FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI Nim : F 121 17 031
Nickel bisa berasal dari Laterite (Ni Oxides) hasil proses pelapukan batuan Ultramafik
dan Sulfida (Ni Sulphides) hasil dari proses magmatisme. Sumber batual Ultramafik bisa dari
Dunite, Peridotite, Lherzolite,Serpentinite, dll.
Proses terbentuknya nikel laterit dimulai dari peridotit sebagai batuan induk. Batuan
induk ini akan berubah menjadi serpentin akibat pengaruh larutan hidrotermal atau larutan
residual pada waktu proses pembentukan magma (proses serpentinisasi) dan akan merubah
batuan peridotit menjadi batuan Serpentinit atau batuan Serpentinit Peridotit
Selanjutnya terjadi proses pelapukan dan laterit yang menghasilkan serpentin dan
peridotit lapuk. Adanya proses kimia dan fisika dari udara, air, serta pergantian panas dan
dingin yang kontinu, akan menyebabkan disintegrasi dan dekomposisi pada batuan induk.
Batuan asal yang mengandung unsur-unsur Ca, Mg, Si, Cr, Mn, Ni, dan Co akan
mengalami dekomposisi.
Air tanah yang mengandung CO2 dari udara meresap ke bawah sampai ke permukaan
air tanah sambil melindi mineral primer yang tidak stabil seperti olivin, serpentin, dan
piroksen. Air tanah meresap secara perlahan dari atas ke bawah sampai ke batas antara
zone limonit dan zone saprolit, kemudian mengalir secara lateral dan selanjutnya lebih
banyak didominasi oleh transportasi larutan secara horizontal. Proses ini menghasilkan Ca
dan Mg yang larut disusul dengan Si yang cenderung membentuk koloid dari partikel-
partikel silika yang sangat halus sehingga memungkinkan terbentuknya mineral baru
melalui pengendapan kembali unsur-unsur tersebut. Semua hasil pelarutan ini terbawa
turun ke bagian bawah mengisi celah-celah dan pori-pori batuan.
Ca dan Mg yang terlarut sebagai bikarbonat akan terbawa ke bawah sampai batas
pelapukan dan diendapkan sebagai Dolomit dan Magnesit yang mengisi celah-celah atau
rekahan-rekahan pada batuan induk. Di lapangan, urat-urat ini dikenal sebagai batas
petunjuk antara zona pelapukan dengan zona batuan segar yang disebut dengan akar
pelapukan (root of weathering).
Fluktuasi muka air tanah yang berlangsung secara kontinu akan melarutkan unsur-
unsur Mg dan Si yang terdapat pada bongkah-bongkah batuan asal di zone saprolit,
sehingga memungkinkan penetrasi air tanah yang lebih dalam. Dalam hal ini, zone saprolit
akan bertambah ke dalam, demikian juga dengan ikatan yang mengandung oksida MgO
sekitar 30 – 50%-berat dan SiO2 antara 35 – 40%-berat. Oksida yang masih terkandung
pada bongkah-bongkah di zone saprolit ini akan terlindi dan ikut bersama-sama dengan
aliran air tanah, sehingga sedikit demi sedikit zone saprolit atas akan berubah porositasnya
dan akhirnya menjadi zone limonit. Sedangkan bahan-bahan yang sukar atau tidak mudah
larut akan tinggal pada tempatnya dan sebagian turun ke bawah bersama larutan sebagai
larutan koloid. Bahan-bahan seperti Fe, Ni, dan Co akan membentuk konsentrasi residu
dan konsentrasi celah pada zona yang disebut dengan zona saprolit, berwarna coklat
kuning kemerahan. Batuan asal ultramafik pada zone ini selanjutnya diimpregnasi oleh Ni
melalui larutan yang mengandung Ni, sehingga kadar Ni dapat naik hingga 7%-berat.
Dalam hal ini, Ni dapat mensubstitusi Mg dalam Serpentin atau juga mengendap pada
rekahan bersama dengan larutan yang mengandung Mg dan Si sebagai Garnierit dan
Krisopras.
Endapan laterit biasanya terbentuk melalui proses pelapukan kimia yang intensif,
yaitu di daerah dengan iklim tropis-subtropis. Proses pelindian batuan lapuk merupakan
proses yang terjadi pada pembentukan endapan laterit, dimana proses ini memiliki
penyebaran unsur-unsur yang tidak merata dan menghasilkan konsentrasi bijih yang
sangat bergantung pada migrasi air tanah.
Profil endapan nikel laterit yang terbentuk dari hasil pelapukan batuan ultrabasa
secara umum terdiri dari 4 (empat) lapisan, yaitu lapisan tanah penutup atau top soil,
lapisan limonit, lapisan saprolit, dan bedrock.
