Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
1.1. Konsep Gempa Bumi
1.1.1. Definisi Gempa Bumi
Gempa bumi adalah getaran atau guncangan yang terjadi di permukaan
bumi. Gempa bumi disebabkan oleh pergerakan kerak bumi (lempeng bumi).
Kata gempa bumi juga digunakan untuk menunjukkan daerah asal terjadinya
kejadian gempa bumi tersebut. Bumi kita walaupun padat, selalu bergerak, dan
gempa bumi terjadi apabila tekanan yang terjadi karena pergerakan itu sudah
berlalu besar untuk ditahan ( Syafrezani, 2012).
Menurut Widodo (2013) gempa bumi adalah suatu peristiwa alam
dimana terjadi getaran pada permukaan bumi akibat adanya pelepasan energi
secara tiba-tiba dari pusat gempa. Energi yang dilepaskan tersebut merambat
melalui tanah dalam bentuk gelombang getaran. Gelombang getaran yang
sampai ke permukaan bumi disebut gempa bumi.

1.1.2. Klasifikasi gempa bumi


Menurut Kogami (2015), gempa bumi dibagi menjadi empat jenis yakni :
1. Gempa bumi vulkanik (gunung api): gempa bumi ini terjadi akibat adanya
aktivitas magma, yang biasa terjadi sebelum gunung api meletus. Apabila
keaktifannya semakin tinggi maka akan menyebabkan timbulnya ledakan
yang juga akan menimbulkan terjadinya gempa bumi. Gempa bumi
tersebut hanya terasa di sekitar gunung api tersebut.
2. Gempa bumi tektonik : gempa bumi ini disebabkan oleh adanya aktivitas
tektonik, yaitu pergeseran lempeng-lempeng tektonik secara mendadak
yang mempunyai kekuatan dari yang sangat kecil hingga yang sangat
besar. Gempa bumi ini banyak menimbulkan kerusakan atau bencana alam
di bumi, getaran gempa yang kuat mampu menjalar keseluruh bagian bumi.
Gempa bumi tektonik disebabkan oleh perlepasan (tenaga) yang terjadi
karena pergeseran lempengan plat tektonik seperti layaknya gelang karet
ditarik dan dilepaskan tiba-tiba. Tenaga yang dihasilkan oleh tekanan
antara batuan dikenal sebagai kecacatan tektonik. Teoridari tektonik
plate(plat tektonik) menjelaskan bahwa bumi terdiri dari beberapa lapisan
batuan, sebagian besar area dari lapisan kerak itu akan hanyut dan
mengapung dilapisan seperti salju. Lapisan tersebut bergerak perlahan
sehingga berpecah-pecah dan bertabrakan satu sama lainnya. Hal inilah
yang menyebabkan terjadinya gempa tektonik. Gempa bumi tektonik
memang unik. Peta penyebarannya mengikuti pola-pola pertemuan
lempeng-empeng tektonik yang menyusun kerak bumi. Dalam ilmu
kebumian (geologi), erangka teoritiss tektonik lempeng merupakan postulat
untuk menjelaskan fenomena gemp bumi tektonik yang melanda hampir
seluruh kawasan yang berdekatan dengan batas pertemuan lempeng
tekonik. Contoh gempa tektonik ialah seperti yang terjadi di Yogyakarta,
Indonesia pada sabtu 27 mei, 2006 dini hari, pukul 05.54 WIB.
3. Gempa bumi runtuhan : gempa bumi ini biasanya terjadi pada daerah kapur
ataupun pada daerah pertambangan, gempa bumi ini jarang terjadi dan
bersifat lokal.
4. Gempa bumi buatan : gempa bumi buatan adalah gempa bumi yang
disebabkan oleh aktivitas dari manusia, seperti peledakan dinamit, nuklir
atau palu yang di pukulkan ke permukaan bumi.

