
terjadi pergeseran nilai-nilai dalam kehidupan kebangsaan karena adanya
perbenturan kepentingan antara nasionalisme dan internasionalisme. Nilai-
nilai baru yang masuk, baik secara subjektif maupun secara objektif, serta
terjadinya pergeseran nilai di tengah masyarakat pada akhirnya akan
mengancam prinsip-prinsip hidup berbangsa masyarakat Indonesia.

Pancasila sebagai prinsip dasar yang telah ditemukan oleh peletak


dasar (the founding fathers) diabstrasikan menjadi suatu prinsip dasar
filsafat bernegara. Dengan demikian, Pancasila sebagai filsafat hidup
bangsa Indonesia, saat ini mengalami ancaman dengan munculnya nilai-
nilai baru dari luar dan pergeseran nilai-nila yang terjadi. Harus disadari
bahwa sesungguhnya suatu masyarakat suatu bangsa senantiasa memiliki
suatu pandangan hidup atau filsafat hidup masing-masing, yang berbeda
dengan bangsa lainnya.

Di zaman yang serba modern ini, nilai, etika, norma,dan moral


seringkali diabaikan oleh rakyat Indonesia, terutama oleh anak muda.
Sehingga mengakibatkan hilangnya karakter bangsa Indonesia yang
sesungguhnya. Menanggapi itu semua, perlu diperkenalkannya pancasila
sebagai nilai etika. Karena pada dasarnya pancasila merupakan suatu nilai

1
yang didalamnya terkandung pemikiran – pemikiran yang bersifat kritis,
mendasar, rasional, sistematis dan komperhensif (menyeluruh). Seperti
yang kita ketahui, sebagai suatu nilai, Pancasila memberikan dasar-dasar
yang bersifat fundamental dan universal bagi manusia baik dalam hidup
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Berkenaan Pancasila sebagai Sistem Etika, kita menyadari bahwa


nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila merupakan satu kesatuan
antara untaian sila dengan sila lainnya. Setiap sila mengandung makna dan
nilai tersendiri.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimana hakikat pancasila sebagai sistem filsafat hidup bangsa


Indonesia?

1.2.2 Apa yang membuktikan bahwa Pancasila sebagai sistem filsafat?

1.2.3 Bagaimana kesatuan sila-sila Pancasila sebagai sistem fisafat?

1.2.4 Apa fungsi utama filsafat Pancasila bagi bangsa dan negara?

1.2.5 Mengapa Pancasila dijadikan sebagai filsafat pendidikan nasional?

1.2.6 Apa yang dimaksud dengan etika, nilai, norma dan moral?

1.2.7 Bagaimana hakekat Pancasila sebagai sistem etika?

1.2.8 Bagaimana hubungan antara nilai, norma dan moral?

1.2.9 Bagaimana aplikasi nilai, norma dan moral dalam kehidupan


sehari-hari?

1.3 Tujuan

1.3.1 Mengetahui hakekat Pancasila sebagai sistem filsafat.

1.3.2 Menunjukan bukti Pancasila sebagai sistem filsafat.

2
1.3.3 Mengetahui kesatuan sila-sila Pancasia sebagai system filsafat.

1.3.4 Mengetahui fungsi utama filsafat Pancasila.

1.3.5 Mengetahui alasan Pancasila dijadikan sebagai filsafat pendidikan


nasional.

1.3.6 Mengetahui arti etika, nilai, norma dan moral.

1.3.7 Mengetahui hakekat Pancasila sebagai sistem etika.

1.3.8 Mengetahui hubungan antara nilai, norma, dan moral.

1.3.9 Mengetahui aplikasi nilai, norma dan moral dalam kehidupan


sehari-hari.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Hakikat Pancasila Sebagai Filsafat Hidup Bangsa Indonesia

Secara etimologis istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani


“philosophia” yang tersusun dari kata “philos” yang berarti cinta atau
“philia” yang berarti persahabatan, tertarik kepada, dan dari kata “sophos”
yang berarti kebijaksanaan, pengetahuan, ketrampilan, pengalaman
praktis, intelegensi. Dengan demikian, philosophia secara harfiah berarti
kebijaksanaan. Berdasarkan makna kata tersebut, maka mempelajari
filsafat berarti merupakan upaya manusia untuk mencari kebijaksanaan
hidup yang nantinya bisa menjadi konsep yang bermanfaat bagi peradaban
manusia.

Berdasarkan lingkup bahasanya filsafat terdiri dari dua makna yaitu:

a) Filsafat dalam arti produk, yaitu sebagai suatu jenis problema yang
dihadapi manusia. Sehingga manusia mencari suatu kebenaran
yang timbul dari persoalan yang bersumber dari akal manusia, dan
sebagai jenis pengetahuan, ilmu, konsep, dan pemikiran dari para
filsuf misalnya rasionalisme, materialisme, pragmatisme.
b) Filsafat dalam arti proses, diartikan dalam bentuk suatu aktifitas
berfilsafat, dalam proses pemecahan suatu permasalahan dengan
menggunakan suatu cara metode tertentu yang sesuai dengan
objeknya.

