Anda di halaman 1dari 33

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN Tn.

WK DENGAN PPOM
EKSASERBASI AKUT DI RUANG RATNA RSUP SANGLAH DENPASAR
TANGGAL 8-9 OKTOBER 2009

OLEH :

DESAK KADEK SASTRAWATI, S.KEP


NIM 0702115021

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
TAHUN 2009
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA
PASIEN DENGAN PPOM

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi PPOM
Penyakit Paru Obstruktif Menahun (PPOM) adalah suatu penyakit paru kronik
yang ditandai oleh adanya hambatan aliran udara di saluran nafas yang tidak
sepenuhnya reversible. Penyakit tersebut biasanya progresif dan berhubungan dengan
respons inflamasi abnormal paru terhadap partikel berbahaya atau gas beracun.
PPOM adalah klasifikasi luas dari gangguan yang mencakup bronkitis kronis,
bronkiektasis, emfisema dan asma. (Bruner & Suddarth, 2002)
PPOM merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat
aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru.

2. Epidemiologi/Insiden kasus
Di Indonesia belum ada data yang akurat mengenai jumlah penderita PPOM.
Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan RI tahun 1992
menunjukkan angka kematian karena asma, bronkitis kronis, dan emfisema menduduki
peringkat ke-6 dari 10 penyebab tersering kematian di Indonesia. Penderita PPOM
umumnya penduduk usia pertengahan keatas. Jumlah penderita laki-laki lebih banyak
dari pada wanita, golongan sosial ekonomi rendah lebih tinggi dari pada golongan
sosial ekonomi tinggi, dan daerah urban lebih tinggi daripada daerah rural.
Faktor-faktor yang berperan dalam peningkatan penyakit tersebut adalah :
 Pertambahan penduduk
 Meningkatnya usia rata-rata penduduk dari 54 tahun pada tahun 1960-an menjadi 63
tahun pada tahun 1990-an.
 Kebiasaan merokok yang masih tinggi (kurang dari 60% pada laki-laki di atas 15
tahun)
 Industrialisasi
 Polusi udara terutama di kota-kota besar dan lokasi industri dan pertambangan

3. Penyebab PPOM
Asap rokok adalah satu-satunya penyebab terpenting, jauh lebih penting
dibandingkan faktor penyebab lainnya. Pada kandungan asap rokok, banyak
mengandung partikel dan gas beracun yang mengakibatkan respon inflamasi pada
saluran napas. Meskipun begitu, ada faktor-faktor lain yang juga tidak bisa dianggap
remeh, yaitu polusi udara. Polusi udara terbagi menjadi :
a. Polusi dalam ruangan (asap rokok, asap kompor,dll)
b. Polusi luar ruangan (debu jalanan, gas buang kendaraan)
Karakteristik PPOM adalah adanya inflamasi kronik sepanjang jalan napas,
parenkim, dan vaskularisasi dari sistem paru. Pada timbulnya inflamasi, ada dua
kejadian penting pada patogenesis PPOM yaitu ketidakseimbangan antara proteinase
dan antiproteinase pada paru serta bahan oksidative stress. Inflamasi pada paru
disebabkan adanya paparan dari partikel dan gas beracun, terutama asap rokok sebagai
faktor penting yang secara langsung menyebabkan kerusakan paru.
Meskipun belum ada data yang kuat, faktor risiko yang lain selain asap rokok
juga diperkirakan menyebabkan proses yang sama untuk menimbulkan inflamasi paru
pada penyakit PPOM. Inflamasi pada paru akan menimbulkan kerusakan jaringan, yang
manifestasinya adalah timbulnya penyempitan saluran nafas dan fibrosis, destruksi
parenkim, dan hipersekresi mukus.
Secara garis besar, bronkitis kronis ditandai dengan pembesaran kelenjar mukosa
bronkus, hipertrofi otot polos bronkus akibat fibrosis, kemudian emfisema ditandai
pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli.
Obstruksi pada saluran nafas bersifat ireversibel, dan terjadi karena perubahan
struktural pada saluran nafas kecil, yaitu inflamasi, fibrosis, hipertrofi otot polos dan
perubahan- perubahan ini terjadi akibat pembatasan jalan nafas yang hiperresponsive.

4. Klasifikasi PPOM
a. Bronkitis kronis
1. Pengertian
Bronkitis kronis didefinisikan sebagai adanya batuk produktif yang
berlangsung 3 bulan dalam satu tahun selama 2 tahun berturut-turut (Bruner &
Suddarth, 2002)

2. Patofisiologi
Asap mengiritasi jalan nafas mengakibatkan hipersekresi lendir dan inflamasi.
Karena iritasi yang konstan ini, kelenjar-kelenjar yang mensekresi lendir dan
sel-sel goblet meningkat jumlahnya, fungsi silia menurun dan lebih banyak
lendir yang dihasilkan. Sebagai akibat bronkiolus dapat menjadi menyempit
dan tersumbat. Alveoli yang berdekatan dengan bronkiolus dapat menjadi
rusak dan membentuk fibrosis, mengakibatkan perubahan fungsi makrofag
alveolar yang berperan penting dalam menghancurkan partikel asing termasuk
bakteri. Pasien kemudian menjadi lebih rentan terhadap infeksi pernapasan.
Penyempitan bronkial lebih lanjut terjadi sebagai akibat perubahan fibrotik
yang terjadi dalam jalan napas. Pada waktunya mungkin terjadi perubahan
paru yang ireversibel, kemungkinan mengakibatkan emfisema dan
bronkiektasis.
3. Tanda dan Gejala
Batuk produktif, kronis pada bulan-bulan musim dingin.

4. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan analisa gas darah : hipoksia dengan hiperkapnia
 Rontgen dada : pembesaran jantung dengan diafragma normal/mendatar
 Pemeriksaan fungsi paru : Penurunan kapasitas vital (VC) dan volume
ekspirasi kuat (FEV), peningkatan volume residual (RV), kapasitas paru
total (TLC) normal atau sedikit meningkat.
 Pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit : dapat sedikit meningkat

Gambar skematis anatomi saluran nafas pada Bronchitis Kronis dan Emfisema

b. Bronkiektasis
5. Pengertian
Bronkiektasis adalah dilatasi bronki dan bronkiolus kronis yang mungkin
disebabkan oleh berbagai kondisi, termasuk infeksi paru dan obstruksi
bronkus; aspirasi benda asing, muntahan, atau benda-benda dari saluran
pernapasan atas; dan tekanan akibat tumor, pembuluh darah yang berdilatasi,
dan pembesaran nodus limfe (Bruner & Suddarth)

6. Patofisiologi
Infeksi merusak dinding bronkial, menyebabkan kehilangan struktur
pendukungnya dan menghasilkan sputum yang kental yang akhirnya dapat
menyumbat bronki. Dinding bronkial menjadi teregang secara permanen akibat
batuk hebat. Infeksi meluas ke jaringan peribronkial sehingga dalam kasus
bronkiektasis sakular, setiap tuba yang berdilatasi sebenarnya adalah abses
paru, yang eksudatnya mengalir bebas melalui bronkus. Bronkiektasis
biasanya setempat, menyerang lobus atau segmen paru. Lobus yang paling
bawah lebih sering terkena.
Retensi sekresi dan obstruksi yang diakibatkannya pada akhirnya
menyebabkan alveoli di sebelah distal obstruksi mengalami kolaps
(ateletaksis). Jaringan parut atau fibrosis akibat reaksi inflamasi menggantikan
jaringan paru yang berfungsi. Pada waktunya pasien mengalami insufisiensi
pernapasan dengan penurunan kapasitas vital, penurunan ventilasi dan
peningkatan rasio volume residual terhadap kapasitas paru total. Terjadi
kerusakan campuran gas yang diinspirasi (ketidakseimbangan ventilasi-
perfusi) dan hipoksemia.