Lapisan tanah penutup biasa disebut iron capping. Material lapisan berukuran
lempung, berwarna coklat kemerahan, dan biasanya terdapat juga sisa-sisa tumbuhan.
Pengkayaan Fe terjadi pada zona ini karena terdiri dari konkresi Fe-Oksida (mineral
Hematite dan Goethite), dan Chromiferous dengan kandungan nikel relatif rendah.
Tebal lapisan bervariasi antara 0 – 2 m. Tekstur batuan asal sudah tidak dapat dikenali
lagi.
- Lapisan Limonit
Merupakan lapisan berwarna coklat muda, ukuran butir lempung sampai pasir,
tekstur batuan asal mulai dapat diamati walaupun masih sangat sulit, dengan tebal
lapisan berkisar antara 1 – 10 m. Lapisan ini tipis pada daerah yang terjal, dan sempat
hilang karena erosi. Pada zone limonit hampir seluruh unsur yang mudah larut hilang
terlindi, kadar MgO hanya tinggal kurang dari 2% berat dan kadar SiO2 berkisar 2 – 5%
berat. Sebaliknya kadar Fe2O3 menjadi sekitar 60 – 80% berat dan kadar Al2O3
maksimum 7% berat. Zone ini didominasi oleh mineral Goethit, disamping juga
terdapat Magnetit, Hematit, Kromit, serta Kuarsa sekunder. Pada Goethit terikat Nikel,
Chrom, Cobalt, Vanadium, dan Aluminium.
- Lapisan Saprolit
Merupakan lapisan dari batuan dasar yang sudah lapuk, berupa bongkah-bongkah
lunak berwarna coklat kekuningan sampai kehijauan. Struktur dan tekstur batuan asal
masih terlihat. Perubahan geokimia zone saprolit yang terletak di atas batuan asal ini
tidak banyak, H2O dan Nikel bertambah, dengan kadar Ni keseluruhan lapisan antara
2 – 4%, sedangkan Magnesium dan Silikon hanya sedikit yang hilang terlindi. Zona
ini terdiri dari vein-vein Garnierite, Mangan, Serpentin, Kuarsa sekunder bertekstur
boxwork, Ni-Kalsedon, dan di beberapa tempat sudah terbentuk limonit yang
mengandung Fe-hidroksida.
Merupakan bagian terbawah dari profil nikel laterit, berwarna hitam kehijauan,
terdiri dari bongkah – bongkah batuan dasar dengan ukuran > 75 cm, dan secara umum
sudah tidak mengandung mineral ekonomis. Kadar mineral mendekati atau sama
dengan batuan asal, yaitu dengan kadar Fe ± 5% serta Ni dan Co antara 0.01 – 0.30%.
Bijih tipe ini dapat terbentuk akibat proses kontak metasomatik yaitu larutan magma
berkompisisi sedang, basa, atau ultra basa yang naik kepermukaan dalam peristiwa intrusi
atau ekstrusi dapat bereaksi dengan batuan sekitarnya, terutama dengan batuan kapuran
(tipe ekso-skarn atau kalsik eksoskarn). Disini akan terbentuk mineral-mineral skarn
seperti garnet, epidot, dan jika yang terbentuk adalah mineral-mineral magnetit dan
hematit sebagai mineral utama maka dapat menjadi bijih besi. Di Indonesia, bijih besi tipe
ini biasanya terdapat di sekitar daerah kontak batuan intrusi berkomposisi sedang sampai
basa seperti diorit, granidiorit, dan gabro atau basalt dengan formasi batuan sedimen atau
vulkanis yang mengandung lapisan-lapisan atau lensa-lensa batuan gampingan atau batuan
yang bersifat gampingan. Dalam proses ini, selain temperatur, magma juga ikut
memegang peranan dalam menambahkan langsung beberapa unsur pada batuan
sekitarnya, sehingga endapan ini tidak mungkin terdapat jauh dari batuan intrusi kecuali
bila telah mengalami proses desintegrasi dan transportasi sebagaimana halnya pada
endapan eluvial dan diluvial.
Ciri-ciri tipe endapan ini antara lain:
Endapan bijih besi ini dapat berbentuk lensa, berupa sarang (nest-shaped) atau
lapisan-lapisan yang kompleks pada batuan kontak;
Berupa endapan masif yang terutama terdiri dari magnetit dan hematit. Selain oksida
besi, juga sering mengandung mineral sulfida seperti pirit dan kalkopirit, disamping
mineral skarn seperti garnet, piroksen, aktinolit, sillimanit, dan epidot;
Akibat proses desintegrasi dan transportasi, endapan tipe ini sering terdapat dalam
bentuk eluvial atau diluvial, yaitu berupa onggokan bongkah-bongkah batuan
berbagai ukuran dengan komposisi mineralnya yang utama masih tetap berupa
magnetit dan hematit. Onggokan batuan ini biasanya tidak jauh letaknya dari tempat
asalnya yaitu daerah kontak;
Kadar Fe bijih tipe ini berkisar sekitar 50-70%;
Kadar Ni atau Cr dapat diabaikan;
Karena sering berasosiasi dengan mineral sulfida, terkadang berkadar Cu atau Zn
agak tinggi (± 1%);
Kadar belerang kadang-kadang agak tinggi, mendekati 1%;
Kadar TiO2 biasanya dibawah 0,5%.