Adapun cabang-cabang filsafat yang pokok adalah sebagai berikut:

a) Metafisika, membahas tentang hal-hal yang bereksistensi di balik


fisis yang meliputi bidang-bidang, ontologi, kosmologi, dan
antropologi.
b) Epistemology, bekaitan dengan persoalan hakikat pengetahuan.

4
c) Logika, berkaitan dengan persoalan filsafat berfikir, yaitu rumus-
rumus, dan dalil-dalil berfikir yang benar.
d) Metodologi, berkaitan dengan persioalan hakikata metode dalam
ilmu pengetahuan.
e) Etika, berkaitan dengan moralitas, tingkah laku manusia.
f) Estetika, berkaitan dengan persoalan hakikat keinahan.

Pancasila yang terdiri dari lima sila pada hakikatnya merupakan


sistem fiilsafat. Sistem yang dimaksud dalam hal ini adalah suatu
kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan, saling bekerjasama
untuk satu tujuan tertentu. Sistem lazimnya memiliki cirri-ciri sebagai
berikut:

1. Suatu kesatuan bagian-bagian.


2. Bagian-bagian tersebut mempunyai fungsi sendiri-sendiri.
3. Saling berhubungan dan saling ketergantungan.
4. Keseluruhannya dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan
tertentu (tujuan sistem).
5. Terjadi dalam suatu lingkunngan yang kompleks.

Pada hakikatnya setiap sila Pancasila merupakan suatu asa sendiri-


sendiri, fungsi sendiri-sendiri. Namun demikian secara keseluruhan adalah
suatu kesatuan yang sistematis dengan tujuan bersama yaitu suatu
masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Paancasila.

Pancasila sebagai dasar filsafat Negara Republik Indonesia secara


resmi disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 dan tercantum
dalam pembukaan UUD 1945, diundangkan dalam berita Negara Republik
Indonesia tahun II No.7 bersama dengan UUD 1945. Ada empat macam
sebab yang dapat digunakan untuk menetapkan Pancaila sebagai dasar
filsafat negara, yaitu sebab berupa materi (causa material), sebab berupa
bentuk (causa formalis), sebab berupa tujuan (causa finalis) dan sebab
berupa asal mula karya (cause efficient).Nilai-nilai yang tertuang dalam

5
rumusan sila-sila Pancasila adalah landasan filosofis yang dianggap,
dipercaya dan diyakini sebagai sesuatu (kenyataan, norma-norma, nilai-
nilai) yang paling benar, paling adil, paling bijaksana, paling baik dan
paling sesuai sebagai dasar Negara Kesatuan Repulik Indonesia.

Bentuk filsafat Pancasila sendiri digolongkan sebagai berikut:

1. Bersifat religius, yang berarti dalam hal kebijaksanaan dan


kebenaran mengenal mutlak yang berasal dari Tuhan Yang Maha
Esa (kebenaran religius) dan sekaligus mengakui keterbatasan
kemampuan manusia.
2. Memiliki arti praktis, yang berarti dalam proses pemahamannya
tidak sekedar mencari kebenaran dan kebijaksanaan, serta hasrat
ingin tahu, tapi hasil pemikiran yang berwujud filsafat Pancasila
tersebut dipergunakan sebagai pedoman hidup sehari-hari agar
mencapai kebahagiaan lahir dan batin (pancasialis).

Pancasila adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia, pandangan bangsa


Indonesia dan dasar Negara. Disamping menjadi tujuan hidup banngsa
Indonesia, Pancasila juga merupakan kebudayaan yang mengajarkan
bahwa hidup manusia akan mencapai puncak kebahagian jika dapat
dikembangkan keselarasan dan keseimbangan, baik dalam hidup manusia
sebagai pribadi, sebagai makhluk social dalam mengejar hubungan
denngan masyarakat, alam, Tuhannya maupun dalam mengejar kemajuan
lahiriah dan kebahagiaan rohaniah.

Oleh karena itu, seluruh masyarakat Indonesia perlu memahami,


menghayati dan mengamalkan Pancasila dalam segi kehidupan. Tanpa
upaya itu, Pancasila hanya akan menjadi rangkaian kata-kata indah
rumusan yang beku dan mati serta tidak mempunyai arti bagi kehidupan
bangsa Indonesia.

6
2.2 Bukti Bahwa Pancasila Sebagai Sistem Filsafat

Pancasila sebagai landasan dan falsafah dasar Negara telah


membuktikan bahwa Pancasila sebagai wadah yang dapat menyatukan
bangsa. Dengan Pancasila bangsa Indonesia diikat oleh kesadaran sebagai
satu bangsa dan satu negara. Pancasila memberikan ciri khas dalam
kehidupan bangsa dan negara Indonesia.

