Laporan Kasus - Indy Tonsilitis
Laporan Kasus - Indy Tonsilitis
LAPORAN KASUS
I.2. ANAMNESIS
Autoanamnesis dilakukan tanggal 6 Agustus 2019 di poli THT RS Bhakti Wira Tamtama
Semarang.
Riwayat Alergi :
Riwayat alergi seperti bersin-bersin dan gatal-gatal setelah memakan makanan tertentu
ataupun debu dan konsumsi obat disangkal. Riwayat asma disangkal.
Riwayat pengobatan :
Pasien saat ini tidak menkonsumsi obat-obatan jangka panjang, Pasien mengaku sudah
berobat ke Puskesmas dan sudah mendapatkan obat dari Puskesmas. Biaya pengobatan
menggunakan BPJS. Kesan ekonomi cukup.
Status Generalis :
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Berat badan : 48 kg
Tanda vital :
Nadi : 72 x/menit
TD : 110/ 70
Respirasi : 20 x/menit
Status Lokalis (Telinga, Hidung, Tenggorokan)
a. Kepala dan leher :
Kepala : normocephale
Wajah : simetris
Leher : nyeri pada daerah submandibula
b. Gigi dan Mulut :
Gigi geligi : normal
Lidah : bentuk normal, kotor (-), tremor (-)
Pipi : bengkak (-)
c. Telinga :
Kanan Kiri
Auricula Bentuk normal Bentuk normal
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Edema (-) Edema (-)
Nyeri tarik (-) Nyeri tarik (-)
Pre-auricular Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Edema (-) Edema (-)
Fistula (-) Fistula (-)
Nyeri tekan tragus (-) Nyeri tekan tragus (-)
e. Faring :
Orofaring Kanan Kiri
Mukosa Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Dinding faring Granular (-) Granular (-)
Palatum mole Ulkus (-) Ulkus (-)
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Arcus laring Simetris (+) Simetris (+)
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Uvula Ditengah
Edema (-)
Tonsil :
- Ukuran T2 T2
- Permukaan Tidak Rata Tidak Rata
- Warna Hiperemis (+) Hiperemis (+)
- Kripte Melebar (+) Melebar (+)
- Detritus (+) (+)
I.5. RESUME
1) Anamnesa (RPS):
Nyeri tenggorokan hilang timbul sejak 2 bulan yang lalu
Sering batuk
Badan terasa tidak enak, perasaan tidak enak ditenggorokan dan bau mulut, post
nasal drip (-)
Tidur mendengkur
Sulit berkonsentrasi
Hiposmia (-)
Epistaksis (-)
Gangguan telinga (-)
Otore (-)
Otofoni (-)
Otalgia (-)
Odinofagia (-)
Halitosis (+)
Disfagia (-)
Disfoni (-)
Nyeri gigi (-)
Ganggguan pada hidung (-)
c. Hidung :
Pemeriksaan rutin umum nasal dextra et sinistra
- Konka inferior dan media merah muda, hiperemis (-)
- Mukosa meatus media dan inferior hiperemis (-)
- Sekret (-), hiperemis (-), edem (-)
- Septum deviasi (-), massa/ tumor (-)
d. Tenggorok :
- Tonsila Palatina dextra et sinistra T2-2, hiperemis (+), kripte melebar, detritus
(+)
- Dinding posterior orofaring : hiperemis (-), post nasal drip (-), mukosa pucat (-),
granulasi (-)
I.7. DIAGNOSIS
Tonsilitis Kronis
Abses Peritonsil
I.9. TERAPI
Terapi Medikamentosa
Cefixime 100gr/ 12 jam
Metilprednisolon 4gr/ 8 jam
OBH sirup 1 sendok/8jam
Cetirizine 10mg/24jam
Pembedahan
Tonsilektomi
I.10. Edukasi
I.11. KOMPLIKASI
Rinitis Kronis
Sinusitis
Otitis Media secara perkontinuitatum
Endocarditis
Arthritis
Myositis
Nefritis
BAB II
PEMBAHASAN
Anamnesis
An. MD, 12 tahun datang dengan keluhan nyeri pada tenggorokan yang hilang timbul sejak
± 2 bulan yang lalu. Anamnesis dilakukan untuk mencari etiologi, faktor resiko, komplikasi, dan
epidemiologi. Dari anamnesis didapatkan pasien sebagai pelajar dan mengeluhkan nyeri saat
menelan makanan atau minuman. Kemudian pasien mengeluhkan badan terasa tidak enak, tidur
mendengkur, perasaan tidak enak pada tenggorokan. Pasien juga sering merasa mudah lelah saat
beraktivitas sehari-hari dan sering merasa sulit berkonsentrasi saat belajar. Lalu ditegakkan oleh
dokter dengan diagnosis banding adalah tonsillitis kronis.