7. Tanda dan Gejala


 Batuk kronik dan pembentukan sputum purulen dalam jumlah yang sangat
banyak
 Jari tabuh, karena insufisiensi pernapasan
 Riwayat batuk berkepanjangan dengan sputum yang secara konsisten
negatif terhadap tuberkel basil

8. Pemeriksaan Penunjang
 Bronkografi
 Bronkoskopi
 CT-Scan : ada/tidaknya dilatasi bronkial

c. Emfisema
9. Pengertian
Emfisema didefinisikan sebagai suatu distensi abnormal ruang udara diluar
bronkiolus terminal dengan kerusakan dinding alveoli (Bruner & Suddarth,
2002)

10. Patofisiologi
Pada emfisema beberapa faktor penyebab obstruksi jalan napas yaitu :
inflamasi dan pembengkakan bronki; produksi lendir yang berlebihan;
kehilangan rekoil elastik jalan napas; dan kolaps bronkiolus serta redistribusi
udara ke alveoli yang berfungsi.
Karena dinding alveoli mengalami kerusakan, area permukaan alveolar
yang kontak langsung dengan kapiler paru secara kontinu berkurang,
menyebabkan peningkatan ruang rugi (area paru dimana tidak ada pertukaran
gas yang dapat terjadi) dan mengakibatkan kerusakan difusi oksigen.
Kerusakan difusi oksigen mengakibatkan hipoksemia. Pada tahap akhir
penyakit, eliminasi karbondioksida mengalami kerusakan, mengakibatkan
peningkatan tekanan karbondioksida dalam darah arteri (hiperkapnia) dan
menyebabkan asidosis respiratorius.
Karena dinding alveolar terus mengalami kerusakan, jaring-jaring
kapiler pulmonal berkurang. Aliran darah pulmonal meningkat dan ventrikel
kanan dipaksa untuk mempertahankan tekanan darah yang tinggi dalam arteri
pulmonal. Dengan demikian, gagal jantung sebelah kanan (kor pulmonal)
adalah salah satu komplikasai emfisema. Terdapatnya kongesti, edema tungkai,
distensi vena leher atau nyeri pada region hepar menandakan terjadinya gagal
jantung.
Sekresi meningkat dan tertahan menyebabkan individu tidak mampu
untuk membangkitkan batuk yang kuat untuk mengeluarkan sekresi. Infeksi
akut dan kronis dengan damikian menetap dalam paru yang mengalami
emfisema memperberat masalah.
Individu dengan emfisema mengalami obstruksi kronik ke aliran masuk
dan aliran keluar udara dari paru. Paru-paru dalam keadaan heperekspansi
kronik. Untuk mengalirkan udara kedalam dan keluar paru-paru, dibutuhkan
tekanan negatif selama inspirasi dan tekanan positif dalam tingkat yang
adekuat harus dicapai dan dipertahankan selama ekspirasi. Posisi selebihnya
adalah salah satu inflasi. Daripada menjalani aksi pasif involunter, ekspirasi
menjadi aktif dan membutuhkan upaya otot-otot. Sesak napas pasien terus
meningkat, dada menjadi kaku, dan iga-iga terfiksaksi pada persendiannya.
Dada seperti tong (barrel chest) pada banyak pasien ini terjadi akibat
kehilangan elastisitas paru karena adanya kecenderungan yang berkelanjutan
pada dinding dada untuk mengembang.

11. Tanda dan Gejala


 Dispnea
 Takipnea
 Inspeksi : barrel chest, penggunaan otot bantu pernapasan
 Perkusi : hiperresonan, penurunan fremitus pada seluruh bidang paru
 Auskultasi bunyi napas : krekles, ronchi, perpanjangan ekspirasi
 Hipoksemia
 Hiperkapnia
 Anoreksia
 Penurunan BB
 Kelemahan

12. Pemeriksaan Penunjang


 Rontgen dada : hiperinflasi, pendataran diafragma, pelebaran interkosta dan
jantung normal
 Fungsi pulmonari (terutama spirometri) : peningkatan TLC dan RV,
penurunan VC dan FEV

d. Asma
A. Pengertian
Asma adalah penyakit jalan napas obstruktif intermiten, reversibel dimana
trakea dan bronki berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu (Bruner
& Suddarth, 2002)

B. Patofisiologi
Individu dengan asma mengalami respon imun yang buruk terhadap
lingkungan mereka. Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian menyerang sel-
sel mast dalam paru. Pemajanan ulang terhadap antigen mengakibatkan ikatan
antigen dengan antibodi, menyebabkan pelepasan produk sel-sel mast (disebut
mediator) seperti histamin, bradikinin dan prostaglandin serta anafilaksis dari
substansi yang bereaksi lambat (SRS-A). Pelepasan mediator ini dalam
jaringan paru mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan napas,
bronkospasme, pembengkakan membran mukosa dan pembentukan mukus
yang sangat banyak.
Sistem saraf otonom mempersarafi paru. Tonus otot bronkial diatur
oleh impuls saraf vagal melalui sistem parasimpatis. Pada asma idiopatik atau
non alergi ketika ujung saraf pada jalan nafas dirangsang oleh faktor seperti
infeksi, latihan, dingin, merokok, emosi dan polutan, jumlah asetilkolin yang
dilepaskan meningkat. Pelepasan asetilkolin ini secara langsung menyebabkan
bronkokonstriksi juga merangsang pembentukan mediator kimiawi yang
dibahas diatas. Individu dengan asma dapat mempunyai toleransi rendah
terhadap respon parasimpatis.
Selain itu, reseptor - dan -adrenergik dari sistem saraf simpatis
terletak dalam bronki. Ketika reseptor  adrenergik dirangsang , terjadi
bronkokonstriksi; bronkodilatasi terjadi ketika reseptor -adrenergik yang
dirangsang. Keseimbangan antara reseptor - dan -adrenergik dikendalikan
terutama oleh siklik adenosin monofosfat (cAMP). Stimulasi reseptor –alfa
mengakibatkan penurunan c-AMP, yang mengarah pada peningkatan mediator
kimiawi yang dilepaskan oleh sel-sel mast bronkokonstriksi. Stimulasi respon
beta- mengakibatkan peningkatan tingkat cAMP, yang menghambat pelepasan
mediator kimiawi dan menyebabkan bronkodilatasi. Teori yang diajukan
adalah bahwa penyekatan -adrenergik terjadi pada individu dengan asma.
Akibatnya, asmatik rentan terhadap peningkatan pelepasan mediator kimiawi
dan konstriksi otot polos.

C. Tanda dan Gejala


 Batuk
 Dispnea
 Mengi
 Hipoksia
 Takikardi
 Berkeringat
 Pelebaran tekanan nadi

D. Pemeriksaan Penunjang
 Rontgen dada : hiperinflasi dan pendataran diafragma
 Pemeriksaan sputum dan darah : eosinofilia (kenaikan kadar eosinofil).
Peningkatan kadar serum Ig E pada asma alergik
 AGD : hipoksi selama serangan akut
 Fungsi pulmonari :
 Biasanya normal
 Serangan akut : Peningkatan TLC dan FRV; FEV dan FVC agak menurun

5. Komplikasi PPOM
Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOM adalah :
a. Gagal nafas
 Gagal nafas kronik
Pada gagal nafas kronik, hasil analisa gas darah, PO2 < 50mmHg dan PCO2 >
50mmHg, dan pH normal, penatalaksanaan :
1) Jaga keseimbangan PO2 dan PCO2
2) Bronkodilator kuat
3) Terapi oksigen yang adekuat terutama waktu aktivitas dan tidur
4) Antioksidan
5) Latihan pernafasan dengan pursed lips breathing
 Gagal nafas akut
Pada gagal nafas kronik, yang ditandai oleh :
Sesak nafas dengan atau tanpa sianosis, sputum bertambah dan purulen, demam,
dan kesadaran menurun.
b. Infeksi berulang
Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan terbentuknya
koloni kuman, hal ini memudahkan terjadinya infeksi berulang. Pada kondisi
kronik ini imunitas menjadi lebih rendah, ditandai dengan menurunnya kadar
limfosit darah.
c. kor pulmonal
ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50%, dapat disertai gagal
jantung kanan.

