Anda di halaman 1dari 3

Kebudayaan Indonesia yang beranekargam

Gambang kromong adalah kesenian musik tradisional dari betawi dengan


memadukan alat musik gamelan dan alat musik dari Tionghoa. Kesenian musik
tradisional ini merupakan hasil akulturasi budaya antara budaya Tionghoa dan
pribumi. Nama Gambang Kromong sendiri diambil dari nama kedua alat musik
yang di mainkan yaitu gambang dan kromong.

Gambang merupakan alat musik yang terbuat dari kayu khusus yang berbunyi
halus bila di pukul atau di mainkan. Bilahan gambang biasanya berjumlah 18
buah dengan ukuran yang berbeda agar mengeluarkan nada yang berbeda pula.
Sedangkan kromong merupakan alat musik terbuat dari perunggu. Bentuknya
seperti alat Gamelan pada umumnya, jumlah kromong sendiri biasanya berjumlah
10 buah sepuluh pencon. Kromong juga merupakan alat musik yang di mainkan
dengan cara di pukul, dan setiap pencon juga memiliki nada yang berbeda.

Gambang kromong biasanya ditampilkan pada acara-acara seperti perayaan Imlek,


perkawinan, pesta rakyat, dan acara 'tapekong' (tempat peribadatan Cina).
Berbagai instrumen gambang kromong dibawakan oleh 8-12 pemain ditambah
sejumlah penari, penyanyi, dan terkadang ditambah pula dengan pemain lenong.
Umumnya, lagu-lagu yang dibawakan dalam gambang kromong bertema humor,
gembira, atau terkadang bersifat sindiran dengan gaya bersahut-sahutan antara
penyanyi pria dan wanita.

Gambang kromong awalnya dimainkan hanya dengan sebuah alat musik gesek
bernama Tehyan, Kongahyan dan Sukong, seiring berjalannya waktu dan ada
ketertarikan masyarakat lokal akan kesenian tersebut maka berkembanglah
kesenian tersebut dimasyarakat betawi.

Gambang kromong sendiri memiliki lagu-lagu klasik Betawi yang sudah sangat
jarang kita dengarkan, lagu-lagu itu adalah Mas Nona, Gula Ganting, Semar
Gunem, tanjung Burung, Mawar Tumpah dan masih banyak lagi. Namun lagu-
lagu klasik ini memiliki ciri khas tersendiri seperti cengkoknya yang membuatnya
sangat sulit di pelajari oleh anak-anak muda saat ini. Namun bukan berarti tidak
adanya penerus untuk tetap melestarikan musik Gambang Kromong ini.
Gambang Kromong sebagai sekumpulan alat musik perpaduan yang harmonis
antara unsur pribumi dengan unsur Cina. Orkes Gambang Kromong tidak terlepas
dari jasa Nie Hoe Kong, seorang pemusik dan pemimpin golongan Cina pada
pertengahan abad XVIII di Jakarta. Atas prakarsanyalah, penggabungan alat-alat
musik yang biasa terdapat dalam gamelan (pelog dan selendro) digabungkan
dengan alat-alat musik yang berasal dari Tiongkok. Pada masa-masa lalu, orkes
Gambang Kromong hanya dimiliki oleh babah-babah peranakan yang tinggal di
sekitar Tangerang, Bekasi, dan Jakarta. Di samping untuk mengiringi lagu,
Gambang Kromong biasa dipergunakan untuk pengiring tari pergaulan yakni tari
Cokek, tari pertunjukan kreasi baru dan teater Lenong.

Melihat fenomena itu, bisa dikatakan pertunjukan kesenian tradisi Gambang


Kromong yang berlangsung di ruang urban tadi telah menunjukan perubahan.
Ruang urban karena sifatnya yang terbuka, menjadi sebuah tempat untuk saling
berinteraksi sekaligus bernegosiasi dalam pembentukan identitas yang lama dan
baru. Sehingga pembauran dan percampuran atau bisa disebut hibriditas tidak
dapat terelakan.

Menurut Ihab Hassan (Dalam Piliang, 2011:242) Hibriditas adalah proses


penciptaan atau replikasi bentuk-bentuk mutan melalui perkawinan silang, yang
menghasilkan entitas campuran yang tidak lagi utuh, meskipun masih tersisa
sebagian identitas diri dari dua unsur yang dikawinsilangkan.

Gambang Kromong memang masih hidup, tapi ia telah berubah. Perubahan itu
cukup banyak dipengaruhi oleh kondisi ruang di mana kesenian itu hidup. Ruang
tersebut adalah ruang urban. Ruang yang menjadi arena pertemuan banyak
kebudayaan. Dalam ruang itulah agresi budaya luar berlangsung sehingga
hibriditas dalam pertunjukan musik Gambang Kromong tidak dapat terhindarkan.

Mari kita sama sama jaga budaya indonesia agar budaya kita selalu dijaga dan
mari-mari selamatkan budaya ini agar budaya. Kita jaga dari budaya asing karena
sekarang ini budaya barat sudah banyak masuk yang negatifnya mari kita jauhi
sebaiknya kita ambil positifnya saja.

Nama:M.Yogi Siddiq Alisyah Mappakanro

NIM: 195110807111002

Prodi:Antropologi

Anda mungkin juga menyukai