Pancasila merupakan suatu kesatuan yang utuh. Kesatuan sila-sila


Pancasila tersebut diuraikan sebagai berikut:

1. Kesatuan sila-sila Pancasila dalam struktur yang bersifat hirarkis


dan berbentuk piramidal

Susunan secara hirarkis mengandung pengertian bahwa


sila-sila Pancasila memiliki tingkatan berjenjang, yaitu sila yang
ada di atas menjadi landasan sila yang ada di bawahnya. Pengertian
matematiika pyramidal digunakan untuk menggambarkan
hubungan hirarkis sila-sila Pancasila menurut urutan-urutan luas
dan juga dalam hal urutan-urutan sifatnya. Dengan demikian
diperoleh pengertian bahwa menurut urutannya setiap sila
Pancasila merupakan pengkhususan dari sila-sila yang ada
dimukanya. Dalam susunan hirarkis dan pyramidal, sila Ketuhanan
Yang Maha Esa menjadi basis kemanusiaan, persatuaan,
kerakyatan dan keadilan social. Sebaliknya Ketuhanan Yang Maha
Esa adalah Ketuhanan yang berkemanusian, yang membangun,
memelihara dan mengembangkan persatuan Indonesia, yang
berkerakyatan dan bereadilan social. Demikian seterusnya,
sehingga tiap-tiap sila di dalamnya mengandung sila-sila lainnya.

2. Hubungan kesatuan sila-sila Pancasila yang saling mengisi dan


saling mengkualifikasi

7
Hakikatnya sila-sila Pancasila tidak berdiri sendiri, akan
tetapi pada setiap sila terkandung keempat sila lainnya. Rumusan
sila-sila Pancasila yang saling mengisi dan mengkualifikasi:

a) Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, adalah


berkemanusiaan yang adil dan beradab,
berperisatuan Indonesia, berkerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan dan berkeadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.
b) Sila kemanusiaan yang adil dan beradab, adalah ber-
Ketuhanan Yang Maha Esa, berperisatuan
Indonesia, , berkerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan dan berkeadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.
c) Sila persatuan Indonesia, adalah ber-Ketuhanan
Yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan
beradab, berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
dan berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
d) Sila keempat, adalah ber-Ketuhanan Yang Maha
Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab,
berperisatuan Indonesia dan berkeadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
e) Sila kelima, adalah ber-Ketuhanan Yang Maha Esa,
berkemanusiaan yang adil dan
beradab,berperisatuan Indonesia dan berkerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan.

8
Ini merupakan bukti bahwa sila-sila Pancasila merupakan
kesatuan atau sebagai sistem filsafat.

3. Susunan kesatuan sila-sila Pancasila bersifat organis

Pancasila merupakan suatu kesatuan yang majemuk


tunggal. Konsekuensinya setiap sila-sila Pancasila tidak dapat
berdiri sendiri-sendiri terlepas dari sila-sila lainnya serta diantara
sila atau dan lainnya tidak saling bertentangan.

2.3 Kesatuan Sila-sila Pancasila Sebagai Sistem Filsafat

Kesatuan sila-sila Pancasila pada hakikatnya bukanlah hanya


merupakan kesatuan yang bersifat formal logis saja. Secara filosofis
Pancasila sebagai suatu kesatuan sistem filsafat memiliki dasar ontologis,
dasar epistemologis serta dasar aksiologis dari sila-sila sendiri yang
berbeda dengan system filsafat yang lainnya misalnya materialisme,
liberalisme, pragmatisme, komunisme, idealisme dan lain paham filsafat di
dunia.

1. Dasar epistemologis Pancasila

Epistemologi adalah cabang filsafat yang menyelidiki asal,


syarat, susunan, dan validalitas ilmu pengetahuan. Secara
epistemologis kajian Pancasila sebagai filsafat dimaksudkan
sebagia upaya untuk mencari hakikat Pancasila sebagai suatu
sistem pengetahuan. Epistemologis Pancasila terkait dengan
sumber dasar pengetahuan Pancasila. Sumber pengetahuan
Pancasila dapat ditelusuri melalui sejarah terbentuknya Pancasila.

Epistemologis sosial Pancasila dicirikan dengan adanya


upaya masyarakat bangsa Indonesia yang berkeinginan untuk
membebaskan diri menjadi bangsa yang merdeka, bersatu,
berdaulat dan berKetuhanaYan Maha Esa, berkemanusiaan yang

9
adil dan beradab, berperisatuan Indonesia, berkerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan dan berkeadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.

2. Dasar ontologis Pancasila

Ontologi adalah ilmu yang menyelidiki hakikat sesuatu atau


tentang ada, keberadaan atau eksistensi dan disamakan artinya
dengan metafisika. Dasar ontologism Pancasipada hakikatnya
adalah manusia, yang memiliki hakikat mutlak yaitu monopularis,
atau monodualis, oleh karena iu juga disebut sebagai asar
antropologis. Secara ontologis, Pancasila sebagai filsafat
dimaksudkan sebagai upaya untuk mengetahui hakikat dasar dari
sila-sila Pancasila.

Dasar-dasar ontologism Pancasila itu benar-benar ada


dalam realitas dengan identitas dan entitas yang jelas. Melalui
tinjauan filsafat, dasar ontologis Pancasila mengungkap status
istilah yang digunakan, isi dan susunan sila-sila, tata hubungan,
serta kedudukannya.