6. Penatalaksanaan PPOM
Penatalaksanaan PPOM secara umum bertujuan untuk mencegah eksaserbasi akut
dan meningkatkan kualitas hidup penderita. Secara umum dapat dilakukan dengan
edukasi penderita terdiri dari berhenti merokok, menggunakan obat-obatan yang
adekuat, menghindari polusi udara, mengusahakan latihan jasmani secukupnya, dan
menghindari terjadinya infeksi.
Pada prinsipnya juga, terdapat 4 komponen penatalaksanaan PPOM menurut
WHO 1998, yaitu :
a. Pengkajian dan monitor penyakit
b. Kurangi faktor risiko
c. Terapi PPOK stabil
d. Terapi eksaserbasi akut
Selain edukasi, tentu saja pasien harus diterapi farmakologi. Tujuan utama terapi
farmakologi adalah memperbaiki fungsi parunya (mencegah penurunan VEP), sehingga
keluhan pasien dapat berkurang. Terapi farmakologi yang dipakai adalah pemakaian
bronkodilator baik secara tunggal maupun kombinasi dan jenis antikolinergik, agonis β-
2, dan xantin, yang dapat diberikan dalam berbagai sediaan. Dengan obat ini
diharapkan meningkatkan aliran udara ke dalam paru. Kortikosteroid dapat
dipergunakan untuk menekan inflamasi yang terjadi, biasanya dipilih golongan
metilprednisolon atau prednison. Antibiotik, mukolitik, dan ekspektoran dapat
diberikan kepada penderita bila diperlukan. Oksigen diberikan pada keadaan
hipoksemia berat.
Dua hal penting yang sering dibahas adalah penatalaksanaan PPOM secara
khusus, sesuai dengan prinsip dari WHO, yaitu:
a. Penatalaksanaan PPOK stabil
b. Penatalaksanaan PPOK eksaserbasi akut
Keadaan eksaserbasi akut berarti timbulnya perburukan dibandingkan dengan
kondisi sebelumnya. Adapun beberapa gejala eksaserbasi antara lain :
1) Sesak yang bertambah.
2) Produksi sputum yang meningkat.
3) Perubahan warna sputum (sputum menjadi purulen).
Eksaserbasi akut dibagi menjadi tiga :
a. Tipe 1 (eksaserbasi berat), memiliki 3 gejala di atas.
b. Tipe 2 (eksaserbasi sedang), memiliki 2 gejala di atas.
c. Tipe 3 (eksaserbasi ringan), memiliki 1 gejala di atas ditambah infeksi saluran
nafas atas lebih dari 5 hari, demam tanpa sebab lain, peningkatan batuk,
peningkatan mengi atau peningkatan frekuensi pernafasan > 20% baseline, atau
frekuensi nadi > 20% baseline.

Penyebab eksaserbasi akut antara lain :


Primer : Infeksi trakeobronkial (biasanya karena virus).
Sekunder :
 Pneumonia
 Gagal jantung kanan atau kiri atau aritmia
 Emboli paru
 Pneumotoraks spontan
 Penggunaan oksigen, obat-obatan (obat penenang, diuretik) yang tidak tepat
 Penyakit metabolik (DM, gangguan elektrolit)
 Nutrisi buruk
 Lingkungan yang buruk/polusi udara
 Aspirasi berulang
 Kelelahan otot respirasi
Pemeriksaan spirometri pada keadaan eksaserbasi akut sering menunjukkan
fungsi paru yang menurun, dan kadang-kadang pasien terlalu lemah untuk meniup alat
spirometri. Umumnya bila nilai VEP 1 menunujukkan nilai >1 L, maka bisa dikatakan
sebagi keadaan eksaserbasi akut yang berat.
Penanganan eksaserbasi akut dapat dilaksanakan di rumah (untuk eksaserbasi
yang ringan) atau di rumah sakit (untuk eksaserbasi sedang dan berat). Untuk
eksaserbasi ringan dapat dilakukan oleh penderita yang telah dilatih dengan cara :
(1) Menambahkan dosis bronkodilator atau dengan mengubah bentuk bronkodilator
dari bentuk inhaler, oral menjadi bentuk nebulizer, dan dosis serta pemberian
ditingkatkan.
(2) Steroid sistemik dapat diberikan misalnya prednisolon 400 mg selama 10-14 hari,
antibiotik bila ada tanda infeksi cukup jelas, umumnya 7-14 hari.
Penatalaksanaan eksaserbasi akut di rumah sakit dapat dilakukan dengan rawat
jalan atau rawat inap dan dilakukan di poliklinik rawat jalan, unit gawat darurat, ruang
rawat, ruang ICU.
Prinsip penanganannya adalah atasi segera eksaserbasi yang terjadi dan mencegah
terjadinya gagal nafas. Bila telah terjadi gagal nafas, segera atasi untuk mencegah
kematian. Beberapa hal yang harus diperhatikan :
a. Diagnosis beratnya eksaserbasi : derajat sesak, frekuensi nafas, pernafasan
paradoksal, kesadaran, tanda vital, analisa gas darah, pneumonia.
b. Terapi oksigen adekuat
Pada eksaserbasi akut, terapi oksigen merupakan hal yang utama dan pertama,
untuk memperbaiki hipoksemia. Sebaiknya dipertahankan PaO2 > 60 mmHg atau
SatO2 > 90%, evaluasi ketat hiperkapnia.Oksigen yang diberikan dalam dosis yang
rendah, yaitu 2 L/ mnt.
c. Pemberian obat-obatan yang optimal
 Bronkodilator
Bila rawat jalan β-2 agonis dan antikolinergik harus diberikan dengan
peningkatan dosis. Golongan xantin diberikan bersama-sama dengan
bronkodilator lainnya karena mempunyai efek memperkuat otot diafragma.
Dalam perawatan rumah sakit, bronkodilator dapat diberikan secara intravena
dan nebulizer, dengan pemberian yang lebih sering, perlu monitor ketat
terhadap timbulnya palpitasi sebagai efek samping bronkodilator. Sebagai
contoh :
 Terbutalin 0,3 ml subkutan dapat diulang sampai 3 kali setiap jam dan dapat
dilanjutkan dengan pemberian perdrip 3 ampul per 24 jam. Bila tidak ada
digunakan Adrenalin 0,3 mg subkutan, dengan hati-hati.
 Aminofilin bolus 5 mg/kgBB (dengan pengenceran) dilanjutkan perdrip 0,5-
0,8 mg/kgBB/jam.
 Pemberian aminofilin drip dan terbutalin dapat bersama-sama dalam 1 botol
cairan perinfus. Cairan infus yang dipergunakan adalah dekstrose 5%, NaCl
0,9% atau Ringer laktat.
 Antibiotika
Diberikan bila terdapat 2 atau lebih dari gejala di bawah ini :
 Peningkatan sesak
 Peningkatan jumlah sputum
 Sputum berubah menjadi purulen
Pemilihan disesuaikan pola kuman setempat. Pemberian antibiotik di rumah
sakit sebaiknya per drip atau intravena, sedangkan untuk rawat jalan bila
eksaserbasi sedang sebaiknya dikombinasi dengan makrolide, bila ringan dapat
diberi tunggal.
 Kortikosteroid
Diberikan tergantung derajat eksaserbasi. Derajat sedang dapat diberikan
prednison 30 mg/hari selama 1-2 minggu dan pada derajat berat diberikan
secara intravena. Pemberian lebih dari 2 minggu tidak memberikan manfaat
yang lebih baik, tetapi lebih banyak efek sampingnya.
d. Nutrisi adekuat untuk mencegah starvasi yang disebabkan hipoksemia
berkepanjangan dan menghindari kelelahan otot bantu nafas.
e. Ventilasi mekanik
Penggunaan ventilasi mekanik pada eksaserbasi berat akan mengurangi morbiditas
dan mortalitas, serta memperbaiki simptom.
f. Kondisi lain yang berkaitan monitoring balans cairan dan elektrolit, pengeluaran
sputum, gagal jantung atau aritmia
g. Evaluasi ketat progresivitas penyakit
Penanganan yang tidak adekuat akan memperburuk eksaserbasi dan menyebabkan
kematian. Monitor dan penanganan yang tepat dan segera dapat mencegah gagal
nafas berat dan menghindari penggunaan ventilasi mekanik.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Aktivitas/Istirahat
Gejala : Keletihan, kelemahan, malaise, ketidakmampuan melakukan aktivitas
sehari-hari karena sulit bernapas, ketidakmampuan untuk tidur, perlu
tidur dalam posisi duduk tinggi, dispenu pada saat istirahat.
Tanda : Keletihan, gelisah, insomnia, kelemahan umum/kehilangan masa otot.