Pemeriksaan Fisik
Dari pemeriksaan fisik didapatkan :
Tonsila Palatina dextra et sinistra T2-2, hiperemis (+), kripte melebar, detritus (+)
Dinding posterior orofaring : hiperemis (-), post nasal drip (-), mukosa pucat (-),
granulasi (-)
Dari pemeriksaan rongga mulut dan faring didapatkan adanya hasil diatas. Berdasarkan
hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat ditegakkan diagnosis sebagai tonsilitis
kronis.
2.1 Latar Belakang
Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin
Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat di dalam rongga
mulut yaitu: tonsil laringeal (adenoid), tonsil palatina (tonsila faucial), tonsila lingual (tonsila
pangkal lidah), tonsil tuba Eustachius (lateral band dinding faring/ Gerlach’s tonsil).
Peradangan pada tonsila palatine biasanya meluas ke adenoid dan tonsil lingual. Penyebaran
infeksi terjadi melalui udara (air borne droplets), tangan dan ciuman. Dapat terjadi pada
semua umur, terutama pada anak.1,2 Peradangan pada tonsil dapat disebabkan oleh bakteri
atau virus, termasuk strain bakteri streptokokus, adenovirus, virus influenza, virus Epstein-
Barr, enterovirus, dan virus herpes simplex. Salah satu penyebab paling sering pada tonsilitis
adalah bakteri grup A Streptococcus beta hemolitik (GABHS), 30% dari tonsilitis anak dan
berpotensi membentuk formasi batu tonsil.4 Terdapat referensi yang menghubungkan antara
nyeri tenggorokan yang memiliki durasi 3 bulan dengan kejadian tonsilitis kronik.5 Tonsilitis
kronis merupakan salah satu penyakit yang paling umum dari daerah oral dan ditemukan
terutama di kelompok usia muda. Kondisi ini karena peradangan kronis pada tonsil. Data
dalam literatur menggambarkan tonsilitis kronis klinis didefinisikan oleh kehadiran infeksi
berulang dan obstruksi saluran napas bagian atas karena peningkatan volume tonsil. Kondisi
ini mungkin memiliki dampak sistemik, terutama ketika dengan adanya gejala seperti demam
berulang, odynophagia, sulit menelan, halitosis dan limfadenopati servikal dan
submandibula.6
Faktor predisposisi timbulnya tonsillitis kronik ialah rangsangan yang menahun
dari rokok, beberapa jenis makanan, hygiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan
2.2 Anatomi
2.2.1.Faring
Faring terletak dibelakang cavum nasi, mulut, dan laring. Bentuknya mirip corong
dengan bagian atasnya yang lebar terletak di bawah cranium dan bagian bawahnya yang
sempit dilanjutkan sebagai eosophagus setinggi vertebra cervicalis enam. Dinding faring
Berdasarkan letak, faring dibagi atas tiga bagian yaitu : nasofaring, orofaring, dan
laringofaring.7
1. Nasofaringx
Nasofaring terletak dibelakang rongga hidung, di atas palatum molle.