3. Dasar aksiologis Pancasila

Aksiologi adalah teori nilai, yaitu sesuatu yang diinginkan,


disukai atau yang baik. Sila-sila Pancasila sebagai suatu system
filsafat memiliki satu kesatuan dasar aksiologis, yait unilai-nilai
yang terkandung pada Pancasila pada hakikatnya juga merupakan
suatu kesatuan.

Dalam filsafat Pancasila, terdapat tiga tingkata nilai yaitu


nilai dasar, nilai instrumental dan nilai praktis. Nilai-nilai dasar
dari Pancasila adalah nilai Ketuhanan, nilai kemanusian, nilai
persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan. Nilai instrumental
adalah nilai yang berbentuk norma social dan norma hokum yang

10
selanjutnya akan terkristalisasi dalam peraturan dan mekanisme
lembaga-lembaga Negara. Nilai praktis adalah nilai yang
sesungguhnya kita laksanakan dalam kenyataan. Nilai ini
merupakan batu ujian apakah nilai dasar dan nilai instrumental
itubenar-benar hdup dalam masyarakat.

2.4 Fungsi Utama Filsafat Pancasila bagi Bangsa dan Negara Indonesia

Keberadan Pancsila telah terbukti mampu mampersatukan Negara


Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dari perpecahan. Dalam konsep
bhineka tnggal ika, Pancasila menjadi rujukan kebersamaan atas beragam
budaya budaya dan etnis dari sabang samapi merauke. Dari kenyataan
inilah maka fungsi dan peranan Pancasila meliputi:

a. Pancasila sebagai jiwa bangsa Indonesia


b. Pancasila sebagai kepribadian bangsa Indonesia
c. Pancasila sebagai dasar Negara republik Indonesia
d. Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum Indonesia
e. Pancasila sebagai perjanjian luhur Indonesia
f. Pancasila sebagai pandangan hidupyang mempersatukan bangsa
Indonesia
g. Pancasila sebagai cita-cita dan tujuan bagsa Indonesia
h. Pancasila sebagai moral pembanguan
i. Pembangunan sebagai pengamalan Pancasila

2.5 Pancasila Sebagai Filsafat Pendidikan Nasional

Dalam kehidupan suatu bangsa pendidikan memang mempunyai


peranan yang amat penting untuk menjamin perkembangan dan
kelangsungan kehidupan bangsa yang bersangkutan. Oleh karena itu
pendidikan diusahakan dan diselenggarakan oleh pemerintah sebagai satu

11
sistem pengajaran nasional, sebagaimana yang tertuang dalam Undan-
Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 2.

Tujuan pendidikan sama halnya dengan tujuan didirikannya suatu


negara. Begitu juga dengan Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan
UUD 1945 ingin menciptakan manusia bijaksana untuk menjaga agar
pembentukan manusia liberal yang dianggap sangat bertentangan dengan
jiwa dan semangat bangsa Indonesia. Kemudian, atas intruksi menteri
pengajaran dan Budaya mengenai “Sapta Usaha Tama dn Pancardhana”
yang isinya antara lain bahwa Pancala merupakan asas pendidikan
nasional.

Dengan memerhatikan fungsi pendidikan dalam membangun


potensi negara dan bangsa, khususnya dalam melestarikan kebudayaan dan
kepribadian bangsa yang ada akhirnya menentukan eksistensi serta
martabat negara dan bangsa, maka system pendidikan nasional dan sistem
filsafat pendidikan Pancasila seyogyanya terbina mantap. Dengan kata
lain, filsafat pendidikan Pancasila merupakan aspek rohaniah atau spiritual
system pendidikan nasional. Dengan demikian, tidak mungkin sistem
pendidikan nasional dijiwai dan didasari oleh sistem filsafat pendidikan
yang lain selain Pancasila.

2.6 Pengertian Etika, Nilai, Norma, dan Moral

2.6.1 Pengertian Etika

Secara etimologis, etika berasal dari bahasa Yunani


yaitu”ethos” yang artinya watak kesusilaan atau adat. Etika
merupakan suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-
ajaran dan pandangan-pandangan moral. Etika adalah ilmu yang
membahas tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu
ajaran tertentu atau bagaimana kita bersikap dan bertanggung
jawab dengan berbagai ajaran moral.

12
Etika termasuk ke dalam kelompok filsafat praktis dan
dibagi menjadi dua kelompok yaitu etika umum dan etika khusus.
Etika umum mempertanyakan prinsip-prinp yang berlaku bagi
setiap tindakan manusia. Pemikiran etika beragam, tetapi pada
prinsipnya membicarakan asas-asas dari tindakan dan perbuatan
manusia, serta system nilai apa yang terkandung di dalamnya.
Sedangkan etika khusus membahas prinsip-prinsip tersebut diatas
dalam hubungannya dengan berbagai aspek kehidupan manusia,
baik sebaga individu maupun makhluk sosial. Etika khusus dibagi
menjadi dua macam, yaitu etika individual dan etika sosial. Etika
individual membahas kewajiban manusia terhadap dirinya sendiri
dan dengan kepercayaan agama yang dianutnnya serta kewajiban
dan tanggung jawabnya terhadap Tuhannya. Sedangkan etika sosial
membahas norma-norma sosial yang harus dipatuhi dalam
hubungannya dengan manusia, masyarakat, bangsa dan negara.