b. Sirkulasi
Gejala : Pembengkakan pada ekstremitas bawah
Tanda : Peningkatan TD, peningkatan frekuensi jantung/takikardi berat,
distritmia, distensi vena leher, warna kulit/membran mukosa
normal/sianosis ; kuku tabuh atau sianosis perifer, pucat dapat
menunjukkan anemia.

c. Integritas Ego
Gejala : Peningkatan faktor risiko, perubahan pola hidup.
Tanda : Ansietas, ketakutan, peka rangsang.

d. Makanan/cairan
Gejala : Mual/muntah, napsu makan buruk (anoreksia), ketidakmampuan
untuk makan karena distres pernapasan, penurunan berat badan
menetap (emfisema), peningkatan berat badan menunjukkan edema
(bronkitis).
Tanda : Turgor kulit buruk, edema dependen, berkeringat, penurunan berat
badan, penurunan masa otot/lemak subkutan (emfisema), palpasi
abdominal dapat menyatakan hepatomegali (bronkitis).
e. Higiene
Gejala : Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan
aktivitas sehari-hari.
Tanda : Kebersihan buruk, bau badan.

f. Pernapasan
Gejala : Napas pendek, sulut bernapas ; dada seperti tertekan, batuk menetap
dengan produksi sputum setiap hari, faktor keluarga atau keturunan,
kebutuhan oksigen yang meningkat pada malam hari.
Tanda : Pernapasan cepat, dapat lambat; fase ekspirasi memanjang,
penggunaan otot bantu pernapasan, bunyi napas krekels, mengi,
hiperesonan pada area paru, bunyi pekak pada area paru, jari-jari
tabuh (emfisema).

g. Keamanan
Gejala : Riwayat reaksi alergi atau sensitif terhadap zat atau faktor lingkungan,
adanya/berulangnya infeksi, kemerahan/berkeringat (asma)

h. Seksualitas
Gejala : Penurunan libido

i. Interaksi sosial
Gejala : Hubungan ketergantungan, kurang sistem pendukung, kegagalan
dukungan terhadap pasangan, penyakit lama atau ketidakmampuan
membaik.
Tanda : Keterbatasan mobilias fisik, kelalaian hubungan dengan anggota
keluarga lain.
2. Diagnosa Keperawatan
a) Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekret
bronkial sekunder akibat inflamasi paru yang berulang.
b) Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan jaringan paru sekunder
akibat inflamasi paru yang berulang
c) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia,
produksi sputum, efek samping obat, kelemahan, dispnea
d) Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya imunitas, malnutrisi
e) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan sekunder akibat hipoksia
jaringan yang kronis
f) Kurang pengetahuan tentang kondisi/tindakan berhubungan dengan kurang
informasi.

3. Intervensi
a) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan sekret
bronkial sekunder akibat inflamasi paru yang berulang.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
bersihan jalan napas efektif dengan kriteria evaluasi :
 Mempertahankan jalan napas paten dengan bunyi napas bersih/jelas dan tidak
ada suara napas tambahan.
 Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan napas yaitu batuk
efektif dan mengeluarkan sekret.
Intervensi :
 Auskultasi bunyi nafas
Rasional : Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan
napas dan/tak dimanifestasikan adanya bunyi napas adventisius
misalnya penyebaran, krekels basah, bunyi napas redup dengan
ekspirasi mengi atau tak adanya bunyi napas.
 Kaji frekuensi pernapasan
Rasional : Takipneu biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat
ditemukan pada penerimaan atau selama stres/adanya proses
infeksi akut.
 Kaji adanya dispnea, gelisah, ansietas, distres pernapasan dan penggunaan otot
bantu pernapasan
Rasional : Disfungsi pernapasan adalah variabel yang bergantung pada
tahap proses kronis selain proses akut yang menimbulkan
perawatan di rumah sakit.
 Berikan posisi yang nyaman pada pasien : peninggian kepala tempat tidur,
duduk pada sandaran tempat tidur.
Rasional : Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernapasan
dengan mempergunakan gravitasi.
 Hindarkan dari polusi lingkungan misal : asap, debu, bulu bantal
Rasional : Pencetus tipe reaksi alergi pernapasan yang dapat mentriger
episode akut.
 Dorong latihan napas abdomen atau bibir
Rasional : Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan
mengontrol dispneu.
 Observasi karakteristik batuk misalnya : menetap, batuk pendek, basah
Rasional : Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya bila pasien
lansia, sakit akut atau kelemahan. Batuk paling efektif pada posisi
duduk tinggi atau kepala dibawah setelah perkusi dada.
 Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi jantung
Rasional : Hidrasi membantu menurunkan kekentalan sekret,
mempermudah pengeluaran.
 Berikan air hangat
Rasional : Penggunaan cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus.
 Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi : bronkodilator, Xantin, Kromolin,
Steroid oral/IV dan inhalasi, antimikrobial, analgesik
Rasional : Merilekskan otot halus dan menurunkan kongesti lokal,
menurunkan spasme jalan napas, mengi, dan produksi mukosa.
 Kolaborasi pemberian humidifikasi tambahan : misal nebuliser ultranik
Rasional : Kelembaban menurunkan kekentalan sekret, mempermudah
pengeluaran dan dapat membantu menurunkan/mencegah
pembentukan mukosa tebal pada bronkus.
 Awasi GDA, foto dada, nadi oksimetri
Rasional : Membuat dasar untuk pengawasan kemajuan/kemunduran proses
penyakit atau komplikasi.

b) Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan jaringan paru sekunder


akibat inflamasi paru yang berulang
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak
terjadi kerusakan pertukaran gas dengan kriteria evaluasi :
 Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan
GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distres pernapasan.