Nasopharynx mempunyai atap, dasar, dinding anterior, dinding posterior, dandinding
lateral. Bagian atap dibentuk oleh corpus ossis sphenoidalis dan pars basilaris ossis
occipitalis. Kumpulan jaringan limfoid yang disebut tonsila pharyngeal, yang terdapat
didalam submucosa. Bagian dasar dibentuk oleh permukaan atas palatum molle yang
miring. Dinding anterior dibentuk oleh aperture nasalis posterior, dipisahkan oleh pinggir
posterior septum nasi. Dinding posterior membentuk permukaan miring yang
berhubungan dengan atap. Dinding ini ditunjang oleh arcus anterior atlantis. Dinding
lateral pada tiap-tipa sisi mempunyai muara tuba auditiva ke faring. Kumpulan jaringan
limfoid di dalam submukosa di belakang muara tuba auditiva disebut tonsila tubaria.7
sekum.1
Fossa Tonsilaris
Fossa tonsilaris adalah sebuah recessus berbentuk segitiga pada dinding lateral
oropharynx diantara arcus palatoglossus di depan dan arcus palatopharyngeus
yang sebenarnya.1
Tonsil
Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat
dengan kriptus didalamnya. Terdapat tiga macam tonsil yaitu tonsila faringeal
(adenoid), tonsil palatina dan tonsila lingual yang ketiga-tiganya membentuk
lingkaran yang disebut cincin Waldeyer. Tonsil palatina yang biasanya disebut tonsil
saja terletak didalam fossa tonsil. Pada kutub atas tonsil sering kali ditemukan celah
intratonsil yang merupakan sisa kantong pharynx yang kedua. Kutub bawah tonsil
Tonsil mendapat darah dari arteri palatina minor, arteri palatine asendens, cabang
tonsil arteri maksila eksterna, arteri pharynx asendens dan arteri lingualis dorsal.
Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh ligamentum
glosoepiglotica. Di garis tengah, di sebelah anterior massa ini terdapat foramen sekum
pada apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh papilla sirkum valata. Tempat ini kadang-
kadang menunjukkan penjalaran duktus tiroglossus dan secara klinik merupakan
tempat penting bila ada massa tiroid lingual (lingual thyroid) dan kista duktus
tiroglosus.1
2.3. Definisi
Tonsilitis Kronis secara umum diartikan sebagai infeksi atau inflamasi pada tonsila palatina
yang menetap (Chan, 2009). Tonsilitis Kronis disebabkan oleh serangan ulangan dari
Tonsilitis Akut yang mengakibatkan kerusakan yang permanen pada tonsil. Organisme
patogen dapat menetap untuk sementara waktu ataupun untuk waktu yang lama dan
mengakibatkan gejala-gejala akut kembali ketika daya tahan tubuh penderita mengalami
penurunan (Colman, 2001). Tonsilitis kronik timbul karena rangsangan yang menahun dari
rokok, beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik,
2.4. Epidemiologi
Di Indonesia infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) masih merupakan penyebab
tersering morbiditas dan mortalitas pada anak.