Etika berkaitan dengan berbagai masalah. Dalam kajian


etika dikenal tiga teori/aliran besar, yaitu:

a) Etika Deontologi

Etika deontologi memandang bahwa tindakan


dinilai baik atau rkan buruk berdasarkan apakahtindakan itu
sesuai atau tidak dengan kewajiban. Etika deontologi tidak
mempersoalkan akibat dari tindakan tersebut, baik atau
buruk.

b) Etika Teleologi

Panangan etika teleology berkebalikan dengan etika


deontology, yaitu bahwa baik buruk suatu tindakan dilihat
berdasarkan tujuan atau akibat dari perbuatan itu. Etika
teologi digolongkan menjadi dua, yaitu egoisme etis dan
utilitaranisme. Egoisme etis memandang bahwa tindakan
yang baik adalah tindakan yang berakibat baik untuk

13
pelakunya. Utilitarianisme menilai bahwa baik buruknnya
suatu perbuatan tergantung bagaimana akibatnya terhadap
banyak orang.

c) Etika Keutamaan

Etika ini tidak mempersoalkan akibat suatu


tindakan, tidak juga mendasarkan pada penilaian moral
pada kewajiban terhadap hokum moral universal, tetapi
pada pengembangan karakter moral pada diri setiap orang.
Karakter moral ini dibangun dengan cara meneladani
perbuatan-perbuatan baik yang dilakukan oleh para tokoh
besar.

2.6.2. Pengertian Nilai

Nilai (value) adalah kemampuan lainnya yang dipercayai


yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia. Sifat dari
suat benda yang menyebabkan menariik minat seseorang atau
kelompok. Jadi, pada hakikatnya nilai itu adalah sifat dan kualitas
yang melekat pada suatu obyeknya. Dengan demikian, maka nilai
itu adalah suatu kenyataan yang tersembunyi dibalik kenyataan-
kenyataan lain.

Di dalam nilai terkandung cita-cita, harapan, dan dambaan-


dambaan serta keharusan. Maka apabila kita berbicara tetang nilai
sebenarnya kita berbicara tentang hal yang ideal, tentang hal yang
merupakan cita-cita, harapan, dambaan dan keharusan. Nilai bukan
hanya sesuatu yang berwujud maerial saja, akan tetapi juga sesuatu
yang berwujud nonmaterial atau immaterial.

Max Sceler mengemukakan bahwa nilai-nilai yang ada,


tidak sama luhurnya dengan sama tingginya. Menurut tingggi
rendahnya, nilai-nilai dapat dikelompokan kedalam empat
tingkatan sebagai berikut:

14
1. Nilai-nilai kenikmatan: dalam tingkat ini terdapat deretan
nilai-nilai yang mengenakan dan tidak menegakan, yang
menyebabkan orang senang atau menderita tidak enak.
2. Nilai-nilai kehidupan: dalam tingkat ini terdapat nilai-nilai
yang penting bagi kehidupan misalnya kesehatan,
kesegaran jasmani dan kesejahteraan umum.
3. Nilai-nilai kejiwaan: dalam tingkat ini terdapat nilai-nilai
kejiwaan yang sama sekali tidak tergantung dari keadaan
jasmani maupun lingkungan.
4. Nilai-nilai kerohanian: dalam tingkat ini terdapat modalitas
nilai dari yang suci dan tidak suci.

Walter G.Evert menggolongkan nilai-nilai kedalam delapan


keolompok yaitu:

1. Nilai ekonomis: ditujukan oleh harga pasar dan meliputi


semua benda yang dapat dibeli.
2. Nilai kejasmanian: membantu pada kesehatan, efisiensi dan
keindahan dari kehidupan badan.
3. Nilai hibburan: nilai-nilai permainan dan waktu senggang
yang dapat menyumbangkan pada pengayaan kehidupan.
4. Nilai sosial: berasal mula dari keutuhan kepribadian dan
social yang diinginkan.
5. Nilai watak: keseluruhan dari keutuhan kepribadian dan
social yang diinginkan.
6. Nilai estetis: nilai-nilai keindahan dalam alam dan karya
seni.
7. Nilai inteektual: nilai-nilai pengetahuan dan pengajaran
kebenaran.
8. Nilai keagamaan

Nototnegoro membagi nilai kedalam tiga macam yaitu:

15
1. Nilai material, yaitu segala sesuatu yang bergna bagi
kehidupan jasmani atau material ragawi manusia.
2. Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia
untuk dapat mengadakan kegiatan atau aktivitas.
3. Nilai kerokhanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi
rohani manusia. Nilai ini dapat dibedakan menjadi:
a) Nilai kebenaran, yang bersumber pada akal (ratio,
budi, cipta) manusia.
b) Nilai keindahan atau nilai estetis, yang bersumber
pada unsur perasaan (esthetis, govel, rasa) manusia.
c) Nilai kebaikan atau nilai moral, yang bersumber
pada unsure kehendak (will,wolle,karsa) manusia.
d) Nilai religius, merupakan nilai kerokhanian tertinggi
dan mutlak. Nilai religious ini bersumber pada
kepercayaan atau keyakinan manusia.Notonegoro
berpendapat bahwa Pancasila tergolong nilai-nilai
kerokhanian, tetapi nilai-nilai kerokhanian
mengakui adanya nilai material dan nilai vital.