2.) Endapan Placer
Tipe endapan ini terbentuk oleh proses pelapukan, desitegrasi, dan pengumpulan
secara mekanik. Hasilnya adalah endapan fragmen mineral dan batuan yang seringkali
disebut mineral/batuan rombakan. Tipe ini dikenal sebagai placer pantai (beach placer)
dan placer aluvium (alluvial placer). Karena melalui proses mekanik, maka kemurnian
fragmen mineral rombakan dipengaruhi oleh intensitas liberasi selama proses tersebut.
3.) Endapan Laterit
Tipe endapan ini merupakan endapan residu dari proses pelapukan, dekomposisi, dan
pengumpulan kimia. Tipe ini tidak lazim disebut endapan mineral/batuan rombakan.
Karena melalui proses kimia, maka keterjadiannya berkaitan dengan pelarutan dan
pengendapan yang sesuai dengan keadaan dan situasi setempat, yakni jenis batuan induk
dan lingkungan fisika-kimia. Lingkungan yang baik untuk proses lateritisasi adalah: (1)
iklim tropis-basah, (2) topografi yang relatif tidak curam, dan (3) waktu proses lateritisasi
yang cukup lama.
Endapan mineral/bijih laterit umumnya terjadi pada batuan induk ultramafik (ofiolit).
Unsur besi bivalen dilepaskan oleh pelapukan secara kimia terhadap batuan ultramafik
yang sudah teroksidasi menjadi besi trivalen dan kemudian diendapkan dalam laterit.
Dalam keadaan reduksi (dalam hutan lebat), unsur besi feri berubah menjadi fero dan
berupa larutan yang bergerak sampai menemui lingkungan yang teroksidasi, kemudian
unsur besi tersebut berubah lagi menjadi feri dan terendapkan di lingkungan tersebut pada
permukaan air tanah, selanjutnya konkresi limonit (2Fe2O3.3H2O) terjadi dalam
lingkungan tersebut. Karena oksida besi yang mempunyai berat jenis lebih besar
mengalami dehidrasi, maka hematit dan magnetit terjadi mendekati permukaan. Hematit
terkumpul kearah permukaan, sedangkan magnetit cenderung kearah zona yang lebih
dalam. Hematit yang relatif lebih stabil dalam lingkungan pH (5,5-8), maka endapannya
dapat berkembang menjadi “kerak hematit yang keras” atau iron-cap. Mineral besi,
mineral nikel dan krom diendapkan sebagai residu dalam laterit. Mineral besi yang berupa
konkresi limonit bersifat belahan konkoidal disebut goetit.
4.) Endapan Sedimen
Endapan tipe ini terbentuk berkaitan dengan proses sedimentasi yaitu proses kimia
yang memegang peranan utama dalam proses pengendapannya. Ada pula yang menjadi
penyebabnya adalah proses desintegrasi mekanik, seperti yang terjadi pada sebagian
endapan bijih besi disekitar bijih besi tipe lateritik. Endapan jenis “bog-iron” terbentuk
bila larutan yang mengandung besi terkumpul dalam suatu cekungan atau basin, dan oleh
proses kimia atau akibat pekerjaan bakteri terbentuklah endapan bijih besi. Dalam
kelompok ini termasuk juga endapan bijih besi yang dihasilkan oleh sumber air panas
(endapan sinter).
Ciri-ciri tipe endapan ini:
Karena berasosiasi dengan endapan sedimen, tekstur atau strukur perlapisan dan
laminasi dapat terlihat jelas;
Dapat berupa perlapisan yang kompak atau massif dan dapat berupa breksi atau
konglomerat, sering mengandung bongkah-bongkah atau kerikil peridotit atau
serpentinit;
Komposisi mineral besinya bervariasi, ada yang berupa karbonat, silikat besi,
magnetit, dan hematite;
Kadar Fe berkisar antara 40 - 60 %;
Mengandung kadar Ni dan Cr yang lebih rendah dari tipe lateritik yaitu rata-rata
0,41% Ni dan 2,1 % Cr2O3, khususnya yang berasal dari bijih besi laterit;
Kadar Al lebih rendah dari tipe bijih lateritik, yaitu sekitar 7%;
Bijih besi “bog-iron”, sering mengandung kadar belerang dan mangan yang tinggi,
sedang yang berasal dari air panas dapat mengandung belerang yang relatif lebih
tinggi;
Karena sering adanya perlapisan pemisah diantara lapisan bijih besi, kasar Fe dan
unsur-unsur lain yang dikandungnya dapat bervariasi secara lateral maupun vertikal.