Intervensi :
 Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan. Catat penggunaan alat bantu
pernapasan
Rasional : Berguna dalam evaluasi derajat distres pernapasan dan atau
kronisnya proses penyakit.
 Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien memilih posisi yang mudah untuk
bernapas
Rasional : Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi
dan latihan napas untuk menurunkan kolaps jalan napas, dispnea.
 Kaji kulit dan warna membran mukosa
Rasional : Sianosis mungkin perifer atau sentral mengindikasikan beratnya
hipoksia.
 Dorong mengeluarkan sputum,penghisapan bila diindikasikan
Rasional : Kental, tebal dan banyaknya sekresi adalah sumber utama
gangguan pertukaran gas pada jalan napas kecil.
 Auskulatasi bunyi nafas
Rasional : Bunyi napas mungkin redup karena penurunan aliran udara atau
area konsolidasi.
 Palpasi fremitus
Rasional : Penurunan getaran vibrasi diduga ada pengumpulan cairan atau
udara terjebak.
 Awasi tingkat kesadaran
Rasional : Gelisah atau ansietas adalah manifestasi umum pada hipoksia.
 Batasi aktivitas pasien atau dorong untuk istirahat atau tidur selama fase akut
Rasional : Selama distres pernapasan berat/akut/refraktori pasien secara
total tak mampu melakukan aktivitas sehari-hari karena
hipoksemia dan dispnea.
 Awasi TV dan irama jantung
Rasional : Takikardia, distrimia dan perubahan TD dapat menunjukkan efek
hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.
 Awasi GDA dan nadi oksimetri
Rasional : PaCO2 biasanya meningkat dan PaO2 secara umum menurun
sehingga hipoksia terjadi dengan derajat lebih kecil atau lebih
besar.
 Kolaborasi pemberian oksigen sesuai indikasi
Rasional : Dapat memperbaiki/mencegah memburuknya hipoksia.

c) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia,


produksi sputum, efek samping obat, kelemahan, dispnea
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak
pemenuhan nutrisi adekuat dengan kriteria evaluasi :
 Menunjukkan peningkatan berat badan
 Napsu makan meningkat
 Makan habis 1 porsi/yang telah disediakan.
Intervensi :
 Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Evalusi berat badan
Rasional : pasien distres pernapasan akut sering anoreksia karena dispnea,
produksi sputum dan obat. Selain itu banyak pasien PPOM
mempunyai kebiasaan makan yang buruk meskipun kegagalan
pernapasan membuat status hipermetabolik dengan peningkatan
kebutuhan kalori.
 Auskultasi bunyi usus
Rasional : Penurunan/hipoaktif bising usus menunjukkan penurunan
motilitas gaster dan konstipasi yang berhubungan dengan
pembatasan pemasukan cairan, pilihan makanan buruk,
penurunan aktivitas dan hipoksemia.
 Berikan perawatan oral sering
Rasional : Rasa tak enak, bau dan penampilan adalah pencegah utama
terhadap napsu makan dan dapat membuat mual dan muntah
dengan peningkatan kesulitan napas.
 Berikan porsi makan kecil tapi sering
Rasional : meningkatkan masukan kalori total.
 Hindari makanan penghasil gas dan minuman berkarbonat
Rasional : Dapat menyebabkan distensi abdomen yang mengganggu napas
abdomen dan gerakan diafragma, dan dapat meningkatkan
dispnea.
 Hindari makanan yang sangat panas dan sangat dingin
Rasional : Suhu ekstrim dapat meningkatkan/mencetuskan spasme batuk
 Timbang BB sesuai indikasi
Rasional : Berguna untuk mentukan kebutuhan kalori, menyusun tujuan
berat badan dan evaluasi keadekuatan rencana nutrisi

d) Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya imunitas, malnutrisi


Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak
terjadi infeksi dengan kriteria evaluasi :
 Tanda vital dalam batas normal.
 Tidak terjadi tanda-tanda infeksi
Intervensi :
 Awasi suhu
Rasional : Demam dapat terjadi karena infeksi/dehidrasi.
 Kaji pentingnya latihan nafas, batuk efektif, perubahan posisi sering dan
msukan cairan adekuat
Rasional : Aktivitas ini meningkatkan mobilitas dan pengeuaran sekret
untuk menurunkan risiko terjadinya infeksi paru.
 Observasi warna, karakter, bau sputum
Rasional : Sekret berbau, kuning atau kehijauan menunjukkan adanya
infeksi paru.
 Awasi pengunjung ; berikan masker sesuai indikasi
Rasional : Menurunkan potensialterpajan dari penyakit infeksius.
 Dorong keseimbangan antara aktivitas dan istirahat
Rasional : Menurunkan kebutuhan keseimbangan oksigen dan memperbaiki
pertahanan pasien terhadap infeksi, meningkatkan penyembuhan.
 Diskusikan kebutuhan masukan nutrisi adekuat
Rasional : Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan
menurunkan tahanan terhadap infeksi.
 Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi
Rasional : Menurunkan risiko infeksi.

e) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan sekunder akibat hipoksia jaringan


yang kronis
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pasien
mampu melakukan aktivitas secara bertahap sesuai kemampuan dengan kriteria
evaluasi :
 Pasien berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan
 Menurunnya kelemahan dan keletihan
 Tanda vital dalam batas normal.
Intervensi :
 Observasi tanda keletihan, tidak dapat mentoleransi aktivitas tambahan
Rasional : Merencanakan istirahat yang tepat
 Bantu aktivitas sehari-hari diluar batas toleransi lansia
Rasional : Untuk mencegah kelelahan
 Berikan bantuan dalam aktivitas perawatan diri sesuai indikasi, selingi periode
aktivitas dengan periode istirahat
Rasional : Pemenuhan kebutuhan perawatan diri tanpa mempengaruhi stres
miokard/kebutuhan oksigen berlebihan
 Pantau tanda vital selama beraktivitas
Rasional : Aktivitas berlebihan dapat memicu terjadinya stres kardio
pulmonal
 Berikan lingkungan yang tenang, pantau dan batasi pengunjung.
Rasional : Meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen
dalam tubuh.

f) Kurang pengetahuan tentang kondisi/tindakan berhubungan dengan kurang


informasi.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan
pengetahuan pasien meningkat dengan kriteria evaluasi :
 Menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan tindakan
 Melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam program
pengobatan.
Intervensi :
 Jelaskan proses penyakit
Rasional : Menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan perbaikan
partisipasi pada rencana pengobatan
 Jelaskan pentingnya latihan nafas, batuk efektif
Rasional : Napas bibir dan napas abdominal menguatkan otot pernapasan,
membantu meminimalkan kolaps jalan napas kecil dan
memberikan individu arti untuk mengontrol dispnea.
 Diskusikan efek samping dan reaksi obat
Rasional : Penting bagi pasien memahami perbedaan antara efek samping
mengganggu dan efek samping merugikan.
 Tunjukkan teknik penggunaan dosis inhaler
Rasional : Pemberian obat yang tepat dapat meningkatkan penggunaan
keefektifan
 Diskusikan pentingya menghindari orang yang sedang infeksi pernapasan aktif
Rasional : Menurunkan pemajanan dan insiden mendapatkan infeksi saluran
napas atas.
 Diskusikan faktor lingkungan yang meningkakan kondisi seperti udara terlalu
kering, asap, polusi udara. Cari cara untuk modifikasi lingkungan
Rasional : Faktor lingkungan ini dapat meningkatkan iritasi bronkial
menimbulkan peningkatan produksi sekret dan hambatan jalan
napas.
 Jelaskan efek, bahaya merokok
Rasional : Penghentian merokok dapat menghambat kemajuan PPOM.
DAFTAR PUSTAKA

Bahar A. Penyakit Paru Obstruktif Kronik, Pedoman Penatalaksanaan Global Terbaru.