Kaitannya dengan derivasi atau penjabarannya, nilai


dapat dikelompokan ke dalam tiga macam, yaitu:
a) Nilai dasar, yaitu nilai yang bersifat tetap tidak
berubah sepanjang masa, abstrak, umum, tidak
terikat dengan waktu dan tempat. Dalam sistem
ketatanegaraan nilai dasar tercantum dalam hukum
dasar tertulis, pembukaan dan Batang Tubuh yang
memuat kaidah yang hakiki antara lain cita-cita,
tujuan nasional, tatanan dasar dan ciri khasnya.
Nilai dasar juga disebut sebagai sumber norma yang
dijabarkan atau direalisasikan dalam suatu
kehidupan yang bersifat praksis.

16
b) Nilai instrumental, yaitu penjabaran dari nilai dasar,
yang merupakan arahan kinerja untuk waktu dan
kondisi, mempunyai sifat dinamis konstekstual dan
mengikuti perkembangan zaman. Nilai di tuangkan
dalam bentuk norma. Nilai ini tercantum dalam
seluruh dokumen kenegaraan yang menindak
lanjuti UUD, misal UU dan peraturan pelaksanaan
termasuk konvensi. Kongkritnya diperlukan strategi
dan kebijaksanaan. Nilai instrumental merupakan
suatu eksplitasi dari nilai dasar.
c) Nilai praksis, merupakan penjabaran lebih lanjut
dari nilai instrumental dalam suatu kehidupan yang
nyata. Sehingga nilai praksis merupakan
perwujudan dari nilai instrumental. Nilai prakis
dalam wujud penarapannya nilai pancasila oleh
organisasi kegiatan politik, ormas, badan-badan
ekonomi, pemimpin kemasyarakatan, warganegara
perseorangan. Dalam kenyataan sehari-hari nilai
prakis terkandung dalam cara bagaimana kita
melaksanakan nilai-nilai pancasila.

2.6.3. Pengertian Norma

Norma adalah perwuujudan martabat manusia sebagai


makhluk budaya, moral, religi dan social. Norma merupakan suat
kesadaran dan sikap luhur yang dikehendaki oleh tata nilai untuk
dipatuhi. Oleh karena itu norma dalam perwujudannya norma
agama, nomrma filsafat, norma kesusilaan, norma hokum dan
norma sosial serta norma hukum. Norma memiliki kekuatan untuk
dipatuhi karena adnya sanksi.

17
Norma-norma yang terdapat dalam masyarakat antara lain:

1. Norma agama, adalah ketentuan hidup yang bersumber pada


agama.
2. Norma kesusilaan, adalah ketentuan hidup yang bersumber
pada hati nurani, moral, atau filsafat hidup.
3. Norma hukum, adalah ketentuan-ketentuan tertulis yang
berlaku dan bersumber pada UU suatu negara tertentu.
4. Norma sosial, adalah ketentuan hidupyang berlaku dalam
hubungan antara manusia dalam masyarakat.

2.6.4. Pengertian Moral

Moral berasal dari kata mos (mores) yang bersinonim


dengan kesusilaan, kelakuan. Moral adalah ajaran tentang hal yang
abik dan buruk yang menyangkut tingkah laku dan perbuatan
manusia. Moral dalam perwujudannya dapat berupa peraturan dan
atau prinsip-prinsip yang benar, baik, terpuji dan mulia. Moral
dapat berupa kesetiaan, kepatuhan terhadap nilai dan norma yang
mengikat kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Moral pada hakikatnya berkaitan dengan integritas manusia,
dengan harkat dan martabat manusia. Ada 3(tiga) macam Prinsip
Dasar Moral, yaitu :

1. Prinsip sikap baik, bahwa manusia jangan sampai berbuat


sesuatu yang merugikan orang lain.
2. Prinsip keadilan, yaitu perlakuan yang sama dalam situasi
yang sama dan menghormati semua hak orang.
3. Prinsip hormat terhadap diri sendiri, agar manusia selalu
memperlakukan diri sendiri sebagi sesuatu yang sangat
bernilai.