1.1.3. Etiologi Gempa Bumi


Kebanyakan gempa bumi disbabkan dari pelepasan energy yang
dihasilkan oleh tekanan yang dilakukan oleh lempengan yang bergerak.
Semakin lama tekanan itu kian membesar dan akhirnya mencapai pada keadaan
dimana tekanan tersebut tidak dapat ditahan lagi oleh pinggiran lempengan.
Pada saat itulah gempa akan terjadi (Permana, 2012).
Gempa bumi biasanya terjadi diperbatasan lempengan-lempengan
tersebut. Gempa bumi yang paling parah biasanya terjadi diperbatasan
lempengan kompresional dan translasional. Gempa bumi fokus dalam
kemungkinan besar terjadi karena materi lapisan litosfer yang terjepit kedalam
mengalami transisi fase pada kedalaman lebih dari 600 km.
Beberapa gempa bumi lain juga dapat terjadi karena pergerakan magma
didalam gunung berapi. Gempa bumi seperti itu dapat menjadi gejala akan
terjadinya letusan gunung berapi. Beberapa gempa bumi (namun jarang) juga
terjadi karena menumpuknya massa air yang sangat besar dibalik dam seperti,
Dam Karibia di Zambia, Afrika. Sebagian lagi (jarang juga), juga dapat
terjadikarena injeksi atau akstraksi cairan dari/kedalam bumi (contoh:pada
beberapa mesin pembangkit listrik tenaga panas bumi dan di Rocky Mountain
Arsenal. Terakhir gemopa juga dapat terjadi dari bahan peledakan bahan
peledak. Hal dapat membuat para ilmuan memonitor tes rahasia senjata nuklir
yang dilakukan pemerintah. Gempa bumi yang disebebkan oleh manusia seperti
ini dinamakan juga seismisitas terinduksi (Permana, 2012).

1.1.4. Dampak Gempa Bumi


Goncangan gempa bisa sangat hebat dan dampak yang ditimbulkannya
juga tidak kalah dahsyat. Gempa merupakan salah satu fenomena alam yang
menimbulkan bencana. Dilihat dari efek atau akibat yang ditimbulkan,
kejadian-kejadian yang mungkin terjadi mengiringi peristiwa gempa bumi
adalah sebagai berikut ( Setyowati, 2010) :
1. Gelombang tsunami
Salah satu akibat dari gempa bumi adalah muculnya gelombang
tsunami jika sumber gempa dibawah laut. Gelombang tsunami tersebut
muncul jika pusat gempa terjadi patahan lempeng bumi turun sehingga air
laut surut sementara. Akan tetapi tidak lama kemudian gelombang sangat
tinggi dan berkeepatan luar biasa menerjang pantai dan masuk jauh ke
daratan. Selanjutnya gelombang ini akan merusak apa saja yang dilaluinya.
Sebelum tsunami muncul, biasanya muncul tanda-tanda seperti gerakan
tanah, getaran kuat, muncul cairan hitam atau putih dari arah laut, biasanya
juga terdengar bunyi keras, tercium bau garam menyengat dan laut terasa
dingin.
2. Kerusakan bangunan
Gempa merupakan salah satu pergerakan permukaan bumi disebabkan
oleh pergerakan lempeng tektonik yang terdaat dibawah permukaan bumi.
Dengan bergoyangnya permukaan bumi maka bangunan-bangunan seperti
gedung sekolah, pusat pertokoan, perkantoran, maupun rumah-rumah
penduduk dapat hancur ataupaling tidak retak.
3. Megubah topografi atau bentuk muka bumi
Dari hasil penelitian Walhi ( Wahana Lingkungan Hidup) Yogyakarta
diketahui bahwa terjadi perubahan topografi tanah disekitar Yogyakarta
akibat gempa bumi. Gempa bumi tersebut memicu longsran tanah dan
mengakibatkan perubahan struktur tanah di daerah-daerah berlereng curam
akibat guncangan gempa. Struktur tanah seperti ini berbutir kasar dan dalam
kondisi kering akan merapat. Akibat pengaruh gempa, tegangan pori udara
dalam lapisan tanah pasir meningkat, dan tegangan efektif tanah kehilangan
kekuatan sehingga mengakibatkan runtuhnya lapisan diatas pembentuk
lereng dan memicu terjadinya longsor.
4. Menyebabkan keretakan permukaan bumi
Selain tsunami dan hancurnya infrastruktur, gempa bumi juga
mengakibatkan keretakan permukaan tanah. Keretakan ini disebabkan
permukaan tanah ikut bergerak ketika lempeng tektonik di bawahnya saling
berbenturan.
5. Menyebabkan perubahan tata air tanah
Pada dasarnya sebelum terjadi gempa tata air tanah bersifat terbuka,
tidak bertekanan, berlapis-lapis sesuai dengan struktur batuan dan tanah
sehingga mata air kecil, relatif besar, dan sudah terbentuk kantong-kantong
air di bawah tanah. Kantong-kantong air tersebut secara rutin terisi oleh
saluran primer, sekunder, dan tersier berdasarkan struktur dan kestabilan
tanah yang telah terbentuk sebelumnya. Ketika terjadi gempa bumi lapisan
dalam kaantong-kantong air inipatah sehingga terjadi kebocoran, lapisan
tanahh terkoyak, dan bergeser. Oleh karena itu wajar jika setelah gempa tiba-
tiba ada air yang mati, sumur kering, atau muncul mata air baru di tempat
yang lain. Hilangnya mata air atau munculnya mata air baru ditempat lain
akibat patahan dan pergeseran kantong-kantong air ini menunjukkan adanya
perubahan tatanan air setelah guncangan gempa.
6. Mengakibatkan trauma psikis atau mental
Akibat becana tersebut sebagian korban mengalami penderitaan
biopskiososial yaitu gangguan akan kewaspadaan dan kepekaan yang
berlebihan terhadap sekadar perubahan suara, perubahan keadaan dan aneka
perubahan kecil lain yang sebenarnya wajar di tengah kehidupan sehari-hari
(Setyowati, 2010).