Tonsilitis adalah penyakit yang umum terjadi. Hampir semua anak di Amerika
Serikat mengalami setidaknya satu episode tonsilitis.2 Pada penelitian yang dilakukan di
Rumah Sakit Serawak di Malaysia diperoleh 657 data penderita Tonsilitis Kronis dan
didapatkan pada pria 342 (52%) dan wanita 315 (48%) (Sing, 2007). Sebaliknya penelitian
yang dilakukan di Rumah Sakit Pravara di India dari 203 penderita Tonsilitis Kronis,
sebanyak 98 (48%) berjenis kelamin pria dan 105 (52%) berjenis kelamin wanita.9
Berdasarkan data epidemiologi penyakit THT di tujuh provinsi di Indonesia pada
bulan September tahun 2012, prevalensi tonsilitis kronik tertinggi setelah nasofaringitis akut
yaitu sebesar 3,8%., prevalensi tonsillitis kronik sebesar 3,8% tertinggi kedua setelah
nasofaringitis akut (4,6%). Di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar jumlah kunjungan
baru dengan tonsillitis kronik mulai Juni 2008–Mei 2009 sebanyak 63 orang. Apabila
dibandingkan dengan jumlah kunjungan baru pada periode yang sama, maka angka ini
sering terjadi pada anak-anak muda.2,12 Data epidemiologi menunjukkan bahwa penyakit
Tonsilitis Kronis merupakan penyakit yang sering terjadi pada usia 5-10 tahun dan dewasa
muda usia 15-25 tahun. Dalam suatu penelitian prevalensi karier Group A Streptokokus yang
asimptomatis yaitu: 10,9% pada usia kurang dari 14 tahun, 2,3% usia 15-44 tahun, dan 0,6 %
usia 45 tahun keatas. Menurut penelitian yang dilakukan di Skotlandia, usia tersering
penderita Tonsilitis Kronis adalah kelompok umur 14-29 tahun, yakni sebesar 50 % .
Sedangkan Kisve pada penelitiannya memperoleh data penderita Tonsilitis Kronis terbanyak
2.5. Etiologi
Tonsilitis terjadi dimulai saat kuman masuk ke tonsil melalui kriptanya secara
aerogen yaitu droplet yang mengandung kuman terhisap oleh hidung kemudian nasofaring
terus masuk ke tonsil maupun secara foodborn yaitu melalui mulut masuk bersama
makanan9. Etiologi penyakit ini dapat disebabkan oleh serangan ulangan dari Tonsilitis Akut
yang mengakibatkan kerusakan permanen pada tonsil, atau kerusakan ini dapat terjadi bila
2.6. Patofisiologi
Tonsillitis berawal dari penularan yang terjadi melalui droplet dimana kuman
menginfiltrasi lapisan epitel. Adanya infeksi berulang pada tonsil menyebabkan pada suatu
waktu tonsil tidak dapat membunuh semua kuman sehingga kuman kemudian bersarang di
tonsil. Pada keadaan inilah fungsi pertahanan tubuh dari tonsil berubah menjadi sarang
infeksi (fokal infeksi) dan suatu saat kuman dan toksin dapat menyebar ke seluruh tubuh
misalnya pada saat keadaan umum tubuh menurun.9 Bila epitel terkikis maka jaringan
limfoid superkistal bereaksi dimana terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit
polimorfonuklear. Karena proses radang berulang yang timbul maka selain epitel mukosa
juga jaringan limfoid diganti oleh jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga
kripti melebar. Secara klinik kripti ini tampak diisi oleh detritus. Proses berjalan terus
sehingga menembus kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan perlekatan dengan jaringan di
sekitar fossa tonsilaris. Pada anak disertai dengan pembesaran kelenjar limfa submadibularis.1
2.7. Faktor Predisposisi
Sejauh ini belum ada penelitian lengkap mengenai keterlibatan faktor genetik
maupun lingkungan yang berhasil dieksplorasi sebagai faktor risiko penyakit Tonsilitis
Kronis. Pada penelitian yang bertujuan mengestimasi konstribusi efek faktor genetik dan
lingkungan secara relatif penelitiannya mendapatkan hasil bahwa tidak terdapat bukti adanya