Pertemuan Ilmiah Nasional PB PAPDI. Editor: Prodjosudjadi W, Setiati S, Alwi I,
Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Penyakit Dalam, FKUI Jakarta: 2003, hal 50-
53

Bahar A. Pengobatan Terbaru Penyakit Obstruksi Paru. Dalam: Current Diagnosis and
Treatment in Internal Medicine. Editor: Atmakusuma J, dkk,. Pusat Informasi dan
Penerbitan Bagian Penyakit Dalam, FKUI Jakarta: 2003, hal 1-12

Farid M. Penyakit Paru Obstruktif Menahun. Dalam: Balai Penerbit FKUI Jakarta: 1989,
hal 5-23

Ingram H R. Bronkitis Kronik, Emfisema dan Obstruksi Jalan Nafas. Harrison’s


Principles for Internal Medicine 13th edition. Editor: Fauci A S, Braunwald E,
Isselbacher K J, Wilson I D, Martin J B, Kasper D L, McGraw-Hill Company New
York: 2002. hal 1374-1356.

Marilyn E.Doenges, (2000). Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta : EGC.

Mangunnegoro H, dkk. PPOK, Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia.


Perhimpunan Dokter Paru Indonesia: 2001. hal 10-25

Mangunnegoro H, dkk. PPOK, Pedoman Praktis Diagnosis dan Penatalaksanaan di


Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia: Juni 2004. hal 1-13

Smeltzer, G.Bare, (2002), Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, volume 1,
Jakarta: EGC
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN Tn.WK DENGAN PPOK EKSASERBASI
AKUT DI RUANG RATNA RSUP SANGLAH DENPASAR
TANGGAL 8-9 OKTOBER 2009

A. Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada tanggal 8 Oktober 2009, pukul 08.30 wita di Ruang Ratna
RSUP Sanglah Denpasar dengan teknik wawancara, observasi, pemeriksaan fisik dan
catatan medis pasien.
1. Identitas
Pasien Penanggung
Nama : Tn.WK K.K
Umur : 80 tahun 40 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki Laki-laki
Status Perkawinan : Kawin Kawin
Suku Bangsa : Indonesia Indonesia
Agama : Hindu Hindu
Pendidikan : Tamat SD Tamat SLTA
Pekerjaan : Pensiunan PNS
Alamat : Br. Samuan Kangin Ds Carang Sari Petang Badung

2. Status Kesehatan
a. Status Kesehatan Saat Ini
1) Keluhan Utama
a) Saat MRS : Sesak napas
b) Saat Pengkajian : Sesak napas disertai batuk berdahak
2) Alasan MRS dan Perjalanan Penyakit Saat Ini
Klien datang ke RSUP Sanglah tanggal 4 Oktober 2009 dengan keluhan sesak
napas sejak 6 hari sebelum MRS (Tanggal 28-09-2009). Sesak napas
dirasakan saat istirahat maupun beraktivitas. Sesak disertai dengan batuk
berdahak yang sulit dikeluarkan, berwarna kekuningan dan demam. Setelah
dilakukan pemeriksaan di triage klien dikirim ke Ruang Ratna untuk
perawatan selanjutnya.
3) Upaya Yang Dilakukan Untuk Mengatasinya
Saat mulai dirasakan keluhan sesak napas, klien mengunakan obat ventolin
inhaler yang didapatkan dari dokter tetapi keluhan tidak berkurang. Saat
keluhan klien meningkat, barulah anak dibawa ke RSUP Sanglah.

b. Status Kesehatan Masa Lalu


1) Penyakit Yang Pernah Dialami
Klien menderita penyakit paru sejak ± 5 tahun yang lalu, klien sudah pernah
diopname sebanyak 5 kali dengan keluhan yang sama. Klien tidak menderita
penyakit lain seperti hipertensi, DM.
2) Alergi
Pasien mengatakan tidak mempunyai riwayat alergi terhadap debu, obat-
obatan, makanan ataupun bahan lainnya.
3) Kebiasaan
Klie memiliki kebiasaan merokok sejak klien berumur kira-kira 25 tahun,
klien tergolong dalam perokok berat dan setiap harinya klien mampu
menghabiskan 15 batang rokok. Semenjak sakit, klien sudah menghentikan
kebiasaannya tersebut.

c. Riwayat Penyakit Keluarga


Orangtua mengatakan di dalam keluarga tidak ada yang menderita penyakit yang
sama seperti yang dialami pasien sekarang. Riwayat penyakit dalam keluarga :
sakit jantung (-), paru-paru (-), DM(-)

d. Diagnosa Medis dan Therapy Sekarang


Diagnosa Medis : PPOK Eksaserbasi akut
Therapy : - IFVD 20 tts/mnt
- O2 2 liter/menit
- Nebulizer combivent tiap 6 jam
- Cefotaxim 3x1 gr, metyl prednisolon 2x62,5 gr
- Bromhexim 3x CI
3. Pola Kebutuhan Dasar (Gordon’s functional health patterns)
1) Bernafas :
Klien mengeluh sesak napas sejak 6 hari SMRS (Tanggal 28-09-2009). Sesak
dirasakan saat istirahat maupun beraktivitas. Saat pengkajian, klien masih
mengeluh sesak, bernapas menggunakan bibir yang dimonyongkan, RR = 36
x/menit, klien menggunakan oksigen 2 liter/menit.
2) Pola Nutrisi/metabolic
Klien mengatakan saat ini nafsu makan cukup baik. Klien makan 3-4 kali sehari
sebanyak 1 porsi dan minum air putih 7-8 gelas sehari.
3) Pola eliminasi
Saat pengkajian klien mengatakan tidak ada keluhan tentang BAB atau BAK.
BAB 1 x sehari dengan konsistensi lembek dan BAK 5-6 kali sehari.
4) Pola aktivitas dan latihan
Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4
Makan/minum x
Mandi x
Toileting x
Berpakaian x
Mobilisasi di tempat tidur x
Berpindah x
Ambulasi ROM x
0: mandiri, 1: alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain dan alat,
4: tergantung total.
Keterangan :
Saat pengkajian, pasien mampu makan/minum, mobilisasi di tempat tidur,
berpindah dan ambulasi ROM secara mandiri namun masih berhati-hati karena
pasien mengatakan sesak napas dan badannya lemah apabila melakukan
aktivitas sedangkan mandi, toileting dan berpakaian masih dibantu oleh
petugas maupun keluarganya.

5) Pola tidur dan istirahat


Saat pengkajian pasien mengatakan tidak mengalami gangguan dalam istirahat
dan tidurnya. Pasien biasa tidur malam ± 7 jam per hari dan tidur siang ± 1 jam.
6) Pola Perseptual
Pasien mengatakan menyadari bahwa dirinya harus dirawat di rumah sakit
karena penyakitnya. Saat pengkajian, pasien mampu berkomunikasi dengan
baik, pasien memiliki memori yang baik.
7) Pola Persepsi Diri
Pasien mengatakan menyukai semua anggota tubuhnya. Saat pengkajian, pasien
hanya berbaring di tempat tidurnya karena sesak napasnya.
8) Pola Seksual dan Reproduksi
Pasien mengatakan tidak pernah melakukan hubungan seksual lagi semenjak
istrinya meninggal.
9) Pola Peran-Hubungan
Pasien mengatakan dalam kelurganya berperan sebagai ayah, pasien tidak
mempunyai pekerjaan lain karena sudah pensiun dari pekerjaannya. Semua
kebutuhan keluarganya ditanggung oleh anak laki-lakinya yang berperan
sebagai kepala keluarga. Pasien mengatakan hubungan dengan anggota keluarga
baik.

10) Pola Manajemen Koping Stress


Pasien mengatakan jika mempunyai masalah selalu menceritakan pada anaknya
dan untuk kondisinya sekarang pasien menerima penyakit yang dideritanya dan
pasien mengatakan akan selalu memeriksakan dirinya ke rumah sakit setelah
pulang nanti. Pasien juga berharap dirinya cepat sembuh sehingga dapat pulang
berkumpul dengan keluarganya lagi.
11) System Nilai dan Keyakinan
Pasien mengatakan beragama Hindu dan biasa bersembahyang setiap hari serta
pada hari keagamaan, pasien rajin berdoa untuk kesehatanya. Selama sakit
pasien hanya bisa berdoa di tempat tidur, pasien yakin bahwa Tuhan akan
membantu kesembuhanya.