1.1.5. Cara Mencegah Gempa Bumi


Upaya pengurangan gempa bumi (Permana, 2012) :
1. Menjaga kelestarian lingkungan
2. Tidak merusak hutan
3. Tidak mersak alam sehingga keseimbangan akan selalu terjaga
4. Bangunan harus dibangun dengan konstruksi tahan getaran/gempa
khususnya di daerah rawan gempa
5. Perkuatan bangunan dengan mengkuti standar kualitas bangunan
6. Pembangunan fasilitas umum dengan standar kualitas yang tinggi
7. Perkuatan bangunan-bangunan yang telah ada
8. Rencana penempatan permukiman untuk mengurangi tingkat kepadatan
hunian di daerah rawan gempa bumi.
9. Zonasi daerah rawan gempa bumi dan pengaturan penggunaan lahan
10. Pendidikan dan penyuluhan kepada masyararakat tentang bahaya gempa
bumi dan cara-cara penyelamatan diri jika gempa bumi
11. Ikut serta dalam pelatihan prgram upaya penyelamatan, kewaspadaan
masyarakat terhadap gempa bumi, pelatihan pemadam kebakaran dan
pertolongan pertama
12. Persiapan alat pemadam kebakaran, peralatan penggalian, dan peralatan
perlindungan masarakat lainnya
13. Rencana kedaruratan untuk melatih anggota keluarga dalam menghadapi
gempa bumi
14. Pembentukan kelompok aksi penyelamatan bencana dengan pelatihan
pemadaman kebakaran dan pertologan pertama.

1.1.6 Angka Kejadian Gempa Bumi


Sepanjang tahun 2018, terjadi peningkatan signifikan aktivitas gempa
di Indonesia dibandingkan tahun sebelumnya. Berdasarkan data gempa dari
Pusat Gempa Nasional Badan Meteorologi, Klimatalogi dan Geofisika
(BMKG), selama 2018 terjadi aktivitas gempa sebanyak 11.577 kali dalam
berbagai magnitudo dan kedalaman. Sementara pada tahun 2017, jumlah
aktivitas gempa yang terjadi hanya 6.929.5, Jumlah korban luka berat 540
jiwa, yang meningga dunia 384 jiwa. Dampak dari bencana tersebut sangat
bagi masyarakat khususnya didonggala seperti bangunan ambruk, komunikasi
terputus, listrik padam. Efek psikologisnya yaitu hypervigilance.