tenggorokan, tenggorokan terasa kering dan napas yang berbau.1 Pada tonsillitis kronik juga
sering disertai halitosis dan pembesaran nodul servikal.2 Pada umumnya terdapat dua
gambaran tonsil yang secara menyeluruh dimasukkan kedalam kategori tonsillitis kronik
berupa (a) pembesaran tonsil karena hipertrofi disertai perlekatan kejaringan sekitarnya,
kripta melebar di atasnya tertutup oleh eksudat yang purulent. (b) tonsil tetap kecil, bisanya
mengeriput, kadang-kadang seperti terpendam dalam “tonsil bed” dengan bagian tepinya
gambaran tonsil yang secara menyeluruh dimasukkan kedalam kategori tonsillitis kronik.17
Pada Biakan tonsil dengan penyakit kronis biasanya menunjukkan beberapa
organisme yang virulensinya relative rendah dan pada kenyataannya jarang menunjukkan
2. Faringitis
Merupakan peradangan dinding laring yang dapat disebabkan oleh virus, bakteri, alergi,
trauma dan toksin.Infeksi bakteri dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang hebat,
karena bakteri ini melepskan toksin ektraseluler yang dapat menimbulkan demam
reumatik, kerusakan katup jantung, glomerulonephritis akut karena fungsi glomerulus
terganggu akibat terbentuknya kompleks antigen antibody.Gejala klinis secara umum
pada faringitis berupa demam, nyeri tenggorok, sulit menelan, dan nyeri kepala.Pada
pemeriksaan tampak tonsil membesar, faring dan tonsil hiperemis dan terdapat eksudat
di permukaannya. Beberapa hari kemudian timbul bercak petechiae pada palatum dan
faring. Kelenjar limfa anterior membesar, kenyal, dan nyeri pada penekanan.1
Gambar 9. Faringitis
3. Faringitis Leutika
Gambaran klinik tergantung pada stadium penyakit primer, sekunder atau tersier. Pada
penyakit ini tampak adanya bercak keputihan pada lidah, palatum mole, tonsil, dan
dinding posterior faring. Bila infeksi terus berlangsung maka akan timbul ulkus pada
daerah faring yang tidak nyeri. Selain itu juga ditemukan adanya pembesaran kelenjar
4. Faringitis Tuberkulosis
Merupakan proses sekunder dari tuberculosis paru. Gejala klinik pada faringitis
tuberculosis berupa kedaan umum pasien yang buruk karena anoresia dan
odinofagia.Pasien mengeluh nyeri hebat ditenggorok, nyeri ditelinga atau otalgia serta
2.12. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan untuk tonsillitis kronik terdiri atas terapi medikamentosa dan
operatif.
1. Medikamentosa
Terapi ini ditujukan pada hygiene mulut dengan cara berkumur atau obat isap, pemberian
antibiotic, pembersihan kripta tonsil dengan alat irigasi gigi atau oral. 1,8 Pemberian
antibiotika sesuai kultur. Pemberian antibiotika yang bermanfaat pada penderita tonsilitis
kronis yaitu antibiotik golongan penisilin merupakan antibiotik pilihan pada sebagian besar
kasus karena efektif dan harganya lebih murah. Namun, pada anak dibawah 12 tahun,
golongan sefalosporin menjadi pilihan utama karena lebih efektif terhadap
streptococcus.Golongan makrolida dapat digunakan hanya jika terdapat alergi terhadap
penisilin, hal ini disebabkan efek samping yang ditimbulkan golongan makrolida lebih
banyak. 9
2. Operatif
Untuk terapi pembedahan dilakukan dengan mengangkat tonsil (tonsilektomi).
Tonsilektomi dilakukan bila terapi konservatif gagal.
- Indikasi Tonsilektomi
Untuk keadaan emergency seperti adanya obstruksi saluran napas, indikasi
tonsilektomi sudah tidak diperdebatkan lagi (indikasi absolut). Namun, indikasi relatif
tonsilektomi pada keadaan non emergency dan perlunya batasan usia pada keadaan ini
masih menjadi perdebatan. Sebuah kepustakaan menyebutkan bahwa usia tidak
.