4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Tingkat Kesadaran : Compos mentis
GCS : E = 4, V = 5, M = 6
Tanda-Tanda Vital
Nadi : 88 x/mnt Temp : 36,4 oC
RR : 36 x/mnt TD : 110/70 mmHg
b. Keadaan Fisik
1) Kepala dan Leher
- Kepala : Bentuk simetris, nyeri tekan tidak ada, rambut tipis dan
berwarna putih, kebersihan kepala cukup
- Mata : anemis (-), ikterus (-), pupil isokor, reflek +/+
- Hidung : sektret (-)
- Telinga : nyeri (-), sekret pada telinga (-)
- Gigi & mulut : kebersihan cukup, gigi palsu (+), mukosa mulut
kering
- Leher : pembesaran vena jugularis (-)
2) Dada
Inspeksi : Bentuk simetris, retraksi dinding dada waktu bernafas (-).
Palpasi : Tidak teraba pembesaran di daerah dada
Auskultasi : Suara nafas bronko vesikuler pada dada kanan dan kiri.
Ronchi +/+, wheezing (-). Suara jantung S 1-S2 tunggal regular,
murmur (-)
3) Payudara dan Ketiak
Payudara bentuk simetris, nyeri tekan tidak ada, persebaran rambut ketiak
merata, benjolan tidak ada.
4) Abdomen
Bentuk simetris, benjolan tidak ada, nyeri tekan (-), peristaltik usus normal
yaitu 8 x/menit.
5) Genetalia
Bentuk normal, kebersihan cukup
6) Integumen
Warna kulit sawo matang, kebersihan cukup.
7) Ekstremitas
 Atas
Pergerakan tangan kiri & kanan terkoordinasi, bengkak/oedema tidak ada,
ekstremitas hangat, CRT < 2 detik
 Bawah
Pergerakan kedua kaki terkoordinasi, oedema tidak ada, ekstremitas
hangat, CRT < 2 detik
8) Pemeriksaan neurologis
 Status mental dan emosi
Status mental baik, agitasi (-), perhatian baik, kemampuan bahasa baik.
 Pemeriksaan Refleks
Reflek fisiologis (biceps,triseps, patela, ankle) dalam batas normal

5. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium elektrolit tanggal 7-10-2009
Na : 141,200 (Normal : 135-147)
Kalium : 4,318 (Normal : 3,5-5,5)

b. Laboratorium DL tanggal 4-10-2009


Jenis Hasil Satuan Range Interpretasi
pemeriksaan normal
WBC 21,6 10₃/µL 4,1 – 10,9 High
HGB 10,5 g/dl 13,5-17,5 Low
RBC 4,39 10₆/ul 4,5 – 5,9 Normal
HCT 32 % 41-53 Low
PLT 492 10₃/µL 150 - 440 Normal

c. Laboratorium AGD tanggal 4-10-2009


pH : 7,297 (Normal : 7,35-7,45)
PCO2 : 55,700 mmHg (Normal : 35-45)
PO2 : 130,500 mmHg (Normal : 80-100)
HCO3 : 26,600 mmol/L (Normal : 22-26)

6. Analisa Data
No Data Interpretasi Masalah
1 DS :
- Pasien mengeluh batuk sejak 6 hari Inflamasi paru berulang Ketidakefektifan
SMRS dan sulit untuk bersihan jalan
mengeluarkan dahak Peningkatan sekresi napas
DO : bronkial
- Ronchi +/+, RR = 36 x/mnt, sekret
kental dan sulit dikeluarkan Bersihan jalan napas
tidak efektif
2 DS : Inflamasi paru berulang Kerusakan
- Pasien mengeluh sesak napas dan pertukaran gas
sulit beraktivitas Hipersekresi lendir pada
DO : bronkial
- Dispneu saat istirahat maupun
Penyempitan bronkial
beraktivitas, bernapas dengan bibir
dimonyongkan, RR = 36 x/mnt, Dispneu
PCO2 = 55,700 mmHg (Normal :
35-45) Kerusakan pertukaran gas

3 DS : Hipoksia jaringan Intoleransi


- Pasien mengeluh lemah saat aktivitas
beraktivitas Kelelahan
DO :
Intoleransi aktivitas
- Kelemahan selama aktivitas,
dispneu, RR = 36 x/mnt

7. Diagnosa Keperawatan (sesuai Prioritas)


No Tanggal Diagnosa Keperawatan Tanggal TTD
Dx muncul teratasi
1 8-10-2009 Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan
perubahan jaringan paru sekunder akibat
inflamasi paru berulang ditandai dengan pasien
mengeluh sesak napas dan sulit beraktivitas,
dispneu saat istirahat maupun beraktivitas,
bernapas dengan bibir dimonyongkan, RR = 36
x/mnt, PCO2 = 55,700 mmHg (Normal : 35-
45)
2 8-10-2009 Ketidakefektifan bersihan jalan napas
berhubungan dengan peningkatan sekret
bronkial sekunder akibat inflamasi paru yang
berulang ditandai dengan pasien mengeluh
batuk sejak 6 hari SMRS dan sulit untuk
mengeluarkan dahak, ronchi +/+, RR = 36
x/mnt, sekret kental dan sulit dikeluarkan.

3 8-10-2009 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan


kelelahan sekunder akibat hipoksia jaringan
yang kronis ditandai dengan pasien mengeluh
lemah saat beraktivitas, kelemahan selama
aktivitas, dispneu, RR = 36 x/mnt
8. Perencanaan
No Rencana Perawatan
Hari/Tgl
Dx Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1 2 3 4 5
Kamis 1 Setelah diberikan tindakan 1. Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan. Catat 1. Berguna dalam evaluasi derajat distres
8-10-2009 perawatan selama 2x24 jam penggunaan alat bantu pernapasan pernapasan dan atau kronisnya proses
diharapkan ventilasi adekuat penyakit
Kriteria hasil : 2. Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien 2. Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan
 Menunjukkan perbaikan memilih posisi yang mudah untuk bernapas posisi duduk tinggi dan latihan napas untuk
ventilasi dan oksigenasi menurunkan kolaps jalan napas, dispnea
jaringan adekuat 3. Kaji kulit dan warna membran mukosa 3. Sianosis mungkin perifer atau sentral
 Distres napas (-) mengindikasikan beratnya hipoksia
 RR = 16-20 x/mnt 4. Auskultasi bunyi nafas 4. Bunyi napas mungkin redup karena
penurunan aliran udara atau area konsolidasi
5. Batasi aktivitas pasien atau dorong untuk istirahat 5. Selama distres pernapasan
atau tidur selama fase akut berat/akut/refraktori pasien secara total tak
mampu melakukan aktivitas sehari-hari
karena hipoksemia dan dispnea
6. Kolaborasi pemberian oksigen sesuai indikasi 6. Dapat memperbaiki/mencegah memburuknya
hipoksia