1.2. Konsep Fraktur


1.2.1. Definisi Fraktur
Fraktur adalah terputusnya tulang dan ditentukan sesuai dengan jenis
dan luasnya (Wijaya & Putri, 2013). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas
jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh
rudapaksa (Mansjoer, 2000 dalam Jitowiyono & Kristiyanasari, 2012). Fraktur
didefinisikan sebagai suatu kerusakan morfologi pada kontinuitas tulang atau
bagian tulang, seperti lempeng epifisisatau kartilago (Chang, 2014).
Beberapa pengertian fraktur menurut para ahli antara lain :
1. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, fraktur terjadi ketika tekanan
yang kuat diberikan pada tulang normal atau tekanan yang sedang pada
tulang yang terkena penyakit, misalnya osteoporosis (Grace & Borley,
2010).
2. Fraktur atau yang seringkali disebut dengan pataha tulang, adalah sebuah
patah tulang yang biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.
Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan jaringan
lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu
lengkap atau tidak lengkap (Wijaya & Putri, 2013).
3. Fraktur tulang terjadi apabila resistensi tulang terhadap tekanan
menghasilkan daya untuk menekan. Ketika terjadi fraktur pada sebuah
tulang , maka periosteum serta pembuluh darah di dalam korteks, sumsum
tulang, dan jaringan lunak di sekitarnya akan mengalami disrupsi.
hematoma akan terbentuk diantara kedua ujung patahan tulang serta di
bawah periosteum, dan akhirnya jaringan granulasi menggantikan
hematoma tersebut (Wong, 2009).

1.2.2. Etiologi Fraktur


Menurut Wong (2009) jenis fraktur dibedakan menjadi :
1) Cedera Traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
a) Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga
tulang patah seacara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan
fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya.
b) Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi
benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan
fraktur klavikula.
c) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot
yang kuat.
2) Fraktur Patologik, dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit
dimana dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur, seperti :
a) Tumor tulang (jinak atau ganas), yaitu pertumbuhan jaringan baru
yang tidak terkendali atau progresif.
b) Infeksi seperti mosteomyelitis, dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut
atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan
sakit nyeri.
c) Rakhitis, suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi
Vitamin D.
d) Stress tulang seperti pada penyakit polio dan orang yang bertugas di
kemiliteran (Sachdeva, 2000 dalam Kristiyanasari, 2012)