18
2.7 Pancasila Sebagai sistem Etika

Pancasila sebagai dasar negara Indonesia memegang peranan


penting dalam setiap aspek kehidupan masyarakat Indonesia. Pancasila
memegang banyak peranan penting, salah satunya adalah Pancasila
sebagai sistem etika. Pancasila memegang peranan besar dalam
membentuk pola pikir bangsa ini sehingga bangsa ini dapat dihargai
sebagai salah satu bangsa yang beradab di dunia. Pembentukan etika
bukanlah hal yang mudah karena berasal dari tingkah laku dan hati nurani.

Etika Pancasila adalah etika yang mendasarkan penilaian baik dan


buruk pada nilai-nilai Pancasila, yaitu nilai ketuhanan, kemanusiaan,
persatuaan, kerakyatan dan keadilan. Suatu perbuatan dikatakan baik
bukan hanya apabila tidak bertentangan dengan nilai-nilai tersebut, namun
juga sesuai dan mempertinggi nilai-nilai Pancasila tersebut. Nilai-nilai
Pancasila meskipun merupakan kristalisasi nilai yang hidup dalam realitas
sosial, keagamaan, maupun adat kebudayaan bangsa Indonesia, namun
sebenarnya nilai-nilai Pancasila juga bersifat universal dapat diterima oleh
siapapun dan kapanpun.

Etika Pancasila berbicara tentang nilai-nilai yang sangat mendasar


dalam kehidupan manusia. Nilai yang pertama adalah ketuhanan. Nilai ini
bisa dikatakan sebagai nilai yang tertinggi karena menyangkut nila yang
bersifat mutlak. Suatu perbuatan dikatakan baik apabila idak
bertentanngan dengan nilai, kaidah dan hukum Tuhan.

Nilai yang kedua adalah kemanusiaan. Suatu perbuatan dikatakan


baik apabila sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan. Prinsip pokok dalam
nilai kemanusiaan Pancasila adalah keadilan dan keadaban. Keadilan
mensyaratkan keseimbangan, anatara lahir dan batin, jasmasni dan rohani,
individu dan social, makhluk bebas mandiri dan makhluk Tuhan yang
terikat hokum-hukum Tuhan. Keadaban mengindikasikan keunggulan
manusia disbanding dengan makhluk lain.

19
Nilai yang ketiga adalah persatuan. Suatu perbuatan dikatakan baik
apabila dapat memperkuat persatuan dan kesatuan. Nilai yang keempat
adalah kerakyatan. Dalam kaitannya dengan kerakyatan, terkandung nilai
lain yang sangat penting yaitu nilai hikmat/kebijaksanaan dan
permusyawaratan. Kata hikmat/kebijaksanaan berorientasi pada tindakan
yang mengandung nilai kebaikan tertinggi. Perbuatan belum tentu baik
apabila disetujui/bermanfaat untuk orang banyak, namun perbuatan itu
baik jika atas dasar musyawarah yang didasarkan pada konsep
hikmah/kebijaksanaan.Nilai yang kelima adalah keadilan. Nilai keadilan
pada sila kelima lebih diarahkan pada konteks social. Suatu perbuatan
dikatakan baik apabila sesuai dengan prinsip keadilan masyarakat banyak.

Sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, maka


Pancasila dapat menjadi system etika yang sangat kuat, nilai-nilai yang
ada tidak hanya bersifat mendasar, namun juga realistis dan aplikatif.
Nilai-nilai tersebut merupakan nilai yang bersifat abstrak umum dan
universal, yaitu nilai yang melingkkupi realitas kemanusiaan dimanapun,
kapanpun dan merupakan dasar bagi setiap tindakan dan munculnya nilai-
nilai yang lain. Misalnya, nilai ketuhanan akan menghasilkan nilai
spiritualitas, ketaatan, dan toleransi. Nilai kemanusiaan menghasilkan nilai
kesusilaan, tolong menolong, penghargaan, penghormtan, kerjasama, dan
lain-lain. Nilai persatuan menghasilkan nilai cinnta tanah air, pengorbanan
dan lai-lain. Nilai keadilan menghasilkan nilai kepedulian, kesejahteraan
ekonomi, kemajuan bersama dan lain-lain.

2.8 Hubungan Nilai, Norma dan Moral

Nilai, norma dan moral langsung maupun tidak langsung memiliki


hubungan yang cukup erat, karena masing-masing akan menentukan etika
bangsa ini.agar suatu nilai bisa menjadi lebih berguna dalam menentukan
sikap dan tingkah laku manusia, maka perlu ditingkatkan lagi dan
diformulasikan menjadi lebih objektif sehingga memudahkan manusia

20
untuk menjabarkannya dalam tingkah laku secara konkrit. Maka wujud
yang lebih konkrit dari nilai tersebut adalah suatu norma.

Selanjutnya nilai dan norma saling berkaitan dengan moral dan


etika. Istilah moral mengandung integritas dan martabat pribadi manusia.
Makna moral yang terkandung falam kepribadian seseorang itu tercermin
dari sikap dan tingkah lakunnya.. oleh karena itu, norma dijadikan sebagai
penuntun sikap dan tingkah laku manusia.