Proses terjadinya cebakan bahan galian bijih besi berhubungan erat dengan adanya
peristiwa tektonik pra-mineralisasi. Akibat peristiwa tektonik, terbentuklah struktur sesar,
struktur sesar ini merupakan zona lemah yang memungkinkan terjadinya magmatisme, yaitu
intrusi magma menerobos batuan tua, dicirikan dengan penerobosan batuan granitan (Kgr)
terhadap Formasi Barisan (Pb,Pbl). Akibat adanya kontak magmatik ini, terjadilah proses
rekristalisasi, alterasi, mineralisasi, dan penggantian (replacement) pada bagian kontak magma
dengan batuan yang diterobosnya.
Perubahan ini disebabkan karena adanya panas dan bahan cair (fluida) yang berasal dari
aktivitas magma tersebut. Proses penerobosan magma pada zona lemah ini hingga membeku
umumnya disertai dengan kontak metamorfosa. Kontak metamorfosa juga melibatkan batuan
samping sehingga menimbulkan bahan cair (fluida) seperti cairan magmatik dan metamorfik
yang banyak mengandung bijih.
Genesis Tembaga
Endapan tembaga terbentuk dengan berbagai cara antara lain, yaitu :
1.) Terbentuk dengan cara replacement
Timah umumnya memiliki bilangan oksidasi +2 dan +4. Timah(II) cenderung memiliki sifat
logam dan mudah diperoleh dari pelarutan Sn dalam HCl pekat panas. Timah bereaksi
dengan klorin secara langsung membentuk Sn(IV) klorida. Timah tidak mudah dioksidasi dan
tahan terhadap korosi disebabkan terbentuknya lapisan oksida timah yang menghambat
proses oksidasi lebih jauh. Timah tahan terhadap korosi air distilasi dan air laut, akan tetapi
dapat diserang oleh asam kuat, basa, dan garam asam. Proses oksidasi dipercepat dengan
meningkatnya kandungan oksigen dalam larutan.
Proses pembentukan bijih timah berasal dari magma cair yang mengandung kasiterit
(SnO2). Intrusi batuan granit kepermukaan menyebabkan fase pneumatolitic yang
menghasilkan mineral-mineral bijih diantaranya bijih timah. Mineral ini terakumulasi
dan terasosiasi dalam batuan granit ataupun batuan lain yang diterobos membentuk vein-
vein bijih timah primer. Sesuai dengan namanya, endapan timah sekunder terdiri dari
mineral-mineral bijih kasiterit yang telah tertransportasi jauh dari sumbernya (endapan
timah primer). Biasanya bijih kasiterit ini terbawa oleh arus sungai menuju muara sungai
hingga lepas pantai dan terakumulasi disana. Karenanya banyak dilakukan kegiatan
penambangan bijih timah sekunder pada daerah muara sungai dan lepas pantai. Hal ini
dilakukan dengan harapan akan diperoleh bijh timah dalam jumlah besar.
1.) Endapan Timah Primer
Endapan timah primer terbentuk dari proses pneumatolitis. Pada proses ini
mineral timah ditransfortasi dari magma chamber sebagai gas Tinchloride (SnCL4)
atau Tin-flouride (SnF4) yang kemudian bereaksi dengan air membentuk Tin-oxide
(SnO2 ) atau kasiterit dan asam klorida atau asam flourida seperti reaksi sebagai
berikut :
SnCL4(g) + 2H2O(l) -------------------- SnO2(s) + HCL(g)
SnF4(g) + 2H2O(l) ---------------------- SnO2(s) + 4HF(g)
Dari reaksi di atas dapat dilihat bahwa pada proses ini akan terbentuk kasiterit
sebagai padatan dan asam chloride atau asam fluoride sebagai gas.
2.) Endapan Timah Sekunder
Endapan timah sekunder termasuk salah satu jenis endapan placer yang mempunyai
nilai ekonomis. Endapan timah sekunder terbentuk oleh proses pelapukan, erosi,
transportasi Berdasarkan tempat atau lokasi pengendapannya, endapan bijih timah
sekunder dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Endapan Elluvial
Endapan elluvial adalah endapan bijih timah yang terjadi akibat pelapukan secara
intensif. Proses ini diikuti dengan disintegrasi batuan samping dan perpindahan
mineral kasiterit (Sn02) secara vertikal sehingga terjadi konsentrasi residual.
Ciri-ciri endapan elluvial adalah sebagai berikut :
- Terdapat dekat sekali dengan sumbernya
- Tersebar pada batuan sedimen atau batuan granit yang telah lapuk
- Ukuran butir agak besar dan angular