1.2.3. Klasifikasi Fraktur


Menurut Widodo (2013) klasifikasi fraktur terbagi menjadi 3 yaitu :
a) Klasifikasi Etiologis
1. Fraktur traumatic
2. Fraktur Patologis, yaitu fraktur yang terjadi pada daerah-daerah tulang
yang telah menjadi lemah oleh karena tumor atau proses patologik
lainnya (infeksi dan kelainan bawaan) dan dapat terjadi secara spontan
atau akibat trauma ringan
3. Fraktur Beban (Kelelahan), yaitu fraktur yang terjadi pada orangorang
yang baru saja menambah tingkat aktivitas merka atau karena adanya
stress yang kecil dan berulang-ulang pada daerah tulang yang
menopang berat badan.
b) Klasifikasi Klinis
1. Fraktur Tertutup (simple Fraktur), adalah fraktur dengan kulit yang
tidak tembus oleh fragmen tulang, sehingga tempat fraktur tidak
tercemar oleh lingkungan.
2. Fraktur Terbuka (compound Fraktur), adalah frktur dengan kulit
ekstremitas yang terlibat telah ditembus, dan terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar. Karena adanya perlukaan kulit.
Fraktur terbuka dibagi atas 3 derajat, yaitu :
1) Grade 1 : sakit jelas dan sedikit kerusakan kulit. a. Luka < 1 cm b.
Kerusakan jaringan lunak sedikit, tidak ada tanda luka remuk c.
Fraktur sederhana, transversal, atau kominutif ringan d.
Kontaminasi minimal
2) Grade II : Fraktur terbuka dan sedikit kerusakan kulit. a. Laserasi <
1cm b. Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/avulse. c. Fraktur
kominutif sedang d. Kontaminasi sedang
3) Grade III : Banyak sekali jejas kerusakan kulit, otot jaringan saraf
dan pembuluh darah serta luka sebesar 6-8 cm (Sjamsuhidayat,
2010 dalam wijaya & putri, 2013).
c) Klasifikasi Radiologis
1. Lokalisasi : diafisal, metafisial, intra-artikuler, fraktur dengan dislokasi
2. Konfigurasi : F. Transversal, F.Oblik, F. Spinal, F. Segmental, F.
Komunitif (lebih dari dua fragmen), F. Avulse, F. Depresi, F. Epifisis.
3. Menurut Ekstensi : F. Total, F. Tidak Total, F. Buckle atau torus, F.
Garis rambut, F. greenstick.
4. Menurut hubungan antara fragmen dengan fragmen lainnya : tidak
bergeser, bergeser (bersampingan, angulasi, rotasi, distraksi, over riding,
impaksi) (Kusuma, 2015).
1.2.4. Manifestasi Klinis
Beberapa tanda dan gejala terjadinya fraktur (Brunner & Suddarth, 2002)
adalah sebagai berikut :
1. Nyeri
2. Deformitas akibat kehilangan kelurusan (alignment) yang dialami.
3. Pembengkakan akibat vasodilatasi dalam infiltrasi leukosit serta selsel
mast.
4. Saat ekstremitas diperiksa di tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan
krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat
trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. tanda ini terjadi setelah
beberapa jam atau beberapa hari.
6. Krepitasi.
7. Spasme otot.
1.2.5. Pemeriksaan Penunjang
1. X-ray : untuk menentukan luas/lokasi fraktur.
2. Scan tulang untuk memperlihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi
kerusakan jaringan lunak.
3. Arteriogram, dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan
vaskuler.
4. Hitung darah lengkap, homokonsentrasi mungkin meningkat, menurun
pada perdarahan : peningkatan leukosit sebagai respon terhadap
peradangan.
5. Kretinin : trauma otot meningkatkan beban kretinin untuk klirens ginjal.
6. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, tranfusi
atau cedera hati (Doengoes, 2000 dalam Wijaya & Putri,2013).
1.2.6. Komplikasi
1. Komplikasi Awal
a) Syok
Syok hipovolemik atau traumatic, akibat perdarahan (baik kehilangan
darah eksterna maupun yang tidak kelihatan) dan kehilangan cairan
ekstrasel ke jaringan yang rusak, dapat terjadi pada fraktur ekstremitas,
toraks, pelvis, dan vertebra. Pada fraktur femur dapat terjadi kehilangan
darah dalam jumlah besar sebagai akibat trauma. Penangannnya
meliputi memeprtahankan volume darah, mengurangi nyeri yang di
derita pasien, memasang pembebatan yang memadai, dan melindungi
pasien dari cedera lebih lanjut (Brunner& Suddarth, 2002).
b) Sindrom emboli lemak
Setelah terjadi fraktur panjang atau pelvis, fraktur multiple, atau cedera
remuk, dapat terjadi emboli lemak, khususnya pada dewasa muda (20
sampai 30 tahun) pria. Pada saat terjadi fraktur, globula lemak dapat
masuk ke dalam darah karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari
tekanan kapiler atau karena katekolamin yang dilepaskan oleh reaksi
stress pasien akan memobilisasi asam lemak dan memudahkan
terjadinya globula lemak dalam alira darah. Globula lemak akan
bergabung dengan trombosit membentuk emboli, yang kemudian
menyumbat pembuluh darah kecil yang memasok otak, paru, ginjal, dan
organ lain.
Gejala yang muncul berupa hipoksia, takipnea, takikardia, dan pireksia,
respons pernapasan meliputi takipnea, dyspnea, krepitasi, mengi,
sputum putih kental banyak. Gas darah menunjukkan PO2 dibawah 60
mm Hg, dengan alkalosis respiratori lebih dulu dan kemudian asidosis
respiratori.Dengan adanya emboli sistemik pasien Nampak pucat.
Tampak ada ptekie pada membrane pipi dan kantung konjungtiva, pada
palatum durum, pada fundud okuli, dan diatas dada dan lipatan ketiak
depan. Lemak bebas dapat ditemukan dalam urine bila emboli mencapai
ginjal, dapat terjadi gagal ginjal (Brunner & Suddarth, 2002). Emboli
lemak akibat disrupsi sumsum tulang atau aktivasi sistem saraf simpatik
pascatrauma (yang dapat menimbulkan stress pernapasan atau sistem
saraf pusat) (kowalak, 2011).
Embolisme lemak jarang terjadi, namun merupakan komplikasi batang
femur yang membahayakan, embolisme lemak terjadi akibat rongga
femur terisi sumsum tulang. Selama 72 jam pertama setelah cedera,
pasien harus dipantau dengan ketat untuk ruam ptekie, pireksia, konfusi,
dan anoksia (kneale, 2011).
c) Sindrom Kompertemen
d) Infeksi
e) Koagulopati Intravaskuler Diseminata (KID)
f) Emboli Paru
g) Gagal Ginjal
2. Komplikasi Lanjut
a) Terjadi Non-Union
b) Delayed Union
c) Mal-Union
d) Pertumbuhan Terhambat
e) Arthritis f. Distrofi Simpatik (reflex) pasca trauma (R.Borley, 2007).