Hubungan antara moral dan etika memiliki hubungan yang sangat


erat dan kadangkala kedua hal tersebut disamakan begitu saja. Namun
sesunggunhnya kedua hal tersebut memiliki perbedaan. Moral merupakan
suatu ajaran-ajaran, patokan-patokan, kumpulan peraturan baik lisan
maupun tertulis tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak
agar menjadi manusia yang baik. Sedangkan etika adalah suatu cabang ilm
filsafat yaitu suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran
dan pandangan-pandangan moral tersebut.

2.9 Aplikasi Nilai, Norma dan Moral dalam Kehidupan Sehari-hari

Dalam kehidupan sehari-hari kita akan selalu berhadapan dengan


nilai dan juga moral. Bagi manusia, nilai berfungsi sebagai landasan,
alasan, atau motivasi dalam segala tingkah laku dan perbuatannya. Nilai
mencerminkan kualitas pilihan tindakan dan pandangan hidup seseorang
dalam masyarakat.

Nilai, norma dan moral penting untuk digunakan sebagai panduan


ataupun dasar dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Contoh dari
penggunaan nilai, norma dan moral yaitu ketika kita dihadapkan pada
situasi dimana pada saat kita jalan, kita menemukan dompet yang berisi
sejumlah uang dan kartu identitasnya. Disinilah moral kita akan terlihat.
Bila moral kita baik pasti kita akan memberikan dompet itu kepada pihak
yang berwajib atau pun mengembalikannya langsung kepada pemiliknya.

21
Berikut adalah beberapa norma yang berlaku dalam kehidupan
masyarakat di Indonesia.

1. Norma sopan santun, adalah norma yang mengatur tata pergaulan


sesame manusia di dalam masyarakat. Contohnya, hormat terhadap
orang tua dan guru, berbicara dengan bahasa yang sopan kepada
semua orang,
2. Norma agama, adalah norma yang mengatur kehidupan manusia
yang berasal dari peraturan kitab suci melalui wahyu yang
diturunkan nabi berdasarkan agama dan kepercayaannya masing-
masing. Contohnya, membayar zakat tepat pada waktunya bagi
agama Islam, menjalankan perintah Tuhan Yang Maha Esa serta
menjauhi segala sesuatu yang dilarang oleh agama yang dianutnya.
3. Norma hukum, adalah norma yang mengatur kehidupan social
kemasyarakatan yang berasal dari undang-undang yang berlaku di
Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk menciptakan kondisi
negara yang damai, tertib, aman, sejahtera, makmur dan
sebagainya. Contohnya, tidak melanggar rambu-rambu lalu lintas
walaupun tidak ada polentas, menghormati pengadilan dan
peradilan di Indonesia, taat membayar pajak serta menghindari
KKN.

22
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Filsafat Pancasila merupakan hasil berfikir atau pemikiran dari


bangsa Indonesia yang dianggap, dipercaya dan diyakini sebagai
kenyataan, norma-norma dan nilai-nilai yang benar, adil, bijaksana, dan
paling sesuai dengan kehidupan dan kepribadian bangsa Indonesia.
Sebagai sistem filsafat, Pancasila memiliki dasar ontologis, dasar
epistemologis serta dasar aksiologis dari sila-sila sendiri yang berbeda
dengan sistem filsafat lainnya seperti materialisme, liberalisme,
pragmatisme, komunisme, idealisme dan lain paham filsafat di dunia.

Dalam kehidupan sehari-hari, etika, nilai dan moral saling


berkaitan. Etika merupakan suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang
ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Nilai adalah kemampuan
lainnya yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan
manusia. Norma adalah perwuujudan martabat manusia sebagai makhluk
budaya, moral, religi dan social. Moral adalah ajaran tentang hal yang abik
dan buruk yang menyangkut tingkah laku dan perbuatan manusia. Etika
Pancasila adalah etika yang mendasarkan penilaian baik dan buruk pada
nilai-nilai Pancasila, yaitu nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuaan,
kerakyatan dan keadilan. Suatu perbuatan dikatakan baik bukan hanya
apabila tidak bertentangan dengan nilai-nilai tersebut, namun juga sesuai
dan mempertinggi nilai-nilai Pancasila tersebut. Pancasila sebagai system
etika memegang peranan besar dalam membentuk pola pikir bangsa ini
sehingga bangsa ini dapat dihargai sebagai salah satu bangsa yang beradab
di dunia.

23
DAFTAR PUSTAKA

Bagus, Rolens, 1996, Kamus Filsafat, Gramedia, Jakarta.

Kaelan, 2010, Pendidikan Pancasila, Paradigma, Yogyakarta.

Kaelan, 2010, Pendidikan Pancasila, Paradigma, Yogyakarta.

Kohleberg, Lawrence, 1995, Tahap-tahap perkembangan Moral, Kanisius,


Yogyakarta.

Tim Penulis Materi Ajar Mata Kuliah Pendidikan Pancasila, 2012, Materi Ajar
Mata Kuliah

Bakry, Noor Ms. 2010. Pendidikan Pancasila. Pustaka Pelajar: Yogyakarta

24

Anda mungkin juga menyukai