menentukan boleh tidaknya dilakukan tonsilektomi Indikasi absolut: a) Hiperplasia
tonsil yang menyebabkan gangguan tidur (sleep apneu) yang terkait dengan cor
pulmonal. b) curiga keganasan (hipertropi tonsil yang unilateral). c) Tonsilitis yang
menimbulkan kejang demam (yang memerlukan tonsilektomi Quincy). d) perdarahan
tonsil yang persisten dan rekuren. Indikasi Relatif: a) Tonsillitis akut yang berulang
(Terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil per tahun). b) abses peritonsilar. c).
tonsillitis kronik dengan sakit tenggorkan yang persisten, halitosis, atau adenitis
cervical. d). sulit menelan. e). tonsillolithiasis. f). gangguan pada orofacial atau gigi
(mengakibatkan saluran bagian atas sempit). g). Carrier streptococcus tidak berespon
2.13. Komplikasi
Radang kronik tonsil dapat menimbulkan komplikasi ke daerah sekitarnya berupa
rhinitis kronik, sinusitis atau otitis media secara percontinuitatum. Komplikasi jauh terjadi
secara hematogen atau limfogen dan dapat timbul endocarditis, artritis, myositis, nefritis,
Tonsilitis dapat menjadi sumber dari infeksi serius seperti demam rematik atau pneumonia.9
DAFTAR PUSTAKA
1. Rusmarjono, Kartoesoediro S. Tonsilitis kronik. In: Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala & Leher ed Keenam. FKUI Jakarta: 2007. p212-25.
2. Christopher MD, David HD, Peter JK. Infectious Indications for Tonsillectomy. In: The
Pediatric Clinics Of North America. 2003. p445-58
3. Adnan D, Ionita E. Contributions To The Clinical, Histological, Histochimical and
Microbiological Study Of Chronic Tonsillitis. .
4. Richard SS. Pharinx. In: Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6. Jakarta:
ECG, 2006. p795-801.
5. Boies AH. Rongga Mulut dan Faring. In: Boies Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta: ECG,
1997. p263-340
6. Amalia, Nina. Karakteristik Penderita Tonsilitis Kronis D RSUP H. Adam Malik Medan
Tahun 2009. 2011.pdf
7. Bailey BJ, Johnson JT, Newlands SD. Tonsillitis, Tonsillectomy, and Adenoidectomy. In:
Head&Neck Surgery-Otolaryngology, 4th edition. 2006.
8. Indo Sakka, Raden Sedjawidada, Linda Kodrat, Sutji Pratiwi Rahardjo. Lapran Penelitian :
Kadar Imunoglobulin A Sekretori Pada Penderita Tonsilitis Kronik Sebelum Dan Setelah
Tonsilektomi.
9. Nelson WE, Behrman RE, Kliegman R, Arvin AM. Tonsil dan Adenoid. In: Ilmu
Kesehatan Anak Edisi 15 Volum 2. Jakarta: ECG,2000. p1463-4
10. Hassan R, Alatas H. Penyakit Tenggorokan. In: Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak jilid
2. Jakarta :FKUI, 2007.p930-33.
11. Pasha R. Pharyngeal And Adenotonsillar Disorder. In: Otolaryngology-Head and Neck
Surgery. p158-165
12. Andrews BT, Hoffman HT, Trask DK. Pharyngitis/Tonsillitis. In: Head and Neck
Manifestations of Systemic Disease. USA:2007.p493-508
13. Harrison SE, Osborne E, Lee S. Home Care After Tonsillectomy and Adenoidectomy. In:
Missisipi Ear, Nose, & Throat Surgical Associates 601. pdf.
14. Lalwani AK. Management of Adenotonsillar Disease: Introduction. In: Current
Otolaryngology 2nd ed. McGraw-Hill:2007.
REFLEKSI KASUS
TONSILITIS KRONIK
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu
Syarat Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter
Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL
RST tk. III Bhakti Wira Tamtama Semarang
Disusun oleh :
Muhammad Indy Bagas Syifa
30101507501
Pembimbing:
dr. Atik Masdarinah, Sp.THT-KL
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
2019