1.2.7. Penyembuhan Tulang


Tulang dapat beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur
merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan
membentuk tulang baru diantara ujung patahan tulang.Tulang baru dibentuk
oleh aktivitas sel-sel tulang. Stadium penyembuhan tulang, yaitu (R.Borley,
2007) :
1. Inflamasi Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah
fraktur.sel-sel darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak
dan sebagai tempat tumbuhnya kapiler baru dan fibrioblas. Stadium ini
berlangsung 24-48 jam dan terjadi pembengkakan dan nyeri.
2. Proliferasi seluler
Hematoma akan mengalami organisasi ± 5 hari, terbentuk benang-benang
fibrin dalam bekuan darah, membentuk jaringan untuk revaskularisasi,
invasi fibrioblast dan osteoblast.
3. Pembentukan kalus
Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh
mencapai sisi lain sampai celah sudah terhubungkan. Fragmen patahan
tulang dihubungkan dengan jaringan fibrus.Diperlukan waktu 3 sampai 4
minggu agar fragmen tulang tergabung dalam tulang rawan atau jaringan
fibrus.Secara klinis fragmen tulang sudah tidak bisa digerakan lagi.
4. Penulangan kalus
Pada patah tulang panjang orang dewasa normal, penulangan memerlukan
waktu 3 sampai 4 bulan.
5. Remodeling
Tahap akhir dari perbaikan patah tulang meliputi pengambilan jaringan
mati dan reorganisasi tulang baru ke susunan structural sebelumnya. Pada
tahap ini memerlukan waktu berbulan-bulan sampai bertahun-tahun
tergantung beratnya modifikasi tulang yang dibutuhkan (wujaya & putrid,
2013).
1.2.8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Kedaruratan menurut (Syafrezani, 2012) :
i. Cari tanda-tanda syok/perdarahan dan periksa ABC
1. Jalan napas
Untuk mengatasi keadaan ini, penderita di miringkan sampai tengkurap.
Mandibula dan lidah ditarik ke depan dan dibersihkan faring dengan
jari-jari.
2. Perdarahan pada luka
Cara paling efektif dan aman adalah dengan meletakkan kain yang
bersih (kalau bisa steril) yang cukup tebal dan dilakukan penekanan
dengan tangan atau dibalut dengan verban yang cukup menekan.
3. Syok
Syok bisa terjadi apabila orang kehilangan darahnya kurang lebih 30%
dari volume darahnya.Untuk mengatasi syok karena pendaharan
diberikan darah (tranfusi darah).
4. Cari trauma pada tempat lain yang beresiko (kepala dan tulang
belakang, iga dan pneumotoraks dan trauma pelvis) (R. Borley,2013).

1.2.9. Tindakan Terhadap Fraktur


(Brunner & Suddarth, 2001 dalam wijaya & puti, 2013) menyatakan bahwa
tindakan yang dilakukan terhadap fraktur adalah sebagai berikut :
1) Metode untuk mencapai reduksi fraktur :
a. Reduksi terbuka
b. Reduksi tertutup
2) Metode mempertahankan Imobilisasi :
A. Alat Eksterna
a. Bebat
b. Brace
c. Case
d. Pin dalam gips
e. Fiksator eksterna
f. Traksi
g. Balutan
B. Alat Interna
a. Nail
b. Plat
c. Sekrup
d. Kawat
e. Batang
3) Mempertahankan dan mengembalikan fungsi
a. Mempertahankan reduksi dan imobilisasi
b. Meninggikan untuk meminimalkan pembengkakan
c. Memamtau status neurovaskuler
d. Mengontrol kecemasan dan nyeri
e. Berpartisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari
f. Kembali ke aktivitas secara bertahap.

Anda mungkin juga menyukai