Kamis 2 Setelah diberikan tindakan 1. Auskultasi bunyi nafas 1. Beberapa derajat spasme bronkus terjadi
8-10-2009 perawatan selama 2x24 jam dengan obstruksi jalan napas dan/tak
diharapkan jalan napas efektif dimanifestasikan adanya bunyi napas
Kriteria hasil : adventisius misalnya penyebaran, krekels
 Mempertahankan jalan basah, bunyi napas redup dengan ekspirasi
napas paten mengi atau tak adanya bunyi napas
 Tidak ada suara napas 2. Berikan posisi yang nyaman pada pasien : 2. Peninggian kepala tempat tidur
tambahan peninggian kepala tempat tidur, duduk pada mempermudah fungsi pernapasan dengan
 Menunjukkan batuk efektif sandaran tempat tidur mempergunakan gravitasi
1 2 3 4 5
3. Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari 3. Hidrasi membantu menurunkan kekentalan
sesuai toleransi jantung sekret, mempermudah pengeluaran
4. Berikan air hangat 4. Penggunaan cairan hangat dapat menurunkan
spasme bronkus
5. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi : 5. Merilekskan otot halus dan menurunkan
bronkodilator kongesti lokal, menurunkan spasme jalan
napas, mengi, dan produksi mukosa
6. Kolaborasi pemberian humidifikasi tambahan : 6. Kelembaban menurunkan kekentalan sekret,
misal nebuliser mempermudah pengeluaran dan dapat
membantu menurunkan/mencegah
pembentukan mukosa tebal pada bronkus

Kamis 3 Setelah diberikan tindakan 1. Observasi tanda keletihan, tidak dapat mentoleransi 1. Merencanakan istirahat yang tepat
9. Pelaksanaan
Hari/ No. Tindakan Keperawatan Respon Klien Nama
Tanggal Dx TTD
1 2 3 4 5
Kamis 1 Mengkaji frekuensi, kedalaman Pasien mengeluh sesak Sastra
8-10-2009 pernapasan. Mencatat penggunaan napas, RR = 36 x/mnt,
08.30 wita alat bantu pernapasan bernapas menggunakan
bibir

08.40 wita 3 Memberikan bantuan aktivitas Pasien tampak rapi dan Sastra
perawatan diri memandikan lebih segar

09.20 wita 3 Mengkaji tanda-tanda vital N:88x/mnt, S : 36,4 ºC, Sastra


RR : 36x/mnt, TD :
110/70 mmHg

09.30 wita 1,2 Mengauskultasi bunyi napas Suara napas bronko Sastra
vesikuler, Ronchi +/+

10.00 wita 2 Memberikan obat oral Bromhexim Obat sudah diminum, Sastra
syrup 1 sdm muntah (-), mampu
mengeluarkan dahak

10.20 wita Delegatif pemberian obat injeksi Obat sudah disuntikkan Sastra
cefotaxim 1 gr dan metyl melalui IV, reaksi alergi
prednisolon 62,5 gr (-)

10.50 wita 2 Delegatif pemberian nebulizer Pasien mengatakan Sastra


combivent 1 amp tiap 6 jam mampu mengeluarkan
sekret, RR = 30 x/mnt

11.00 wita 1 Delegatif pemberian oksigen 2 Terpasng kanul oksigen, Sastra


liter/mnt setelah pemberian RR = 28 x/mnt
nebulizer

11.20 wita 2 Memberikan posisi yang nyaman Pasien mengatakan Sastra


pada pasien : peninggian kepala masih sesak
tempat tidur, duduk pada sandaran
tempat tidur

13.00 wita 2 Memberikan pasien minum air Pasien minum ± 50 cc Sastra


hangat

13.10 wita 3 Mengobservasi tanda keletihan Pasien mengeluh lemah Sastra


dan tampak berbaring di
tempat tidur

13.30 wita 3 Memberikan lingkungan yang Pasien tampak Sastra


tenang untuk istirahat beristirahat

16.00 wita 3 Mengkaji tanda-tanda vital N : 80 x/mnt, S : 36 ºC, Sastra


RR : 28 x/mnt, TD :
120/80 mmHg

17.00 wita 2 Memberikan obat oral Bromhexim Obat sudah diminum, Sastra
syrup 1 sdm muntah (-)
1 2 3 4 5
18.00 wita Delegatif pemberian obat injeksi Obat sudah disuntikkan Sastra
cefotaxim 1 gr dan metyl melalui IV, reaksi alergi
prednisolon 62,5 gr (-)

18.30 wita 2 Delegatif pemberian nebulizer Pasien mengatakan Sastra


combivent 1 amp tiap 6 jam mampu mengeluarkan
sekret, RR = 28 x/mnt

19.00 wita 1 Delegatif pemberian oksigen 2 Terpasng kanul oksigen, Sastra


liter/mnt setelah pemberian RR = 24 x/mnt
nebulizer

Jumat 3 Memberikan bantuan aktivitas Pasien tampak rapi dan Sastra


9-10-2009 perawatan diri memandikan lebih segar
08.30 wita
3 Mengkaji tanda-tanda vital N:80x/mnt, S : 36,5 ºC, Sastra
RR : 20 x/mnt, TD :
110/70 mmHg

09.00 wita 1 Mengkaji frekuensi, kedalaman Pasien mengatakan Sastra


pernapasan sesaknya berkurang

10.00 wita 2 Memberikan obat oral Bromhexim Obat sudah diminum, Sastra
syrup 1 sdm muntah (-), mampu
mengeluarkan dahak

10.10 wita Delegatif pemberian obat injeksi Obat sudah disuntikkan Sastra
cefotaxim 1 gr dan metyl melalui IV, reaksi alergi
prednisolon 62,5 gr (-)

11.00 wita 2 Delegatif pemberian nebulizer Pasien mengatakan Sastra


combivent 1 amp tiap 6 jam mampu mengeluarkan
sekret, RR = 20 x/mnt

11.30 wita 1 Delegatif pemberian oksigen 2 Terpasng kanul oksigen, Sastra


liter/mnt setelah pemberian RR = 20 x/mnt
nebulizer

12.00 wita 2 Memberikan posisi yang nyaman Pasien mengatakan Sastra


pada pasien : peninggian kepala sesaknya sudah
tempat tidur, duduk pada sandaran berkurang
tempat tidur

15.00 wita 3 Mengobservasi tanda keletihan Pasien mengatakan Sastra


kondisinya lebih baik
dari sebelumnya

16.00 wita 3 Mengkaji tanda-tanda vital N : 80 x/mnt, S : 36 ºC, Sastra


RR : 20 x/mnt, TD :
120/80 mmHg

17.00 wita 2 Memberikan obat oral Bromhexim Obat sudah diminum, Sastra
syrup 1 sdm muntah (-)
1 2 3 4 5
18.00 wita Delegatif pemberian obat injeksi Obat sudah disuntikkan Sastra
cefotaxim 1 gr dan metyl melalui IV, reaksi alergi
prednisolon 62,5 gr (-)

18.30 wita 2 Delegatif pemberian nebulizer Pasien mengatakan Sastra


combivent 1 amp tiap 6 jam mampu mengeluarkan
sekret, RR = 28 x/mnt

19.00 wita 1 Delegatif pemberian oksigen 2 Terpasng kanul oksigen, Sastra


liter/mnt setelah pemberian RR = 20 x/mnt
nebulizer

10. Evaluasi

TGL/JAM NO. EVALUASI PARAF/


DX NAMA
8 – 10 – 09 1 S: Pasien mengatakan sesaknya sudah berkurang Sastra
19.00 wita O: Dispneu (-), RR = 20x/mnt
A: Masalah teratasi
P: Lanjutkan rencana keperawatan

8 – 10 – 09 2 S: Pasien mengatakan batuk berkurang dan mampu Sastra


19.00 wita mengeluarkan dahak
O: pasien mampu batuk efektif dan mampu
mengeluarkan sekret, ronchi +/+
A: Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan rencana keperawatan

8 – 10 – 09 3 S : pasien mengatakan bisa beraktivitas ringan Sastra


19.00 wita O: pasien mampu beraktivitas sesuai dengan tingkat
kemampuannya, kelemahan menurun
A : Masalah teratasi
P : Lanjutkan rencana keperawatan

Anda mungkin juga menyukai